Oleh:
Kelas: J/ C7.4
Dosen Pengampuh :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat,
taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyususnan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
mata kuliah pembelajaran PAI untuk difabel yang membahas tentang pendidikan dan
bimbingan bagi anak difabel diskalkulia.
Kelompok 12
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ............................................................................... 18
B. Saran ......................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Sejalan dengan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud diskalkulia?
2. Bagaimana klasifikasi anak difable diskalkulia?
3. Apa saja ciri-ciri anak difable diskalkulia?
4. Bagaimana bimbingan dan penanganan diskalkulia?
5. Apa saja faktor-faktor anak difable diskalkulia?
6. Bagaimana pelayanan pendidikan diskalkulia?
7. Bagaimana sistem pembelajaran PAI untuk anak diskalkulia?
C. Tujuan Masalah
Dari batasan masalah diatas, maka makalah ini ditulis dengan tujuan sebagai
berikut.
1
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud diskalkulia.
2. Untuk mengetahui klasifikasi anak difable diskalkulia.
3. Untuk mengetahui ciri-ciri anak difable diskalkulia
4. Untuk mengetahui bimbingan dan penanganan diskalkulia.
5. Untuk mengetahui faktor-faktor anak difable diskalkulia.
6. Untuk mengetahui pelayanan pendidikan diskalkulia.
7. Untuk mengetahui sistem pembelajaran PAI untuk anak diskalkulia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Diskalkulia
Diskalkulia awalnya diidentifikasi, dalam studi kasus, dengan pasien yang
menderita ketidakmampuan dalam aritmatika tertentu sebagai akibat kerusakan
daerah tertentu dari otak. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa diskalkulia dapat
juga terjadi dengan perkembangan, bisa terhubung secara genetis yang
mempengaruhi ketidakmampuan seseorang untuk memahami, mengingat, atau
memanipulasi fakta angka atau nomor (misalnya, tabel perkalian). Istilah ini sering
digunakan pada ketidakmampuan untuk melakukan operasi aritmatika, tetapi juga
ditentukan oleh beberapa ahli pendidikan dan psikolog kognitif yang lebih
fundamental sebagai ketidakmampuan untuk mengonsep nomor sebagai konsep-
konsep abstrak kuantitas komparatif (defisit dalam “arti angka”). Definisi diskalkulia
kadang- kadang lebih suka menggunakan istilah teknis “Disability Arithmetic” (AD)
untuk merujuk pada perhitungan dan memori yang defisit.
Kata diskalkulia berasal dari Yunani dan Latin yang berarti: “menghitung
dengan buruk”. Awalan dys berasal dari bahasa Yunani dan berarti “buruk”. Calculia
berasal dari bahasa Latin calculare, yang berarti “menghitung”. Kata calculare
berasal dari “kalkulus”, yang berarti “kerikil” atau salah satu perhitungan pada
sempoa.
Diskalkulia kurang dikenal sebagai kecacatan, sama halnya dan berpotensi
dihubung-hubungkan dengan disleksia dan perkembangan dyspraxia. Diskalkulia
terjadi pada orang di seluruh tingkatan IQ, dan penderita sering kali, tetapi tidak
selalu, juga mengalami kesulitan mengatur waktu, ukuran, dan penalaran ruang atau
tempat. Perkiraan saat ini yang menunjukkan hal itu mungkin berpengaruh sekitar
5% dari populasi. Meskipun beberapa peneliti percaya bahwa diskalkulia perlu
penalaran matematis, secara tidak langsung menyatakan sebagai kesulitan dalam
pengoperasian aritmatika, buktinya (terutama dari pasien yang mengalami kerusakan
otak) bahwa kemampuan aritmetika (misalnya fakta perhitungan dan jumlah memori)
dan matematika (penalaran abstrak dengan angka) dapat dipisahkan. Itu adalah
(beberapa pendapat para peneliti) bahwa seorang individu memang bisa mengalami
kesulitan aritmatika (atau diskalkulia), tanpa gangguan, atau kemampuan penalaran
matematis yang abstrak.
Dalam Fadhli, Aulia ( 2010:74) Diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math
difficult” karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara secara
matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk
kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang
bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memeahami proses- proses
3
matematis. Hal ini biasanya ditandai dengn munculnya kesulitan belajar dan
mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.1
Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia (dyscalculis). Kesulitan
belajar matematika merupakan salah satu jenis kesulitan belajar yang spesifik dengan
prasyarat rata-rata normal atau sedikit dibawah rata-rata, tidak ada gangguan
penglihatan atau pendengaran, tidak ada gangguan emosional primer, atau
lingkungan yang kurang menunjang. masalah yang dihadapi yaitu sulit melakukan
penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang disebabkan adanya
gangguan pada sistem saraf pusat pada periode perkembangan. Anak berkesulitan
belajar matematika bukan tidak mampu belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu
yang menjadikannya tidak siap belajar. Matematika sering menjadi pelajaran yang
paling ditakuti di sekolah. Anak dengan gangguan diskalkulia disebabkan oleh
ketidakmampuan mereka dalam membaca, imajinasi, mengintegrasikan pengetahuan
dan pengalaman, terutama dalam memahami soal-soal cerita. Anak-anak diskalkulia
tidak bisa mencerna sebuah fenomena yang masih abstrak. Biasanya sesuatu yang
abstrak itu harus divisualisasikan atau dibuat konkret, baru mereka bisa mencerna.
Deteksi diskalkulia bisa dilakukan sejak kecil, tapi juga disesuaikan dengan
perkembangan usia. Anak usia 4-5 tahun biasanya belum diwajibkan mengenal
konsep jumlah, hanya konsep hitungan. Sementara anak usia 6 tahun ke atas
umumnya sudah mulai dikenalkan dengan konsep jumlah yang menggunakan simbol
seperti penambahan (+) dan pengurangan (-). Jika pada usia 6 tahun anak sulit
mengenali konsep jumlah, maka kemungkinan nantinya dia akan mengalami
kesulitan berhitung.
B. Klasifikasi Diskalkulia
Dalam klasifikasi anak berkebutuhan khusus, ada beberapa kasus dimana anak
mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar pada anak bukan karena IQ yang ada
dibawah rata-rata, akan tetapi ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya
misalnya saja anak gagal dalam pemahaman, metode membosankan dan lain
sebagainya. Anak berkebutuhan khusus dengan kesulitan belajar pun biasanya lebih
spesifik lagi. Salah satunya adalah kesulitan belajar matematika dan angka atau
disebut juga dengan gangguan diskalkulia.
Diskalkulia memiliki 4 tipe, yaitu :
1. Tipe 1 : Lemah dalam logika
Anak tidak mampu untuk menjelaskan tentang suatu bentuk dan ukuran
segitiga pengaman. Ia tidak mampu membedakan ukuran dan sulit menjelaskan
ukuran bangun segitiga ( panjang, lebar). Kelemahan bidang logika ini juga
ditunjukkan pada waktu anak menulis hasil penjumlahan misalnya, 1029 dengan
1
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama, 2006). h. 195.
4
129 atau kadang menulis 1028 dengan 1000 29 (sesuai dengan ucapan seribua dua
puluh sembilan), tanpa memperhatikan bentuk hubungan yang signifikan. Anak
juga sering kesulitan melihat kalender dan jam. Anak kesulitan dalam
menggambarkan dan menulis angka.
2. Tipe 2 : Lemah dan perencanaan
Pada tipe ini anak tidak mampu untuk menganalisis suatu kondisi
permasalahan yang sederhana, akibatnya anak kesukaran dalam memecahkan
problem yang dihadapi.
3. Tipe 3 : Tekun dalam tugas
Anak menunjukkan ketekunan dalam mengerjakan tugas namun selalu
salah.
5
2. Abnormalitas Persepsi Visual
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan untuk
melihat berbagai objek dalam hubungannya dengan kelompok. Kemampuan
melihat berbagai objek dalam kelompok marupakan dasar untuk mengidentifikasi
jumlah objek dalam suatu kelompok. Anak yang mengalami abnormalitas persepsi
visual akan mengalami kesulitan untuk menjumlahkan dua kelompok benda yang
masing-masing terdiri dari lima dan empat anggota. Selain itu, anak juga akan
mengalami kesulitan dalam membedakan bentuk-bentuk geometri. Adanya
abnormalitas persepsi visual dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar
matematika, terutama dalam memahami berbagai simbol.
3. Asosiasi Visual-Motor
Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat menghitung benda-
benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya. Anak mungkin baru
memegang benda ketiga namun telah mengucapkan “lima” ataupun sebaliknya.
Hal ini memberi kesan bahwa anak hanya sekedar menghafal bilangan tanpa
memahami maknanya.
4. Perseverasi
Ada anak yang perhatiannya melekat pada suatu objek saja dalam jangka
waktu yang relatif lama. Anak mungkin pada mulanya dapat mengerjakan tugas
dengan baik, tetapi lama-kelamaan perhatiannya melekat pada suatu objek.
Contoh:
4+3=7
5+3=8
5+2=7
5+4=9
4+4=9
3+4=9
Angka 9 diulang beberapa kali tanpa memperhatikan kaitannya dengan
soal matematika yang dihadapi.
5. Kesulitan Mengenal dan Memahami Simbol
Anak sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan
simbol-simbol matematika seperti +, -, =, >, < dan sebagainya. Kesulitan seperti
ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan memori atau gangguan persepsi
visual.
6. Gangguan Penghayatan Tubuh
Anak berkesulitan belajar matematika sering memperlihatkan adanya
gangguan penghayatan tubuh. Anak merasa sulit untuk memahami hubungan
bagian-bagian dari tubuhnya sendiri. Jika anak diminta untuk menggambar tubuh
orang, mereka akan menggambar dengan bagian-bagian tubuh yang tidak lengkap
6
atau menempatkan bagian tubuh pada posisi yang salah, misalnya bagian leher
yang dihilangkan, maka anak dapat menggambarkan tangan di leher.
7. Kesulitan dalam Bahasa dan Membaca
Kesulitan dalam bahasa dapat berpengaruh terhadap kemampuan anak di
bidang matematika. Soal matematika yang berbentuk cerita menuntut kemampuan
membaca untuk memecahkanya. Oleh karena itu, anak yang mengalami kesulitan
membaca akan mengalami kesulitan pula dalam memecahkannya.
C. Ciri-Ciri Diskalkulia
Banyak anak-anak yang terdiagnosis diskalkulia memiliki kegagalan akademis
yang pada akhirnya menjadi ketidakmampuan dalam belajar matematika atau merasa
tidak mampu mempelajarinya. Adapun gejala-gejalanya antara lain:
7
11. Mempunyai memori yang baik untuk kata-kata, tetapi kesulitan dalam membaca
angka atau mengingat nomor secara berurutan.
12. Baik dengan konsep-konsep umum matematika tetapi frustrasi ketika melakukan
perhitungan yang spesifik.
13. Mempunyai masalah dengan konsep waktu dan kesulitan mengingat jadwal.
14. Memiliki memori jangka panjang yang buruk dengan dapat melakukan fungsi
matematika satu hari, tetapi tidak mampu melakukannya lagi pada hari
berikutnya.
15. Kesulitan bermain game strategi seperti catur atau bridge.
Deteksi diskalkulia bisa dilakukan sejak kecil, tapi juga disesuaikan dengan
perkembangan usia. Anak usia 4-5 tahun biasanya belum diwajibkan mengenal
konsep jumlah, hanya konsep hitungan Sementara anak usia 6 tahun ke atas
umumnya sudah mulai dikenalkan dengan konsep jumlah yang menggunakan simbol
seperti penambahan (+) dan pengurangan (-).
Jika pada usia 6 tahun anak sulit mengenali konsep jumlah, maka kemungkinan
nantinya dia akan mengalami kesulitan berhitung. Proses berhitung melibatkan pola
pikir serta kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah. Faktor genetik
mungkin berperan pada kasus diskalkulia, tapi faktor lingkungan dan simulasi juga
bisa ikut menentukan. Alat peraga juga sangat bagus untuk digunakan, karena dalam
matematika menggunakan simbol-simbol yang bersifat abstrak. Jadi, supaya lebih
konkret digunakan alat peraga sehingga anak lebih mudah mengenal konsep
matematika itu sendiri.
2
Julia Maria Van Tiel, Anakku Terlambat Bicara, (Jakarta: Prenada, 2007). h. 301.
8
Cara mengatasi diskalkulia bisa dengan cara mengubah pembelajaran supaya
memori bisa hidup kembali. Misalkan, penggunaan warna-warna yang
melambangkan angka.
Diskalkulia juga terkadang dikaitkan dengan ketidakseimbangan orientasi otak
kanan dan kiri yang imbasnya menimbulkan kesulitan orientasi matematika.
Aktivitas fisik diduga ada hubungannya dengan anak yang kesulitan geometri atau
bangun ruang. Ada juga yang mengatakan bahwa diskalkulia terkait dengan kelainan
pada motorik sehingga terapi bisa diberikan untuk memperbaiki saraf motoriknya.
Berikut penanganan pada anak diskalkulia:
1. Guru dan orang tua harus menyadari taraf perkembangan anak
2. Pendekatan yang sistematis dengan alokasi waktu yang tepat buat anak
3. Perlu stategi belajar yang efektif dan memancing anak untuk memepertanyakan
matematika dalam dirinya
4. Pelatihan dan bimbingan buat anak-anak yang akan membantu pemecahan
masalah dalam menghadapi kesulitan pelajaran matematika
5. Memverbalisasikan konsep matematika yang rumit dengan cermat. Dengan cara
ini mempermudah anak untuk mengerti konsep matematika
6. Tulis angka-angka diatas kertas untuk mempermudah anak melihat. Dan
menuliskan urutan angka-angka untuk membantu memahami konsep angka
secara keseluruhan.
7. Jangan biarkan anak untuk berpikir secara abstrak sulu tentang matematika
8. Matematika dapat digunakan dalam konsep kegiatan sehari-hari. Seperti
mengajak anak untuk menghitung kursi yang ada dimeja makan. Usahakan anak
aktif untuk menghitung dalam kegiatan ini
9. Berikan pujian ketika anak sudah menujukkan kemajuan,, tetapi jangan terlalu
menekan anak untuk pandai berhitung
10. Gunakan gambar agar anak merasa nyaman dan tidak terlalu fokus dengan
penghitungan. Gunakan gambar yang menyenangkan. Ingatan anak diasah terus
menerus agar ingatannya tentang informasi-informasi yang ada tidak terbuang.
11. Menggunakan kertas grafik untuk anak yang mengalami kesulitan mengorganisir
ide-ide di atas kertas.
12. Mengajarkan cara berbeda dalam memecahkan soal-soal matematika.
13. Praktek memperkirakan sebagai cara untuk mulai memecahkan masalah
matematika.
14. Memperkenalkan keterampilan baru dimulai dengan contoh-contoh konkret dan
kemudian pindah ke hal yang lebih abstrak.
15. Menjelaskan ide dan masalah dengan jelas dan mendorong anak untuk
mengajukan pertanyaan saat menyelesaikan tugas.
9
Solusi yang digunakan dalam rangka mendampingi atau membimbing anak
diskalkulia beragam caranya. Dibawah ini adalah beberapa kegiatan yang dapat
dilakukan untuk mendampingi anak diskalkulia, antara lain :
1. Melatih anak secara bertahap untuk memahami dan menguasai simbol angka dan
simbol operasi perhitungan matematika.
2. Membantu anak memahami soal cerita pada konsep matematika dengan cara
menghadirkan benda-benda yang disebutkan dalam soal secara visual.
3. Melatih anak untuk mengerti dan menguasai konsep nilai pada uang. Hal ini
dapat dilakukan dengan berlatih berbelanja sendiri mulai dari sejumlah barang
yang sedikit sampai dengan yang cukup banyak.
4. Anak dilatih untuk melakukan ordering (mengurutkan) dan seriasi pada suatu
obyek. Misalnya mengurutkan bilangan dari yang terkecil sampai terbesar.
5. Melatih korespondensi pada anak. Korespondensi adalah keterampilan
memahami jumlah satu set obyek pada suatu tempat adalah sama banyaknya
dengan satu set obyek pada tempat lain tanpa menghiraukan karakteristik obyek
tersebut. Misalnya, menghubungkan gambar 5 buah mangga dengan lambang
bilangan 5.
6. Matematika dapat digunakan dalam aplikasi kegiatan sahari-hari. Misalnya, anak
diajak untuk menghitung jumlah kursi yang ada di meja makan, menghitung
jumlah pensil yang ada di kotak pensil, dan lain sebagainya.
7. Memberikan pujian ketika anak sudah menunjukkan kemajuan dalam
memahami konsep matematika, namun jangan terlalu menekan anak untuk
pandai berhitung.
8. Memperbanyak contoh-contoh konkret dalam memberikan pemahaman pada
konsep yang abstrak, misalnya dengan menghadirkan alat peraga yang
mempermudah anak untuk mulai mempelajarinya. Sebab dengan adanya bantuan
alat peraga (benda konkret), berfungsi untuk membantu anak dalam
pemahamannya akan konsep abstrak yang belum bisa dikuasai. Tentu hal ini
merupakan strategi untuk melatih visualisasi anak yang perlu mendapat
perhatian.3
3
http://andreaditya8.blogspot.com/2013/05/mengenal-apa-itu-diskalkulia-beserta.html (diakses
pada tanggal 2 desember 2018 pada pukul 17.51)
10
Faktor fisiologi adalah faktor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak
yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga
proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna.
Selain sakit, faktor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat
kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran,
kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius)
seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.
b. Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai
perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa
belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain
itu yang juga termasuk dalam faktor psikologis ini adalah inteligensi yang
dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atau genius
(lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat.
Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu
mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi.
Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 atau bahkan dibawah 60
tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk
itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak
atau anak didiknya. Selain IQ faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab
munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi
kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.
2. Faktor ekstern (factor dari luar anak) meliputi ;
a. Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di
rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya
akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak
yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua
dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal
ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
b. Faktor-faktor non- sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah, kemudian alat-alat
pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.
11
logik, seperti biologi atau bahasa tetapi lemah dalam hal konsep mengira. Pada
mata pelajaran matematika, memerlukan prosedur penyelesaian yang berurutan
sesuai dengan pola-pola tertentu, namun anak-anak diskalkulia mengalami
kesulitan untuk mengikuti prosedur tersebut. Hal ini tidak menutup kemungkinan
anak-anak akan menjadi fobia terhadap matematika, sehingga munculah
keyakinan bahwa dia tidak dapat menguasai matematika dengan baik.
2. Adanya kelemahan proses penglihatan atau visualisasi dan gangguan spasial
(kemampuan memahami ruang), sehingga nampak sulit fokus saat menerima
pembelajaran terutama dalam bidang matematika.
3. Bermasalah dalam hal mengurutkan informasi. Seorang anak yang mengalami
kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi secara detail,
umumnya juga akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk
menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya,
maka anak cenderung mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya,
seperti membaca kode-kode dan mengeja, serta apa pun yang membutuhkan
kemampuan mengingat kembali hal-hal detail.
4. Fobia matematika. Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran
matematika bisa kehilangan rasa percaya dirinya. trauma tersebut bisa disebabkan
oleh beberapa hal. Misalnya, gurunya suka marah-marah, galak atau memiliki
wajah seram sehingga membuat anak-anak menjadi takut dan mengakibatkan
dirinya sulit menerima pelajaran tersebut. Selain itu ketakutan yang sebenarnya
dari pelajaran matematika adalah anak takut jika jawaban yang didapatkannya
salah, karena jawaban yang salah berarti kegagalan sehingga anak dituntut untuk
selalu bisa memberikan jawaban yang benar. Padahal jawaban yang salah
bukanlah suatu kegagalan, tapi justru bisa membuat anak lebih memahami konsep
matematika dan menganalisis pikirannya. Guru yang mengajar pun sebaiknya
tidak langsung memarahi sang anak jika jawaban yang diberikan salah, karena
tidak semua anak punya motivasi yang tinggi setelah dimarahi. Beberapa anak
justru akan semakin takut dan membenci pelajaran tersebut.
4
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta.
2003). h. 255-258.
12
1. Pendekatan urutan belajar yang bersifat perkembangan (developmental learning)
Pendekatan ini menekankan pada pengukuran kesiapan belajar siswa,
penyediaan pengalaman dasar, dan pengajaran keterampilan matematika
prasyarat. Pendekatan ini banyak dipengaruhi oleh teori perkembangan kognitif
Piaget. Mengingat kemampuan kognitif dan segala sesuatu yang terkait dengan
berpikir beda-beda untuk tiap tahap perkembangan, maka guru harus
menyesuaikan bahan pelajaran dengan tahap perkembangan anak. Ini berarti tidak
ada manfaatnya mengajarkan konsep atau ketrampilan matematika sebelum anak
mencapai tahap perkembangan tersebut karena tidak akan berhasil. Teori ini juga
menjelaskan perlunya pengajaran matematika dimulai dari benda atau peristiwa
konkrit, menuju ke semi konkrit, baru akhirnya ke yang abstrak.
13
kepada diri sendiri. Sebagai suatu metode yang meningkatkan berpikir dan
memproses informasi. Sebagai contoh, siswa bertanya “apa yang hilang?” atau
“apakah harus menjumlahkan atau mengurangkan?” atau siswa dapat memberi
komentar, “ Oh, saya pernah mengerjakan soal semacam ini pada waktu lalu,
tetapi keliru” atau mengatakan “Saya harus menggambarkan ini pada kertas
supaya saya dapat melihat apa yang hilang”. Banyak anak berkesulitan belajar
yang memiliki kekurangan dalam strategi belajar kognitif yang sangat diperlukan
untuk belajar matematika. Oleh karena itu, diperlukan pembelajaran matematika
yang menggunakan strategi ini.
14
1. memahami masalah
2. Merencanakan pemecahan masalah
3. Melakukan pemecahan masalah
4. Memeriksa kembali
Ibu membeli 10 butir telur yang hargannya Rp. 100,00 tiap butir dan 2 Kg
gula yang harganya Rp 1.000,00 tiap kg. Ibu membayar barang-barang tersebut
dengan uang Rp 10.000,00. Berapa uang kembali yang di terima oleh Ibu?
Bagi anak berkesulitan belajar, dan bahkan juga bagi anak yang tidak
berkesulitan belajar, menyelesaikan soal cerita semacam itu bukan pekerjaan yang
mudah. Disamping itu, anak juga tidak terlatih untuk menyelesaikan masalah
matematika secara lebih sistematis. Oleh karena itu, pendekatan pemecahan
masalah dengan langkah-langkah yang telah dikemukakan tampaknya lebih baik
untuk digunakan baik bagi anak berkesulitan belajar maupun yang tidak
berkesulitan belajar.
15
diadakan assesmen terlebih dahulu sehingga dapat diukur sejauh mana kemampuan
anak tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa hal yaitu pengenalan huruf,
pengenalan kata, menganalisis kata, pemahaman kata, pemahaman bagian bacaan.
Dalam menangani anak berkesulitan belajar menulis, hendaknya juga diadakan
assesmen untuk mengetahui apakah anak tersebut sudah benar dalam melakukan hal-
hal yang berhubungan dengan penulisan. Misalnya menulis dari kiri ke kanan,
memegang pensil, menulis nama depan, mempertahankan posisi menulis yang tepat,
menulis huruf yang diminta, menyalin tulisan dari papan kekertas/buku, tidak
melebihi garis dan menulis nama belakang. Penanganan anak berkesulitan belajar
berhitung yaitu melalui program remedial yang sistematis sesuai dengan urutan dari
tingkat konkrit, semi konkrit dan tingkat abstrak.
16
Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa memiliki
struktur kurikulum yang menjadi ketentuan sekolah terdiri mata pelajaran
umum (termasuk PAI), muatan lokal (Pendidikan Lingkungan Hidup),
Program khusus (disesuaikan dengan kelainan dan kebutuhan siswa), dan
pengembangan diri.
Struktur kurikulum SMPLB tersebut terimplementasi melalui
pendekatan tematik. Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu
yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran
sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada
siswa.
d. Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas dilakukan sebagaimana pengelolaan kelas pada
sekolah umumnya. Pada proses pembelajaran PAI bagi siswa biasa dan
siswa berkebutuhan khusus dalam satu kelas dengan variasi kemampuan
menerima pelajaran, dapat dilakukan dengan membagi papan tulis menjadi
dua bagian. Satu bagian untuk siswa yang sudah mampu dan bagian yang
lain untuk siswa yang kurang mampu. Guru memberikan perhatian secara
menyeluruh kepada seluruh siswa utamanya mereka yang berkebutuhan
khusus. Jika ini dilakukan secara terus-menerus, maka siswa normal yang
awalnya tidak mampu berkomunikasi dengan temannya yang berkebutuhan
khusus maka lama-kelamaan mereka akan mampu beradaptasi dan bahkan
membantu siswa difabel untuk memahami materi pelajaran. Sehingga tidak
ada lagi pemisah antara kaum normal dengan mereka yang menjadi kaum
difabel.
e. Metode alat peraga, Gambarkan konsep-konsep matematika dan Latihan
berulang-ulang.
Dengan menggunakan metode diatas sangat sesuai dengan anak
diskalkulia yang sangat sulit untuk memahami angka atau hitungan. Metode
diatas sangat cocok apabila diterapkan dalam pembelajran PAI karena jika
dalam pembelajaran fiqh ada hitungan dan mengingat nama bulan dan
sebagainya yang berkaitan dengan symbol dan hal-hal yang susah dipahami
oleh anak diskalkulia maka metode diatas adalah solusinya.
Contoh pada saat pembelajaran belajar dan mengingat nama bulan
islam kita bisa menggunakan gambar dengan warna tulisan yang menarik
missal ‘syawal’ dibuat dengan warna tulisan dengan menarik dan terang
misal warna merah dengan cara latihan mengingat diulang-ulang.
Metode alat peraga dan latihan berulang-ulang ini sangat tepat untuk
anak diskalkulia karena anak diskalkulia hanya sulit dalam hal hitungan dan
mengingat jadi dengan cara alat peraga kita bisa memanfaatkan penglihtan
mereka untuk mereka bisa dengan cepat memhami dan dengan metode
17
latihan berulang-ulang dapat mengasah daya ingat yang mereka punya agar
dengan cepat dapat memahami pelajaran. Selain metode tersebut bisa juga
dengan pendekatan penanganan matematika yang intensif, dapat dilakukan
dengan teknik “individualisasi yang dibantu tim”.
Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman
sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini mendasari tekniknya pada
pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga
ada anak yang cepat menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini
mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar
mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem
diskalkulia tersebut.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak yang memiliki gangguan matematika atau biasa disebut diskalkulia
bukanlah termasuk anak yang bodoh hanya dikarenakan anak kurang mampu
mengenali angka dan melakukan operasi hitung matematis. Anak diskalkulia
memiliki IQ yang tergolong IQ normal dan bahkan mungkin bisa di atas rata- rata IQ
anak pada umumnya. Anak diskalkulia cenderung memiliki tingkahlaku yang dapat
dikatakan egois dan tidak mau diam dikarenakan anak tidak dapat tenang ketika
proses belajar mengajar berlangsung. Pengajaran untuk anak diskalkulia harus
menggunakan model pembelajaran berbasis permainan karena dengan permainan
siswa tidak akan merasakan beban dalam belajar matematika dan siswa juga akan
merasa senang ketika bermain. secara tidak langsung tentunya model pembelajaran
pberbasis permainan juga akan menghilangkan rasa cemas dan rasa takut siswa
dalam belajar matematika.
Metode pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus hendaknya
mempertimbangkan beberapa prinsip, diantaranya adalah tujuan yang akan dicapai,
kemampuan, kondisi dan karakteristik siswa, materi yang akan disampaikan, situasi
kelas dan kesiapan siswa, fasilitas yang tersedia, keahlian guru dalam memakai
metode yang tepat serta memperhatikan kekuatan dan kelemahan yang terdapat pada
suatu metode. Sebab tidak semua metode sesuai untuk materi pelajaran.
Dalam pembelajaran PAI untuk anak diskalkulia semua metode dapat
digunakan karena anak diskalkulia hanya mengalami kesulitan belajar dalam
berhitung. Sementara untuk pembelajaran PAI seperti akidah akhlak, al-qur’an hadits
tidak membahas masalah penghitungan (matematika) materi pembelajaran tersebut
bersifat teori dan sumber hukum Islam. Sehingga metode pembelajaran PAI untuk
anak diskalkulia yang bisa digunakan oleh guru PAI diantaranya ceramah,
demonstrasi, materi pembelajaran PAI, dan pengelolaan kelas.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari bahwa makalah ini
banyak sekali kekurangan-kekurangan baik dari penulisan maupun sumber-
sumbernya, untuk itu kami menerima kritik dan saran pembaca agar makalah ini
layak untuk dijadikan sumber atau referensi bahan ajaran.
19
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
http://andreaditya8.blogspot.com/2013/05/mengenal-apa-itu-diskalkulia-beserta.html
(diakses pada tanggal 2 desember 2018 pada pukul 17.51)
Somantri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.
Van tiel, Julia Maria. 2007. Anakku Terlambat Bicara. Jakarta: Prenada.
20