PENDAHULUAN
a. Belajar fakta
Hampir semua prosedur matematika melibatkan tubuh mendasari kodrat faktual. Fakta
matematika meliputi tabel perkalian, penambahan dan pengurangan sederhana, dan berbagai
equivalencies numerik.
Tahap awal pembelajaran matematika sekolah dasar umumnya menempatkan ketergantungan
pada memori hafalan sebagai seorang anak berusaha untuk menggabungkan volume besar dari
fakta-fakta matematika. Setelah fakta-fakta yang hafal, anak kemudian harus terlibat dalam
pengambilan konvergen, fakta harus ingat tepatnya pada permintaan.
Seorang siswa SD kemudian harus maju ke recall sepenuhnya otomatis dari fakta-fakta
matematika. Misalnya, saat melakukan masalah aljabar, mahasiswa diwajibkan untuk mengingat
prinsip-prinsip penambahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian akurat dan detail yang tepat
Siswa SD yang menghadapi kesulitan adalah mereka yang memiliki masalah pada awalnya
menghafal fakta-fakta matematika, mereka yang berbeda, pola tepat memori pengambilan, dan
mereka yang memiliki kesulitan mengingat fakta-fakta matematika, yang memperlambat
kemampuan mereka untuk menghitung. Siswa-siswa ini kemudian mengalami kesulitan dengan
masalah yang lebih canggih pemecahan, sehingga prestasi matematika di tingkat sekolah
menengah.
b. Memahami rincian
Matematika perhitungan sarat dengan detail halus (misalnya, urutan nomor di lokasi, masalah
yang tepat dari, tanda desimal operasional yang tepat [+, -]) terdiri dari jantung masalah
matematika. Perhatian yang tinggi terhadap detail diperlukan seluruh operasi matematika.
Anak-anak yang paling mungkin untuk menghadapi masalah dengan perhitungan matematika di
tingkat ini adalah mereka yang memiliki defisit perhatian dan mereka yang impulsif dan
kurangnya pemantauan diri.
Seorang mahasiswa dengan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) mungkin muncul
untuk memahami fakta-fakta, tetapi kurangnya bahwa siswa perhatian terhadap detail
menciptakan kinerja keseluruhan miskin.
c. Menguasai prosedur
Selain fakta menguasai matematika, seorang siswa harus mampu mengingat prosedur tertentu
(misalnya, algoritma matematika). Algoritma ini meliputi proses yang terlibat dalam perkalian,
pembagian, pengurangan pecahan, dan regrouping.
Sebuah pemahaman yang baik tentang logika yang mendasari mereka meningkatkan recall dari
prosedur tersebut.
Pada tingkat fungsi, anak-anak dengan masalah sequencing mengalami kesulitan yang signifikan
mengakses dan menerapkan algoritma matematika.
d. Menggunakan manipulasi
Dengan bertambahnya pengalaman dan keterampilan, usia sekolah anak harus dapat
memanipulasi fakta, detail, dan prosedur untuk memecahkan masalah matematika yang lebih
kompleks, sebuah proses yang membutuhkan mengintegrasikan beberapa fakta dan prosedur
dalam tugas pemecahan masalah yang sama.
Tindakan manipulasi membutuhkan sejumlah besar pemikiran-ruang atau aktif-kerja memori.
Misalnya, pemecahan masalah sering membutuhkan siswa untuk mengingat nomor dan
menggunakannya nanti. Siswa harus dapat memahami mengapa mereka menggunakan nomor
dan kemudian menggunakannya. Siswa juga harus mampu memanipulasi subkomponen tugas.
Siswa dengan terbatas aktif bekerja mengalami kesulitan memori yang cukup menggunakan
manipulasi.
e. Mengenali pola
Matematika menghadapkan siswa dengan berbagai macam pola berulang. Pola dapat terdiri dari
kata kunci atau frase yang terus-menerus muncul dari masalah kata dan menghasilkan petunjuk
penting tentang prosedur yang diperlukan.
Siswa sering harus mampu membuang perbedaan superfisial dan mengenali pola yang
mendasari, sebuah proses yang menciptakan masalah bagi siswa dengan cacat pengenalan pola.
g. Menganalisis kalimat
Bahasa matematika adalah unik dalam arti bahwa seorang siswa diharapkan dapat menarik
kesimpulan dari masalah kata dinyatakan dalam kalimat. Kalimat pemahaman yang tajam dan
pengetahuan kosakata matematika diperlukan untuk memahami penjelasan dari buku-buku dan
instruktur.
Anak-anak dengan cacat bahasa mungkin merasa bingung dan bingung dengan instruksi lisan
dan oleh tugas tertulis dan tes.
h. Pengolahan gambar
Materi pelajaran matematika banyak disajikan dalam gambar dan dalam format visual-spasial.
Geometri membutuhkan interpretasi tajam perbedaan dalam bentuk, ukuran, proporsi, hubungan
kuantitatif, dan pengukuran.
Siswa juga harus mampu menghubungkan bahasa dan angka, sedangkan trapesium persyaratan
dan persegi harus membangkitkan pola desain dalam pikiran siswa.
Anak-anak dengan kelemahan dalam persepsi visual dan memori visual mungkin mengalami
kesulitan dengan subkomponen matematika.
j. Memperkirakan solusi
Bagian penting dari proses penalaran, dan masalah bagi anak-anak kurang keterampilan ini,
adalah kemampuan untuk memperkirakan jawaban atas masalah.
Kemampuan untuk memperkirakan solusi untuk masalah matematika sering menunjukkan
pemahaman anak tentang konsep-konsep yang diperlukan untuk memecahkan masalah.
n. Menerapkan pengetahuan
Anak-anak harus mampu mewujudkan relevansi matematika untuk belajar dan digunakan dalam
sehari-hari kehidupan.
Siswa dapat memahami relevansi ini mungkin menemukan matematika alien atau tidak relevan.
o. Kecemasan
Kekhawatiran, kecemasan, atau fobia adalah komplikasi umum dari cacat dalam matematika.
Reaksi-reaksi ini dapat disebabkan oleh salah satu cacat di atas atau mungkin berakar dalam
ketakutan penghinaan diulang di kelas.
Anak usia 4- 5 tahun biasanya belum diwajibkan mengenal konsep jumlah, hanya konsep
hitungan
Anak usia 6 tahun ke atas umumnya sudah mulai dikenalkan dengan konsep jumlah yang
menggunakan simbol seperti penambahan (+) dan pengurangan (-). Jika pada usia 6 tahun
anak sulit mengenali konsep jumlah, maka kemungkinan nantinya dia akan mengalami
kesulitan berhitung. Proses berhitung melibatkan pola pikir serta kemampuan
menganalisis dan memecahkan masalah.
Faktor genetik mungkin berperan pada kasus Dyscalculia, tapi faktor lingkungan dan
simulasi juga bisa ikut menentukan. Alat peraga juga sangat bagus untuk digunakan, karena
dalam matematika menggunakan simbol-simbol yang bersifat abstrak. Jadi, supaya lebih konkret
digunakan alat peraga sehingga anak lebih mudah mengenal konsep matematika itu sendiri.
Penanganan Gangguan Belajar Matematika harus dimulai di awal karir pendidikan anak.
Sayangnya, gangguan belajar matematika biasanya tidak disadari dan sulit dideteksi
cukup dini atau manajemen ditunda sampai masalah lain (misalnya, bahasa cacat) yang
ditangani.
Banyak anak menganggap matematika sebagai subjek terbatas ketat untuk kelas
matematika dan pekerjaan rumah. Remediasi awal dari gangguan belajar matematika
sangat penting untuk memastikan pengakuan anak signifikansi matematika ‘tidak hanya
di kelas tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan informasi baru tersedia
untuk membaca gangguan (RDS), strategi baru yang dirancang untuk pendidik untuk
membimbing dan membantu siswa meningkatkan nonperforming tersedia. Pekerjaan
masih diperlukan untuk mengidentifikasi masalah dasar dengan gangguan belajar
matematika, yang akan membantu menciptakan strategi yang lebih baik untuk membantu
anak-anak. Sementara itu, pedoman berikut ditunjukkan untuk membantu anak-anak
dengan cacat ini meresap.
Perbanyak contoh-contoh konkrit untuk memastikan pemahaman yang kuat sebelum
melangkah kepada konsep yang abstrak. Hal ini akan membantu untuk memberikan
strategi untuk memvisualisasikan konsep. Ketika mengerjakan soal cerita, berikan
kesempatan kepada anak untuk membayangakan situasi kehidupan sehari-hari atau alat
yang membantunya memvisualisasikan sebuah bentuk, konsep, atau pola.
Berikan kesempatan untuk menggunakan gambar, grafik, kalimat, atau kartu untuk
membantu dalam hal pemahaman soal. Hubungkan permasalahannya dengan contoh
kehidupan sehari-hari.
Kembangkan sebuah konsep diri bahwa ‘saya bisa’, sesering mungkin. JANGAN
katakan, “Ibu/Ayah tidak pandai matematika, tak heran kamu pun begitu”. Ingatlah,
dengan suasana yang baik, (tutoring, one to one support) dan sikap yang positif, semua
orang pintar matematika !
Gunakan pendekatan yang positif untuk mengenalkan konsep dasar. Kartu atau
permainan komputer untuk menguasai konsep awal sampai dengan 20 dan tabel perkalian
akan sangat berguna. 10 menit sehari akan berhasil.
Berikan bantuan dalam mempelajari simbol-simbol matematika dan bahasa matematika.
Contohnya, pikirkan tentang simbol ‘-’ (minus) berarti ‘pergi’ atau ‘hilang’, dan simbol
‘+’ berarti ‘datang’ atau ‘muncul’. Simbol ‘-’ bisa juga berarti ‘mengurangi’, bisa juga
pecahan, atau juga bilangan bulat negatif.
Remediasi menuntut kerjasama erat antara guru kelas reguler dan mereka yang terlibat
dalam mendukung perbaikan. Banyak anak dengan prestasi dalam matematika yang
memenuhi syarat untuk secara hukum diamanatkan pelayanan pendidikan khusus di
sekolah umum. Perbedaan luas yang diamati dalam persyaratan layanan, dan kualitas dan
intensitas pelayanan nyata bervariasi antara masyarakat. Mengidentifikasi cacat dari
setiap siswa dan menangani itu di tingkat individu masih penting.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dyscalculia adalah kesulitan dalam belajar atau memahami matematika (termasuk tentang
simbol- simbol matematika)
Dyscalculia dapat terdeteksi pada usia dini dan langkah- langkah yang dapat diambil untuk
meringankan masalah yang dihadapi oleh yang lebih muda. Masalah utamanya adalah dengan
memahami cara ber- matematika yang diajarkan kepada anak- anak
Dyscalculia dapat diatasi dengan cara konseling dan pendekatan
B. Saran
Kepada para guru agar dapat mengenal para siswa yang mengalami Dyscalculia di dalam
kelas
Guru harus memberikan konseling dan pendekatan khusus kepada siswa yang mengalami
Dyscalculia
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrahman Mulyono, 2003, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta
http://ajenganjar.blogspot.com. Mengenal Gangguan Belajar Dyscalculia, 2012, (Online)
Djokosetio, Sidiarto Lily. 2007. Perkembangan Otak dan Kesulitan Belajar Pada Anak. Jakarta :
Universitas Indonesia.
MAKALAH ANAK DYSCALCULIA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai seorang guru yang sehari-hari mengajar di sekolah, tentunya tidak jarang harus
menangani anak-anak yang mengalami kesulitan dalam belajar. Anak-anak yang sepertinya sulit
sekali menerima materi pelajaran, baik pelajaran membaca, menulis, serta berhitung. Hal ini
terkadang membuat guru menjadi frustasi memikirkan bagaimana menghadapi anak-anak seperti
ini. Demikian juga para orang tua yang memiliki anak-anak yang memiliki kesulitan dalam
belajar. Harapan agar anak mereka menjadi anak yang pandai, mendapatkan nilai yang baik di
sekolah menambah kesedihan mereka ketika melihat kenyataan bahwa anak-anak mereka
kesulitan dalam belajar.
Akan tetapi yang lebih menyedihkan adalah perlakuan yang diterima anak yang
mengalami kesulitan belajar dari orang tua dan guru yang tidak mengetahui masalah yang
sebenarnya, sehingga mereka memberikan cap kepada anak mereka sebagai anak yang bodoh,
tolol, ataupun gagal.
Salah satu kesulitan belajar yaitu discalculia atu kesulitan belajar dalam berhitung.
Dyscalculia adalah kesulitan dalam belajar atau memahami matematika (termasuk tentang
simbol- simbol matematika). Dyscalculia awalnya diidentifikasi, dalam studi kasus, dengan
pasien yang menderita ketidakmampuan dalam aritmatika tertentu sebagai akibat kerusakan
daerah tertentu dari otak. Dyscalculia menyebabkan anak-anak yang mengalami kesulitan belajar
tersebut tetap dapat belajar dan mencapai apa yang diharapkan guru dan orang tua.
Tulisan ini, kita akan mendapati apa sebenarnya yang dimaksud dengan dyscalculia? Dan
apa sajakah penyebab-penyebab dari dyscalculia? Bagaimanakah penanganan atau metode yang
tepat apabila kita sebagai pendidik dihadapkan pada peserta didik yang mengidap dyscalculia?
C. Tujuan
Mengetahui dan memahami lebih jauh pengertian tentang dyscalculia dan cara
mengatasai kesulitan belajar tersebut dalam proses pembelajaran.
ISI
A. Literatur
1. Pengertian Kesulitan Belajar Dyscalculia
Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar.
Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang
dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat, terkadang semangatnya tinggi,
tetapi juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Demikian kenyataan yang sering kita jumpai
pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas belajar.
Setiap individu memang tidak ada yang sama. perbedaan individu ini pulalah yang menyebabkan
perbedaan tingkah laku dikalangan anak didik. “dalam keadaan di mana anak didik / siswa tidak
dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar. Kesulitan
belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam
belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami
masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena factor intelligensi
yang rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain di luar
intelligensi. Dengan demikian, IQ yang tingi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang
ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.
Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai factor. Untuk
memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, tentunya kita harus
mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan
belajar.
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :
A. Faktor intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
Faktor fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit,
tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran,
memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis yang perlu kita
perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat
tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran,
kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli,
bisu, dan lain sebagainya.
Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada
dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah
kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam factor psikoogis ini adalah
intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius
(lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-
anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga
pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan
dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu,
maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya.
Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar
adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.
Pengertian Dyscalculia
Dyscalculia adalah kesulitan dalam belajar atau memahami matematika (termasuk tentang
simbol- simbol matematika). Hal ini mirip dengan disleksia. Dyscalculia juga bisa terjadi sebagai
hasil dari cedera otak.
Dyscalculia awalnya diidentifikasi, dalam studi kasus, dengan pasien yang menderita
ketidakmampuan dalam aritmatika tertentu sebagai akibat kerusakan daerah tertentu dari otak.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa dyscalculia dapat juga terjadi dengan perkembangan, bisa
terhubung secara genetis yang mempengaruhi ketidakmampuan seseorang untuk memahami,
mengingat, atau memanipulasi fakta angka atau nomor (misalnya, tabel perkalian). Istilah ini
sering digunakan pada ketidakmampuan untuk melakukan operasi aritmatika, tetapi juga
ditentukan oleh beberapa ahli pendidikan dan psikolog kognitif yang lebih fundamental sebagai
ketidakmampuan untuk mengonsep nomor sebagai konsep- konsep abstrak kuantitas komparatif
(defisit dalam “arti angka”). Definisi dyscalculia kadang- kadang lebih suka menggunakan istilah
teknis “Disability Arithmetic” (AD) untuk merujuk pada perhitungan dan memori yang defisit.
Dyscalculia kurang dikenal sebagai kecacatan, sama halnya dan berpotensi dihubung-
hubungkan dengan disleksia dan perkembangan dyspraxia. Dyscalculia terjadi pada orang di
seluruh tingkatan IQ, dan penderita sering kali, tetapi tidak selalu, juga mengalami kesulitan
mengatur waktu, ukuran, dan penalaran ruang/tempat. Perkiraan saat ini yang menunjukkan hal
itu mungkin berpengaruh sekitar 5% dari populasi. Meskipun beberapa peneliti percaya bahwa
dyscalculia perlu penalaran matematis, secara tidak langsung menyatakan sebagai kesulitan
dalam pengoperasian aritmatika, buktinya (terutama dari pasien yang mengalami kerusakan otak)
bahwa kemampuan aritmetika (misalnya fakta perhitungan dan jumlah memori) dan matematika
(penalaran abstrak dengan angka) dapat dipisahkan. Itu adalah (beberapa pendapat para peneliti)
bahwa seorang individu memang bisa mengalami kesulitan aritmatika (atau dyscalculia), tanpa
gangguan, atau kemampuan penalaran matematis yang abstrak.
Kata dyscalculia berasal dari Yunani dan Latin yang berarti: “menghitung dengan buruk”.
Awalan “dys” berasal dari bahasa Yunani dan berarti “buruk”. “Calculia” berasal dari bahasa
Latin “calculare“, yang berarti “menghitung”. Kata “calculare” berasal dari “kalkulus”, yang
berarti “kerikil” atau salah satu perhitungan pada sempoa.
Dyscalculia dapat terdeteksi pada usia dini dan langkah- langkah yang dapat diambil
untuk meringankan masalah yang dihadapi oleh yang lebih muda. Masalah utamanya adalah
dengan memahami cara ber- matematika yang diajarkan kepada anak- anak. Cara bagi penderita
disleksia dapat ditangani dengan menggunakan pendekatan yang sedikit berbeda untuk mengajar,
bisa juga pada dyscalculia. Namun, dyscalculia yang kurang dikenal sebagai gangguan belajar
menjadi sering tidak dikenali.
Potensi Gejala Dyscalculia
a. Sering kesulitan dengan aritmetika, bingung akan tanda- tanda seperti +, -, ÷ dan ×.
b. Kesulitan dengan tugas sehari- hari seperti memeriksa perubahan dan membaca jam analog.
c. Ketidakmampuan untuk memahami perencanaan keuangan atau penganggaran, kadang- kadang
bahkan pada tingkat dasar, misalnya, memperkirakan biaya barang dalam keranjang belanja.
d. Kesulitan dengan tabel perkalian, tabel pengurangan, table pembagian, aritmatika, dll
e. Bisa lebih baik dalam mata pelajaran seperti ilmu pengetahuan dan geometri, yang memerlukan
logika daripada rumus, sampai tingkat yang lebih tinggi.
f. Kesulitan dalam mengkonseptualisasikan waktu dan berlalunya waktu. Mungkin secara
berkesinambungan terlambat.
g. Terutama sekali masalah membedakan antara kiri dan kanan.
h. Kesulitan mengemudi atau secara mental “berputar- putar”.
i. Memiliki kesulitan utama yaitu secara mental memperkirakan ukuran suatu objek atau jarak
(misalnya, apakah sesuatu adalah 10 atau 20 kaki (3 atau 6 meter) jauh).
j. Sering tidak dapat memahami dan mengingat konsep- konsep matematika, aturan, formula, dan
urutan.
k. Ketidakmampuan untuk membaca urutan angka, atau mengubah urutan saat diulang, seperti
mengubah 56 menjadi 65.
l. Kesulitan menghitung skor selama pertandingan.
m. Kesulitan dengan permainan seperti poker dengan aturan yang lebih fleksibel untuk mencetak
gol atau mebuat angka.
n. Kesulitan dalam kegiatan- kegiatan yang memerlukan tahapan, mulai dari fisik (seperti langkah-
langkah dalam menari) sampai ke abstrak (membaca, menulis dan menandakan hal- hal dalam
urutan yang benar). Bahkan dengan kalkulator akan dimungkinkan mengalami masalah.
o. Hambatan tersembunyi yang rendah yaitu, lebih peka terhadap kebisingan, bau, cahaya dan
ketidakmampuan untuk mengubah, menyaring informasi yang tidak diinginkan. Mungkin
memiliki daya khayal yang berkembang dengan baik (mungkin sebagai kompensasi kognitif
matematika yang defisit).
Potensi Penyebab Dyscalculia
Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai factor. Untuk
memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan belajar, tentunya kita harus
mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan
belajar.
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan,
yaitu :
A. Faktor intern (factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
1). Faktor fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit,
tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran,
memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis yang perlu kita
perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat
tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran,
kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli,
bisu, dan lain sebagainya.
2). Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada
dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah
kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam factor psikoogis ini adalah
intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius
(lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-
anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga
pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan
dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu,
maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya.
Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar
adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.
B. Kasus
Salah satu contoh kasus diskalculia yang kami kutip dari salah satu blog
(http://ajenganjar.blogspot.com/2012/04/mengenal-gangguan-belajar-diskalkulia.html)
Kita sebut saja dia Pipit. Sudah duduk di kelas tiga SD, tapi gadis cilik ini belum bisa
berhitung. ''Hitung-hitungan yang sederhananya saja nggak bisa-bisa,'' kata sang ibu dengan raut
wajah putus asa. Gara-gara kasihan sang anak tidak naik kelas, ia memindahkannya ke sekolah
dengan mutu lebih rendah. Ditambah lagi les empat hari seminggu. Tapi, semua itu tak banyak
membantu. Untungnya, di sekolah baru ini Pipit bisa naik kelas.
Kendati begitu, Pipit kadang putus asa. Ia jadi tak suka sekolah. ''Dia merasa paling
bodoh sedunia,'' keluh sang ibu. Suatu hari, secara tak sengaja, ibu Pipit mendengar tentang
kelainan anak, diskalkulia. Diskalkulia atau kesulitan pada kemampuan kalkulasi secara
matematis adalah salah satu dari tiga gangguan kesulitan belajar yang dialami oleh anak, selain
disleksia (kesulitan membaca) dan disgrafia (kesulitan menulis). Mungkinkah Pipit menyandang
diskalkulia? Sulit paham Menurut Vitriani Sumarlis, psikolog Yayasan Pantara, diskalkulia
terbagi menjadi kesulitan berhitung dan kesulitan kalkulasi. Anak yang mengalami diskalkulia
tidak memahami proses matematis. ''Ini ditandai dengan kesulitan mengerjakan tugas yang
melibatkan angka atau simbol matematis, mereka sulit mendapatkan konsep perhitungan yang
tepat,'' ujar dia. Dalam contoh sehari-hari, anak mengalami kesulitan untuk menghitung uang
kembalian ketika melakukan transaksi jual beli. Selain itu mereka juga mengalami kesulitan
dalam proses matematis seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, dan sulit
memahami konsep hitungan angka atau urutan. ''Semua kesulitan itu dikarenakan mereka sulit
untuk mengartikan angka tersebut ke dalam sebuah simbol,'' ujar Vitriani. Misalnya, bagi anak
diskalkulia, angka satu secara penyebutan berbeda dengan secara simbol bahwa angka satu itu
bentuk atau lambangnya adalah satu (1).
Atau apakah bagi mereka kata tambah itu berarti lambangnya plus (+), bisa jadi mereka bingung
dan tertukar bahwa kata tambah itu simbol atau lambangnya adalah minus (-).
Selain simbol mereka juga sulit untuk memahami arti di dalam kata berhitung itu sendiri.
''Misalnya, kata tambah itu buat mereka belum tentu berarti bertambah banyak, tetapi juga dapat
tertukar menjadi berkurang,'' ucap Vitriani. Secara urutan angka mereka pun kerap tertukar,
misalnya bagi mereka belum tentu angka enam itu sesudah angka lima. Begitu juga penempatan
posisi apakah angka enam itu lebih besar dari angka 2, mereka masih sering bingung dan sulit
untuk memahaminya. Alhasil, mereka sering melakukan kesalahan ketika melakukan
perhitungan angka-angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret
hitung. Itulah yang membuat anak diskalkulia mengalami kesulitan dalam perhitungan dan
proses matematis.
Gampang 'kehilangan' Menurut Vitriani kesulitan seperti itu juga berdampak pada hal
lainnya seperti seperti disorientasi waktu dan arah. Anak diskalkulia biasanya bingung saat
ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk
arah. Mereka juga mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu.
Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang, juga mengenai
urutan tanggal, bulan serta tahun. Anak-anak diskalkulia juga mengalami kesulitan mengikuti
urutan gerakan yang berubah dengan cepat seperti senam aerobik, tari-tarian. Sumber-sumber
lain menyebutkan, mereka mengalami kesulitan mengingat urutan fisi yang dibutuhkan dalam
kegiatan itu. Mereka mengalami kesulitan mengingat aturan, urutan, dan pemahaman berbagai
hal teknis permainan olah raga. Mereka cepat 'kehilangan' saat mengamati pertandingan yang
berlangsung cepat seperti sepak bola, sofbol, bola basket. Akibatnya, banyak di antara mereka
yang menghindari kegiatan dan pertandingan yang bersifat fisik. Bukan sekadar les Namun,
jangan salah. Anak menyandang diskalkulia memiliki tingkat kecerdasan yang normal. Bisa jadi
kemampuan analogisnya atau kemampuan mengeluarkan pendapatnya angat baik, dan mereka
bisa menjelaskan hubungan sebab-akibat. Mereka juga terkadang berhasil dan baik dalam
pengetahuan umum dan kemampuan bahasa.
''Mereka mempunyai kelebihan lain yang sangat menonjol, malah ada yang tingkat
kecerdasannya yang di atas rata-rata, mereka hanya tidak bisa berhitung,'' ujar Vitriani.
Ada banyak faktor yang diperkirakan menjadi penyebab anak diskalkulia, antara lain
disebabkan pada masa kehamilan. ''Misalnya, si ibu pernah mengalami keracunan, atau kena
penyakit akibat virus pada masa kehamilan di tiga bulan pertama,'' tutur Vitriani. Salah satu
penyebab lain dapat pula akibat proses kehamilan atau proses kelahirannya bayi tersebut
kekurangan oksigen atau persalinannya tidak lancar. Vitriani juga menyebutkan pada beberapa
kasus diskalkulia ditemukan pada anak yang mempunyai riwayat keluarga yang juga pernah
menderita kesulitan belajar.
Diskalkulia biasanya baru terlihat secara nyata ketika anak tersebut masuk ke sekolah
dasar. Sebab, di saat itu mereka telah mulai mendapatkan konsep dasar matematika secara
akademis seperti berhitung, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Para orang tua, saran
Vitriani, harus lebih waspada pada kesulitan belajar seperti diskalkulia ini. Mereka juga harus
membedakan antara diskalkulia dengan kecacatan ataupun keterbelakangan. ''Karena mereka
memang berbeda, mereka tidak cacat ataupun terbelakang. Mereka hanya perlu suatu konsep
khusus agar dapat memahami proses matematis,'' ujar Vitriani.
Pada anak normal kesulitan menghadapi matematika bisa diselesaikan dengan les dan
berbagai latihan biasa. Hal itu tak menyelesaikan masalah anak disleksia. Masalahnya karena
mereka memiliki perbedaan secara organik pada tumbuh kembang otaknya. ''Jadi, organnya yaitu
saraf otaknya, bukan karena dia tidak latihan matematika,'' ujar Vitriani. Penanggulangan
diskalkulia harus dilakukan oleh spesialis yang berkompeten di bidangnya. Bentuk terapi yang
akan diberikan pun harus berdasarkan evaluasi terhadap kemampuan dan tingkat hambatan anak
secara detail dan menyeluruh
PEMBAHASAN
Diagnosa diskalkulia harus dilakukan oleh spesialis yang berkompeten di bidangnya
berdasarkan serangkaian tes dan observasi yang valid dan terpercaya. Bentuk terapi atau
treatment yang akan diberikan pun harus berdasarkan evaluasi terhadap kemampuan dan tingkat
hambatan anak secara detail dan menyeluruh.
Bagaimanapun, kesulitan ini besar kemungkinan terkait dengan kesulitan dalam aspek-
aspek lainnya, seperti disleksia. Perbedaan derajat hambatan akan membedakan tingkat treatment
dan strategi yang diterapkan. Selain penanganan yang dilakukan ahli, orang tua pun disarankan
melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan belajar, yaitu:
1 Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan
gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah atau urutan dari proses
keseluruhannya.
2 Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si anak
mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam
memahami konsep secara verbal.
3 Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah
melihatnya dan tidak sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk
membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.
4 Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-hari.
Misalnya, berapa sepatu yang harus dipakainya jika bepergian, berapa potong pakaian seragam
sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika disesuaikan
dengan anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.
5 Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara
menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang mempermudah menampilkan ingatannya tentang
angka.
6 Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.
7 Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan nyata sehari-
hari, sehingga anak mudah memahaminya.
8 Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi belajar di
kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang
perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru memberi saran tertentu pada orang tua
dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang disarankan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja kemampuan
yang dimiliki berbeda satu dengan yang lainnya. pada tingkat pendidikan dasar berbagai
kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis, serta berhitung.
Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut dapat menggangu
kemampuan yang lain. Dengan demikian apa yang kita sering lakukan baik sebagai seorang
orang tua, ataupun seorang guru dengan mengatakan seorang anak yang mendapatkan nilai yang
rendah merupakan anak yang bodoh dan gagal perlu menjadi perhatian kita. Karena sebagaimana
kita ketahui bahwa mungkin saja anak hanya mengalami gangguan pada salah satu kemampuan
tadi, dan ia tidak tahu bagaimana mengatasi masalah tersebut.
Untuk itu, yang terpenting bagi kita adalah dapat menelaah dengan baik perkembangan
anak kita. Diagnosis terhadap permasalahan sesungguhnya yang dialami anak mutlak harus
dilakukan. Dengan demikian kita akan mengetahui kesulitan belajar apa yang dialami anak,
sehingga kita dapat menentukan alternatif pilihan bantuan bagaimana mengatasi kesulitan
tersebut.Seperti halnya dyscalculia, perlu bimbingan dan pendekatan khusus sehingga peserta
didik dapat menerima pelajaran dengan baik
B. Saran
Diharapkan guru sebagai pendidik dapat memahami kesulitan belajar yang dihadapi
siswanya terutama anak berkebutuhan khusus sehingga siswa juga mendapatkan haknya untuk
tetap belajar dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Sasack, Mulya. 2009. Mengatasi Kesulitan belajar Pada Anak. [Online]
http://gurubajank.blogspot.com/2009/06/mengatasi-kesulitan-belajar-pada-anak.html diakses
pada 15 april 2012.
Prameswari, Anggun. 2010. Kenali Dyscalculia Sejak Dini. [Online]
http://a11no4.wordpress.com/2010/03/28/kenali-dyscalculia-sejak-dini/ diakses pada 15 april
2012.
Muaddab, Hafis. 2011. Kesulitan Belajar Matematika (Dyscalculia). [Online]
http://hafismuaddab.wordpress.com/2011/05/17/kesulitan-belajar-matematika/ diakses pada 15
april 2012.
Evan. 2011. Solusi Anak Berkesulitan Belajar. [Online] http://www.duniapsikologi.info/solusi-
anak-berkesulitan-belajar.html diakses pada 15 april 2012.
Raharyanti, Anjar. 2012. Mengenal Gangguan Belajar "DISKALKULIA" . [Online]
http://ajenganjar.blogspot.com/2012/04/mengenal-gangguan-belajar-diskalkulia.html diakses
pada 18 april 2012.