Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena


hemoroidalis. Hemoroid biasanya dibagi menjadi 2 jenis, hemoroid interna dan
hemoroid eksterna. Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis
superior dan media. Sedangkan hemoroid eksterna merupakan varises vena
hemoroidalis inferior. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan
gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. 1
Kejadian hemoroid cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya
usia seseorang, dimana usia puncaknya adalah 45-65 tahun. Hal tersebut
dikarenakan orang lanjut usia sering mengalami konstipasi, sehingga terjadi
penekanan berlebihan pada pleksus hemoroidalis karena proses mengejan.1
Namun sekarang ini terjadi perubahan pola hidup manusia. Kedua jenis
hemoroid ini sangat sering terjadi dan terdapat pada sekitar 35% penduduk baik
pria maupun wanita yang berusia lebih dari 25 tahun. Perubahan ini meliputi
perubahan pola makan yang cenderung lebih menyukai makanan siap saji yang
tinggi lemak, garam dan rendah serat serta kurangnya aktivitas fisik manusia,
terlebih lagi pada usia produktif (21-30 tahun). Usia produktif adalah usia ketika
seseorang masih mampu bekerja dan menghasilkan sesuatu. Sehingga dalam
rentang usia tersebut seseorang akan cenderung aktif bekerja dan rentan terjadi
perubahan pola hidup seperti yang telah diuraikan di atas. Hal tersebut tentunya
juga dapat memicu terjadinya hemoroid.2
Tingginya prevalensi hemoroid disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain: kurangnya konsumsi makanan berserat, konstipasi, usia, keturunan,
kebiasaan duduk terlalu lama, peningkatan tekanan abdominal karena tumor, pola
buang air besar yang salah, hubungan seks peranal, kurangnya intake cairan,
kurang olah raga dan kehamilan. walaupun hemoroid tidak mengancam jiwa tetapi
dapat menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
2.1 Anatomi Anorektal3

Rektum dengan panjang 15-20 cm berbentuk huruf S, bermula dari


rectosigmoid juntion setinggi kurang lebih pada sacral III. Selanjutnya kebawah
akan mengikuti lengkung sakrokoksigeal, melewati lantai pelvis dan berlanjut
sebagai kanalis analis. Lantai pelvis sendiri dibangun oleh m. Levator ani yang
terdiri dari m. Pubokoksigeus, m.ileokoksigeus dan m. Puborektalis. Rektum
berasal dari invaginasi endoterm, dengan epitel selapis silindris dan banyak
mengandung sel goblet yang merupakan penghasil mukus. Lapisan rektum dari
dalam keluar adalah struktur mukosa, submukosa, muskuler, dan serosa
(peritoneum). Penyangga yang penting dari rektum antara lain mesosigmoid,
mesorektum, ligamentum laterale kanan dan kiri rektum dan m. Puborektalis yang
mengelilingi rektum.
Haustra dan tenia tidak terdapat pada rektum. Pada sepertiga bagian atas
rektum terdapat bagian yang dapat cukup banyak meluas yakni ampula rektum
bila terisi maka timbullah perasaan ingin buang air besar.
Garis batas pertemuan rektum dan anus disebut sebagai linea dentata yang
wilayahnya merupakan peralihan (anorectal juntion), ditandai dengan perubahan
struktur epitelnya menjadi epitel berlapis gepeng dan merupakan epitel dari
kanalis analis dan anus. Kanalis analis merupakan kanalis diantara rektum dan
anus. Ke kranial berbatasan dengan rectum disebut ring anorectal, ke kaudal
berbatasan dengan permukaan kulit disebut garis anorektal.

2
Gambar 2.1 Anatomi anorektal

Vaskularisasi wilayah anorektal sebagian besar diperoleh dari a. Hemoroidalis


superior merupakan cabang dari a. Mesenterika inferior, a. Hemoroidalis media
yang dicabangkan oleh a. Hipogastrika dan a. Hemoroidalis inferior yang
merupakan cabang dari a. Pudenda interna dan aliran darah balik dinamakan
seperti nama arteri sebelumnya. Pembuluh darah vena yang perlu diperhatikan
pada hemoroid adalah pleksus hemoroidalis interna dan eksterna, yang paling
dominan berada pada angka 3,7, dan 11 yang paling sering mengalami varises.
Pada penyakit hemoroid yang terjadi adalah pelebaran dan juga radang pada
bagian plekxux tersebut. Pleksus hemoroidalis interna akan menuju v.
Hemoroidalis superior dan berlanjut ke vena porta. Sedangkan untuk bagian
eksterna akan menuju v. Hemoroidalis media dan inferior dan selanjutnya akan
mengembalikan darah ke v. Cava inferior.

3
Gambar 2.2 Vaskularisasi anorektal

Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatik n. Rektalis inferior sehingga
sangat sensitif dengan rasa sakit, sedangkan rektum oleh saraaf viseral karena
kurang sensitif terhadap rasa sakit. Sistem simpatik dan sistem parasimpatik
memegang peranan penting dalam persarafan rektum. Serabut simpatik berasal
dari plexus mesenterikus inferior dan sistem parasakral yang terbentuk dari
ganglion-ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Sedangkan
persarafan parasimpatik berasal dari saraf sakral kedua, ketiga, dan keempat.4

Rektum memiliki fungsi penyerapan air dan garam yang terakhir. Selain
itu berfungsi utama sebagai jalur ekskresi (feses), begitu pula fungsi dari anus.
Rektum pada epitelnya memiliki banyak sel goblet yang dapat menghasilkan
mukus berguna sebagai lubrikasi saat mengeluarkan feses atau defekasi. Pada saat
defekasi dibutuhkan relaksasi m. Sphincter ani eksternus yang dilakukan secara
sadar dan dibutuhkan kontraksi dari rektum. Pada beberapa orang dengan penyulit
misalnya konsistensi feses yang keras, maka akan membutuhkan dorongan lebih
ke lantai pelvis dengan cara mengedan.

4
2.2 Definisi Hemoroid
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena
didaerah anus yang berasal dari plexus hemoroidalis. Plexus hemoroidalis tersebut
merupakan jaringan normal yang terdapat pada semua orang yang berfungsi untuk
mencegah inkontinensia flatus dan cairan.
Karena adanya suatu faktor pencetus, pleksus tersebut dapat mengalami
pelebaran, inflamasi, bahkan perdarahan. Pelebaran ini berkaitan dengan
peningkatan tekanan vena pada pleksus tersebut yang sering terjadi pada usia 50
tahun ke atas. Dimana pelebaran ini tidak diikuti dengan perubahan kondisi
anatomi dari kanalis analis. 1,5

2.3 Klasifikasi Hemoroid 1.2.5


Hemoroid dapat diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna.
Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media
sedangkan hemoroid eksterna merupaka varises vena hemoroidalis inferior. Sesuai
istilah yang digunakan hemoroid eksterna timbul disebelah luar otot sfingter ani,
dan hemoroid interna timbul disebelah atas (atau disebelah proksimal) sfingter.
Kedua jenis hemoroid ini sangat sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35%
penduduk yang berusia lebih dari 25 tahun.
Hemoroid eksterna berada dibawah kulit, terjadi pembesaran seiring waktu
dan menhasilkan dilatasi cenderung menjadi trombosis berulang. Hemoroid
eksterna diklasifikasikan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut dapat
berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya yang
merupakan suatu hematoma. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal
karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid eksterna
kronis atau skin tag biasanya merupakan sequele dari hematoma akut. Hemoroid
ini berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan
sedikit pembuluh darah.

5
Gambar 2.1 Hemoroid interna dan hemoroid externa

Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas:


1. Derajat I : bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar
kanalis analis pada saat vena-vena mengalami distensi saat defekasi yang
hanya dapat dilihat dengan anorektoskop. Merupakan hemoroid stadium
awal.
2. Derajat II : pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau dapat
masuk kembali ke dalam anus secara spontan.
3. Derajat III : pembesaran hemoroid yang prolaps dan dapat masuk lagi
kedalam anus dibantu dengan dorongan jari.
4. Derajat IV : prolaps hemoroid yang yang permanen. Prolaps ini rentan dan
cenderung mengalami trombosis dan infark.

Gambar 2.2 Derajat hemoroid interna

2.4 Etiologi Hemoroid 1.4.5


Penyebab utama dari hemoroid adalah keadaan akibat kongesti vena yang
disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis sehingga
peningkatan pada daerah anorektal berulang dan berlangsung lama. Telah diajukan
beberapa faktor etiologi yaitu konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis
pada kehamilan, pembesaran prostat, dan tumor rektum. Penyakit hati yang kronis
disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, karena vena
hemoroidalis superior mengalirkan darah ke dalam sistem portal. Selain itu sistem
portal tidak memiliki katup sehingga mudah terjadi aliran balik.

6
a. Kurangnya konsumsi makanan berserat
Serat makanan yang tinggi mampu mencegah dan mengobati konstipasi
apabila diiringi dengan peningkatan intake cairan yang cukup setiap hari.
Konsumsi cairan dapat membantu kerja serat makanan dalam tubuh. Suatu
studi meta-analisis di Barcelona menyimpulkan bahwa kebiasaan
mengonsumsi serat akan menurunkan gejala dan perdarahan pada hemoroid.
b. Konstipasi
Konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar yang
disebabkan oleh tinja yang kering dan keras pada colon descenden yang
menumpuk karena absorpsi cairan yang berlebihan. Pada konstipasi diperlukan
waktu mengejan yang lebih lama. Tekanan yang keras saat mengejan dapat
mengakibatkan trauma berlebihan pada plexus hemoroidalis sehingga
menyebabkan hemoroid.
Beberapa penyebab konstipasi antara lain :
1. Peningkatan stress psikologis
Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan
menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja epinefrin dan sistem syaraf
simpatis. Stress juga dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi
hipertonik atau iritasi colon).
2. Ketidaksesuaian diet
Makanan yang lunak akan menghasilkan suatu produk yang tidak
cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan makanan yang
rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar akan membuat makanan
tersebut bergerak lebih lambat di saluran cerna. Namun dengan meningkatkan
intake cairan dapat mempercepat pergerakan makanan tersebut di saluran
cerna.
3. Penggunaan obat-obatan
Obat-obatan seperti ; morfin, codein, obat-obatan adrenergik dan
antikolinergik lain dapat memperlambat pergerakan colon melalui mekanisme
kerja sistem syaraf pusat sehingga dapat menyebabkan konstipasi.
4. Usia lanjut

7
Pada orang lanjut usia terjadi penyerapan air yang berlebihan pada
saluran cerna. Sehingga konsistensi tinja yang dikeluarkan menjadi keras.
c. Usia
Pada usia tua terjadi degenerasi dari jaringan-jaringan tubuh, otot
sphincter pun juga menjadi tipis dan atonis. Karena sphincternya lemah maka
dapat timbul prolaps. Selain itu pada usia tua juga sering terjadi sembelit yang
dikarenakan penyerapan air yang berlebihan pada saluran cerna. Hal tersebut
menyebabkan konsistensi tinja menjadi keras. Sehingga terjadi penekanan
berlebihan pada plexus hemoroidalis yang dipicu oeh proses mengejan untuk
mengeluarkan tinja.
d. Keturunan
Adanya kelemahan dinding vena di daerah anorektal yang didapat sejak
lahir akan memudahkan terjadinya hemoroid setelah mendapat paparan
tambahan seperti mengejan terlalu kuat atau terlalu lama, konstipasi, dan lain-
lain.
e. Tumor abdomen
Tumor abdomen yang memiliki pengaruh besar terhadap kejadian
hemoroid adalah tumor di daerah pelvis seperti tumor ovarium, tumor rektal,
dan lain-lain. Tumor ini dapat menekan vena sehingga alirannya terganggu dan
menyebabkan pelebaran plexus hemoroidalis.
f. Pola buang air besar yang salah
Pemakaian jamban duduk juga dapat meningkatkan insidensi hemoroid.
Menurut dr. Eka Ginanjar, dengan pemakaian jamban yang duduk posisi usus
dan anus tidak dalam posisi tegak. Sehingga akan menyebabkan tekanan dan
gesekan pada vena di daerah rektum dan anus. Berbeda halnya pada
penggunaan jamban jongkok. Posisi jongkok saat defekasi dapat mencegah
terjadinya konstipasi yang secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya
hemoroid. Hal tersebut dikarenakan pada posisi jongkok, valvula ilicaecal
yang terletak antara usus kecil dan caecum dapat menutup secara sempurna
sehingga tekanan dalam colon cukup untuk mengeluarkan feses.
Selain itu menghindari kebiasaan untuk menunda ke jamban ketika
sudah dirasa ingin buang air besar juga dapat menurunkan kejadian konstipasi.

8
g. Kurang intake cairan
Kurangnya intake cairan setiap hari dapat meningkatkan kejadian
hemoroid. Hal tersebut dikarenakan, kurangnya intake cairan dapat
menyebabkan tinja menjadi keras sehingga seseorang akan cenderung
mengejan untuk mengeluarkan tinja tersebut.
Sementara itu, proses mengejan tersebut dapat meningkatkan tekanan
pada plexus hemoroidalis. Dengan intake cairan yang cukup setiap harinya
dapat membantu melunakkan tinja dan membersihkan usus. Sehingga tidak
perlu mengejan untuk mengeluarkan tinja.
h. Kurang aktivitas fisik
Kebiasaan melakukan gerakan ringan dapat mengurangi frekuensi
untuk duduk dan merupakan salah satu pencegahan dari kekambuhan
hemoroid. Selain itu dengan melakukan olahraga yang ringan seperti berenang
dan menggerakkan daerah perut diharapkan dapat melemaskan dan mengurangi
ketegangan dari otot. Namun dengan melakukan aktivitas yang terlalu berat
seperti mengangkat benda berat akan meningkatkan risiko kejadian hemoroid.
Hal tersebut dikarenakan terjadi peregangan musculussphincter ani yang
berulang sehingga ketika penderita mengejan akan terjadi peregangan yang
bertambah buruk.
i. Kehamilan
Peningkatan hormon progesteron pada wanita hamil akan mengakibatkan
peristaltik saluran pencernaan melambat dan otot-ototnya berelaksasi. Sehingga
akan mengakibatkan konstipasi yang akan memperberat sistem vena. Pelebaran
vena pada wanita hamil juga dapat dipicu oleh penekanan bayi atau fetus pada
rongga abdomen. Selain itu proses melahirkan juga dapat menyebabkan
hemoroid karena adanya penekanan yang berlebihan pada plexus hemoroidalis.

2.5 Patofisiologi Hemoroid 2,6


Hemoroid adalah suatu bantalan jaringan ikat dibawah lapisan epitel
saluran anus. Sebenarnya bantalan ini merupakan bagian normal dari anorektum
manusia, dan telah ada sejak dalam rahim. Bantalan ini mengelilingi dan menahan
anastomosis antara arteri rektalis superior dengan vena rektalis superior, medial

9
dan inferior. Bantalan ini juga mengandung lapisan otot polos dibawah epitel
yang membentuk massa bantalan.

Jaringan hemoroid normal berperanan sebesar 15-20% dalam membentuk


tekanan anus pada waktu istirahat. Bantalan ini juga memberi informasi sensorik
penting dalam membedakan benda padat, cair atau gas. Secara toritis, manusia
memiliki tiga buah bantalan pada posterior kanan dan lateral kiri.

Apabila bantalan mengalami pembesaran hingga menonjol keluar,


mengalami thrombosis hingga nyeri, atau mengalami perdarahan, maka timbul
suatu keadaan patologis yang disebut penyakit hemorrhoid.

Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran


balik dari vena homoroidalis. Beberapa etiologi telah diajukan, termasuk
konstipasi atau diare, sering mengedan, kongesti pelvis pada kehamilan,
pembesaran prostat, fibroma uteri dan tumor rectum. Penyakit hati kronik yang
disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, karena vena
hemoroidalis superior mengalirkan darah kedalam system portal. Selain itu system
portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah terjadi aliran balik.

2.6 Gejala dan Tanda Hemoroid


1. Perdarahan
a) Akibat trauma atau faeces yang keras
b) Darah segar menetes setelah pengeluaran faeces (tidak bercampur dengan
faeces)
c) Berwarna merah segar.
d) Perdarah masif : tonus spincter yang melemah, bantalan prolaps pecah dan
terbendung oleh spincter  perdarahan massif anemia berat
2. benjolan
a) Tahap awal: hanya terjadi pada waktu defekasi, disusul reduksi spontan
post defekasi
b) Tahap lanjut: perlu didorong kembali post defekasi
c) Tahap menetap: tidak bisa didorong masuk lagi
3. gejala iritatif

10
a) kelembaban terus menerus + rangsangan mucus  iritasi kulit perianal
pruritus ani
b) sekersi mucus anus dan perdarahan sering mengotori pakaian dalam
sehingga menyebabkan maserasi kulit
4. nyeri
a) timbul bila ada komlpikasi berupa prolaps, thrombosis, atau akibat penyakit
lain yang menyertai.
b) puncak nyeri biasanya timbul setelah defekasi
c) anemia defisiensi besi akibat perdarahan berulang atau perdarahan masif
terjadi secara kronis dan mekanisme adaptasi.

2.7 Diagnosis Hemoroid 1,5,7


Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan:
a. Anamnesis.
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis Hemoroid
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya
darah segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan
mengeluhkan adanya gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid
internal pasien akan merasakan adanya masa pada anus dan hal ini
membuatnya tak nyaman. Pasien akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid
derajat IV yang telah mengalami trombosis. Perdarahan yang disertai dengan
nyeri dapat mengindikasikan adanya trombosis hemoroid eksternal, dengan
ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid internal biasanya timbul gejala hanya
ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi ulserasi, perdarahan, atau
trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau dapat ditandai
dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat ulserasi dan
trombosis.

b. Pemeriksaan Fisik Hemoroid

11
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena
yang mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang
mengalami prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat
terlihat dari luar dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa
melalui pemeriksaan rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami
trombosis.
Posisi melakukan pemeriksaan fisik : posisi miring (sims position) atau
posisi menungging (knee chest)
1. Inspeksi
 Perdarahan atau bekas perdarahan pada anus
 Prolaps hemoroid interna (dengan pasien mengejan), tentukan lokasi
hemoroid
 Benjolan pada tepi anus (hemoroid eksterna) kelainan anorectal lainnya
(fisura ani, fistel ani dan lain-lain)
2. colok dubur ( rectal touche) dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rectum.

c. Pemeriksaan Penunjang Hemoroid


Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan
sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan
mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid. Side-viewing pada anoskopi
merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid.
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal
canal dengan derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan
rektum dapat dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk
perdarahan rektal dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula,
kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium
enema X-ray atau kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan umur di
atas 50 tahun dan pada pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan
pengobatan terhadap hemoroid.

2.8 Diagnosis Banding Hemoroid

12
1. Karsinoma colon dan rectum
2. Fissure ani
3. Polip rectum
4. Perianal kaondiloma akuminata
5. Prolaps recti

2.9 Penatalaksanaan Hemoroid 1.5,7


a. Penatalaksanaan medis
Penatalaksaan medis hemoroid ditujukan untuk hemoroid interna derajat I
sampai III atau semua derajat hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau
pasien menolak operasi. Sedangkan penatalaksanaan bedah ditujukan untuk
hemoroid interna derajat IV dan eksterna, atau semua derajat hemoroid tang
tidak respon terhadap pengobatan medis.
1. Nonfarmakologis
Penatalaksanaan ini bertujuan untuk mencegah semakin
memburuknya hemoroid. Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola
hidup, perbaikan pola makan dan minum, perbaikan pola/cara defekasi.
Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang harus selalu ada dalam
setiap bentuk dan derajat hemoroid.
Perbaikan defekasi disebut Bowel Management Program (BMP)
yang terdiri dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan
perilaku buang air. Bersamaan dengan program BMP tersebut di atas,
biasanya juga dilakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam
anus dalam air sehingga eksudat atau sisa tinja yang lengket dapat
dibersihkan.
Pasien diusahakan tidak banyak duduk atau tidur, banyak bergerak
dan banyak berjalan. Dengan banyak bergerak pola defekasi menjadi
membaik. Pasien diharuskan banyak minum 30-40 ml/kgbb/hari untuk
melunakkan tinja dan mengkonsumsi makanan yang banyak makan serat.

2. Farmakologis
a. Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang diikutkan dalam
BMP yaitu suplemen serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool
softener). Suplemen serat komersial yang banyak dipakai antara

13
lain psyllium atau isphagula Husk (misal Vegeta, Mulax,
Metamucil, Mucofalk). Obat kedua yaitu obat laksan atau pencahar
antara lain Natrium dioktil sulfosuksinat (Laxadine), Dulcolax,
Microlac dll. Natrium dioctyl sulfosuccinat bekerja sebagai anionic
surfactant, merangsang sekresi mukosa usus halus dan
meningkatkan penetrasi cairan kedalam tinja. Dosis 300 mg/hari.

b. Obat simtomatik : bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi


keluhan rasa gatal, nyeri, atau karena kerusakan kulit di daerah
anus. Obat pengurang keluhan seringkali dicampur pelumas
(lubricant), vasokonstriktor, dan antiseptic lemah. Sediaan
penenang keluhan yang ada di pasar dalam bentuk ointment atau
suppositoria antara lain Anusol, Boraginol N/S, dan Faktu. Bila
perlu dapat digunakan kortikosteroid untuk mengurangi radang
daerah hemoroid atau anus antara lain Ultraproct, Anusol HC,
Scheriproct. Sediaan bentuk suppositoria digunakan untuk
hemoroid interna, sedangkan sediaan ointment/krem digunakan
untuk hemoroid eksterna.

c. Obat menghentikan perdarahan : perdarahan menandakan adanya


luka pada dinding anus/ pecahnya vena hemoroid yang dindingnya
tipis. Yang digunakan untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran
diosmin (90%) dan hesperidin (10%) dalam bentuk Micronized,
dengan nama dagang “Ardium” atau “Datlon”. Psyllium, Citrus
bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi
memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah. Obat
penyembuh dan pencegah serangan hemoroid : pengobatan dengan
Ardium 500 mg menghasilkan penyembuhan keluhan dan gejala
yang lebih cepat pada hemoroid akut bila dibandingkan plasebo.
Pemberian Micronized flavonoid (Diosmin dan Hesperidin)
(Ardium) 2 tablet per hari selama 8 minggu pada pasien hemoroid
kronik. Penelitian ini didapatkan hasil penurunan derajat hemoroid

14
pada akhir pengobatan dibanding sebelum pengobatan secara
bermakna. Perdarahan juga makin berkurang pada akhir
pengobatan dibanding awal pengobatan.

3. Penatalaksanaan Minimal Invasive


Penatalaksanaan ini dilakukan bila pengobatan non farmakoligis,
farmakologis tidak berhasil. Penatalaksanaan ini antaralain tindakan skleroterapi
hemoroid, ligasi hemoroid, dan pengobatan hemoroid dengan terapi laser.
a) Skleroterapi
Adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5%
fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa didalam
jaringan areolar yangg longgar dibawah hemorrhoid interna dengan tujuan
menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotic dan
meninggalkan parut. Penyuntikan dilakukan disebelah atas dari garis
mukokutan dengan jarum yang panjang melalui anuskop. Apabila penyuntikan
dilakukan pada tempat yang tepat maka tidak ada nyeri. Penyulit penyuntikan
termasuk infeksi, prostatitis akut jika masuk kedalam prostat, dan reaksi
hipersensitivitas terhadap obat yang disuntikkan. Terapi suntikan bahan
sklerotik bersama dengan nasehat tentang makanan merupakan terapi yang
efektif untuk hemorrhoid interna derajat I dan II.

Gambar 2.3 Skleroterapi

15
b) Rubber band ligation

Ligasi dengan cincin karet merupakan tindakan yang paling populer di


Amerika untuk mengobati hemoroid, karena tanpa anastesi, tanpa sedasi, dan
tanpa rawat inap dengan biaya relatif murah. Namun tindakan ini hanya efektif
pada hemoroid tingkat dua atau tiga. Prinsip dari ligasi dengan cincin karet
adalah menciptakan fiksasi mukosa dengan menimbulkan ulserasi. Dengan
cara ini, mukosa ditarik dan dilehernya ditempatkan sebuah cincin karet yang
menimbulkan nekrosis mukosa.

4. Penatalaksanaan bedah
Hemoroidektomi merupakan metode pilihan untuk penderita derajat III
dan IV atau pada penderita yang mengalami perdarahan yang berulang yang tidak
sembuh dengan cara lain. prinsip yang harus diperhatikan pada tindakan ini adalah
eksisi hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan dengan tidak
mengganggu spincter ani. Selama pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi
secara digital dan hemoroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi
dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil dimasukkan
melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah.
Ada tiga tindakan bedah yang bisa dilakukan saat ini yaitu bedah
konvensional, bedah laser, dan bedah stapler.
a. Bedah konvensional
1) Teknik Milligan-Morgan
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid ditiga tempat utama.
Basis massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan ditahan dengan
hemostat dan diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan
transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus hemoroidalis. Hemostat
kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi
elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa skitar
pleksus hemoroidalis interna dan eksterna yang dibebaskan dari
jaringan yang mendasarinya. Hemoroid di eksisi secara keseluruhan.

2) Teknik Whitehead

16
Teknik operasi Whitehead dilakukan dengan mengupas seluruh
hemoroidales interna, membebaskan mukosa dari submukosa, dan
melakukan reseksi. Lalu usahakan kontinuitas mukosa kembali.
Sedang pada teknik operasi Langenbeck, vena-vena hemoroidales
interna dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur dibawah
klem dengan chromic gut no. 2/0, eksisi jaringan diatas klem. Sesudah
itu klem dilepas dan jepitan jelujur dibawah klem

3) Teknik Langenbeck
Pada teknik ini hemoroid internus dijepit radier dengan klem.
Lakukan jahitan jelujur dibawah klem kemudian eksisi jaringan diatas
klem. Sesudah itu klem di lepas dan jepitkan jelujur dibawah klem
diikat. Tidak mengandung risiko pembentukan jaringan parut sekunder
yang biasa menimbulkan stenosis

b. Bedah Laser
Pada prinsipnya pembedahan ini sama dengan dengan pembedahan
konvensional hanya alat pemotongannya menggunakan laser. Pada
bedah laser nyeri berkurang dan tidak menimbulkan perdarahan.
c. Bedah stapler /Procedure for Prolapse Hemorrhoid (PPH)
Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan
mendorongnya keatas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan
hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan hemoroid
ini masih diperlukan sebahgai bantalan saat BAB.

2.10 Komplikasi Hemoroid 5,7


Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah anemia berat dan
trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid.

2.11 Prognosis
Sebagian besar hemoroid akan sembuh secara spontan atau dengan terapi
konservatif saja. Prognosis kambuhnya penyakit hemoroid sebagian besar timbul
pada keberhasilan edukasi, yaitu pada perubahan pola makan, defekasi, dan gaya
hidup.

17
2.12 Pencegahan Hemoroid 1,5
Yang paling baik dalam mencegah hemoroid yaitu mempertahankan tinja
tetap lunak sehingga mudah keluar, dimana hal ini menurunkan tekanan dan
pengedanan serta pengosongan usus sesegera mungkin setelah perasaan mau
timbul defekasi. Latihan olahraga seperti berjalan dan peningkatan konsumsi serat
diet juga membantu mengurangi konstipasi dan mengedan.

BAB III
KESIMPULAN

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena


didaerah anus yang berasal dari plexus hemoroidalis. Karena adanya suatu faktor
pencetus, pleksus tersebut dapat mengalami pelebaran, inflamasi, bahkan
perdarahan. Pelebaran ini berkaitan dengan peningkatan tekanan vena pada
pleksus tersebut yang sering terjadi pada usia 50 tahun ke atas. Hemoroid dapat
diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna. Beberapa faktor etiologi yaitu
konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran
prostat, dan tumor rektum. Penyakit hati yang kronis disertai hipertensi portal
sering mengakibatkan hemoroid. Untuk penatalaksanaan hemoroid terdiri dari
terapi medis dan pembedahan. Yang paling baik dalam mencegah hemoroid yaitu
mempertahankan tinja tetap lunak dan melakukan olahraga yang teratur.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Simadibrata M. Hemoroid. Dalam: Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I,


Setiati S, Simadibrata M. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing; 2006. hal. 397-399.
2. Lindseth G. Gangguan Usus Besar. Dalam: Price S, Wilson L, penyunting.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC; 2006. hal. 467-468.
3. Snell R. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC; 2006. hal. 384-388.
4. Guyton B, Hall J. Propulsi dan Pencampuran Makanan dalam Saluran
Pencernaan. Dalam: Guyton B, Hall J. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi ke-11. Jakarta: EGC; 2008. hal.830.
5. Riwanto Ign. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam:
Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. akarta:
EGC; 2010. hal. 788-792.
6. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Volume 2. Edisi ke-
7. Jakarta: EGC; 2007. hal. 635.

19
7. Ramming KP. Penyakit Kolon dan Rektum. Dalam: Sabiston DC. Buku
Ajar Bedah Volume 2. Jakarta: EGC; 2010. p. 14-17.

20

Anda mungkin juga menyukai