INDONESIA”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan
Islam
Dosen Pengampu:
Hj. Aridlah Sendy Robikhah, M.PdI
Disusun Oleh:
1. Galuh Ivani Istina Putri (011910075)
2. Nur Kholifah (011910086)
3. Mohammad Iqbal Karim (011910083)
4. Mukamat Efendi (011910084)
2021
KATA PENGANTAR
Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen yang mengajar mata kuliah
Sosiologi Pendidikan Islam, Ibu Hj. Aridlah Sendy Robikhah, M.PdI, serta teman-
teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah
ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Pengertian Lembaga Pendidikan Islam.....................................................3
2.2 Munculnya Lembaga Pendidikan Islam Tradisional di Indonesia............3
1. Pondok Pesantren......................................................................................4
2. Madrasah...................................................................................................5
3. Surau..........................................................................................................5
4. Meunasah...................................................................................................6
2.3 Lembaga Pendidikan Islam Modern..........................................................9
BAB III PENUTUP...............................................................................................12
3.1 Kesimpulan..............................................................................................12
3.2 Saran........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
iii
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari lembaga Pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui munculnya lembaga Pendidikan Islam tradisional di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui lembaga pendidikan modern di Indonesia.
iv
BAB II
PEMBAHASAN
1
Ibrahim Bafadhol, “Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia”, Jurnal Edukasi Islami, Vol. 6 No.
11, (2017), 60
2
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga,
dan Masyarakat, (Yogyakarta: LKIS, 2009), 121
v
(sanggar-sanggar seni; kemudian berkembang menjadi tempat tukar menukar
keilmuan, transfer pengetahuan), dari masjid berubah menjadi madrasah.3 Ciri
pendidikan Islam tradisional yang sangat menonjol adalah lebih betumpu
perhatiannya terhadap ilmu-ilmu keagamaan semata dengan mengabaikan ilmu-
ilmu modern. Proses ini mulai dilakukan di rumah-rumah, kuttab, sallon, masjid
dan madrasah ilmu yang diajarkan seputar pengajaran ilmu keagamaan.
Pada awal perkembangan Islam di Indonesia, masjid merupakan satu-
satunya pusat berbagai kegiatan. Baik kegiatan keagamaan, sosial
kemasyarakatan, maupun kegiatan pendidikan. Bahkan kegiatan pendidikan
yang berlangsung di masjid masih bersifat sederhana kala itu sangat dirasakan
oleh masyarakat muslim. Maka tidak mengherankan apabila masyarakat dimasa
itu menaruh harapan besar kepada masjid sebagai tempat yang bisa membangun
masyarakat muslim yang lebih baik. Awal mulanya masjid mampu menampung
kegiatan pendidikan yang diperlukan masyarakat. Namun karena terbatasnya
tempat dan ruang, mulai dirasakan tidak dapat menampung masyarakat yang
ingin belajar. Maka dilakukanlah berbagai pengembangan secara bertahap
hingga berdirinya lembaga pendidikan Islam yang secara khusus berfungsi
sebagai sarana menampung kegiatan pembelajaran sesuai dengan tuntutan
masyarakat saat itu. Dari sinilah mulai muncul beberapa istilah lembaga
pendidikan di Indonesia yaitu:
1. Pondok Pesantren
Pondok pesantren merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata
pondok dan pesantren. Kedua kata ini memiliki makna yang berbeda. Pondok
dalam bahasa Arab funduk yang berarti tempat singgah, sedangkan pesantren
adalah lembaga pendidikan Islam yang dalam pelaksanaan pembelajarannya
tidak dalam bentuk klasikal. Jadi, pondok pesantren adalah lembaga
pendidikan Islam nonklasikal yang peserta didiknya disediakan tempat
singgah atau pemondokan.4
3
Moh. Khoiruddin, “Pendidikan Islam Tradisional dan Modern”, Jurnal Tasyri’, Vol. 25 No. 2,
(2018), 93
4
KM. Akhiruddin, “Lembaga Pendidikan Islam di Nusantara”, Jurnal Tarbiya, Vol. 1, No.1,
(2015), 197
vi
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang konon
tertua serta tumbuh dan berkembang di Indonesia khususnya di pulau Jawa
yang khas Indonesia dan sampai saat ini tetap survive. Untuk bisa dikatakan
sebuah pesantren sekurang-kurangnya harus memiliki kyai, santri, masjid,
dan pondok. Seorang yang ‘alim belum disebut sebagai kyai kecuali ia
memiliki pesantren dan santri yang tinggal di pesantren.5
Sosok kyai dalam lembaga pesantren memberikan kesan yang luar biasa
yang harus disegani dan dihormati baik oleh santrinya maupun masyarakat
sekitar. Ini karena seorang kyai merupakan tempat bertanya atau sumber
referensi, tempat menyelesaikan masalah dalam segala urusan, serta tempat
meminta nasihat dan fatwa.6
2. Madrasah
Kata madrasah dalam bahasa Arab madrasatun berarti tempat atau
wahana untuk mengenyam proses pembelajaran. Madrasah merupakan wadah
atau tempat belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian
lainnya yang berkembang pada zamannya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa istilah madrasah bersumber dari Islam itu sendiri. Dalam
perkembangannya di Indonesia, madrasah islamiyah ini merupakan lembaga
yang berdiri jauh sebelum SD, SMP, SMU/ SMK, atau perguruan tinggi/
Universitas. Sebab madrasah adalah salah satu sarana atau media tempat yang
strategis bagi kyai/ ustadz dengan masyarakat dalam rangka menyampaikan
aspek-aspek ajaran islam. Melalui madrasah juga, para raja muslim,
menyampaikan program kenegaraan dan keagaman yang dianutnya.7
3. Surau
Surau berasal dari Sumatera Barat tepatnya di Minangkabau. Sebelum
menjadi lembaga pendidikan Islam, surau pernah digunakan sebagai tempat
peribadatan agama Hindu-Budha. Bagi masyarakat Sumatra Barat, surau
tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar saja tetapi juga berfungsi untuk
5
M. Syakur, “Sosiologi Pendidikan Islam”, Jurnal Ar-Riwayah, Vol. 7, No. 2, (2015), 181
6
KM. Akhiruddin, 203
7
Ibid, 204
vii
kegiatan lainnya seperti tempat rapat, berkumpul, dan kegiatan lainnya.
Dalam sejarah lembaga pendidikan Islam, surau telah mampu melahirkan
ulama-ulama besar yang disegani banyak masyarakat. Sebagai lembaga
pendidikan tradisional, surau menggunakan sistem pendidikan halaqah.
Materi pendidikan yang diajarkan pada awalnya masih di seputar belajar
huruf hijaiyah dan membaca Al-Quran, disamping ilmu-ilmu keislaman
lainnya, seperti keimanan, akhlak dan ibadah. Peda umumnya pendidikan ini
dilaksanakan malam hari.8
4. Meunasah
Meunasah merupakan pusat peradaban masyarakat Aceh. Sebagaimana
surau, meunasah juga mempunyai berbagai fungsi seperti tempat jual beli,
dan sebagainya. Di setiap kampung di Aceh dibangun meunasah yang
berfungsi sebagai center of culture (pusat kebudayaan) dan center of
education (pusat pendidikan) bagi masyarakat. Dikatakan center of culture,
karena meunasah ini memang memainkan peranan yang sangat penting dalam
kehidupan orang Aceh dan disebutkan center of education, karena secara
formal anak-anak masyarakat Aceh memulai pendidikannya di lembaga ini.
Meunasah merupakan tingkat pendidikan terendah. Belajar di meunasah tidak
ditentukan batas umur serta tidak dipungut biaya. Dengan adanya lembaga
ini, masyarakat Aceh mempunyai fanatisme terhadap agam Islam yang
tinggi.9
viii
sesuai dengan perkembangan zaman. Beberapa karekteristik pendidikan Islam
tradisional diantaranya:
1. Orientasi Pendidikan Adalah Mengemban Misi Suci
Orientasi pendidikan adalah mengemban tugas suci, menyebarkan agama.
Titik tolak ini berkembang dari para sahabat sampai pada penyebar agama Islam
awal termasuk di Indonesia. Para Wali (wali sanga) menyebarkan Islam di
Indonesia berawal dari panggilan suci, menyampaikan amanat sehingga tujuan
akhir yang ingin dicapai adalah mardlotillah, ridlo Allah SWT. Manusia pada
satu sisi sebagai hamba Tuhan yang berbanding sejajar dengan makhluk lain,
dengan segala bentuk ritualnya masing-masing, pada sisi lain sebagai puncak
ciptaan Tuhan manusia mengusung misi suci berdasarkan visi yang telah
digariskan Tuhan sebagai “khalifah”.10
2. Melestarikan ajaran Islam
Salah satu untuk melanggengkan ajaran Islam adalah dengan proses
pewarisan ajaran, budaya, adat istiadat masyarakat beragama. Melestarikan
ajaran adalah tugas setiap muslim. Tugas yang diemban didasarkan pada
panggilan suci untuk mewariskan nilai-nilai relegius pada generasi selanjutnya.
Proses pelestarian ajaran Islam ini tidak hanya dilihat dari segi keilmuan saja
tetapi juga dari pembentukan etika dan akhlak. Penanaman akhlak adalah suatu
hal yang sangat penting dalam pewarisan dan pelestarian ajaran Islam ini. Tidak
heran para peserta didik masa tradisional ini sangat santun baik kepada orang
tua, lingkungan apalagi kepada para gurunya. Adab, etika sopan santun dijadikan
alat untuk menentukan keberhasilan peserta didik.
3. Penguatan Doktrin Tauhid
Seting masyarakat masa itu belum mengenal Islam sehingga penyampaian
nilai-nilai agama sangat sederhana. Sosio-kultur masih diwarnai dengan adat-
istiadat setempat yang masih (di Indonesia) beragama Hindu, Budha, animisme
dan diamisme. Tidak jarang penyebar agama Islam memakai pendekatan
“cultural approach”. Pendekatan budaya sebagai konsekwensi dari keadaan
kultur masyarakat dimana para penyebar Islam awal berdakwah merupakan
10
Moh. Khoiruddin, 94
ix
keniscayaan. Hal ini dilakukan karena pada awal-awal-awal penyebaran agama
Islam, masyarakat masih memeluk agama dan kepercayaan setampat. Penguatan
doktrin agama dengan menanamkan aqidah-tauhid menjadi garapan pertama di
awal-awal pendidikan. Doktrin baru dengan meng”Esakan” Tuhan inilah yang
diajarkan Nabi selama belasan tahun di Mekkah. Demikian pula pola dan
metode yang dilakukan di Indonesia. Usaha ini sekaligus bertujuan untuk
memperkokoh dimensi-dimensi keimanan.11
4. Terfokus pada Pendidikan Keilmuan Islam.
Salah satu metode berfikir masyarakat tradisional Islam pada waktu itu
adalah bagaimana mengajarkan ilmu-ilmu Islam kepada generasinya. Sehingga
di tempat-tempat halaqoh yang diajarkan adalah terfokus pada ilmu-ilmu
keislaman. Pendidikan tradisional belum menambahkan ilmu-ilmu yang
berdimensi keduniaan. Masih seputar Al-Qur’an, Tarikh, Fikih, ibadah dan ilmu
Islam lainnya.12
5. Pendidikan Terpusat pada guru
Dalam deskriptif aliran tradisional guru menjadi pusat dalam proses
belajar mengajar. Guru sebagai tokoh sentral dalam usaha pentransferan ilmu
pengetahuan, sebagai sumber ilmu pengetahuan, serba tahu sehingga gambaran
mengenai guru adalah sosok manusia ideal yang selalu berwatak dewasa dan
semua tingkah lakunya harus digugu dan ditiru oleh para peserta didiknya. 13
Istilah yang dipakai dalam pendidikan Islam tradisional ini adalah syeikh,
ustadz, kyai. Dalam kajian pendidikan tradisional, kunci utama dalam proses
pembelajaran adalah guru. Guru harus mampu menyampaikan pelajaran,
mentransfer knowledge kepada peserta didik.
6. Sistem Pembelajaran
Sistem belajarnya memakai halaqoh, bekumpul, mengelompok setelah itu
maju satu persatu. Sehingga bisa dikatakan bahwa sistem yang dijalankan
dengan memakai dua pendekatan, kelompok dan individual. Dalam istilah
pesantren ada sorogan dan bandongan. Sistem sorogan lebih berorientasi pada
11
Moh. Khoiruddin, 96
12
Ibid, 97
13
Ibid, 98
x
pendekatan individual, bimbingan pribadi sedangkan system bandongan adalah
bimbingan kelompok. Sistem pembelajaran masih bersifat konvensional, dengan
sistem pembelajaran tidak di dalam kelas, tetapi masih bersifat berkumpul,
halaqoh maupun berkelompok. Dengan mengambil salah satu menjadi
guru/tutor. Dalam pendidikan tradisional tersebut, belum mengenal guru
profesional, siapa yang dianggap lebih mengetahui maka dia bisa menjadi
seorang mu’allim.
7. Metode Mengajar
Metode yang sering digunakan dalam proses belajar mengajar adalah
metode ceramah. Metode ini paling dominan digunakan dengan diselingi dengan
metode imla’, mencatat. Dominannya metode ini disebabkan oleh beberapa hal,
pertama perkembangan pendidikan belum semodern sekarang, kedua sarana
prasarana masih sangat sederhana, ketiga saat itu metode ini sangat effektif dan
efesien, keempat tidak memerlukan waktu untuk persiapan mengajar tergantung
kelihaian guru. Metode ceramah adalah dengan cara penyampaian informasi
berupa ilmu pengetahuan melalui penuturan secara lisan oleh pendidik kepada
peserta didik.14
14
Moh. Khoiruddin, 98
xi
Menurut Babun sebagaimana yang telah dikutip oleh Khoirddin dalam
jurnalnya, bahwa dalam masa informasi ini, siapa yang mampu menguasai dunia
informasi, maka mereka akan mampu menguasai dunia. Siswa harus mampu
menguasai dunia informasi, sehingga mereka mampu hidup dan exsist di
zamannya.15 Terkait dengan hal tersebut, sudah semestinya lembaga pendidikan
tidak hanya mengajarkan tentang ulum al-din, tetapi juga harus mengajarkan
tentang IPTEK untuk menjwab tantangan zaman. Prinsip-prinsip lain dalam
paradigma baru pendidikan Islam yang ingin dikembangkan adalah: tidak ada
dikotomi antara ilmu dan agama; ilmu tidak bebas nilai tetapi bebas di nilai;
mengajarkan agama dengan bahasa ilmu pengetahuan dan tidak hanya
mengajarkan sisi tradisional, melainkan sisi rasional.
Pendidikan Islam merupakan aktivitas pendidikan yang diselenggarakan
atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk menerapkan ajaran dan nilai-nilai
Islam, sehingga dalam prakteknya pendidikan Islam di Indonesia dapat
dikelompokkan kedalam lima jenis yaitu:
1. Pondok Pesantren atau Madrasah Diniyah, yang menurut Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional disebut
sebagai pendidikan keagamaan (Islam) formal seperti pondok
pesantren /Madrasah Diniyah(Ula, Wustha, Ulya).
2. Madrasah dan pendidikan lanjutannya seperti Institut Agama Islam Negeri,
Universitas Islam Negeri yang bernaung dibawah Naungan Kementrian
Agama.
3. Pendidikan usia dini/TK, sekolah/ perguruan tinggi yang diselenggarakan
serta berada dibawah naungan Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda
dan Olah Raga.
4. Pelajaran agama Islam di sekolah/madrasah/perguruan tinggi sebagai suatu
mata pelajaran atau mata kuliah, dan sebagai program studi.
5. Pendidikan Agama Islam dalam keluarga atau ditempat ibadah, atau
diforum-forum kajian keislaman, seperti: majelis ta’lim dan institusi
15
Moh. Khoiruddin, 100
xii
lainnya yang sekarang sedang digalakkan oleh masyarakat, atau
pendidikan (Islam) melalui jalur pendidikan non formal dan informal.16
16
Muhaimin, Rekontruksi Pendidikan Islam, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2009 ), 14
17
Ibid, 14-15
18
Moh. Khoiruddin, 102
xiii
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa lembaga
pendidikan Islam merupakan institusi, badan, yayasan yang dibentuk untuk
keperluan pendidikan dan sarana untuk menanamkan nilai-nilai agama Islam.
Pada awalnya pendidikan Islam tampak sangat tradisional. Apalagi bila dilihat ke
belakang mulai dari zaman Nabi diawali dengan pelaksanaan pendidikan di rumah
(informal), kuttab, kemudian pendidikan di masjid dengan membentuk halaqoh-
halaqoh, shallon, dari masjid berubah menjadi madrasah. Ciri pendidikan Islam
tradisional yang sangat menonjol adalah lebih betumpu perhatiannya terhadap
ilmu-ilmu keagamaan semata dengan mengabaikan ilmu-ilmu modern.
Pencarian paradigma baru dalam pendidikan Islam di mulai dari konsep
manusia menurut Islam, pandangan Islam terhadap IPTEK. Pendidikan harus
melakukan paradigma/perubahan sebagai upaya untuk membekali para peserta
didik hidup di zamannya dan zaman yang akan datang. Pendidikan modern, jelas
lebih mengarah mengikuti perubahan zaman. Ciri khas pendidikan Islam modern,
bukan hanya bersifat ukhrowi saja, tetapi juga berbicara tentang duniawi,
sehingga pendidikan modern ini mengarah kepada 2 kebahagiaan, yaitu
kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.
3.2 Saran
Demikian makalah ini disusun, yang mana penulis pun tentunya
menyadari bahwa makalah ini tak lepas dari kekurangan baik dalam penyusunan
maupun penyajian. Untuk itu kritik dan saran pembaca sekalian sangat kami
harapkan demi perbaikan dan evaluasi dari apa yang kami usahakan. Harapan
kami semoga bermanfaat. Aamiin.
xiv
DAFTAR PUSTAKA
xv