Anda di halaman 1dari 21

REFFERAT

ADIKSI NON ZAT


(JUDI PATOLOGIS DAN ADIKSI GAME INTERNET)

Oleh :
Monika Ayu Lestari
H1A009014

Pembimbing:
dr. Elly Rosila, Sp.KJ
dr. Azhari C. Nurdin, Sp.KJ
dr. Hj. Lisa Putri Setiawati

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN


KLINIK MADYA BAGIAN/SMF JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSJ MUTIARA SUKMA
2015
KATA PENGANTAR
1

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
anugerah-Nya, sehingga referat Ilmu Kesehatan Jiwa yang berjudul Adiksi non zat (judi
patologis, dan adiksi game internet) dapat diselesaikan dengan baik. Referat ini dibuat
berdasarkan salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas kedokteran Universitas Mataram di Rumah Sakit Jiwa Mutiara Sukma.
Saya berharap dengan referat ini, dapat menjadi media untuk memberikan informasi
yang berguna bagi para pembacanya baik teman-teman sejawat, kalangan medis lain,
maupun lapisan masyarakat umum.
Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu
kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk menambah kekurangan dari referat ini. saya
mohon maaf, bila ada kesalahan kata dalam penulisan. Atas perhatiannya, saya ucapkan
terima kasih.

Mataram, September 2015

Penulis

BAB I

PEDAHULUAN
Beberapa perilaku, selain konsumsi zat psikoaktif, dapat menghasilkan rewards
jangka pendek yang menimbulkan perilaku persisten, seperti kurangnya kontrol terhadap
perilaku. Kurangnya kontrol terhadap perilaku adalah konsep inti yang mendefinisikan
ketergantungan atau kecanduan zat psikoaktif. Kesamaan ini telah melahirkan konsep nonzat atau "perilaku" kecanduan, yaitu, suatu sindrom yang analog dengan kecanduan
substansi, tetapi dengan fokus perilaku selain konsumsi zat psikoaktif. Konsep kecanduan
perilaku memiliki beberapa nilai heuristik ilmiah dan klinis, tetapi masih kontroversial. Isuisu seputar kecanduan perilaku saat ini sedang diperdebatkan dalam konteks pengembangan
DSM-V.1
Beberapa kecanduan perilaku telah dihipotesiskan memiliki kemiripan dengan
kecanduan substansi atau zat. Diagnostik dan Statistik Manual, Edisi 4 (DSM-IV-TR)
dipakai untuk kriteria diagnosis beberapa kelainan seperti judi patologis (pathological
gambling) yang termasuk dalam ganguan kontrol impuls (Impulse disorders) . Perilaku lain
(atau gangguan kontrol impuls) telah dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam DSM yang
akan datang seperti kompulsif membeli (compulsive buying), memetik kulit patologis
(pathologic skin Picking), kecanduan seksual (nonparaphilic hypersexuality), kecanduan
komputer / video game dan kecanduan internet. Kecanduan perilaku dan kecanduan
substansi atau zat, memiliki banyak kesamaan dalam riwayat atau perjalanan penyakit,
fenomenologi, dan konsekuensi yang merugikan.1
Judi patologis (pathological gambling) merupakan salah satu gangguan yang
banyak dipelajari dari kecanduan perilaku, baik dalam beberapa studi terakhir sehingga,
memberikan wawasan lebih lanjut ke dalam hubungan kecanduan perilaku dan gangguan
penggunaan zat. Dalam referat ini akan dibahas mengenai judi patologis serta kelaianan
kecanduan internet yang merupakan salah satu gangguan yang direncanakan masuk dalam
kriteria diagnostik menurut DSM.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. JUDI PATOLOGIS (PATHOLOGICAL GAMBLING)


A. Definisi
Judi Patologis ditandai dengan judi maladaptif yang berulang dan menetap dan
menimbulkan masalah ekonomi serta gangguan yang signifikan di dalam fungsi
pribadi, sosial dan pekerjaan. Aspek perilaku maladaptif mencakup (1) preokupasi
terhadap judi; (2) kebutuhan untuk berjudi dengan jumlah uang yang semakin
bertambah untuk memperoleh kegairahan yang diinginkan; (3) upaya berulang yang
tidak berhasil untuk mengendalikan, mengurangi atau menghentikan judi; (4) berjudi
sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah; (5) berjudi untuk membalas kekalahan;
(6) berbohong untuk menutupi tingkat keterlibatan dengan perjudian; (7) melakukan
tindakan ilegal untuk membiayai judi; (8) membahayakan atau kehilangan hubungan
baik pribadi maupun pekerjaan karena judi; dan (9) mengandalkan orang lain untuk
membayar hutang.2
B. Epidemiologi
Survey pada 2.638 orang dewasa di Amerika Serikat, prevalensi judi patologis
ditemukan sebanyak 1,3 sampai 1,9 persen, prevalensi lebih tinggi pada laki- laki dan
dewasa muda bila dibandingkan dengan wanita dan dewasa tua. Estimasi prevalensi
dialporkan rata- rata dari 1 sampai 3 persen. Prevalensi individu dengan judi patologis
meningkat pada pengguna zat, yakni menurut survey rata- rata sekitar 10 sampai 18
persen pasien dengan penyalahgunaan zat, melakukan judi patologis.. Gangguan ini
lebih lazim pada laki-laki daripada perempuan, dan angkanya sangat tinggi di lokasilokasi yang melegalkan perjudian. Kira-kira seperempat penjudi patologis memiliki
orangtua dengan masalah perjudian; baik ayah dari seorang laki-laki penjudi maupun
ibu dari seorang perempuan penjudi lebih cenderung memiliki gangguan tersebut
dibandingkan populasi luas.3

C. Komorbiditas
Hubungan antara judi patologis dan penyalahgunaan zat tidak muncul semata-mata
terkait dengan asosiasi lingkungan, karena ada bukti genetik serta faktor lingkungan
yang menghubungkan kedua gangguan. Komorbiditas pada individu dengan judi
patologis dilaporkan sekitar 73,2 persen dengan komorbid pengguna alkohol, dan
sekitar 38,1 persen dengan penyalahgunaan zat. Angka gangguan pengendalian impuls
lainnya,

gangguan

penggunaan

zat,

gangguan

mood,

gangguan

defisit

atensi/hiperaktivitas, serta gangguan kepribadian antisosial, ambang, dan narsistik


meningkat pada orang dengan judi patologis. Gangguan terkait lainnya mencakup
gangguan panik, agorafobia, gangguan obsesif-kompulsif, dan gangguan Tourette.2,3
D. Etiologi
1. Faktor Psikososial
Beberapa faktor dapat menjadi predisposisi seseorang dapat mengalami gangguan
ini : kehilangan orang tua karena meninggal, perpisahan, perceraian, atau
ditinggalkan sebelum anak berusia 15 tahun; disiplin orangtua yang tidak tepat
(tidak ada, tidak konsisten, atau kasar); pajanan terhadap, dan ketersediaan, aktivitas
perjudian untuk remaja; tekanan keluarga terhadap materi dan simbol keuangan;
serta tidak adanya dorongan keluarga untuk menabung, merencanakan dan
manganggarkan.2
Teori psikoanalitik berfokus pada sejumlah kesulitan karakter inti. Freud
memperkirakan bahwa penjudi impulsif memiliki keinginan yang tidak disadari
untuk kalah, dan mereka berjudi untuk meredakan rasa bersalah yang tidak disadari.
Perkiraan lainnya adalah bahwa penjudi merupakan orang dengan narsisme yang
memiliki khayalan kebesaran serta kekuasaan yang dapat membuat mereka yakin
bahwa mereka dapat mengendalikan peristiwa dan bahkan meramalkan hasilnya.
Ahli teori pembelajaran memandang judi yang tidak terkendali terjadi akibat
persepsi yang keliru mengenai pengendalian impuls.2
2. Faktor Biologis
o Sistem rewards otak dan neurotransmitter dopamine
5

Sistem dopaminergik manusia terdiri dari beberapa jalur (Gambar 1). Jalur
mesolimbic, berasal dari daerah tegmental ventral (VTA) ke ganglia basal [nucleus
accumbens (NACC), yang terletak di striatum ventral], dianggap bagian penting
dari sistem reward otak, meskipun juga jalur mesocortical dan sistem
neurotransmitter lainnya berpartisipasi dalam proses pengolahan rangsangan terkait
sistem reward. Secara anatomis, striatum terdiri dari NACC, kaudatus, dan
putamen. Secara fungsional, striatum dapat dibagi ke bagian ventral, asosiatif, dan
sensorimotor. Striatum ventral yang tidak hanya mencakup NACC, tetapi juga
bagian ventral dari kaudatus dan putamen, yang juga terhubung ke sistem limbik.
Oleh karena itu, striatum ventral tidak memiliki batas anatomis yang pasti, dan
dengan demikian, penggambaran anatomi struktur agak menantang. Pembagian
fungsional dan koneksi dari striatum disajikan dalam Gambar 2.4,5

Gambar 1. Jalur dopaminergik pada otak.4

Gambar 2. Divisi fungsional striatum.4


Beberapa studi mengesankan bahwa perilaku mengambil-risiko pada para penjudi
mungkin memiliki penyebab neurobiologis yang mendasari. Teori ini berpusat pada sistem
reseptor serotonergik dan noradrenergik. Penjudi patologis laki-laki dapat memiliki kadar
MPHG subnormal dalam plasma, meningkatnya kadar MPHG di dalam cairan
serebrospinal, dan meningkatnya keluaran norepinefrin di dalam urin. Bukti juga
mengaitkan disfungsi pengaturan serotonergik pada penjudi patologis. Penjudi kronis
memiliki aktivitas monoamin oksidase (MAO) trombosit yang rendah, suatu penanda
aktivitas serotonin, juga terkait dengan kesulitan inhibisi. Studi lebih lanjut dibutuhkan
untuk meyakinkan temuan ini.2
Bukti hubungan antara fungsi otak dan judi patologis dapat dilihat dalam studi
tentang individu dengan perubahan fungsi otak pada penjudi patologis. Satu kelompok
subjek dengan lesi otak telah dipelajari secara ekstensif oleh Bechara dan rekan, yakni
subyek dengan cedera korteks prefrontal. Studi dari individu-individu tersebut dipicu oleh
temuan bahwa subjek memiliki rentang normal pada tes kecerdasan dan memori, namun

telah ditandai gangguan dalam kemampuan mereka untuk berfungsi dalam dunia nyata,
berulang kali membuat keputusan buruk yang mengakibatkan konsekuensi negatif. 3

Gambar 3. Regio di otak yang mengalami gangguan pada penjudi patologis.3


Saat ini, terdapat beberapa teori yang menjelaskan mekanisme neurobiologis dari
gangguan adiksi: hipotesis sindrom defisiensi reward (RDS), hipotesis impulsif dan teori
sensitisasi insentif. Hipotesis RDS telah dikembangkan atasa dasar studi genetic yang
menghubungkan alel tertentu dalam dopamine yang terkait gen berhubungan dengan
gangguan adiksi. Hipotesis RDS memprediksi bahwa individu dengan RDS memiliki
tanggapan reward otak yang kurang untuk untuk menghasilkan rangsangan.4
Bertentangan dengan hipotesis RDS, hipotesis impulsif mengasumsikan kecanduan
atau adiksi disebabkan oleh ketidakseimbangan antara dua sistem saraf yang
mengendalikan pengambilan keputusan: Peningkatan sinyal reward dan gangguan sistem
reflektif

untuk

mengendalikan

impuls.

Sebagian

secara

parallel

berasumsi

hiperdopaminergik maupun hipodopaminergik, teori sensitisasi insentif mendalilkan bahwa


adiksi berasal dari hipersensitasi sistem reward otak yang dihasilkan dari paparan obat
berulang menyebabkan arti-penting insentif bagi penggunaan narkoba. Hasil pencitraan

oleh Tomografi emisi positron (PET), mendukung prinsip hipotesis RDS, sedangkan
penelitian fMRI tidak meyakinkan.4,6
Salah satu wilayah lainnya yang sangat sensitif terhadap efek rewards adalah insula
anterior. insula merupakan pintu gerbang antara sistem reward subkortikal dan sistem
prefrontal yang bertanggung jawab untuk pengambilan keputusan dan kontrol
penghambatan (inhibisi). Wilayah ini menunjukkan aktivitas yang tumpang tindih untuk
menang dan nyaris kalah: respon insula untuk kalah berkorelasi dengan kerentanan sifat
distorsi perjudian, dan dalam studi magnetoencephalography, sinyal membentang dari
korteks orbitofrontal menuju insula dikaitkan dengan keparahan gangguan perjudian. Data
pada gambar dibawah ini memberikan bukti untuk keterlibatan penyebab insula dalam dua
efek kognitif klasik dalam perjudian, dan menghasilkan prediksi bahwa pasien dengan
gangguan perjudian akan menunjukkan keterlibatan wilayah insula, sehingga membuat
mereka lebih rentan terhadap kognisi ini.7

Gambar 4. Efek kerusakan insula terhadap distorsi kognitif pada penjudi patologis. 7

o Neuroimaging pada judi patologis (pathological gambling)


1. Positron emission tomography (PET)
Positron emission tomography (PET) adalah pencitraan dengan metode non-invasif
yang memungkinkan dalam pencitraan molekuler vivo. Dalam PET, ligan
radiolabeled digunakan untuk menyelidiki bagian dan fungsi dari molekul ligan
dalam organ, seperti otak. Dengan menggunakan PET, penjudi patologis (tanpa PD)
telah diselidiki oleh dua kelompok terpisah, dengan fluorodeoxyglucose atau
dengan raclopride. Raclopride adalah dopamin D2 (D3) antagonis reseptor yang
bersaing untuk mengikat dengan dopamin endogen..4,8

Gambar 5. Positron emission tomography (PET).7


2. Fungsional MRI (fMRI)
Studi fMRI pada penjudi patologis telah menunjukkan respon berkurang untuk
menang dan kalah judi di striatum ventral dan ventral prefrontal daerah korteks;
meskipun data tersebut tidak sepenuhnya seragam. Isyarat perjudian bukan telah
mengakibatkan peningkatan aktivasi dari beberapa daerah otak termasuk korteks
prefrontal, parahippocampal dan daerah kortikal oksipital pada penjudi patologis
dibandingkan dengan relawan yang sehat, meskipun ada juga hasil yang
bertentangan. 9,10

10

3. Struktural.
Sampai saat ini, hanya ada satu studi yang menyelidiki struktur otak pada PG. Studi
ini difokuskan hanya pada integritas substansi putih (white matter) pada tiga
subbagian corpus callosum, dan ditemukan penurunan secara bilateral fraksi
anisotrofi pada genu corpus callosum. Tidak ada studi menyelidiki morfometri
subtansi putih atau abu-abu otak pada penjudi patologis.11
4. Neurotransmiter dopamin
Rilis dopamine selama perjudian. SPM analisis mengungkapkan bahwa perjudian
menginduksi pelepasan dopamin. Dopamin dirilis di bagian asosiatif pada nucleus
caudatus selama pemindaian reward yang rendah, dan meluas ke striatum ventral
selama pemindaian reward tinggi (Gambar 6).

Gambar 6. Rilis dopamine pada penjudi patologis.4


E. Diagnosis dan gambaran klinis
Di samping gambaran yang telah dijelaskan, penjudi patologis sering tampak terlalu
percaya diri, terkadang kasar, energik, dan boros. Mereka sering menunjukkan tandatanda stres diri yang jelas, cemas, dan depresi. Mereka lazim memiliki sikap bahwa
uang merupakan penyebab dari, dan solusi bagi, semua masalah mereka. Mereka tidak
melakukan upaya yang serius untuk menganggarkan atau menghemat uang. Jika
sumber peminjaman mereka tertahan, mereka cenderung terlibat di dalam perilaku
11

antisosial guna mendapatkan uang untuk berjudi. Perilaku kriminalnya secara khas
tidak mengandung kekerasan, seperti pemalsuan, penggelapan, serta penipuan dan
mereka secara sadar berniat untuk mengembalikan atau membayar kembali uang itu.
Komplikasinya mencakup diasingkan oleh anggota keluarga dan teman, hilangnya
pencapaian kehidupan, upaya bunuh diri, dan hubungan dengan kelompok pinggir dan
ilegal. Penahanan terhadap kriminalitas yang tidak mengandung unsur kekerasan dapat
menyebabkan orang tersebut di penjara.2
Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR judi Patologis.2

A. Perilaku judi yang berulang dan menetap seperti yang ditunjukkan oleh 5 (atau lebih)
hal berikut:
1) Preokupasi terhadap perjudian (contoh. Preokupasi terhadap menghidupkan
kembali pengalaman berjudi sebelumnya, kegagalan atau merencanakan spekulasi
berikutnya, atau memikirkan cara untuk mendapatkan uang, yaitu dengan berjudi)
2) Kebutuhan untuk berjudi dengan jumlah uang yang semakin meningkat
memperoleh kegairahan yang diinginkan
3) Memiliki upaya berulang yang tidak berhasil untuk mengendalikan, mengurangi,
atau menghentikan judi
4) Gelisah atau mudah marah ketika mencoba mengurangi atau menghentikan judi
5) Berjudi sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah atau untuk melegakan
mood disforik (contoh, rasa tidak berdaya, bersalah, ansietas, depresi)
6) Setelah kehilangan uang berjudi, sering kembali esok harinya untuk membalas
(mengejar kekalahan dirinya)
7) Berbohong terhadap anggota keluarganya, terapis, atau yang lainnya untuk
menutupi sejauh mana keterlibatannya dengan perjudian
8) Melakukan tindakan ilegal, seperti pemalsuan, penipuan, pencurian, atau
penggelapan untuk emmbiayai judi
9) Merusak atau kehilangan hubungan, pekerjaan, pendidikan, atau kesempatan karir
yang bermakna karena judi
10) Mengandalkan orang lain untuk memberikan uang guna memulihkan situasi
keuangan yang disebabkan oleh judi
B. Perilaku berjudi ini sebaiknya tidak disebabkan oleh episode manik
Tingkatan atau tipe penjudi

12

Untuk memahami apakah perilaku berjudi termasuk perilaku yang patologis, diperlukan
suatu pemahaman tentang kadar atau tingkatan penjudi tersebut. Hal ini penting mengingat
bahwa perilaku berjudi termasuk dalam kategori perilaku yang memiliki kesamaan dengan
pola perilaku adiksi. Pada dasarnya ada tiga tingkatan atau tipe penjudi, yaitu:
1) Social Gambler
Penjudi tingkat pertama adalah para penjudi yang masuk dalam kategori "normal"
atau seringkali disebut social gambler, yaitu penjudi yang sekali-sekali pernah ikut
membeli lottery (kupon undian), bertaruh dalam pacuan kuda, bertaruh dalam
pertandingan bola, permainan kartu atau yang lainnya.
Penjudi tipe ini pada umumnya tidak memiliki efek yang negatif terhadap diri
maupun komunitasnya, karena mereka pada umumnya masih dapat mengontrol
dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya. Perjudian bagi mereka dianggap
sebagai pengisi waktu atau hiburan semata dan tidak mempertaruhkan sebagian
besar pendapatan mereka ke dalam perjudian. Keterlibatan mereka dalam perjudian
pun seringkali karena ingin bersosialisasi dengan teman atau keluarga.

2) Problem Gambler
Penjudi tingkat kedua disebut penjudi "bermasalah" atau problem gambler, yaitu
perilaku berjudi yang dapat menyebabkan terganggunya kehidupan pribadi,
keluarga maupun karir, meskipun belum ada indikasi bahwa mereka mengalami
suatu gangguan kejiwaan. Penjudi jenis ini seringkali melakukan perjudian sebagai
cara untuk melarikan diri dari berbagai masalah kehidupan.
Penjudi ini sebenarnya sangat berpotensi untuk masuk ke dalam tingkatan penjudi
yang paling tinggi yang disebut penjudi patologis jika tidak segera disadari dan
diambil tindakan terhadap masalah-masalah yang sebenarnya sedang dihadapi.
Menurut penelitian Shaffer, Hall, dan Vanderbilt (1999) yang dimuat dalam website
Harvard Medical School ada 3,9% orang dewasa di Amerika Bagian Utara yang

13

termasuk dalam kategori penjudi tingkat kedua ini dan 5% dari jumlah tersebut
akhirnya menjadi penjudi patologis.
3) Pathological Gambler
Penjudi tingkat ketiga disebut sebagai penjudi "patologi" atau pathological gambler
atau compulsive gambler. Ciri-ciri penjudi tipe ini adalah ketidakmampuannya
melepaskan diri dari dorongan-dorongan untuk berjudi. Mereka sangat terobsesi
untuk berjudi dan secara terus-menerus terjadi peningkatan frekuensi berjudi dan
jumlah taruhan, tanpa dapat mempertimbangkan akibat-akibat negatif yang
ditimbulkan oleh perilaku tersebut, baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, karir,
hubungan sosial atau lingkungan disekitarnya.
Meskipun pola perilaku berjudi ini tidak melibatkan ketergantungan terhadap suatu
zat kimia tertentu, namun perilaku berjudi yang sudah masuk dalam tingkatan ketiga
dapat digolongkan sebagai suatu perilaku yang bersifat adiksi (addictive disorder).
DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-fourth edition) y
ang dikeluarkan oleh APA menggolongkan pathological gambling ke dalam
gangguan mental yang disebut Impulse Control Disorder.
Individu yang didiagnosa mengalami gangguan perilaku jenis ini seringkali
diidentifikasi sebagai orang yang sangat kompetitif, sangat memerlukan persetujuan
atau pendapat orang lain dan rentan terhadap bentuk perilaku adiksi yang lain.
Individu yang sudah masuk dalam kategori penjudi patologis seringkali diiringi
dengan masalah-masalah kesehatan dan emosional. Masalah-masalah tersebut
misalnya kecanduan obat (Napza), alkoholik, penyakit saluran pencernaan dan
pernafasan, depresi, atau masalah yang berhubungan dengan fungsi seksual .2,4
F. Diagnosis Banding
Judi sosial dibedakan dengan judi patologis dalam hal bahwa judi sosial dilakukan
dengan teman-teman, pada waktu khusus, dan dengan kehilangan yang dapat diterima
serta ditoleransi yang telah ditentukan sebelumnya. Judi yang simptomatik pada
episode manik biasanya dapat dibedakan dengan judi patologis melalui riwayat adanya
perubahan mood yang nyata dan hilangnya penilaian sebelum berjudi.2

14

Perubahan mood mirip-manik lazim ditemukan pada judi patologis, tetapi selalu
menyertai kemenangan dan biasanya digantikan dengan episode depresif karena
kekalahan selanjutnya. Orang dengan gangguan kepribadian antisosial dapat memiliki
masalah dengan judi. Jika kedua gangguan ada, keduanya harus didiagnosis.2
G. Perjalanan gangguan dan prognosis
Judi patologis biasanya dimulai saat remaja untuk laki-laki dan usia lanjut untuk
perempuan. Gangguan ini hilang timbul serta cenderung kronis. 4 fase ditemukan pada
judi petologis 2:
1. Fase kemenangan, berakhir dengan kemenangan besar, sama dengan kira-kira gaji
satu tahun, yang memancing pasien. Perempuan biasanya tidak menang dalam
jumlah besar tetapi menggunakan judi sebagai pelarian dari masalah mereka
2. Fase kehilangan progresif, yaitu pasien menata kehidupan mereka di seputar judi
dan kemudian berganti dari penjudi hebat menjadi penjudi bodoh yang mengambil
risiko besar, uang cadangan, meminjam uang, bolos kerja, dan kehilangan pekerjaan
3. Fase nekat, yaitu pasien berjudi besar-besaran dengan jumlah besar uang, tidak
membayar hutang, terlibat dengan lintah darat, menulis cek yang buruk, dan
mungkin menggelapkan
4. Fase putus asa, yaitu menerima bahwa kekalahan tidak akan pernah terbalaskan,
tetapi judi terus berlanjut karena kegairahan dan rangsangan yang terkait. Gangguan
ini dapat menghabiskan waktu 15 tahun untuk mencapai fase akhir, tetapi dalam 1
atau 2 tahun, pasien telah secara total mengalami perburukan
H. Terapi
1. Terapi non farmakologis
o Gamblers Anonymous
Penjudi jarang datang langsung secara sukarela untuk diterapi. Masalah hukum,
tekanan keluarga, atau keluhan psikiatrik lainnya membawa penjudi pada terapi.
Gamblers Anonymous (GA) didirikan di Los Angeles pada tahun 1957 dan meniru
alcoholics Anonymous (AA); GA merupakan terapi yang efektif, terjangkau,
setidaknya di kota besar, untuk jadi pada sejumlah pasien. GA adalah suatu metode
terapi kelompok inspirasional yang meliputi pengakuan di hadapan publik, tekanan
kelompok sependeritaan, dan adanya penjudi yang telah pulih (seperti pada AA) yang
15

siap membantu anggota untuk menolak impuls berjudi. Meskipun demikian, angka
drop-out dari GA tinggi. Pada beberapa kasus, perawatan di rumah sakit dapat
membantu dengan memindahkan pasien dari lingkungannya. Tilikan sebaiknya tidak
dicari sampai pasien benar-benar jauh dari perjudian selama 3 bulan. Pada saat ini,
pasien yang merupakan penjudi patologis dapat menjadi kandidat yang sangat baik
untuk psikoterapi berorientasi tilikan. Terapi kognitif perilaku (contoh, teknik
relasksasi digabungkan dengan visualisasi penghindaran judi) memiliki beberapa
keberhasilan.3

12 langkah pada Gamblers Anonymous (Twelve Steps of Gambler's Anonymous).3


1. Kami mengakui, kami tidak berdaya terhadap perjudian- bahwa hidup kami menjadi
tidak terkendali
2. Percaya bahwa kekuatan atau power yang lebih besar berasal dari diri kita sendiri,
sehingga bisa mengembalikan kita kea rah berpikir dan hidup yang normal
3. Membuat keputusan untuk mengubah kehendak dan kehidupan kita, sesuai
pemahaman kita sendiri.
4. Membuat sendiri fearless moral dan inventaris keuangan
5. Mengakui kesalahan yang ada pada diri sendiri kepada orang lain
6. Sepenuhnya siap untuk menghapus karakter yang buruk
7. Dengan rendah hati meminta Tuhan (dari pemahaman kita) untuk menghapus
kekurangan kami.
8. Membuat daftar semua orang yang telah kita rugikan, dan bersedia untuk menembus
kesalahan kepada mereka semua.
9. Membuat pengakuan salah langsung kepada orang lain
10. Melanjutkan untuk menhambil inventaris pribadi, dan ketika kita salah, segera
mengakui kesalahan tersebut.
11. Berusaha melalui doa dan meditasi untuk memperbaiki kontak sadar kita dengan
Tuhan sesuai kepercayaan kita
12. Setelah membuat upaya untuk berlatih prinsip-prinsip ini dalam semua urusan kami,
kami mencoba untuk membawa pesan ini ke penjudi kompulsif lainnya

o Terapi Perilaku Kognitif (Cognitve Behavioral Therapy)


16

Perawatan ini menggabungkan kognitif dan aspek perilaku dan upaya untuk mengubah
kognisi dan perilaku penjudi '. Sharpe & Tarrier, mengembangkan pendekatan kognitifperilaku yang melibatkan identifikasi situasi berisiko tinggi (melalui analisis fungsional)
atau pemicu internal dan eksternal yang menyebabkan dorongan untuk berjudi dan
kemudian bekerja pada strategi yang efektif. Pengobatan lain sering dimasukkan dalam
paket kognitif-perilaku meliputi pelatihan di ketegasan, pemecahan masalah, keterampilan
sosial, pencegahan kambuh dan relaksasi.7
Beberapa percobaan terapi perilaku kognitif untuk judi patologis telah dilakukan.
Sebuah studi yang membandingkan respon pengobatan antara terapi perilaku kognitif
Cognitve Behavioral Therapy) dan kontrol daftar tunggu pada 29 subyek dengan judi
patologis menunjukkan peningkatan yang signifikan pada kelompok perlakuan, termasuk
bukti bahwa perbaikan tersebut dipertahankan pada tindak lanjut penilaian 6 dan 12 bulan.
Penelitian lain menunjukkan hasil yang sama menggunakan terapi ini, baik pada individu
maupun kelompok. Singkatnya, ada berbagai psikoterapi yang telah digunakan untuk
mengobati judi patologis. Berdasarkan penelitian yang diterbitkan sampai saat ini, ada data
untuk mendukung pengurangan judi patologis menggunakan kedua mertode yakni 12langkah Model Gamblers Anonymous dan terapi perilaku kognitif (Cognitve Behavioral
Therapy).3
2. Terapi farmakologis
Hanya sedikit yang diketahui mengenai efektivitas farmakoterapi untuk menerapi
pasien dengan judi patologis. Satu studi melaporkan bahwa 7 dari 10 pasien tidak berjudi
selama 8 minggu setelah mengonsumsi fluvoxamine. Juga terdapat laporan kasus mengenai
keberhasilan terapi dengan lithium dan clomipramine (anafranil). Jika judi disertai
gangguan depresif, mania, ansietas, atau gangguan jiwa lain, farmakoterapi dengan
antidepresan, lithium, atau agen antiansietas dapat berguna.3
o Serotonin Selective Reuptake Inhibitor (SSRI)
Seperti disebutkan sebelumnya, gangguan impuls-kontrol telah dikonseptualisasikan
sebagai gangguan- spektrum obsesif-kompulsif. Karena SSRI telah menunjukkan khasiat

17

untuk pengobatan obsesif-kompulsif atau OCDs, maka tidak mengherankan bahwa SSRI
telah dipelajari untuk judi patologis. Namun, uji coba terkontrol plasebo SSRI pada judi
patologis telah menunjukkan hasil yang beragam. Hollander dkk. Membandingkan
pemberian fluvoxamine pada 15 pasien dengan judi patologis, menunjukan pengurangan
dalam perjudian pada pasien yang diobati dengan fluvoxamine. Namun, dalam penelitian
ini ada efek substansial placebo, terutama dalam 8 minggu pertama percobaan. Sebuah uji
palsebo terkontrol kedua, percobaan fluvoxamine pada 32 pasien dengan judi patologis
juga menemukan tingkat respons placebo tinggi, dengan keseluruhan tidak ada perbedaan
antara subyek diobati dengan fluvoxamine dan mereka yang diobati dengan plasebo.
Sebuah studi oleh kelompok yang sama, membandingkan (Zoloft) dengan plasebo pada 60
pasien dengan judi patologis, ditemukan tingkat respons 74 persen pada subyek diobati
dengan sertraline, yang tidak berbeda dari tingkat respon plasebo (72 persen). Sebuah studi
yang membandingkan paroxetine (Paxil) untuk plasebo pada 45 pasien dengan judi
patologis, ditemukan penurunan signifikan lebih besar terhadap gejala perjudian pada
pasien yang diobati dengan paroxetine dibandingkan dengan pasien plasebo yang diobati di
selama minggu 6 sampai 8 dari 8 minggu percobaan. Namun, percobaan multicenter dari
paroxetine pada 76 pasien dengan judi patologis tidak menemukan perbedaan yang
signifikan dalam tingkat respons antara subjek diobati dengan paroxetine dan subyek
diobati dengan plasebo. 3
o Antagonis opiate
Karena hubungan yang menonjol antara ketergantungan alkohol dan judi patologis
(dibahas di atas) tidak mengherankan antagonis opiat, yang telah menunjukkan beberapa
keberhasilan dalam pengobatan ketergantungan alkohol, telah dicoba untuk judi patologis.
Dalam sebuah studi terkontrol placebo naltrexone pada 83 subyek dengan judi patologis,
Kim et al. menemukan peningkatan signifikan lebih besar pada subjek yang diterapi
menguunakan naltrexone dibandingkan dengan subyek yang diobati dengan plasebo. Dalam
sebuah studi multicenter dari antagonis opoit nalmefene (Revex) pada 207 pasien dengan
judi patologis, ada penurunan signifikan secara statistik dalam skor judi patologis pada
subyek yang diobati dengan nalmefene dibandingkan dengan subyek diobati dengan
18

plasebo. Singkatnya, antagonis opiat sebagai kelompok menunjukkan janji sebagai


pengobatan untuk judi patologis, bahkan dalam mata pelajaran tanpa penyalahgunaan zat
bersamaan.3
II.

ADIKSI GAME INTERNET


Kandidat yang paling mungkin untuk bergabung dengan gangguan judi sebagai

kecanduan atau adiksi perilaku saat ini adalah gangguan game internet. Individu yang
terkena menghabiskan beberapa jam setiap hari bermain video game, tipikal mereka
biasanya bermain multiplayer online role-playing games (MMORPG) seperti World of
Warcraft-dengan konsekuensi negatif yang didirikan dalam hal kinerja akademik dan
fungsi sosial.7
Perkiraan prevalensi bervariasi, namun sebuah laporan baru-baru ini telah
membentuk konsensus instrumen internasional sembilan item yang diharapkan akan
memperbaiki masalah ini. Data kognitif dan neurobiologis pada game internet tumbuh
pada tingkat yang cepat. Sebuah studi raclopride-PET klasik terdeteksi pelepasan dopamin
striatal, dan pengurangan pengikatan striatal D2 yang telah dijelaskan dalam sebuah
penelitian kecil pada laki-laki sedang dirawat karena kecanduan internet.7
Studi kognitif dan MRI fungsional telah menemukan bukti isyarat reaktivitas,
dengan gambaran perubahan sinyal di medial PFC. Sindrom ini jelas terkait dengan
impulsif sifat, dan gangguan kognitif, tindakan impulsif, mirip dengan gangguan
perjudian. Bermain video game juga berhubungan dengan gairah fisiologis substansial,
mirip dengan perjudian.Menurut Redish, dkk adiksi game internet memiliki kesamaan
dengan adiksi judi. Tindakan dalam game internet menghasilkan hasil bivalen yakni
keuntungan simbolis dan menghindari kerugian simbolis, dalam akan melakukan banyak
cara untuk mendapatkan keuntungan hasil. Selain itu, adiksi game internet juga dapat
mempengaruhi fungsi kognitif.7

BAB III
KESIMPULAN

19

Adiksi judi patologis dan adiksi game internet merupakan gangguan adiksi
non zat. Judi patologis ditandai dengan judi maladaptif yang berulang dan menetap
yang mencakup preokupasi, kebutuhan untuk berjudi; upaya berulang yang tidak
berhasil untuk mengendalikan, mengurangi atau menghentikan judi; berjudi sebagai
cara untuk melarikan diri dari masalah; berjudi untuk membalas kekalahan;
berbohong;melakukan tindakan ilegal; membahayakan atau kehilangan hubungan
baik pribadi maupun pekerjaan; dan mengandalkan orang lain untuk membayar
hutang.
Pada dasarnya, judi patologis dengan adiksi internet memiliki kesamaan
dalam hal neurobiology, serta efek gangguan tersebut terhadap fungsi kognitif
seseorang. Namun, Karena gangguan game internet masih diusulkan untuk masuk
kedalam criteria diagnostic DSM, maka studi mengenai gangguan ini masih belum
banyak dilakukan.
Pada dasarnya judi patologis dan adiksi game internet dapat diterapi dengan
psikofarmaka dan non psikofarmaka seperti terapi kelompok

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

20

1. Grant, J. et al. 2010. Introduction behavioral addictions. Am J Drug Alcohol Abuse.


2010; 36(5): p 233241
2. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Kaplan & Sadocks synopsis of
psychiatry : behavioral sciences / clinical psychiatry. 10th Edition. Lippincott
Williams & Wilkins. 2007. p. 779
3. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & sadock: buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2.
Jakarta: EGC; 2012.Tangerang, Indonesia.
4. Joutsa, J. Neurobiology Of Pathological Gambling- Brain Imaging And
Epidemiological Studies. Turun Yliopisto University Of Turku. 2012
5. Kegeles, L.S, et al. Increased synaptic dopamine function in associative regions of
the striatum in schizophrenia. Arch Gen Psychiatry. 2010. p 231-239.
6. Hommer, D.W., Bjork, J.M. & Gilman, J.M. Imaging brain response to reward in
addictive disorders. Ann N Y Acad Sci, 1216.2011. p 50-61.
7. Clark L, Disordered gambling: the evolving concept of behavioral addiction.
Department of Psychology, Centre for Gambling Research, University of British
Columbia, Vancouver, Canada. 2014
8. Pallanti, S., Haznedar, M.M., Hollander, E., Licalzi, E.M., Bernardi, S., Newmark,
R. & Buchsbaum, M.S. Basal Ganglia activity in pathological gambling: a
fluorodeoxyglucose-positron emission tomography study. Neuropsychobiology,
2010.p.132-138.
9. Goudriaan, A., et al. Brain activation patterns associated with cue reactivity and
craving in abstinent problem gamblers, heavy smokers and healthy controls: an
fMRI study. Addict Biol. 2010, p. 491-503.
10. Miedl, S. et al, Neurobiological correlates of problem gambling in a quasi-realistic
blackjack scenario as revealed by fMRI. Psychiatry Res, 2010. p.165-173.
11. Yip, S. et al, Reduced genual corpus callosal white matter integrity in pathological
gambling and its relationship to alcohol abuse or dependence. World J Biol
Psychiatry, in press,2011

21

Anda mungkin juga menyukai