Anda di halaman 1dari 29

Teori, Metode,

Prinsip dan Tahapan Perkembangan


A. Teori-teori perkembangan
1. Teori Empirisme
Istilah empirisme berasal dari kata empiri, yang artinya pengalaman. Teori ini
berpendapat bahwa perkembangan itu semata-mata tergantung pada faktor
lingkungan. Teori ini di populerkan oleh Francis Bacon (1561-1626) dan John Locke
(1635-1704).
Pandangan teori ini adalah, “pada dasarnya anak lahir di dunia
perkembangannya di tentukan oleh adanya pengaruh dari luar termasuk pendidikan
dan pengajaran”. Anggapan dari teori ini anak lahir di dunia dalam keadaan putih
bersih dan kosong seperti tabularasa, maka pengalaman (empiris) anaklah yang akan
menentukan corak dan bentuk perkembangan jiwa anak. Dengan demikian, menurut
teori ini pendidikan atau pengajaran anak pasti berhasil dalam usahanya.
Adapun bentuk dalam teori ini, antara lain: Teori optimisme (paedagogik
optimisme), teori ini sangat yakin dan optimis akan adanya keberhasilan, upaya
pendidikan dalam membina kepribadian anak. Kemudian teori yang berorientasi
lingkungan (environmentalisme), teori ini beranggapan bahwa lingkungan lebih
banyak menentukan terhadap corak perkembangan anak. Teori tabularsa, karena
paham ini mengibaratkan anak lahir dalam kondisi putih bersih seperti meja lilin
(Tabula/Table = meja; rasa = lilin).

2. Teori Nativisme
Istilah nativisme berasal dari kata natus= lahir, natives = kelahiran atau
pembawaan. Teori nativisme menyatakan bahwa perkembangan semata = mata
ditentukan oleh pembawaan, yaitu pembawaan yang dibawa sejak lahir.
Teori ini dikeluarkan oleh Scopenhar (jerman,1788-1860). Teori ini
berpendapan bahwa : “anak lahir telah dilengkapi pembawaan bakat alami (kodrat)”.
Dan pembawaan(nativis) inilah yang akan menunjukkan wujud kepribadian seorang
anak. Dengan demikian, maka pendidikan bagi anak akan sia-sia dan tidak perlu di
hiraukan.
Yang termasuk dalam teori ini yaitu, teori pesimisme (paedagogik pesimistis),
teori ini menolak, pesimis terhadap pengaruh luar. Selanjutnya, teori biologisme,
disebabkan menitikberatkan pada faktor keturunan (genetik) dan konstitusi atau
keadaan psikologipisik yang dibawa sejak lahir.
Scopenhaur berpendapat bahwa bayi lahir itu sudah dengan pembawaan baik
dan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh anak itu sendiri.
Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan
berguna bagi anak itu sendiri. Dalam teori ini, lingkungan tidak ada gunanya. Sebab
lingkungan tidak berpengaruh dalam perkembangan anak. Meskipun dalam
kenyataan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan
anak mewarisi bakat-bakat orang tuanya.

3. Teori Konvergensi
Menurut W.Stern, konvergensi berasal dari kata convergen yang berarti
memusat ke satu titik, yaitu:
a. Pendidikan dapat dilaksanakan.
b. Pendidikan diartiakan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada
anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dari mencegah potensi
yang kurang baik.
c. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan
Teori konvergensi dipelopori oleh William Stern dan Clara Stern, mereka
berpendapat bahwa perkembangan jiwa anak lebih banyak ditentukan oleh 2 faktor
yang saling menopang, yaitu faktor pembawaan dan pengaruh lingkungan. Keduanya
tidak dapat dipisahkan (interpendence) seolah-olah memadu, bertemu dalam 1 titik,
disini dipahami bahwa kepribadian seorang anak akan terbentuk dengan baik
apabila dibina oleh suatu pendidikan atau (pengalaman) yang baik serta ditopang
oleh bakat yang merupakan bawaan lahir.
Sebaliknya Stern menyatakan bahwa apa yang dibawa manusia hanyalah
tersedia sebagai kemungkinan saja. Supaya ini menjadi sifat nyata dan menjadi
kemampuan yang sungguh-sungguh, maka sudah pasti perlu pola suatu proses
kemasakan tetapi kecuali mengajukan pemeliharaan.

4. Teori Rekapitulasi
Merupakan pengulangan ringkasan dari kehidupan suatu bangsa yang
berlangsung secara lambat selama berabd-abad. Dengan hukum ini berarti
perkembangan jiwa anak itu merupakan ulangan dan adanya persamaan dengan
kehidupan sebelumnya (yang dilakukan oleh nenek moyang). Dalam teori ini
tingkatan manusia dapat dibagi dalam beberapa masa:
a. Masa berburu dan menyamun
Anak usia sekitar 8 tahun senang bermain kejar-kejaran, perang-perangan,
menangkap binatang (capung, kupu-kupu, dsb)
b. Masa mengembala
Anak usia sepuluh tahun senang memelihara binatang seperti ayam, kucing,
burung, anjing, dsb.
c. Masa bercocok tanam
Masa ini dialami oleh anak sekitar umur dua belas tahun, dengan tanda-tanda
senang berkebun, menyiram bunga.
d. Masa berdagang
Anak pada usia dua belas tahun senang bermain jual-jualan, tukar menukar foto,
perangko, berkiriman surat dengan teman-teman maupun sahabat pena.
e. Masa industri.
Masa ini dialami oleh anak sekitar umur 14 th ke atas, dengan ditandai anak
mencoba membuat karya sendiri seperti membuat mainan, kandang merpati dan
sebagainya.
Pernyataan terkenal dari teori ini adalah Onogenesis Recapitulatie Philogenese
(perkembangan satu jenis makhluk adalah mengulang perkembangan seluruhnya).
Sponsor utama teori perkembangan ini adalah Hackel (Jerman 1834 - 1919) dan
diikuti oleh Stanley Hall (Amerika Serikat 1846 - 1926).

5. Teori Psikodinamik
Para pendukung perspektif psikodinamika meyakini bahwa perilaku dimotivasi
oleh kekuatan-kekuatan, memori-memori, dan konflik-konflik dalam diri, dimana
seseorang hanya memiliki sedikit kesadaran atau kendali atasnya. Kekuatan-
kekuatan dalam diri ini biasanya merupakan hasil dari pengalaman-pengalaman
masa kanak-kanak dan terus memengaruhi perilaku seseorang sepanjang hidupnya.
Teoris-teoris paling terkenal dari perspektif ini adalah Sigmund Freud dan Erik
Erikson.
Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori belajar dalam hal pandangan akan
pentingnya pengaruh lingkungan, termasuk lingkungan (miliu) primer, terhadap
perkembangan. Perbedaannya ialah bahwa teori psikodinamikan memandang
komponen yang bersifat sosio-afektif sangat fundamental dalam kepribadian dan
perkembangan seseorang.
Teori ini berpendapat bahwa perkembangan jiwa atau kepribadian seseorang
ditentukan oleh komponen dasar yang bersifat sosio-efektif, yakni keteganggan yang
ada dalam diri seseorang itu ikut menentukan dinamikanya ditengah lingkungannya.
Unsur-unsur yang sangat ditentukan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan
aspek-aspek internal lainya. Para teoritis psikodinamika percaya bahwa
perkembangan merupakan suatu proses aktif dan dinamis yang sangat dipengaruhi
oleh dorongan-dorongan atau impuls-impuls individual yang dibawa sejak lahir serta
pengalaman-pengalaman sosial dan emosional mereka.
Menurut teori Freud, seorang anak dilahirkan dengan dua macam kekuatan
(energi) biologik : libido dan nafsu mati. Kekuatan atau energi ini menguasai semua
orang atau semua benda yang berarti atau yang penting bagi anak, melalui proses
yang oleh Freud disebut khatexis, khatexis berarti konsentrasi energi psikis terhadap
suatu objek atau suatu ide yang spesifik atau terhadap suatu person yang spesifik.
Erikson meluaskan teori Freud dengan mencoba meletakan hubungan antara gejala-
gejala budaya masyarakat dipihak lain. Erikson juga membagi hidup manusia dalam
fase-fase berdasarkan proses-proses tertentu beserta akibat-akibatnya.Proses-
proses tadi bisa berakibat baik atau tidak baik. Bila berakhir baik dapat
memperlancar perkembangan ,bila berakhir tidak baik dapat menghambatnya.
Struktur anak pada waktu dilahirkan adalah apa yang disebut “Das Es”. “Das Es”
ini mendorong anak untuk memuaskan nafsu-nafsunya (prinsip kenikmatan). Tetapi
di dalam perkembangannya anak tertumbuk pada realita keliling hingga terpaksa
harus mengadakan suatu kompromi (prisnip realitas). Dari kenyataan ini timbullah
di dalam struktur “Das Es” suatu komponen lain yaitu “Das Ich” (aku) yang berfungsi
sebagai penentuan diri, baik terhadap dunia luar maupun terhadap “Das Es”. Dengan
demikian pemuasan nafsu ditunda hingga saat-saat yang sesuai dengan realitas.
Kadang-kadang pemuasan nafsu tersebut diubah bentuknya hingga dapat diterima
oleh norma relitas.
Kemudian karena pengaruh lingkungan social pada masa kanak-kanak, yaitu
pengaruh orang tua, terbentuklah “Das Ueber-ich” di dalam “Das Ich” seseorang.
“Ueber-ich” tadi mengatur tingkah laku “Ich” dan mengatur tuntutan yang datang
dari “Es”. Kalau “Ich” tidak berhasil untuk untuk mengkompromikan tuntutan “Es”
dan tuntutan “Ueber-ich”, maka nafsu-nafsu yang berasal dari “Es” ditekan secara
tidak sadar. Hal ini berarti bahwa nafsu-nafsu tadi tidak manifest, tetapi
pengaruhnya masih ada secara laten. Seseorang lalu dapat melakukan hal-hal
tertentu yang tidak diketahui sendiri alasannya.
Teori perkembangan yang berorientasi psikodinamika tidak lagi mengakui
pendapat yang dulu dianut secara umum, bahwa perkembangan fungsi seksual baru
dimulai bersamaan dengan pertumbuhan organ kelamin pada masa remaja. Libido
yang juga disebut seksualitas, sesuai dengan tujuan dan arahnya, sudah melalui
berfungsi sejak anak dilahirkan.
Kehidupan seksual mempunyai fungsi memberi kenikamatan pada bagian-
bagian badan tertentu; baru kemudian sesudah mencapai tingkatan tertentu dalam
perkembangan, maka seksualitas dimaksudkan untuk kepentingan reproduksi
(pengembang-biakan). Dalam proses perkembangan ada tiga daerah badan tertentu
yang dapat memberikan kenikmatan (daerah erogen), yaitu mulut, anus, dan organ-
organ genital. Mulut adalah sumber kenikmatan utama, tidak hanya karena melalui
mulut bayi memperoleh makanan, atau karena dalam menyusu ia dapat merasakan
kehangatan ibu melalui mulutnya, melainkan karena gerakan menhisap yang ritmis
itu sendirilah memberikan kenikmatan tersendiri. Berhubung dengan itulah maka
mulut dalam fase oral ini merupakan alat pertama bagi anak untuk memperoleh
kesan-kesan. Semuanya dibawa ke mulut untuk dihisapnya. Bila nanti tumbuh gigi-
giginya, maka sudah dalam fase inilah timbul implus agresif (sadistis) yang akan
berkembang penuh pada fase yang berikutnya, yaitu fase anak yang sadistis. Dalam
fase ini kenikmatan dialami pada fungsi pembuangan, yaitu pada waktu menahan
dan bermain-main dengan faces (kotoran) juga senang bermain-main dengan lumpur
dan senang melukis dengan jari (“fingerpainting”) yaitu mengecat langsung dengan
jari yang mempunyai tujuan psikoterapi, yaitu penyaluran kecemasan dan agresi.
Dalam fase ini nampak jelas hambatan yang datang dari lingkungan dalam
bentuk pendidikan akan kebersihan, larangan terhadap kecenderungan destruktif
dan hambatan terhadap kemauman yang secara agresif ingin dipaksakannya.
Sesudah fase ini datanglah lambat laun fase faliis, sesuai dengan nama organ genital
laki-laki (phallus) yang kemudian merupakan daerah kenikmatan seksual anak laki-
laki. Sebaliknya anak wanita merasakan akan kekurangan akan penis karena hanya
mempunyai klitoris. Terjadilah jalan simpang bagi anak wanita dan anak laki-laki.
Anak laki-laki pada masa ini mengalami konflik Oedipus sesuai dengan nama raja
Yunani Oedipus yang tanpa diketahuinya telah kawin dengan ibunya sendiri setelah
membunuh ayah yang tidak dikenalnya. Anak laki-laki ingin bermain-main dengan
penisnya atau masturbasi dan dengan penis tersebut juga ingin merasakan
kenikmatan pada ibu. Tetapi keinginannya ini menimbulkan ketakutan yang
mendalam terhadap ayah. Anak mengira bahwa ayah akan melakukan pembalasan
terhadap dirinya dengan memotong penis atau kastrasi. Perkiraan ini diperkuat
waktu melihat badan adiknya wanita. Ia begitu terkejut sehingga timbul trauma yang
menyebabkan keinginannya didesak ke dalam ketidaksadaran. Dengan demikian
terjadi masa latensi. Dalam masa latensi seksualitas seakan-akan mengendap, tidak
aktif, dalam keadaan laten. Tetapi dalam keadaan laten ini dimungkinkan juga seuatu
pengolahan seksualitas dari dalam yang menimbulkan rasa mesra dalam diri anak.
Fase ini juga merupakan fase yang sebaik-baiknya bagi perkembangan kecerdasan
(masa sekolah). Terutama setelah fase anal yang sadistis, anak wanita mengalami iri
hati yang mendalam terhadap anak laki-laki (Penis envy) yang banyak menentukan
perkembangan kepribadiannya, yaitu dengan timbulnya rasa rendah diri pada
wanita.
Iri hati akan penis ini dapat mengakibatkan penolakan seksualitas yang dapat
mempengaruhi perkembangan erotic serta menghambat kemungkinan mencapai
kebahagiaan dalam hubungan seks dengan orang lain nantinya. Dengan
pertumbuhan oragn-organ kelamin pada masa remaja timbulah fase terakhir yaitu
fase genital ini, organ-organ genital menjadi sumber kenikmatan sedangkan
kecenderungan lain ditekan. Bila dalam hubungan ini norma “Uber-ich” anak terlalu
tinggi, misalnya karena tekanan orangtua, maka munculnya kebutuhan seks dapat
menyebabkan gangguan batin yang serius.
Teori perkembangan yang berorientasi psikodinamika mempunyai kelemahan,
yaitu tidak dapat diuji secara empiris. Teori tersebut menitikberatkan akan
perkembangan sosio-afektif. Bila dalam teori ini seksualitas menduduki tenmpat
yang utama, perlu diketahui juga bahwa libido dan agresi (sebagai pernyataan nafsu
mati) selalu berjalan bersama. Jadi kalua misalnya seksualitas ditekan karena norma
pendidikan orangtua maka agresi ikut ditekan juga. Hal ini mempunyai pengaruh
yang menentukan bagi perkembangan kepribadian anak.
Erikson meluaskan teori Freud yang agak menyebelah ini dengan mencoba
meletakan hubungan antara gejala spikis dan edukatif disatu pihak dan gejala
masyarakat budaya dipihak yang lain. Suatu kehidupan bersama ditandai oleh cara
anak asuh dalam lingkungan hidup mereka yang wajar. Misalnya sebagai contoh
Erilkson mencoba mengartikan cara pendidikan orang Amerika dan pentingnya
peranan ibu dalam menciptakan “home” dirumah, khususnya dalam waktu banyak
pionir sedang pergi jauh keluar dari lingkungannya sendiri dalam masyarakat seperti
itu maka seorang ibu dalam milieu primer tadi menjadi figure yang sangat
menentukan. Dia akan memberikan kasih saying pada mereka yang patuh dan
bergantung padanya dan menolak mereka yang membangkang. Dalam masyarakat
semacam itu maka orang yang merusak kekuatan kehidupan bersama tidak dapat
diterima. Disini dapat dilihat bahwa Erikson kurang mengindahkan pengaruh
kelembagaan modern dalam masyarakat.
Walaupun begitu, cara pendekatan Erikson bersifat normopsikologis ditinjau
dari pendekatan spikologi sepanjang hidup cukup relefan untuk ditinjau sejenak.
Erikson membagi hidup manusia menjadi beberapa fase atas dasar proses-proses
tertentu beserta akibat-akibatnya. Proses-proses tadi dapat berakhir-akhir baik atau
tidak baik. Berakhir baik dapat mempelancar perkembangan, jika tidak baik akan
menghambatnya. Dari segi pandangan spikologi perkembangan, maka pada setiap
fase seseorang mempunyai tugas yang harus diselesaikan dengan baik.
a. Teori Perkembangan Anak Perspektif Psikodinamika Freud
Menurut Freud, kepribadian individu telah terbentuk pada akhir tahun ke lima,
dan perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan penghalusan
struktur dasar itu. Selanjutnya Freud menyatakan bahwa perkembangan kepribadian
berlangsung melalui 5 fase, yang berhubungan dengan kepekaan pada daerah-daerah
erogen atau bagian tubuh tertentu yang sensitif terhadap rangsangan. Kelima fase
perkembangan kepribadian adalah sebagai berikut:
1) Fase oral (oral stage): 0 sampai kira-kira 18 bulan
Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga
perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk
makan, dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan
memuaskan seperti mencicipi dan mengisap.Karena bayi sepenuhnya tergantung
pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga
mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral.
Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi
kurang bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud
percaya individu akan memiliki masalah dengan ketergantungan atau agresi. Fiksasi
oral dapat mengakibatkan masalah dengan minum, merokok makan, atau menggigit
kuku.
2) Fase anal (anal stage) : kira-kira usia 18 bulan sampai 3 tahun
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada
pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini
adalah pelatihan toilet.Anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan
tubuhnya.Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di
mana orang tua melakukan pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang
memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang
tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan
produktif.Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini menjabat
sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan
kreatif.
Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa
anak-anak perlukan selama tahap ini.Beberapa orang tua ‘bukan menghukum,
mengejek atau malu seorang anak untuk kecelakaan. Menurut Freud, respon
orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil negatif. Jika orangtua mengambil
pendekatan yang terlalu longgar, Freud menyarankan bahwa yang mengusir
kepribadian dubur dapat berkembang di mana individu memiliki, boros atau
merusak kepribadian berantakan.Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet
training terlalu dini, Freud percaya bahwa kepribadian kuat anal berkembang di
mana individu tersebut ketat, tertib, kaku dan obsesif.
3) Fase falis (phallic stage) : kira-kira usia 3 sampai 6 tahun
Pada tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak
juga menemukan perbedaan antara pria dan wanita.Freud juga percaya bahwa anak
laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang
itu.Kompleks Oedipus menggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan
keinginan untuk menggantikan ayah. Namun, anak juga khawatir bahwa ia akan
dihukum oleh ayah untuk perasaan ini, takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
4) Fase laten (latency stage) : kira-kira usia 6 sampai pubertas
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi
diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap
ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan
kepercayaan diri.
5) Fase genital (genital stage): terjadi sejak individu memasuki pubertas dan
selanjutnya
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat
seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal hanya fokus
pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama
tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus
seimbang, hangat dan peduli.Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan
keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.

b. Teori Perkembangan Anak Perspektif Psikodinamika Erikson


Teorinya yang paling terkenal adalah Erikson’s Ego Psychology (Psikologi Ego
Erikson) yaitu teori perkembangan kepribadian yang mirip dengan karya Freud,
namun bedanya bahwa Erikson menerapkan teori ini dalam konteks psikososial,
menambah sejumlah tahapan lagi, dan menekankan faktor ego dari pada Id. Erik
Erikson mengatakan bahwa terdapat delapan tahap perkembangan terbentang
ketika kita melampaui siklus kehidupan. Masing-masing tahap terdiri dari tugas
perkembangan yang khas dan mengedepankan individu dengan suatu krisis yang
harus dihadapi. Bagi Erikson, krisis ini bukanlah suatu bencana, tetapi suatu titik
balik peningkatan kerentanan dan peningkatan potensi. Semakin berhasil individu
mengatasi krisis, akan semakin sehat perkembangan mereka. Berikut adalah
beberapa tahap krisis perkembangan menurut Erik Erikson:
1) Kepercayaan vs ketidakpercayaan (trust versus mistrust) sejak lahir hingga usia
12-18 bulan
Adalah suatu tahap psikososial pertama yang dialami dalam tahun pertama
kehidupan. Suatu rasa percaya menuntut perasaan nyaman secara fisik dan sejumlah
kecil ketakutan serta kekuatiran akan masa depan. Kepercayaan pada masa bayi
menentukan harapan bahwa dunia akan menjadi tempat tinggal yang baik dan
menyenangkan.
2) Autonomi vs rasa malu dan ragu (autonomy versus shame and doubt)usia 12-18
bulan hingga 3 tahun
Adalah tahap perkembangan kedua yang berlangsung pada masa bayi dan baru
mulai berjalan (1-3 tahun). Setelah memperoleh rasa percaya kepada pengasuh
mereka, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah atas
kehendaknya.Mereka menyadari kemauan mereka dengan rasa mandiri dan otonomi
mereka. Bila bayi cenderung dibatasi maka mereka akan cenderung mengembangkan
rasa malu dan keragu-raguan.
3) Inisiatif vs rasa bersalah (initiative versus guilt)usia 3-6 tahun
Merupakan tahap ketiga yang berlangsung selama tahun-tahun sekolah.Ketika
mereka masuk dunia sekolah mereka lebih tertantang dibanding ketika masih
bayi.Anak-anak diharapkan aktif untuk menghadapi tantangan ini dengan rasa
tanggung jawab atas perilaku mereka, mainan mereka, dan hewan peliharaan
mereka.Anak-anak bertanggung jawab meningkatkan prakarsa.Namun, perasaan
bersalah dapat muncul, bila anak tidak diberi kepercayaan dan dibuat mereka sangat
cemas.
4) Indistri vs inferioritas (industry versus inferiority)usia 6 tahun-pubertas
Berlangsung selama tahun-tahun sekolah dasar. Tidak ada masalah lain yang
lebih antusias dari pada akhir periode masa awal anak-anak yang penuh imajinasi.
Ketika anak-anak memasuki tahun sekolah dasar, mereka mengarahkan energi
mereka pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual.Yang berbahaya
pada tahap ini adalah perasaan tidak kompeten dan tidak produktif.
5) Identitas vs kekacauan identitas (identity versus identity confusion) pubertas-
dewasa awal
Adalah tahap kelima yang dialami individu selama tahun-tahun masa remaja.
Pada tahap ini mereka dihadapkan oleh pencarian siapa mereka, bagaimana mereka
nanti, dan ke mana mereka akan menuju masa depannya. Satu dimensi yang penting
adalah penjajakan pilihan-pilihan alternatif terhadap peran.Penjajakan karir
merupakan hal penting.Orangtua harus mengijinkan anak remaja menjajaki banyak
peran dan berbagai jalan. Jika anak menjajaki berbagai peran dan menemukan peran
positif maka ia akan mencapai identitas yang positif.
Jika orangtua menolak identitas remaja sedangkan remaja tidak mengetahui
banyak peran dan juga tidak dijelaskan tentang jalan masa depan yang positif maka
ia akan mengalami kebingungan identitas.
6) Imitasi vs isolasi (intimacy versus isolation) dewasa awal
Tahap keenam yang dialami pada masa-masa awal dewasa. Pada masa ini
individu dihadapi tugas perkembangan pembentukan relasi intim dengan orang lain.
Saat anak muda membentuk persahabatan yang sehat dan relasi akrab yang intim
dengan orang lain, keintiman akan dicapai, kalau tidak, isolasi akan terjadi.
7) Produktivitas vs stagnasi (generality versus stagnation) dewasa tengah
Tahap ketujuh perkembangan yang dialami pada masa pertengahan dewasa.
Persoalan utama adalah membantu generasi muda mengembangkan dan
mengarahkan kehidupan yang berguna (generality).Perasaan belum melakukan
sesuatu untuk menolong generasi berikutnya adalah stagnation.
8) Integritas evo vs putus asa (integrity versus despair) dewasa akhir
Tahap kedelapan yang dialami pada masa dewasa akhir. Pada tahun terakhir
kehidupan, kita menoleh ke belakang dan mengevaluasi apa yang telah kita lakukan
selama hidup. Jika ia telah melakukan sesuatu yang baik dalam kehidupan lalu maka
integritas tercapai. Sebaliknya, jika ia menganggap selama kehidupan lalu dengan
cara negatif maka akan cenderung merasa bersalah dan kecewa.
Erikson menambahkan dasar dari orientasi teorinya mengenai tahapan
perkembangan psikososial, penekanan pada identitas, dan perluasan metodologi.
1) Tahapan perkembangan psikososial
Erikson mencoba meletakan hubungan antara gejala psikis dan sisi edukatif,
serta hal yang sangat penting dalam menentukan perkembangan hidup individu.
Pandanganya menyatakan bahwa masyarakat memainkan peran yang sangat
penting dalam perkembangan psikososial individu. Peranan ini dimulai dari
aturan atau budaya masyarakat sampai pola asuh orang tua.
2) Penekanan pada identitas
Identitas merupakan suatu hal yang sangat penting bagi individu, sehingga
secara sadar maupun tidaj sadar individu tersebut selalu mencari identitas
dirinya. Bila proses pencarian identitas berjalan baik, maka untuk tahapan
perkembangan selanjutya akan semakin kuat, walaupun akan tetap mencapai
krisis pada masa remaja.
3) Perluasan metode psikoanalisis
Dalam mempelajari individu ada 3 metode yang dapat digunakan untuk
mempelari perkembangannya, yaitu; observasi langsung, perbandingan cross-
cultural, dan sejarah psikologi.

6. Teori Kemungkinan Berkembang


Teori ini berlandaskan pada alasan-alasan:
a. Anak adalah makhluk manusia yang hidup
b. Waktu dilahirkan anak dalam kondisi tidak berdaya, sehingga ia
membutuhkan perlindungn
c. Dalam perkembanagan anak melakukan kegiatan yang bersifat pasif
(menerima) dan aktif (eksplorasi)
Yang menyampaikan teori ini adalah Dr. M.J. Langeveld salah seorang ilmuwan
dari belanda.

7. Teori Interaksionisme
Pelopor teori interaksionisme adalah Piaget (1974). Pendapatnya agak
menyebelah karena Piaget hanya mementingkan perkembangan intelektual dan
perkembangan moral yang berhubungan dengan itu. Disini moral dipandang sebagai
berhubungan dengan intelektual anak.
Inti pengertian teori pieget adalah bahwa pekembangan harus dipandang
sebagai kelanjutan genesa-embrio. Perkembangan tersebut berjalan melalui berbagai
stadium dan membawa anak kedalam tingkatan berfungsi dan tingkatan struktur
yang lebih tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ini, antara lain:
a. faktor pemaksaan.
b. faktor pengalaman.
c. faktor trasmisi sosial.
Dalam proses perkembangan dibedakan adanya tiga macam hasil interaksi
genotip dan lingkungan, yaitu:
a. hasil interaksi yang bersifat pasif.
b. hasil interaksi yang bersifat atokatif.
c. hasil interkasi yang bersifat aktif.

8. Teori Belajar
Persepektif ini mengemukakan bahwa kunci untuk memahami perkembangan
terletak pada perilaku yang dapat diamati dan respons individu terhadap stimuli
lingkungan. Asumsinya adalah bahwa perilaku merupakan respon yang dipelajari
terhadap penguatan (reinforcement)yang diberikan oleh lingkungan.
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar,
yaitu: teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar
konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif
diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan
pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebuah
proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide baru atau konsep.
a. Teori belajar Behaviorisme
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
b. Teori Belajar kognitivisme
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes
terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini
memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran
melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan
antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini
menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan
Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda.
Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh
utama terhadap belajar.Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan
bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh
informasi dari lingkungan.
c. Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat
diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang
berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi)
pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan
masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena
mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih
pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa
terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.

9. Teori-Teori Konstreuktivis Dan Konstreuktivis Sosial


Secara umum, pendekatan konstruktivisme sosial menekankan pada konteks
sosial dari pembelajaran dan bahwa pengetahuan itu dibangun dan dikontruksi
secara bersama (mutual). Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi
murid untuk mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman mereka saat mereka
bertemu dengan pemikiran orang lain dan saat mereka berpartisipasi dalam
pencarian pemahaman bersama. Dengan cara ini, pengalaman dalam konteks sosial
memberikan mekanisme penting untuk perkembangan pemikiran murid.
Menurut Vygotsky, ada dua prinsip penting berkenaan dengan teori
konstruktivisme sosialnya, yaitu:
a. Mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi sosial yang dimulai
proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar
informasi dan pengetahuan,
b. Zona of proximal development. Pendidik sebagai mediator memiliki peran
mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan,
pengertian dan kompetensi.
Salah satu prinsip kunci yang diturunkan teori Konstruktivisme sosial adalah
penekanan pada hakikat sosial dari pembelajaran. Vygotsky mengemukakan bahwa
siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih
mampu. Berdasarkan teori ini dikembangkanlah pembelajaran kooperatif, yaitu
siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika
mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.
Selain itu, Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam
upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) Siswa mencapai keberhasilan
dengan baik, (2) Siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) Siswa gagal
meraih keberhasilan. Jika siswa tidak mampu memecahkan masalahnya, maka
guru/pendidik harus menggunakan scaffolding. Scaffolding, berarti memberikan
kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal
pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan
kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin
besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan
pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke
dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial
dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan
makna adalah dialog antar pribadi dalam hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan
akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh
individu lain. Karena menurut teori ini bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam
interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam
belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Dalam
penjelasan lain, mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi
antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam
belajar.

10. Teori Kognitif


Secara umum kognitif diartikan sebagai potensi intelektual yang terdiri dari
tahapan: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan
(aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation).Kognitif
berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan
kemampuan rasional (akal). Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau
upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang
lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih
menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara
kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.
a. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1)
kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu
hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi sosial, yaitu
pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan sosial,
dan 4) ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri
organisme agar dia selalu mempau mempertahankan keseimbangan dan
penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
1) Kematangan
Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak
memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan
membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu
akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan berlangsung
dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak dengan
lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.
2) Pengalaman
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru,
tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan
pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman
tersebut.
3) Interaksi Sosial
Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman fisik
dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif.
4) Ekuilibrasi
Proses pengaturan diri dan pengoreksi diri (ekuilibrasi), mengatur interaksi
spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman
sosial dan perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif
berjalan secara terpadu dan tersusun baik.
Dalam pandangan Piaget, anak-anak secara aktif membangun dunia kognitif
mereka dengan menggunakan skema untuk menjelaskan hal-hal yang mereka alami.
Skema adalah struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi
diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual. Piaget (1952)
mengatakan bahwa ada dua proses yang bertanggung jawab atas seseorang
menggunakan dan mengadaptasi skema mereka:
1) Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang
sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung
memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke
dalam skema yang sudah ada sebelumnya.
2) Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau
penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan
skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema
yang baru sama sekali.
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang
berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
1) Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik
(gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada mulanya
pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila
ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk
mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghilang dari pandangannya,
asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang
hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah
dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya
pun mulai dikatakan matang.Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik
ke dalam simbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan,
suara binatang, dll.
2) Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Pada
tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit
daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-objek yang kelihatannya
berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada
pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan ( conservation),
yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll.Selain dari itu, ciri-ciri anak
pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau
lebih secara bersamaan.
3) Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan
bantuan benda benda konkrit.Kemampuan ini terwujud dalam memahami
konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu
memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif.Anak
pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi
hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional
konkrit).Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini
masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika.
4) Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)
Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan
hal-hal yang abstrak dan menggunakan logika.Penggunaan benda-benda konkret
tidak diperlukan lagi.Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan
dengan objek atau peristiwa berlangsung.Penalaran terjadi dalam struktur
kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide,
astraksi dan generalisasi.Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk
melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-
hubungan, memahami konsep promosi.
b. Teori Perkembangan Kognitif Vygotsky
Seperti Piaget, Vygotsky menekankan bahwa anak-anak secara aktif menyusun
pengetahuan mereka. Akan tetapi menurut Vygotsky, fungsi-fungsi mental memiliki
koneksi-koneksi sosial.Vygotsky berpendapat bahwa anak-anak mengembangkan
konsep-konsep lebih sistematis, logis, dan rasional sebagai akibat dari percakapan
dengan seorang penolong yang ahli.
1) Konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPP)
Zona Perkembangan Proksimal adalah istilah Vygotsky untuk rangkaian tugas
yang terlalu sulit dikuasai anak seorang diri tetapi dapat diipelajari dengan
bantuan dan bimbingan orang dewasa atau anak-anak yang terlatih.Menurut
teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal merupakan celah antara actual
development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak
dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak
dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan
teman sebaya.Batas bawah dari ZPD adalah tingkat keahlian yang dimiliki anak
yang bekerja secara mandiri.Batas atas adalah tingkat tanggung jawab tambahan
yang dapat diterima oleh anak dengan bantuan seorang instruktur. Maksud dari
ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan
perkembangan anak.
2) Konsep Scaffolding
Scaffolding ialah perubahan tingkat dukungan.Scaffolding adalah istilah terkait
perkembangan kognitif yang digunakan Vygotsky untuk mendeskripsikan
perubahan dukungan selama sesi pembelajaran, dimana orang yang lebih
terampil mengubah bimbingan sesuai tingkat kemampuan anak. Dialog adalah
alat yang penting dalam ZPD. Vygotsky memandang anak-anak kaya konsep
tetapi tidak sistematis, acak, dan spontan. Dalam dialog, konsep-konsep tersebut
dapat dipertemukan dengan bimbingan yang sistematis, logis dan rasional.
3) Bahasa dan Pemikiran
Menurut Vygotsky, anak menggunakan pembicaraan bukan saja untuk
komunikasi sosial, tetapi juga untuk membantu mereka menyelesaikan tugas.
Lebih jauh Vygotsky yakin bahwa anak pada usia dini menggunakan bahasa unuk
merencanakan, membimbing, dan memonitor perilaku mereka. Vygotsky
mengatakan bahwa bahasa dan pikiran pada awalnya berkembang terpisah dan
kemudian menyatu. Anak harus menggunakan bahasa untuk berkomunikasi
dengan orang lain sebelum mereka dapat memfokuskan ke dalam pikiran-
pikiran mereka sendiri. Anak juga harus berkomunikasi secara eksternal dan
menggunakan bahasa untuk jangka waktu yang lama sebelum mereka membuat
transisi dari kemampuan bicara ekternal menjadi internal.

11. Teori Konstekstual


Teori kontekstual memandang perkembangan sebagai proses yang terbentuk
dari transaksi timbal balik antara anak dan konteks perkembangan system fisik,
sosial, kutural, dan histories dimana interaksi tersebut terjadi. Ada dua teori
kontekstual, yaitu teori etologis dan teori ekologis.
Pendekatan etologi difokuskan pada asal usul evolusi dari tingkah laku dan
menekankan tingkah laku yang terjadi dalam lingkungan alamiah.Teori etologi
mengenai perkembangan menekankan bahwa perilaku sangat dipengaruhi oleh
biologi, terkait dengan evolusi, dan ditandai oleh periode-periode krisis atau
sensitive.
Berbeda dengan teori etologis, teori ekologis memberikan penekanan pada
system lingkungan.Tokoh utama teori ekologi adalh Urie Brofenbrenner. Pendekatan
ekologi terhadap perkembangan mengajukan bahwa konteks dimana berlangsung
perkembangan individu, baik kognitifnya, sosioemosional, kapasitas dan
karakteristik motivasional, maupun partisipasi aktifnya merupakan unsur-unsur
penting bagi perkembangan. Teori-teori kontekstual yaitu:
a. Intra-personal communication adalah proses komunikasi yang terjadi dalam diri
seseorang. Teori komunikasi intra-pribadi umumnya membahas mengenai
proses pemahaman, ingatan, dan interprestasi terhadap simbol-simbol yang
ditangkap melalui panca-indra.
b. Inter-personal communication adalah komunikasi antar perorangan dan bersifat
pribadi, baik yang terjadi secara langsung ataupun tidak langsung. Teori antar
pribadi umumnya memfokuskan pengamatannya pada bentuk-bentuk dan sifat
hubungan, percakapan, interaksi, dan karakteristik komunikator.
c. Group communication adalah komuikasi yang dilakukan oleh kelompok dan teori
ini memfokuskan pembahsannya pada interaksi diantaranya orang-orang dalam
kelompok kecil.
d. Organizational communication adalah komunikasi organisasi dan merujuk
kepada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan
organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi formal dan informal, serta
komunikasi antar pribadi dan komunikasi kelompok.
e. Mass communication atau sering disebut komunikasi massa adalah komunikasi
melalui media massa yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang besar.,
Teori ini memfokuskan perhatiannya pada hal-hal ynag menyangkut struktur
media, hubugan media dengan masyarakat, aspek-aspek budaya dari komunikasi
massa, serta hasil komunikasi massa terhadap individu.

12. Teori Behavior dan Belajar Sosial


Teori  Behavior (perilaku) adalah kegiatan Behavior dan Belajar Sosial
organisme yang dapat diamati dan yang bersifat umum mengenai otot- otot dan
kelenjar-kelenjar sekresi eksternal sebagaimana terwujud pada gerakan bagian-
bagian tubuh atau pada pengeluaran air mata, keringat. Di luat tradisi behavioral,
berkembang kayakinan bahwa perkembangan adalah perilaku yang dapat diamati,
yang dipelajari melalui pengalaman.
Mula-mula teori ini dikembangkan oleh John B. Watson (1878-1958). J. B.
Watson dalam teorinya mengatakan psikologi itu berkait rapat dengan tingkahlaku
dan bukannya berkaitan dengan ingatan atau dengan kesedaran manusia.Beliau telah
mengaitkan segala tingkahlaku dengan pergerakan. Sebagai contoh, teori tingkahlaku
menjelaskan bahawa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkahlaku dimana
reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk meransang belajar dalam
berperilaku.
Contoh yang mudah bagi kita fahami dalam kehidupan harian ialah berkenaan
dengan fungsi lampu isyarat di atas jalan raya yang boleh dikaitkan dengan teori
tingkahlaku Watson.Setiap pemandu kenderaan telah didedahkan atau telah diajar
oleh pihak kerajaan tentang peranan dan fungsi warna pada lampu isyarat iaitu
warna merah, kuning dan hijau.Ketiga-tiga warna ini memainkan peranan yang
sangat penting dimana warna merah bermaksud berhenti, warna kuning sedia
berhenti dan warna hijau bermaksud bergerak. Namun setelah kebiasaan, peranan
warna ini diamalkan oleh rakyat di negara kita mahupun di negara-negara asing,
pemandu yang memandu pada waktu tengah malam tanpa ada kenderaan lain akan
berhenti di kawasan lampu isyarat apabila warna merah dipamerkan.
Menurut Albert BanduraTeori belajar sosial atau disebut juga teori observational
learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan
teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme
lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis
atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil
interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar
belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar
sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku
(modeling).Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui
pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan
perilaku sosial mana yang perlu dilakukanKonsep Bandura menempatkan manusia
sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri, mempengaruhi tingkah laku
dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan
konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri.

13. Model-Model Transaksional Perkembangan


Teori analisis transaksional merupakan karya besar Eric Berne, yang ditulisnya
dalam buku Games People Play. Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari
kelompok Humanisme. Teori analisis transaksional merupakan teori terapi yang
sangat populer dan digunakan dalam konsultasi pada hampir semua bidang ilmu-
ilmu perilaku. Teori analisis transaksional telah menjadi salah satu teori komunikasi
antarpribadi yang mendasar.
Kata transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran dalam suatu hubungan.
Dalam komunikasi antarpribadi pun dikenal transaksi. Yang dipertukarkan adalah
pesan-pesan baik verbal maupun nonverbal. Analisis transaksional sebenarnya ber-
tujuan untuk mengkaji secara mendalam proses transaksi (siapa-siapa yang terlibat
di dalamnya dan pesan apa yang dipertukarkan).
Dalam diri setiap manusia, seperti dikutip Collins, memiliki tiga status ego. Sikap
dasar ego yang mengacu pada sikap orangtua (Parent= P. exteropsychic); sikap orang
dewasa (Adult=A. neopsychic); dan ego anak (Child = C, arheopsychic). Ketiga sikap
tersebut dimiliki setiap orang (baik dewasa, anak-anak, maupun orangtua).
Sikap orangtua yang diwakili dalam perilaku dapat ter1ihat dan terdengar dari
tindakan maupun tutur kata ataupun ucapan-ucapannya. Seperti tindakan
menasihati orang lain, memberikan hiburan, menguatkan perasaan, memberikan
pertimbangan, membantu, melindungi, mendorong untuk berbuat baik adalah sikap
yang nurturing parent (NP). Sebaliknya ada pula sikap orang tua yang suka
menghardik, membentuk, menghukum, berprasangka, melarang, semuanya disebut
dengan sikap yang critical parent (CP).
Setiap orang juga menurut Berne memiliki sikap orang dewasa. Sikap orang
dewasa umumnya pragmatis dan realitas. Mengambil kesimpulan, keputusan
berdasarkan fakta-fakta yang ada. Suka bertanya, mencari atau menunjukkan fakta-
fakta, bersifat rasional dan tidak emosional, bersifat objektif dan sebagainya. Sikap
lain yang dimiliki juga adalah sikap anak-anak. Dibedakan antara natural child (NC)
yang ditunjukkan dalam sikap ingin tahu, berkhayal, kreatif, memberontak.
Sebaliknya yang bersifat adapted child (AC) adalah mengeluh, ngambek, suka pamer,
dan bermanja diri.
Ketiga sikap itu ibarat rekaman yang selalu diputar-putar bagai piringan hitam
dan terus bernyanyi berulang-ulang di saat dikehendaki dan dimungkinkan.
Karenanya maka sering anda berkata : si Pulan sangat dewasa; si Iteung kekanak-
kanakan; atau si Ucok sok tua, mengajari/menggurui.
Bagaimana cara mengetahui sikap ego yang dimiliki setiap orang? Berne
mengajukan empat cara, yaitu:

a. Melihat tingkah laku nonverbal maupun verbal yang digunakannya. Tingkah laku
nonverbal tersebut pada umumnya sama namun dapat dibedakan kode-kode
simbolnya pada setiap orang sesuai dengan budaya yang melingkupinya. Di
samping nonverbal juga melalui verbal, misalnya pilihan kata. Seringkali
(umumnya) tingkah laku melalui komunikasi verbal dan nonverbal berbarengan.

b. Mengamati bagaimana sikap seseorang ketika bergaul dengan orang lain.


Dominasi satu sikap dapat dilihat kalau Pulan sangat menggurui orang lain maka
Pulan sangat dikuasai oleh P dalam hal ini critical parent. Si Iteung suka ngambek
maka Iteung dikuasai oleh sikap anak. Si Ucok suka bertanya dan mencari fakta-
fakta atau latar belakang suatu kejadian maka ia dikuasai oieh sikap dewasa.

c. Mengingat kembali keadaan dirinya sewaktu masih kecil; hal demikian dapat
terlihat misalnya dalam ungkapan : buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Cara
berbicara, gerak-gerik nonverbal mengikuti cara yang dilakukan ayah dan ibunya
yang anda kenaI.

d. Mengecek perasaan diri sendiri, perasaan setiap orang muncul pada konteks,
tempat tertentu yang sangat mempengaruhi apakah lebih banyak sikap orang
tua, dewasa, ataupun anak-anak sangat menguasai mempengaruhi seorang.

Berne juga mengemukakan terdapat beberapa faktor yang menghambat


terlaksananya transaksi antarpribadi, atau keseimbangan ego sebagai sikap yang
dimiliki seseorang itu. Terdapat dua hambatan utama yaitu:

a. Kontaminasi (contamination). Kontaminasi merupakan pengaruh yang kuat dari


salahsatu sikap atau lebih terhadap seseorang sehingga orang itu “berkurang”
keseimbangannya.
b. Eksklusif (exclusive); penguasaan salah satu sikap atau lebih terlalu lama pada
diri seseorang. Misalnya sikap orang tua yang sangat mempengaruhi seseorang
dalam satu waktu yang lama sehingga orang itu terus menerus memberikan
nasihat, melarang perbuatan tertentu, mendorong dan menghardik.

Berne mengajukan tiga jenis transaksi antarpribadi yaitu: transaksi


komplementer, transaksi silang, dan transaksi tersembunyi.

a. Transaksi komplementer; jenis transaksi ini merupakan jenis terbaik dalam


komunikasi antarpribadi karena terjadi kesamaan makna terhadap pesan yang
mereka pertukarkan, pesan yang satu dilengkapi oleh pesan yang lain meskipun
dalam jenis sikap ego yang berbeda. Transaksi komplementer terjadi antara dua
sikap yang sama, sikap dewasa. Transaksi terjadi antara dua sikap yang berbeda
namun komplementer. Kedua sikap itu adalah sikap orang tua dan sikap anak-
anak. Komunikasi antarpribadi dapat dilanjutkan manakala terjadi transaksi
yang bersifat komplementer karena di antara mereka dapat memahami pesan
yang sama dalam suatu makna.

b. Transaksi silang; terjadi manakala pesan yang dikirimkan komunikator  tidak


mendapat respons sewajarnya dari komunikan. Akibat dari transaksi silang
adalah terputusnya komunikasi antarpribadi karena kesalahan dalam
memberikan makna pesan. Komunikator tidak menghendaki jawaban demikian,
terjadi kesalahpahaman sehingga kadang-kadang orang beralih ke tema
pembicaraan lain.
c. Transaksi tersembunyi; jika terjadi campuran beberapa sikap di antara
komunikator dengan komunikan sehingga salah satu sikap menyembunyikan
sikap yang lainnya. Sikap tersembunyi ini sebenarnya yang ingin mendapatkan
respons tetapi ditanggap lain oleh si penerima. Bentuk-bentuk transaksi
tersembunyi bisa terjadi jika ada 3 atau 4 sikap dasar dari mereka yang terlibat
dalam komunikasi antarpribadi namun yang diungkapkan hanya 2 sikap saja
sedangkan 1 atau 2 lainnya tersembunyi. Jika terjadi 3 sikap dasar sedangkan
yang lainnya disembunyikan maka transaksi itu disebut transaksi tersembunyi 1
segi (angular). Kalau yang terjadi ada 4 sikap dasar dan yang disembunyikan 2
sikap dasar disebut dengan dupleks.

B. Metode-metode perkembangan
1. Metode yang umum
Metode yang lebih umum mengandung dua pengertian, yaitu memberikan lebih
banyak data mengenai keseluruhan perkembangan atau beberapa aspeknya, dan
meninjau pengaruh factor endogen (bawaan) atau eksogen (lingkungan, khususnya
kebudayaan) bagi perkembangan seseorang. Yang dimana metode umum ini
terdapat 4 metode, yaitu :  
a. Metode Kros-seksional/Metode Transversal
Metode kros seksional adalah suatu pendekatan yang dipergunakan untuk
melakukan penelitian beberapa kelompok anak dalam jangka waktu yang
relative singkat. Sebaliknya dengan metode transversal atau metode
krosseksional diselidiki orang-orang atau kelompok orang dari tingkatan usia
yang berbeda-beda. Dengan mengambil kelompok orang dari tingkatan umur
yang berurutan akhirnya dapat juga ditemukan gambaran mengenai proses
perkembangan satu atau beberapa aspek kepribadian seseorang. Mungkin
gambaran yang akan diperoleh nanti agak kurang dapat dipercaya atau kurang
jelas karena tidak mengenai orang yang sama seperti halnya pada metode
longitudinal. Tetapi sebaliknya melalui metode transversal itu dapat diperoleh
pengertian yang lebih baik akan factor yang khas atau kurang khas bagi
kelompok-kelompok tertentu, karena dengan metode ini dapat diambil
kelompok-kelompok yang dapat diperbandingkan, misalnya meniliti orang dari
status yang berbeda-beda
b. Metode Longitudinal
Yang disebut metode longitudinal adalah cara menyelidiki anak dalam jangka
waktu yang lama, misalnya mengikuti perkembangan seseorang dari lahir sampai
mati, atau mengikuti perkembangan seseorang dalam sebagian waktu hidup,
misalnya selama masa kanak-kanak atau masa remaja. Dengan metode ini
biasanya diteliti beberapa aspek tingkah laku pada satu atau dua orang yang
sama dalam waktu beberapa tahun. Dengan begitu akan diperoleh gambaran
aspek perkembangan secara menyeluruh. Keuntungan metode longitudinal ini
iyalah bahwa suatu proses perkembangan dapat diikuti dengan teliti. Tetapi
kerugiannya ialah bahwa penyelidikian sangat tergantung pada orang yang
diselidiki tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal ini sering kali
menimbulkan kesulitan misalnya bila orang yang diselidiki tadi tiba-tiba pindah
tempat atau meninggal. Dengan pendekatan ini biasanya diteliti beberapa aspek
tingkah laku pada satu atau dua orang yang sama dalam waktu beberapa tahun.
Dengan begitu akan memperoleh gambaran aspek perkembangan secara
menyeluruh.
1) Keuntungan pendekatan longitudinal
a. Dapat menganalisis setiap perkembangan anak
b. Dapat meneliti kenaikan pertumbuhan
c. Member kesempatan untuk menganalisis hubungan antara proses
kematangan dengan proses pengalaman
d. Member kesempatan meneliti pengaruh budaya dan perubahan
lingkungan atas perilaku dan kepribadian
2) Kerugian pendekatan longitudinal
a. Umumnya membutuhkan penelitian tindak lanjut oleh para ahli yang
baru karena panjangnya waktu yang diliput
b. Biaya yang tinggi untuk melaksanakannya
c. Data banyak dan tidak praktis untuk dipakai
d. Sulit untuk mempertahankan sampel yang asli
e. Seringkali harus mengisi kesenjangan dengan laporan yang retrospeksi
(melihat kembali peristiwa-peristiwa kejiwaan yang terjadi)

c. Metode Sekuensial
Metode sekuensial ini merupakan kombinasi dari metode kros-
seksional/tranversal dan metode longitudinal. Misalnya selama tiga tahun, tetapi
diusahkan sedemikian rupa hingga usia kelompok yang satu terdiri dari pada
anak umur 12,13 dan 14 tahun; kelompok yang lain umur 14,15 dan 16 tahun.
Sifat longitudinalnya ada dalam mengikuti kelompok tadi selama tiga tahun
berturut-turut, sedangkan kros-seksionalnya dapat dilakukan dengan
membadingkan usia 14 tahun yang saling menutupi tadi mengenai beberapa
tingkah laku tertentu. Dalam banyak hal, pendekatan ini mulai dengan studi kros-
seksional yang mencakup individu dari usia yang berbeda. Berbulan-bulan atau
betahun-tahun setelah pengukuran awal, individu yang sama diuji lagi (ini
merupakan aspek longitudinal dari rancangan). Pada waktu selanjutnya,
sekelompok subjek baru diukur pada masing-masing tingkat usia. Kelompok
baru pada masing-masing tingkat ditambahkan pada waktu berikutnya untuk
mengontrol perubahan yang (gugur) dari studi, pengujian ulang mungkin telah
meningkat kinerja mereka.

d. Metode Cross-Cultural/Pendekatan Lintas Budaya


Metode Cross-Cultural adalah suatu pendekatan dalam penelitian yang
mempertimbangkan factor-faktor lingkungan atau kebudayaan yang
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Pendekatan ini banyak digunakan
uttuk mengetahui perbedaan-perbedaan atau persamaan-persamaan
perkembangan anak pada beberapa laatar belakang kebudayaan yang berbeda-
beda. Hal ini adalah karena dengan pendekatan ini dapat diperoleh pengertian
yang lebih mendalam tentang proses perkembangan sesorang. Melalui
pendekatan ini bisa dijelaskan hipotesa-hipotesa yang ada melalui factor-faktor
yang diperoleh. Antropologi budaya telah berjasa dengan menunjukkan bahwa
factor-faktor yang dulu dianggap sebagai factor kemasakan ternyata merupakan
hasil pengaruh lingkungan atau kebudayaan sekitar. Penghayatan kemasakan
seksual dalam masa remaja sangat dipengaruhi oleh perlakuan dan norma yang
ada dalam suatu kebudayaan tertentu. Diskrepansi antara kemasakan seksual
dan tingkah laku seksual sangat tergantung pada norma yang berlaku pada
kebudayaan tadi. Hal tersebut menyebabkan timbulnya berbagai penelitian
untuk membandingkan orang-orang dari usia yang sama tetapi hidup dalam alam
budaya yang berbeda–beda. Dengan demikian dapat diperoleh pengertian yang
lebih baik mengenai berbagai macam aspek dalam perkembanagn kepribadian
seseorang. Misalnya Piaget beranggapan bahwa perkembangan inteligensi
dimulai dengan suatu “stadium egosentris”; dalam stadium tersebut anak belum
dapat membedakan antara dirinya dan dunia luar. Perkembangan inteligensi
akan menyebabkan datangnya pengertian akan perbedaan itu. Nruner dapat
menunjukan bahwa anak Senegal tidak mengalami perkembangan semacam itu.
Begitu pula Reich mengemukakan bahwa pada orang eskimo sama sekali tidak
ada pembedaan antara individu dan dunia luar. Bila penemuan Bruner dan Reich
itu benar, maka ada kemungkinan perkembangan cara berpikir yang egosentris
ke cara berpikir yang objektif lebih menonjol atau lebih cepat terjadi pada anak
di Barat. Pendekatanlintas budaya (kros-kultural) ini memberikan pengertian
yang lebih mendalam akan proses perkembangan seseorang. Juga di Barat
banyak diadakan disana penelitian banding antara anak-anak yang berasal dari
suku bangsa yang berbeda–beda tetapi hidup dalam masyarakat yang sama
misalnya membandingkan anak kulit putih dengan anak negro di Amerik.
Perbedaan alam budaya atau perbedaan kultural semacam itu kadang-kadang
dimengerti sebagai perbedaan sub-kultural, yaitu perbedaan yang terdapat
dalam kelompok yang berbeda-beda yang hidup dalam masyarakat yang sama. Di
Amerika, orang negro tergolong kelas social ekonomi yang rendah. Ciri
perkembangan orang yang tidak berpendidikan, atau ciri anak yang hidup
dibagian kota yang miskin (slums diketemukan pada anak negro. Namun
penemuan masih terbuka untuk dikaji lebih lanjut. Jensen dapat menunjukan
bahwa orang negro memperoleh sekor beberapa angka lebih rendah dari pada
orang kulit putih dalam beberapa tes inteligensi secara dangkal kali ini
disimpulkan bahwa orang negro lebih kurang cerdas dari pada orang kulit putih.
Penelitian tersebut dilakukan terhadap terhadap kelompok orang negro dan
kelompok orang kulit putih yang kuran lebih sama latar belakang pendidikan dan
social ekonominya. Tes inteligensi yang dikenakan bersifat bebas budaya (culture
free) terdiri dari beberapa tes yang nonverbal sehingga bebas dari hambatan
Bahasa hal ini cukup penting karena banyak pendapat mengatakan bahwa
ditentukan oleh sub-budaya seseorang masih dapat dipermasalahkan yaitu
apakah motif prestasi, watak social dan sebagainya disini tidak mengambil
peranan yang penting misalnya tesraven yang dianggap “culture free” masih juga
dipengaruhi oleh latar belakang kultural orang yang jutes. Pendekatan lintas
budaya ini dengan jelas membuktikan bahwa motif prestasi banyak ditentukan
oleh factor kultural atau sub-kultural, dengan demikian pendekatan lintas budaya
memberikan sumbangan besar pada penelitian psikologi perkembangan.

2. Metode yang spesifik


Metode yang spesifik adalah cara-cara khusus yang digunakan untuk mengetahui
gejala perkembangan yang sedang timbul. Dalam rangka pendekatan yang telah
diuraikan di atas masih ada beberapa metode yang khusus dalam psikologi
perkembangan. Secara kasar dapat dibedakan antara metode eksperimental dan non-
eksperimental. Kebanyakan diantara kedua metode tersebut. Dengan pengertian ini
dapatlah dibicarakan secara singkat mengenai dua macam metode ini.
a. Metode Eksperimental
Metode eksperimental dapat dibedakan antara eksperimen murni dan
eksperimen lapangan. Perbedaan antara keduanya tersebut ada dalam tingkat
kemungkinannya dalam mengerti hubungan antara factor-faktor tertentu dengan
gejala-gejala perkembangan. Pada eksperimen murni maka control terhadap situasi
lebih dapat dilakukan dengan baik, dengan demikian hubungan antara suatu varibel
dengan suatu gejala perkembangan lebih dapat ditentukan. Eksperimen lapangan
bertitik tolak dari stituasi kehidupan nyata. Dalam hal ini sering kali hubungan antara
suatu variable dengan suatu gejala perkembangan kurang dapat dilihat dengan pasti.
Dalam suatu eksperimen maka semua variable, kecuali satu, dibuat konstan,
kemudian dengan memanipulasi variable yang satu tersebut (yaitu variable bebas)
dapatlah diketahui pengaruhnya terhadap efek yang ditimbulkannya (variable
tergantung).
Dalam eksperimen ada yang disebut kelompok eksperimen yang dikenai variable
bebas tadi. Misalnya dua kelompok anak yang sama dalam hal usia, inteligensi, status
social ekonomi, pendidikan, dan sebagainya, masing-masing dikenakan perlakuan
yang berbeda, misalnya dalam membuat suatu tugas (tes) maka kelompok yang satu
diberitahu bahwa tes tersebut hanya merupakan latihan saja, sedangkan kelompok
lain diberitahu bahwa siapa yang dapat mencapai angka 8 atau lebih akan
memperoleh suatu hadiah. Eksperimen ini menguji suatu hipotesis bahwa kelompok
yang diberi pengharapan akan hadiah tadi akan melakukan test nya dengan lebih
baik.
Bila perbedaan hasil antara kedua kelompok tadi signifikan dapatlah ditarik
kesimpulan akan adanya hubungan “kausal” antara pengharapan akan hadiah
(variable bebas) dan hasil test (variable tergantung). Artinya bahwa dalam keadaan
tertentu itu pengharapan akan hadiah mempengaruhi hasil test kelompok tersebut.
Meskipun begitu kita harus berhati-hati sekali dalam mengadakan suatu generalisasi
umum bahwa hadiah memacu prestasi yang lebih baik. Disarankan untuk cukup
berhati-hati dengan menggunakan hasil eksperimen karena terbatasnya metode
tersebut untuk penelitian psikologis dalam situasi social.

b. Metode Noneksperimental
Suatu eksperimen dimaksudkan untuk membuat setinggi mungkin nilai objektif
data yang diperoleh. Seorang peneliti tidak selalu berhasil untuk mengontrol
situasinya.Perspektif ini mengemukakan bahwa kunci untuk memahami
perkembangan terletak pada perilaku yang dapat diamati dan respons individu
terhadap stimuli lingkungan. Asumsinya adalah bahwa perilaku merupakan respons
yang dipelajari terhadap penguatan (reinforcement) yang diberikan oelh lingkungan.
Prinsip-prinsip belajar dan pengondisian.
Dalam metode-metode non-eksperimental peneliti melakukan pekerjaannya di
lapangan yaitu dengan situasi yang sesungguhnya di mana situasi tidak dikendalikan
oleh peneliti, tetapi semata-mata dipengaruhi oleh proses ilmiah saja. Metode survey,
metode klinis, metode angket, wawancara, sejarah kehidupan dan pemeriksaan
psikologis.
Termasuk dalam metode ini antara lain metode pengamatan, metode survey,
metode klinis, metode angket, wawancara, sejarah hidup dan pemeriksaan
psikologis.
1) Metode Observasi
Metode observasi adalah sutau cara yang digunakan untuk mengamati semua
tingkah laku yang terlihat pada suatu jangka waktu tertentu atau pada suatu
tahapan perkembangan tertentu. Atau bisa dikatakan juga bahwa metode
observasi adalah kegiatan mengenali tingkah laku individu yang biasanya akan
diakhiri dengan mencatat hal-hal yang dipandang penting sebagai penunjang
informasi mengenai klien. Atau, metode observasi adalah metode serba sengaja
dan sistematis mengamati aktivitas individu lain. Metode observasi ini dapat
dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
a) Observasi Alami (Natural Observation)
Observasi alami adalah pencatatan data mengenai tingkah laku yang terjadi
sehari-hari secara alamiah/wajar. Jadi dalam observasi alami peneliti melakukan
semua pencatatan terhadap kehidupan anak tanpa mengubah suasana atau
mengontrol dalam situasi-situasi yang direncanakan.Atau bisa dikatakan sebagai
metode observasi non partsipan yang dimana peneliti tidak ikut serta dalam
kegiatan yang dilakukan oleh yang diobservasi.Jadi peneliti hanya sebagai
penonton saja. Kalau dalam psikodiagnostik terkenal dengan istilah observasi
medan atau alamiah (field setting), yaitu observasi di lapangan atau kancah atau
di tempat yang sesugguhnya.
b) Observasi Terkontrol (Controlled Observation)
Observasi terkontrol dilakukan bilamana lingkungan tempat anak berada
diubah sedemikian rupa sesuai dengan tujuan peneliti, sehingga bermacam-
macam reaksi atau tingkah laku anak diharapkan akan timbul. Atau bisa disebut
sebagai observasi laboratories (laboratory setting), yakni observasi dengan
situasi laboratorium, sehingga situasinya dapat dikendalikan sepenuhnya oleh
observer. Metode ini dianggap lebih objektif dan hasilnya lebih akurat, karena itu
observasi terkontrol dapat dilakukan dengan tujuan eksperimental dengan
pendekatan dan metode yang sesuai dengan lapangan psikologi eksperimental.
2) Metode survey
Metode survey adalah suatu metode yang digunakan untuk mempelajari
beberapa masalah yang sulit dipelajari melalui metode pengamatan dengan
menggunakan kuesioner atau wawancara. Survey yang baik harus memenuhi
beberapa syarat:
a) Kuesioner yang telah diujicobakan secara cermat
b) Para pewawancara yang sudah dilatih
c) Sampelyang dipilih secara teliti untuk member jaminan bahwa mereka
dapat mewakili populasi yang akan diteliti
d) Metode analisis data yang sesuai sehingga hasilnya dapat
diinterpretasikan dengan benar
3) Metode Klinis
Metode klinis adalah suatu metode penelitian yang khusus ditujukan untuk anak-
anak, dengan cara mengamati, mengajak bercakap-cakap dan tanya jawab.
Penggunaan metode klini merupakan pengganbungan eksperimen dan observasi.
Pelaksanaannya dilakukan dengan cara mengamati atas pertimbangan bahwa
anak itu belum mampu memngungkapkan isi pikiran dan perasaan dengan
bahasa yang lancer. Prof. Jean Piaget, seorang ilmuwan berasal dari perancis,
menggunakan metode klinis untuk meneliti cara berpikir dan perkembangan
bahasa anak-anak. Metode observasi, eksperimen, klinis termasuk metode
langsung karena metode itu dapat lansung memperoleh inromasi dan data-data
dari sumbernya. Alat yang digunakan adalah berbagai macam tes atau
pemberian tugas-tugas tertentu. Dengan tujuan medis atau pedagogis, metode ini
digunakan untuk mengamati seseorang di tempat khusus disediakan untuk ini.
4) Metode Angket
Metode angket adalah suatu cara dengan menggunakan daftar
pertanyaan/pernyataan yang diberikan kepada sejumlah orang yang harus
dijawab untuk kemudian dicari simpulan umum. Angket adalah daftar
pertanyaan yang harus dijawab atau daftar isian yang harus diisi berdasarkan
kepada sejumlah subjek.dan berdasar atas jawaban dan atau isian penyelidik
mengambil kesimpulan mengenai subjek yang diselidiki. Bentuk angket dapat
pula dipakai untuk menguji suaqtu hipotesis.Bentuk angket berupa daftar
pertanyaan yang disusun secara sistematis untuk mendapatkan data-data dan
informasi dari objek yang dipelajari.
a) Dafatar itu langsung ditujukan dan dijawab oleh anak/orang yang
bersangkutan
b) Daftar itu ditujukan dan diisi oleh seseorang sedangkan isi persoalannya
tentang orang lain
c) Pengolahan hasil angket relative lebih sukar karena para penjawab tidak
menggunakan kata-kata yang sama dalam menyatakan jawaban-jawaban
d) Jawaban-jawaban itu biasanya mengenai segi-segi tertentu saja
5) Metode wawancara
Metode wawancara adalah suatu cara untuk menggali pendapat, perasaan, sikap,
pandangan, proses berpikir, proses penginderaan dan berbagai hal yang
merupakan tingkah laku covert yang tidak dapat ditangkap langsung oleh/melali
observasi. Beberapa jenis atau teknik wawancara:
a) Wawancara bebas di mana pewawancara bebas memberikan
pertanyaannya dan subjek pun bebas memberikan jawabannya
b) Wawancara terarah di mana pewawancara hanya menanyakan
hal-hal tertentu yang sudah ditetapkan terlebih dahulu
c) Wawancara terbimbing di mana pewawancara harus mengikti
sebuah daftar pertanyaan yangsudah terlebih dahlu disusun. Ada dua jenis
wawancara terbimbing, yaitu dimana I subjek (responden) bebas
memberikan jawabannya (open ended) dan di mana subjek hars memilih
jawabannya dari beberapa pilihan jawaban yang sudah disediakan ( closed
ended)
6) Metode sejarah kehidupan
Metode sejarah kehidupan dalah suatu metode yang digunakan untk mengetahui
tingkah laku seseorang dengan segala latar belakangnya melalui penelitian buku
harian atau wawancara tentang masa lalu subjek. Asumsi dasarnya adalah setiap
tingkah laku merpakan perwujudan atau pencerminan dari keadaan pribadi
seseorang, sedangkan keadaan kepribadian itu dipengaruhi oleh riwayat hidup
masa lalu.

7) Pemeriksaan psikologis
Pemeriksaan psikologis (metode tes) adalah suatu metode yang digunakan
untuk memeriksa hal-hal yang tidak dapat diketahui dengan metode-metode
lain, seperti I, kepribadian, arah minat. Metode ini menggunakan alat-alat
tertentu yang disebut dengan psikodiagnostik (tugas menghitung, menggambar
atau memecahkan persoalan tertentu). Dalam pemerksaan psikologis, perlu
sekali dilihat keandalannya (reliabilitu, bisa dipercaya tidaknya sesuatu) dan
kesahihan (validity, kelayakan dan ketepatan berlakunya sesuatu) alat yang
digunakan. Keterbatasan-keterbatasan pemeriksaan psikologia:
a) Bila seseorang pernah mengikuti pemeriksaan psikologis untuk masuk
bekerja di perusahaan tertentu mendapat pemeriksaan psikologis yang sama
di perusahaan lain tidak lama setelah pemeriksaan yang pertama, maka
hasilnya mungkin diragukan, karena: (a) ia sudah memiliki gambaran
tentang tes itu dan (b) tes yang tidak andal (reliable) memberikan hasil yang
bermacam-macam
b) Orang yang ingin diterima di bagian social dan mengikuti pemeriksaan
psikologis maka pertanyaan yang bersifat social diusahakan untuk dijawab
sesempurna mungkin, sementara pertanyaan yang bersifat non social
dijawab sembarangan dengan harapan agar memperoleh penilaian yang
sesuai dengan yang diinginkan.
Menurut klasifikasinya, ada bermacam-macam tes psiologi, bergantung pada
jenis tes dan sifat tesnya. Tes psikologi dalam bidang pendidian:
a) Tes intelegensi umum, dapat digunakan untu dua tjuan yaitu
tujuan seleksi dan diagnostik
b) Tes bakat, dengan mengetahui bakat seseorang, proses pendidikan
dapat diarahkan pada bidang-bidang yang sesuai, sehingga akan lebih
mudah mencapai hasil.
c) Tes kepribadian, berbeda dengan tes intelegensi dan tes bakat
yang memberikan hasil kuantitatif sekalipun penilaiannya tidak selalu
didasarkan atas hasil-hasil kuantitatif saja, padates kepribadian banyak
dilakukan hal-hal yang kualitatif-deskriptif (kesulitan-kesulitan dan
hambatan-hambatan prestasi belajar di sekolah, tidak selalu disebabkan oleh
hal-hal yang berhubungan dengan segi-segi intelek, tetapi dapat pula oleh
hal-hal lain yang terkait dengan cirri-ciri kepribadiannya, termasuk cara-
cara dan kebiasaan-kebiasaa belajarnya. Dari tes kepribadian akan diperoleh
eskripsi mengenai cirri-ciri kepribadiannya sebagai bahan untuk
menentukan sumber-sumber timbulnya kesulitan belajar).

C. Prinsip-prinsip perkembangan
Menurut Siti Partini Suadirman dkk (2006) bahwa untuk mendidik anak, para
pendidik tidak hanya perlu memahami teori-teori perkembangan, tetapi juga
memahami prinsip-prinsip perkembangan, sehingga pendidikan bisa diarahkan sesuai
dengan hakekat anak. Prinsip-prinsip perkembangan meliputi:
1. Prinsip kesatuan organis
Anak merupakan satu kesatuan, perkembangan antar fungsi yang satu dengan yang
lain saling berpengaruh, tiap-tiap fungsi hanya mempunyai arti apabila ditinjau dari
keseluruhannya. Implikasi dalam pendidikan disarankan agar pembelajaran yang
diberikan ada hubungannya antara yang satu bagian dengan bagian lainnya, perlu
diperhatikan dalam menyususn scope dan sequence kurikulum setiap jenjang
pendidikan.
2. Prinsip tempo dan irama perkembangan
Hukum tempo irama perkembangan, menekankan bahwa masing-masing individu
memiliki irama sendiri dalam perkembangannya, ada yang cepat dan ada juga yang
lambat.
3. Tiap individu mengikuti pola perkembangan yang umum
Meskipun individu memiliki irama dan tempo yang berbeda, disertai bakat yang
berbeda, namun individu tersebut masih mengikuti garis perkembangan umum.
Jadi perbedaan itu bisa disebabkan karena pembawaan dan lingkungan.
4. Prinsip interaksi
Antara pembawaan dan lingkungan saling berpengaruh di dalam perkembangan
anak. Implikasi terhadap pendidikan diantaranya: pendidikan harus memberikan
variasi pendidikan seluas-luasnya, potensi-potensi anak bisa berkembangnkarena
ada stimulus yang diberikan, anak bukan manusia yang pasif, tetapi manusia yang
aktif, dengan keaktifannya anak bisa menunjukkan kehendaknya, maka kemauan
anak harus dipupuk.
5. Prinsip kematangan
Kematangan anak menentukan pendidikan yang diberikan, orang tidak dapat
memaksakan materi pendidikan yang melebihi batas kematangannya.
6. Proses perkembangan
Setiap proses perkembangan terdapat hasrat untuk mempertahankan diri dan
mengembangkan diri. Adanya keinginan untuk makan, minum dan istirahat
merupakan keinginan untuk mempertahankan diri, sedangkan keinginan untuk
bergerak, bermain, emgadakan eksplorasi dan lainnya merupakan hasrat untuk
mengembangkan yang sudah ada.
7. Fungsi psikis tidak timbul secara berturut-turut, tetapi
secara bersamaan
Menulis materi pelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan fungsi ningatan,
fikiran, perasaan, gerak dan dan sebagainya secara bersamaan, hanya pada waktu
tertentu, salah satu fungsi yang menonjol sehingga Nampak secara berurutan.
8. Perkembangan mengikuti proses diferensiasi dan integrasi
Dengan bertambahnya umur, perkembangan anak akan semakin maju, sehingga
menjadi proses diferensiasi dan integrasi.
9. Pertumbuhan dan perkembangan membutuhkan asuhan
secara sadar
Pertumbuhan dan perkembangan membutuhkan suatu asuhan, bimbingan yang
dilakukan secara sadar.

D. Tahap-tahap perkembangan menurut beberapa ahli psikologi


Pembagian kedalam tahapan-tahapan perkembangan hanya untuk memudahkan
mempelajari dan memahami jiwa anak-anak, walaupun dibuat tahap-tahap
perkembangan kedalam beberapa tahap namun tetap merupakan satu kesatuan yang
hanya dapat dipahami dalam hubungan keseluruhan. Para ahli psikologi membagi
tahapan perkembangan terjadi perbedaan karena menggunakan dasar yang berlainan.
1) Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir → kehidupan manusia meliputi tiga alam besar
yaitu alam perjanjian (alam mitsaq) merupakan alam pra kehidupan dunia, alam
dunia (periode pra kensepsi, periode pra natal, periode kelahiran sampai meninggal
dunia), alam akhirat (periode tiupan sangkakala dan kebangkitan, periode
dikumpulkan di padang mahsyar, periode perhitungan amal dengan timbangan)
2) Aristoteles → periode anak kecil (7 tahun), periode anak sekolah (7-14 tahun),
periode pubertas (14-21 tahun)
3) Comenius → pembagian masa-tahap perkembangan menurut Comenius adalah
masa sekolah ibu (sampai usia 6 tahun), masa sekolah bahasa ibu (6–12 tahun),
masa sekolah bahasa latin (12-18 tahun), masa sekolah tinggi (18-24 tahun)
4) Kohnstamm → masa vital (penyusu) sampai usia satu setengah tahun, masa anak
kecil (estetis) usia 1,5-7 tahun, masa anak sekolah (intelektual) usia 7-14 tahun,
masa remaja usia 14-21 tahun, masa dewasa (matang) usia 21 tahun ke atas.
5) Oswald Kroh → trotz periode pertama (masa menantang) ketika anak berusia 3
tahun, trotz periode kedua (masa keserasian) ketika anak berusia 12-14 tahun,
trotz periode ketiga (masa kematangan) pada akhir masa remaja
6) Erik Erikson → perkembngan berlaku sepanjang hidup, bukan sekedar pengalaman-
pengalaman masa kanak-kanak yang menentuan kesehatan psikologis di masa
dewasa. Ada delapan tahap perkembangan, dari masa bayi hingga masa dewasa
akhir, yang disebut “delapan umur manusia” → Bayi (lahir hingga 18 bulan), masa
kanak-kanak awal (2 hingga 3 tahun), persekolahan (3 hingga 5 tahun), usia
Sekolah (6 hingga 11 tahun), masa remaja (12 hingga 18 tahun), masa dewasa
muda (19 hingga 40 tahun), masa dewasa menengah (40 hingga 65 tahun), masa
dewasa akhir (65 hingga mati)
7) Jean Piaget → berpendapat bahwa anak memiliki peran aktif dalam perkembangan
mereka sendiri. Pengetahuan dibangun melalui dua proses yaitu asimilasi (anak
mengevaluasi dan mencoba memahami informasi baru, berdasarkan pengetahuan
dunia yang sudah dimiliki) dan akomodasi (anak memperluas dan memodifikasi
perbuatan atau keadaan mereka tentang dunia berdasarkan pengalaman-
pengalaman baru). Ada empat tahap perkembangan kognitif dan pikiran secara
ualitatif berbeda pada setiap tahap. Tahap sensorimotor (0-2 tahun mulai
menggunakan peniruan, memori dan pikiran), tahap pra operasional (2-7 tahun
secara bertahap mengembangkan penggunaan simbol-simbol termasuk bahasa),
tahap operasional konkret (7-11 tahun mampu menyelesaikan masalah-masalah
konkret/nyata), operasional formal (11 tahun-dewasa menjadi lebih ilmiah dalam
berpikir)

Anda mungkin juga menyukai