Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PEMBELAJARAN PAI UNTUK DIFABLE

“Pendidikan dan Bimbingan Bagi Anak Difable Diskalkulia”

Oleh:

Kelompok 12 / XII (J)

Lovea Fitriani (1611210005)

Izzatun Nafsi (1611210219)

Kelas: J/ C7.4

Dosen Pengampuh :

Qomariah Hasanah, M.Si

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
IAIN BENGKULU
2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat,
taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyususnan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
mata kuliah pembelajaran PAI untuk difabel yang membahas tentang pendidikan dan
bimbingan bagi anak difabel diskalkulia.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih
banyak kekurangan karena sumber yang kami dapat sangat kurang. Oleh karena itu
kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu, 04 Desember 2018

Kelompok 12

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................... 1
C. Tujuan Masalah .......................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Diskalkulia ............................................................... 3


B. Klasifikasi anak diskalkulia ....................................................... 4
C. Ciri-ciri diskalkulia .................................................................... 7
D. Bimbingan dan penanganan diskalkulia .................................... 8
E. Faktor-faktor diskalkulia .......................................................... 10
F. Pelayanan pendidikan untuk anak diskalkulia .......................... 12
G. Sistem pembelajaran PAI untuk anak diskalkulia.................... 15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 18
B. Saran ......................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam Abdurahman, Mulyon “kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan
dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan
gangguan bahasa, ujaran atau tulisan.” Gangguan tersebut mungkin menampakkan
diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis,
mengeja atau berhitung. Kesulitan belajar dapat disebabkan oleh kemungkinan
adanya disfungsi neurologis, adanya kesulitan dalam tugas-tugas akademik, adanya
kesenjangan antara prestasi dengan potensi, dan adanya pengeluaran dari sebab-
sebab lain.
Secara garis besar kesulitan belajar terbagi menjadi dua kelompok, yaitu
kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learnig
disabilities) dan kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities).
Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan mencakup gangguan
motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, serta kesulitan
belajar dalam penyesuaian perilaku sosial. Sedangkan untuk kesulitan belajar
akademik yaitu adanya kegagalan-kegalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai
dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup
penguasaan keterampilan membaca, menulis dan menghitung. Anak yang memiliki
kegagalan-kegagalan tersebut biasanya dalam kehidupan sehari- hari telah diberikan
pengajaran remidial oleh guru tetapi mereka tetap memperoleh prestasi belajar yang
tidak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Ada berbagai macam kesulitan
belajar yang dialami oleh manusia, salah satunya adalah dislkalkulia.

B. Rumusan Masalah
Sejalan dengan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud diskalkulia?
2. Bagaimana klasifikasi anak difable diskalkulia?
3. Apa saja ciri-ciri anak difable diskalkulia?
4. Bagaimana bimbingan dan penanganan diskalkulia?
5. Apa saja faktor-faktor anak difable diskalkulia?
6. Bagaimana pelayanan pendidikan diskalkulia?
7. Bagaimana sistem pembelajaran PAI untuk anak diskalkulia?

C. Tujuan Masalah
Dari batasan masalah diatas, maka makalah ini ditulis dengan tujuan sebagai
berikut.

1
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud diskalkulia.
2. Untuk mengetahui klasifikasi anak difable diskalkulia.
3. Untuk mengetahui ciri-ciri anak difable diskalkulia
4. Untuk mengetahui bimbingan dan penanganan diskalkulia.
5. Untuk mengetahui faktor-faktor anak difable diskalkulia.
6. Untuk mengetahui pelayanan pendidikan diskalkulia.
7. Untuk mengetahui sistem pembelajaran PAI untuk anak diskalkulia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Diskalkulia
Diskalkulia awalnya diidentifikasi, dalam studi kasus, dengan pasien yang
menderita ketidakmampuan dalam aritmatika tertentu sebagai akibat kerusakan
daerah tertentu dari otak. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa diskalkulia dapat
juga terjadi dengan perkembangan, bisa terhubung secara genetis yang
mempengaruhi ketidakmampuan seseorang untuk memahami, mengingat, atau
memanipulasi fakta angka atau nomor (misalnya, tabel perkalian). Istilah ini sering
digunakan pada ketidakmampuan untuk melakukan operasi aritmatika, tetapi juga
ditentukan oleh beberapa ahli pendidikan dan psikolog kognitif yang lebih
fundamental sebagai ketidakmampuan untuk mengonsep nomor sebagai konsep-
konsep abstrak kuantitas komparatif (defisit dalam “arti angka”). Definisi diskalkulia
kadang- kadang lebih suka menggunakan istilah teknis “Disability Arithmetic” (AD)
untuk merujuk pada perhitungan dan memori yang defisit.
Kata diskalkulia berasal dari Yunani dan Latin yang berarti: “menghitung
dengan buruk”. Awalan dys berasal dari bahasa Yunani dan berarti “buruk”. Calculia
berasal dari bahasa Latin calculare, yang berarti “menghitung”. Kata calculare
berasal dari “kalkulus”, yang berarti “kerikil” atau salah satu perhitungan pada
sempoa.
Diskalkulia kurang dikenal sebagai kecacatan, sama halnya dan berpotensi
dihubung-hubungkan dengan disleksia dan perkembangan dyspraxia. Diskalkulia
terjadi pada orang di seluruh tingkatan IQ, dan penderita sering kali, tetapi tidak
selalu, juga mengalami kesulitan mengatur waktu, ukuran, dan penalaran ruang atau
tempat. Perkiraan saat ini yang menunjukkan hal itu mungkin berpengaruh sekitar
5% dari populasi. Meskipun beberapa peneliti percaya bahwa diskalkulia perlu
penalaran matematis, secara tidak langsung menyatakan sebagai kesulitan dalam
pengoperasian aritmatika, buktinya (terutama dari pasien yang mengalami kerusakan
otak) bahwa kemampuan aritmetika (misalnya fakta perhitungan dan jumlah memori)
dan matematika (penalaran abstrak dengan angka) dapat dipisahkan. Itu adalah
(beberapa pendapat para peneliti) bahwa seorang individu memang bisa mengalami
kesulitan aritmatika (atau diskalkulia), tanpa gangguan, atau kemampuan penalaran
matematis yang abstrak.
Dalam Fadhli, Aulia ( 2010:74) Diskalkulia dikenal juga dengan istilah “math
difficult” karena menyangkut gangguan pada kemampuan kalkulasi secara secara
matematis. Kesulitan ini dapat ditinjau secara kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk
kesulitan berhitung (counting) dan mengkalkulasi (calculating). Anak yang
bersangkutan akan menunjukkan kesulitan dalam memeahami proses- proses

3
matematis. Hal ini biasanya ditandai dengn munculnya kesulitan belajar dan
mengerjakan tugas yang melibatkan angka ataupun simbol matematis.1
Kesulitan belajar matematika disebut juga diskalkulia (dyscalculis). Kesulitan
belajar matematika merupakan salah satu jenis kesulitan belajar yang spesifik dengan
prasyarat rata-rata normal atau sedikit dibawah rata-rata, tidak ada gangguan
penglihatan atau pendengaran, tidak ada gangguan emosional primer, atau
lingkungan yang kurang menunjang. masalah yang dihadapi yaitu sulit melakukan
penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian yang disebabkan adanya
gangguan pada sistem saraf pusat pada periode perkembangan. Anak berkesulitan
belajar matematika bukan tidak mampu belajar, tetapi mengalami kesulitan tertentu
yang menjadikannya tidak siap belajar. Matematika sering menjadi pelajaran yang
paling ditakuti di sekolah. Anak dengan gangguan diskalkulia disebabkan oleh
ketidakmampuan mereka dalam membaca, imajinasi, mengintegrasikan pengetahuan
dan pengalaman, terutama dalam memahami soal-soal cerita. Anak-anak diskalkulia
tidak bisa mencerna sebuah fenomena yang masih abstrak. Biasanya sesuatu yang
abstrak itu harus divisualisasikan atau dibuat konkret, baru mereka bisa mencerna.
Deteksi diskalkulia bisa dilakukan sejak kecil, tapi juga disesuaikan dengan
perkembangan usia. Anak usia 4-5 tahun biasanya belum diwajibkan mengenal
konsep jumlah, hanya konsep hitungan. Sementara anak usia 6 tahun ke atas
umumnya sudah mulai dikenalkan dengan konsep jumlah yang menggunakan simbol
seperti penambahan (+) dan pengurangan (-). Jika pada usia 6 tahun anak sulit
mengenali konsep jumlah, maka kemungkinan nantinya dia akan mengalami
kesulitan berhitung.

B. Klasifikasi Diskalkulia
Dalam klasifikasi anak berkebutuhan khusus, ada beberapa kasus dimana anak
mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar pada anak bukan karena IQ yang ada
dibawah rata-rata, akan tetapi ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya
misalnya saja anak gagal dalam pemahaman, metode membosankan dan lain
sebagainya. Anak berkebutuhan khusus dengan kesulitan belajar pun biasanya lebih
spesifik lagi. Salah satunya adalah kesulitan belajar matematika dan angka atau
disebut juga dengan gangguan diskalkulia.
Diskalkulia memiliki 4 tipe, yaitu :
1. Tipe 1 : Lemah dalam logika
Anak tidak mampu untuk menjelaskan tentang suatu bentuk dan ukuran
segitiga pengaman. Ia tidak mampu membedakan ukuran dan sulit menjelaskan
ukuran bangun segitiga ( panjang, lebar). Kelemahan bidang logika ini juga
ditunjukkan pada waktu anak menulis hasil penjumlahan misalnya, 1029 dengan

1
Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama, 2006). h. 195.

4
129 atau kadang menulis 1028 dengan 1000 29 (sesuai dengan ucapan seribua dua
puluh sembilan), tanpa memperhatikan bentuk hubungan yang signifikan. Anak
juga sering kesulitan melihat kalender dan jam. Anak kesulitan dalam
menggambarkan dan menulis angka.
2. Tipe 2 : Lemah dan perencanaan
Pada tipe ini anak tidak mampu untuk menganalisis suatu kondisi
permasalahan yang sederhana, akibatnya anak kesukaran dalam memecahkan
problem yang dihadapi.
3. Tipe 3 : Tekun dalam tugas
Anak menunjukkan ketekunan dalam mengerjakan tugas namun selalu
salah.

4. Tipe 4 : Ketidakmampuan untuk menghitung sederhana


Anak tidak mampu untuk menjumlah, mengurang, mengalikan, membagi
untuk soal yang sederhana. Misal menjumlah 19+16 = ...., dikerjakan sebagai
berikut.
19
16 +
215
Cara mengerjakan 1+1= 2, kemudian 9+6= 15, ditulis 215.

Menurut Lerner ada beberapa karakteristik anak berkebutuhan belajar


matematika, yaitu:
1. Gangguan Hubungan Keruangan
Konsep hubungan keruangan seperti atas-bawah, puncak-dasar, jauh-dekat,
tinggi-rendah, depan-belakang, dan awal-akhir umumnya telah dikuasai anak
sebelum masuk SD. Pemahaman tentang berbagai konsep hubungan keruangan
tersebut diperoleh dari pengalaman dalam berkomunikasi dengan lingkungan
sosial atau melalui berbagai permainan. Namun anak berkesulitan belajar sering
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan lingkungan sosial juga sering
tidak mendukung terselenggaranya suatu situasi yang kondusif bagi terjalinnya
komunikasi.
Adanya kondisi instrinsik yang diduga karena disfungsi otak dan kondisi
ekstrinsik berupa lingkungan sosial yang tidak menunjang terselenggaranya
komunikasi dapat mengganggu pemahaman anak tentang konsep hubungan
keruangan sehingga dapat mengganggu pemahaman anak tentang sistem bilangan
secara keseluruhan. Karena gangguan ini, anak tidak mampu merasakan jarak
antara angka-angka pada garis bilangan atau penggaris, dan mungkin tidak tahu
bahwa angka 3 lebih dekat ke angka 4 dari pada ke angka 6.

5
2. Abnormalitas Persepsi Visual
Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan untuk
melihat berbagai objek dalam hubungannya dengan kelompok. Kemampuan
melihat berbagai objek dalam kelompok marupakan dasar untuk mengidentifikasi
jumlah objek dalam suatu kelompok. Anak yang mengalami abnormalitas persepsi
visual akan mengalami kesulitan untuk menjumlahkan dua kelompok benda yang
masing-masing terdiri dari lima dan empat anggota. Selain itu, anak juga akan
mengalami kesulitan dalam membedakan bentuk-bentuk geometri. Adanya
abnormalitas persepsi visual dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar
matematika, terutama dalam memahami berbagai simbol.
3. Asosiasi Visual-Motor
Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat menghitung benda-
benda secara berurutan sambil menyebutkan bilangannya. Anak mungkin baru
memegang benda ketiga namun telah mengucapkan “lima” ataupun sebaliknya.
Hal ini memberi kesan bahwa anak hanya sekedar menghafal bilangan tanpa
memahami maknanya.
4. Perseverasi
Ada anak yang perhatiannya melekat pada suatu objek saja dalam jangka
waktu yang relatif lama. Anak mungkin pada mulanya dapat mengerjakan tugas
dengan baik, tetapi lama-kelamaan perhatiannya melekat pada suatu objek.
Contoh:
4+3=7
5+3=8
5+2=7
5+4=9
4+4=9
3+4=9
Angka 9 diulang beberapa kali tanpa memperhatikan kaitannya dengan
soal matematika yang dihadapi.
5. Kesulitan Mengenal dan Memahami Simbol
Anak sering mengalami kesulitan dalam mengenal dan menggunakan
simbol-simbol matematika seperti +, -, =, >, < dan sebagainya. Kesulitan seperti
ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan memori atau gangguan persepsi
visual.
6. Gangguan Penghayatan Tubuh
Anak berkesulitan belajar matematika sering memperlihatkan adanya
gangguan penghayatan tubuh. Anak merasa sulit untuk memahami hubungan
bagian-bagian dari tubuhnya sendiri. Jika anak diminta untuk menggambar tubuh
orang, mereka akan menggambar dengan bagian-bagian tubuh yang tidak lengkap

6
atau menempatkan bagian tubuh pada posisi yang salah, misalnya bagian leher
yang dihilangkan, maka anak dapat menggambarkan tangan di leher.
7. Kesulitan dalam Bahasa dan Membaca
Kesulitan dalam bahasa dapat berpengaruh terhadap kemampuan anak di
bidang matematika. Soal matematika yang berbentuk cerita menuntut kemampuan
membaca untuk memecahkanya. Oleh karena itu, anak yang mengalami kesulitan
membaca akan mengalami kesulitan pula dalam memecahkannya.

C. Ciri-Ciri Diskalkulia
Banyak anak-anak yang terdiagnosis diskalkulia memiliki kegagalan akademis
yang pada akhirnya menjadi ketidakmampuan dalam belajar matematika atau merasa
tidak mampu mempelajarinya. Adapun gejala-gejalanya antara lain:

1. Proses penglihatan atau visual lemah dan bermasalah dengan spasial


(kemampuan memahami bangun ruang). Dia juga kesulitan memasukkan angka-
angka pada kolom yang tepat.
2. Kesulitan dalam mengurutkan, misalkan saat diminta menyebutkan urutan
angka. Kebingungan menentukan sisi kiri dan kanan, serta disorientasi waktu
(bingung antara masa lampau dan masa depan).
3. Bingung membedakan dua angka yang bentuknya hampir sama, misalkan angka
7 dan 9, atau angka 3 dan 8. Beberapa anak juga ada yang kesulitan
menggunakan kalkulator.
4. Umumnya anak-anak diskalkulia memiliki kemampuan bahasa yang normal
(baik verbal, membaca, menulis atau mengingat kalimat yang tertulis).
5. Kesulitan memahami konsep waktu dan arah. Akibatnya,sering kali mereka
datang terlambat ke sekolah atau ke suatu acara.
6. Salah dalam mengingat atau menyebutkan kembali nama orang.
7. Memberikan jawaban yang berubah-ubah (inkonsisten) saat diberi pertanyaan
penjumlahan, pengurangan, perkalian atau pembagian. Orang dengan diskalkulia
tidak bisa merencanakan keuangannya dengan baik dan biasanya hanya berpikir
tentang keuangan jangka pendek. Terkadang dia cemas ketika harus bertransaksi
yang melibatkan uang (misalkan di kasir).
8. Kesulitan membaca angka-angka pada jam, atau dalam menentukan letak seperti
lokasi sebuah negara, kota, jalan dan sebagainya.
9. Sulit memahami not-not dalam pelajaran musik atau kesulitan dalam memainkan
alat musik. Koordinasi gerak tubuhnya juga buruk, misalkan saat diminta
mengikuti gerakan-gerakan dalam aerobik dan menari. Dia juga kesulitan
mengingat skor dalam pertandingan olahraga.
10. Anak akan pandai berbicara, membaca dan menulis, tetapi lambat dalam
menghitung dan memecahkan masalah matematika.

7
11. Mempunyai memori yang baik untuk kata-kata, tetapi kesulitan dalam membaca
angka atau mengingat nomor secara berurutan.
12. Baik dengan konsep-konsep umum matematika tetapi frustrasi ketika melakukan
perhitungan yang spesifik.
13. Mempunyai masalah dengan konsep waktu dan kesulitan mengingat jadwal.
14. Memiliki memori jangka panjang yang buruk dengan dapat melakukan fungsi
matematika satu hari, tetapi tidak mampu melakukannya lagi pada hari
berikutnya.
15. Kesulitan bermain game strategi seperti catur atau bridge.

Deteksi diskalkulia bisa dilakukan sejak kecil, tapi juga disesuaikan dengan
perkembangan usia. Anak usia 4-5 tahun biasanya belum diwajibkan mengenal
konsep jumlah, hanya konsep hitungan Sementara anak usia 6 tahun ke atas
umumnya sudah mulai dikenalkan dengan konsep jumlah yang menggunakan simbol
seperti penambahan (+) dan pengurangan (-).
Jika pada usia 6 tahun anak sulit mengenali konsep jumlah, maka kemungkinan
nantinya dia akan mengalami kesulitan berhitung. Proses berhitung melibatkan pola
pikir serta kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah. Faktor genetik
mungkin berperan pada kasus diskalkulia, tapi faktor lingkungan dan simulasi juga
bisa ikut menentukan. Alat peraga juga sangat bagus untuk digunakan, karena dalam
matematika menggunakan simbol-simbol yang bersifat abstrak. Jadi, supaya lebih
konkret digunakan alat peraga sehingga anak lebih mudah mengenal konsep
matematika itu sendiri.

D. Bimbingan Dan Penanganan Diskalkulia


Penangani diskalkulia dapat menggunakan terapi dan pendidikan remidial
dengan tujuan untuk menyisihkan masalah yang dihadapi sehingga dapat membantu
mencapai potensi anak secara maksimal. Sehingga menanganinya harus berdasarkan
tingkat kesulitan atau defisit yang sesuai dengan usianya.Ada beberapa hal yang
dapat dilakukan untuk menangani diskalkulia, antara lain:
Gunakan gambar, grafik, atau kata-kata untuk membantu pemahaman anak.
Misalnya, ibu membeli jeruk seharga lima ribu, gambarkan buah jeruk dan uang
kertas senilai lima ribu. Hubungkan konsep matematika dengan kehidupan sehari-
hari. Misalnya ketika menghitung piring sehabis makan atau mengelompokkan benda
sesuai dengan warna lalu menjumlahkannya dapat mempermudah anak berhitung.
Buat pelajaran matematika menjadi sesuatu yang menarik. Anda bisa menggunakan
media komputer atau kalkulator. Lakukan latihan secara kontinyu dan teratur. 2

2
Julia Maria Van Tiel, Anakku Terlambat Bicara, (Jakarta: Prenada, 2007). h. 301.

8
Cara mengatasi diskalkulia bisa dengan cara mengubah pembelajaran supaya
memori bisa hidup kembali. Misalkan, penggunaan warna-warna yang
melambangkan angka.
Diskalkulia juga terkadang dikaitkan dengan ketidakseimbangan orientasi otak
kanan dan kiri yang imbasnya menimbulkan kesulitan orientasi matematika.
Aktivitas fisik diduga ada hubungannya dengan anak yang kesulitan geometri atau
bangun ruang. Ada juga yang mengatakan bahwa diskalkulia terkait dengan kelainan
pada motorik sehingga terapi bisa diberikan untuk memperbaiki saraf motoriknya.
Berikut penanganan pada anak diskalkulia:
1. Guru dan orang tua harus menyadari taraf perkembangan anak
2. Pendekatan yang sistematis dengan alokasi waktu yang tepat buat anak
3. Perlu stategi belajar yang efektif dan memancing anak untuk memepertanyakan
matematika dalam dirinya
4. Pelatihan dan bimbingan buat anak-anak yang akan membantu pemecahan
masalah dalam menghadapi kesulitan pelajaran matematika
5. Memverbalisasikan konsep matematika yang rumit dengan cermat. Dengan cara
ini mempermudah anak untuk mengerti konsep matematika
6. Tulis angka-angka diatas kertas untuk mempermudah anak melihat. Dan
menuliskan urutan angka-angka untuk membantu memahami konsep angka
secara keseluruhan.
7. Jangan biarkan anak untuk berpikir secara abstrak sulu tentang matematika
8. Matematika dapat digunakan dalam konsep kegiatan sehari-hari. Seperti
mengajak anak untuk menghitung kursi yang ada dimeja makan. Usahakan anak
aktif untuk menghitung dalam kegiatan ini
9. Berikan pujian ketika anak sudah menujukkan kemajuan,, tetapi jangan terlalu
menekan anak untuk pandai berhitung
10. Gunakan gambar agar anak merasa nyaman dan tidak terlalu fokus dengan
penghitungan. Gunakan gambar yang menyenangkan. Ingatan anak diasah terus
menerus agar ingatannya tentang informasi-informasi yang ada tidak terbuang.
11. Menggunakan kertas grafik untuk anak yang mengalami kesulitan mengorganisir
ide-ide di atas kertas.
12. Mengajarkan cara berbeda dalam memecahkan soal-soal matematika.
13. Praktek memperkirakan sebagai cara untuk mulai memecahkan masalah
matematika.
14. Memperkenalkan keterampilan baru dimulai dengan contoh-contoh konkret dan
kemudian pindah ke hal yang lebih abstrak.
15. Menjelaskan ide dan masalah dengan jelas dan mendorong anak untuk
mengajukan pertanyaan saat menyelesaikan tugas.

9
Solusi yang digunakan dalam rangka mendampingi atau membimbing anak
diskalkulia beragam caranya. Dibawah ini adalah beberapa kegiatan yang dapat
dilakukan untuk mendampingi anak diskalkulia, antara lain :

1. Melatih anak secara bertahap untuk memahami dan menguasai simbol angka dan
simbol operasi perhitungan matematika.
2. Membantu anak memahami soal cerita pada konsep matematika dengan cara
menghadirkan benda-benda yang disebutkan dalam soal secara visual.
3. Melatih anak untuk mengerti dan menguasai konsep nilai pada uang. Hal ini
dapat dilakukan dengan berlatih berbelanja sendiri mulai dari sejumlah barang
yang sedikit sampai dengan yang cukup banyak.
4. Anak dilatih untuk melakukan ordering (mengurutkan) dan seriasi pada suatu
obyek. Misalnya mengurutkan bilangan dari yang terkecil sampai terbesar.
5. Melatih korespondensi pada anak. Korespondensi adalah keterampilan
memahami jumlah satu set obyek pada suatu tempat adalah sama banyaknya
dengan satu set obyek pada tempat lain tanpa menghiraukan karakteristik obyek
tersebut. Misalnya, menghubungkan gambar 5 buah mangga dengan lambang
bilangan 5.
6. Matematika dapat digunakan dalam aplikasi kegiatan sahari-hari. Misalnya, anak
diajak untuk menghitung jumlah kursi yang ada di meja makan, menghitung
jumlah pensil yang ada di kotak pensil, dan lain sebagainya.
7. Memberikan pujian ketika anak sudah menunjukkan kemajuan dalam
memahami konsep matematika, namun jangan terlalu menekan anak untuk
pandai berhitung.
8. Memperbanyak contoh-contoh konkret dalam memberikan pemahaman pada
konsep yang abstrak, misalnya dengan menghadirkan alat peraga yang
mempermudah anak untuk mulai mempelajarinya. Sebab dengan adanya bantuan
alat peraga (benda konkret), berfungsi untuk membantu anak dalam
pemahamannya akan konsep abstrak yang belum bisa dikuasai. Tentu hal ini
merupakan strategi untuk melatih visualisasi anak yang perlu mendapat
perhatian.3

E. Faktor Penyebab Diskalkulia


Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua
golongan, yaitu :
1. Faktor intern (faktor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
a. Faktor fisiologi

3
http://andreaditya8.blogspot.com/2013/05/mengenal-apa-itu-diskalkulia-beserta.html (diakses
pada tanggal 2 desember 2018 pada pukul 17.51)

10
Faktor fisiologi adalah faktor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak
yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga
proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna.
Selain sakit, faktor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat
kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran,
kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius)
seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.
b. Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai
perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa
belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain
itu yang juga termasuk dalam faktor psikologis ini adalah inteligensi yang
dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atau genius
(lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat.
Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu
mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi.
Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 atau bahkan dibawah 60
tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk
itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak
atau anak didiknya. Selain IQ faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab
munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi
kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.
2. Faktor ekstern (factor dari luar anak) meliputi ;
a. Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di
rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya
akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak
yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua
dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal
ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
b. Faktor-faktor non- sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah, kemudian alat-alat
pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.

Adapun faktor-faktor lain penyebab anak mengalami diskalkulia, antara lain :


1. Penyebab diskalkulia karena adanya kelainan pada otak, terutama dibagian
penghubung antara bagian pariental dan temporal otak. Anak-anak diskalkulia
pada umumnya dapat mengikuti pelajaran yang hanya memerlukan hafalan dan

11
logik, seperti biologi atau bahasa tetapi lemah dalam hal konsep mengira. Pada
mata pelajaran matematika, memerlukan prosedur penyelesaian yang berurutan
sesuai dengan pola-pola tertentu, namun anak-anak diskalkulia mengalami
kesulitan untuk mengikuti prosedur tersebut. Hal ini tidak menutup kemungkinan
anak-anak akan menjadi fobia terhadap matematika, sehingga munculah
keyakinan bahwa dia tidak dapat menguasai matematika dengan baik.
2. Adanya kelemahan proses penglihatan atau visualisasi dan gangguan spasial
(kemampuan memahami ruang), sehingga nampak sulit fokus saat menerima
pembelajaran terutama dalam bidang matematika.
3. Bermasalah dalam hal mengurutkan informasi. Seorang anak yang mengalami
kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi secara detail,
umumnya juga akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk
menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya,
maka anak cenderung mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya,
seperti membaca kode-kode dan mengeja, serta apa pun yang membutuhkan
kemampuan mengingat kembali hal-hal detail.
4. Fobia matematika. Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran
matematika bisa kehilangan rasa percaya dirinya. trauma tersebut bisa disebabkan
oleh beberapa hal. Misalnya, gurunya suka marah-marah, galak atau memiliki
wajah seram sehingga membuat anak-anak menjadi takut dan mengakibatkan
dirinya sulit menerima pelajaran tersebut. Selain itu ketakutan yang sebenarnya
dari pelajaran matematika adalah anak takut jika jawaban yang didapatkannya
salah, karena jawaban yang salah berarti kegagalan sehingga anak dituntut untuk
selalu bisa memberikan jawaban yang benar. Padahal jawaban yang salah
bukanlah suatu kegagalan, tapi justru bisa membuat anak lebih memahami konsep
matematika dan menganalisis pikirannya. Guru yang mengajar pun sebaiknya
tidak langsung memarahi sang anak jika jawaban yang diberikan salah, karena
tidak semua anak punya motivasi yang tinggi setelah dimarahi. Beberapa anak
justru akan semakin takut dan membenci pelajaran tersebut.

F. Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Diskalkulia


Ada beberapa pendekatan dalam pengajaran matematika, masing-masing
didasarkan atas teori belajar yang berbeda. Ada 4 pendekatan yang paling
berpengaruh dalam pengajaran matematika yaitu : urutan belajar yang bersifat
perkembangan (developmental learning sequences), belajar tuntas (mastery
learning), strategi belajar (learning strategies), dan pemecahan masalah (problem
solving).4

4
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta.
2003). h. 255-258.

12
1. Pendekatan urutan belajar yang bersifat perkembangan (developmental learning)
Pendekatan ini menekankan pada pengukuran kesiapan belajar siswa,
penyediaan pengalaman dasar, dan pengajaran keterampilan matematika
prasyarat. Pendekatan ini banyak dipengaruhi oleh teori perkembangan kognitif
Piaget. Mengingat kemampuan kognitif dan segala sesuatu yang terkait dengan
berpikir beda-beda untuk tiap tahap perkembangan, maka guru harus
menyesuaikan bahan pelajaran dengan tahap perkembangan anak. Ini berarti tidak
ada manfaatnya mengajarkan konsep atau ketrampilan matematika sebelum anak
mencapai tahap perkembangan tersebut karena tidak akan berhasil. Teori ini juga
menjelaskan perlunya pengajaran matematika dimulai dari benda atau peristiwa
konkrit, menuju ke semi konkrit, baru akhirnya ke yang abstrak.

2. Pendekatan belajar tuntas (mastery learning)


Pendekatan ini menekankan pada pengajaran matematika melalui
pembelajaran langsung (direct instruction) dan terstruktur. Adapun langkah-
langkah pendekatan belajar tuntas dalam bidang studi matematika adalah sebagai
berikut :
a. Menetukan sasaran atau tujuan pembelajaran khusus. Sasaran tersebut harus
dapat diukur dan diamati. Sebagai contoh “siswa dapat menuliskan jawaban
terhadap soal perkalian 1 sampai 7 dalam waktu 10 menit dengan 90% benar.”
b. Menguraikan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
c. Menetukan langkah-langkah yang sudah dikuasai oleh siswa. Misalnya, siswa
telah mampu menyelesaikan soal-soal perkalian 1 hingga 5 dengan mudah, dan
dapat menyelesaikan soal-soal perkalian 6 dan 7 secara lambat.
d. Mengurutkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan. Sebagai contoh, jika
siswa telah dapat menyelesaikan soal-soal perkalian 1 sampai 5 dengan mudah,
dan perkalian 6 sampai 7 secara lambat, maka pembelajaran yang diperlukan
hanya melatih kecepatan siswa dalam menyelesaikan soal-soal perkalian 6
dan7. Program matematika yang didasarkan atas pendekatan belajar tuntas
memiliki struktur bertaraf tinggi, diurutkan secara sistematis, dan memerlukan
pembelajaran yang sangat langsung. Mengingat sifat matematika yang
berurutan maka pendekatan belajar tuntas sangat sesuai dengan kurikulum
matematika.

3. Pendekatan Strategi Belajar ( Learning Stretegies)


Pendekatan ini memusatkan pada pengajaran bagaimana belajar matematika
( how to learn matematics). Pendekatan ini membantu siswa untuk
mengembangkan strategi belajar metakognitif yang mengarahkan proses mereka
dalam belajar matematika. Siswa diajak belajar memantau pikiran mereka sendiri
dan didorong untuk mengatakan kepada diri sendiri, mengajukan pertanyaan

13
kepada diri sendiri. Sebagai suatu metode yang meningkatkan berpikir dan
memproses informasi. Sebagai contoh, siswa bertanya “apa yang hilang?” atau
“apakah harus menjumlahkan atau mengurangkan?” atau siswa dapat memberi
komentar, “ Oh, saya pernah mengerjakan soal semacam ini pada waktu lalu,
tetapi keliru” atau mengatakan “Saya harus menggambarkan ini pada kertas
supaya saya dapat melihat apa yang hilang”. Banyak anak berkesulitan belajar
yang memiliki kekurangan dalam strategi belajar kognitif yang sangat diperlukan
untuk belajar matematika. Oleh karena itu, diperlukan pembelajaran matematika
yang menggunakan strategi ini.

4. Pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving)


Pendekatan pemecahan masalah menekankan pada pengajaran untuk
berpikir tentang cara memecahkan masalah dalam pemrosesan informasi
matematika. Dalam menghadapi masalah matematika, khususnya soal cerita,
siswa harus melakukan analisis dan interpretasi informasi sebagai landasan untuk
menetukan pilihan dan keputusan. Dalam memecahkan masalah matematika,
siswa harus menguasai cara mengaplikasikan konsep-konsep dan menggunakan
keterampilan komputasi dalam berbagai situasi baru yang berbeda-beda.
Pemecahan masalah sering melibatkan beberapa langkah. Sebagai contoh, dalam
mengukur luas selembar papan, siswa harus memahami konsep bujur sangkar dan
sisi-sisi sejajar, dan memiliki ketrampilan dalam mengukur, menjumlah, dan
mengkalikan. Dalam pendekatan pemecahan masalah.
Fleischaer, Nuzum, dan Marcola seperti dikuti oleh Lerner menyarankan
agar siswa diperbolehkaan menggunakan kalkulator. Penggunaan kalkulator
dimaksudkan agar siswa dapat memusatkan pada pemecahan masalah, dan tidak
terpusat pada komputasi.
Dalam melaksanakan pendekatan ini, siswa diberi kartu saran untuk
membantu siswa dalam memecahkan masalah matematika yang berisi langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Baca : Apa yang ditanyakan?
b. Baca kembali : Informasi apa yang diperlukan?
c. Pikirkan
d. Meletakan bersama: menambah
e. Memisahkan: mengurang
f. Apa saya memerlukan semua informasi tersebut?
g. Apa ini soal matematika dua langkah
h. Pemecahan masalah: Tulis persamaan tersebut!
i. Periksa: Hitung kembali dan bandingkan

Kennedy seperti dikutip oleh Loviit, menyarankan empat langkah proses


pemecahan masalah matematika, yaitu:

14
1. memahami masalah
2. Merencanakan pemecahan masalah
3. Melakukan pemecahan masalah
4. Memeriksa kembali

Dalam menyelesaikan soal-soal cerita banyak anak yang mengalami banyak


kesulitan. Kesulitan tersebut tampaknya terkait dengan pengajaran yang menuntut
anak membuat kalimat matematika tanpa lebih dahulu memberikan petunjuk
tentang langkah-langkah yang harus ditempuh. Sebagai contoh dapat
dikemukkakan sebagai berikut:

Ibu membeli 10 butir telur yang hargannya Rp. 100,00 tiap butir dan 2 Kg
gula yang harganya Rp 1.000,00 tiap kg. Ibu membayar barang-barang tersebut
dengan uang Rp 10.000,00. Berapa uang kembali yang di terima oleh Ibu?

Kalimat Matematika : 10.000-10 X 100 +2 X 1.000= 7.000

Bagi anak berkesulitan belajar, dan bahkan juga bagi anak yang tidak
berkesulitan belajar, menyelesaikan soal cerita semacam itu bukan pekerjaan yang
mudah. Disamping itu, anak juga tidak terlatih untuk menyelesaikan masalah
matematika secara lebih sistematis. Oleh karena itu, pendekatan pemecahan
masalah dengan langkah-langkah yang telah dikemukakan tampaknya lebih baik
untuk digunakan baik bagi anak berkesulitan belajar maupun yang tidak
berkesulitan belajar.

G. Sistem Pembelajaran PAI Untuk Anak Diskalkulia


Pendidikan agama merupakan salah satu dari tiga subyek pelajaran yang harus
dimasukkan dalam kurikulum setiap lembaga pendidikan formal di Indonesia. Hal ini
dikarenakan kehidupan beragama merupakan salah satu dimensi kehidupan yang
diharapkan dapat terwujud secara terpadu dengan dimensi kehidupan lain pada
setiap individu warga negara.
Pendidikan agama Islam ialah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani,
bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber
utama kitab suci al-Qur’an dan hadis, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
latihan, serta penggunaan pengalaman dibarengi tuntunan untuk menghormati
penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama
dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.
Menurut Aryono, terdapat tiga strategi pembelajaran bagi anak berkesulitan
belajar spesifik. Dalam menangani anak berkesulitan belajar membaca, harus

15
diadakan assesmen terlebih dahulu sehingga dapat diukur sejauh mana kemampuan
anak tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa hal yaitu pengenalan huruf,
pengenalan kata, menganalisis kata, pemahaman kata, pemahaman bagian bacaan.
Dalam menangani anak berkesulitan belajar menulis, hendaknya juga diadakan
assesmen untuk mengetahui apakah anak tersebut sudah benar dalam melakukan hal-
hal yang berhubungan dengan penulisan. Misalnya menulis dari kiri ke kanan,
memegang pensil, menulis nama depan, mempertahankan posisi menulis yang tepat,
menulis huruf yang diminta, menyalin tulisan dari papan kekertas/buku, tidak
melebihi garis dan menulis nama belakang. Penanganan anak berkesulitan belajar
berhitung yaitu melalui program remedial yang sistematis sesuai dengan urutan dari
tingkat konkrit, semi konkrit dan tingkat abstrak.

1. Metode Pembelajaran Agama Islam Untuk Anak Diskalkulia


Metode pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus hendaknya
mempertimbangkan beberapa prinsip, diantaranya adalah tujuan yang akan
dicapai, kemampuan, kondisi dan karakteristik siswa, materi yang akan
disampaikan, situasi kelas dan kesiapan siswa, fasilitas yang tersedia, keahlian
guru dalam memakai metode yang tepat serta memperhatikan kekuatan dan
kelemahan yang terdapat pada suatu metode. Sebab tidak semua metode sesuai
untuk materi pelajaran.
Dalam pembelajaran PAI untuk anak diskalkulia semua metode dapat
digunakan karena anak diskalkulia hanya mengalami kesulitan belajar dalam
berhitung. Sementara untuk pembelajaran PAI seperti akidah akhlak, al-qur’an
hadits tidak membahas masalah penghitungan (matematika) materi pembelajaran
tersebut bersifat teori dan sumber hukum Islam. Sehingga metode pembelajaran
PAI untuk anak diskalkulia yang bisa digunakan oleh guru PAI diantaranya:
a. Ceramah
Metode ceramah merupakan metode yang paling dominan digunakan
untuk kaum difabel. Ceramah merupakan cara penyampaian materi pelajaran
dengan memberi penjelasan secara sepihak oleh guru yang bertujuan agar
peserta didik memahami materi pelajaran.
b. Demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan metode yang menekankan pada
aktivitas ataupun praktek siswa secara langsung. Dengan metode ini siswa
langsung mencontoh untuk melakukan sesuatu gerakan. Hal ini sangat
penting terutama pada anak yang berkebutuhan khusus yang pada gilirannya
peserta didik diharapkan dapat meniru dan melakukan apa yang
didemonstrasikan.
c. Materi Pembelajaran PAI

16
Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa memiliki
struktur kurikulum yang menjadi ketentuan sekolah terdiri mata pelajaran
umum (termasuk PAI), muatan lokal (Pendidikan Lingkungan Hidup),
Program khusus (disesuaikan dengan kelainan dan kebutuhan siswa), dan
pengembangan diri.
Struktur kurikulum SMPLB tersebut terimplementasi melalui
pendekatan tematik. Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu
yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran
sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada
siswa.
d. Pengelolaan Kelas
Pengelolaan kelas dilakukan sebagaimana pengelolaan kelas pada
sekolah umumnya. Pada proses pembelajaran PAI bagi siswa biasa dan
siswa berkebutuhan khusus dalam satu kelas dengan variasi kemampuan
menerima pelajaran, dapat dilakukan dengan membagi papan tulis menjadi
dua bagian. Satu bagian untuk siswa yang sudah mampu dan bagian yang
lain untuk siswa yang kurang mampu. Guru memberikan perhatian secara
menyeluruh kepada seluruh siswa utamanya mereka yang berkebutuhan
khusus. Jika ini dilakukan secara terus-menerus, maka siswa normal yang
awalnya tidak mampu berkomunikasi dengan temannya yang berkebutuhan
khusus maka lama-kelamaan mereka akan mampu beradaptasi dan bahkan
membantu siswa difabel untuk memahami materi pelajaran. Sehingga tidak
ada lagi pemisah antara kaum normal dengan mereka yang menjadi kaum
difabel.
e. Metode alat peraga, Gambarkan konsep-konsep matematika dan Latihan
berulang-ulang.
Dengan menggunakan metode diatas sangat sesuai dengan anak
diskalkulia yang sangat sulit untuk memahami angka atau hitungan. Metode
diatas sangat cocok apabila diterapkan dalam pembelajran PAI karena jika
dalam pembelajaran fiqh ada hitungan dan mengingat nama bulan dan
sebagainya yang berkaitan dengan symbol dan hal-hal yang susah dipahami
oleh anak diskalkulia maka metode diatas adalah solusinya.
Contoh pada saat pembelajaran belajar dan mengingat nama bulan
islam kita bisa menggunakan gambar dengan warna tulisan yang menarik
missal ‘syawal’ dibuat dengan warna tulisan dengan menarik dan terang
misal warna merah dengan cara latihan mengingat diulang-ulang.
Metode alat peraga dan latihan berulang-ulang ini sangat tepat untuk
anak diskalkulia karena anak diskalkulia hanya sulit dalam hal hitungan dan
mengingat jadi dengan cara alat peraga kita bisa memanfaatkan penglihtan
mereka untuk mereka bisa dengan cepat memhami dan dengan metode

17
latihan berulang-ulang dapat mengasah daya ingat yang mereka punya agar
dengan cepat dapat memahami pelajaran. Selain metode tersebut bisa juga
dengan pendekatan penanganan matematika yang intensif, dapat dilakukan
dengan teknik “individualisasi yang dibantu tim”.
Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman
sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini mendasari tekniknya pada
pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga
ada anak yang cepat menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini
mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar
mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem
diskalkulia tersebut.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak yang memiliki gangguan matematika atau biasa disebut diskalkulia
bukanlah termasuk anak yang bodoh hanya dikarenakan anak kurang mampu
mengenali angka dan melakukan operasi hitung matematis. Anak diskalkulia
memiliki IQ yang tergolong IQ normal dan bahkan mungkin bisa di atas rata- rata IQ
anak pada umumnya. Anak diskalkulia cenderung memiliki tingkahlaku yang dapat
dikatakan egois dan tidak mau diam dikarenakan anak tidak dapat tenang ketika
proses belajar mengajar berlangsung. Pengajaran untuk anak diskalkulia harus
menggunakan model pembelajaran berbasis permainan karena dengan permainan
siswa tidak akan merasakan beban dalam belajar matematika dan siswa juga akan
merasa senang ketika bermain. secara tidak langsung tentunya model pembelajaran
pberbasis permainan juga akan menghilangkan rasa cemas dan rasa takut siswa
dalam belajar matematika.
Metode pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus hendaknya
mempertimbangkan beberapa prinsip, diantaranya adalah tujuan yang akan dicapai,
kemampuan, kondisi dan karakteristik siswa, materi yang akan disampaikan, situasi
kelas dan kesiapan siswa, fasilitas yang tersedia, keahlian guru dalam memakai
metode yang tepat serta memperhatikan kekuatan dan kelemahan yang terdapat pada
suatu metode. Sebab tidak semua metode sesuai untuk materi pelajaran.
Dalam pembelajaran PAI untuk anak diskalkulia semua metode dapat
digunakan karena anak diskalkulia hanya mengalami kesulitan belajar dalam
berhitung. Sementara untuk pembelajaran PAI seperti akidah akhlak, al-qur’an hadits
tidak membahas masalah penghitungan (matematika) materi pembelajaran tersebut
bersifat teori dan sumber hukum Islam. Sehingga metode pembelajaran PAI untuk
anak diskalkulia yang bisa digunakan oleh guru PAI diantaranya ceramah,
demonstrasi, materi pembelajaran PAI, dan pengelolaan kelas.

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, kami menyadari bahwa makalah ini
banyak sekali kekurangan-kekurangan baik dari penulisan maupun sumber-
sumbernya, untuk itu kami menerima kritik dan saran pembaca agar makalah ini
layak untuk dijadikan sumber atau referensi bahan ajaran.

19
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka
Cipta.

http://andreaditya8.blogspot.com/2013/05/mengenal-apa-itu-diskalkulia-beserta.html
(diakses pada tanggal 2 desember 2018 pada pukul 17.51)

Somantri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.

Van tiel, Julia Maria. 2007. Anakku Terlambat Bicara. Jakarta: Prenada.

20

Anda mungkin juga menyukai