Anda di halaman 1dari 34

https://www.alodokter.

com/disleksia
Disleksia adalah gangguan dalam proses belajar yang ditandai dengan kesulitan
membaca, menulis, atau mengeja. Penderita disleksia akan kesulitan dalam
mengidentifikasi kata-kata yang diucapkan, dan mengubahnya menjadi huruf atau
kalimat.
Disleksia tergolong gangguan saraf pada bagian otak yang memroses bahasa, dan
dapat dijumpai pada anak-anak atau orang dewasa. Meskipun individu dengan disleksia
kesulitan dalam belajar, penyakit ini tidak memengaruhi tingkat kecerdasan seseorang.

Gejala Disleksia
Disleksia dapat menimbulkan gejala yang bervariasi, tergantung kepada usia dan
tingkat keparahan yang dialami penderita. Gejala dapat muncul pada usia 1-2 tahun,
atau setelah dewasa.
Pada anak balita, gejala dapat sulit dikenali. Namun setelah anak mencapai usia
sekolah, gejala akan makin terlihat, terutama ketika anak belajar membaca. Gejala
yang muncul meliputi:
 Perkembangan bicara yang lebih lamban dibandingkan anak-anak seusianya.
 Kesulitan memproses dan memahami apa yang didengar.
 Kesulitan menemukan kata yang tepat untuk menjawab suatu pertanyaan.
 Kesulitan mengucapkan kata yang tidak umum.
 Kesulitan mempelajari bahasa asing.
 Kesulitan dalam mengingat sesuatu.
 Kesulitan dalam mengeja, membaca, menulis, dan berhitung.
 Lamban dalam menyelesaikan tugas membaca atau menulis.
 Lamban dalam mempelajari nama dan bunyi abjad.
 Menghindari aktivitas membaca dan menulis.
 Kesulitan mengingat huruf, angka, dan warna.
 Kesulitan memahami tata bahasa dan memberi imbuhan pada kata.
 Sering salah dalam mengucapkan nama atau kata.
 Sering menulis terbalik, misalnya menulis ‘pit’ saat diminta menulis ‘tip.’
 Sulit dalam membedakan huruf tertentu saat menulis, misalnya ‘d’ dengan ‘b’
atau ‘m’ dengan ‘w.’

Jika perkembangan kemampuan membaca dan menulis anak terlihat lambat, segera
konsultasikan dengan dokter. Apabila disleksia dibiarkan tidak tertangani, kesulitan
anak dalam membaca akan berlangsung hingga dewasa.

Penyebab dan Faktor Risiko Disleksia


Belum diketahui apa penyebab pasti disleksia, tetapi kondisi ini diduga terkait dengan
kelainan gen yang memengaruhi kinerja otak dalam membaca dan berbahasa.
Sejumlah faktor yang diduga memicu kelainan gen tersebut adalah:
 Infeksi atau paparan nikotin, alkohol, dan NAPZA pada masa kehamilan.
 Lahir prematur atau terlahir dengan berat badan rendah.

Riwayat disleksia atau gangguan belajar dalam keluarga juga menjadikan anak
menderita disleksia.

Diagnosis Disleksia
Dokter dapat menduga pasien mengalami disleksia, bila terdapat sejumlah gejala yang
telah dijelaskan sebelumnya. Namun untuk memastikannya, dokter akan
mempertimbangkan beberapa faktor, seperti:
 Riwayat kesehatan serta perkembangan dan pendidikan anak. Dokter akan
menanyakan apakah anggota keluarga lain memiliki riwayat gangguan dalam
kemampuan belajar.
 Situasi dan kondisi di rumah. Dokter juga akan menanyakan kondisi keluarga,
termasuk siapa saja yang tinggal di rumah, serta apakah ada masalah dalam
keluarga.
 Pengisian kuesioner. Dokter akan memberikan sejumlah pertanyaan untuk diisi
oleh anggota keluarga serta guru di sekolah.
 Pemeriksaan saraf. Tes fungsi saraf dilakukan untuk memeriksa apakah
disleksia terkait dengan gangguan pada saraf otak, mata, dan pendengaran.
 Tes psikologi. Tes psikologi dilakukan untuk memahami kondisi kejiwaan anak,
dan menyingkirkan kemungkinan gangguan kecemasan atau depresi yang dapat
memengaruhi kemampuan belajarnya.
 Tes akademis. Pasien akan menjalani tes akademis yang dianalisis oleh ahli di
bidangnya.

Pengobatan Disleksia
Meskipun disleksia tergolong penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi deteksi
dan penanganan sejak usia dini terbukti efektif meningkatkan kemampuan penderita
dalam membaca.
Salah satu metode yang paling efektif dalam meningkatkan kemampuan baca tulis
penderita disleksia adalah fonik. Metode fonik berfokus meningkatkan kemampuan
dalam mengidentifikasi dan memroses suara. Dalam metode fonik, penderita akan
diajari sejumlah hal berikut:
 Mengenali bunyi kata yang terdengar mirip, seperti ‘pasar’ dan ‘pagar’.
 Mengeja dan menulis, mulai dari kata sederhana hingga kalimat yang rumit.
 Memahami huruf dan susunan huruf yang membentuk bunyi tersebut.
 Membaca kalimat dengan tepat, serta memahami makna yang dibaca.
 Menyusun kalimat dan memahami kosakata baru.

Guna membantu proses penyembuhan anak, orang tua dapat melakukan sejumlah hal
berikut:
 Membaca dengan suara keras di hadapan anak. Langkah ini akan lebih efektif
bila dilakukan pada anak usia 6 bulan atau lebih muda. Apabila anak sudah
cukup dewasa, ajak anak membaca cerita bersama-sama setelah
diperdengarkan cerita sebelumnya.
 Beri semangat pada anak agar berani membaca. Hilangkan ketakutan anak
untuk membaca. Dengan rutin membaca, kemampuan anak dalam membaca
akan meningkat.
 Bekerja sama dengan guru di sekolah. Bicarakan kondisi anak dengan guru di
sekolah anak, kemudian diskusikan cara yang paling tepat untuk membantu
anak agar berhasil dalam pelajaran. Rutinlah berkomunikasi dengan guru agar
Anda mengetahui perkembangan anak di sekolah.
 Bicara dengan anak tentang kondisinya. Beri pemahaman pada anak bahwa
kondisi yang dialaminya dapat diperbaiki, sehingga anak menjadi semangat
untuk belajar.
 Batasi menonton televisi. Batasi waktu anak menonton televisi, dan sediakan
waktu lebih banyak untuk belajar membaca. Pilih tema bacaan yang menarik
bagi anak, atau pilih tempat yang menyenangkan untuk belajar agar anak tertarik
membaca.
 Bergabung dengan support group. Bergabunglah dengan kelompok dukungan
dengan kondisi yang sama. Pengalaman orang tua lain yang memiliki anak
dengan disleksia, dapat menjadi informasi berharga guna meningkatkan
kemampuan anak.

Anak dengan disleksia yang tidak segera ditangani, akan sangat kesulitan dalam
membaca. Kemampuannya dalam memahami pelajaran di sekolah juga akan tertinggal.
Oleh karena itu, bila anak memperlihatkan gejala disleksia, segera konsultasikan ke
dokter. Pengobatan akan lebih efektif bila dilakukan lebih awal.

Terakhir diperbarui: 21 Januari 2019


Ditinjau oleh: dr. Tjin Willy
Referensi
https://hellosehat.com/parenting/tips-parenting/anak-
disleksia-adalah/

Mengenal Disleksia, Gangguan Belajar


yang Sering Terjadi Pada Anak
Oleh Aprinda PujiInformasi kesehatan ini sudah direview dan diedit oleh: dr. Yusra Firdaus - Dokter Umum

 Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)


 Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)

 Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)

 Klik untuk berbagi via Google+(Membuka di jendela yang baru)

 Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)

 Klik untuk berbagi di Line new(Membuka di jendela yang baru)


Usia anak-anak adalah waktu yang tepat untuk mempelajari banyak hal. Sayangnya, banyak
orangtua yang mengamati perilaku buah hati mereka sulit untuk membaca, menulis, atau
mengeja. Jangan langsung dimarahi, belum tentu sebabnya adalah anak malas belajar. Bisa
jadi anak mengidap penyakit disleksia. Disleksia adalah gangguan belajar paling umum yang
dimiliki banyak anak di dunia. Simak ulasannya berikut ini.

Disleksia adalah jenis gangguan belajar


Apa saja manfaat membaca untuk anak? Banyak sekali. Membaca dapat membantu anak untuk
memahami suatu hal, memperkaya kemampuan berbahasa dan menulis, serta merangsang
imajinasi anak. Namun, bagi anak disleksia untuk mendapatkan manfaat ini perlu usaha yang
sangat keras. Kenapa?

Disleksia adalah salah satu jenis penyakit mental pada anak-anak, yang dikenal juga dengan
gangguan belajar. Kondisi ini membuat anak kesulitan untuk membaca, menulis, mengeja, atau
berbicara dengan jelas.

Kemampuan berpikir mereka mungkin di atas rata-rata; mereka dapat berpikir dengan cepat
dan kreatif dengan kemampuan penalaran yang kuat. Sayangnya, mereka akan tetap
mengalami kesulitan dalam proses memahami pelajaran dari segi visual atau suara.
Contohnya saat membaca, indra penglihatan akan mengirimkan sinyal dari gambar atau huruf
yang mereka lihat dan dengar ke sistem saraf pusat, yaitu otak. Kemudian, otak akan
menghubungkan huruf-huruf atau gambar tersebut dalam urutan yang benar hingga terbentuk
menjadi kata, kalimat, atau paragraf yang dapat kita baca dan pahami.

Namun, anak dengan penyakit disleksia mengalami kesulitan untuk mencocokkan huruf dan
gambar tersebut. Mereka akan kesulitan untuk memahami bacaan atau gambar yang dilihatnya
sehingga untuk mempelajari hal selanjutnya akan jadi lebih sulit.
Apa penyebab penyakit disleksia?

Penyebab disleksia tidak diketahui secara pasti. Namun, peneliti sepakat bahwa secara garis
besar penyebab penyakit disleksia terbagi menjadi dua, yaitu:

 Genetik. Penyebab disleksia adalah cacat pada gen DCD2, ini yang paling umum.
Biasanya kondisi ini diwariskan dari anggota keluarga. Kondisi yang ditandai dengan tidak
berfungsinya cerebrum, yaitu bagian otak yang mengatur aktivitas berpikir dan bergerak.
 Cedera atau kondisi lainnya. Selain faktor keturunan, penyebab disleksia
adalah gangguan yang dialami anak setelah mereka dilahirkan seperti cedera otak, stroke, atau
trauma lainnya.

Penyakit gangguan belajar ini juga bisa dipengaruhi oleh latar belakang etnis seseorang,
terutama penggunaan bahasa. Setiap negara memiliki aturan tata bahasa, bagaimana suatu
kata ditulis atau dibunyikan.

Orang dengan gangguan belajar ini mungkin akan lebih sulit untuk mempelajari bahasa Inggris,
kenapa? Bahasa ini memiliki cara penulisan dan cara baca huruf yang biasanya berbeda.
Contohnya, kata satu ditulis “one” tapi dibaca menjadi “wan“.

Disleksia sangat umum terjadi. Gangguan belajar ini hampir memengaruhi 20 persen populasi
jumlah penduduk dan menjadi 80-90 persen penyebab dari ketidakmampuan anak dalam
belajar. Anak-anak dengan kondisi ini memiliki penglihatan yang normal. Namun saat proses
belajar, mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami apa yang dipelajari dibanding
anak normal lainnya.

Apakah penyakit disleksia bisa disembuhkan?

Disleksia adalah masalah yang umum muncul pada usia anak-anak, tapi akan terus dialami
hingga usia dewasa. Bahkan, banyak orang dewasa yang tidak menyadari mereka mengidap
penyakit ini.

Gangguan belajar ini tidak dapat disembuhkan. Seseorang akan tetap memilikinya seriring
dengan bertambahnya usia. Namun, dengan perawatan dan dukungan yang tepat, anak
disleksia tetap bisa berkarya dan menjadi orang yang sukses saat dewasa seperti anak lainnya.
Apa saja tipe penyakit disleksia?

Gangguan belajar dapat digolongkan menjadi beberapa jenis. Beberapa jenis yang sering
digunakan untuk menggambarkan penyakit disleksia adalah:

 Fonological dyslexia: kesulitan untuk menguraikan atau mengeja sebuah kata menjadi
susunan huruf. Orang dengan disleksia tipe ini sulit untuk menuliskan kata-kata yang didengar.
Jenis ini juga dikenal dengan disleksia disfonetik atau disleksia pendengaran.
 Surface dyslexia: kondisi yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk mengenali kata
demi kata sehingga kata-kata sulit diingat dan dipelajari. Jenis gangguan belajar ini disebut juta
dengan disleksia visual atau dyseidectic dyslexia.

 Rapid naming deficit: kondisi yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk


menyebutkan angka maupun huruf yang dilihat.

 Double deficit dyslexia: kondisi yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk


memisahkan suara untuk menyebutkan huruf dan angka.

 Visual dyslexia: kondisi yang ditandai kesulitan untuk memaknai kata yang dilihat.
Tanda dan gejala umum orang yang memiliki
disleksia

Untuk mengetahui apakah anak atau seseorang mengidap gangguan belajar ini, Anda perlu
mengenali seperti apa tanda dan gejalanya. Semua itu bisa terjadi pada usia berapa pun, tapi
cenderung muncul pada masa anak-anak. Tanda dan gejala anak disleksia adalah:

1. Kesulitan belajar membaca

Banyak anak disleksia yang memiliki kecerdasan normal seperti anak lainnya. Namun, mereka
kerap kali terlihat berusaha keras untuk belajar membaca. Seperti lebih lama untuk mempelajari
huruf, sulit untuk mengucapkan atau menerka huruf atau angka, atau terbalik memosisikan
mainan huruf.

Untungnya, ini bisa diatasi dengan pengajaran yang tepat dan dukungan dari orang-orang di
sekeliling anak atau orang dengan disleksia.
2. Kemampuan berbicara yang sangat lambat

Anak dengan gangguan belajar mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk belajar
berbicara. Mereka sering salah mengucapkan kata-kata atau kesulitan untuk membedakan
bunyi kata yang berbeda.

Walaupun mereka sudah belajar mengenali huruf, kemungkinan besar ia akan lupa dengan
pelajaran yang sebelumnya yang sudah dipelajari.

3. Milestone tercapai lebih lama

Anak disleksia dapat belajar merangkak, berjalan, berbicara, atau mengendarai sepeda seperti
biasa, tetapi lebih lambat daripada anak lain seusianya.

4. Mengalami kesulitan koordinasi

Anak disleksia mungkin akan terlihat lebih lemah dibanding teman sebanya. Mereka kadang
kesulitan untuk menangkap bola, akibat koordinasi mata dengan tangan yang kurang baik. Jika
koordinasi anak memang sangat buruk, kemungkinan anak memiliki kondisi lain seperti
dispraksia.

5. Sulit konsentrasi dan mudah sakit

Anak-anak dengan gangguan belajar ini biasanya sulit untuk konsentrasi pada suatu hal.
Kondisi ini mempersulit proses belajar dan memahami sesuatu. Selain itu, anak disleksia juga
lebih mungkin terkena masalah sistem imun, seperti mudah sekali demam, memiliki alergi,
eksim, atau asma.
Ciri-ciri disleksia berdasarkan usia

Tanda-tanda disleksia sulit dikenali sebelum anak masuk sekolah. Begitu anak mencapai usia
sekolah, guru anak Anda mungkin akan menyadari adanya masalah pada anak. Keparahan
kondisi berbeda pada setiap anak, tetapi kondisinya akan menjadi lebih jelas saat anak sudah
mulai belajar membaca.

Jika gangguan belajar terjadi pada anak yang belum sekolah atau usia balita, kemungkinan
tanda-tanda disleksia adalah:

 Agak susah melafalkan sesuatu


 Lambat berbicara

 Sulit mengingat hal-hal dari film atau sesuatu yang ia sukai

 Mengalami kesulitan untuk belajar huruf-huruf dasar (alfabet), sulit membedakan atau
mengenali warna

 Sulit membedakan kata-kata yang serupa, atau bahkan huruf yang serupa (seperti b dan
d)
Jika gangguan belajar terjadi pada anak usia sekolah, kemungkinan tanda-tanda disleksia
adalah:

 Sulit mengingat nomor yang lebih dari satu angka


 Anak akan sulit membaca, mengeja, dan menulis

 Anak akan mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa asing

 Sulit mengikuti arah; kanan maupun kiri

 Bila mengerjakan sesuatu, khususnya PR, akan kurang rapi tulisan atau polanya

 Sulit untuk menemukan kata untuk menjawab pertanyaan orang lain

 Sulit membedakan huruf atau kata

Jika gangguan belajar terjadi pada remaja atau orang yang lebih dewasa, kemungkinan tanda-
tanda disleksia adalah:

 Kesulitan untuk mengucapkan apa yang dibaca


 Sering salah mengucapkan nama atau kata-kata, menggunakan kata yang kurang tepat

 Kesulitan memahami sebuah tulisan atau cerita

 Kesulitan untuk meringkas cerita

 Kesulitan untuk belajar bahasa asing

 Kesulitan untuk menghafal

 Kesulitan untuk menceritakan kembali suau kisah atau kejadian


Siapa saja yang berisiko dengan kondisi ini?

Kondisi mental ini bisa terjadi pada siapa saja. Namun, lebih berisiko terjadi pada orang-orang
dengan kondisi berikut ini:

 Memiliki anggota keluaraga dengan penyakit gangguan belajar


 Bayi lahir prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah

 Selama di dalam kandungan, janin terpapar dengan nikotin, obat-obatan, alkohol, atau
infeksi yang memengaruhi perkembangan otaknya

 Kelainan pada struktur otak yang berperan dalam kegiatan mengolah kata dan proses
berpikir
Apa saja yang kemungkinan terburuk yang
harus dihadapi anak disleksia?

Disleksia sering kali luput dari pengawasan orangtua. Bahkan, ada yang tidak menyadari
memiliki penyakit ini, hingga usia dewasa. Perlu Anda ketahui bahwa orang dengan kondisi ini
bisa menyebabkan sejumlah masalah, seperti:

 Proses belajar yang bermasalah. Membaca dan menulis adalah keterampilan dasar
yang harus dikuasai seseorang. Bukan hanya untuk belajar saja, tapi juga penting untuk
kehidupan dewasa nanti. Anak juga bisa tidak naik kelas karena tertinggal banyak pelajaran.
Ketika dewasa, pekerjaan yang bisa dilakukan pun terbatas.
 Masalah sosial. Tanpa perawatan, kondisi ini bisa membuat anak jadi minder dengan
teman-temannya. Selain itu, anak akan cenderung menarik diri dari lingkungan, memiliki
masalah dalam berperilaku, cemas, dan lebih agresif.

 Kesehatan mental jadi lebih buruk. Anak dengan kondisi ini berisiko lebih tinggi
mengalami gangguan ADHD. Bila sudah memiliki kondisi ini yang perhatian dan perilaku
hiperaktif yang sulit dikontrol membuat disleksia semakin sulit untuk diatasi.
Apakah perlu ke dokter?

Belajar mengenal huruf, membaca, mengeja, menulis, dan merangkai kata biasanya sudah
dipelajari oleh anak-anak prasekolah. Kemampuannya akan semakin terasah setelah memasuki
sekolah dasar. Jika Anda melihat tanda-tanda anak tidak dapat mengikuti pelajaran di sekolah
dengan baik, belum tentu itu menjadi pertanda anak memiliki gangguan belajar.

Akan tetapi, pada umumnya anak dengan kondisi ini biasanya tidak dapat memahami dasar-
dasar dari pelajaran yang seharusnya dimengerti oleh anak seusianya. Konsultasikan dengan
dokter atau psikolog, jika Anda merasa khawatir dengan kondisi anak.
Bagaimana penyakit disleksia didiagnosis?

Untuk mendapatkan diagnosis yang tepat terkait penyakit disleksia pada anak, Anda harus
mendatangi sekolah dan menanyakan perkembangan belajar anak di sekolah. Selain itu, ada
beberapa tes yang harus anak lakukan, seperti:

 Meninjau kembali riwayat penyakit kemungkinan ada pada keluarga


 Tes kemampuan berbicara; tanya jawab atau menceritakan kembali sebuah kejadian

 Tes pengenalan huruf, kata, atau angka

 Tes pemahaman makna kata dan isi bacaan

 Tes mengeja kata dan menulis kata

Selama proses penilaian, pemeriksa harus mengesampingkan kondisi atau penyebab lain yang
membuat anak mengalami kesulitan dalam belajar, seperti masalah penglihatan, gangguan
pendengaran, atau kurang jelasnya intrusksi saat tes dilakukan.

Jadi, tes lain juga perlu dilakukan oleh anak, seperti tes kesehatan otak dan tes psikologi. Hal
ini membantu dokter untuk mengetahui bagaimana kondisi dan fungsi otak anak sekaligus
untuk memahami kesehatan mental anak.
Apa yang harus orangtua lakukan jika
memiliki anak dengan disleksia?

Orangtua harusnya cepat tanggap dan peka terhadap kondisi buah hati yang mulai
menunjukkan gejala atau ciri gangguan sulit belajar ini sejak dini. Hal ini dapat berimbas kepada
kondisi psikologis anak yang ikut terbawa.

Anak bisa merasa depresi dan akan menurunkan kepercayaan diri serta sosialisasinya di
lingkungan sekolah karena ketidakmampuannya tersebut.

Sama seperti autisme, tidak ada obat untuk menyembuhkan gangguan belajar ini. Disleksia
pada dasarnya juga bukanlah penyakit berbahaya. Namun, terapi rutin bersama psikolog atau
konsultan pendidikan dan anak disleksia adalah salah satu cara melatih anak bisa berlaku
normal di masyarakat.
Cara meningkatkan kemampuan belajar anak
disleksia

1. Menerapkan teknik pembelajaran yang sesuai dengan kondisinya

Karena anak dengan kondisi ini tidak bisa mengikuti proses belajar seperti anak normal, maka
teknik belajar harus diubah sesuai dengan kondisi anak. Pembelajaran akan lebih melibatkan
kemampuan anak untuk mendengar, melihat, dan merasakan untuk meningkatkan kemampuan
membaca. Ini bisa dilakukan jika anak mengikuti home schooling.

Sementara, jika anak mengikuti sekolah umum dan merasa tertinggal banyak pelajaran, Anda
bisa mendaftarkan anak ke tempat les khusus untuk membantunya membaca. Biasanya
kegiatan ini diadakan oleh lembaga, yayasan, komunitas, atau Anda bisa menyewa guru privat
yang bisa mengajarkan anak Anda dengan baik.

Yang terpenting, sesuaikan jadwal les dengan perkembangan belajar anak, setidaknya satu
atau dua kali pertemuan setiap minggu. Jangan membuat jadwal belajar anak semakin padat,
justru ini akan membuat anak jadi malas dan enggan atau bahkan sakit.
Jangan lupa untuk selalu memantau perkembangan belajar anak di sekolah, menemani, dan
membantu anak untuk menyelesaikan pekerjaan sekolahnya di rumah.

2. Mendukung anak untuk terus belajar membaca

Mengajari anak untuk membaca bukan hanya peran bagi pengajar, tapi juga Anda sebagai
orangtua. Semakin sering anak berlatih membaca, semakin meningkat juga kemampuannya.
Jadi, akan lebih baik jika Anda juga ikut mendukung anak untuk terus berlatih membaca,
misalnya:

 Menyediakan waktu untuk membaca buku bersama.


 Pilih buku-buku bacaan yang disukai anak.

 Melatih anak untuk membaca buku dengan bersuara.

 Bermain tebak kata setelah selesai membaca buku.

 Berikan rasa nyaman dan menyenangkan bagi anak saat membaca buku bersama
supaya anak tidak bosan atau menghilangkan perasan bahwa membaca adalah kegiatan yang
menakutkan atau menegangkan.

3. Menunjukkan perhatian dan kasih sayang Anda sebagai orangtua

Agar anak tetap semangat untuk belajar, Anda harus menunjukkan perhatian dan kasih sayang
kepada anak. Caranya mudah, seperti memuji atau merayakan setiap kemajuannya dalam
belajar. Luangkan satu hari untuk memanjakan anak atas keberhasilannya.

Kemudian, bantu anak untuk memahami kondisinya. Dengan begitu, anak tidak akan merasa
dirinya lebih buruk atau tidak beruntung dibandingkan teman-temannya. Ini penting guna
membangun kepercayaan diri anak untuk bersosialisasi dengan orang lain.

Tetap beri anak kebebasan untuk melakukan berbagai hal yang disukainya seperti melukis,
bermain bola, atau bermain musik.
https://www.halodoc.com/kesehatan/disleksia

Pengertian Disleksia

Disleksia adalah suatu gangguan belajar pada anak-anak, yang ditandai


dengan kesulitan membaca, menulis, mengeja, atau berbicara dengan jelas.

Gejala Disleksia

Gejala disleksia dapat timbul pada usia berapapun, namun cenderung lebih
sering pada usia anak-anak. Beberapa gejalanya meliputi:

 Kesulitan belajar membaca, walaupun tingkat kecerdasannya normal.


Anak disleksia terlihat lebih lamban dan berusaha keras dalam
membaca, mempelajari huruf, mengucapkan atau menerka huruf atau
angka, serta memposisikan mainan huruf.
 Kesulitan dan memiliki kemampuan berbicara yang sangat lambat,
sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk belajar berbicara.
Anak disleksia sering salah dalam mengucapkan kata-kata atau
membedakan bunyi kata yang berbeda.

 Perkembangan milestone lebih lambat dibandingkan anak seusianya.


Anak disleksia dapat belajar merangkak, berjalan, berbicara, atau
mengendarai sepeda, tetapi membutuhkan waktu belajar lebih lama
dibandingkan anak seusianya.

 Kesulitan mengkoordinasikan gerak tubuh, sehingga sering terlihat


lebih lemah dibandingkan anak lain seusianya. Anak disleksia lebih
sulit mengkoordinasikan mata dengan gerakan tangan, seperti pada
saat menangkap bola.

 Kesulitan berkonsentrasi dan lebih mudah sakit, sehingga menyulitkan


proses belajar dan memahami sesuatu. Anak disleksia cenderung lebih
mudah mengalami demam, alergi, eksim, atau asma.

Penyebab Disleksia

Beberapa penyebab disleksia, antara lain:


 Kelainan genetik pada gen DCD2, yang diturunkan dari anggota
keluarga lain.
 Cedera otak, misalnya saat anak dilahirkan.

 Trauma otak yang parah, misalnya akibat kecelakaan lalu lintas.

 Penyakit lainnya, seperti stroke.

Faktor Risiko Disleksia

Beberapa faktor risiko disleksia, antara lain:

 Memiliki anggota keluarga dengan penyakit gangguan belajar.


 Bayi lahir prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah.

 Bayi yang lahir dari ibu pengguna obat-obatan, alkohol, perokok, atau
pernah mengalami infeksi yang mempengaruhi perkembangan otak
janin.

 Memiliki kelainan pada struktur otak yang berperan dalam proses


berpikir dan mengolah kata.

Diagnosis Disleksia

Dokter akan mendiagnosis disleksia dengan melakukan wawancara medis


terkait riwayat penyakit dalam keluarga, tes kemampuan berbicara dalam
suatu tanya jawab atau menceritakan kembali sebuah kejadian, tes
pengenalan huruf, kata, atau angka, tes pemahaman makna kata dan isi
bacaan, tes mengeja kata dan menulis kata, serta melakukan pemeriksaan
penunjang jika diperlukan.

Pengobatan Disleksia

Pada dasarnya, disleksia tidak dapat disembuhkan. Terapi yang dapat


dilakukan bertujuan untuk melatih anak agar dapat berlaku normal di
masyarakat. Beberapa hal yang dapat dilakukan, antara lain:

 Membacakan buku untuk anak-anak.


 Mengupayakan kerjasama yang baik dengan pihak sekolah anak.

 Memperbanyak waktu membaca di rumah.


 Membuat suasana membaca menjadi menyenangkan.

 Memotivasi anak untuk senang membaca buku.

 Mendiskusikan isi buku bersama-sama dengan anak.

 Menghindari celaan jika anak melakukan kesalahan saat membaca


agar anak dapat memiliki kepercayaan diri.

Komplikasi Disleksia

Beberapa komplikasi disleksia, antara lain:

 Masalah belajar dan memahami materi pelajaran di sekolah yang


berakibat pada jenjang pendidikan.
 Masalah sosial akibat rasa rendah diri, masalah perilaku, kecemasan,
agresi, dan penarikan dari teman, orang tua dan guru.

 Masalah sebagai orang dewasa akibat ketidakmampuan untuk


membaca dan memahami sesuatu.

 Masalah ekonomi di kemudian hari akibat jenjang pendidikan yang


dicapai tidak memadai.

 Mengalami Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), sehingga


sulit mempertahankan perhatian, hiperaktif, serta berperilaku impulsif.

Pencegahan Disleksia

Belum didapatkan upaya pencegahan untuk disleksia, terutama jika


diakibatkan kelainan genetik yang diturunkan dalam anggota keluarga.

Kapan Harus ke Dokter?

Disleksia biasanya tidak disadari pada saat masih kecil dan berlanjut hingga
dewasa. Hubungi dokter bila anak memiliki kemampuan membaca yang
lebih rendah dari anak-anak lain, atau jika anak memiliki tanda-tanda atau
gejala yang disebutkan di atas. Agar lebih mudah, ibu bisa langsung
membuat janji dengan dokter di poliklinik anak di sini.
https://hellosehat.com/parenting/tips-parenting/latihan-membantu-anak-disleksia-lancar-baca-tulis/

9 Latihan untuk Membantu Anak


Disleksia Lancar Baca Tulis
Oleh Ajeng QuamilaInformasi kesehatan ini sudah direview dan diedit oleh:

 Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)


 Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)

 Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)

 Klik untuk berbagi via Google+(Membuka di jendela yang baru)

 Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)

 Klik untuk berbagi di Line new(Membuka di jendela yang baru)


Saat mengetahui anak mengalami kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah atau berjuang
keras membaca teks sederhana dalam buku, sering kali orangtua dan guru merasa
kebingungan untuk memahami penyebabnya. Apakah ia hanya sekedar malas? Tidak fokus?
Atau justru tidak sepintar apa yang Anda harapkan?

Membesarkan anak dengan disleksia dapat melibatkan emosi yang campur aduk. Anda
mungkin akan melihat jauh ke depan, diselimuti oleh berbagai kekhawatiran apakah hal ini akan
mempengaruhi masa depan si kecil nantinya. Akan tetapi, disleksia bukanlah jaminan
kegagalan.

Banyak orangtua yang belum tahu bahwa sebenarnya disleksia merupakan kondisi yang sangat
umum, dan banyak pula tokoh dunia berpengaruh memiliki kondisi ini — misalnya Picasso,
Steven Spielberg, hingga Bill Gates.

Apa itu disleksia?


Disleksia adalah jenis gangguan belajar. Para ahli tidak tahu persis apa yang menyebabkan
disleksia, selain perbedaan cara kerja otak dari pengidap disleksia dalam mengolah informasi.
Walaupun begitu, beberapa studi terbaru telah menunjukkan keterkaitan antara kondisi
gangguan belajar ini dengan peran genetika. Jika Anda atau pasangan Anda memiliki disleksia,
anak Anda akan lebih mungkin untuk memilikinya juga.
Anak-anak dengan disleksia memiliki masalah pengolahan informasi yang mereka lihat saat
mereka membaca sesuatu. Seringnya, anak pengidap disleksia akan memiliki masalah
menghubungkan suara yang dihasilkan oleh satu huruf (misalnya, tertukar atau kebingungan
membedakan “b” dan “d”), kebingungan mengurutkan urutan huruf untuk membentuk suatu
kata, atau mengartikan suara dari huruf-huruf yang membentuk sebuah kata.
Disleksia umumnya dikaitkan dengan masalah kelancaran membaca, tapi masalah pengolahan
informasi ini juga dapat mempengaruhi kemampuan anak dalam menulis, mengeja, dan bahkan
berbicara.

Yang pasti, disleksia bukanlah berarti kecerdasan anak kurang, bukan tanda kemalasan,
apalagi karena alasan penglihatan yang buruk. Pengidapnya masih dapat memahami ide dan
gagasan yang kompleks. Terkadang, mereka hanya memerlukan tambahan waktu untuk
memahami informasi yang sedang ia cerna. Mereka juga mungkin membutuhkan cara yang
berbeda untuk memproses informasi, seperti mendengarkan buku audio daripada membaca
paragraf demi paragraf.

Namun, sangat penting untuk diingat bahwa disleksia adalah kondisi seumur hidup. Perjuangan
anak dalam membaca dan isu-isu lainnya dapat menyebabkan frustrasi dan perasaan rendah
diri. Namun, bukan berarti hal ini akan menghalangi si kecil untuk bisa bahagia dan sukses di
hidupnya.

Latihan multisensorik untuk membantu anak


pengidap disleksia belajar baca tulis
Latihan multisensorik adalah cara mengajar yang melibatkan lebih dari satu indra dalam satu
waktu. Bagi anak-anak yang memiliki kesulitan membaca, mungkin akan terasa sulit untuk
memperhatikan semua detail dalam kosakata baru, terutama jika kata tersebut memiliki ejaan
yang tidak biasa. Dengan penggunaan penglihatan, pendengaran, gerakan dan sentuhan,
teknik ini dapat sangat membantu proses belajarnya. Berikut adalah beberapa dari banyak
contoh latihan multisensory yang bisa digunakan untuk membantu anak yang kesulitan
membaca:

1. Ajarkan mendetail

Pertama, ajarkan anak dengan menunjukkan satu kata, misalnya “beruang” dan bacakan
untuknya dengan suara yang jelas dan lantang. Kemudian, minta ia untuk coba mengeja huruf
pembentuk kata tersebut. Tanyakan huruf hidup apa saja yang ia lihat, huruf apa yang ia lihat di
awal, tengah, dan akhir kata. Hal ini akan membantunya untuk menganalisis kosakata tersebut
dan memprosesnya dengan terinci.

2. Menggunakan pasir atau krim

Kegiatan ini melibatkan indra penglihatan, sentuh, gerakan, dan suara untuk anak bisa
menghubungkan huruf dan suara. Mulai dengan menebarkan segenggam pasir atau sesendok
besar krim cukur (atau whipping cream) di atas kertas atau meja.
Kemudian, minta si kecil untuk membuat kata “beruang” menggunakan jari mereka di atas pasir
atau krim tersebut. Selagi mereka menulis, minta ia untuk mengeja bunyi setiap huruf yang ia
buat, dan coba untuk membaurkan setiap suara tersebut bersama-sama untuk menyebutkan
“beruang” dengan keras dan jelas.

3. Menulis di udara

Menulis di udara akan memperkuat hubungan antar suara dan setiap huruf melalui “memori
otot”. Hal ini juga dapat membantu memperkuat anak untuk bisa membedakan bentuk huruf
yang membingungkan, misalnya “b” dan “d”. Ajarkan anak menggunakan dua jari — telunjuk
dan jari tengah — untuk membuat huruf imajinasi di udara, sambil menjaga siku dan
pergelangan tangan tetap lurus. Setiap kali ia membuat satu huruf di udara, minta ia untuk
mengeja bunyi huruf tersebut dengan keras.

Aktivitas ini juga akan membantu mereka untuk membayangkan bentuk huruf yang mereka
tulis. Anda mungkin bisa melakukan improvisasi dengan meminta si kecil mengasosiasikan
penulisan huruf dengan warna tertentu, misalnya merah untuk “b”, kuning untuk “d”.

4. Menggunakan balok huruf

Menyusun suatu kata dengan balok mainan warna-warni berbentuk huruf dapat membantu
anak untuk menghubungkan suara dengan huruf. Untuk meningkatkan latihan si kecil, Anda
bisa mengkategorikan warna yang berbeda untuk kelompok huruf hidup dan huruf konsonan,
merah dan biru, misalnya.

Selagi mereka menyusun kata, minta mereka untuk mengeja bunyi huruf-huruf tersebut,
kemudian minta ia untuk mengatakan kata utuhnya dengan jelas setelah ia selesai menyusun
kata.

5. Baca, Susun, tulis

Dengan selembar kertas karton, buat tiga kolom: Baca, Susun, dan Tulis. Kemudian, sediakan
spidol dan balok huruf warna-warni.

Tuliskan kosakata yang ingin Anda latih di kolom Baca dan minta anak Anda untuk melihat
huruf-huruf pembentuk kata tersebut. Kemudian, si kecil akan menyusun kata tersebut di kolom
Susun menggunakan balok huruf. Terakhir, minta ia untuk coba menuliskan kata tersebut di
kolom Tulis sambil membacakannya dengan lantang.

6. Ketukan jari

Menggunakan ketukan jari saat mengeja huruf mengajarkan anak untuk merasa, meraba, dan
mendengar bagaimana huruf-huruf tertentu bisa membentuk satu kata, beserta bunyi
keseluruhannya.

Misalnya, kata “Budi”. Minta anak untuk mengetukkan jari telunjuk ke ibu jarinya saat mereka
mengucapkan huruf “b”, ketukkan jari tengah dengan ibu jari saat mengucapkan huruf “d”, jari
manis dengan ibu jari saat mengucapkan “u”, dan kelingking untuk huruf “i”.
7. Bantuan gambar

Untuk beberapa anak, mengingat kata akan lebih mudah jika mereka menghubungkannya
dengan suatu gambar. Berikut salah satu cara untuk menyiasatinya:

Tuliskan kata yang ingin dilatih pada kedua sisi kertas, misalnya kata “dua”. Pada satu sisi,
Anda bersama si kecil bisa menggambar langsung pada kata tersebut (misalnya, menambahan
dua buah mata di atas huruf U untuk menggambar wajah tersenyum; atau menggambar angsa
yang melambangkan bentuk angka “2”). Menggunakan kata berilustrasi ini, latih si kecil untuk
mengasosiasikan kata tersebut dengan gambar dan huruf-huruf pembentuknya — dua pasang
mata untuk mewakili kata “dua”. Ketika anak Anda mulai lancar untuk membaca dengan cepat
dan lebih mudah, alihkan latihan ke sisi lainnya dimana hanya ada teks kata “dua”.

8. Buat dinding kosakata

Untuk kata-kata yang sering terlihat atau dipakai dalam sebuah kalimat utuh, misalnya “saya”,
“di”, “ke”, “dari”, dan cetaklah kata-kata ini dalam ukuran besar dan berwarna-warni, kemudian
tempelkan dalam urutan alfabetik di dinding kamar anak Anda.

Secara otomatis bisa mengenali sejumlah kosakata dapat membantu anak lebih cepat tanggap,
menjadi pembaca yang lebih lancar. Paparan yang berulang adalah kunci sukses untuk Anda
berdua.

Dinding kosakata memberikan anak paparan ekstra untu kosakata-kosakata penting ini. Dinding
khusus ini juga memberikan akses cepat terhadap kosakata tertentu yang mungkin mereka
butuhkan selama aktivitas membaca atau menulis.

9. Membaca dan mendengarkan

Dalam kegiatan ini, Anda dan anak akan terlibat bersama-sama dalam membaca. Anda bisa
membacakan cerita padanya sambil ia juga memperhatikan kalimat-kalimat dalam buku
tersebut. Mereka bisa berinterasi dengan teks, menggarisbawahi kosakata penting atau
membulatkan kosakata yang panjang atau pendek.

Selama membaca bersama, anak Anda juga bisa menulis ulang atau menggambar visualisasi
yang bisa ia hubungkan dengan kata tersebut untuk mencocokkan kalimat.

Ada banyak alat dan strategi lainnya yang sama baiknya dalam membantu anak Anda lebih
lancar untuk menulis-membaca. Mungkin akan membutuhkan beberapa percobaan kanan-
kiri bagi Anda untuk mencari tahu mana yang terbaik bagi anak Anda. Yang paling penting
adalah usaha dan dukungan yang konsisten dari orang-orang di sekitarnya untuk meningkatkan
rasa percaya diri anak untuk terus belajar.
https://www.halodoc.com/penyebab-disleksia-dan-cara-mengatasinya-yang-perlu-diketahui
Penyebab Disleksia dan Cara Mengatasinya
yang Perlu Diketahui

 DISLEKSIA
Halodoc, Jakarta – Normalnya anak bisa membaca ketika menginjak usia
enam atau tujuh tahun. Sayangnya, ini tidak terjadi pada anak yang
mengidap disleksia, karena rata-rata sampai usia 12 tahun, anak tersebut
belum bisa membaca dan menulis dengan lancar. Bahkan ada juga yang
masih kesulitan membaca dan menulis sampai usia dewasa sekalipun.

Disleksia sendiri adalah kondisi di mana seseorang mengalami gangguan


seperti kesulitan membaca, menulis, dan mengeja. Tanda anak disleksia
harus disadari sejak dini agar orangtua bisa memberi pola asuh yang lebih
tepat pada anak. Berikut pemaparan tentang penyebab dan cara mencegah
disleksia yang perlu kamu ketahui.

Penyebab Disleksia

Hingga saat ini penyebab seseorang mengalami disleksia belum diketahui


secara pasti. Namun, diduga disleksia terjadi karena adanya kelainan pada
susunan saraf, pengaruh interaksi lingkungan, dan faktor keturunan. Bila
disleksia disebabkan karena faktor gen dan keturunan, maka ada kelainan
pada otak yang berfungsi untuk pengaturan bahasa.

Namun disleksia berbeda dengan kurangnya intelegensi. Anak dengan


disleksia memang memiliki kesulitan belajar, namun ini bukan berarti bahwa
anak memiliki tingkat intelegensi rendah. Juga sebaliknya, anak dengan
intelegensi rendah bukan berarti mengidap disleksia. Bisa jadi, kesulitan
belajar anak disebabkan oleh pola didik yang kurang maksimal, seperti tidak
diajarkan membaca atau tidak mendapatkan kesempatan belajar.

Kondisi disleksia tidak bisa disembuhkan sehingga kondisi ini akan diidap
seumur hidup, dan hingga kini masih belum ada obatnya. Namun, bila
pengidap disleksia mendapat pengobatan dan pengajaran yang sesuai,
sebagian besar anak-anak disleksia mampu belajar dan berprestasi dengan
baik di sekolah. Bukan hanya itu, penting juga untuk memberikan dukungan
moral dan emosional bagi pengidap disleksia agar bisa berhasil belajar
dengan baik.

Jika anak kamu menunjukkan gejala disleksia, pastikan terlebih dulu dengan
menanyakan pada dokter. Deteksi ini bisa membuat kamu lebih siap dalam
mengatur pola asuh dan pola didik anak.

Cara Mencegah Disleksia

Karena muncul karena faktor genetik, mencegah disleksia secara total


adalah hal yang hampir tidak bisa dilakukan. Namun tentunya, dengan
diagnosis dini dan penanganan yang tepat, orangtua bisa meminimalisasi
risiko kesulitan belajar dan perkembangan anak.

Mengetahui Ciri-Ciri Disleksia

Mengetahui ciri-ciri disleksia bisa menjadi salah satu cara untuk mencegah
disleksia. Pengidap disleksia umumnya menunjukkan ciri-ciri seperti
kesulitan mempelajari bentuk dan bunyi huruf, menggabungkan huruf
menjadi kata, membaca, mencerna instruksi verbal, bingung membedakan
konsep ruang dan waktu, serta artikulasi tidak jelas dan terbalik-balik.
Beri Asupan Makanan Bergizi

Memberi asupan makanan bergizi pada anak bisa menjadi salah satu cara
yang bisa kamu lakukan, untuk mencegah agar gejala disleksia tidak menjadi
makin parah. Pada beberapa kasus disleksia, ditemukan adanya kekurangan
asam lemak essensial. Kamu perlu memberikan makanan bergizi terutama
yang banyak mengandung DHA, asam lemak omega-3, protein, dan vitamin
D untuk mencegah perkembangan disleksia. Selain itu makanan bergizi juga
dapat meningkatkan kecerdasan otak.

(Baca juga: 7 Kandungan Nutrisi Alpukat dan Manfaatnya)

Cara Mengatasi Disleksia

Salah satu bentuk cara mengatasi disleksia adalah dengan melakukan


pendekatan edukasi khusus. Biasanya, penentuan jenis pendekatan
didasarkan pada tingkat keparahan disleksia yang dialami dan berdasarkan
hasil dari tes psikologi pengidap.

Untuk dileksia pada anak, cara paling efektif untuk meningkatkan


kemampuan baca dan tulis adalah dengan fokus pada kemampuan fonologi,
yaitu ilmu yang mempelajari tentang bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi
oleh alat ucap manusia. Metode ini biasanya disebut fonik yang dimulai
dengan mengajari elemen-elemen dasar, seperti belajar mengenali satuan
bunyi terkecil dalam kata, memahami huruf dan susunan huruf yang
membentuk bunyi tersebut, memahami bacaan, membaca cara
membunyikan kata, hingga membangun kosakata.

Orang tua juga sangat berperan penting untuk meningkatkan kemampuan


anak. Langkah yang bisa kamu lakukan antara lain:

1. Bekerjasama dengan sekolah. Kamu bisa membicarakan kondisi anak dengan


guru atau kepala sekolahnya untuk mendiskusikan cara yang paling tepat
untuk membantu anak mengikuti pelajaran di sekolah.
2. Membacakan buku untuk anak-anak. Kamu bisa mulai membacakan buku,
saat anak berusia 6 bulan, atau bahkan lebih muda. Ketika anak sudah
berusia lebih besar, kamu bisa mencoba membaca bersama dengan anak.

3. Memberikan waktu lebih banyak untuk membaca di rumah. Pengulangan ini


bisa meningkatkan kemampuan anak untuk memahami cerita yang kamu
bacakan. Sehingga anak tidak lagi merasa asing dengan tulisan dan cerita.
Kamu juga bisa memberikan waktu untuk anak kamu membaca sendiri tanpa
bantuan kamu.

4. Buatlah suasana membaca menjadi suatu kegiatan yang lebih


menyenangkan dengan memilih topik bacaan ringan dan menyenangkan.
Membaca di taman bisa menjadi salah satu pilihan.
5. Menyemangati dan membujuk anak untuk membaca buku, kemudian
mendiskusikan isinya bersama-sama.

6. Jangan mencela bila anak melakukan kesalahan agar kepercayaan diri anak
bisa dibangun.

Metode edukasi bukan hanya berguna untuk anak yang mengidap disleksia
saja, tapi bisa juga diterapkan untuk remaja dan orang dewasa untuk
meningkatkan kemampuan baca dan tulis mereka. Bisa juga dengan
menggunakan bantuan teknologi seperti program komputer dengan
perangkat lunak pengenalan suara.

Yang perlu diingat, penanganan disleksia memerlukan waktu dan tenaga


yang tidak sedikit. Maka dari itu, keluarga dan juga pengidap disarankan
untuk bersabar menjalaninya. Dukungan serta bantuan dari anggota
keluarga serta teman dekat akan sangat membantu.

Itu dia informasi terkait penyebab dan cara mencegah disleksia. Bila kamu
masih memiliki pertanyaan, kamu bisa menanyakan pada dokter yang ada
di Halodoc. Di aplikasi Halodoc, kamu bisa memilih dokter anak yang ingin
kamu ajak bicara melalui pilihan komunikasi Chat, Voice/Video Call pada
layanan Contact Doctor.

Sementara bila ingin membeli kebutuhan medis seperti obat atau vitamin
bisa menggunakan layanan Pharmacy Delivery yang akan mengantarkan
pesananmu ke tempat tujuan dalam waktu tidak kurang dari satu
jam. Halodoc juga melengkapi fiturnya dengan layanan Lab Service yang
bisa membantu kamu melakukan pemeriksaan darah dan juga menentukan
jadwal, lokasi, dan petugas lab yang akan datang ke lokasi tujuan. Hasil lab
bisa dilihat langsung pada aplikasi layanan kesehatan Halodoc. Tak perlu
ragu lagi ayo download aplikasi Halodoc di App Store atau Google Play
sekarang juga.

Anda mungkin juga menyukai