Anda di halaman 1dari 30

KOLIK BILIER EC KOLELITIASIS

Disusun Oleh :
dr. Titik Fadhilah

Pembimbing :
dr. Rr Rahayu ,Sp.PD, FINASIM
dr. Ria Katarina Adiarsih, MKK, MARS

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA
KOTA JAKARTA
SEMPTEMBER 2021
BERITA ACARA PRESENTASI LAPORAN KASUS

Telah dipresentasikan laporan kasus oleh :


Nama : dr. Titik Fadhilah
Kasus : Kolik Bilier ec Kolelitiasis
Topik : Ilmu Penyakit Dalam
Nama Pendamping : dr. Rr Rahayu, Sp.PD, FINASIM
dr. Ria Katarina Adiarsih, MKK, MARS
Nama Wahana : RS Haji Jakarta
Hari/Tanggal : Senin, 20 September 2021
N Nama Peserta Tanda Tangan
O
1. 1
2. 2
3. 3
4. 4
5. 5
6. 6
7. 7
8. 8

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Mengetahui,
Dokter Internsip Dokter Pendamping Dokter Pendamping

dr. Titik Fadhilah dr. Rr Rahayu Sp.PD, FINASIM dr. Ria Katarina Adiarsih, MKK, MARS

BAB I
PENDAHULUAN
Kolelitiasis adalah batu empedu yang mengalami endapan cairan pencernaan dapat
mengeras di dalam kantung empedu. Kantung empedu merupakan organ kecil yang terletak tepat
dibawah hati. Kantung empedu menyimpan cairan pencernaan yang dikenal dengan empedu
yang dapat dilepaskan ke usus kecil1.
Kolelitiasis atau batu saluran empedu merupakan penyakit yang umumnya lebih sering
ditemukan di negara maju dan jarang ditemukan dinegara berkembang. Namun, dengan
membaiknya keadaan sosial ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana
diagnosis khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit kolelitiasis di negara berkembang
cenderung mengalami peningkatan2.
Di Amerika Serikat, 6% pria dan 9% wanita memiliki batu empedu, sebagian besar tidak
menunjukkan gejala atau asimptomatik. Pada pasien dengan batu empedu asimtomatik yang
ditemukan secara kebetulan, kemungkinan berkembang menjadi gejala atau komplikasi yaitu
sekitar 1% hingga 2% per tahun. Batu kandung empedu yang asimtomatik ditemukan di kandung
empedu normal tidak memerlukan pengobatan sampai pasien mengalami gejala. Sekitar 20%
dari batu empedu yang asimtomatik ini baru akan mengalami gejala 15 tahun kemudian. Batu
empedu dapat berkembang mengalami komplikasi seperti kolesistitis, kolangitis,
choledocholithiasis, pankreatitis, dan cholangiocarcinoma1.
Kolelitiasis merupakan salah satu masalah gastrointestinal yang paling sering
dilakukannya intervensi bedah. Tiap tahun, dilakukan sekitar 500.000 prosedur kolesistektomi di
Amerika Serikat. Kolelitiasis terjadi pada sekitar 10% populasi usia dewasa di Amerika Serikat,
dimana batu empedu kolesterol ditemukan pada 70% dari semua kasus dan 30% sisanya terdiri
atas batu pigmen dan jenis batu dari sejumlah komposisi lain. Angka kejadian batu saluran
empedu semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Penelitian dengan ultrasonografi
menunjukkan 60-80% pasien dengan batu saluran empedu umumnya nampak asimtomatik 3. Di
Indonesia, walaupun belum ada data angka kejadian kolesistitis dan kolelitiasis umumnya relatif
lebih rendah dibandingkan dengan negara barat. Meskipun dikatakan bahwa pasien kolesistitis
akut umumnya perempuan, gemuk dan berusia diatas 40 tahun, tetapi menurut Lesman LA, dkk,
hal ini sering tidak sesuai untuk pasien-pasien di Indonesia2.
Pasien yang asimptomatik umumnya dapat ditangani secara konsrevatif, Namun, sekitar
35% pasien dengan kolelitiasis asimptomatik pada akhirnya dapat mengalami komplikasi atau
gejala berulang sehingga memerlukan terapi bedah atau kolesistektomi3.

Kolelitiasis atau batu empedu adalah deposit cairan pencernaan yang mengeras di dalam
kantung empedu. Sedangkan koledokolitiasis adalah batu empedu yang berada di saluran
empedu. Terdapat beberapa mekanisme terbentuknya kolelitiasis, yaitu supersaturasi kolesterol,
produksi bilirubin berlebih, dan hipomotilitas atau gangguan kontraktilitas kantung empedu.
Kolelitiasis yang paling sering ditemukan merupakan batu empedu kolesterol, diikuti dengan
batu empedu pigmen hitam dan coklat. Faktor resiko terbentuknya batu empedu kolesterol
adalah jenis kelamin wanita, usia di atas 40 tahun, obesitas, diet tinggi lemak dan rendah
serat, diabetes melitus, dislipidemia, penurunan berat badan drastis, sedentary lifestyle, dan
kehamilan.

Kolelitiasis umumnya tidak bergejala. Keluhan utama pasien adalah kolik bilier, yaitu
nyeri yang hilang timbul pada regio hipokondrium kanan atau epigastrium, dengan penjalaran ke
puncak tulang scapula kanan. Perjalanan nyeri tersebut dikenal dengan sebutan Collins sign.
BAB II
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. Achjar
Tanggal Lahir : 25 Juni 1952
Usia : 69 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kelapa Hijau Blok B19
Tanggal Masuk RS : 24 Agustus 2021
No Rekam Medis : 456639

II. Anamnesis ( Alloanamnesis 25 Agustus 2021)


Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke UGD RS Haji dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 2
hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut terasa semakin memberat
nyeri dirasakan terus menerus hingga nyeri uluh hati. Nyeri semakin memberat saat
perut ditekan. Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan, sulit buang air besar, sejak 2
hari yang lalu, bab keluar seperti kotoran kambing, buang air kecil normal, demam
(-), mual (+), muntah (+). Pasien sudah berobat namun belum ada perbaikan. Keluhan
lain seperti batuk (-), sesak nafas (-). Keluhan yang sama pernah dialami beberapa
tahun yang lalu. Pada awalnya nyeri uluh hati kemudian berpindah ke perut kanan
atas. Kemudian pasien berobat ke dokter diberi obat dan setelah minum obat nyeri
hilang dan dokter menyarankan untuk operasi namun pasien belum siap karena takut.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat keluhan yang sama
Riwayat batu empedu 7 tahun yang lalu
Riwayat opname dengan typoid di rs haji
Riwayat operasi tidak ada
Riwayat dispepsia
Riwayat kolesterol tinggi tidak ada
Riwayat hipertensi tidak ada
Riwayat diabetes tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

Riwayat social ekonomi :


Pasien memiliki kebiasan makan makanan siap saji dan mie instan dan pasien jarang
minum air putih, lebih suka minum kopi. Pasien juga merokok (+) saat ini pasien
sudah berhenti merokok.
Pasien menggunakan biaya pengobatan dengan BPJS kelas I, kesan social ekonomi
cukup.

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum tampak sakit sedang
Kesadaran compos mentis E4M6V5
Tekanan darah : 144/81 mmHg
Nadi : 77 x/m regular adekuat
Suhu : 36.5 C
RR : 18 x/m
Saturasi O2 : 98 % room air
BB : 63 kg
TB : 170 cm

Status Generalis :
Kepala : Mesosefal
Mata : Mata cowong (-/-), conj palpebra anemis (-/-), ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Pulmo :
Inspeksi : Simetris, statis, dinamis,
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-), ronki -/-, wheezing -/-
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak,
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2 cm sebelah medial LMCS
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Suara jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)
Abdomen : St.lokalis

Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT

Status lokalis (Abdomen) :


Inspeksi : Bentuk simetris, datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Dinding perut simetris, supel , Massa (-), Nyeri tekan (+) kuadran
kanan atas, epigastrik
Perkusi : timpani (+), Hepatomegali (-), Splenomegali (-)

Rectal toucher Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboraturium
Tanggal 24 Agustus 2021
Pemeriksaaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hb 13.9 g/dl 13.2-17.3
Ht 41 % 40-52
3
Leukosit 16.44 H 10 /Nl 3.8-10.5
Trombosit 222 102/Nl 150-440
Hitung jenis leukosit
Basophil
Eosinophil 0 % 0-1
Batang 0L 2-4
Segmen 0L 3-5
Limfosit 87 H 50-70
Monosit 8L 25-40
Kimia klinik 5 2-8
GDS
Imunologi 140 mg/dL 70-200
SarsCov2 Antigen
Negative Negatif

Hasil Laboraturium
Tanggal 25 Agustus 2021
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Kimia Klinik
SGOT 15 U/L 0-50
SGPT 10 U/L 0-50
GDS 131 Mg/dl 70-200
Ureum 21 Mg/dl 20-40
Kreatinin 0.99 Mg/dl 0.5-1.5

Elektrolit Serum
Natrium /Na 136 Mmol/l 136-145
Kalium /K 3.8 Mmol/l 3.5-5.1
Kalsium ion /Ca 2.8 H Mmol/l 1.2-2.6
Klorida 101 Mmol/l 28-100

Amilase 67 u/l 28-100


Lipase 34 u/l <60

Rongen thorak AP/lateral


Tanggal 24 Agustus 2021

Kesan :
Tak tampak kelaianan pulmo/cor

EKG

Pemeriksaan Ultrasonografi
Tanggal 25 Agustus 2021

Telah dilakukan pemeriksaan USG Abdomen sbb:


Gaster : terisi revibrasi udara, dinding tidak dapat dievaluasi
Hepar : tidak membesar, sedikit tajam parenkim homogen dengan echogenitas yang
sedikit meningkat, vena porta dan hepatica tidak melebar, tidak tampak
acitesdisekitarnya,
Ductus biliaris intra/eksttrahepatal ; tidak melebar , batu (-)
Gall bladder : dilatasi, dinding menebal,batu multiple uk terbesar 2.08 cm pada
neck gall bladder, batu lainnya terbesar ukuran sekitar 1.35 cm dan 1 cm
Pancreas : tidak membesar, parenkim homogen, ductus pankreatitis tidak melebar
Spleen : tidak membesar parenkim homogen tidak tampak lesi yang dicurigai
patologis, vena lienalis tidak melebar
Ren bilateral : tidak membesar, ekogenitas korteks normal batu (-), batas kortek
dengan central normal ,lesi kistik ren sinistra uk 1.61x1.97 cm system pervokalises
jelas dan ureter tidak dilatasi.
Vesika urinaria : terisi penuh, dinding menebal batu (-),
Prostat : ukuran membesar , volume sekitar 42.57 ml, parenkim homogeny, tampak
indentasi ke dalam VU
Abdomen bawah : tidak tampak struktur appendix atau dilatasi usus usus/ fluid
collection
Kesan :drops gall bladder disertai acute cholecystitis ec multiple cholelithiasis, simple
cyst ren sinistra (bosniac Type I)
Cystitis, pembesaran prostat grade 2 yang indentasi ke dalam VU

V. Diagnosis
Kolik bilier ec kolelitiasis

VI. Penatalaksanaan
Infus asering 500 cc/24 tpm
KAEN 3B 24 tpm
Inj ketorolac 1x1 amp k/p
Inj Omeprazole 2x40 mg iv
Inj ondansentron 3x4mg iv
Inj ceftriaxone 1x2 gr iv
Po propepsa 3x15 cc syr
Mucosta 3x1 tab
Alprazolam 0.5 mg 1x1 tab
Harnal ocas 0.4 1x1 tab
VII. Follow up
Subject Object Assessment Planning
25 Agustus 2021 Ku tampak sakit sedang Dyspepsia Infus asering 500 cc/24 tpm
Nyeri perut kanan atass, Td : 140/82 Leukositosis KAEN 3B 24 tpm
mual muntah N : 98 Inj ketorolac 1x1 amp k/p
Rr 20 Inj Omeprazole 2x40 mg iv
Suhu : 36.7 Inj ondansentron 3x4mg iv
Sato2 98% ra Inj ceftriaxone 1x2 gr iv
Po propepsa 3x15 cc syr
Mucosta 3x1 tab
Alprazolam 0.5 mg 1x1 tab
USG Abdomen
26 Agustus 2021 Ku tampak sakit sedang Kolik bilier Infus asering 500 cc/24 tpm
Nyeri hebat perut kanan Td 130/60 ec KAEN 3B 24 tpm
atas, mual muntah N : 65 kolelitiasi, Inj ketorolac 1x1 amp k/p
Rr 20 Sistitis Inj Omeprazole 2x40 mg iv
Suhu : 36.2 Bph Inj ondansentron 3x4mg iv
Sat02 :97% Inj ceftriaxone 1x2 gr iv
Po propepsa 3x15 cc syr
Alprazolam 0.5 mg 1x1 tab
Harnal ocas 0.4 1x1 tab
27 Agustus 2021 Ku tampak sakit ringan Kolelithiasis Infus asering 500 cc/24 tpm, KAEN 3B 24 tpm
Nyeri perut mual dan Td 117/75 Leukositosis Inj ketorolac 1x1 amp k/p
muntah mulai berkurang, N 75 Pro rencana Inj Omeprazole 2x40 mg iv
pasien sudah lebih Rr 20 operasi batu Inj ondansentron 3x4mg iv
nyaman Suhu : 36 empedu Inj ceftriaxone 1x2 gr iv
Sato2 99% ra Po propepsa 3x15 cc syr
Harnal ocas 0.4 1x1 tab

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Kolelitiasis adalah istilah medis untuk penyakit batu saluran empedu. Kolelitiasis disebut
juga sebagai batu empedu, gallstone, atau kalkulus biliaris. Batu empedu merupakan gabungan
dari beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam
kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada
kedua-duanya. Koledokolitiasis biasanya terjadi saat batu empedu keluar dari kandung empedu
dan masuk ke duktus biliaris komunis.

Gambar 1. Batu di dalam kandung empedu dan saluran biliaris.

Kolesistitis didefinisikan sebagai inflamasi pada dinding kandung empedu yang paling
sering disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus akibat adanya kolelitiasis, yang umumnya
disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan demam 1,4.

ANATOMI
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada
permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan
dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi
fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir
inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung
rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas,
belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum
minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus.
Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan
collum dengan permukaan visceral hati4.

Gambar 2. Anatomi vesica fellea dan organ sekitarnya.

Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan.
Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil
dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju
ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe
berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi
lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

Gambar 3. Anatomi vesica fellea dan skema aliran saluran bilier


FISIOLOGI2,4,5,6
Salah satu fungsi hati adalah untuk memproduksi cairan empedu, normalnya antara 600-
1200 ml/hari. Kandung empedu (vesica fellea) berperan sebagai reservoir empedu dan mampu
menyimpan sekitar 45-50 ml cairan empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk
sementara di dalam kandung empedu, dan di sini akan mengalami proses pemekatan. Fungsi
primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium.
Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang kedap, yang terkandung dalam empedu
hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%.
Untuk membantu proses pemekatan cairan empedu ini, mukosa vesica fellea mempunyai
lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya
tampak seperti sarang tawon. Sel-sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak
mikrovilli. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati dan ditampung di dalam kanalikuli. Cairan ini
kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris.
Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian
keduanya membentuk duktus biliaris komunis.
Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu
duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke
duodenum.
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu memiliki dua fungsi penting:
 Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena
asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan
partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase
yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk
akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
 Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang
penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan
kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.

ETIOLOGI1,5,6
Etiologi, faktor risiko dan patogenesis untuk kolesistitis umumnya akan berbeda-beda menurut
jenis batu empedu (batu kolesterol dan batu pigmen).
Batu kolesterol :
Batu kolesterol berhubungan dengan sejumlah faktor risiko, antara lain adalah:
 Jenis kelamin Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan
perbandingan 4:1. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu.
 Suku bangsa Batu empedu memperlihatkan variasi genetik. Kecenderungan membentuk batu
empedu bisa berjalan dalam keluarga10. Di negara Barat penyakit ini sering dijumpai, di
Amerika Serikat 10-20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu. Batu empedu lebih
sering ditemukaan pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam. Batu empedu juga sering
ditemukan di negara lain selain AS, Chile dan Swedia.
 Usia Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang
degan usia yang lebih muda. Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun.
 Obesitas Sindroma metabolik terkait obesitas, resistensi insulin, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi, dan hiperlipidemia berhubungan dengan peningkatan sekresi kolesterol hepar dan
merupakan faktor risiko utama untuk terbentuknya batu kolesterol.
 Kehamilan Batu kolesterol lebih sering ditemukan pada wanita yang sudah mengalami lebih
dari satu kali kehamilan. Faktor utama yang diperkirakan turut berperan pada risiko ini adalah
tingginya kadar progesteron selama kehamilan. Progesteron dapat mengurangi kontraktilitas
kandung empedu, sehingga menyebabkan terjadinya retensi yang lebih lama dan pembentukan
cairan empedu yang lebih pekat di dalam kandung empedu.
 Stasis cairan empedu Penyebab lain dari stasis kandung empedu yang berhubungan dengan
peningkatan risiko batu empedu meliputi cedera medula spinalis, puasa jangka panjang dengan
pemberian nutrisi parenteral total saja, serta penurunan berat badan cepat akibat restriksi kalori
dan lemak yang berat (seperti diet, operasi gastric bypass).
 Obat-obatan Terdapat sejumlah obat yang berhubungan dengan pembentukan batu kolesterol.
Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau terapi kanker prostat dapat meningkatkan risiko
batu kolesterol dengan meningkatkan sekresi kolesterol empedu. Clofibrate dan obat
hipolipidemia fibrat lain dapat meningkatkan eliminasi kolesterol hepar hepatik melalui sekresi
biliaris dan nampaknya dapat meningkatkan risiko terbentuknya batu kolesterol Analog
somatostatin nampak menjadi predisposisi terbentuknya baru empedu dengan mengurangi proses
pengosongan batu empedu.
 Faktor keturunan Penelitian pada kembar identik dan fraternal menunjukkan bahwa sekitar
25% kasus batu kolesterol memiliki predisposisi genetik. Terdapat sekurangnya satu lusin gen
yang berperan dalam menimbulkan risiko ini. Dapat terjadi suatu sindroma kolelitiasis terkait
kadar fosfolipid yang rendah pada individu dengan defisiensi protein transport bilier herediter
yang diperlukan untuk sekresi lecithin.

EPIDEMIOLOGI1
Kolelitiasis terjadi pada sekitar 10% populasi usia dewasa di Amerika Serikat, dimana
batu empedu kolesterol ditemukan pada 70% dari semua kasus. Angka kejadian batu saluran
empedu ini nampak semakin meningkat seiring bertambahnya usia. Diperkirakan bahwa sekitar
20% pasien dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun dan 30% yang berusia lebih dari 70 tahun
menunjukkan adanya pembentukan batu saluran empedu.
Kolelitiasis cukup umum dan dapat ditemukan pada sekitar 6% pria dan 9% wanita.
Prevalensi tertinggi kolelitiasis muncul pada populasi penduduk asli Amerika. Batu empedu
tidak umum di Afrika atau Asia. Epidemi obesitas kemungkinan telah memperbesar munculnya
batu empedu. Terlepas dari betapa lazimnya batu empedu, lebih dari 80% orang tetap
asimtomatik. Namun, nyeri bilier akan berkembang setiap tahun pada 1% hingga 2% individu
yang sebelumnya tidak menunjukkan gejala. Hal tersebut dapat mengalami komplikasi
(kolesistitis, koledokolitiasis, pankreatitis batu empedu, kolangitis) terjadi sekitar 0,1% hingga
0,3% setiap tahun1.

PATOFISIOLOGI1,5,6
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran
empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu
masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting
tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu,
stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan
yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol
dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan
supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi
bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui
peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang
abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai
kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah terlalu banyak absorbsi air dari
empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak
sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh
jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu
produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi
lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu. Batu
kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus sistikus. Didalam
perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu
secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di
dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap
berada disana sebagai batu duktus sistikus.
Batu empedu kolesterol terbentuk terutama karena sekresi kolesterol yang berlebihan
oleh sel-sel hati dan hipomotilitas atau gangguan pengosongan kandung empedu. Pada batu
empedu berpigmen, kondisi dengan pergantian heme tinggi, bilirubin dapat hadir dalam empedu
pada konsentrasi yang lebih tinggi dari normal. Bilirubin kemudian dapat mengkristal dan
akhirnya membentuk batu1.
Gejala dan komplikasi kolelitiasis terjadi ketika batu menyumbat duktus sistikus, saluran
empedu atau keduanya. Obstruksi sementara duktus sistikus (seperti ketika batu tersangkut di
duktus sistikus sebelum duktus berdilatasi dan batu kembali ke kandung empedu) menyebabkan
nyeri bilier tetapi biasanya berumur pendek. Ini dikenal sebagai kolelitiasis. Obstruksi duktus
sistikus yang lebih persisten (seperti ketika batu besar tersangkut secara permanen di leher
kandung empedu) dapat menyebabkan kolesistitis akut. Terkadang batu empedu bisa melewati
duktus sistikus dan tersangkut dan berdampak pada saluran empedu, dan menyebabkan obstruksi
dan penyakit kuning. Komplikasi ini dikenal sebagai choledocholithiasis.
Jika batu empedu melewati duktus sistikus, duktus biliaris komunis dan terlepas di
ampula bagian distal duktus biliaris, pankreatitis batu empedu akut dapat terjadi akibat cadangan
cairan dan peningkatan tekanan pada duktus pankreas dan aktivasi enzim pankreas in situ.
Kadang-kadang, batu empedu besar melubangi dinding kandung empedu dan membuat fistula
antara kantong empedu dan usus kecil atau besar, yang dapat mnyebabkan obstruksi usus atau
ileus1.

MANIFESTASI KLINIS
Asimtomatik Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala
(asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri
abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual. Studi perjalanan penyakit sampai 50% dari
semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah
asimtomatik. Kurang dari 25% dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu
asimtomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5
tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan
batu empedu asimtomatik.
Simtomatik Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas.
Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru
menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas,
biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir
setelah beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik
biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris.

DIAGNOSIS
Anamnesis : Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis.
Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran
kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung
lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri
kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri pada
punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang
seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau
terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam2.
Pemeriksaan fisik : Batu kandung empedu Apabila ditemukan kelainan, biasanya
berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum,
hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan
ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu.
Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang
karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien
berhenti menarik nafas. Batu saluran empedu Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala
dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar
bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu
bertambah berat, akan timbul ikterus klinis 2.
Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboratorium Batu kandung empedu yang
asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila
terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan
ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar
fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap
setiap kali terjadi serangan akut.
Pemeriksaan radiologis
o Foto polos Abdomen Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang
khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan
foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,
kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang
menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.
Gambar 4. Gambaran batu di dalam kandung empedu pada foto polos abdomen.

o Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas


yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal
karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang
terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di
dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang
ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

Gambar 5. Hasil USG pada kolelitiasis

DIAGNOSIS
Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat beradasarkan riwayat yang khas dan
pemeriksaan fisis. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam dan leukositosis
sangat sugestif. Biasanya terjadi leukositosis yang berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000
sel per mikroliter dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat
[kurang dari 85,5 μmol/L (5mg/dl)] pada 45 % pasien, sementara 25 %pasien mengalami
peningkatan aminotransferase serum (biasanya kurang dari lima kali lipat). Pemeriksaan alkali
phospatase biasanya meningkat pada 25 % pasien dengan kolesistitis. Pemeriksaan enzim
amilase dan lipase diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pankreatitis, namun amilase
dapat meningkat pada kolesistitis. Urinalisis diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
pielonefritis. Apabila keluhan bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta
leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu
dipertimbangkan.
Pemindaian saluran empedu dengan radionuklida (mis. HDA) dapat memberikan
konfirmasi bila pada pemeriksaan pencitraan hanya tampak duktus kandung empedu tanpa
visualisasi kandung empedu. Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran
kolesistitis akut. Hanya pada 15 % pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang
(radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak. Kolesistografi oral tidak dapat
memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak
bermanfaat untuk kolesistitis akut. Gambaran adanya kalsifikasi diffus dari kandung empedu
(empedu porselain) menunjukkan adanya keganasan pada kandung empedu. Pada pemeriksaan
ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk
memprlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu
ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90 – 95%. Adapun gambaran di
USG yang pada kolesistitis akut diantaranya adalah cairan perikolestik, penebalan dinding
kandung empedu lebih dari 4 mm dan tanda sonographic Murphy.
Adanya batu empedu membantu penegakkan diagnosis. Sensitifitas dan spesifisitas
pemeriksaan CT scan abdomen dan MRI dilaporkan lebih besar dari 95%. Pada kolesistitis akut
dapat ditemukan cairan perikolestik, penebalan dinding kandung empedu lebih dari 4 mm, edema
subserosa tanpa adanya ascites, gas intramural dan lapisan mukosa yang terlepas. Pemeriksaan
dengan CT – scan dapat memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang
mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG.
Gambar 6. CT Scan abdomen pada pasien kolesistitis akut menunjukkan adanya batu empedu
dan penebalan dinding kandung empedu.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis kolelitiasis dan kolesistitis harus dapat ditegakkan sesegera mungkin agar
dapat dilakukan penanganan sedini mungkin dan menghindari terjadinya peningkatan morbiditas
dan mortalitas pada pasien. Untuk kolelitiasis, dapat dipertimbangkan kemungkinan adanya
patologi intra-abdominal maupun ekstra-abdominal yang menyebabkan nyeri abdomen bagian
atas. Beberapa penyakit yang perlu dipertimbangkan adalah penyakit ulkus peptik, pankreatitis
(akut atau kronik), hepatitis, dispepsia, gastroesophageal reflux disease (GERD), irritable bowel
syndrome, spasme esofagus, pneumonia, nyeri dada karena penyakit jantung, ketoasidosis
diabetik, apendisitis, striktura duktus biliaris, kolangiokarsinoma, kolesistitis, atau kanker
pankreas.
Untuk kolesistitis akut, dapat dipertimbangkan diagnosis banding untuk nyeri perut kanan
atas yang tiba – tiba, perlu dipikirkan seperti penjalaran nyeri saraf spinal, kelainan organ di
bawah diafragma seperti appendiks yang retrosekal, sumbatan usus, perforasi ulkus peptikum,
pankreatitis akut, pielonefritis dan infark miokard. Pada wanita hamil kemungkinannya dapat
preeklampsia, appendisitis dan kolelitiasis. Pemeriksaan lebih lanjut dan penanganan harus
dilakukan segera karena dapat mengancam nyawa ibu dan bayi. Penyakit lain yang dapat
dipertimbangkan antara lain adalah aneurisma aorta abdominal, iskemia mesenterik akut, dan
kolik biliaris.
PENATALAKSANA
Penatalaksanaan untuk Kolelitiasis Saat ditemukan adanya batu empedu asimptomatik
selama melakukan pemeriksaan pasien, maka umumnya belum perlu dilakukan kolesistektomi
profilaktik karena adanya beberapa faktor. Hanya sekitar 30% pasien dengan kolelitiasis
asimptomatik yang memerlukan operasi selama masa hidup mereka, dan ini menunjukkan bahwa
pada beberapa pasien, kolelitiasis merupakan suatu kelainan yang relatif ringan dan tidak
berbahaya. Pada beberapa pasien ini dapat dilakukan penanganan konservatif. Namun, terdapat
beberapa faktor yang menunjukkan kemungkinan terjadinya perjalanan penyakit yang lebih berat
pada pasien dengan batu empedu asimptomatik sehingga perlu dilakukan kolesistektomi
profilaksis. Beberapa faktor ini antara lain adalah pasien dengan batu empedu yang berukuran
besar (>2,5 cm), pasien dengan anemia hemolitik kongenital atau kandung empedu yang tidak
berfungsi, atau pasien yang menjalani operasi kolektomi.
Pada batu empedu yang simptomatik, umumnya diindikasikan untuk melakukan
intervensi bedah definitif menggunakan kolesistektomi, meskipun pada beberapa kasus dapat
dipertimbangkan untuk meluruhkan batu menggunakan terapi medikamentosa. Pada kolelitiasis
non-komplikata dengan kolik biliaris, penanganan medikamentosa dapat menjadi alternatif untuk
beberapa pasien tertentu, terutama yang menunjukkan risiko tinggi bila menjalani operasi.
Penatalaksanaan Operatif Sebaiknya tidak dilakukan terapi bedah untuk batu empedu
asimptomatik. Risiko komplikasi akibat intervensi pada penyakit asimptomatik nampak lebih
tinggi dari risiko pada penyakit simptomatik. Sekitar 25% pasien dengan batu empedu
asimptomatik akan mengalami gejala dalam waktu 10 tahun. Individu dengan diabetes dan
wanita hamil perlu menjalani pengawasan ketat untuk menentukan apakah mereka mulai
mengalami gejala atau komplikasi.
Terdapat beberapa indikasi untuk melakukan kolesistektomi pada batu empedu
asimpomatik, antara lain adalah:
 Pasien dengan batu empedu besar yang berdiameter lebih dari 2 cm
 Pasien dengan kandung empedu yang nonfungsional atau nampak mengalami
kalsifikasi (porcelaingallbladder)pada pemeriksaan pencitraan dan pada pasien yang berisiko
tinggi mengalami karsinoma kandung empedu
 Pasien dengan cedera medula spinalis atau neuropati sensorik yang mempengaruhi
abdomen
 Pasien dengan anemia sel sabit, dimana kita akan sulit membedakan antara krisis yang
menyebabkan nyeri dengan kolesistitis Selain itu, terdapat sejumlah faktor risiko terjadinya
komplikasi batu empedu yang dapat menjadi indikasi untuk menawarkan kolesistektomi elektif
pada pasien, meskipun masih asimptomatik.
Beberapa faktor tersebut antara lain adalah:
 Sirosis ,Hipertensi porta, Anak-anak, Kandidat transplantasi, Diabetes dengan gejala
minor , Pasien dengan kalsifikasi kandung empedu

Pada pasien kolelitiasis yang diputuskan akan menjalani terapi operatif, terdapat beberapa teknik
pembedahan yang dapat digunakan:
Kolesistektomi Pengambilan kandung empedu (kolesistektomi) umumnya diindikasikan
pada pasien yang mengalami gejala atau komplikasi akibat adanya batu empedu, kecuali usia
atau kondisi umum pasien tidak memungkinkan dilakukannya operasi. Pada beberapa kasus
empiema kandung empedu, dapat dilakukan drainase pus sementara dari kandung empedu
(kolesistostomi) sehingga memungkinkan dilakukannya stabilisasi, untuk nantinya dilanjutkan
dengan terapi kolesistektomi elektif. Pada pasien dengan batu empedu yang dicurigai juga
memiliki batu di saluran empedu, dokter bedah dapat melakukan kolangiografi intraoperatif pada
saat operasi kolesistektomi. Duktus biliaris komunis dapat dieksplorasi menggunakan
koledokoskop.
Bila ditemukan adanya batu duktus biliaris komunis, maka biasanya akan dilakukan
ekstraksi intraoperatif. Alternatif lain yang dapat ditempuh, dokter bedah dapat membuat sebuah
fistula antara bagian distal duktus biliaris dan duodenum di sebelahnya (koledokoduodenostomi),
sehingga batu dapat masuk ke dalam usus dengan aman.
Kolesistektomi laparoskopik merupakan revolusi terapi minimal invasif, yang telah
mempengaruhi semua area praktek bedah modern. Saat ini, kolesistektomi terbuka hanya
dilakukan pada kondisi tertentu saja. pendekatan kolesistektomi terbuka dilakukan menggunakan
sebuah insisi subkostal kanan yang besar. Sebaliknya, kolesistektomi laparoskopik menggunakan
4 insisi yang sangat kecil. Waktu pemulihan dan nyeri paskaoperasi nampak jauh lebih rendah
pada pendekatan laparoskopik. Selama melakukan kolesistektomi laparoskopik, seorang dokter
bedah harus mengambil semua batu yang tidak sengaja keluar melalui perforasi pada kandung
empedu. Pada beberapa kasus tertentu, mungkin perlu dilakukan perubahan menjadi operasi
terbuka. Pada pasien dengan batu empedu yang masuk dan hilang di cavum peritoneum,
direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan follow-up dengan USG selama 12 bulan.
Sebagian besar kejadian komplikasi (biasanya terbentuk abses di sekitar batu) akan terjadi dalam
jangka waktu ini.
Komplikasi yang paling ditakuti dari kolesistektomi adalah kerusakan pada duktus
biliaris komunis. Kejadian cedera duktus biliaris nampak semakin meningkat sejak
dikembangkannya teknik kolesistektomi laparoskopik, namun kejadian dari komplikasi ini sudah
mulai berkurang seiring bertambahnya pengalaman dan pelatihan yang dilakukan oleh para
dokter bedah dalam bidang operasi minimal invasif. Kolangiografi rutin umumnya tidak banyak
membantu untuk mencegah terjadinya cedera duktus biliaris komunis. Namun, bukti
menunjukkan bahwa teknik ini dapat membantu mendeteksi cedera semacam ini pada masa
intraoperasi Kolesistostomi Pada pasien yang berada dalam kondisi sakit kritis dengan empiema
kandung empedu dan sepsis, operasi kolesistektomi dapat berbahaya. Pada kondisi ini, dokter
bedah dapat memilih untuk melakukan kolesistostomi, suatu prosedur minimal invasif yang
dilakukan dengan memasang pipa drainase di kandung empedu. Teknik ini biasanya dapat
memperbaiki kondisi klinis pasien. saat pasien sudah stabil, dapat dilakukan
kolesistektomidefinitif secara elektif.
Pada beberapa kasus, kolesistostomi juga dapat dilakukan oleh spesialis radiologi invasif
menggunakan panduan dari CT-scan. Pendekatan ini tidak memerlukan anestesi dan nampak
bermanfaat untuk pasien dengan kondisi klinis yang tidak stabil.
 Spincterotomi endoskopik Bila kita tidak dapat segera melakukan pengambilan batu
dalam duktus biliaris komunis, maka dapat digunakan spincterotomi retrograde endoskopik. Pada
prosedur ini, dokter akan melakukan kanulasi duktus biliaris melalui papilla Vater.
Menggunakan spincterotome elektrokauter, dokter akan membuat insisi dengan ukuran sekitar 1
cm melalui sphincter Oddi dan bagian intraduodenal dari duktus biliaris komunis, sehingga
menghasilkan suatu lubang yang dapat digunakan untuk mengeksktraksi batu. Spincterotomi
retrograde endoskopik terutama bermanfaat pada pasien dengan kondisi sakit berat yang
mengalami kolangitis ascenderen akibat tersumbatnya ampulla. Vater oleh batu empedu.
Indikasi lain untuk melakukan prosedur ini adalah sebagai berikut: o Mengambil batu
duktus biliaris komunis yang tertinggal selama dilakukannya prosedur kolesistektomi
sebelumnya. o Melakukan pembersihan batu preoperatif dari duktus biliaris komunis untuk
mengeliminasi kebutuhan akan eksplorasi duktus biliaris intraoperatif, terutama pada kondisi
dimana keahlian seorang dokter bedah dalam bidang eksplorasi laparoskopikduktus biliaris
masih terbatas atau pasien menunjukkan risiko tinggi untuk menggunakan anestesia. o Mencegah
rekurensi pankreatitis akut akibat batu empedu atau komplikasi lain dari koledokolitiasis pada
pasien dengan keadaan umum yang terlalu buruk untuk menjalani kolesistektomielektif atau
pada pasien dengan prognosis jangka panjang yang buruk. Spincterotomi
endoskopikintraoperatif (IOES) selama dilakukannya kolesistektomi laparoskopik dapat menjadi
terapi alternatif untuk spincterotomi endoskopik preoperatif (POES) dilanjutkan dengan
kolesistektomi laparoskopik; hal ini disebabkan karena IOES memiliki efektivitas dan tingkat
keamanan yang sama dengan POES serta dapat mengurangi lamanya perawatan di rumah sakit.

KOMPLIKASI
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan
sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan
manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau
dalam infundibulum. Massa yang dapat dipalpasi hanya ditemukan pada 20% kasus. Kebanyakan
pasien akhirnya akan memerlukan terapi berupa kolesistektomi terbuka atau laparoskopik.
Komplikasi Kolesistektomi Komplikasi dini setelah kolesistektomi adalah atelektasis dan
gangguan paru lainnya, pembentukan abses (sering subfrenik), perdarahan eksterna dan interna,
fistula biliarisenterik dan kebocoran empedu. Ikterus mungkin mengisyaratkan absorpsi empedu
dari suatu sumber intraabdomen akibat kebocoran empedu atau sumbatan mekanis duktus
koledokus oleh batu, bekuan darah intraduktus atau tekanan ekstrinsik. Untuk mengurangi
insidensi komplikasi dini tersebut secara rutin dilakukan kolangiografi intraoperatif sewaktu
kolesistektomi.

PROGNOSIS1
Data menunjukkan bahwa 50% pasien batu empedu yang mengalami gejala. Tingkat kematian
setelah kolesistektomi laparoskopi elektif kurang dari 1%. Namun, kolesistektomi darurat
dikaitkan dengan tingkat kematian yang tinggi. Masalah lain termasuk batu di saluran empedu
setelah operasi, hernia insisional, dan cedera pada saluran empedu. Beberapa persentase pasien
mengalami nyeri pasca kolesistektomi.
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang laki-laki berusia 69 tahun dibawa ke UGD RS Haji dengan keluhan nyeri perut
kanan atas. Nyeri perut terasa semakin memberat nyeri dirasakan terus menerus hingga nyeri
uluh hati. Nyeri semakin memberat saat perut ditekan. Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan,
sulit buang air besar, sejak 2 hari yang lalu, terdapat mual dan muntah. Pasien sudah berobat
namun belum ada perbaikan. Keluhan lain seperti batuk (-), sesak nafas (-). Keluhan yang sama
pernah dialami beberapa tahun yang lalu. Pada awalnya nyeri uluh hati kemudian berpindah ke
perut kanan atas. Kemudian pasien berobat ke dokter diberi obat dan setelah minum obat nyeri
hilang dan dokter menyarankan untuk operasi namun pasien belum siap karena takut.
Pemeriksaan fisik dan penunjang yang sudah dilakukan dan diagnosis pasien kolelitiasis.
Pada USG ditemukan batu multiple di kantung empedu ukuran sekitar 1.35 cm. pasien mendapat
perawatan selama 3 hari. Keadaan pasien sudah stabil tidak mengeluh nyeri kemudian diizikan
pulang dan kontrol untuk rawat jalan. Obat pulang mucosta 3x1 tab, omeprazole 2x20 mg
,cefixime 2x200 mg, donperidon 3x1syr, harnal ocas, alprazolam 0,5 mg. diet lunak 1700
kilokalori dan terapi operatif kolesistektomi.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Jasmin Tanaja1, Richard A. Lopez2, Jehangir M. Meer. 2021. Cholelithiasis. National


Center for Biotechnology Information, PubMed.Update Agustus 11, 2021
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470440/

2. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. Hlm.380-4
3. Schirmer BD, Winters KL, Edlich RF. 2005. Cholelithiasis and cholecystitis. J Long
Term Eff Med Implants. 2005;15(3):329-38
4. Greenbergen N.J., Isselbacher K.J. Diseases of the Gallbladder and Bile Ducts, dari
Harrison’s Princi-ples of Internal Medicine, Edisi ke-14, hal.1725-1736, Editor Fauci
dkk. Mc Graw Hill, 1998
5. Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi. Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 1995. 430-44. 13.
6. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.
7. Abraham sherly et.al. 2014. Surgical and Nonsurgical Management of Gallstones. Am
Fam Physician. 2014;89 (10): 795-802
https://www.aafp.org/afp/2014/0515/afp20140515p795.pdf

Anda mungkin juga menyukai