Anda di halaman 1dari 27

PEMBAHARUAN SULTAN MAHMUD II, TANZIMAT, USMANI MUDA, DAN TURKI

MUDA SERTA MUNCULNYA ALIRAN-ALIRAN PEMBAHARUAN ISLAM DI


TURKI

MAHASISWA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEMESTER 5

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah PPMDI yang diampu
oleh Dr. H. Aep Saepudin, DRS.,M.AG

oleh:

Windy Afrilianti (10030119193)

Ainun Alifia Abdullah (10030119194)

Khoni Masruroh (10030119195)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami kesehatan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pembaharuan Sultan Mahmud II,
Tanzimat, Usmani Muda, Dan Turki Muda Serta Munculnya Aliran-Aliran Pembaharuan Islam
Di Turki” ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen kami bapak Dr. H. Aep Saepudin,
DRS.,M.AG yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Meskipun dalam
penyusunan makalah ini masih banyak sekali kekurangan mudah-mudahan makalah ini bisa
memberikan manfaat untuk orang yang membacanya. Dan kami berharap masukan, kritik serta
saran dari semua pihak agar makalah ini bisa menjadi lebih sempurna.

Bandung, Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................................4
1.2.1 Biografi dan Tokoh Sejarah Pembaharu Islam Turki...................................................................4
1.2.2 Aliran-Aliran dan Gerakan Pembaharu Islam Turki.....................................................................4
1.2.3 Analisis Terhadap tokoh-tokoh atau organisasi..........................................................................4
BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
2.1 Biografi dan Tokoh Sejarah Pembaharu Islam Turki..........................................................................5
2.2 Aliran-Aliran dan Gerakan Pembaharu Islam Turki..........................................................................15
2.3 Analisis Terhadap Tokoh-Tokoh atau Pemikiran..............................................................................18
KESIMPULAN.............................................................................................................................................26
3.1 SIMPULAN........................................................................................................................................26
Daftar Pustaka...............................................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Sejarah mencatat dinamika perkembangan peradaban Islam selama beberapa dekade
terakhir mengalami kemajuan yang amat pesat. Hal tersebut tidak lepas dari peran berbagai pihak
yang menggaungkan penyebaran dan kemajuan Islam. Dimulai dari Islam yang diperkenalkan
oleh Rasulullah Muhammad SAW di tanah Arab, kemudian disebarluaskan kepada para
keluarga, sahabat, para khalifah mulai dari Dinasti Umayyah sampai dinasti terakhir, yakni
Dinasti Turki Usmani dan berkembang sampai sekarang.

Pada abad pertengahan Dunia Barat telah maju, ditandai dengan beberapa kemajuan dan
penemuan teknologi modern. Islam sudah masuk ke daerah Turki mulai abad Hijriyah dan Islam
berkembang dengan pesat , bangsa Turki mencapai puncak kemegahan dari tahun 1520-1566
kemudian mendapat gelar orang sakit (The Sick Men) karena bangsa Turki akhirnya juga
lumpuh pada abad ke-19. Pembaharuan di Turki ini, meliputi empat fase pembaharuan yang
dimulai oleh Sultan Mahmud II, yang mengubah madrasah tradisional tanpa pengetahuan umum
menjadi madrasah yang berpengetahuan umum. Tanzimat yaitu usaha untuk mengatur dan
memperbaiki struktur organisasi pemerintahan sementara Usmani Muda dan Turki Muda ingin
mengubah sistem pemerintahan konstitusional bukan dengan kekuasaan absolut.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Biografi dan Tokoh Sejarah Pembaharu Islam Turki

1.2.2 Aliran-Aliran dan Gerakan Pembaharu Islam Turki

1.2.3 Analisis Terhadap Tokoh-Tokoh atau Pemikiran


BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Biografi dan Tokoh Sejarah Pembaharu Islam Turki


Diantara beberapa tokoh pembaharuan di Turki adalah Sultan Mahmud II, Tanzimat,
Usmani Muda, Turki muda, dan Mustafa Kemal. Sebelum Sultan Mahmud II gerakan
pembaharuan sudah dimulai akan tetapi belum banyak perubahan yang terjadi, seperti
pada tahun 1644-1702 Husen Koprulu dan Damad Ibrahim (1719-1730 M) keduanya
menjadi Wajir Agung mengadakan pembaharuan akan tetapi mendapat tantangan dari
Feyzullah sebagai syaikh al-Islam yang menyebabkan konflik internal dan berhasil wajir
tersebut.
a. Sultan Mahmud II
Mahmud lahir pada tahun 1785 dan mempunyai didikan tradisional, antara lain
pengetahuan agama, pengetahuan pemerintahan, sejarah dan sastra Arab, Turki dan
Persia. Ia diangkat menjadi Sultan di tahun 1807 dan meninngal di tahun 1839. Di
bagian pertama dari masa kesultanannya ia disibukkan oleh peperangan dengan Rusia
dan usaha menundukkan daerah-daerah yang mempunyai kekuasaan otonomi besar,
peperangan dengan Rusia selesai di tahun 1812. Setelah kekuasaannya sebagai pusat
pemerintahan Kerajaan Usmani bertambah kuat, Sultan Mahmud II melihat bahwa
telah tiba masanya untuk memulai usaha-usaha pembaharuan yang telah lama ada
dalam pemikirannya.
Sultan Mahmud II, dikenal sebagai Sultan yang tidak mau terikat pada tradisi dan
tidak segan-segan melanggar adat kebiasaan lama. Sultan-sultan sebelumnya
menganggap diri mereka tinggi dan tidak pantas bergaul dengan rakyat. Oleh karena
itu, mereka selalu mengasingkan diri dan meyerakan soal mengurus rakyat kepada
bawahan-bawahan. Timbullah anggapan mereka bukan manusia biasa dan pembesar-
pembesar Negara pun tidak berani duduk ketika menghadap Sultan. Tradisi
aristokrasi ini dilanggar oleh Mahmud II. Ia mengambil sikap demokratis dan selalu
muncul di muka umum untuk berbicara atau menggunting pita pada upacara-upacara
resmi. Menteri dan pembesar-pembesar negara lainnya ia biasakan duduk bersama
jika datang menghadap. Pakaiam kerajaan yang ditentukan untuk Sultan dan pakaian
kebesaran yang biasa dipakai Menteri dan pembesar-pembesar lain ia tukar dengan
pakaian yang lebih sederhana. Tanda-tanda kebesaran hilang, rakyat biasa dianjurkan
pula supaya meninggalkan pakaian tradisional dan menukarnya dengan pakaian
Barat. Perubahan pakaian ini menghilangkan perbedaan status dan sosial yang nyata
kelihatan pada pakaian tradisional.
Kekuasaan-kekuasaan luar biasa yang menurut tradisi dimiliki oleh penguasa-
penguasa Usmani ia batasi. Kekuasaan Pasya atau Gubernur untuk menjatuhkan
hukum mati dengan isyarat tangan ia hapuskan. Hukuman bunuh untuk masa
selanjutnya hanya bisa di keluarkan oleh hakim. Penyitaan negara terhadap harta
orang yang dibuang atau dihukum mati juga ia tiadakan. Sultan Mahmud II juga
mengadakan perubahan dalam organisasi pemerintahan Kerajaan Usmani. Menurut
tradisi Kerajaan Usmani dikepalai oleh seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan
duniawi dan kekuasaan rohani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai titel Sultan dan
sebagai kepala rohani umat Islam ia memakai gelar Khalifah. Dengan demikian, raja
Usmani mempunyai dua bentuk kekuasaan, kekuasaan memerintah Negara dan
kekuasaan menyiarkan dan membela Islam. Perubahan penting yang diadakan oleh
Sultan Mahmud II dan yang kemudian mempunyai pengaruh besar pada
perkembangan pembaharuan di Kerajaan Usmani ialah perubahan dalam bidang
pendidikan. Seperti halnya di Dunia Islam lain di zaman itu, Madrasah merupakan
satu-satunya lembaga pendidikan umum yang ada di Kerajaan Usmani. Di Madrasah
hanya diajarkan agama sedangkan p-engetahuan umum tidak diajarkan. Sultan
Mahmud II sadar bahwa pendidikan Madrasah tradisional tidak sesuai lagi dengan
tuntutan zaman abad ke-19.
Di masa pemerintahannya orang kurang giat memasukkan anak-anak mereka ke
Madrasah dan mengutamakan mengirim mereka belajar keterampilan secara praktis
di perusahaan industri. Oleh karena itu, ia mengadakan perubahan dalam kurikulum
Madrasah dengan menambah pengetahuan-pengetahuan umum di dalamnya, seperti
halnya di Dunia Islam lain pada waktu itu memang sulit. Madrasah tradisional tetap
berjalan tetapi disampingnya Sultan mendirikan dua sekolah pengetahuan umum.
Mekteb-i Ma’arif (Sekolah Pengetahuan Umun) dan Mekteb-i Ulum-u Edebiye
(Sekolah Sastra). Siswa untuk kedua sekolah itu dipilih dari lulusan Madrasah yang
bermutu tinggi. Selain itu, Sultan Mahmud II juga mendirikan Sekolah Militer,
Sekolah Teknik, Sekolah Kedokteran dan Sekolah Pembedahan. Lulusan Madrasah
banyak meneruskan pelajaran di sekolah-sekolah yang baru didirikannya. Selain dari
mendirikan Sekolah Sultan Mahmud II juga mengirim siswa-siswa ke Eropa yang
setelah kembali ke tanah air juga mempunyai pengaruh dalam penyebaran ide-ide
baru di Kerajaan Usmani. Pembaharuan-pembaharuan yang diadakan Sultan Mahmud
II diataslah yang menjadi dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan selanjutnya di
Kerajaan Usmani abad ke-19 dan Turki abad ke-20.
b. Tanzimat
Istilah tanzimat berasal dari bahasa Arab dari kata Tanzim yang berarti
pengaturan, penyusunan dan memperbaiki. Dalam pembaharuan yang diadakan pada
masa tanzimat merupakan sebagai lanjutan dari usaha-usaha yang dijalankan oleh
Sultan Mahmud II yang banyak mengadakan pembaharuan peraturan dan perundang-
undangan. Secara terminologi tanzimat adalah suatu usaha pembaharuan yang
mengatur dan menyusu serta memperbaiki struktur organisasi pemerintahan, sosial,
ekonomi dan kebudayaan, antara tahun 1839-1871 M. Tokoh-tokoh penting tanzimat
antara lain : Mustafa Rasyid Pasya, Mustafa Sami, Mehmed Sadek Rif’at Pasya dan
Ali Pasya seperti yang dijelaskan berikut ini :
 Mustafa Rasyid Pasya (1880-1858)
Pemuka utama dari pembaharuan di zaman Tanzimat ialah Mustafa
Rasyid Pasya, ia lahir di Istanbul pada tahun 1800, berpendidikan Madrasah
kemudian menjadi pegawai pemerintah. Mustafa Rasyid Pasya pada tahun
1034 diangkat menjadi Duta Besar untuk daerah Perancis, selain itu ia juga
pernah diangkat menjadi Duta Besar Kerajaan Usmani di beberapa negara
lain. Setelah itu ia dipanggil pulang untuk menjadi Menteri Luar Negeri dan
pada akhirnya ia diangkat menjadi perdana Menteri. Usaha pembaharuannya
yang terpenting ialah sentralisasi pemerintahan dan modernisasi angkatan
bersenjata pada tahun 1839.
 Mustafa Sami Pasya (wafat 1855)
Mustafa Sami Pasya mempunyai banyak pengalaman di luar negeri antara
lain di Roma, Wina, Berlin, Brussel, London, Paris dan negara lainnya sebagai
pegawai dan duta. Menurut pendapat Mustafa Sami Pasya, kemajuan bangsa
Eropa terletak pada keunggulan mereka dalam lapangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Sebab lain dilihatnya karena toleransi beragama dan
kemampuan orang Eropa melepaskan diri dari ikatan-ikatan agama, disamping
itu pula pendidikan universal bagi pria dan wanita sehingga umumnya orang
Eropa pandai membaca dan menulis.
 Mehmed Sadik Rif’at Pasya
Seorang pemuka tanzimat lain yang pemikirannya lebih banyak diketahui
orang adalah Mehmed Sadik Rif’at Pasyayang lahir pada tahun 1807 dan
wafat tahun 1856 M. Pendidikannya selesai di madrasah, ia melanjutkan
pelajaran ke sekolah sastra, yang khusus diadakan untuk calon-calon pegawai
istana. Tahun 1834 ia diangkat menjadi Pembantu Menteri Luar negeri, tiga
tahun kemudian ia diangkat menjadi Menteri Luar Negeri dan selanjutnya
Menteri Keuangan. Pokok-pokok pemikiran dan pembaharuannya ialah Sultan
dan pembesar-pembesar negara harus tunduk pada undang-undang dan
peraturan-peraturan lainnya. Negara harus tunduk pada hukum(negara
hukum), kodifikasi hukum, administrasi, pengaturan hak dan kewajiban
rakyat, reorganisasi, angkatan bersenjata, pendidikan dan keterampilan serta
dibangunnya Bank Islam Usmani pada tahun 1840.
Ide-ide yang dicetuskan Sadik Rif’at pada zaman itu merupakan hal baru
karena orang tidak mengenal peraturan, hukum, hak dan kebebasan. pada
waktu itu petani lebih banyak menjadi budak bagi tuan tanah dan rakyat budak
bagi Sultan. Pemikiran Sadik Rif’at sejalan dengan pemikiran Mustafa Rasyid
Pasya yang pada waktu itu mempunyai kedudukan sebagai Menteri Luar
Negeri.
 Ali Pasya (1815-1871)
Beliau lahir pada tahun 1815 di Istanbul dan wafat tahun 1871, anak dari
seorang pelayan tokoh. Dalam usia 14 tahun ia sudah diangkat menjadi
pegawai. Tahun 1840 diangkat menjadiDuta Besar London dan sebelum
menjadi Duta Besar ia sering kali menjadi staf Perwakilan Kerajaan Usmani
di berbagai negara Eropa dan di tahun 1852 ia menggantikan kedudukan
Rasyid Pasya sebagai Perdana Menteri. Usaha pembaharuannya antara lain :
tentang pengakuan semua aliran spiritual pada masa itu, jaminan
melaksanakan ibadahnya masing-masing, larangan memfitnah karena agama,
suku dan bahasa, jaminan kesempatan belajar, sistem peradilan dan lain-
lainnya. Pembaharuan yang dilaksanakan oleh tokoh-tokoh pembaharuandi
zaman tanzimat tidaklah seluruhnya mendapat dukungan bahkan mendapat
kritikan baik dari dalam atau di luar Kerajaan Usmani karena gerakan-gerakan
tanzimat untuk mewujudkan pembaharuan didasari oleh pemikiran liberalisme
Barat dan meninggalkan pola dasar syariat agama, hal ini salah satu sebab
yang utama sehingga gerakan tannzimat mengalami kegagalan dalam usaha
pembaharuannya.
c. Usmani Muda
Sebagaimana dikatakan bahwa pembaharuan yang diusahakan dalam tanzimat
belumlah mendapat hasil sebagaimana yang diharapkan, bahkan mendapat kritikan-
kritikan dari luar kaum cendekiawan. Kegagalan oleh tanzimat dalam mengganti
konstitusi yang absolut merupakan cambuk untuk usaha-usaha selanjutnya. Untuk
mengubah kekuasaan yang absolut maka timbullah usaha atau gerakan dari kaum
cendikiawan melanjutkan usaha-usaha tanzimat. Gerakan ini dikenal dengan Young
Ottoman-Yeni Usmanilar (Gerakan Usmani Muda) yang didirikan pada tahun 1865.
Usmani muda pada asalnya merupakan perkumpulan manusia yang didirikan di tahun
1865 dengan tujuan untuk mengubah pemerintahan absolut kerajaan Usmani menjadi
pemerintahan konstitusional. Setelah rahasia terbuka pemuka-pemukanya lari ke
Eropa di tahun 1867 dan disanalah gerakan mereka memperoleh nama Usmani Muda.
Para tokoh Usmani Muda banyak yang melakukan gerakan rahasia dalam menentang
kekuasaan absolut Sultan. Namun sikap politik mereka itu akhirnya diketahui oleh
Sultan. Akhirnya mereka banyak yang pergi ke Eropa dan disana mereka menyusun
kekuatan. Maka setelah situasi Turki aman kembali, mereka pun banyak yang pulang
ke tanah air dan meneruskan cita-cita mereka, terutama tentang ide-ide pembaharuan.
Beberapa tokoh dari gerakan itu membawa angin baru tentang demokrasi dan
konstitusional pemerintahan yang menjunjung tinggi kekuasaan rakyat bukan
kekuasaan absolut. Diantara tokoh itu ialah :
 Zia Pasya
Zia pasya lahir pada tahun 1825 di Istanbul dan meninggal dunia pada
tahun 1880. Ia anak seorang pegawai kantor beacukai di Istanbul.
Pendidikannya setelah selesai sekolah di Sulaemaniye yang didirikan Sultan
Mahmud II dalam usia muda dia diangkat menjadi pegawai pemerintah,
kemudian atas usaha Mustafa Rasyid Pasya pada tahun 1854 ia diterima
menjadi salah seorang sekretaris Sultan. Disinilah ia dapat mengetahui tentang
sistem dan cara Sultan memerintah dengan otoriter. Untuk keperluan tugas
barunya, ia mempelajari bahasa Perancis dan dalam waktu yang singkat ia
menguasai dan dapat menerjemahkan buku-buku Perancis ke dalam bahasa
Turki. Karena terjadi kesalahpahaman dengan Ali Pasya maka ia pergi ke Eropa
pada tahun 1867 dan tinggal disana selama lima tahun.Ketika berada di Eropa
itulah banyak pengalaman yang di dapatkannya. Beberapa pemikirannya
akhirnya menjurus kepada usaha pembaharuan. Usaha-usaha pembaharuannya
antara lain, kerajaan Usmani menurut pendapatnya harus dengan sistem
pemerintahan konstitusional, tidak dengan kekuasaan absolut.
Menurutnya negara Eropa maju disebabkan tidak terdapat lagi
pemerintahan yang absolut, semuanya dengan sistem pemerintahan
konstitusional. Dalam sistem pemerintahan konstitusional harus ada Dewan
Perwakilan Rakyat. Kemudian Zia mengemukakan hadis ”Perbedaan pendapat
dikalangan umatku merupakan rahmat dari Tuhan”, sebagai alasan untuk perlu
adanya Dewan Perwakilan Rakyat, dimana perbedaan pendapat itu ditampung
dan kritik terhadap pemerintah dikemukakan untuk kepentingan umat
seluruhnya. Sebagai orang yang taat menjalankan agama Islam, Zia sebenarnya
tidak sepenuhnya setuju terhadap pembaharuan yang hanya mencomot ide-ide
Barat tanpa sikap kritis. Itulah sebabnya dia lebih melihat kesesuaian antara
kepentingan rakyat dengan ide pembaharuan yang datangnya dari Barat. Dalam
hal demikian, ia juga tidak sependapat dengan orang yang mengatakan bahwav
agama Islam dapat dianggap sebagai penghalang kemajuan.
 Midhat Pasya
Nama lengkapnya Hafidh Ahmad Syafik Midhat Pasya, lahir pada tahu
1822 di Istanbul. Pendidikan agamanya diperoleh dari ayahnya sendiri. Dalam
usia sepuluh tahun ia telah hafal Al-Quran, oleh karena itu ia digelari Al-
Hafidh. Pendidikannya yang tertinggi adalah pada Universitas Al-Fatih. Dia
termasuk tokoh Usmani Muda yang mempunyai peranan cukup penting dalam
ide pembaharuan. Ia anak seorang hakim agama yang dalam usia belasan tahun
sudah menjadi pegawai di Biro Perdana Menteri. Tahun 1858 ia diberikan
kesempatan untuk berkunjung ke Eropa selama enam bulan. Setelah itu
beberapa saat kemudia, ia diangkat menjadi gubernur di berbagai daerah.
Dengan kemampuan dan kecakapan yang luar biasa akhirnya Sultan
mengangkatnya menjadi Perdana Menteri tahun 1872. Ketika Sultan Abdul
Hamid berkuasa menggantikan Sultan Murad V, ia diangkat kembali menjadi
Perdana Menteri. Saat itu ada perjanjian langsungbahwa Sultan akan
memberikan sokongan atas gerakan-gerakannya. Sultan juga nampaknya
memberi angin segar atas pembaharuan kelompok Usmani Muda.
Beberapa langkah pembaharuan itu, seperti memperkecil kekuasaan kaum
eksekutif dan memberikan kekuasaan lebih besar kepada kelompok legislatif.
Golongan ini juga berusaha menggolkan sistem konstitusi yang sudah
ditegakkan dengan memakai istilah terma-terma yang islami, seperti
musyawarah untuk perwakilan rakyat, bai’ah untuk kedaulatan rakyat dan
syariah untuk konstitusi. Dengan usaha ini sistem pemerintahan Barat lambat
laun dapat diterima kelompok ulama dan Syaikh Al-Islami yang sebenarnya
banyak menentang ide pembaharuan pada masa sebelumnya. Tanggal 23
Desember 1876 konstitusi yang bersifat semi-otokrasi di tanda tangani oleh
Sultan Abdul Hamid. Isi dari konstitusi ini sebagian besar masih belum
mencerminkan langkah nyata dari pembaharuan sistem pemerintahan, karena
kekuasaan Sultan masih demikian besar. Salah satu contoh adalah pasal 113
dari Undang-Undang yang dibuat, berbunyi bahwa dalam keadaan darurat
Sultan boleh memberikan pengumuman tertentu, dan boleh menangkap atau
mengasih orang-orang yang dianggap membahayakan kepentingan negara.
Jadi, dari bunyi pasal tersebut Sultan masih diberi wewenang besar untuk
menjalankan keputusan yang bersifat mutlak. Justru pasal ini nanti
digunakannya untuk menangkap orang-orang yang tidak disenangi Sultan,
termasuk diantaranya tokoh Usmani Muda Midhat Pasya ini.
 Namik Kemal
Beliau termasuk pemikir terkemuka dari Usmani Muda, lahir pada tahun
1840 di Tekirdag. Dia berasal dari keluarga nigrat. Orangtuanya menyediakan
pendidikan di rumah disamping pelajaran bahasa Arab, Persia, juga diberikan
bahasa Perancis. Oleh karena itu, dalam usia yang sangat muda ia sudah
menguasai berbagai bahasa. Dalam usia belasan tahun dia diangkat menjadi
pegawai kantor penerjemah dan kemudian dipindahkan menjadi pegawai di
istana Sultan. Namik Kemal banyak dipengaruhi oleh pemikiran Ibrahim
Sinasih (1826-1871) yang berpendidikan Barat dan banyak mempunyai
pandangan modernisme. Nanik mempunyai jiwa Islami yang tinggi, sehingga
walaupun ia berpengaruh pemikiran Barat namun masih menjunjung tinggi
moral Islam dalam ide-ide pembaharuannya, menurutnya Turki saat ini mundur
karena lemahnya politik dan ekonomi.
Untuk bisa memajukan ekonomi dan politik Turki harus ada perubahan
dalam sistem pemerintahan. Untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang
ideal, penguasa harus menjunjung tinggi kepentingan rakyat. Karena
kepentingan rakyat menjadi asas negara, maka negara mesti demokratis, yaitu
pemerintahan yang didasarkan atas dukungan dan kepentingan. Yang
dikehendaki oleh Nanik Kemal adalah pemerintahan demokrasi dan
pemerintahan serupa ini menurut pendapatnya tidak bertentangan dengan ajaran
Islam. Negara Islam yang dibentuk dan dipimpin oleh empat khalifah besar,
sebenarnya mempunyai corak demokrasi. Sistem bai’ah yang terdapat dalam
pemerintahan Khilafah pada hakikatnya merupakan kedaulatan rakyat. Melalui
bai’ah rakyat menyatakan persetujuan mereka tas pengangkatan khalifah yang
baru. Dengan demikian. bai’ah merupakan kontrak sosial dan kontrak yang
terjadi antara rakyat dan khalifah itu dapat dibatalkan jika khalifah
mengabaikan kewajiban-kewajibannya sebagai Kepala Negara. Di dalam Islam
ada ajaran yang disebut al-maslahah al-’ammah dan ini sebenarnya adalah
maslahat umum. Khalifah tidak boleh mengambil sikap atau tindakan yang
bertentangan dengan maslahat umum.
Maslahat umum oleh karena itu merupakan suatu bentuk dari pendapat
umum. Khalifah harus selalu memperhatikan dan menghormati pendapat
umum. Lebih lanjut lagi, musyawarah dasar penting dalam soal pemerintahan
dalam Islam. Sistem musyawarah ini memperkuat corak demokrasi pemerintah
Islam. Pembuat hukum dalam Islam ialah kaum ulama yang melaksanakan
hukum adalah pemerintah. Dengan membawa argumen-argumen seperti diatas,
Namik Kemal berpendapat bahwa sistem pemerintahan konstitusional tidaklah
merupakan bid’ah dalam Islam. Diantara ide-ide lain yang dibawa Namik
terdapat cinta tanah air Turki, tetapi seluruh daerah kerajaan Usmani. Konsep
tanah airnya tidak sempit. Sebagai orang yang dijiwai ajaran Islam, ia melihat
perlunya diadakan persatuan seluruh umat Islam di bawah pimpinan Kerajaan
Usmani, sebagai negara Islam yang terbesar dan terkuat di waktu itu.
d. Turki Muda
Setelah dibubarkannya parlemen dan dihancurkannya gerakan Usmani Muda,
maka Sultan Abdul Hamid memerintah dengan kekuasaan yang lebih absolut.
Kebebasan berbicara dan menulis tidak ada. Dalam suasana yang demikian
timbullah gerakan oposisi terhadap pemerintah yang obsolut Sultan Abdul Hamid
sebagaimana halnya di zaman yang lalu dengan Sultan Abdul Aziz. Gerakan
oposisi dikalangan perguruan tinggi, mengambil bentuk perkumpulan rahasia,
dikalangan cendekiawan dan pemimpin-pemimpinnya lari ke luar negeri dan disana
melanjutkan oposisi mereka dan gerakan di kalangan militer menjelma dalam
bentuk komite-komite rahasia. Oposisi berbagai kelompok inilah yang kemudian
dikenal dengan nama Turki Muda. Tokoh-tokoh Turki Muda, antara lain adalah
Ahmad Riza (1859-1930), Mehmed Murad (1853-1912) dan Pangeran Sahabuddin
(1887-1948).
 Ahmad Riza
Ahmad Riza adalah anak seorang bekas anggota parlemen bernama Injilis Ali.
Dalam pendidikannya ia sekolah di pertanian untuk kelak dapat bekerja dan
berusaha mengubah nasib petani yang malang dan studinya ini diteruskan di
Perancis sekembalinya ia dari perancis ia bekerja di kementerian pertanian, tapi
ternyata hubungan pemerintah dengan petani yang miskin sedikit sekali, karena
kementerian itu lebih disibukkan dengan birokrasi. Kemudian ia pindah ke
kementerian pendidikan namun disini juga disibukkan dengan birokrasi tapi
kurang disibukkan dengan pendidikan. Pembaharuan yang dilakukan oleh
Ahmad Riza antara lain adalah ingin mengubah pemerintahan yang absolut
kepada pemerintahan konstitusional.
Karena menurutnya akan menyeleamatkan Kerajaan Usmani dari keruntuhan
adalah melalui pendidikan dan ilmu pengetahuan positif dan bukan dengan
teologi atau metafisika. Adanya dan terlaksananya program pendidikan yang
baik akan berhajat pada pemerintahan yang konstitusional.
 Mehmed Murad (1853-1912)
Mehmed Murad berasal dari Kaukasus dan lari ke Istanbul pada tahun
1873 yakni setelah gagalnya pemberontakan Syekh Syamil di daerah itu. Ia
belajar di Rusia dan disanalahia berjumpa dengan ide-ide barat, namun
pemikiran Islam berpengaruh pada dirinya. Ia berpendapat bahwa bukanlah
Islam yang menjadi penyebab mundurnya Kerajaan Usmani dan bukanlah pula
rakyatnya, namun sebab kemunduran itu terletak pada Sultan yang memerintah
secara absolut. Oleh karena itu, menurutnya kekuasaan Sultan harus dibatasi.
Dalam hal ini dia berpendapat bahwa musyawarah dalam Islam sama dengan
konstitusional di dunia Barat. Ia mengusulkan didirikan satu Badan Pengawas
yangtugasnya mengawasi jalannya undang-undang agar tidak dilanggar oleh
pemerintah. Disamping itu diadakan pula Dewan syariat agung yang
anggotanya tersusun dari wakil-wakil negara islam di Afrika dan Asia dan
ketuanya Syekh Al-Islam Kerajaan Usmani.
 Pangeran Sahabuddin (1887-1948)
Pangeran Sahabuddin adalah keponakan Sultan Hamid dari pihak ibunya,
sedang dari pihak bapaknya adalah cucu dari Sultan Mahmud II, oleh karena itu
ia keturunan raja. Namun ibu dan bapaknya lari ke Eropa menjauhkan diri dari
kekuasaan Abdul Hamid, maka dengan demikian kehidupan Sahabuddin lebih
banyak dipengaruhi oleh pemikiran Barat. Menurutnya yang pokok adalah
perubahan sosial, bukan penggantian Sultan. Masyarakat Turki sebagaimana
masyarakat Timur lainnya mempunyai corak kolektif, dan masyarakat kolektif
tidak mudah berubah dalam menuju kemajuan. Dalam masyarakat kolektif
orang tidak percaya diri sendiri, oleh karena itu ia tergantung pada kelompok
atau suku sedangkan masyarakat yang dapat maju menurutnya adalah
masyarakat yang tidak banyak bergantung kepada orang lain tetapi sanggup
berdiri sendiri dan berusaha sendiri untuk mengubah keadaannya.
 Mustafa Kemal Ataturk
Mustafa Kemal lahir pada 1881 di suatu daerah di Salonika. Sering
dikenal dengan nama Mustafa Kemal Pasya. Dan dikenal juga dengan Mustafa
Kemal Attaturk (Bapak Bangsa Turki). Beliau juga mendapat julukan Ghazi,
artinya sang pembela keyakinan. Julukan ini diberikan ketika beliau dengan
gemilang membawa Turki kepada kemenangan dalam perang kemerdekaan
melawan Yunani, Mustafa Kemal dielu-elukan dan dipanggil dengan gelar
kehormatan Ghazi. Ayahnya bernama Ali Riza, seorang juru tulis rendahan di
salah satu kantor pemerintahan di kota itu. Beliau sempat mencoba lari dari
kemalangan hidupnya dengan cara menegak racun. Sedangkan Ibunya bernama
Zubayde, seorang wanita sholihah. Ali Riza meninggal saat Mustafa Kemal
berusia tujuh tahun sehingga ia kemudian diasuh oleh ibunya

2.2 Aliran-Aliran dan Gerakan Pembaharu Islam Turki


Gerakan pembaharuan di Turki Usmani ini dalam perjalanan sejarahnya, melahirkan
tiga aliran pembaharuan. Pertama, golongan Islam yang mengambil bentuk-bentuk
pembaharuan dari Barat, tetapi tetap mempertahankan prinsip-prinsip agama islam di
dalam mengadakan pembaharuan tersebut. Kedua, golongan Barat yang ingin mengambil
Barat sebagai dasar dan model pembaharuan. Ketiga, golongan Nasionalis Turki, yang
timbul kemudian, yang melihat bahawa bukan peradaban Barat dan juga bukan Islam
yang harus dijadikan dasar, tetapi nasionalisme Turki.

 Aliran Barat
Yang dimaksud dengan aliran ini ialah golongan/para tokoh pembaharuan yang
ingin mencontoh peradaban barat sebagai dasar pembaharuan di kerajaan
Usmani. (Niyazi Berkes 1964). Aliran barat ini beranggapan bahwa dunia barat saat
itu telah mencapai peradaban yang tinggi sebagai buktinya adalah bangsa barat telah
mencapai keberhasilan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mereka
juga telah meninggalkan tradisi-tradisi lama, termasuk tradisi keagamaan yang tidak
sesuai dengan perkembangan zaman.
Dalam pandangan westernisme, jika ingin maju, kerajaan Usmani harus
berkiblat pada bangsa barat serta mulai meninggalkan tradisi dan institusi-institusi
lama yang telah ketinggalan zaman karena bagi mereka (westernisme) tradisi dan
institusi-institusi lama-lah yang menjadi penyebab kemunduran bangsa (Harun
Nasution, 1988). Hal ini perlu, demikian kata Tewfiq Fikret, sebab menurutnya,
penyebab utama kemunduran umat Islam pada saat itu adalah karena pemikiran
mereka terbelenggu oleh paham fatalisme (Satu aliran teologi yang menempatkan
manusia sebagai makhluk yang tidak mempunyai kemampuan dan kebebasan
untuk melakukan suatu perbuatan). Salah satu tokoh lainnya yang terkenal
menonjol pemikirannya dan merupakan salah seorang pendiri Perkumpulan
Persatuan dan Kemajuan (Society of Union and Progress) adalah Dr. Abdullah
Jewdat. Menurutnya, kerajaan Usmani yang perlu diubah bukanlah sultan (sistem
pemerintahannya) tetapi sistem sosialnya. Baginya, Kelemahan kerajaan Usmani
dan umat Islam seluruhnya terletak pada kejahiliyahan, kemalasan, kepercayaan
semuanya itu dianggap sebagai ajaran islam.
 Aliran Islamisme
Aliran pembaharuan ini merupakan lawan terkeras bagi westernisme. Aliran ini
terdiri atas tiga kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok kecil, dan
keberadaannya pun relatif singkat, kelompok ini tergabung dalam organisasi
Jamiyyah Ilmiyyah al-Islamiyah yang memiliki media cetak Bayan al-Haq sebagai
media untuk menentang setiap ide yang dimunculkan oleh aliran Barat. Polemik
yang pernah muncul antara golongan ini dengan Barat antara lain masalah poligami
dan photography, bagi golongan ini photography termasuk masalah yang membawa
kekufuran. Kelompok kedua dari Islamisme dipimpin oleh Said Nursi (1867-
1960), kelompok ini menghendaki suatu penghendaki suatu pemerintahan yang
memberlakukan syariat sebagi konstitusi. Mereka juga menghendaki
diberlakukannya syariat sebagi satu-satunya hukum yang berlaku bagi seluruh
rakyat, mengingat mayoritas penduduk adalah Muslim (Niyazi Berkes, 1964).
Kelompok ketiga, yang merupakan kelompok terkuat dari Islamisme adalah
kelompok shirat al-Mustaqim, tokoh utama dari kelompok ini adalah Mehmed Akif
(1870-1936). Sebagaimana kelompok sebelumnya, kelompok ini juga menentang
keras adanya pemikiran yang akan memisahkan antara agama dan negara. Mereka
juga menentang faham yang menyamakan kedudukan wanita dengan pria. Menurut
pendapat Mehmed Akif, untuk memajukan kerajaan Usmani tidak perlu mengambil
kebudayaan Barat secara utuh. Dalam hal ini ia memberi contoh bangsa Jepang yang
bisa maju dengan memfilter ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa Barat saja dan
meninggalkan kebudayaannya. Ia juga berpendapat, bahwa kelemahan umat Islam
saat ini bukan karena agamanya. Ia menolak dengan keras pendapat yang mengatakan
bahwa agama merupakan penghalang dan penghambat kemajuan (Harun Nasution,
1988). Secara umum, Aliran Islam (Islamisme) ini dapat dikatakan sebagai suatu
golongan yang menjadikan syariat sebagai titik tolak dan pedoman dalam
pembaharuan. Mereka menghendaki agar syariat menjadi satu-satunya konstitusi
dan hukum yang dilaksanakan secara utuh dalam negara dan diberlakukan untuk
segala aspek kehidupan masyarakat. Yang dimaksud dengan syariat oleh aliran ini
bukanlah ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, tetapi ajaran
Islam yang terdapat dalam buku fiqih. Sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Dr.
Harun Nasution, yng mereka maksud dengan syari’at, kelihatannya ialah hukum fiqih.
 Aliran Nasionalis
Permulaan aliran nasionalis ini lahir dari persamaan agama (Millet),
maksudnya semua orang muslim, baik yang berkebangsaan Turki, Arab, Eropa
maupun bangsa lainnya merupakan satu kelompok bangsa. Namun, setelah
munculnya kesadaran nasionalisme yang dimulai oleh bangsa Eropa, kemudian
diikuti oleh bangsa Arab sehingga persamaan agama tidak dapat dikatakan lagi
sebagai ikatan kebangsaan. Seiring dengan itu, muncul pula pemikiran Pan
Turkisme yang memiliki tujuan menyatakan seluruh orang kebangsaan Turki, baik
yang berada di wilayah Turki maupun yang di luar wilayah Turki. Hal tersebut jelas
akan sulit untuk dilaksanakan, karena akan mendapat perlawanan dari negara-negara
lain, terutama dari Rusia. Akhirnya lahirlah pemikiran Nasionalisme yang
didasarkan kepada pemikiran budaya, yakni pengelompokan orang-orang Turki
yang terbatas pada wilayah kerajaan Usmani. Pemikiran kelompok inilah yang
kemudian dikenal dengan sebutan kelompok Nasionalisme. Aliran ini menjadikan
nasionalisme sebagai titik tolak dalam mengadakan pembaharuan. Semua usaha
pembaharuan yang mereka lakukan senantiasa dikaitkan dengan kepentingan
nasional, persatuan dan kesatuan bangsa Turki. Dalam sistem pemerintahan misalnya,
kelompok ini setuju dengan sistem yang diterapkan di dunia Barat termasuk
kecenderungannya kepada pemerintahan sekuler. Namun demikian, mereka menolak
untuk mengambil kebudayaan bangsa Barat secara utuh dan tanpa reserve. Mereka
hanya memilih hal yang sesuai dan bisa dijadikan sebagai model untuk pembentukan
kebudayaan nasional Turki yang modern. Salah satu pemikiran tokoh mereka Zia
Gokalp (1875-1924) yang patut dikemukakan disini adalah konsep
nasionalismenya. Menurut pendapatnya nasionalisme didasarkan bukan atas
bangsa(rase), sebagaimana dianut oleh paham Pan-Turkisme, tetapi atas kebudayaan.
Menurutnya, kebudayaan dan peradabadan sama sekali berbeda. Kebudayaan Turki
kerajaan Usmani dengan kebudayaan Turki Rusia terdapat perbedaan. Dengan
demikian, baginya Turki kerajaan Usmani merupakan satu unit nasional tersendiri
dan Turki Rusia begitu pula merupakan satu unit nasional tersendiri (Harun
Nasution). Kebudayaan adalah hal yang unik, nasional, sederhana, subyektif dan
timbul dengan sendirinya. Sedang peradaban bersifat umum, internasional,
obyektif dan diciptakan. Kebudayaanlah yang membedakan satu bangsa dengan
bangsa yang lain (Taufiqurrahman, 2009).

2.3 Analisis Terhadap Tokoh-Tokoh atau Pemikiran


Setelah kekuasaannya sebagai pusat pemerintahan kerajaan Usmani bertambah kuat,
Sultan Mahmud II melihat bahwa telah tiba waktunya untuk memulai usaha-usaha
pembaharuan yang telah lama ada dalam pikirannya. Dan pembaharuan yang
dilakukannya secara sungguh-sungguh, seperti dalam bidang militer, tradisi, pendidikan,
hukum, dan ekonomi.
 Pembaruan dalam Bidang Militer
Seperti sultan-sultan lain, hal pertama yang menarik perhatiannya ialah
pembaharuan di bidang militer. Pembaharuan dalam bidang militer inipun dianggap
utama karena banyak daerah – daerah kekuasaan dari Usmanipun berkurang, tidak
hanya itu keadaan korps milter pada saat itu memerlukan perhatian, hingga pada
akhirnya Sultan Mahmud II mengadakan pembaharuan dalam bidang militer.
Dalam melakukan pembaharuan di bidang militer, Sultan Mahmud II terkenal
sangat taktis dan strategis, karena tentaranya yang baru adalah pelatih yang dikirim
oleh Muhammad Ali dari Mesir. Adapun pembaruan militernya meliputi: (1)
Membentuk tentara kerajaan yang modern; (2) Melumpuhkan tantangan dari pihak
Janisarry sekaligus tantangan ulama atas pembaharuannya; dan (3) Membentuk
korps tentara kerajaan Usmani yang baru pada tahun 1826.
Dalam hal ini ia menjauhi pemakaian pelatih-pelatih Eropa atau Kristen yang
pada masa lampau mendapat tantangan dari pihak yang tidak setuju dengan
pembaharuan. Sebenarnya dari pihak Janisarry menentang pembaharuan Sultan
Mahmud II, akan tetapi para petingginya itu menyetujui pembentukan korps baru
ini, perwira bawahanlah yang mengambil sikap menolak. Beberapa hari sebelum
korps baru itu mengadakan parade, Janisarry berontak. Dengan mendapat restu dari
Mufti Besar kerajaan Usmani, Sultan Mahmud II memberi perintah untuk
mengepung Janisarry yang sedang berontak dan menghujani garnisun dengan
tembakan meriam. Pertumpahan darah terjadi dan kira-kira seribu Janisarry mati
terbunuh. Tempat-tempat mereka selalu berkumpul dihancurkan dan penyokong-
penyokong mereka dari golongan sipil ditangkap. Tarekat Baktasyi, sebagai tarekat
yang banyak mempunyai anggotanya dari golongan Janisarry dibubarkan.
Kemudian Janisarry sendiri dibubarkan. Sistem Militer lama lenyap pada tahun
1831.
 Pembaharuan dalam Tradisi
Sultan Mahmud II, dikenal sebagai Sultan yang tidak mau terikat pada tradisi
dan tidak segan-segan melanggar adat kebiasaan lama. Sultan-sultan sebelumnya
menganggap diri mereka tinggi dan tidak pantas bergaul dengan rakyat. Oleh
karena itu, mereka selalu mengasingkan diri dan meyerahkan soal mengurus rakyat
kepada bawahan-bawahan. Timbullah anggapan mereka bukan manusia biasa dan
pembesar-pembesar Negara pun tidak berani duduk ketika menghadap Sultan.
Tradisi aristokrasi ini dilanggar oleh Mahmud II. Ia mengambil sikap demokratis
dan selalu muncul di muka umum untuk berbicara atau menggunting pita pada
upacara-upacara resmi. Menteri dan pembesar-pembesar negara lainnya ia biasakan
duduk bersama jika datang menghadap. Pakaian kerajaan yang ditentukan untuk
Sultan dan pakaian kebesaran yang biasa dipakai Menteri dan pembesar-pembesar
lain ia tukar dengan pakaian yang lebih sederhana. Tanda-tanda kebesaran hilang,
rakyat biasa dianjurkan pula supaya meninggalkan pakaian tradisional dan
menukarnya dengan pakaian Barat. Perubahan pakaian ini menghilangkan
perbedaan status dan sosial yang nyata kelihatan pada pakaian tradisional.
Kekuasaan-kekuasaan luar biasa yang menurut tradisi dimiliki oleh penguasa-
penguasa Usmani ia batasi. Kekuasaan Pasha atau Gubernur untuk menjatuhkan
hukum mati dengan isyarat tangan ia hapuskan. Hukuman bunuh untuk masa
selanjutnya hanya bisa dikeluarkan oleh hakim. Penyitaan Negara terhadap harta
orang yang dibuang atau dihukum mati juga ia tiadakan.
 Pembaharuan dalam Organisasi Pemerintahan
Aspek terpenting yang dilaksanakan Mahmud II dalam bidang pemerintahan
adalah merombak sistem kekuasaan di tingkat penguasa puncak. Dalam tradisi
kerajaan Usmani, sultan memiliki dua bentuk kekuasaan, yakni kekuasaan temporal
(duniawi) dan kekuasaan spiritual (rohani). Sebagai penguasa dunia ia disebut
Sultan dan sebagai penguasa rohani disebut khalifah. Dalam pelaksanaannya untuk
urusan pemerintahan, sultan dibantu Sadrazam, sedangkan untuk keagamaan
dibantu Shaikh al-Islam. Jabatan Sadrazam yang sering menggantikan sultan
apabila sultan berhalangan dihapuskan Mahmud II. Sebagai gantinya dibentuk
jabatan perdana menteri yang membawahi menteri untuk urusan dalam negeri, luar
negeri, keuangan, dan pendidikan dengan departemennya masing-masing. Para
menteri memiliki kekuasaan semi otonomi sebagaimana perdana menteri dan
sultan. Tugas perdana menteri sangat berkurang apabila dibandingkan dengan
Sadrazam sebelumnya. Selain itu Mahmud II juga memindahkan kekuasaan
Yudikatif dari tangan Sadrazam ke Shaikh al-Islam. Dalam sistem baru ini Mahmud
II membentuk lembaga hukum sekuler di samping hukum shariat. Kekuasaan
Shaikh al-Islam menjadi sedikit karena hanya menangani masalah shariat,
sedangkan hukum sekuler diserahkan kepada Dewan Perancang Hukum untuk
mengaturnya. Sepanjang sejarah kerajaan Usmani, Mahmud II yang secara tegas
mengadakan perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia. Pada 1838 ia
mengeluarkan hukum dan ketentuan menyangkut kewajiban para hakim dan
pegawai negeri. Ditegaskan pula ketentuan yang berlaku bagi seorang hakim
maupun pegawai yang korupsi dan melalaikan tugasnya.
 Pembaharuan dalam Bidang Pendidikan
Perubahan penting yang diadakan oleh Sultan Mahmud II dan yang kemudian
mempunyai pengaruh besar pada perkembangan pembaharuan di Kerajaan Usmani
ialah perubahan dalam bidang pendidikan. Seperti halnya di Dunia Islam lain di
zaman itu, Madrasah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan umum yang ada
di Kerajaan Usmani. Di Madrasah hanya diajarkan agama sedangkan pengetahuan
umum tidak diajarkan. Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan Madrasah
tradisional tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad ke-19. Di masa
pemerintahannya orang kurang giat memasukkan anak-anak mereka ke Madrasah
dan mengutamakan mengirim mereka belajar keterampilan secara praktis di
perusahaan industri. Oleh karena itu, ia mengadakan perubahan dalam kurikulum
Madrasah dengan menambah pengetahuan-pengetahuan umum di dalamnya, seperti
halnya di Dunia Islam lain pada waktu itu memang sulit. Madrasah tradisional tetap
berjalan tetapi di sampingnya Sultan mendirikan dua sekolah pengetahuan umum.
Mekteb-i Ma’arif (Sekolah Pengetahuan Umun) dan Mekteb-i Ulum-u Edebiye
(Sekolah Sastra). Siswa untuk kedua sekolah itu dipilih dari lulusan Madrasah yang
bermutu tinggi. Selain itu, Sultan Mahmud II juga mendirikan Sekolah Militer,
Sekolah Teknik, Sekolah Kedokteran dan Sekolah Pembedahan. Lulusan Madrasah
banyak meneruskan pelajaran di sekolah-sekolah yang baru didirikannya. Selain
dari mendirikan Sekolah Sultan Mahmud II juga mengirim siswa-siswa ke Eropa
yang setelah kembali ke tanah air juga mempunyai pengaruh dalam penyebaran ide-
ide baru di Kerajaan Usmani.
 Pembaharuan dalam Bidang Publikasi
Untuk menyebar luaskan gagasannya dan mengkomunikasikannya kepada
masyarakat, Mahmud II mengupayakan bidang publikasi yang memadai. Tahun
1831 ia mengintruksikan berdirinya surat kabar resmi pemerintah Takvim-i
Vekayi, tiga tahun setelah terbitnya surat kabar pemerintah Mesir al-Waqā’i’ al-
Misriyyah (1828). Surat kabar ini tidak hanya memuat berita dan pengumuman
resmi pemerintah, melainkan juga memuat artikel mengenai gagasan progresif di
Eropa. Oleh sebab itu, Takvim-i Vekayi dinilai mempunyai pengaruh besar dalam
memperkenalkan ide modern kepada masyarakat Turki. Salah satu redaktur surat
kabar itu adalah Mustafa Sami yang telah pernah berkunjung ke Eropa. Kemajuan
Eropa, menurut pendapatnya, didasarkan antara lain atas ilmu pengetahuan,
kemerdekaan dalam agama, patriotisme dan pendidikan yang merata. Ia begitu
tertarik dengan peradaban Barat sehingga ia tidak segan-segan mengkritik adat
istiadat timur dan dibalik itu memuja-muja..
 Pembaharuan dalam Bidang Ekonomi
Mahmud II melakukan perbaikan sumber ekonomi melalui sektor pertanian
mengingat daerah Turki terkenal daerah agraris yang cukup luas. Untuk itu
Mahmud II menghapuskan semua peraturan yang dibuat Amir (pemerintah, raja,
gubenur, pemimpin), tuan tanah, dan kaum feodal, kemudian menggantinya
dengan peraturan tentang hak pemilikan dan penggunaan tanah yang
keamanannya dilindungi. Perubahan ini melahirkan semangat rakyat untuk
mengolah lahan pertanian. Pembaharuan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II
merupakan suatu hal yang dijadikan dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan
selanjutnya di kerajaan Usmani abad ke-19 dan Turki abad ke-20.
Masa pemerintahan Tanzimat di Turki ditandai dua gejala umum yang penting yang
sedang berlangsung di dunia Islam. Pertama, semakin gencarnya pengaruh dan
gelombang ekspansi Barat ke dunia Islam. Kedua, mulai timbulnya kesadaran ummat
Islam tentang ketinggalan mereka dari kekuasaan dan peradaban Barat. Gejala pertama
sangat dirasakan dan berngaruh besar terhadap politik dan kebijakan pemerintah
Tanzimat. Turki Usmani mulai kehilangan daerah-daerah kekuasaannya atau berkurang
kontrolnya di wilayah Balkan dan Eropa Timur. Pada tahun 1815, Serbia berhasil
memperoleh hak otonomi untuk mengatur daerahnya sendiri. Tahun 1829, Yunani
berhasil memperoleh kemerdekaan dari kekuasaan Turki Usmani. Seiring dengan itu,
Serbia, Moldavia, dan Rumania juga mendapatkan otonomi penuh. Pada tahun 1877
Rusia dan Pan Slavia merebut Bosnia-Hezegovina dan Bulgaria dari tangan Turki
Usmani diikuti dengan pernyataan kemerdekaan Serbia, Montenegro, dan Rumania.
Kehilangan wilayah yang demikian luas tersebut merupakan lanjutan dari derita Turki
Usmani yang pada abad sebelumnya telah pula kehilangan wilayah Cremia dan sekitar
black sea. Daerah Laut Hitam tersebut telah jatuh ke tangan Rusia pada perang Rusia-
Turki yang berlangsung pada tahun 1768-1774 dan 1787-1792. Pada saat yang sama,
Turki Usmani juga kehilangan wilayah kekuasaannya di Afrika Utara. Mesir, di bawah
pimpinan Muhammad Ali, melepaskan diri pada awal abad XIX. Pada tahun 1830
Aljazair direbut oleh Perancis.
Kekalahan-kekalahan yang diderita Turki Usmani ini disebabkan oleh komplesitas
masalah yang sedang dihadapainya. Tentara Turki Usmani yang dahulu demikian
disegani di daratan Eropa sudah mulai tertinggal dalam bidang peralatan, teknik dan
organisasi dibandingkan dengan kekuatan tentara Negara-negara Eropa. Turkipun sudah
tetinggal dalam bidang ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi dari Negara-
negara Barat. Di samping kemunduran di bidang-bidang tersebut, Turki Usmani juga
mengalami kemunduran dalam bidang hukum. Bahkan, sebagaimana dikemukakan Satria
Effendi, pada awal abad ke-19 fiqh Islam mencapai puncak kemundurannya di Turki
Usmani. Suasana kemunduran Islam itu tergambar dari karakteristik hukum Islam yang
berkembang ketika itu. Ciri khas yang menonjol pada bidang hukum saat itu dapat dilihat
dari beberapa segi. Pertama, dari segi pemikiran fiqh. Kedua, dari segi system pengajaran
dan pengembangan fiqh. Ketiga, dari segi metode penulisan karya fiqh. Kegiatan
pengembangan fiqh yang diadakan sebatas upaya-upaya takhrij, tarjih, dan tanzim
terhadap karya fiqh madhhab. Sementara itu, ditinjau dari segi metode penulisan karya
fiqh, terdapat kecenderungan umum untuk menulis ringkasan dan penjelasan bagi kitab-
kitab fiqh yang telah ada. Al-Zarqa’ dengan nada sinis mengibaratkan metode penulisan
ini dengan ungkapan “bagaikan memasukkan unta ke dalam botol”. Setelah matan fiqh
dihasilkan, penulis matan atau penulis lain menulis penjelasan, komentar, dan tambahan
terhadap matan tersebut. Tulisan seperti itu disebut Sharah. Sharah ini kemudian diberi
pula penjelasan yang dinamakan dengan Hashiyah. Hashiyah inipun dibuat pula
penjelasannya yang dinamakan Taqrir. Karakteristik tersebut di atas mewarnai hukum
Islam pada masa tersebut dan membawa hukum Islam ke dalam jurang kejumudan dan
kemunduran.
 Politik Pembinaan Hukum Tanzimat
Tanzimat termasuk kelompok yang menginginkan penggantian perangkat
hukum yang berasal dari system hukum Islam dengan perangkat hukum yang
berasal dari system Barat. Hal ini terlihat jelas dalam praktek politik pembinaan
hukum yang dilaksanakan Tanzimat. Shaw mencatat beberapa perubahan mendasar
yang dilancarkan Tanzimat ketika memegang pemerintahan Turki Usmani. Pada
tahun 1843 Tanzimat menetapkan hukum pidana (Ceza Kanunnamesi) dan pada
tahun 1850 ditetapkan hukum dagang (Ticaret Kanunnamesi). hukum pertanahan
ditetapkan pada tahun 1858 dan hukum perdagangan laut tahun 1863. Perangkat
hukum material baru tersebut berkiblat kepada hukum-hukum Barat yang sarat
dengan nilai-nilai sekularisme. Sebagai sarana penerapan hukum formal dan
lembaga peradilan. Peradilan campuran yang bersifat sekuler didirikan dan hukum
acara pidana dan hukum acara perdata yang barupun disusun kemudian.
Politik dan kebijakan pembinaan hukum yang dijalankan pemerintah Turki
Usmani sejak masa Tanzimat membawa beberapa perubahan penting dalam hukum
Islam. Perubahan tersebut ada yang menyangkut segi-segi yang tidak fundamental
dari hukum Islam dan ada pula yang menyentuh hal-hal yang mendasar. Perubahan
yang sifatnya tidak mendasar seperti tentang pengundangan (taqnin), kodifikasi
hukum, serta pembuatan hukum-hukum baru yang menyangkut mu’amalah yang
bersifat ijtihadiah dan pelengkap. Sedangkan perubahan yang menyentuh hal-hal
yang fundamental seperti penggantian hukum Islam dengan hukum Barat dalam
bidang pidana hudud. Pembaharuan yang diusahakan dalam tanzimat belumlah
mendapat hasil sebagaimana yang diharapkan, bahkan mendapat kritikan-kritikan
dari luar kaum cendekiawan. Kegagalan oleh tanzimat dalam mengganti konstitusi
yang absolut merupakan cambuk untuk usaha-usaha selanjutnya. Untuk mengubah
kekuasaan yang absolut maka timbullah usaha atau gerakan dari kaum cendikiawan
melanjutkan usaha-usaha tanzimat. Gerakan ini dikenal dengan Young Ottoman-
Yeni Usmanilar (Gerakan Usmani Muda) yang didirikan pada tahun 1865. Usmani
muda pada asalnya merupakan perkumpulan manusia yang didirikan di tahun 1865
dengan tujuan untuk mengubah pemerintahan absolut kerajaan Usmani menjadi
pemerintahan konstitusional. Setelah rahasia terbuka pemuka-pemukanya lari ke
Eropa di tahun 1867 dan di sanalah gerakan mereka memperoleh nama Usmani
Muda. Para tokoh Usmani Muda banyak yang melakukan gerakan rahasia dalam
menentang kekuasaan absolut Sultan. Namun sikap politik mereka itu akhirnya
diketahui oleh Sultan. Akhirnya mereka banyak yang pergi ke Eropa dan di sana
mereka menyusun kekuatan. Maka setelah situasi Turki aman kembali, mereka pun
banyak yang pulang ke tanah air dan meneruskan cita-cita mereka, terutama tentang
ide-ide pembaharuan. Beberapa tokoh dari gerakan itu membawa angin baru
tentang demokrasi dan konstitusional pemerintahan yang menjunjung tinggi
kekuasaan rakyat bukan kekuasaan absolut.
KESIMPULAN

3.1 SIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan oleh Sultan
Mahmud II merupakan landasan atau dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan selanjutnya,
antara lain : pembaharuan tanzimat, pembaharuan di kerajaan usmani abad ke-19 dan Turki abad
ke-20. Di mana tanzimat yang dimaksudkan adalah suatu usaha pembaharuan yang mengatur dan
menyusun serta memperbaiki struktur organisasi pemerintahan tetapi tanzimat ini belum berhasil
seperti yang diharapkan oleh tokoh-tokoh penting tanzimat, yaitu Mustafa Rashid Pasha,
Mustafa Sami, Mehmed Sadek, Rif’at Pasha dan Ali Pasha. Kemudian dilanjutkan dengan
pembaharuan Usmani Muda, di mana usaha-usaha pembaharuannya adalah untuk mengubah
pemerintahan dengan sistem konstitusional tidak dengan kekuasaan absolut setelah
dibubarkannya parlemen. Dalam suasana yang demikian timbullah gerakan oposisi terhadap
pemerintah yang obsolut Sultan Abdul Hamid sebagaimana halnya di zaman yang lalu dengan
Sultan Abdul Aziz. Gerakan oposisi dikalangan perguruan tinggi, mengambil bentuk
perkumpulan rahasia, dikalangan cendekiawan dan pemimpin-pemimpinnya lari ke luar negeri
dan disana melanjutkan oposisi mereka dan gerakan di kalangan militer menjelma dalam bentuk
komite-komite rahasia. Oposisi berbagai kelompok inilah yang kemudian dikenal dengan nama
Turki Muda. Tokoh-tokoh Turki Muda, antara lain adalah Ahmad Riza, Mehmed Murad dan
Pangeran Sahabuddin.
DAFTAR PUSTAKA
7s, M. T. (2014, November 16). Retrieved from MAKALAH PEMBAHARUAN ISLAM DI TURKI (TANZIMAT,
USMANI MUDA, DAN TURKI MUDA).

Ilyas, D. M. (2014, November). Jurnal Sosial Humaniora. Retrieved from TIGA ALIRAN PEMBAHARUAN
Westernisme, Islamisme dan Nasionalisme.

Jblrun. (2015, November 24). Retrieved from Sultan Mahmud II, Tanzimat, Usmani Muda.

muhtarom84.blogspot.com. (n.d.). Pembaharuan di Turki ; Sultan Mahmud II, Tanzimat, Usmani


Muda dan Turki Muda.

Anda mungkin juga menyukai