2. Teori Nativisme
Istilah nativisme berasal dari kata natus= lahir, natives = kelahiran atau
pembawaan. Teori nativisme menyatakan bahwa perkembangan semata = mata
ditentukan oleh pembawaan, yaitu pembawaan yang dibawa sejak lahir.
Teori ini dikeluarkan oleh Scopenhar (jerman,1788-1860). Teori ini
berpendapan bahwa : “anak lahir telah dilengkapi pembawaan bakat alami (kodrat)”.
Dan pembawaan(nativis) inilah yang akan menunjukkan wujud kepribadian seorang
anak. Dengan demikian, maka pendidikan bagi anak akan sia-sia dan tidak perlu di
hiraukan.
Yang termasuk dalam teori ini yaitu, teori pesimisme (paedagogik pesimistis),
teori ini menolak, pesimis terhadap pengaruh luar. Selanjutnya, teori biologisme,
disebabkan menitikberatkan pada faktor keturunan (genetik) dan konstitusi atau
keadaan psikologipisik yang dibawa sejak lahir.
Scopenhaur berpendapat bahwa bayi lahir itu sudah dengan pembawaan baik
dan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh anak itu sendiri.
Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan
berguna bagi anak itu sendiri. Dalam teori ini, lingkungan tidak ada gunanya. Sebab
lingkungan tidak berpengaruh dalam perkembangan anak. Meskipun dalam
kenyataan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan
anak mewarisi bakat-bakat orang tuanya.
3. Teori Konvergensi
Menurut W.Stern, konvergensi berasal dari kata convergen yang berarti
memusat ke satu titik, yaitu:
a. Pendidikan dapat dilaksanakan.
b. Pendidikan diartiakan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada
anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dari mencegah potensi
yang kurang baik.
c. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan
Teori konvergensi dipelopori oleh William Stern dan Clara Stern, mereka
berpendapat bahwa perkembangan jiwa anak lebih banyak ditentukan oleh 2 faktor
yang saling menopang, yaitu faktor pembawaan dan pengaruh lingkungan. Keduanya
tidak dapat dipisahkan (interpendence) seolah-olah memadu, bertemu dalam 1 titik,
disini dipahami bahwa kepribadian seorang anak akan terbentuk dengan baik
apabila dibina oleh suatu pendidikan atau (pengalaman) yang baik serta ditopang
oleh bakat yang merupakan bawaan lahir.
Sebaliknya Stern menyatakan bahwa apa yang dibawa manusia hanyalah
tersedia sebagai kemungkinan saja. Supaya ini menjadi sifat nyata dan menjadi
kemampuan yang sungguh-sungguh, maka sudah pasti perlu pola suatu proses
kemasakan tetapi kecuali mengajukan pemeliharaan.
4. Teori Rekapitulasi
Merupakan pengulangan ringkasan dari kehidupan suatu bangsa yang
berlangsung secara lambat selama berabd-abad. Dengan hukum ini berarti
perkembangan jiwa anak itu merupakan ulangan dan adanya persamaan dengan
kehidupan sebelumnya (yang dilakukan oleh nenek moyang). Dalam teori ini
tingkatan manusia dapat dibagi dalam beberapa masa:
a. Masa berburu dan menyamun
Anak usia sekitar 8 tahun senang bermain kejar-kejaran, perang-perangan,
menangkap binatang (capung, kupu-kupu, dsb)
b. Masa mengembala
Anak usia sepuluh tahun senang memelihara binatang seperti ayam, kucing,
burung, anjing, dsb.
c. Masa bercocok tanam
Masa ini dialami oleh anak sekitar umur dua belas tahun, dengan tanda-tanda
senang berkebun, menyiram bunga.
d. Masa berdagang
Anak pada usia dua belas tahun senang bermain jual-jualan, tukar menukar foto,
perangko, berkiriman surat dengan teman-teman maupun sahabat pena.
e. Masa industri.
Masa ini dialami oleh anak sekitar umur 14 th ke atas, dengan ditandai anak
mencoba membuat karya sendiri seperti membuat mainan, kandang merpati dan
sebagainya.
Pernyataan terkenal dari teori ini adalah Onogenesis Recapitulatie Philogenese
(perkembangan satu jenis makhluk adalah mengulang perkembangan seluruhnya).
Sponsor utama teori perkembangan ini adalah Hackel (Jerman 1834 - 1919) dan
diikuti oleh Stanley Hall (Amerika Serikat 1846 - 1926).
5. Teori Psikodinamik
Para pendukung perspektif psikodinamika meyakini bahwa perilaku dimotivasi
oleh kekuatan-kekuatan, memori-memori, dan konflik-konflik dalam diri, dimana
seseorang hanya memiliki sedikit kesadaran atau kendali atasnya. Kekuatan-
kekuatan dalam diri ini biasanya merupakan hasil dari pengalaman-pengalaman
masa kanak-kanak dan terus memengaruhi perilaku seseorang sepanjang hidupnya.
Teoris-teoris paling terkenal dari perspektif ini adalah Sigmund Freud dan Erik
Erikson.
Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori belajar dalam hal pandangan akan
pentingnya pengaruh lingkungan, termasuk lingkungan (miliu) primer, terhadap
perkembangan. Perbedaannya ialah bahwa teori psikodinamikan memandang
komponen yang bersifat sosio-afektif sangat fundamental dalam kepribadian dan
perkembangan seseorang.
Teori ini berpendapat bahwa perkembangan jiwa atau kepribadian seseorang
ditentukan oleh komponen dasar yang bersifat sosio-efektif, yakni keteganggan yang
ada dalam diri seseorang itu ikut menentukan dinamikanya ditengah lingkungannya.
Unsur-unsur yang sangat ditentukan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan
aspek-aspek internal lainya. Para teoritis psikodinamika percaya bahwa
perkembangan merupakan suatu proses aktif dan dinamis yang sangat dipengaruhi
oleh dorongan-dorongan atau impuls-impuls individual yang dibawa sejak lahir serta
pengalaman-pengalaman sosial dan emosional mereka.
Menurut teori Freud, seorang anak dilahirkan dengan dua macam kekuatan
(energi) biologik : libido dan nafsu mati. Kekuatan atau energi ini menguasai semua
orang atau semua benda yang berarti atau yang penting bagi anak, melalui proses
yang oleh Freud disebut khatexis, khatexis berarti konsentrasi energi psikis terhadap
suatu objek atau suatu ide yang spesifik atau terhadap suatu person yang spesifik.
Erikson meluaskan teori Freud dengan mencoba meletakan hubungan antara gejala-
gejala budaya masyarakat dipihak lain. Erikson juga membagi hidup manusia dalam
fase-fase berdasarkan proses-proses tertentu beserta akibat-akibatnya.Proses-
proses tadi bisa berakibat baik atau tidak baik. Bila berakhir baik dapat
memperlancar perkembangan ,bila berakhir tidak baik dapat menghambatnya.
Struktur anak pada waktu dilahirkan adalah apa yang disebut “Das Es”. “Das Es”
ini mendorong anak untuk memuaskan nafsu-nafsunya (prinsip kenikmatan). Tetapi
di dalam perkembangannya anak tertumbuk pada realita keliling hingga terpaksa
harus mengadakan suatu kompromi (prisnip realitas). Dari kenyataan ini timbullah
di dalam struktur “Das Es” suatu komponen lain yaitu “Das Ich” (aku) yang berfungsi
sebagai penentuan diri, baik terhadap dunia luar maupun terhadap “Das Es”. Dengan
demikian pemuasan nafsu ditunda hingga saat-saat yang sesuai dengan realitas.
Kadang-kadang pemuasan nafsu tersebut diubah bentuknya hingga dapat diterima
oleh norma relitas.
Kemudian karena pengaruh lingkungan social pada masa kanak-kanak, yaitu
pengaruh orang tua, terbentuklah “Das Ueber-ich” di dalam “Das Ich” seseorang.
“Ueber-ich” tadi mengatur tingkah laku “Ich” dan mengatur tuntutan yang datang
dari “Es”. Kalau “Ich” tidak berhasil untuk untuk mengkompromikan tuntutan “Es”
dan tuntutan “Ueber-ich”, maka nafsu-nafsu yang berasal dari “Es” ditekan secara
tidak sadar. Hal ini berarti bahwa nafsu-nafsu tadi tidak manifest, tetapi
pengaruhnya masih ada secara laten. Seseorang lalu dapat melakukan hal-hal
tertentu yang tidak diketahui sendiri alasannya.
Teori perkembangan yang berorientasi psikodinamika tidak lagi mengakui
pendapat yang dulu dianut secara umum, bahwa perkembangan fungsi seksual baru
dimulai bersamaan dengan pertumbuhan organ kelamin pada masa remaja. Libido
yang juga disebut seksualitas, sesuai dengan tujuan dan arahnya, sudah melalui
berfungsi sejak anak dilahirkan.
Kehidupan seksual mempunyai fungsi memberi kenikamatan pada bagian-
bagian badan tertentu; baru kemudian sesudah mencapai tingkatan tertentu dalam
perkembangan, maka seksualitas dimaksudkan untuk kepentingan reproduksi
(pengembang-biakan). Dalam proses perkembangan ada tiga daerah badan tertentu
yang dapat memberikan kenikmatan (daerah erogen), yaitu mulut, anus, dan organ-
organ genital. Mulut adalah sumber kenikmatan utama, tidak hanya karena melalui
mulut bayi memperoleh makanan, atau karena dalam menyusu ia dapat merasakan
kehangatan ibu melalui mulutnya, melainkan karena gerakan menhisap yang ritmis
itu sendirilah memberikan kenikmatan tersendiri. Berhubung dengan itulah maka
mulut dalam fase oral ini merupakan alat pertama bagi anak untuk memperoleh
kesan-kesan. Semuanya dibawa ke mulut untuk dihisapnya. Bila nanti tumbuh gigi-
giginya, maka sudah dalam fase inilah timbul implus agresif (sadistis) yang akan
berkembang penuh pada fase yang berikutnya, yaitu fase anak yang sadistis. Dalam
fase ini kenikmatan dialami pada fungsi pembuangan, yaitu pada waktu menahan
dan bermain-main dengan faces (kotoran) juga senang bermain-main dengan lumpur
dan senang melukis dengan jari (“fingerpainting”) yaitu mengecat langsung dengan
jari yang mempunyai tujuan psikoterapi, yaitu penyaluran kecemasan dan agresi.
Dalam fase ini nampak jelas hambatan yang datang dari lingkungan dalam
bentuk pendidikan akan kebersihan, larangan terhadap kecenderungan destruktif
dan hambatan terhadap kemauman yang secara agresif ingin dipaksakannya.
Sesudah fase ini datanglah lambat laun fase faliis, sesuai dengan nama organ genital
laki-laki (phallus) yang kemudian merupakan daerah kenikmatan seksual anak laki-
laki. Sebaliknya anak wanita merasakan akan kekurangan akan penis karena hanya
mempunyai klitoris. Terjadilah jalan simpang bagi anak wanita dan anak laki-laki.
Anak laki-laki pada masa ini mengalami konflik Oedipus sesuai dengan nama raja
Yunani Oedipus yang tanpa diketahuinya telah kawin dengan ibunya sendiri setelah
membunuh ayah yang tidak dikenalnya. Anak laki-laki ingin bermain-main dengan
penisnya atau masturbasi dan dengan penis tersebut juga ingin merasakan
kenikmatan pada ibu. Tetapi keinginannya ini menimbulkan ketakutan yang
mendalam terhadap ayah. Anak mengira bahwa ayah akan melakukan pembalasan
terhadap dirinya dengan memotong penis atau kastrasi. Perkiraan ini diperkuat
waktu melihat badan adiknya wanita. Ia begitu terkejut sehingga timbul trauma yang
menyebabkan keinginannya didesak ke dalam ketidaksadaran. Dengan demikian
terjadi masa latensi. Dalam masa latensi seksualitas seakan-akan mengendap, tidak
aktif, dalam keadaan laten. Tetapi dalam keadaan laten ini dimungkinkan juga seuatu
pengolahan seksualitas dari dalam yang menimbulkan rasa mesra dalam diri anak.
Fase ini juga merupakan fase yang sebaik-baiknya bagi perkembangan kecerdasan
(masa sekolah). Terutama setelah fase anal yang sadistis, anak wanita mengalami iri
hati yang mendalam terhadap anak laki-laki (Penis envy) yang banyak menentukan
perkembangan kepribadiannya, yaitu dengan timbulnya rasa rendah diri pada
wanita.
Iri hati akan penis ini dapat mengakibatkan penolakan seksualitas yang dapat
mempengaruhi perkembangan erotic serta menghambat kemungkinan mencapai
kebahagiaan dalam hubungan seks dengan orang lain nantinya. Dengan
pertumbuhan oragn-organ kelamin pada masa remaja timbulah fase terakhir yaitu
fase genital ini, organ-organ genital menjadi sumber kenikmatan sedangkan
kecenderungan lain ditekan. Bila dalam hubungan ini norma “Uber-ich” anak terlalu
tinggi, misalnya karena tekanan orangtua, maka munculnya kebutuhan seks dapat
menyebabkan gangguan batin yang serius.
Teori perkembangan yang berorientasi psikodinamika mempunyai kelemahan,
yaitu tidak dapat diuji secara empiris. Teori tersebut menitikberatkan akan
perkembangan sosio-afektif. Bila dalam teori ini seksualitas menduduki tenmpat
yang utama, perlu diketahui juga bahwa libido dan agresi (sebagai pernyataan nafsu
mati) selalu berjalan bersama. Jadi kalua misalnya seksualitas ditekan karena norma
pendidikan orangtua maka agresi ikut ditekan juga. Hal ini mempunyai pengaruh
yang menentukan bagi perkembangan kepribadian anak.
Erikson meluaskan teori Freud yang agak menyebelah ini dengan mencoba
meletakan hubungan antara gejala spikis dan edukatif disatu pihak dan gejala
masyarakat budaya dipihak yang lain. Suatu kehidupan bersama ditandai oleh cara
anak asuh dalam lingkungan hidup mereka yang wajar. Misalnya sebagai contoh
Erilkson mencoba mengartikan cara pendidikan orang Amerika dan pentingnya
peranan ibu dalam menciptakan “home” dirumah, khususnya dalam waktu banyak
pionir sedang pergi jauh keluar dari lingkungannya sendiri dalam masyarakat seperti
itu maka seorang ibu dalam milieu primer tadi menjadi figure yang sangat
menentukan. Dia akan memberikan kasih saying pada mereka yang patuh dan
bergantung padanya dan menolak mereka yang membangkang. Dalam masyarakat
semacam itu maka orang yang merusak kekuatan kehidupan bersama tidak dapat
diterima. Disini dapat dilihat bahwa Erikson kurang mengindahkan pengaruh
kelembagaan modern dalam masyarakat.
Walaupun begitu, cara pendekatan Erikson bersifat normopsikologis ditinjau
dari pendekatan spikologi sepanjang hidup cukup relefan untuk ditinjau sejenak.
Erikson membagi hidup manusia menjadi beberapa fase atas dasar proses-proses
tertentu beserta akibat-akibatnya. Proses-proses tadi dapat berakhir-akhir baik atau
tidak baik. Berakhir baik dapat mempelancar perkembangan, jika tidak baik akan
menghambatnya. Dari segi pandangan spikologi perkembangan, maka pada setiap
fase seseorang mempunyai tugas yang harus diselesaikan dengan baik.
a. Teori Perkembangan Anak Perspektif Psikodinamika Freud
Menurut Freud, kepribadian individu telah terbentuk pada akhir tahun ke lima,
dan perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan penghalusan
struktur dasar itu. Selanjutnya Freud menyatakan bahwa perkembangan kepribadian
berlangsung melalui 5 fase, yang berhubungan dengan kepekaan pada daerah-daerah
erogen atau bagian tubuh tertentu yang sensitif terhadap rangsangan. Kelima fase
perkembangan kepribadian adalah sebagai berikut:
1) Fase oral (oral stage): 0 sampai kira-kira 18 bulan
Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga
perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk
makan, dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan
memuaskan seperti mencicipi dan mengisap.Karena bayi sepenuhnya tergantung
pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga
mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral.
Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi
kurang bergantung pada para pengasuh. Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud
percaya individu akan memiliki masalah dengan ketergantungan atau agresi. Fiksasi
oral dapat mengakibatkan masalah dengan minum, merokok makan, atau menggigit
kuku.
2) Fase anal (anal stage) : kira-kira usia 18 bulan sampai 3 tahun
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada
pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini
adalah pelatihan toilet.Anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan
tubuhnya.Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.
Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di
mana orang tua melakukan pendekatan pelatihan toilet. Orang tua yang
memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang
tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak merasa mampu dan
produktif.Freud percaya bahwa pengalaman positif selama tahap ini menjabat
sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten, produktif dan
kreatif.
Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa
anak-anak perlukan selama tahap ini.Beberapa orang tua ‘bukan menghukum,
mengejek atau malu seorang anak untuk kecelakaan. Menurut Freud, respon
orangtua tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil negatif. Jika orangtua mengambil
pendekatan yang terlalu longgar, Freud menyarankan bahwa yang mengusir
kepribadian dubur dapat berkembang di mana individu memiliki, boros atau
merusak kepribadian berantakan.Jika orang tua terlalu ketat atau mulai toilet
training terlalu dini, Freud percaya bahwa kepribadian kuat anal berkembang di
mana individu tersebut ketat, tertib, kaku dan obsesif.
3) Fase falis (phallic stage) : kira-kira usia 3 sampai 6 tahun
Pada tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak
juga menemukan perbedaan antara pria dan wanita.Freud juga percaya bahwa anak
laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang
itu.Kompleks Oedipus menggambarkan perasaan ini ingin memiliki ibu dan
keinginan untuk menggantikan ayah. Namun, anak juga khawatir bahwa ia akan
dihukum oleh ayah untuk perasaan ini, takut Freud disebut pengebirian kecemasan.
4) Fase laten (latency stage) : kira-kira usia 6 sampai pubertas
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi
diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap
ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan
kepercayaan diri.
5) Fase genital (genital stage): terjadi sejak individu memasuki pubertas dan
selanjutnya
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat
seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal hanya fokus
pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama
tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus
seimbang, hangat dan peduli.Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan
keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.
7. Teori Interaksionisme
Pelopor teori interaksionisme adalah Piaget (1974). Pendapatnya agak
menyebelah karena Piaget hanya mementingkan perkembangan intelektual dan
perkembangan moral yang berhubungan dengan itu. Disini moral dipandang sebagai
berhubungan dengan intelektual anak.
Inti pengertian teori pieget adalah bahwa pekembangan harus dipandang
sebagai kelanjutan genesa-embrio. Perkembangan tersebut berjalan melalui berbagai
stadium dan membawa anak kedalam tingkatan berfungsi dan tingkatan struktur
yang lebih tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ini, antara lain:
a. faktor pemaksaan.
b. faktor pengalaman.
c. faktor trasmisi sosial.
Dalam proses perkembangan dibedakan adanya tiga macam hasil interaksi
genotip dan lingkungan, yaitu:
a. hasil interaksi yang bersifat pasif.
b. hasil interaksi yang bersifat atokatif.
c. hasil interkasi yang bersifat aktif.
8. Teori Belajar
Persepektif ini mengemukakan bahwa kunci untuk memahami perkembangan
terletak pada perilaku yang dapat diamati dan respons individu terhadap stimuli
lingkungan. Asumsinya adalah bahwa perilaku merupakan respon yang dipelajari
terhadap penguatan (reinforcement)yang diberikan oleh lingkungan.
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar,
yaitu: teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar
konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif
diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan
pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebuah
proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide baru atau konsep.
a. Teori belajar Behaviorisme
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
b. Teori Belajar kognitivisme
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes
terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini
memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran
melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan
antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini
menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan
Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda.
Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh
utama terhadap belajar.Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan
bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh
informasi dari lingkungan.
c. Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat
diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang
berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi)
pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan
masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena
mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih
pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa
terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
a. Melihat tingkah laku nonverbal maupun verbal yang digunakannya. Tingkah laku
nonverbal tersebut pada umumnya sama namun dapat dibedakan kode-kode
simbolnya pada setiap orang sesuai dengan budaya yang melingkupinya. Di
samping nonverbal juga melalui verbal, misalnya pilihan kata. Seringkali
(umumnya) tingkah laku melalui komunikasi verbal dan nonverbal berbarengan.
c. Mengingat kembali keadaan dirinya sewaktu masih kecil; hal demikian dapat
terlihat misalnya dalam ungkapan : buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Cara
berbicara, gerak-gerik nonverbal mengikuti cara yang dilakukan ayah dan ibunya
yang anda kenaI.
d. Mengecek perasaan diri sendiri, perasaan setiap orang muncul pada konteks,
tempat tertentu yang sangat mempengaruhi apakah lebih banyak sikap orang
tua, dewasa, ataupun anak-anak sangat menguasai mempengaruhi seorang.
B. Metode-metode perkembangan
1. Metode yang umum
Metode yang lebih umum mengandung dua pengertian, yaitu memberikan lebih
banyak data mengenai keseluruhan perkembangan atau beberapa aspeknya, dan
meninjau pengaruh factor endogen (bawaan) atau eksogen (lingkungan, khususnya
kebudayaan) bagi perkembangan seseorang. Yang dimana metode umum ini
terdapat 4 metode, yaitu :
a. Metode Kros-seksional/Metode Transversal
Metode kros seksional adalah suatu pendekatan yang dipergunakan untuk
melakukan penelitian beberapa kelompok anak dalam jangka waktu yang
relative singkat. Sebaliknya dengan metode transversal atau metode
krosseksional diselidiki orang-orang atau kelompok orang dari tingkatan usia
yang berbeda-beda. Dengan mengambil kelompok orang dari tingkatan umur
yang berurutan akhirnya dapat juga ditemukan gambaran mengenai proses
perkembangan satu atau beberapa aspek kepribadian seseorang. Mungkin
gambaran yang akan diperoleh nanti agak kurang dapat dipercaya atau kurang
jelas karena tidak mengenai orang yang sama seperti halnya pada metode
longitudinal. Tetapi sebaliknya melalui metode transversal itu dapat diperoleh
pengertian yang lebih baik akan factor yang khas atau kurang khas bagi
kelompok-kelompok tertentu, karena dengan metode ini dapat diambil
kelompok-kelompok yang dapat diperbandingkan, misalnya meniliti orang dari
status yang berbeda-beda
b. Metode Longitudinal
Yang disebut metode longitudinal adalah cara menyelidiki anak dalam jangka
waktu yang lama, misalnya mengikuti perkembangan seseorang dari lahir sampai
mati, atau mengikuti perkembangan seseorang dalam sebagian waktu hidup,
misalnya selama masa kanak-kanak atau masa remaja. Dengan metode ini
biasanya diteliti beberapa aspek tingkah laku pada satu atau dua orang yang
sama dalam waktu beberapa tahun. Dengan begitu akan diperoleh gambaran
aspek perkembangan secara menyeluruh. Keuntungan metode longitudinal ini
iyalah bahwa suatu proses perkembangan dapat diikuti dengan teliti. Tetapi
kerugiannya ialah bahwa penyelidikian sangat tergantung pada orang yang
diselidiki tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal ini sering kali
menimbulkan kesulitan misalnya bila orang yang diselidiki tadi tiba-tiba pindah
tempat atau meninggal. Dengan pendekatan ini biasanya diteliti beberapa aspek
tingkah laku pada satu atau dua orang yang sama dalam waktu beberapa tahun.
Dengan begitu akan memperoleh gambaran aspek perkembangan secara
menyeluruh.
1) Keuntungan pendekatan longitudinal
a. Dapat menganalisis setiap perkembangan anak
b. Dapat meneliti kenaikan pertumbuhan
c. Member kesempatan untuk menganalisis hubungan antara proses
kematangan dengan proses pengalaman
d. Member kesempatan meneliti pengaruh budaya dan perubahan
lingkungan atas perilaku dan kepribadian
2) Kerugian pendekatan longitudinal
a. Umumnya membutuhkan penelitian tindak lanjut oleh para ahli yang
baru karena panjangnya waktu yang diliput
b. Biaya yang tinggi untuk melaksanakannya
c. Data banyak dan tidak praktis untuk dipakai
d. Sulit untuk mempertahankan sampel yang asli
e. Seringkali harus mengisi kesenjangan dengan laporan yang retrospeksi
(melihat kembali peristiwa-peristiwa kejiwaan yang terjadi)
c. Metode Sekuensial
Metode sekuensial ini merupakan kombinasi dari metode kros-
seksional/tranversal dan metode longitudinal. Misalnya selama tiga tahun, tetapi
diusahkan sedemikian rupa hingga usia kelompok yang satu terdiri dari pada
anak umur 12,13 dan 14 tahun; kelompok yang lain umur 14,15 dan 16 tahun.
Sifat longitudinalnya ada dalam mengikuti kelompok tadi selama tiga tahun
berturut-turut, sedangkan kros-seksionalnya dapat dilakukan dengan
membadingkan usia 14 tahun yang saling menutupi tadi mengenai beberapa
tingkah laku tertentu. Dalam banyak hal, pendekatan ini mulai dengan studi kros-
seksional yang mencakup individu dari usia yang berbeda. Berbulan-bulan atau
betahun-tahun setelah pengukuran awal, individu yang sama diuji lagi (ini
merupakan aspek longitudinal dari rancangan). Pada waktu selanjutnya,
sekelompok subjek baru diukur pada masing-masing tingkat usia. Kelompok
baru pada masing-masing tingkat ditambahkan pada waktu berikutnya untuk
mengontrol perubahan yang (gugur) dari studi, pengujian ulang mungkin telah
meningkat kinerja mereka.
b. Metode Noneksperimental
Suatu eksperimen dimaksudkan untuk membuat setinggi mungkin nilai objektif
data yang diperoleh. Seorang peneliti tidak selalu berhasil untuk mengontrol
situasinya.Perspektif ini mengemukakan bahwa kunci untuk memahami
perkembangan terletak pada perilaku yang dapat diamati dan respons individu
terhadap stimuli lingkungan. Asumsinya adalah bahwa perilaku merupakan respons
yang dipelajari terhadap penguatan (reinforcement) yang diberikan oelh lingkungan.
Prinsip-prinsip belajar dan pengondisian.
Dalam metode-metode non-eksperimental peneliti melakukan pekerjaannya di
lapangan yaitu dengan situasi yang sesungguhnya di mana situasi tidak dikendalikan
oleh peneliti, tetapi semata-mata dipengaruhi oleh proses ilmiah saja. Metode survey,
metode klinis, metode angket, wawancara, sejarah kehidupan dan pemeriksaan
psikologis.
Termasuk dalam metode ini antara lain metode pengamatan, metode survey,
metode klinis, metode angket, wawancara, sejarah hidup dan pemeriksaan
psikologis.
1) Metode Observasi
Metode observasi adalah sutau cara yang digunakan untuk mengamati semua
tingkah laku yang terlihat pada suatu jangka waktu tertentu atau pada suatu
tahapan perkembangan tertentu. Atau bisa dikatakan juga bahwa metode
observasi adalah kegiatan mengenali tingkah laku individu yang biasanya akan
diakhiri dengan mencatat hal-hal yang dipandang penting sebagai penunjang
informasi mengenai klien. Atau, metode observasi adalah metode serba sengaja
dan sistematis mengamati aktivitas individu lain. Metode observasi ini dapat
dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
a) Observasi Alami (Natural Observation)
Observasi alami adalah pencatatan data mengenai tingkah laku yang terjadi
sehari-hari secara alamiah/wajar. Jadi dalam observasi alami peneliti melakukan
semua pencatatan terhadap kehidupan anak tanpa mengubah suasana atau
mengontrol dalam situasi-situasi yang direncanakan.Atau bisa dikatakan sebagai
metode observasi non partsipan yang dimana peneliti tidak ikut serta dalam
kegiatan yang dilakukan oleh yang diobservasi.Jadi peneliti hanya sebagai
penonton saja. Kalau dalam psikodiagnostik terkenal dengan istilah observasi
medan atau alamiah (field setting), yaitu observasi di lapangan atau kancah atau
di tempat yang sesugguhnya.
b) Observasi Terkontrol (Controlled Observation)
Observasi terkontrol dilakukan bilamana lingkungan tempat anak berada
diubah sedemikian rupa sesuai dengan tujuan peneliti, sehingga bermacam-
macam reaksi atau tingkah laku anak diharapkan akan timbul. Atau bisa disebut
sebagai observasi laboratories (laboratory setting), yakni observasi dengan
situasi laboratorium, sehingga situasinya dapat dikendalikan sepenuhnya oleh
observer. Metode ini dianggap lebih objektif dan hasilnya lebih akurat, karena itu
observasi terkontrol dapat dilakukan dengan tujuan eksperimental dengan
pendekatan dan metode yang sesuai dengan lapangan psikologi eksperimental.
2) Metode survey
Metode survey adalah suatu metode yang digunakan untuk mempelajari
beberapa masalah yang sulit dipelajari melalui metode pengamatan dengan
menggunakan kuesioner atau wawancara. Survey yang baik harus memenuhi
beberapa syarat:
a) Kuesioner yang telah diujicobakan secara cermat
b) Para pewawancara yang sudah dilatih
c) Sampelyang dipilih secara teliti untuk member jaminan bahwa mereka
dapat mewakili populasi yang akan diteliti
d) Metode analisis data yang sesuai sehingga hasilnya dapat
diinterpretasikan dengan benar
3) Metode Klinis
Metode klinis adalah suatu metode penelitian yang khusus ditujukan untuk anak-
anak, dengan cara mengamati, mengajak bercakap-cakap dan tanya jawab.
Penggunaan metode klini merupakan pengganbungan eksperimen dan observasi.
Pelaksanaannya dilakukan dengan cara mengamati atas pertimbangan bahwa
anak itu belum mampu memngungkapkan isi pikiran dan perasaan dengan
bahasa yang lancer. Prof. Jean Piaget, seorang ilmuwan berasal dari perancis,
menggunakan metode klinis untuk meneliti cara berpikir dan perkembangan
bahasa anak-anak. Metode observasi, eksperimen, klinis termasuk metode
langsung karena metode itu dapat lansung memperoleh inromasi dan data-data
dari sumbernya. Alat yang digunakan adalah berbagai macam tes atau
pemberian tugas-tugas tertentu. Dengan tujuan medis atau pedagogis, metode ini
digunakan untuk mengamati seseorang di tempat khusus disediakan untuk ini.
4) Metode Angket
Metode angket adalah suatu cara dengan menggunakan daftar
pertanyaan/pernyataan yang diberikan kepada sejumlah orang yang harus
dijawab untuk kemudian dicari simpulan umum. Angket adalah daftar
pertanyaan yang harus dijawab atau daftar isian yang harus diisi berdasarkan
kepada sejumlah subjek.dan berdasar atas jawaban dan atau isian penyelidik
mengambil kesimpulan mengenai subjek yang diselidiki. Bentuk angket dapat
pula dipakai untuk menguji suaqtu hipotesis.Bentuk angket berupa daftar
pertanyaan yang disusun secara sistematis untuk mendapatkan data-data dan
informasi dari objek yang dipelajari.
a) Dafatar itu langsung ditujukan dan dijawab oleh anak/orang yang
bersangkutan
b) Daftar itu ditujukan dan diisi oleh seseorang sedangkan isi persoalannya
tentang orang lain
c) Pengolahan hasil angket relative lebih sukar karena para penjawab tidak
menggunakan kata-kata yang sama dalam menyatakan jawaban-jawaban
d) Jawaban-jawaban itu biasanya mengenai segi-segi tertentu saja
5) Metode wawancara
Metode wawancara adalah suatu cara untuk menggali pendapat, perasaan, sikap,
pandangan, proses berpikir, proses penginderaan dan berbagai hal yang
merupakan tingkah laku covert yang tidak dapat ditangkap langsung oleh/melali
observasi. Beberapa jenis atau teknik wawancara:
a) Wawancara bebas di mana pewawancara bebas memberikan
pertanyaannya dan subjek pun bebas memberikan jawabannya
b) Wawancara terarah di mana pewawancara hanya menanyakan
hal-hal tertentu yang sudah ditetapkan terlebih dahulu
c) Wawancara terbimbing di mana pewawancara harus mengikti
sebuah daftar pertanyaan yangsudah terlebih dahlu disusun. Ada dua jenis
wawancara terbimbing, yaitu dimana I subjek (responden) bebas
memberikan jawabannya (open ended) dan di mana subjek hars memilih
jawabannya dari beberapa pilihan jawaban yang sudah disediakan ( closed
ended)
6) Metode sejarah kehidupan
Metode sejarah kehidupan dalah suatu metode yang digunakan untk mengetahui
tingkah laku seseorang dengan segala latar belakangnya melalui penelitian buku
harian atau wawancara tentang masa lalu subjek. Asumsi dasarnya adalah setiap
tingkah laku merpakan perwujudan atau pencerminan dari keadaan pribadi
seseorang, sedangkan keadaan kepribadian itu dipengaruhi oleh riwayat hidup
masa lalu.
7) Pemeriksaan psikologis
Pemeriksaan psikologis (metode tes) adalah suatu metode yang digunakan
untuk memeriksa hal-hal yang tidak dapat diketahui dengan metode-metode
lain, seperti I, kepribadian, arah minat. Metode ini menggunakan alat-alat
tertentu yang disebut dengan psikodiagnostik (tugas menghitung, menggambar
atau memecahkan persoalan tertentu). Dalam pemerksaan psikologis, perlu
sekali dilihat keandalannya (reliabilitu, bisa dipercaya tidaknya sesuatu) dan
kesahihan (validity, kelayakan dan ketepatan berlakunya sesuatu) alat yang
digunakan. Keterbatasan-keterbatasan pemeriksaan psikologia:
a) Bila seseorang pernah mengikuti pemeriksaan psikologis untuk masuk
bekerja di perusahaan tertentu mendapat pemeriksaan psikologis yang sama
di perusahaan lain tidak lama setelah pemeriksaan yang pertama, maka
hasilnya mungkin diragukan, karena: (a) ia sudah memiliki gambaran
tentang tes itu dan (b) tes yang tidak andal (reliable) memberikan hasil yang
bermacam-macam
b) Orang yang ingin diterima di bagian social dan mengikuti pemeriksaan
psikologis maka pertanyaan yang bersifat social diusahakan untuk dijawab
sesempurna mungkin, sementara pertanyaan yang bersifat non social
dijawab sembarangan dengan harapan agar memperoleh penilaian yang
sesuai dengan yang diinginkan.
Menurut klasifikasinya, ada bermacam-macam tes psiologi, bergantung pada
jenis tes dan sifat tesnya. Tes psikologi dalam bidang pendidian:
a) Tes intelegensi umum, dapat digunakan untu dua tjuan yaitu
tujuan seleksi dan diagnostik
b) Tes bakat, dengan mengetahui bakat seseorang, proses pendidikan
dapat diarahkan pada bidang-bidang yang sesuai, sehingga akan lebih
mudah mencapai hasil.
c) Tes kepribadian, berbeda dengan tes intelegensi dan tes bakat
yang memberikan hasil kuantitatif sekalipun penilaiannya tidak selalu
didasarkan atas hasil-hasil kuantitatif saja, padates kepribadian banyak
dilakukan hal-hal yang kualitatif-deskriptif (kesulitan-kesulitan dan
hambatan-hambatan prestasi belajar di sekolah, tidak selalu disebabkan oleh
hal-hal yang berhubungan dengan segi-segi intelek, tetapi dapat pula oleh
hal-hal lain yang terkait dengan cirri-ciri kepribadiannya, termasuk cara-
cara dan kebiasaan-kebiasaa belajarnya. Dari tes kepribadian akan diperoleh
eskripsi mengenai cirri-ciri kepribadiannya sebagai bahan untuk
menentukan sumber-sumber timbulnya kesulitan belajar).
C. Prinsip-prinsip perkembangan
Menurut Siti Partini Suadirman dkk (2006) bahwa untuk mendidik anak, para
pendidik tidak hanya perlu memahami teori-teori perkembangan, tetapi juga
memahami prinsip-prinsip perkembangan, sehingga pendidikan bisa diarahkan sesuai
dengan hakekat anak. Prinsip-prinsip perkembangan meliputi:
1. Prinsip kesatuan organis
Anak merupakan satu kesatuan, perkembangan antar fungsi yang satu dengan yang
lain saling berpengaruh, tiap-tiap fungsi hanya mempunyai arti apabila ditinjau dari
keseluruhannya. Implikasi dalam pendidikan disarankan agar pembelajaran yang
diberikan ada hubungannya antara yang satu bagian dengan bagian lainnya, perlu
diperhatikan dalam menyususn scope dan sequence kurikulum setiap jenjang
pendidikan.
2. Prinsip tempo dan irama perkembangan
Hukum tempo irama perkembangan, menekankan bahwa masing-masing individu
memiliki irama sendiri dalam perkembangannya, ada yang cepat dan ada juga yang
lambat.
3. Tiap individu mengikuti pola perkembangan yang umum
Meskipun individu memiliki irama dan tempo yang berbeda, disertai bakat yang
berbeda, namun individu tersebut masih mengikuti garis perkembangan umum.
Jadi perbedaan itu bisa disebabkan karena pembawaan dan lingkungan.
4. Prinsip interaksi
Antara pembawaan dan lingkungan saling berpengaruh di dalam perkembangan
anak. Implikasi terhadap pendidikan diantaranya: pendidikan harus memberikan
variasi pendidikan seluas-luasnya, potensi-potensi anak bisa berkembangnkarena
ada stimulus yang diberikan, anak bukan manusia yang pasif, tetapi manusia yang
aktif, dengan keaktifannya anak bisa menunjukkan kehendaknya, maka kemauan
anak harus dipupuk.
5. Prinsip kematangan
Kematangan anak menentukan pendidikan yang diberikan, orang tidak dapat
memaksakan materi pendidikan yang melebihi batas kematangannya.
6. Proses perkembangan
Setiap proses perkembangan terdapat hasrat untuk mempertahankan diri dan
mengembangkan diri. Adanya keinginan untuk makan, minum dan istirahat
merupakan keinginan untuk mempertahankan diri, sedangkan keinginan untuk
bergerak, bermain, emgadakan eksplorasi dan lainnya merupakan hasrat untuk
mengembangkan yang sudah ada.
7. Fungsi psikis tidak timbul secara berturut-turut, tetapi
secara bersamaan
Menulis materi pelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan fungsi ningatan,
fikiran, perasaan, gerak dan dan sebagainya secara bersamaan, hanya pada waktu
tertentu, salah satu fungsi yang menonjol sehingga Nampak secara berurutan.
8. Perkembangan mengikuti proses diferensiasi dan integrasi
Dengan bertambahnya umur, perkembangan anak akan semakin maju, sehingga
menjadi proses diferensiasi dan integrasi.
9. Pertumbuhan dan perkembangan membutuhkan asuhan
secara sadar
Pertumbuhan dan perkembangan membutuhkan suatu asuhan, bimbingan yang
dilakukan secara sadar.