Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PERKEMBANGAN YANG TERGANGGU DAN

PENYIMPANGAN DALAM PERKEMBANGAN


Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Psikologi Perkembangan
Dosen Pengampu : Oki Ristya Trisnawati, M. Pd.

Kelas PAI 3C
Disusun Oleh:
1. Alifia Nisa Salsabila (20116904)
2. Hanafiah Lithfi Hakim (20116916)
3. Rani Saputri (20116926)

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLOTUL ULAMA (IAINU) KEBUMEN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Periode terpenting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa baita, karena pada
masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak
selanjutnya. Pada masa balita perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial
emosional dan intelegensi sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya.
Orang tua pengasuh dan pendidik perlu mengetahui tahapan perkembangan anak,
apakah perkembangannya berlangsung normal atau ada penyimpangan. Bilamana pendidik
mencurigai anak didiknya mengalami penyimpangan perkembangan atau terlambat berkembang
dibandingkan dengan usianya maka dapat memberitahu orang tua agar segera memeriksakan
anaknya ke fasilitas kesehatan sehingga dapat ditanggulangi secara dini.
Pada umumnya proses pertumbuhan dan perkembangan anak berlansung teratur,
saling berkaitan dan berkesinambungan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud permasalahan belajar?
2. Apa saja yang termasuk permasalahan belajar?
3. Apa yang dimaksud permasalahan tingkah laku?
4. Apa yang dimaksud dengan autism?
5. Apa yang dimaksud anak-anak delinkuen?
C. TUJUAN
1. Memahami permasalahan belajar
2. Mengetahui apa saja permasalahan belajar
3. Mengetahui permasalah tingkah laku
4. Mengenal apa yang dimaksud autism
5. Mengetahui apa yang dimaksud dengan anak-anak delinkuen
BAB II
PEMBAHASAN

A. Permasalahan Belajar
Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan
menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan. Kondisi tertentu itu dapat
berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga
berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah
belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya,
tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas. Permasalahan belajar
meliputi:
1. Permasalahan Membaca
Gangguan membaca sering juga disebut kelemahan membaca,legasteni,afasi atau
kebutaan kata yang congenital. Tetapi gangguan membaca yang dibicarakan disini
tidak berhubungan dengan kebutaan, atau factor pembawaan maupun keturunan.
Adanya keturunan sampai sekarang hanya diduga terdapat pada sementara orang saja.
Istilah afasi berarti kehilangan kemampuan bicara pada inteligensi yang normal dan
agrafi adalah kehilangan kemampuan menulis. Disini ingin di tunjukan adanya
hubungan dengan kerusakan otak.
Mengenai penyebab legasteni masih banyak pendapat yang berbeda-beda .
misalnya kirchoff ( 1954) menunjukan bahwa gangguan ini terutama diketemukan
pada anak-anak dengan perkembangan yang terlambat. Keterlambatan dalam
perkembangan tadi menurut kirchoff mempunyai 3 macam ciri yang pokok:
a. Pola tingkah laku dengan banyak sifat seperti anak kecil
b. Suatu dorongan tumbuh yang kurang dengan kecenderungan introversi sedangkan
hal ini berhubungan dengan:
c. Kekurangan-kekurangan dalam menganalisa bentuk-bentuk.
Orang-orang yang lain menganggap bahwa gangguan-gangguan membaca
disebabkan oleh suatu kerja sama antara berbagai factor, yaitu factor fisik ,emosional.
Milieu dan pendidikan. Schubenz dan Buchwald ( 1967 ) mengemukakan bahwa baru
dapat dianggap adanya legasteni atau kelemahan dalam membaca dan menulis, bila
tidak ada persesuaian antara skor intelegensi dengan prestasi sekolah dalam hal
membaca dan menulis, menurut mereka hal tadi merupakan kelemahan membaca dan
menulis yang bertentangan dengan intelegensi total yang normal, tanpa adanya
simptomatik organisasi dan suatu lingkungan negative. Mereka menganggap legasteni
disebabkan oleh kelemahan dalam kemampuan ingatan. Tetapi kemampuan ingatan
tadi menurut mereka dapat diperkuat.
Di samping kemampuan ingatan nampaknya juga metode-metode didaktik ikut
memntukan apakah anak menjadi legasteni atau tidak. Busemann ( 1959 )
menunjukan bahwa cara belajar membaca itu ada dua, yaitu cara sintesis, yaitu dari
huruf ke kata-kata, dan cara yang global atau analitis, yaitu dari kata-kata ke huruf.
Dalam keadaan yang keuda anak baru dalam kelas 2 atau 3 mempelajari huruf-huruf.
Pada anak-anak yang melulu dipelajari menurut metode yang global, lebih sering
timbul legasteni.
Disamping itu van der Leij dan Kool ( 1981 ) mengatakan bahwa ada juga anak
dengan kesulitan membaca disebut disleksi ( buta kata ). Anak-anak tersebut
mempunyai keterbelakangan membaca yang besar dibanding dengan teman-temannya
sebaya dalam sekolah dasar. Keterbelakangan ini bervariasi 1,5 sampai 4 tahun.
Mereka biasanya dimasukan ke sekolah yang khusus, meskipun dalam sekolah dasar
biasa juga diketemukan anak-anak yang mempunyai kesulitan besar dalam membaca.
2. Permasalahan Menghitung
Mengenai gangguan-gangguan berhitung pada umumnya kurang dikenal dari pada
gangguan-gangguan membaca. Walaupun sebenarnya anak dengan permasalahan
belajar pada umum mempunyai keterbelakangan yang besar dalam kemampuan
berhitung dibanding dengan teman-teman sebaya. Di samping itu mereka juga tidak
dapat menerapkan pengertian yang mereka miliki pada permasalahan berhitung yang
mereka hadapi ( Kraemer, 1991 ). Berhitung mempunyai sumbernya dalam tindakan
mental dan tindakan praktis seorang bayi dan anak kecil. Anak belajar menghitung,
dalam aktivitasnya dapat timbul gangguan-gangguan; disamping itu berhitung juga
mendasarkan diri pada kemampuan bahasa dan berfikir. Dengan begitu gangguan
pada bahasa dan berfikir juga dapat menyebabkan gangguan-gangguan pada
berhitung.
B. Permasalahan Tingkah laku
Gangguan tingkah laku atau conduct disorder mengacu pada pola perilaku antisosial yang
bertahan yang melanggar hak-hak orang lain dan norma susila. Pola perilaku yg berulang dan
tetap yg melanggar hak-hak dasar orang lain atau norma-norma sosial konvensional
terwujud dalam bentuk tiga atau lebih perilaku dibawah ini (dalam 1 tahun terakhir dan
minimal satu diantaranya 6 bulan terakhir) :
a. Agresi terhadap orang lain dan hewan → mengintimidasi, memulai perkelahian fisik,
melakukan kekejaman fisik kepada orang lain atau hewan, memaksa seseorang
melakukan aktivitas seksual.
b. Menghancurkan kepemilikan (properti) → membakar, vandalism.
c. Berbohong atau mencuri → masuk dengan paksa kerumah atau mobil milik orang
lain, menipu, mengutil.
d. Pelanggaran aturan yang serius → tidak pulang kerumah hingga larut malam karena
sengaja melanggar peraturan orang tua, sering membolos sekolah sebelum berusia 13
tahun.
Ada tiga faktor penyebab gangguan tingkah laku pada anak yaitu:
1. Faktor biologis yaitu temperamen yang merupakan gaya karakteristik seseorang dalam
melakukan pendekatan dan bereaksi terhadap orang dan situasi dilingkungannya.
2. Faktor individual yaitu regulasi diri (selfregulation) yang kurang terbentuk sejak dini,
regulasi emosi yang buruk sehingga anak tidak dapat mengembangkan strategi coping
(strategi dalam mengatasi masalah) yang baik untuk mengatasi emosi negatifnya dan
mengatur emosinya, kurang berkembangnya pemahaman moral dan empati, kognisi
sosial anak yang berkembang dengan buruk, dan penggunaan obat-obatan terlarang.
3. Faktor keluarga yaitu perilaku antisosial orang tua mereka, strategi disiplin orang tua
yang tidak efektif dan tidak konsisten serta lemahnya pengawasan orang tua, kurangnya
komunikasi dan kasih sayang orang tua, attachment (kelekatan orang tua dan anak),
masalah dalam rumah tangga, psikopatologi yang dialami orang tua, pola asuh yang tidak
konsisten dan kurangnya pengawasan.
C. Autisme
Kata autisme, diambil dari kata yunani “ autos “ = “ aku “ dalam pengertian non
ilmiah mudah menimbulkan interpretasi yaitu bahwa semua anak yang bersikap sangat
mengarah kepada dirinya sendiri karena sebab apapun, disebut autistik. Suatu
autistiform atau tingkah laku autistis semu secara itu dapat timbul karena “ kekurangan
pemeliharaan yang hangat” ( Grewel dkk., 1954 : 27 ). Keadaan itu itu tidak perlu
merupakan autism yang sungguh-sungguh. Perkembangan sia anak dapat saja terhambat
karena tidak adanya pemeliharaan efektif, jadi karena penelantaran afektif .
Autism merupakan suatu hambatan perkembangan yang sudah nampak pada tahun-
tahun penghidupan pertama. Dugaan sebabnya ada bermacam-macam. Kanner ( 1944 di
As ) tidak menolak kemungkinan bahwa autisme kanak-kanak awal ( early infantile
autism ) ada hubunganya dengan schizofrenia kanak-kanak. Schizofreni adalah suatu
golongan penyakit mental yang ditandai oleh symptom-simptom; dan autism sebagai
suatu tingkah laku yang aneh yang sangat mengarah pada diri sendiri, merupakan salah
satu simptomnya. Asperger ( 1943 di wina ) memasukan autism sebagai dalam golongan
psikopat. Psikopat adalah suatu golongan gangguan bawaan yang menyebabkan orang
tidak dapat mengadakan hubungan afektif yang normal dan selalu merupakan problem
bagi orang lain dan bagi dirinya sendiri.
Ciri khas autisme adalah bahwa mereka sejak dilahirkan mempunyai kontak social
yang sangat terbatas. Menurut wurst ( 1976 ) bahwa kontak social anak yang terbatas itu
disebabkan oleh kecemasan, perasaan-perasaan tidak terlindung, keraguan, rasa terasing,
tetapi juga ketidak mampuan untuk mengerti situasi-situasi social. Pada sisi yang lain
Rutter dan Schopler ( 1978 0 memberikan suatu gambaran yang menyelurh mengenai
karakteristik dan bentuk-bentuk manifestasinya. Beberapa contoh dari gambaran-
gambaran adalah sebagai berikut ;
1. Karakteristik pertama gangguan dalam relasi sosial yang berhubungan dengan sikap
kurang tanggap terhadap tanda-tanda sosial yang dapat dipakai untuk menyesuaikan
diri dalam konteks sosial tertentu.
2. Karakteristik kedua gangguan perkembangan komunikasi meliputi komunikasi verbal
dan komukasi non verbal.
3. Karakteristik ketiga yaitu pola tingkah laku yang stereotip nampak dalam perilaku
yang obsesif, lingkungan perhatian yang sempit dan terarah pada hal-hal detail dalam
lingkungan.
Hanya dengan penanganan dan pendidikan yang penuh kasih sayang, konsekuen,
tidak kenal jemu dan dalam jangka waktu yang sangat lama, dapat terjadi perbaikan. Dari
itu terdapatnya dalam lembaga atau tempat yang khusus dan wajib dilakukan oleh suatu
tim yang terdiri neurology, psikolog dan ortho- pedagog yang ramah, sabar,tetapi juga
dapat bekerja secara sistematik. Penanganan ini dapat dilakukan oleh tim yang tetapdan
mempergunakan kelompok-kelompok yang heterogen, jadi juga anak-anak lain tidak
autis.
D. Anak-anak Delinkuen
Maud A.Merril (1947) menjelaskan istilah delinkuen sebagai berikut : "A child is
classified as a delinquent when his antisocial tendencies appear to be so grave that he
becomes or ought to become the subject of official acrtion". Seorang anak digolongkan
anak delinkuen apabila tampak padanya kecenderungan -kecenderungan antisosial yang
demikian memuncaknya sehingga yang berwajib terpaksa atau hendaknya mengambik
tindakan terhadapnya, dalam arti menahannya dan mengasingkannya.
Bila anak-anak yang mengalami gangguan belajar banyak dijumpai pada periode
sekolah, maka anak yang delinkuen banyak terjadi pada masa-masa sesudahnya.
Mungkin hal ini disebabkan karena tindakan-tindakan yang melanggar hukum, yang
merupakan ciri tindakan anak dengan tingkah laku delinkuen (tingkah laku yang
menyelewenga), masih bisa dimaafkan dan tidak disebut kriminalitas bila dilakukan oleh
" anak-anak pra sekolah dan anak-anak pada masa sekolah" (Kok, 1970 : 56). Sebaliknya
telah diketahui bahwa delinkuensi bertambah dengan lambat pada bagian pertama masa
remaja, tetapi segera melonjak pada bagian kedua masa itu (Ausubel : 487). Dan menurut
penelitian bahwa sebagian besar dari anak-anak delinkuen berasal dari keluarga yang
sudah tidak utuh strukturnya (salah satu dari orang tuanya tidak ada).
Perbedaan perkembangan sosial anak-anak delinkuen dengan anak yang normal
adalah :
a. Anak delinkuen lebih cenderung untuk tidak menceritakan isi hati dan cita-citanya
kepada orang tua dari pada anak biasa.
b. Anak delinkuen cenderung untuk tidak menyetujui diambilnya tindakan-tindakan
terhadap pelanggaran-pelanggaran sosial dari pada anak normal.
c. Anak delinkuen lebih suka akan film-film koboi dan film percintaan dari pada anak-
anak biasa yang seumuran.
d. Anak delinkuen lebih cenderung untuk tidak melanjutkan sekolahnya bila tamat
daripada anak normal yang seumuran.
Latar belakang sosial yang mempunyai pengaruh secara nyata terhadap
perkembangan tingkah laku delinkuen pada anak-anak adalah :
a. Anak delinkuen lebih banyak berasal dari keluarga rumah tangga yang tidak utuh lagi
strukturnya.
b. Anak delinkuen kurang mendapat perhatian akan perkembangan norma-norma dan
disiplin di rumah tangganya.
c. Anak delinduen kurang mempunyai kesempatan hiburan di rumah tangga sendiri,
sehingga ia mencarinya di luar.
d. Anak delinkuen lebih terbelakang pendidikan di sekolahnya.
Usaha untuk mencegah tingkah laku delinkuensi, pertama-tama menjadi tanggung
jawab orang tua anak itu sendiri. Perhatian khusus dicurahkan kepada hal-hal pokok
seperti pendidikan akan norma-norma dan disiplin pada anak, bimbingan dalam cara-cara
hiburan yang wajar ketika dirumah sesuai dengan kemampuan rumah tangganya,
semuanya dengan cara yang demikratis. Selain itu juga menjadi tanggung jawab guru
disekolah dan tanggung jawab masyarakat pada umumnya.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat
kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku dan
yang baru secara keseluruhan. Beberapa masalah belajar meliputi permasalahan membaca dan
menhitung, permasalahan pada tingkah laku, autis dan delinkuen. Gangguan membaca sering
juga disebut kelemahan membaca,legasteni,afasi atau kebutaan kata yang congenital. Dalam
gangguan berhitung dapat disebabkan karena gangguan bahasa dan berfikir. Gangguan tingkah
laku atau conduct disorder mengacu pada pola perilaku antisosial yang bertahan yang melanggar hak-hak
orang lain dan norma susila. Autis memiliki ciri khas yaitu sejak lahir mempunyai kontak sosial
yang sangat terbatas. Anak-anak delinkuen memiliki tingkah laku yang menyeleweng.
DAFTAR PUSTAKA

Rohmah, Noer. 2015. PSIKOLOGI PENDIDIKAN. Yogyakarta: Kalimedia


https://paypelajaran.blogspot.com/2015/12/pengertian-masalah-belajar-da-jenis.html
https://www.universitaspsikologi.com/2018/04/pengertian-dan-kriteria-gangguan-tingkah-
laku.html

Anda mungkin juga menyukai