Anda di halaman 1dari 28

“ Pengertian Guru Sebagai Subjek Pendidikan, Tugas Dan Kewajiban Guru Dan Sikap

Guru Terhadap Siswa ”

Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Tafsir dan Hadis Tarbawi

Disusun Oleh :

Muhammad Zulfan (11315106208)

DOSEN PENGAMPU

Dra. Hj. Nurhayati.B, M.Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTAN SYARIF KASIM RIAU

PEKANBARU

TP. 2017
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat hidup dan nikmat iman
serta kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain. Sebagai manusia kita wajib
untuk senantiasa mensyukuri nikmatnya dan berusaha membalas semua kebaikan yang Allah
berikan kepada kita semua dengan cara menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala
larangannya.

Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
seorang Rasul yang di dalam dirinya terdapat suri tauladan yang baik bagi kita semua.

Dalam makalah yang berjudul “Pengertian guru sebagai subjek Pendidikan, Tugas dan
kewajiban guru terhadap siswa” Alhamdulillah telah bisa disusun dengan mengumpulkan
berbagai macam referensi. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu, penyusun mohon maaf. Besar harapan kami makalah ini dapat
berguna untuk semua orang khususnya mahasiswa UIN SUSKA Riau.

Penyusun

Muhammad Zulfan

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejalan dengan tantangan global, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang
akan semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai
peningkatan dan penyesuaian kemampuan professional. Guru harus lebih dinamis dan kreatif
dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru dimasa mendatang tidak lagi
menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan
pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini.

Di masa depan, guru bukan satu-satunya orang yang lebih pandai ditengah-tengah peserta
didiknya. Jika guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian
cepat, ia akan terpuruk secara professional. Kalau hal ini terjadi, akan kehilangan kepercayaan
baik dari pesrta didik, orang tua maupun masyarakat. Untuk menghadapi tantangan
profesionalitas tersebut, perlu berfikir secara antisipatif dan proaktif. Artinya guru harus
melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus.

Disamping itu, guru masa depan harus paham penelitian guna mendukung terhadap
efektifitas pengajaran yang dilaksanakannya, sehingga dengan dukungan hasil penelitian guru
terjebak pada praktek pengajaran yang menurut asumsi mereka sudah efektif, namun kenyataan
justru mematikan kreatifias para peserta didiknya. Begitu juga, dengan dukungan hasil penelitian
yang mutakhir memungkinkan guru untuk melakukan pengajaran yang bervariasi dari tahun ke
tahun,disesuaikan dengan konteks perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang sedang
berlangsung.

Akan tetapi pada era modern ini muncul sikap-sikap guru yang mulai melenceng. Beberapa
pendidik kurang mengetahui akan tugas dan kewajiban mereka sehingga sangat berpengaruh
besar dalam perkembangan kualitas anak didik mereka. Meskipun begitu tidak sedikit pula
pendidik yang mengutamakan kualitas anak didik nya. Seperti hal nya yang di jelaskan pada
ayat-ayat suci Al-Qur’an mengenai tafsir pendidik.
3
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Apa pengertian guru dan tugas guru; al-Baqarah: 128-130, Ali Imran: 164, al-
Jum’ah: 1-2?
2. Apa sikap guru terhadap siswa; al-Taubah: 128-129, Ali Imran: 159, An-Najmi:
5-6?
3. Apa hadis tentang guru dan tugasnya?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk memahami tugas seorang guru dan tugas guru; al-Baqarah: 128-130, Ali
Imran: 164, al-Jum’ah: 1-2.
2. Untuk memahami sikap guru terhadap siswa; al-Taubah: 128-129, Ali Imran: 159,
An-Najmi: 5-6.
3. Untuk mengetahui hadis tentang guru dan tugasnya.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Guru dan Tugas Guru

2.1.1 Surat Al-Baqarah (2) : 128-130


A. Teks Ayat
   
    
    
    
    
  
  
    
     
     
    
    

B. Kata-kata Sulit

dan jadikanlah kami =  dua orang


yang tunduk = 

dan tunjukkan kami =  keturunan/anak cucu


kami = 

maha penerima taubat =  cara beribadah haji kami =




dari kalangan mereka =  dan


utuslah = 
5
mengajarkan mereka =  akan
membacakan = 

maha perkasa =  


mensucikan mereka = 

membenci =  maha bijaksana =




dirinya sendiri =  membodohi =




orang-orang yang soleh =  kami telah


memilihnya =  

C. Terjemahan Ayat
“Ya Tuhan Kami, Jadikanlah Kami berdua orang yang tunduk patuh
kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu Kami umat yang tunduk
patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada Kami cara-cara dan tempat-
tempat ibadat haji Kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”.
“Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan
mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan
mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah)
serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi
Maha Bijaksana.”
“Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang
memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia
dan Sesungguhnya Dia di akhirat benar-benar Termasuk orang-orang yang
saleh.”.

D. Asbabun Nuzul

6
Berkata Ibnu ‘Uyainah: “Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Salam
menyeru kedua keponakannya Salamah dan Muhajir agar masuk Islam,
katanya kepada mereka: “Kalian telah mengetahui bahwa Allah Ta’ala telah
berfirman dalam Taurat: Sesungguhnya Aku akan membangkitkan dari anak
cucu Ismail seorang Nabi yang bernama Muhammad. Maka barang siapa
yang beriman kepadanya, berarti dia telah beroleh petunjuk dan berada dalam
kebenaran, sebaliknya yang tidak beriman, maka ia akan menjadi seorang
yang terkutuk!” maka Salamah pun masuk Islam, sebaliknya Muhajir
menolak, maka turunlah ayat mengenai dirinya.1

E. Munasabah Ayat
 Dengan ayat sebelumnya
  
  
  
    
 
127. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar
Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan Kami terimalah daripada
Kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi
Maha Mengetahui".

Pada ayat ini Allah SWT. mengingatkan kepada orang-orang Arab bahwa yang
membangun Baitullah itu adalah nenek moyang mereka yang bernama ibrahim dan
putranya Ismail, kedua beliau itu adalah cikal bakal orang-orang Arab dan Israil. Seluruh
orang-orang Arab mengikuti agamanya yaitu millatu Ibrahim.

Di sini disebutkan bahwa Ibeahim a.s. berdoa kepada Allah SWT. setelah selesai
mengerjakan amal yanh sholeh dengan baik dan maksud bahwa perbuatan itu semata-
mata dilakukan dan dikerjakan karena Allah. Karena sifat dan bentuk perbuatan itu

1
Al-Mahali, Imam Jalaluddin, Tafsir Jalalain Asbabun Nuzul Ayat, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1996). hal 188.
7
diyakini sesuai dengan perintah Allah, maka ayah dan anak itu yakin pula bahwa amalnya
itu pasti diterima Allah SWT. hal ini berarti segala macam doa yang dipanjatkan kepada
Allah SWT. yang sifat, bentuk dan tujuannya sama dengan yang dilakukan oleh Ibrahim
a.s dan putranya, pasti diterima Allah pula dan pasti diberi pahala yang baik dari sisi-
Nya.

Pada ayat berikutnya (2:128) Ibrahim a.s. melanjutkan doanya agar menjadikan
keturunannya umat yang tunduk dan patuh kepada Allah.

 Dengan ayat sesudahnya

     


  
 

131. Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: "Tunduk patuhlah!" Ibrahim


menjawab: "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam".

Ketika Allah berfirman “ dan tak ada yang benci kepada agama Ibrahim
melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri” artinya, menzalimi dirinya sendiri
dengan kebodohannya itu dan buruknya perhatian mereka dengan meninggalkan
kebenaran dan memilih kesesatan. Mereka menyalahi jalan yang orang yang sudah dipilih
Allah SWT. di dunia untuk memberi petunjuk dan bimbingan dari sejak masa mudanya
hingga ia dijadikan Allah sebagai khalil. Dan diakhirat kelak, ia termasuk orang-orang
yang shalih dan bahagia.

Maka orang yang meninggalkan jalan dan agamanya lalu mengikuti jalan
kesesatan, maka adakah kebodohan yang lebih parah darinya? Sebagaimana firman Allah
“sesungguhnya kemusryikan (menyekutukan Allah) itu benar-benar merupakan
kezaliman yang sangat besar “(QS. Luqman: 13)

Abul’ Aliyah dan Qatadah mengatakan” ayat ini turun berkenaan dengan orang-
orang yahudi yang membuat cara baru yang bukan dari sisi Allah serta menyalahi agama
Ibrahim.” Yang mendukung kebenaran tafsir ini adalah firman Allah Ta’ala yang artinya

8
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi ia adalah
seorang yang lurus lagi berserah diri kepada Allah dan sekali-kali bukanlah dia termasuk
golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim
adalah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), serta orang-orang
yang beriman kepada Muhammad. Dan Allah adalah pelindung seluruh orang-orang yang
beriman (QS. Ali Imran : 67-68)

Maka Setelah itu Allah berfirman: “tunduk patuhlah! Ibrahim menjawab: ‘ Aku
tunduk patuh kepada Rabb semesta alam” maksudnya, Allah Ta’ala menyuruhnya untuk
ikhlas, tunduk dan patuh kepadaNya. Maka Ibrahim pun memenuhi perintah itu sesuai
dengan syariat dan ketetapanNya.

F. Tafsir Ayat
Firman Allah SWT “Ya Tuhan kami, jadikanlah kami orang yang
berserah diri kepada-Mu” dalam ayat ini, Ibrahim memohon ketetapan dan
konsisten (kepada Allah). Yang dimaksud dengan ‘Islam’ (yaitu lafaz
muslimaini) dalam ayat ini adalah keimanan dan amal shalih.
“..dan anak-cucu kami (juga) umat yang berserah diri kepada-Mu”,
yakni, sebagian dari anak cucu kami, jadikanlah oleh engkau. Menurut satu
pendapat, semua nabi hanya mendoakan dirinya dan umatnya kecuali Ibrahim.
Sebab selain dia mendoakan dirinya dan umatnya, dia pun mendoakan umat
Islam (yang merupakan anak cucunya).
“dan terimalah tobat kami” terjadi silang pendapat tentang pengertian
dari ucapan Ibrahim. Sebab mereka adalah para nabi yang terpelihara dari
dosa. Sekelompok ulama mengatakan bahwa Ibrahim dan Ismail memohon
ketetapan dan konsistensi, bukan karena mereka berdua mempunyai dosa.
“Ya Tuhan kami, utuslah ditengah mereka seorang Rasul dari kalangan
mereka sendiri”. Sosok yang dimaksud dengan rasul tersebut adalah Nabi
Muhammad SAW. Khalid bin Ma’dan meriwayatkan bahwa sekelompok
sahabat Nabi SAW berkata kepada beliau”Wahai Rasulullah, beritahukanlah

9
kepada kami gerangan dirimu!” Beliau menjawab, “Baiklah,, aku adalah doa
Ibrahim dan berita Baik Isa As.”
“dan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka”. Yang dimaksud
dari Al-Kitab adalah Al Qur’an, sedangkan yang dimaksud dengan lafaz Al-
Hikmah adalah pengetahuan terhadap agama, penguasaan dalam menakwilkan
dan pemahaman yang merupakan anugerah dan cahaya dari Allah.
Demikianlah yang dikatakan oleh imam Malik. Pendapat ini diriwayatkan dari
imam Malik oleh Ibnu Wahb. Pendapat ini pun dikatakan oleh Ibnu Zaid.
Namun Qatadah berkata, “Yang dimaksud dengan Al-Hikmah adalah Sunnah
dan penjelasan syari’at.”
“Dan ada orang yang membenci agama Ibrahim, kecuali orang yang
memperbodoh dirinya sendiri”. Qatadah berkata, “Yang dimaksud dengan
orang yang memperbodoh dirinya sendiri adalah orang-orang Yahudi dan
Nashrani. Mereka membenci agama Ibrahim dan mereka membuat bid’ah
yang berasal dari Allah.”
Dan sungguh, kami telah memilihnya (Ibrahim) di dunia ini. Dan
sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang-orang saleh”. Yakni, telah Kami
pilih dia sebagai Rasul dan Kami jadikan dia orang yang suci dari kotoran.
Orang yang shalih di akhirat adalah orang yang beruntung.

G. Hubungan Ayat dengan Pendidikan


Kata guru dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta, yang
berarti orang yang digugu atau orang yang dituruti fatwa dan perkataannnya.
Dalam bahasa Arab, guru disebutkan dengan mu’allim, murabbi, mudarris,
dan al-mu’addib. Mu’allim berasal dari kata “allama, dan allama kata
dasarnya ‘alima yang berarti mengetahui. Istilah Mu’allim yang diartikan
kepada guru yang menggambarkan sosok seorang mempunyai kompetensi
keilmuan yang sangat luas, sehingga ia layak menjadi seorang yang membuat
orang lain (murid) berilmu sesuai dengan makna ‘allama. Dengan demikian,
guru sebagai mu’allim menggambarkan kompetensi presional yang menguasai
ilmu pengetahuan yang akan diajarkan kepada peserta didik.
10
Kata murabbi, yang sering dirtikan sebagai pendidik, berasal dari kata
rabbaya. Kata dasarnya raba, yarbu, yang berarti “bertambah” dan “tumbuh”.
Kata tarbiyah, yang diartikan kepada pendidikan, juga terbentuk dari kata ini.
Dari kata raba terbentuk pula kata rabwah yang berarti dataran tinggi.
Berangkat dari makna kata dasarnaya kata rabbaya sebagai pekerjaan
mendidik dapat dimaknai dengan aktivitas membuat pertumbuhan dan
pertambahan serta penyuburan. Maka guru sebgai murabbi berarti mempunyai
peranan dan fungsi membuat pertumbuhan, perkembangan, serta
menyuburkan intelektual dan jiwa peserta didik.
Kata mudarris, yang juga diartiakn kepada guru, merupakn isim fa’il dari
darassa. Dan kata darrasa itu berasal dari kata darasa, yang berarti
“meninggalkan bekas”. Berdasarkan makna harfiah ini, dapat ditegaskan
bahwa guru sebagai mudarris mempunyai tugas dan kewajiban membuat
bekas dalam jiwa peserta didik. Bekas itu merupakan hasil pembelajaran yang
berwujud perubahan perilaku, sikap, dan penambahan atau pengembangan
ilmu pengetahuan mereka.
Selain mu’allim, murabbi, dan mudarris, guru juga disebut dengan al-
mu’addib. Kata ini merupakan isim fa’il dari kata addaba yang berasal dari
kata adaba yang berarti sopan. Dan addaba membuat orang menjadi sopan.
Maka guru sebagai mu’addib mempunyai tugas membuat anak didiknya
menjadi insan yang berakhlak mulia sehingga mereka berperilaku terpuji.
Pembahasan diatas menggambarkan, bahwa guru dituntut tidak hanya
mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, tetapi ia juga mesti
membentuk jiwa mereka, melalui ilmu pengetahuan yang diajarkan, agar
menjadi pribadi yang kaya secara intelektual dan kejiwaan. Denagn kekayaan
dua hal tersebut lahir sikap dan perilaku terpuji.
Dengan demikian, penyebutan guru sebagai mu’allim, murabbi, mudarris,
dan al-mu’addib adalah sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh
guru tersebut, yaitu kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian, dan

11
sosial. Maka hal inilah yang mesti ditanam dan dikembangkan, dalam
pembelajaran, oleh perguruan tinggi yang mencetak guru.2
Pandangan Al-Gazali dalam karya monumentalnya Ihya ‘Ulumuddin.
Menurutnya guru yang dapat diserahi tugas mendidik adalah guru yang selain
cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat secara
fisik. Denagn kesempurnaan akal ia dapat memliki berbagai ilmu pengetahuan
secara mendalam, dan denagn akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh
dan teladan bagi para muridnya, dan denagn kuat fisiknya ia dapat
melaksankan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak
muridnya.3

2.1.2 Surat Ali ‘Imran (3) : 164

A. Teks Ayat
     
    
  
  
     
  

B. Kata-kata Sulit
Telah memberi karunia =  sesungguhnya
= 
Dan ia membersihkan mereka = 
Mengutus (Allah) = 
Yang nyata =  kesesatan =

C. Terjemahan Ayat

2
Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi, Jakarta: AMZAH, 2015, h. 62-64
3
Asmuri, Metodologi Pembelajaran PAI, Pekanbaru: Mutiara Pesisir Sumatra, h. 42
12
“Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika
(Allah) mengutus seorang rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari
kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya,
menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-
Qur’an) dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar
dalam kesesatan yang nyata”.

D. Tafsir Ayat
Ayat ini menjelaskan lima siakp dan perilaku Rasul dalam menghadapi
para sahabatnya. Kelima tersebut yaitu lunak lembut terhadap mereka (linta
lahum), memaafkan para sahabat (fa’fu ‘anhum), memohonkan ampunan
kepada Allah untuk mereka, bermusyawarah, dan bertawakkal kepadanya.
Sepatutnya guru bersikap diatas. Pergaulan guru-siswa perlu dengan
kelembutan dan tidak ada dendam, pemberian maaf kepada mereka yang
bersalah, memecahkan persoalan kelas dengan musyawarah, mendoakan
siswa agar kesalahannya diampuni dan tawakkal kepada Allah SWT.4

2.1.3 Surat Al Jumu’ah (62) : 1-2


A. Teks Ayat
      
  
    
    
  
  
     
  

4
Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi, Jakarta: AMZAH, 2015, h. 65-71
13
B. Kata-kata Sulit

Langit = 
bertasbih = 
Raja = 
Bumi = 
Yang buta huruf = 
Maha suci = 

C. Terjemahan Ayat
“Apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi senantiasa bertasbih
kepada Allah. Maha Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Perkasa, Maha
Bijaksana”.
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul dari
kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya,
menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan
Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam
kesesatan yang nyata”

D. Tafsir Ayat
“Dialah yang mengutus seorang rasul kepada kaum yang buta huruf dari
kalangan mereka sendiri,”. Ibnu Abbas berkata, “ Al Ummiyun adalah seluruh
bangsa Arab sebab mereka bukanlah orang-orang yang mempunyai kitab.”
Menurut satu pendapat, Al Ummiyun adalah orang-orang yang tidak dapat
menulis. Demikian pula dengan orang-orang Quraisy.
Mansyur meriwayatkan dari Ibrahim, dia berkata,” Al Ummiy adalah dapat
membaca namun tidak dapat menulis.” Hal ini sudah dijelaskan dalam surat
Al Baqarah ayat 87.

14
“seorang rasul dari kalangan mereka sendiri”, Maksudnya adalah
Muhammad. Tidak ada satupun dari penduduk Arab kecuali Rasulullah
mempunyai ikatan kekerabatan dengannya, dan mereka yang telah melahirkan
beliau. Ibnu Ishak berkata,”kecuali penduduk Taghlib. Sebab Allah Ta’ala
menyucikan Nabi-Nya dari mereka, karena kenasranian mereka. Oleh karna
itu Allah tidak menetapkan adanya keturunan atas mereka terhadap beliau.
Beliau adalah orang yang Ummiy , yang tidak membaca kitab dan juga tidak
pernah belajar.

2.2 Sikap Guru pada Siswa

2.2.1 Surat At Taubah (9) : 128-129

A. Teks Ayat
    
     
   
     
       
   

B. Kata-kata Sulit
Terasa berat =  Telah datang kepadamu =

Kamu derita =  Atasnya/olehnya
= 
Amat penyantun =  Sangat menginginkan =

Mereka berpaling = 
Maka jika = 

15
Aku bertawakal =  Cukuplah bagiku =

Besar/agung = 
‘Arsy =

C. Terjemahan Ayat
“Sungguh, telah dating kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat
terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan
(keimanan dan keselamtan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap
orang-orang yang beriman”
“Maka jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah
(Muhammad), “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya
kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy
(singgasana) yang agung”

D. Asbabun Nuzul
Ayat ini sekalipun khusus ditujukan kepada bangsa Arab di masa Nabi
tetapi juga ditujukan kepada seluruh umat manusia. Semula ditujukan kepada
orang Arab di masa Nabi, karena kepada merekalah Alquran mula-mula
disampaikan, karena Alquran itu dalam bahasa Arab, tentulah orang Arab
yang paling dapat memahami dan merasakan ketinggian ayat-ayat Alquran itu.
Dengan demikian mereka mudah pula menyampaikan kepada orang-orang
selain bangsa Arab. Jika orang-orang Arab sendiri tidak mempercayai
Muhammad dan Alquran, tentu orang-orang selain orang Arab lebih sukar
mempercayainya.
Ayat ini seakan-akan mengingatkan orang-orang Arab sebagaimana bunyinya:
Hai orang-orang Arab, telah diutus seorang rasul dari bangsamu sendiri yang
kamu mengetahui sepenuhnya asal-usul kepribadiannya, kamu lebih
mengetahuinya dari orang-orang lain.

E. Tafsir Ayat
16
Allah swt mengutus Nabi Muhammad untuk berdakwah kepada bangsa
Arab yang terdiri dari kabilah Quraisy dan keluarga terdekatnya yaitu Bani
Hasyim dan Bani Muthalib (QS. Al-Jumu’ah [62]: 2). Kemudian setelah
mereka beriman karena mereka paham terhadap bahasa al-Qur’an dan
keterangan dari beliau maka semua bangsa akan beriman.
Nabi saw merasa terbebani jika orang-orang mukmin mengalami
kesengsaraan dan penderitaan, tertindas oleh kekuasaan musuh, dan menjadi
penghuni neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu-batu. Ini beliau
rasakan karena dia dari kalangan bangsa Arab sendiri. Sehingga beliau ingin
mendapatkan petunjuk dan bernasib baik (QS. Yusuf [12]: 103). Dan beliau
sangat meyayangi orang-orang mukmin. Jadi seruan beliau kepada umatnya
untuk menegakkan tauhid itu menjadi bukti bahwa beliau sangat menyayangi
umatnya. Adapun cobaan yang begitu berat yang dialami mereka itu
menghindari dari hal-hal yang lebih berat lagi.
Kalau mereka berpaling dan tidak mau beriman maka katakanlah
“hasbiyallah”(cukuplah Allah bagiku) karena hanya Allah saja yang menjadi
penolong dan bertawakkal kepadanya (QS. Asy-Syu’ara [26]: 215). Maka
tidaklah aku (Nabi saw) menyerahkan urusanku yang tidak mampu ditunaikan
selain kepada-Nya karena Dia Tuhan yang ada di ‘Arsy yaitu pusat
pengendalian segala urusan makhluk (QS. Yunus [10]: 3). Diriwayatkan dari
imam Ahmad dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata:

‫سو ٌل ِم ْن أ َ ْنفُ ِس ُك ْم } إلى آخر‬


ُ ‫ { لَقَ ْد َجا َء ُك ْم َر‬:‫آخر آية نزلت من القرآن هذه اآلية‬
‫السورة‬.

“Akhir ayat al-Qur’an yang turun adalah ayat 128 dan 129 ini”.
Dalam riwayat lain dari ‘Abdullah bin Imam Ahmad dari ‘Ubay bi Ka’ab;

“Ketika mereka menghimpun al-Qur’an pada masa khilafah Abu


Bakar, beberapa orang menulis sedang Ubay bi Ka’ab mendikte mereka. Dan
ketika mereka sampai pada ayat 127 dari surat at-Taubah, mereka berhenti
17
menulis. Mereka mengira bahwa itu adalah ayat terakhir yang diturunkan,
tetapi Ubay bin Ka’ab membantah dan berkata bahwa Rasulullah saw telah
mendiktekan kepadanya dua ayat lagi setelah ayat 127, yaitu ayat 128 dan
129”.

F. Hubungan Ayat dengan Pendidikan


Guru dituntut agar memiliki sikap yang baik terhadap peserta didik. Guru
harus menciptakan interaksi yang menyenangkan dan komunikasi yang baik
dengan peserta didik. Hal ini sangat perlu dimiliki oleh seorang guru agar
peserta didik dapat menerima pelajaran dengan rela hati dan senang. Inilah
sikap Rasul dalam mendidik para sahabat. Sikap Rasul itu mesti pula menjadi
sikap para guru dalam mendidik murid-murid mereka, karena memang tugas
keguruan itu merupakan warisan tugas kenabian sebagaimana yang telah di
jelaskan di atas.
Banyak ayat al-Qur’an yang berbincang mengenai sikap dan perilaku Nabi
ketika berinteraksi dengan para sahabat dalam rangka mendidik mereka. Hal
itu sesuai dengan surat At-Taubah (9) 128-129 yaitu ayat tersebut menjelaskan
tiga macam sikap rasul, ketiga siakp itu adalah ‘azizun ‘alayhi ma’anittum
(berat terasa penderitaan yang kamu alami), harisun ‘alahidayatikum (dia
sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu), dan ra’uf al-rahim
(penyantun dan penyayang). Ketiga sikap ini seharusnya juga dimiliki oleh
guru.
 Guru seharusnya mempunyai tenggang rasa terhadap siswanya;
memperhatikan kesulitan yang mereka hadapi, baik itu kesulitan
belajar maupun kesulitan lainnya.
 Guru perlu bersungguh-sungguh menyampaikan dan membuat peserta
didiknya menguasai materi yang disampaikan, baik penguasaan
kognitif, afektif, ataupun psikomotor.

18
 Penyampaian materi pembelajaran kepada siswa hendaknya denagn
penuh kasih sayang, agar siswa merasakan keindahan dan betapa
menyenangkan proses pembelajaran.5

2.2.2 Surat Ali ‘Imran (3) : 159

A. Teks Ayat
      
    
     
   
     
     


B. Kata-kata Sulit
Berlaku lemah lembut =   Rahmat =

Bersikap keras =  Dan sekiranya
= 
Hati = 
Kasar = 
Sekelilingmu =  Tentu mereka akan menjauhkan diri =

Dan mohonkan ampun = 
Maka maafkanlah = 

5
Kadar M. Yusuf, Tafsir Tarbawi, Jakarta: AMZAH, 2015, h. 65-71

19
Urusan =  Bermusyawarahlah dengan mereka =

Dia menyukai =  Membulatkan tekad =


C. Terjemahan Ayat
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekitarmu, karena itu maafkanlah mereka dan
mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang
bertawakal”.

D. Asbabun Nuzul
Sebab – sebab turunya ayat ini kepada Nabi Muhammad saw adalah
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Ibnu Abbas ra menjelaskan
bahwasanya setelah terjadinya perang Badar, Rasulullah mengadakan
musyawarah dengan Abu Bakar ra dan Umar bin Khaththab ra untuk
meminta pendapat meraka tentang para tawanan perang, Abu Bakar ra
berpendapat, meraka sebaiknya dikembalikan kepada keluargannya dan
keluargannya membayar tebusan. Namun, Umar ra berpendapat mereka
sebaiknya dibunuh. Yang diperintah membunuh adalah keluarganya.
Rasulullah mesulitan dalam memutuskan. Kemudian turunlah ayat ini sebagai
dukungan atas Abu Bakar (HR. Kalabi).6

E. Tafsir Ayat

6
Departemen Agama RI. Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid kode Angka Al- Hidayah. (Banten: Penerbit
Kalim.2011) hlm. 72

20
Menurut Ibnu Kaisan, Maa adalah Maa Nakirah yang berada pada posisi
majrur dengan sebab ba’, sedangkan Rahmatin adalah badalnya. Maka makna
ayat adalah ketika Rasulullah SAW bersikap lemah-lembut dengan orang
yang berpaling pada perang uhud dan tidak bersikap kasar terhadap mereka
maka Allah SWT menjelaskan bahwa beliau dapat melakukan itu dengan
sebab taufik-Nya kepada beliau.7
Prof Hamka Menjelaskan tentang QS. Ali Imran ini, dalam ayat ini
bertemulah pujian yang tinggi dari Allah terhadap Rasul-Nya, karena sikapnya
yang lemah lembut, tidak lekas marah kepada ummatNya yang tengah
dituntun dan dididiknya iman mereka lebih sempurna. Sudah demikian
kesalah beberapa orang yang meninggalkan tugasnya, karena laba akan harta
itu, namun Rasulullah tidaklah terus marah-marah saja. Melainkan dengan
jiwa besar mereka dipimpin.8 Dalam ayat ini Allah menegaskan, sebagai
pujian kepada Rasul, bahwasanya sikap yang lemah lembut itu, ialah karena
ke dalam dirinya telah dimasukkan oleh Allah rahmatNya. Rasa rahmat, belas
kasihan, cinta kasih itu telah ditanamkan Allah ke dalam diri beliau, sehingga
rahmat itu pulalah yang mempengaruhi sikap beliau dalam memimpin.

2.2.3 Surat An Najm (53) : 5-6

A. Teks Ayat
     
 

B. Kata-kata Sulit
Sangat =  Mengajarkan kepadanya
= 
Mempunyai =  Kuat =


7
Tafsir Al-Qurthubi; penerjemahm Dusi Rosyadi, Nashirul Haq, Fathurrahman, editor, Ahmad Zubairin,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hal. 619
8
Prof. Dr Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1980), hal 129
21
Lalu dia cukup sempurna = 
Kekuatan/kecerdasan = 
C. Terjemahan Ayat
“Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat”
“Yang mempunyai keteguhan; maka (Jibril itu) menampakkan diri dengan
rupa yang asli (rupa yang bagus dan perkasa)”.

D. Tafsir Ayat
Pengajar Rasul Al-Amin adalah Ar-Ruhul Amin (Jibril). Allah SWT.
berfirman memberitahukan tentang hamba dan Rasul-Nya, Muhammad SAW
bahwa  “yang snagat kuat”. Yakni Jibril
telah mengajarkan kepadanya apa yang harus disampaikan kepada manusia,
sebagaimana firman Allah; “ Sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar firman
(Allah yang dibawah oleh) utusan yang mulia (jibril), yang mempunyai
kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi disisi Allah yang mempunyai
‘Arsy, yang ditaati disana (dialam Malaikat) lagi dipercaya.”(QS. At-
Takwiir: 19-21)
Dalam surat ini Allah berfirman “yang mempunyai akal yang cerdas”
yaitu memiliki kekuatan. Hal ini dikatakan oleh Mujahid,al-Hasan dan Ibnu
Zaid. Telah tercantum dalam hadis shahih dari riwayat Ibnu ‘Amr dan Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda; “Shadaqah tidak halal untuk
orang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan sempurna”.
Firman Allah SWT  “dan (jibril itu)
menampakkan diri dengan rupa yang asli.” Yang dimaksud adalah jibril. Hal
ini dikatakan oleh al-Hasan, Mujahid, Qatadah dan ar-Rabi’ bin Anas.9
F. Hubungan Ayat dengan Pendidikan
Relevansi QS. Ali ‘Imran dengan pendidikan khususnya bagi seorang
pendidik yang mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mendidik,
membimbing, membina, mengarahkan peserta didinya sesuai dengan fitah

9
Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Shahih Tafsir Ibnu Katsir jilid 8, ( Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2006) hal.
588-589.
22
yang telah diberikan Allah kepada mereka. Tanggung jawab ini harus di
emban dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar tujuan dari pendidikan
yaitu membentuk Insan kamil, menjadi hamba Allah yang selalu taat, tunduk
dan patuh kepada-Nya, dan menjadi manusia yang mempunyai wawasan
keilmua yang tinggi sehingga bisa menjadi orang yang bahagia dunia dan
akhirat.
Diantara hal yang harus diperhatikan oleh seorang pendidik ketika
melaksankankan kegiatan pembelajaran, adalah harus bersikap lemah lembut,
menyenagkan untuk anak didiknya, tidak membosankan, menjadi tempat
untuk berlindung dan tempat untuk memecahkan masalah. Jangan sampai
menjadi seorang pendidik yang tempra mental, cepat marah, kasar, keras hati,
tidak mempedulikan peserta didiknya. Sikap – sikap itu akan membuat peserta
didik jauh dan menjauhi sang pendidik dan tujun dari pendidikan
kemungkinan besar akan susah untuk dicapai.
Dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, pendidik juga harus melakukan
diskusi dengan peserta didiknya, apa yang menjadi kendal mereka dalam
pelajaran, apa yang menjadi keinginan mereka dalam proses pembelajaran
misalnya dalam penggunaan metode atau pemberian tugas dan lain
sebagainya. Jangan sampai pendidik itu menjadai orang yang otoriter tidak
memrima masukan dari peserta didiknya, menganggap ia paling pintar dan
paling tahu segalanya. Padahal Allah telah berfirman bahwasanya Allah
memberikan kita akan ilmu itu hanyalah sedikit, bila diumpamakan denagn
ilmu Allah ilmu kita itu bagaikan setetes air yang jatuh dari jarum yang kita
masukan kesamudera yang luas. Manusia juga mempunyai kelebihan masing-
masing ada yang mempunyai keahlian dibidang komputer, pertanian,
mengajar, membaca al-Qur’an dan lain sebagainya.
Kemudian ketika kita menemukan kesalahan dari peserta didik, kekurang
mampuan dalam, menyerap pelajaran, bandel dan sebainya. Jangan lantas kita
membeci mereka, memperlakukan mereka dengan kasar dan keras,
menghukum mereka secara berlebihan atau bahkan mengatakan mereka
dengan perkataan yang kotor. Karena hal itu tidak akan menyelesaikan
23
masalah akan tetapi justru akan meimbulkan banyak masalah bagi pendidik itu
sendiri lebih – lebih bagi peserta didik yang masih dalam tahap pembelajaran.
Maafkanlah semua kesalahan mereka seraya menesehati mereka dengan
lemah lembut, bukan berarti lemah lembut itu tidak tegas, tetapi lemah lembut
dalam menasuhatinya denagan tutur kata yang baik dan tidak menyudutkan
mereka, karena mereka adalah tanggung jawab pendidik dan seorang pendidik
harus intropeksi diri.
Setelah kita berusahan dengan keras melakukan pendidikan dengan
memberikan arahan, bimbingan, wawasan pengetahuan kepada peserta didik,
Sebagai seorang muslim, kita harus selalu menyerahkan segala urusan kepada
Allah. Keinginan, cita-cita, harapan, semuanya kita kembalikan kepada Allah.
Tentu saja setelah usaha maksimal (tentu yang dibenarkan syara`),
bermusyawah, berkonsultasi kepada para ahli, dan berdoa dengan sungguh-
sungguh. Ketawakkalan seseorang kepada Allah, adalah bukti kebenaran
keimanan seorang hamba. Karena hanya kepada Allah kita bersandar. Karena
Allah sangat menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.

Hal ini sesuai dengan apa yang diterangkan dalam 3 surat di atas, yaitu Al-
Baqarah ayat 129, Ali-Imran ayat 164 dan Al-Jumu’ah ayat ayat 2. Ayat-ayat
tersebut menegaskan, bahwa ada tiga hal tugas rasul yang juga menjadi tugas
para guru, yaitu sebagai berikut:

1. Yatlu ’alayhim ayatika (membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu)


artinya seorang guru dituntut agar dapat menyingkap fenomena
kebesaran allah SWT yang terdapat dalam materi yang diajarkannya,
sehingga para peserta didik dapat memahaminya dan mengikuti pesan-
pesan terkandung didalamnya.

24
2. Yu’allihim al-kitab wa al-hikmah mengajarkan kepada peserta didik
pesan-pesan normatif yang terkandung dalam kitab suci. Pesan-pesan
tersebut berupa risalah Ilahiah, yang meliputi keimanan, akhlak dan
hukum yang mesti dipatuhi untuk kepentingan manusia dalam
menjalani kehidupan di akhirat.
3. Yuzakkihim, pendidik tidak hanya berkewajiban menanamkan ilmu
pengetahuan, tetapi juga harus membangun moral dan atau
membersihkan peserta didiknya dari sifat dan perilaku tercela.
Itulah tiga hal yang menjadi tugas semua guru. Setiap guru apapun mata
pelajaran yang diajarkan, mempunyai kewajiban melaksanakan ketiga hal
diatas. Para guru mesti dapat menyingkap dan membuka jiwa peserta didik
untuk melihat fenomena ketuhanan yang terdapat dalam mata pelajaran yang
mereka ajarkan. Tanda-tanda kebesaran Allah yang terdapat dalam materi
pelajaran mesti pula dirangkai dan disinergikan dengan pesan-pesan ilahiah
yang tertulis dalam kitab suci-Nya. Dengan demikian, hal itu dapat
membangun akhlak mulia peserta didik. Oleh karena itu, menanam dan
membangun akidah tauhid dan akhlak mulia tidak hanya tugas guru agama
tetapi juga menjadi tugas guru lainnya.

2.3 Hadis Tentang Guru dan Tugasnya

Dalam beberapa hadits disebutkan "jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar,
atau pendengar, atau pencinta, dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima,
sehingga kamu menjadi rusak". Dalam hadis Nabi yang lain: "Tinta para ulama lebih
tinggi nilainya daripada darah para shuhada". (H.R Abu Daud dan Turmizi).
Ilmu yang bermanfaat dengan cara diajarkan kepada orang lain juga akan menjadi
jariyah (pahala yang terus mengalir ) sampai pelakunya meninggal dunia.

Nabi Bersabda:

َ ‫سانُ اِنقَ َط َع‬


َّ‫ع َملُ َه ِإال‬ ِ َ‫ ِإذَا َمات‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫اإلن‬ َ ‫علَي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّي هللا‬
َ ِ‫سو ٌل هللا‬ ُ ‫ َر‬:َ‫يرةَ َر ِض َي هللاُ عَنهُ َقال‬ َ ‫عَن أ َ ِبي َه َر‬
)‫صا ِلحٍ يَدعُولَهُ (رواه الخمسة‬ َ ‫ص َدقَ ٍة َج ِريَ ِة أَو ِع ٍلم يُنتَفَ ُع بِ ِه أَو َولَ ٍد‬
َ :ٍ‫ِمن ثَالَث‬
25
Dari Abu Hurairah r.a berkata Rosulullah saw. Bersabda: Jika seorang manusia mati maka
terputusnya amalnya kecuali tiga perkara yaitu: Sedekah (yang masih mengalirkan manfaat),
ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan kepadanya".

Karena itu sebagai orang yang mengemban amanat profesi mulia, seorang guru yang adalah
Pemimpin dan sekaligus pelayan bagi peserta didiknya itu memiliki kewajiban untuk meminpin
dan melayani terhadap peserta didiknya dengan sebaik-baiknya, karena pada saatnya akan
diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinanya tersebut.

Di dalam Hadis yang lain Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:

‫ ليصلون على معلم‬، ‫ وحتى الحوت‬، ‫إن هللا ومالئكته وأهل السماوات واألرض حتى النملة في جحرها‬ (3685. ‫رواه‬
‫الناس الخير) الترمذي‬

“Seseungguhnya Allah dan malaikat, penghuni langit serta bumi sehinggakan semut yang
berada di dalam lubangnya dan ikan-ikan (di lautan) berselawat ke atas guru yang mengajar
kebaikan kepada manusia.” (Hadis Riwayat Tirmizi (3685) disahihkan Al-Albani.)

Tugas mengajar dan mendidik berkait rapat dengan peranan dan tanggungjawab terhadap
pendidikan anak-anak dan para remaja yang sentiasa berhadapan dengan berbagai cabaran dan
kerenah. Di bahu gurulah terpikul beban bagi menghindari anak muda dari pada terjebak kepada
penyakit sosial yang melanda remaja Islam hari ini.

Sabda Rasulullah ‫ ﷺ‬: ‫كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيت‬

“Setiap kamu adalah penjaga dan setiap kamu ditanya berkaitan dengan tanggungjawabnya.”
(Hadis Riwayat Al-Bukhari)

Hari ini, bersyukurlah kerana Allah ‫ سبحانه وتعالى‬telah mengangkat martabat seorang guru
yang benar-benar ikhlas menyampai ilmu Allah ‫ سبحانه وتعالى‬dan penyambung tugas para nabi.

26
Oleh itu guru perlulah melaksanakan tugas yang mulia ini dengan ikhlas dan seamanah
mungkin sesuai dengan kemulian yang diberikan oleh Islam. Bukan melaksana tanggungjawab
tersebut sekadar untuk mendapatkan gaji semata-mata. Al-Mawardi di dalam Kitab Adab Ad-
Dunia wa Ad-Din (m/s:99) menyebut:

“Antara adab-adab mereka (guru) adalah menjadikan matlamat mendapat keredhaan Allah
dengan mengajar sesiapa yang mereka ajar, mengharapkan ganjaran Allah dengan memberi
tujuk ajar kepada mereka yang diberi tunjuk ajar tanpa mengharapkan gantian (daripada
orang) dan mengharapkan rezeki dari padanya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kata guru dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta, yang berarti orang
yang digugu atau orang yang dituruti fatwa dan perkataannnya. Dalam bahasa Arab, guru
disebutkan dengan mu’allim, murabbi, mudarris, dan al-mu’addib.Mu’allim berasal dari kata
“allama, dan allama kata dasarnya ‘alima yang berarti mengetahui. Dengan demikian,
penyebutan guru sebagai mu’allim, murabbi, mudarris, dan al-mu’addib adalah sesuai dengan
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru tersebut, yaitu kompetensi profesional, pedagogik,
kepribadian, dan sosial. Maka hal inilah yang mesti ditanam dan dikembangkan, dalam
pembelajaran, oleh perguruan tinggi yang mencetak guru.
Tiga hal yang menjadi tugas semua guru. Setiap guru apapun mata pelajaran yang
diajarkan, mempunyai kewajiban melaksanakan ketiga hal diatas.Para guru mesti dapat
menyingkap dan membuka jiwa peserta didik untuk melihat fenomena ketuhanan yang terdapat
dalam mata pelajaran yang mereka ajarkan.
Tanda-tanda kebesaran Allah yang terdapat dalam materi pelajaran mesti pula dirangkai
dan disinergikan dengan pesan-pesan ilahiah yang tertulis dalam kitab suci-Nya.Dengan
27
demikian, hal itu dapat membangun akhlak mulia peserta didik.Oleh karena itu, menanam dan
membangun akidah tauhid dan akhlak mulia tidak hanya tugas guru agama tetapi juga menjadi
tugas guru lainnya.

3.2 Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca bisa memahami secara dalam tentang pengertian guru sebagai
subjek pendidikan, tugas dan kewajiban guru dan sikap guru terhadap siswa, pemakalah juga
mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Mahali, Imam Jalaluddin. 1996. Tafsir Jalalain Asbabun Nuzul Ayat, Bandung: Sinar Baru
Algensindo.

Asmuri, Metodologi Pembelajaran PAI, Pekanbaru: Mutiara Pesisir Sumatra.


Departemen Agama RI. 2011. Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid kode Angka Al- Hidayah.
Banten: Penerbit Kalim.

Kadar M. Yusuf. 2015. Tafsir Tarbawi, Jakarta: AMZAH.


Prof. Dr Hamka. 1980.Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas.
Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri. 2006. Shahih Tafsir Ibnu Katsir jilid 8, Jakarta:
Pustaka Ibnu Katsir.

Tafsir Al-Qurthubi; penerjemahm Dusi Rosyadi, Nashirul Haq, Fathurrahman, editor, Ahmad
Zubairin. 2008. Jakarta: Pustaka Azzam.

28

Anda mungkin juga menyukai