Anda di halaman 1dari 26

PENDEKATAN SAINTIFIK

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PELBAGAI MASALAH DAN PEMECAHANNYA

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Dosen Pengampu:
Dr. H. M. Yunus Abu Bakar, M.Ag.

Oleh:
Zumrotus Sholikhah (F02316075)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL


SURABAYA
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ada berbagai macam pilihan pendekatan dalam
pembelajaran yang bisa diterapkan dalam kegiatan belajar-
mengajar dan kesemuanya itu bertujuan untuk memperoleh
keberhasilan dan tercapainya tujuan pembelajaran dan
pendidikan sesuai dengan yang dicanangkan. Pendekatan
dalam pembelajaran menjadi hal urgen, sebab menjadi
penghubung antara pendidik dan peserta didik yang
didalamnya juga termasuk proses kegiatan pembelajaran.
Pendekatan saintifik adalah salah satu dari macam-macam
pendekatan pembelajaran yang telah ada, dan pendekatan
tersebut juga diterapkan dalam kurikulum yang saat ini
berlaku di Indonesia, yakni kurikulum 2013. Pendekatan
saintifik merupakan pendekatan pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa secara luas untuk
melakukan eksplorasi da elaborasi materi yang dipelajari,
disamping itu memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengaktualisasikan kemampuan melalui kegiatan
pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. 1 Tujuan
diterapkannya pendekatan saintifik adalah supaya peserta
didik mampu aktif dan mandiri dalam pembelajaran serta
berpikir kritis sekaligus menemukan temuan yang berdasar
kaidah ilmiah.
Berdasarkan hal diatas seyogyanya pembelajaran di kelas
dilakukan dengan melakukan pengulangan seperti ilmuan
menemukan ilmu pengetahuan menggunakan kondisi autentik

1 Rusman, Pembelajaran Tematik Terpadu, Teori, Praktik dan Penilaian, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2015), 232.

2
dalam dunia riil siswa pada proses pembelajaran dalam
rangka menemukan konsep yang dipelajari siswa.2
Pendekatan saintifik jika diterapkan dalam mata pelajaran
pendidikan Agama Islam, maka akan menemui beberapa
persoalan dalam prosesnya. Hal itu dipengaruhi oleh mapel
PAI yang bersumber dari nash atau ketentuan sumber agama
yang qath’iy, yang mana itu membutuhkan intuisi yang dalam
dari setiap individu. Sedangkan intuisi sendiri dipandang
sebagai bentuk non-ilmiah yang kontra dengan pendekatan
saintifik yang bersifat ilmiah. Oleh sebab itu, dibutuhkan
pemikiran yang mendalam mengenai gagasan dalam
menyatukan antara pendekatan saintifik dengan mapel PAI
sehingga pelbagai masalah dalam pembelajaran PAI dapat
terselesaikan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana makna pendekatan saintifik dalam
pembelajaran?
2. Bagaimana problematika pendekatan saintifik dalam
pembelajaran PAI?
3. Bagaimana solusi atas problematika pendekatan
saintifik dalam pembelajaran PAI?

C. Tujuan
1. Memahami makna pendekatan saintifik dalam
pembelajaran
2. Memahami problematika pendekatan saintifik dalam
pembelajaran PAI
3. Mengetahui solusi atas problematika pendekatan
saintifik dalam pembelajaran PAI

2 Nur Wakhida dkk, Scaffolding Pendekatan Saintifik, (Surabaya:Jaudar Press, 2015), 7.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Pendekatan Saintifik

Pendekatan scientific berasal dari dua kata pendekatan


dan science bahasa Inggris yang berarti pengorganisasian
pengetahuan melalui observasi dan tes terhadap fakta atau
realita.3 Henry van Laer menyamakan atau mensejajarkan
science dengan scientia yang berasal dari istilah latin
mengetahui.4 Lebih lanjut Agung Rokimawan mengungkapkan
bahwa istilah sains dan saintifik yang telah diserap ke dalam
bahasa Indonesia tersebut merupakan dua istilah yang data
dipakai secara bersama dengan analogi yang sama. Ia
enjelaskan bahwa sain dapat dilihat dari pengertian subjektif
dan objektif. Pada aspek subjektif sain lebih ditujukan kepada
3 Martin H. Manser, Oxford Learner’s Pocket Dictionary, (Oxford: Oxford University Press,
1991), 368.

4 Henry van Laer, Filsafat Sain, Bagian Pertama Ilmu Pengetahuan Secara Umum, terjemahan
Yudian W. Asmin, (Yogyakarta: PT. Kurnia Kalam Semesta, 1995), 1.

4
operasi actual intelektual manusia, sebagai saran untuk
mengetahui keadaan dan beberapa situasi tertentu.
Sedangkan pada aspek objektif untuk menunjukkan tentang
objek sain dalam pengertian subjektif.5

Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan


pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal,
memahami berbagai materi menggunakan pendekatan
ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan
saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh
karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta
diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari
tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya
diberi tahu.6 Karakteristik pembelajaran dengan pendekatan
saintifik yaitu pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
yang melibatkan keterampilan proses sains dalam
mengkontruksi konsep, hukum atau prinsip. Pendekatan
saintifik dalam pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat
tinggi peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah
secara sistematik, dan melatih peserta didik dalam
mengkomunikasikan ide-ide.

Pendekatan saintifik berkaitan erat dengan metode


saintifik. Metode saintifik (ilmiah) pada umumnya melibatkan
kegiatan pengamatan atau observasi yang dibutuhkan untuk
perumusan hipotesis atau mengumpulkan data. Metode ilmiah

5 Moh. Agung Rokhimawan, Pembelajaran Sain di MI Membentuk Peserta Didik yang


Humanistik Religius, Jurnal Al Bidayah, Jurnal Pendidikan Dasara Islam Vol. 5 No. 2 Desember
2013.

6 M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21, (Jakarta :
Ghalia Indonesia, 2014), 34.

5
pada umunya dilandasi dengan pemaparan data yang
diperoleh melalui pegamatan atau percobaan. Oleh sebab itu,
kegiatan percobaan dapat diganti dengan kegiatan
memperoleh informasi dari berbagai sumber.7

Menurut Daryanto pendekatan saintifik adalah proses


pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta
didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip
melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi
atau menemukan masalah), merumuskan masalah,
mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data
dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik
kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau
prinsip yang ditemukan.8 Jadi pembelajaran dengan
pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang
dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif
mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-
tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan
masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai
teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan
mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang
ditemukan. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk
memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam
mengenal, memahami berbagai materi menggunakan
pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana
saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari
guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan
7 Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013, (Jakarta :
Bumi Aksara, 2014), 51.

8 Daryanto, Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013, (Yogyakarta:


Penerbit Gava Media, 2014), 51.

6
tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam
mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi dan
bukan hanya diberi tahu.9

Menurut Abdul Majid, pendekatan saintifik dimaksudkan


untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam
mengenal, memahami berbagai materi menggunakan
pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana
saja, kapan saja, tidak tergantung dari informasi searah dari
guru.10 Pendekatan saintifik merupakan pendekatan
pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam
membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Model
pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan
terbudayakannya kecakapan berfikir saintifik serta
berkembangnya sense of inquiry dan kemampuan berfikir
kreatif.11

Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberi


pemahaman kepada peserta didik untuk mengetahui,
memahami, mempraktekkan apa yang sedang dipelajari
secara ilmiah. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran
diajarkan agar peserta didik pencari tahu dari berbagai sumber
melalui mengamati, menanya, mencoba, mengolah,
menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata
pelajaran.12

9 Kemendikbud, Pendekatan dan Strategi Pembelajaran, (Jakarta: t.p., 2013 ), 1.

10Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2014), 95.

11 Kusaeri, Telaah Epistemologis Pendekatan Saintifik Mata Pelajaran Pendidikan Aagama


Islam, Vol. 9. Nomor 2, Maret 2015, 347.

12 Musfiqon dan Nurdyansyah, Pendekatan Pembelajaran Saintifik, (Sidoarjo: Nizamia Learning


Center 2015), 38.

7
B. Prinsip dan tujuan pendekatan saintifik dalam
pembelajaran

Inti dari pendekatan saintifik dalam pembelajaran adalah


memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif
mengkontruk pengetahuannya melalui langkah-langkah
sistematis sebagaimana yang dilakukan oleh seorang scientist.
Pada gilirannya langkah ini akan meningkatkan motivasi
belajar, menguatnya pemahaman, semakin mendalamnya
pengertian terhadap ilmu pengetahuan yang dipelajarinya dan
semakin positif sikap peserta didik terhadap mata pelajaran
yang diajarkan. Pendekatakan saintifik tidak memandang hasil
belajar sebagai muara akhir. Akan tetapi ia memandang bahwa
proses belajar sebagai hal ang sangat penting. Oleh karena
itulah pendekatan saintifik menekannkan keterampilan proses.
Pendekatan ini memberikan penekanan pada proses pencarian
pengetahuan dari pada transfer pengetahuan di mana siswa
dipandang sebagai subjek belajar yang perlu dilibatkan secara
aktif dalam proses pembelajaran, sementara guru berperan
sebagai fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan
kegiatan belajar. Siswa diarahkan untuk menemukan berbagai
fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan
untuk kehidupannya secara mandiri.

Pendekatan ini mencakup pada penemuan makna


(meaning), organisasi, dan struktur dari ide atau gagasan,
sehingga secara bertahap siswa belajar bagaimana
mengorganisasikan, melakukan penelitian, bahkan penemuan
sendiri (inquiry).13 Berikut prinsip-prinsip pendekatan saintifik

13 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010), 114.

8
dalam kegiatan pembelajaran yang dikutip dari Daryanto
berikut ini:14

a. Pembelajaran berpusat pada siswa


b. Pembelajaran membentuk student self concept;
c. Pembelajaran terhindar dari verbalisme
d. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa
untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum,
dan prinsip
e. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan
kemampuan berpikir siswa
f.Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan
motivasi belajar guru
g. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih
kemampuan dalam komunikasi
h. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum,
dan prinsip yang dikon- struksi siswa dalam struktur
kognitifnya.
Kemudian dalam Machin disebutkan, beberapa tujuan
pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah:15

a. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya


kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
b. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam
menyelesaikan suatu masalah secara sistematik
c. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa
merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan
d. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi

14 Daryanto, Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013, ……58.

15 Machin, “Implementasi Pendekatan Saintifik, Penanaman Karakter dan Konservasi


Pada Pembelajaran Materi Pertumbuhan”, Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, volume
3, nomor1, (2014), 28.

9
e. Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-
ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah
f. Untuk mengembangkan karakter siswa.
Kemudian dalam diktat Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan
ilmiah dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai
titian emas perkembangan dan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam
pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah,
para ilmuwan lebih mengedepankan penalaran induktif
ketimbang penalaran deduktif. Penalaran deduktif melihat
fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang
spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena
atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara
keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-
bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah
umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik
dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum.16

Pendekatan saintifik mempunyai kriteria proses


pembelajaran sebagai berikut:17

a. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau


fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau
penalaran tertentu bukan sebatas kira-kira, khayalan,
legenda atau dongeng semata.
b. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif
guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta merta,
pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari

16 Asep Kusnadi, “Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Langkah-Langkah Pembelajaran


Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti”, Safina, Volume 1, Nomor 01, (Maret 2016), 4.

17 M. Hosnan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad 21,….. 38.

10
alur berpikir berpikir logis.
c. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir kritis,
analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami,
memecahkan masalah dan mengaplikasikan materi
pembelajaran.
d. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir
hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan
satu sama lain dari materi pembelajaran.
e. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu
memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola
berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi
pembelajaran.
f. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang
dapat dipertanggungjawabkan.
g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana
dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.

C. Langkah-langkah Pendekatan Saintifik dalam


Pembelajaran

Menurut Abdul Majid langkah-langkah pendekatan ilmiah


(scientific approach) dalam proses pembelajaran meliputi
menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan,
kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data
atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar,
kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata
pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin
pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara
prosedural. Secara umum, langkah-langkah pendekatan
saintifik adalah mengamati, bertanya, menalar, mencoba, dan
mengkomunikasikan.18

Pada regulasi tentang standar proses pembelajaran

18 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, 99.

11
(Kemendikbud 65 tahun 2013 tentang standar proses)
dikemukan secara jelas bahwa untuk penguatan proses
pembelajaran diperlukan pendekatan ilmiah atau saintifik
melalui serangkain langkah mengamati, menanya, mencoba,
menalar atau mengasosiasi dan mengomunikasikan. Rangkain
kegiatan ilmiah dalam pembelajaran tersebut dapat
diterangkan sebagai berikut;19
1. Mengamati
Kegiatan mengamati lebih mengutamakan makna dari
proses pembelajaran yang dilakukan. Ia bisa didesain dan
memiliki makna yang besar apabila dipandu dan
dilaksanakan dengan pendidik yang dapat menyediakan
obyek atau media secara nyata, sehingga bisa membuat
peserta didik menjadi senang, nyaman dan tertantang pada
proses pembelajaran yang dilaksanakan. Mengamati dapat
dilakukan melalui berbagai media yang dapat diamati oleh
siswa tergantung dari materi yang akan dipelajari dan
kompetensi yang diharapkan, misalnya: video, gambar,
grafik, bagan, ayat Al qur’an dan hadits.
2. Menanya
Aktivitas menanya lebih diarahkan kepada kegiatan
yang dilakukan oleh peserta didik setelah ia melakukan
pengamatan atau mengamati objek tertentu yang
disediakan oleh pendidik. Pendidik lebih berperan sebagai
fasilitator untuk menciptakan suasana pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menanyakan sesuatu atas objek yang diamati sebelumnya.
Pendidik profesional dituntut agar mampu menginspirasi
peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan

19 Ahmad Salim, “Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di
Madrasah, Cendekia, Volume 12, Nomor 1, (Juni, 2014), 40-42.

12
ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada
konteks bertanya ini, maka pendidik harus memberikan
kesempatan dan membimbing peserta didiknya agar bisa
memberikan pertanyaan yang baik sesuai dengan tema
atau materi yang diamati sebelumnya.
3. Mencoba
Mencoba merupakan proses kegiatan memperkuat
pemahaman faktual, konseptual, dan prosedural melalui
kegiatan langsung mengumpulkan data. Kegiatan mencoba
dapat dilakukan dalam dua jenis, yaitu mencoba prinsip
atau prosedur seperti yang diperoleh melalui diskusi, dan
mencoba mengaplikasikan prinsip atau prosedur pada
situasi baru. Kegiatan mencoba dapat dilakukan dalam
bentuk ekperimen, tugas projek, atau tugas produk.
Aktivitas mencoba lebih dimaknai dengan mengumpulkan
data untuk bisa didiskusikan dengan peserta didik lain atau
kelompok lain dalam proses pembelajaran yang
berlangsung. Pada aktivitas tahap ini, seorang pendidik
harus memberikan banyak kesempatan kepada peserta
didik untuk mengumpulkan data dari apa yang telah diamati
dan coba di tanyakan kepadanya dari peserta didiknya.
4. Menalar
Menalar pada konteks pembelajaran dengan
pendekatan ilmiah lebih untuk menggambarkan bahwa
pendidik dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Inti dari
titik tekannya bahwa peserta didik diharapkan lebih aktif
dari pada pendidik pada berbagai kegiatan pembalajaran.
Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis
atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk
memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Menalar atau
mengasosiasi adalah kegiatan berpikir tingkat tinggi

13
terhadap data yang didapat melalui kegiatan mencoba.
Termasuk dalam kategori mengasosiasi adalah menyajikan
data secara sistematis, memilah, mengelompokkan,
menghubungkan, merumuskan, menyimpulkan dan
menafsirkan. Kegiatan mengasosiasi dapat dirancang dan
didesain dengan menggunakan lembar kerja ekperimen
sehingga lebih terbimbing dan terarah sesuai dengan tujuan
dan sasaran pembelajaran. Pada kegiatan tugas proyek dan
tugas produk umumnya tidak memerlukan lembar kerja
karena siswa lebih bebas dalam berkreasi dan berinovasi
5. Mengkomunikasikan

Langkah terakhir dalam pendekatan saintifik adalah


mengkomunikasikan dari apa yang telah dinalar dan
diasosiasikan kepada peserta didik lain. Peserta didik atas
bimbingan pendidik didorong agar mampu
mengkomunikasikan hasil penalaran serta asosiasi yang
telah dilakukan secara pribadi atau kelompok kepada
peserta didik lain. Peserta didik dengan bimbingan pendidik
harus dapat diarahkan untuk dapat mempresentasikan,
mendialogkan dan menyimpulkan terhadap materi yang
telah dipelajarinya dari mengamati hingga langkah terakhir
ini yaitu mengkomunikasikan. Mengomunikasikan adalah
hasil akhir dari kegiatan pembelajaran dimana siswa mampu
mengekpresikan sikap, pengetahuan, dan keterampilannya
dalam bentuk lisan, tulisan, atau karya yang relevan.
Kegiatan ini menjadi sarana agar siswa terbiasa berbicara,
menulis, atau membuat karya tertentu untuk
menyampaikan gagasan atau ide, pengalaman, dan kesan
dan lain sebagainya termasuk dengan melibatkan emosi dan
idealismenya.

14
Proses pendekatan saintifik dipandu dengan kaidah-
kaidah pendekatan ilmiah. Proses pendekatan saintifik
dirinci pada tabel 1 berikut ini:

Tabel 1.
Rincian Langkah-langkah Pendekatan Saintifik20
Langkah Kegiatan Pembelajaran Pengembangan
Pembelajaran Kompetensi
Mengamati Membaca, mendengar, Melatih kesungguhan,
menyimak, melihat (tanpa ketelitian, mencari
atau dengan alat) informasi

Menanya Mengajukan pertanyaan Mengembangkan


tentang informasi yang tidak kreativitas, rasa ingin
dipahami dari apa yang tahu, kemampuan
diamati atau pertanyaan merumuskan
untuk mendapatkan informasi pertanyaan untuk
tambahan tentang apa yang membentuk pikiran kritis
diamati (dimulai dari yang perlu untuk hidup
pertanyaan faktual sampai cerdas dan belajar
pertanyaan yang bersifat sepanjang hayat
hipotetik)

Mengumpulkan Melakukan eksperimen, Mengembangkan sikap


Informasi / membaca sumber lain selain teliti, jujur, sopan,
eksperimen buku teks, mengamati objek/ menghargai, pendapat
kejadian/aktivitas, wawancara orang lain, kemampuan
dengan narasumber berkomunikasi,
menerapkan
kemampuan
mengumpulkan
informasi melalui
berbagai cara yang
dipelajari,
mengembangkan
kebiasaan belajar dan
20 Lampiran IV Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A
Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum, 5-7.

15
belajar sepanjang hayat

Mengasosiasika Mengolah informasi yang Mengembangkan sikap


n / mengolah sudah dikumpulkan baik jujur, teliti, disiplin, taat
informasi terbatas dari hasil kegiatan aturan, kerja keras,
mengumpulkan/ eksperimen kemampuan
maupun hasil dari kegiatan menerapkan prosedur
mengumpulkan informasi. dan kemampuan
Pengolahan informasi yang berpikir induktif dalam
dikumpulkan dari yang menyimpulkan.
bersifat menambah keluasan
dan kedalaman sampai
kepada pengolahan informasi
yang bersifat mencari solusi
dari berbagai sumber yang
memiliki penadapat yang
berbeda sampai kepada yang
bertentangan.

Mengomunikasik Menyampaikan hasil Mengembangkan sikap


an pengamatan, kesimpulan jujur, teliti, toleransi,
berdasarkan hasil analisis, kemampuan berpikir
atau media lainnya sistematis,
mengungkapkan
pendapat dengan
singkat dan jelas, dan
mengembangkan
kemampuan berbahasa
yang baik dan benar.

D. Pelajaran PAI dan Tujuan Pembelajaran Pendidikan


Agama Islam

Pelajaran Pendidikan Agama Islam pada dasarnya tidak


jauh berbeda dengan pendidikan pada umumnya. Letak
perbedaan yang mendasar adalah pada materi yang
disampaikan kepada peserta didik. PAI menurut H. Abdul

16
Rchaman Saleh dalam Mahfudh Shalehudin merupakan usaha
sadar berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik
supaya kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami
dan mengamalkan ajaran-ajaran Agama Islam serta
menjadikannya sebagai way of life (jalan kehidupan).21 PAI
dilaksanakan dengan tujuan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan
pengetahuan, penghayatan pengamalan serta pengalaman
peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia
muslim yang berkembang rasa keimanan dan ketaqwaannya
kepada Allah dan berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
masyarakat, dan berbangsa serta Negara.22
PAI merupakan subject matter yang terdiri dari lima aspek,
yaitu al-Qur’an Hadits, Akidah Akhlak, Fiqh, Sejarah
Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab. 23 Lima aspek PAI tersebut
memiliki karakteristik yang bermacam-macam, bahkan
menghendaki pola pikir non-ilmiah.

E. Problematika Pendekatan Saintifik dalam


Pembelaran Pendidikan Agama Islam

Selain kriteria ilmiah yang menjadi alur pikir, pendekatan


saintifik harus dihindarkan dari alur pikir non-ilmiah (intuisi).
Dalam perspektif pendekatan saintifik, intuisi dimaknai
sebagai kecakapan praktis yang irasional dan individual atau
subjektif. Intuisi merupakan kemampuan tingkat tinggi yang
dimiliki oleh seseorang atas dasar pengalaman dan

21 Mahfud Shalehudin, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1987), 8.

22 Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Metodologi Pengajaran Agama


Islam, (Jakarta: IAIN, 1985), 248.

23 Kusaeri, Telaah Epistemologis, 340.

17
kecakapannya. Istilah ini sering juga dipahami sebagai
penilaian terhadap sikap, pengetahuan, dan keterampilan
secara cepat dan berjalan dengan sendirinya. Kemampuan
intuitif itu biasanya didapat secara cepat tanpa melalui proses
panjang dan tanpa disadari. Namun demikian, intuisi sama
sekali menafikan dimensi alur pikir yang sistemik dan
sistematik.
Pendapat yang demikian ini bertentangan dengan alur
pikir mata pelajaran (mapel) PAI yang memiliki karakteristik
bermacam-macam, bahkan menghendaki pola pikir yang
disebut oleh pendekatan saintifik sebagai pola pikir non-ilmiah.
Seperti contoh dalam aspek Aqidah. Dalam hal ini, apabila lima
langkah tersebut di atas diterapkan dalam aspek Aqidah,
maka akan terlihat adanya kerancuan. Hal ini karena
pendekatan saintifik mengharuskan guru menyuguhi siswa
materi pembelajaran yang berbasis pada fakta (bisa diindra
secara empiris). Sementara itu, aspek Aqidah yang di
dalamnya berisi muatan ketauhidan sulit untuk disajikan fakta
yang dapat dibuktikan secara empiris. Contohnya adalah
ketika membahas akidah tentang malaikat izrail sebagai
pencabut nyawa, kehidupan di alam kubur, dan lainnya.
Kesimpulannya adalah apabila aspek Aqidah terlalu “dipaksa”
untuk mendekati fakta empiris, maka dapat menjadikan
supremasi akal lebih tinggi dari pada otoritas wahyu.
Hal yang sama berlaku juga pada kriteria non-ilmiah
dalam pendekatan saintifik yang menolak intuisi sebagai
sarana memperoleh kebenaran. Padahal, menurut al-Shaybani,
intuisi menjadi dorongan bagi seseorang agar dapat

18
merasakan getaran hati akan Rabb-nya dan merupakan bagian
terpenting dalam menerima pengetahuan.24
Problem pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI
selanjutnya adalah dalam langkah mengamati. Mengamati
merupakan kegiatan empiris yang melibatkan peran
pancaindra agar pengamat dapat memotret objek benda
secara holistic. Karena objek yang diamati melibatkan peran
pancaindra, maka objek tersebut harus berupa objek fisik-
materil. Persoalan inilah yang menjadi perdebatan dalam
mapel PAI. Pasalnya, objek kajian dalam PAI bukan hanya
berupa objek fisik-materil. PAI juga mengkaji objek metafisik
yakni hal-hal yang berkaitan dengan alam gaib, seperti
malaikat, jin, dan syetan. Lebih dari itu, PAI bahkan mengkaji
aspek eskatologis, seperti alam kubur, alam akhirat, surga
dan neraka. Bidang kajian metafisik-eskatologis tersebut
diturunkan menjadi mata pelajaran Aqidah Akhlaq.
Dalam kegiatan mengamati objek yang metafisik-
eskatologis tidak diperkenankan mengada-adakan sesuatu
yang tidak bisa dijangkau oleh akal dan indra manusia.
Maksudnya, perlu disadari bahwa pancaindra yang diberikan
oleh Allah kepada manusia memang hanya mampu
mengamati objek yang bersifat fisik-materil. Sementara itu,
objek pengamatan yang bersifat metafisik-eskatologis hanya
diinformasikan oleh Allah melalui kalâm dan utusan-Nya (baca:
al- Qur’ân dan al-Sunnah). Oleh karena itu, objek yang
diinformasikan melalui wahyu tersebut harus berangkat dari
sikap percaya (iman) terhadap pernyataan-pernyataan dari
wahyu tanpa koreksi sama sekali sehingga ia bersifat a priori.
Dengan menyandarkan pada sifat a priori tersebut, intuisi

24 Mohammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung


(Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 268.

19
sebagai kerangka berpikir pendekatan saintifik dalam mapel

PAI tidak dapat dinafikan. Akhirnya, langkah mengamati


dalam mapel PAI menggunakan paradigma ganda antara
metode empirik dan metode intuitif.25

F. Solusi atas Problematika Pendekatan Saintifik dalam


Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Implementasi pendekatan saintifik pada mata pelajaran


PAI di madrasah harus selalu dibangun atas dasar prinsip
metode ilmiah sebagaimana diterangkan di atas. Seperti
berbasis pada fakta, berpikir kritis, berpikir hipotetik, objektif.
Tetapi hal yang harus diingat bahwa untuk mata pelajaran,
materi, atau situasi tertentu, termasuk juga PAI sangat
mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan
secara prosedural. Walaupun demikian pada kondisi seperti ini,
proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau
sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat non-
ilmiah. Hal yang harus diketahui dalam pengajaran PAI adalah
ada aspek yang terkadang tidak bisa dirasionalkan, ada aspek
yang kurang baik bila terlalu kritis dan ada aspek yang
terkadang tidak bisa diraba secara empiris, aspek tersebut
adalah terkait dengan tauhid atau aqidah. Dalam pendekatan
saintifik, metode berpikir intuisi digolongkan bukan merupakan
metode berpikir ilmiah karenanya metode semacam itu
ditolak.26

25 Kusaeri, “Telaah Epistimologis Pendekatan Saintifik Mata Pelajaran Pendidikan Agama


Islam”, Islamica, Volume 9, Nomor 2, (Maret, 2015), 350-351.

26 Ahmad Salim, “Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di
Madrasah, Cendekia, Volume 12, Nomor 1, (Juni, 2014), 44.

20
Mensikapi keadaan di atas maka ada beberapa hal yang
harus menjadi perhatian utamanya bagi pendidik PAI terhadap
pelaksanaan pelajaran PAI di madrasah atau sekolah yang
terbagi menjadi beberapa materi pelajaran tersebut. Pertama,
pendekatan saintifik merupakan langkah sistematis layaknya
ahli ilmu pengetahuan untuk menemukan jawaban obyektif
dari tema atau materi yang dipelajari peserta didik.
Pendekatan ini tidak dimasudkan untuk mereduksi sumber
kebenaran yang berasal dari wahyu yang bersifat dogmatis
dan perspektif ke dalam kebenaran yang bersifat logis ilmiah.
Pemahanan ini berimplikasi kepada proses pembelajaran yang
dilaksanakan. Pendidik harus dapat mengkategorikan tema
yang kebenarannya masuk pada wilayah dogmatis atau tema
yang kebenarannya dapat diperoleh melalui pendekatan ilmiah
murni. Sebagai contoh, pada mata pelajaran aqidah yang
membahas tentang keimanan, baik kepada Allah, Malaikat,
Kitab, Rasul, ataupun surga dan neraka, maka jelas sumber
kebenarannya adalah wahyu yang bersifat dogmatis, sehingga
obyek yang dapat diamati adalah teks yang bersumber dari
Alqur’an atau hadist yang terkait dengan hal-hal keimanan
tersebut. Beberapa langkah yang dipratekkan dari mengamati
hingga mengkomunikasikan terhadap tema yang diajarkan
adalah usaha untuk mencari kebenaran atas teks yang
diamatinya. Bukti kebenaran sebagaimana yang dituntut pada
kebenaran ilmiah justru terletak pada teks yang ada.
Pada langkah menalar, pendidik dituntut untuk bisa
memotivasi siswa untuk menelaah tema yang bersifat
dogmatis bersumber pada teks yang ada. Usaha ini tentu tidak
mudah untuk dilakukan mengingat teks yang berasal dari
wahyu baik Alqur’an ataupun Hadist merupakan manuskrip

21
yang berbahasa arab, dimana kemamampuan membaca teks
tersebut merupakan kompetensi sendiri yang tidak semua
peserta didik dapat melakukanya secara optimal. Setelah itu,
pendidik dituntut untuk menginternalisasikan pemahaman
peserta didik terhadap tema atau obyek yang diamati ke
dalam sikap dan perilaku yang mencerminkan pemahaman
terhadap tema yang dipelajari.
Kedua, pentingnya pengintegrasian tema yang
kebenaraanya bersifat dogmatis dan tema yang kebenaranya
bersifat ilmiah murni. Bahasan tentang keimanan perlu
diintegrasikan dengan pembahasan tentang perilaku dalam
kehidupan umat islam baik sebagai pribadi, masyarakat
ataupun sebagai warga negara. Misalnya ketika membahas
tema tentang takdir, maka selain menghadirkan obyek tentang
teks ayat atau hadits tentang takdir perlu juga dihadirkan
tentang obyek keteladanan tokoh dalam memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia, yang bersifat sabar penuh harap dan
mempunyai motivasi yang tinggi dalam mencapai cita-citanya.
Bahasan tentang iman kepada Allah, maka perlu diintegrasikan
dengan tema perilaku umat islam dalam menjalankan ritual
keagamaanya. Pengintegrasian beberapa tema bahasan
menjadi suatu tema pembelajaran baru akan lebih
mendalamkan pemahaman dan penghayatan peserta didik
terhadap tema yang dipelajarinya.
Ketiga, perlunya pendiskripsian ulang tentang standar
kompetensi yang ingin dicapai pada mata pelajaran PAI di
madrasah. Kompetensi utama yang ingin diraih pada semua
mata pelajaran PAI di madrasah tidak ingin mencetak output
pendidikan menjadi ahli agama. Kompetensi utama yang ingin
diraih adalah terkait erat dengan sikap dan perilaku

22
keberagamaan peserta didik sebagai cerminan dari
pemahaman materi yang telah dipelajari dan dikuasainya.
Paradigma ini akan menggiring perilaku pendidik untuk
memberikan porsi yang seimbang atas kompetensi yang ingin
diraih baik pada dataran pemahaman, penghayatan ataupun
pada dataran perilaku. Selama ini ranah pemahaman masih
menjadi agenda paling penting untuk dikembangkan pada
semua mata pelajaran yang ada di madrasah. Siswa yang
diaggap berhasil adalah siswa yang dapat memahami semua
mata pelajaran tersebut dengan indikator bagusnya
jawabanan dia pada waktu ujian tulis dilaksanakan.
Keempat, perlunya kreativitas dan inovasi pendidik
dalam mengembagkan proses pembelajaran yang ada,
utamanya pada scenario pembelajaran. Skenario atau strategi
pembelajaran yang dimulai dari penyiapan obyek atau hal
yang harus diamati, kreativitas dalam memberikan umpan
dalam merangsang peserta didik agar mempunyai daya kritis
dalam menalar dan mengkomunikasikan atas objek yang telah
diamati merupakan tugas utama pendidik, sehingga peserta
didik dapat mencapai kompetensi memadahi sebagaimana
yang diharapkan. Beragamnya objek pengamatan yang
dihadirkan oleh pendidik, yang tidak hanya terbatas pada tek
atau literature dari Qur’an dan hadits akan memghadirkan
proses pembelajaran yang menyenangkan dan menantang,
sehingga menggairahkan peserta didik untuk menemukan
pengetahuannya sendiri atas obyek yang diamatinya. Misalnya
pada pelajaran akhlak tentang hormat kepada orang tua atas
realisasi rasa keimanan kita sebagai seorang muslim, maka
pendidik dapat menghadirkan obyek yang bisa diamati adalah
teks Qur’an atau Hadits yang terkait dengan tema tersebut.

23
Tetapi seorang pendidik dapat menambah obyek dengan
gambar bagaimana cara menghormati orang tua, film tentang
akibat anak yang tidak menghormati kepada orang tua dan
lainnya.
Guru dalam berinovasi untuk melakukan pembaharuan
pada pembelajaran membutuhkan kreativitas, sehingga
pembelajaran yang dilakukannya benar- benar bersifat
menantang peserta didik, karena peserta didik disuguhi
dengan hal yang mungkin belum ditemukan oleh peserta didik.
Indikator kreativitas dan inovasi seorang guru dapat dilihat
kepada sejauhmana raihan prestasi peserta didiknya mencapai
taraf tertentu sesuai standar yang telah ditentukan. Inovasi
dan kreativitas yang dimiliki seorang guru akan menjadi
instrument pendorong suatu pekerjaan profesional dapat
dilakukan secara optimal. Kreativitas dan inovasi sangat
diperlukan oleh guru untuk mengembangkan kompetensi
peserta didik secara optimal melalui proses pembelajaran yang
dilakukanya. Guru sebagai ujung tombak pelaksana dari
kurikulum menjadi aktor pertama dan utama sukses tidaknya
sebuah kurikulum diimplementasikan pada dataran sekolah
dan atau kelas. Sebagus apapun desain kurikulum yang
ditawarkan dan diprogramkan, dalam pelaksanaannya sangat
tergantung dengan kemampuan guru dalam menerjemahkan
kurikulum bersangkutan menjadi suatu pedoman terhadap
semua aktivitas guru dalam mentrasfer dan mengembangkan
kemampuannya ke dalam diri peserta didik menurut kuadrant
yang sesuai dengan bakat dan minat peserta didik.27

27 Ahmad Salim, “Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di
Madrasah, Cendekia, Volume 12, Nomor 1, (Juni, 2014), 44-47.

24
BAB III
PENUTUP
Berbagai macam pilihan pendekatan dalam pembelajaran
yang bisa diterapkan dalam kegiatan belajar-mengajar PAI dan
kesemuanya itu bertujuan untuk memperoleh keberhasilan dan
tercapainya tujuan pembelajaran dan pendidikan sesuai dengan
yang dicanangkan. Salah satunya yaitu menggunakan
pendekatan saintifik. Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah
itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran
tradisional. Adapun langkah-langkah pendekatan saintifik yakni
mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasikan dan
mengkomunikasikan.
Pada mata pelajaran PAI, implementasi pendekatan
saintifik merupakan sebuah keniscayaan yang harus dilakukan
guna menghadapi berbagai macam persoalan pendidikan
utamanya terkait belum komprehensifnya kompetensi yang
dicapai oleh peserta didik setelah mereka melakukan proses
pembelajaran. Karena kebanyakan kebenaran materi PAI
diperoleh melalui cara non ilmiah, maka dalam implementasi
pendekatan saintifik dalam pembelajaran PAI pendidik harus
memahami beberapa hal, yaitu pendidikan ilmiah tidak
mengurangi atau menghilangkan kebenaran yang bersifat
dogmatis kepada kebenaran bersifat empiris, pentingnya
pengintegrasian tema yang kebenarannya bersifat dogmatis

25
dengan ilmiah murni, pendeskripsian ulang tentang standar
kompetensi mata pelajaran PAI, pentingnya mengembangkan
kreativitas dan inovasi pendidik dalam proses pembelajaran.

26

Anda mungkin juga menyukai