Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

TATA LAKSANA DEPRESI

Pembimbing:
dr. Yaniar Mulyantini, Sp.KJ

Disusun Oleh :
Helena Galuh Proborini
1810221021

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR MINGGU
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
TATA LAKSANA DEPRESI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas


Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
RSUD Pasar Minggu

Disusun Oleh :
Helena Galuh Proborini
1810221021

Jakarta, 2 Desember 2019


Telah dibimbing dan disahkan oleh :

Pembimbing :

dr. Yaniar Mulyantini, Sp.KJ

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga tugas referat ini berhasil diselesaikan. Referat yang berjudul
“Tata Laksana Depresi” ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa, RSUD Pasar Minggu.

Bukan suatu hal yang mudah bagi penulis untuk menyelesaikan tugas referat ini
seorang diri. Karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.Yaniar Mulyantini, Sp.KJ, selaku pembimbing
yang telah banyak memberi masukan serta bimbingan demi kesempurnaan makalah
kasus ini. Begitu pula kepada rekan dokter muda atas semua dukungan dan bantuannya
dalam penyelesaian presentasi kasus ini.

Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna
perbaikan yang lebih baik. Semoga referat ini dapat bermanfaat baik bagi penulis
sendiri, pembaca maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Jakarta, 1 Desember 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................iv

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 6

Manajemen Psikiatri dalam Penatalaksanaan Depresi ..........................................6

Fase Penatalaksanaan Depresi ...............................................................................8

Farmakoterapi ........................................................................................................9

Golongan Antidepresan ...........................................................................11

Efek Samping dan Pemilihan Antidepresan ............................................14

Pengaturan Dosis Antidepresan ............................................................... 16

Terapi Lainnya ......................................................................................... 17

Psikoterapi ...........................................................................................................18

Terapi Kognitif ........................................................................................ 19

Terapi Perilaku ........................................................................................ 20

Psikoterapi Suportif .................................................................................20

Psikoterapi Psikodinamik ........................................................................21

Psikoterapi Dinamik Singkat ...................................................................21

Terapi Kelompok ..................................................................................... 21

Terapi Perkawinan ...................................................................................22

Psikoterapi Berorientasi Tilikan .............................................................. 22

BAB 3 KESIMPULAN ...................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................24

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Depresi merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup serius. World health
organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan ke-empat penyakit di
dunia.2 Depresi ditandai dengan adanya perasaan sedih, kurangnya energi dan minat,
murung, dan iritabilitas. Pasien mengalami distorsi kognitif seperti mengkritik diri sendiri,
timbul rasa bersalah, perasaan tidak berharga, kepercayaan diri menurun, pesimis, dan
putus asa. Selain itu, pasien dengan depresi juga akan mengalami gangguan tidur seperti
dulit masuk tidur atau terbangun dini hari. Nafsu makan berkurang, begitu juga dengan
gairah seksual.1,2
Ada beberapa faktor penyebab depresi, yaitu mulai dari faktor genetik sampai dengan
faktor nongenetik. Faktor genetik, ketidakseimbangan biogenik amin, gangguan
neuroendokrin, dan perubahan neurofisiologi, serta faktor psikologik seperti kehilangan
objek yang dicintai, hilangnya harga diri, serta Stresor yang terjadi pada awal
perkembangan dapat menyebabkan perubahan yang menetap dalam sistem neurobiologik
atau dapat membuat jejak pada sistem syaraf yang berfungsi merespon stresor.2
Ada beberapa bentuk penatalaksanaan depresi. Beberapa pasien membutuhkan
antidepresan. Selain dengan medikamentosa, pasien hendaklah diberikan terapi psikososial,
seperti terapi kognitif, terapi perilaku, terapi psikodinamik, dan terapi kelompok.
Tatalaksana ini dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase akut, fase lanjutan, dan fase rumatan.
Dengan kombinasi antara terapi secara medikamentosa dan terapi psikososial akan
memperlihatkan hasil yang lebih baik.1,2,3
Terapi kejang listrik dapat diberikan bila terapi obat tidak memberikan hasil, kondisi
yang membutuhkan pemulihan segera, beberapa kasus depresi psikotik, dan pasien yang
tidak mentoleransi obat. Selain itu, pemberian litium juga terbukti bermanfaat dalam
pengobatan depresi bipolar akut dan beberapa depresi unipolar. Ia cukup efektif pada
bipolar serta untuk mempertahankan remisi dan begitu pula pada beberapan pasien
unipolar. Karena itu, hendaklah penatalaksanaan ini dijalankan secara komprehensif.1,2

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Manajemen Psikiatri dalam Penatalaksanaan Depresi

Tujuan utama penatalaksanaan depresi adalah untuk mengakhiri episode depresi saat
ini. Selain itu, penatalaksanaan juga harus diarahkan pada tujuan terjaminnya keselamatan
pasien, kelengkapan evaluasi diagnostik pasien serta rencana terapi yang bukan hanya
untuk gejala, tetapi kesehatan jiwa pasien di masa yang akan datang.1,3
Untuk semua pasien dengan gangguan depresi berat, manajemen kejiwaan mencakup
satu kesatuan yang luas dari semua kemungkinan intervensi. Salah satu komponen penting
dalam manajemen ini adalah melakukan edukasi terhadap pasien dan keluarga mengenai
depresi, mendiskusikan pilihan pengobatan, intervensi, dan meningkatkan kepatuham
terhadap pengobatan tersebut.7
Psikiater harus menentukan pengaturan pengobatan yang akan paling mungkin untuk
meningkatkan keselamatan pasien serta perbaikan kondisi pasien.
Berikut akan diuraikan mengenai manajemen psikiatri, yaitu :7
a. Membangun dan memelihara kerjasama terapetik
Tahap awal dari manajemen psikiatri dimulai dengan membangun hubungan
terapetik dan kerjasama dengan pasien tanpa memperhatikan modalitas akhir yang
dipilih. Hal ini penting bagi psikiater agar lebih sensitif terhadap perasaan dan
keprihatinan pasien. Dalam keadaan tertekan, pasien sering memperlihatkan sisi
negatifnya. Mereka mungkin merasa tak memerlukan pertolongan, merasa malu
memiliki penyakit, merasa bersalah karena menjadi beban keluarga/dokter, serta
merasa jauh dengan orang lain. Beberapa pasien memiliki andil yang kuat terhadap
pilihan pengobatannya, karena itu psikiater harus mampu mengidentifikasi apa yang
diharapkan pasien tentang pengobatannya untuk kemudian mendiskusikannya
dengan pasien mengenai pilihan pengobatan yang paling efektif. Jika masalah yang
ada pada pasien dinilai sangat mengganggu, libatkan keluarga untuk berdiskusi
mengenai penyakit dan rencana pengobatan pasien.

6
b. Melengkapi pemeriksaan psikiatri
Pasien dengan gejala depresi harus dilakukan penilaian yang teliti guna
menegakkan diagnosis gangguan depresi yang berat, identifikasi gangguan psikiatri
atau kondisi medis umum yang menjadi fokus perhatian serta buat perencanaan
terapi yang komprehensif. Evaluasi ini meliputi perjalanan penyakit dan gejalanya,
termasuk gejala sebelumnya dan respon terapi yang pernah didapat sebelumnya.
Riwayat keluarga juga penting untuk melihat silsilah penyakit. Pasien dengan
riwayat keluarga (+) akan memiliki resiko atau hubungan yang lebih besar
dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan
gangguan jiwa.
c. Evaluasi keselamatan pasien
Pada tahap ini dilakukan evaluasi bunuh diri terhadap semua pasien dengan
gangguan depresi berat. Penilaian meliputi penyelidikan tentang ide bunuh diri, niat,
rencana, sarana, dan perilaku, serta identifikasi gejala psikiatri yang spesifik
(misalnya psikosis, ansietas berat, penggunaan zat) atau kondisi medis umum yang
mungkin meningkatkan resiko bunuh diri. Resiko bunuh diri ini juga harus di
monitor selama proses pengobatan berlangsung, karena variasi dalam gejala depresi
dapat dikaitkan dengan resiko bunuh diri yang berfluktuasi.
d. Menetapkan pengaturan yang sesuai untuk pengobatan
Psikiater harus menentukan terapi yang tepat setelah melakukan evaluasi
terhadap kondisi klinis pasien, termasuk gejala yang berat, kondisi penyerta, tingkat
fungsional, dan dukungan keluarga. Pasien dengan resiko bunuh diri atau memiliki
ide membunuh memerlukan pemantauan yang ketat. Sehingga pasien disarankan
untuk melakukan rawat inap.
e. Evaluasi gangguan fungsional dan kualitas hidup
Gangguan depresi yang berat dapat mengubah fungsional pada berbagai segi
kehidupan termasuk kerja, sekolah, keluarga, hubungan sosial, aktivitas di waktu
luang, atau pemeliharaan kesehatan dan kebersihan. Psikiater harus melakukan
evaluasi terhadap aktivitas pasien.

7
f. Mengkoordinasikan perawatan pasien dengan dokter lain
Koordinasi ini mungkin dibutuhkan oleh beberapa pasien dengan gangguan
depresi berat. Jika lebih dari satu dokter yang dibutuhkan dalam sebuah pengobatan,
maka semua dokter harus memiliki kontak yang cukup dengan pasien dan dokter
lainnya untuk memastikan bahwa koordinasi berjalan dengan baik.
g. Pantau status psikiatri pasien
Respon pasien terhadap pengobatan harus dipantau secara hati-hati. Pantau
juga kondisi medis umum lain yang juga penting dalam perkembangan pengobatan.
h. Mengintegrasikan pengukuran dengan manajemen psikiatri
Menyesuaikan rencana terapi yang cocok dengan pasien yang membutuhkan
penilaian secara hati-hati dan sistematis dari jenis, frekuensi, dan besarnya gejala
psikiatri sejalan dengan keuntungan terapi dan efek sampingnya selama ini.
i. Meningkatkan kepatuhan pengobatan
Psikiater harus menilai dan mengetahui hal-hal yang berpotensi mengurangi
kepatuhan pengobatan pasien (misalnya dukungan, rasa pesimis, efek samping
pengobatan, masalah hubungan terapetik, ekonomi atau penghalang dari sisi
kebudayaan), dan bekerjasama dengan pasien untuk mengurangi dampak dari
pengalang tersebut.
j. Memberikan edukasi pada pasien dan keluarga
Edukasi mengenai gejala dan pengobatan dari gangguan depresi berat harus
diberikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien. Kesalahan persepsi
mengenai antidepresan harus diklarifikasi.

II.2 Fase Penatalaksanaan Depresi


Secara umum, penatalaksanaan depresi dapat dibagi menjadi 3 fase berkelanjutan,
yaitu sebagai berikut:
a. Fase akut
Dimulai dari keputusan untuk terapi dan berakhir dengan remisi. Skala
penentuan beratnya depresi (HAM-D dan MADRS) dapat membantu menegakkan
beratnya penyakit dan perbaikan gejala. Target pengobatan pada fase akut

8
tercapainya respon atau remisi (lebih baik). Lama terapi pada fase akut 2-6 minggu.3
Adapun indikasi untuk rawat inap di rumah sakit adalah:1,3
- Kebutuhan untuk prosedur diagnostik
- Risiko untuk bunuh diri dan melakukan pembunuhan
- Berkurangnya kemampuan pasien secara menyeluruh untuk asupan makanan
dan tempat perlindungan
- Cepatnya perburukan gejala
- Riwayat gejala berulang dan hilangnya sistem dukungan terhadap pasien
- Tanda klinis yang tidak terlalu kuat sebagai bahan pertimbangan adalah
penurunan berat badan, perbaikan minimal dari insomnia, sistem pendukung
pasien harus kuat, tidak terlalu mencampuri maupun menjauhi pasien. Tiap
perubahan yang kurang baik pada gejala atau tingkah laku atau sikap pasien
merupakan tanda rawat inap.
Kombinasi terapi psikososial dan farmakoterapi memberikan hasil yang baik.
Untuk kasus ringan terapi psikososial saja juga memberikan hasil yang baik.
b. Fase lanjutan
Tujuan pengobatan pada fase ini adalah tercapainya remisi dan mencegah
relaps. Remisi yaitu bila HAM-D ≤ 7 atau MADRS ≤ 8, bertahan paling sedikit 3
minggu. Dosis obat sama dengan fase akut.
c. Fase rumatan
Tujuan pengobatan pada fase ini adalah mencegah rekurensi. Hal yang perlu
dipertimbangkan adalah resiko kekambuhan, biaya, dan keuntungan perpanjangan
terapi. Pasien yang telah 3 kali atau lebih mengalami episode depresi atau dua
episode depresi berat dipertimbangkan terapi pemeliharaan jangka panjang.
Antidepresan yang telah berhasil mencapai remisi dilanjutkan dengan dosis yang
sama selama masa pemeliharaan.

9
Tabel 1. Rekomendasi modalitas pengobatan fase akut gangguan depresi berat
Tingkat Modalitas
Keparahan farmakoterapi psikoterapi Farmakoterapi ECT
penyakit + psikoterapi
Ringan – sedang Ya Ya Berguna untuk Ya, untuk
pasien dengan pasien
masalah tertentu
psikososial dan
interpersonal,
konflik psikis
dan gangguan
axis II
Berat tanpa gejala Ya Tidak Ya Ya
psikotik
Berat dengan gejala Ya, kombinasi Tidak Ya, kombinasi Ya
psikotik antidepresan antidepresan dan
dan antipsikotik
antipsikotik

II.3 Farmakoterapi
Sebagian besar penderita membutuhkan antidepresan (70-80% pasien berespon
terhadap antidepresan), walaupun yang mempresipitasi terjadinya depresi jelas terlihat atau
dapat diidentifikasi.2,5 Prinsip indikasi untuk antidepresi terutama adalah episode depresi
berat. Gejala pertama yang menjadi pegangan adalah sulit tidur dan gangguan pola makan.
Gejala lainnya adalah mengamuk, cemas, dan rasa putus asa. Target gejala lainnya
termasuk energi menurun, kurang konsentrasi, tidak berdaya, dan menurunnya libido.1,2
Penatalaksanaan dengan pengobatan antidepresan sebaiknya fokus pada ujicoba
berbagai jenis obat antidepresan secara penuh dan wajar dari kelas yang berbeda. Sasaran
dari pengobatan antidepressan pada jangka pendek adalah respon terhadap obat, dan jangka

10
panjang adalah remisi.5
Mulailah dengan SSRI, merupakan antidepresan terbaru. Bila tak ada hasil
pertimbangkan pemberian antidepresan trisiklik, atau MAOI (terutama pada depresi
“atipikal” atau kombinasi beberapa obat yang efektif apabila obat pertama tak berhasil).
Harus hati-hati dengan efek samping dan harus sadar bahwa antidepresan dapat
mempresipitasi episode manik pada bebrerapa pasien bipolar (10% dengan TCA, dengan
SSRI lebih rendah, namun konsep tentang “presipitasi manik” masih diperdebatkan).
Pada pemberian antidepresan, obat baru memperlihatkan efek antidepresan yang
optimal dalam 3 sampai 4 minggu. Timbulnya efek samping menunjukkan obat bekerja.
Sebagai contoh, beberapa pasien meminum antidepresan golongan SSRIs menjadi gelisah,
mual, muntah sebelum ada penurunan gejala. Efek samping berkurang seiring berjalannya
waktu.1
Jika pasien tidak memberikan respon terhadap dosis yang sesuai setelah 3-4 minggu,
dokter dapat memutuskan untuk melakukan tes konsentrasi plasma dari obat jika tes
tersedia untuk obat yang digunakan.1
Setelah sembuh dari episode depresi pertama, obat dipertahankan untuk beberapa
bulan, kemudian diturunkan. Terapi ini dipertahankan setidaknya selama 6 bulan atau
sesuai lamanya pengobatam pada episode sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan
terapi profilaksis dengan antidepresan, efektif mengurangi jumlah dan keparahan tiap
kekambuhan. Beberapa pasien membutuhkan obat pemeliharaan untuk episode jangka
panjang. Antidepresan saja (tunggal) tidak dapat mengobati depresi.1,2

II.3.1 Golongan Antidepresan


Terdapat beberapa golongan antidepresan yang dikenal secara umum, yaitu
dijabarkan sebagai berikut:1-6
a. Trisiklik / tricyclic antidepressants (TCA)
Misalnya: amitriptylin, imipramine, clomipramine, tianeptine. Merupakan
antidepresan yang umum digunakan untuk kasus depresi berat. Mekanisme kerja
trisiklik mengatur penggunaan neurotransmiter norepinefrin dan serotonin pada otak.
Trisiklik aman dan efektif dalam pengobatan penyakit depresi akut dan jangka

11
panjang. Obat ini menyebabkan sedasi dan efek samping antikolinergik, seperti
mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urine, hipotensi ortostatik,
kebingungan sementara, takikardia, dan fotosensitivitas. Efek samping toksik
termasuk kebingungan, konsentrai buruk, halusinasi, delirium, kejang, depresi
pernafasan, takikardia, bradikardia, dan koma.
Trisiklik mudah diabsorbsi peroral dan karena bersifat lipofilik, tersebar luas
dan mudah masuk SSP. Pelarutan lipid ini juga menyebabkan obat mempunyai
waktu paruh panjang, misalnya 4-17 jam untuk imipramin. Akibat berbagai variasi
metabolisme first pass pada hati, trisiklik mempunyai ketersediaan hayati yang
rendah dan tidak tetap. Karena itu, respons pasien digunakan untuk menetapkan
dosis. Periode pengobatan awal biasanya 4-8 minggu. Dosis dapat dikurangi perlahan
kecuali bila terjadi relaps. Obat-obat ini dimetabolisme oleh sistem mikrosomal hati
dan dikonjugasi dengan asam glukuronat. Akhirnya trisiklik dikeluarkan sebagai
metabolit non-aktif melalui ginjal.9
b. Tetrasiklik / tetracyclic antidepressants (TeCA)
Misalnya: maproptiline, mianserin, amoxapine. Merupakan golongan
tetrasiklik. Mekanisme kerja sama dengan trisiklik.
c. MAOI-reversible (reversible inhibitor of monoamine oxydase – A)
Misalnya: maclobemide. Monoamin oksidase merupakan suatu sistem enzim
kompleks yang terdistribusi luas dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi amin
biogenik, seperti norepinefrin, epinefrin, dopamine, serotonin. MAOI menghambat
sistem enzim ini, sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi amin endogen.
Ada dua tipe MAO yang telah teridentifikasi, yaitu MAO-A dan MAO-B.
Kedua enzim ini memiliki substrat yang berbeda serta perbedaan dalam sensitivitas
terhadap inhibitor. MAO-A cenderungan memiliki aktivitas deaminasi epinefrin,
norepinefrin, dan serotonin, sedangkan MAO-B memetabolisme benzilamin dan
fenetilamin. Dopamin dan tiramin dimetabolisme oleh kedua isoenzim. Pada jaringan
syaraf, sistem enzim ini mengatur dekomposisi metabolik katekolamin dan serotonin.
MAOI hepatic menginaktivasi monoamin yang bersirkulasi atau yang masuk melalui
saluran cerna ke dalam sirkulasi portal (misalnya tiramin).

12
Semua MAOI nonselektif yang digunakan sebagai antidepresan merupakan
inhibitor ireversibel, sehingga dibutuhkan sampai 2 minggu untuk mengembalikan
metabolisme amin normal setelah penghentian obat. Hasil studi juga
mengindikasikan bahwa terapi MAOI kronik menyebabkan penurunan jumlah
reseptor (down regulation) adrenergik dan serotoninergik.
Secara umum, MAOI diindikasikan pada penderita dengan depresi atipikal
(eksogen) dan pada beberapa penderita yang tidak berespon terhadap terapi
antidpresif lainnya. MAOI jarang dipakai sebagai obat pilihan.
d. SSRIs (selective serotonin reuptake inhibitors)
Misalnya: sertraline, paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine, duloxetine,
citalopram. Saat ini, SSRI (Selective Serotonin-Reuptake Inhibitor) secara umum
diterima sebagai obat lini pertama. SSRI atau inhibitor ambilan kembali serotonin
selektif merupakan grup kimia antidepresan baru yang khas, hanya mengambil
ambilan serotonin secara spesifik. Dibanding dengan antidepresan trisiklik, SSRI
menyebabkan efek antikolinergik lebih kecil dan kardiotoksisitas lebih rendah.
Namun demikian, SSRI harus digunakan secara seksama sampai nanti setelah efek
jangka panjang diketahui.
SSRI menyebabkan peningkatan serotonin ekstraseluler yang pada awalnya
mengaktivasi autoreseptor, suatu aktivitas yang menghambat pelepaan serotonin dan
menurunkan serotonin ekstraseluler ke kadar sebelumnya. Akan tetapi, dengan terapi
kronis, autoreseptor inhibisi mendesensitisasi dan selanjutnya terdapat penigkatan
yang menetap pada pelepasan serotonin otak depan yang menyebabkan efek
terapeutik.
Resorpsinya dari usus baik, makanan menurunkan kecepatannya tetapi jumlah
totalnya tidak dipengaruhi. Fluoksetin dalam terapi terdapat sebagai campuran R dan
enantiomer S yang lebih aktif. Kedua senyawa mengalami demetilasi menjadi
metabolit aktif, norfluoksetin. Fluoksetin dan Norfluoksetin dikeluarkan secara
lambat dari tubuh dengan waktu paruh 1 sampai 10 hari untuk senyawa asli dan 3-30
hari untuk metabolit aktif. Dosis terapi fluoksetin diberikan secara oral dan
konsentrasi plasma yang mantap tercapai setelah beberapa minggu pengobatan.

13
Fluoksetin merupakan inhibitor kuat untuk isoenzim sitokrom P-450 hati yang
berfungsi untuk eliminasi obat antidepresan trisiklik, obat neuroleptika dan beberapa
obat antiaritmia dan antagonis β- adrenergik.Pada hewan,S-norfluoksetin sangat kuat
dan merupakan inhibitor selektif ambilan serotonin dan pada dasarnya sama dengan
R- atau S- fluoksetin. R-Norfluoksetin kurang poten untuk obat yang menghambat
ambilan serotonin. Catatan : Kira-kira 7% kulit putih tidak mempunyai enzim P-450
dan karenanya metabolisme fluoksetin sangat lambat
e. Obat Antidepresan Atypical
Misalnya: trazodone, mirtazapine, venlafaxine. Antidepresan golongan ini
biasanya digunakan bila respon terhadap SSRI tidak adekuat.

II.3.2 Efek Samping dan Pemilihan Antidepresan

Efek samping yang tidak berat (tergantung daya toleransi dari penderita) biasanya
berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan dosis yang sama.6 Pada keadaan
overdosis/intoksikasi trisiklik dapat timbul ”atropine toxic syndrome” dengan gejala
eksitasi SSP, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, toxic confusional state.6 Pada dasarnya
semua obat antidepresi memiliki efek primer yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan
terutama pada efek sekunder (efek samping).6
Pemilihan obat di atas tergantung pada toleransi pasien terhadap efek samping dan
penyesuaian efek samping terhadap kondisi pasien (usia, penyakit tertentu, jenis depresi).6

Mengingat profil efek sampingnya, untuk penggunaan pada depresi ringan dan
sedang yang datang berobat jalan pada fasilitas pelayanan kesehatan umum, pemilihan obat
antidepresi sebaiknya mengikuti urutan (step care) sebagai berikut:
Step 1 : Golongan SSRI (fluoxetine, sertraline, dll)
Step 2 : Golongan Trisiklik (Amitriptyline, dll)
Step 3 : Golongan Tetrasiklik (Maproptiline, dll)
Golongan atypical (Trazodone, dll)
Golongan MAOI reversibel (Moclobemide).

14
Tabel 2. Efek samping antidepresan

Nama obat Antikolinergik Sedasi Hipotensi ort Ket


Amitriptyline +++ +++ +++ +++ = berat
Imipramine +++ ++ ++ ++ = sedang
Clomipramine ++ ++ ++ + = ringan
Trazodone + +++ + +/- = tidak
Mirtazapine + +++ + ada/minimal
Maproptiline + ++ + sekali
Mianserine + ++ +
Amoxapine + + ++
Tianeptine +/- +/- +/-
Moclobemide +/- +/- +
Sertraline +/- +/- +/-
Paroxetine +/- +/- +/-
Fluoxamine +/- +/- +/-
Fluoxetine +/- +/- +/-
Citalopram +/- +/- +/-

Pertama-tama menggunakan golongan SSRI yang efek sampingnya sangat minimal


(meningkatkan kepatuhan minum obat, bisa digunakan pada berbagai kondisi medis),
spektrum antidepresan luas dan gejala putus obat sangat minimal, serta “lethal dose” yang
tinggi relatif aman.6
Bila telah diberikan dengan dosis yang adekuat dalam jangka waktu yang cukup
(sekitar 3 bulan) tidak efektif, dapat beralih ke pilihan kedua, golongan trisiklik yang
spektru antidepresannya juga luas tetapi efek sampingnya relatif berat.6
Bila pilihan kedua belum berhasil, dapat beralih pada pilihan ketiga dengan spektrum
antidepresan yang lebih sempit tetapi efek samping lebih ringan dibandingkan trisiklik,
yang teringan adalah MAOI-reversible.6
Disamping itu juga dipertimbangkan bahwa pergantian SSRI ke MAOI atau
sebaliknya membutuhkan waktu 2-4 minggu istirahat untuk “washout period” guna

15
mencegah timbulnya “serotonine malignant syndrome”.6

II.3.3 Pengaturan Dosis Antidepresan


Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan: onset efek primer (sekitar 2-4
minggu), onset efek sekunder (sekitar 12-24 jam) dan waktu paruh : 12-48 jam (pemberian
1-2x/hari). Terdapat 5 proses dalam pengaturan dosis, yaitu:
a. Initiating dosage (test dose)
Untuk mencapai dosis anjuran selama minggu pertama.
Misalnya Amitriptyline: 25 mg/h = hari 1 dan 2
50 mg/h = hari 3 dan 4
100/h = hari 5 dan 6
b. Titrating dosage (optimal dose)
Mulai dosis anjuran sampai dosis efektif.
Misalnya Amitriptyline 150 mg/h = hari 7 s/d 14 (minggu II)
Minggu III = 200 mg/h
Minggu IV = 300 mg/h
c. Stabilizing dosage (stabilization dose)
Dosis optimal yang yang dipertahankan selama 2-3 bulan. Misalnya amitriptyline
300 mg/h, dosis optimal dipertahankan 2-3 bulan, kemudian diturunkan sampai dosis
pemeliharaan.
d. Maintaining dosage (maintenance dose)
Selama 3-6 bulan. Biasanya dosis pemeliharaan adalah setengah dosis optimal.
Misalnya Amitriptyline 150 mg/h salama 3-6 bulan.
e. Tapering dosage (tapering dose)
Selama 1 bulan. Kebalikan dari initiating dose. Misalnya Amitriptyline 150 mg/h 
100 mg/h (1 minggu)  75 mg/hr (1 minggu)  50 mg/h (1 minggu)  25 mg/h (1
minggu)
Dengan konsep seperti di atas, maka obat antidepresan dapat diberhentikan total.
Kalau kemudian sindrom depresi kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan
seterusnya. Pada dosis pemeliharaan disarankan dosis tunggal pada malam hari untuk

16
golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan SSRI dosis tunggal pada pagi hari
setelah sarapan pagi.6

Tabel 3. Dosis anjuran antidepresan


Nama obat Dosis Anjuran
Amitriptyline 75 – 150 mg/h
Imipramine 75 – 150 mg/h
Clomipramine 75 – 150 mg/h
Trazodone 100 – 200 mg/h
Mirtazapine 15 – 45 mg/h
Maproptiline 75 – 150 mg/h
Mianserine 30 – 60 mg/h
Amoxapine 200 – 300 mg/h
Tianeptine 25 – 50 mg/h
Moclobemide 300 – 600 mg/h
Sertraline 50 – 100 mg/h
Paroxetine 20 – 40 mg/h
Fluoxamine 50 – 100 mg/h
Fluoxetine 20 – 40 mg/h
Citalopram 20 – 60 mg/h

II.3.4 Terapi Lainnya


a. Lithium
Bermanfaat dalam pengobatan depresi bipolar akut dan beberapa depresi
unipolar. Ia cukup efektif pada bipolar serta untuk mempertahankan remisi dan
begitu pula pada beberapan pasien unipolar.
Jika obat antidepresan pertama telah digunakan dengan adekuat dan sesuai dan
dokter yakin konsentrasi plasma telah diperboleh namun gejala belum menunjukkan
perbaikan yang memuaskan, maka dapat diambil tindakan untuk menambahkan obat
dengan lithium, liothyronine atau L-triptofan atau ganti dengan obat primer
alternatif.

17
Litium (900-1200 mg per hari, kadar serum antar 0,6-0,8 mEq/L) dapat di
tambah pada dosis anti depresan selama 7 hari-14 hari. Mekanisme kerjanya tidak
diketahui walaupun litium dapat meningkatkan potensi sistem neoronal
serotonergik.1
Liotironin  penambahan 25 hingga 50 mg perhari pada regimen antidepresan
selama 7 samapai 14 hari. Mekanisme kerja penanbahan liotironin tidak diketahui,
walaupun diduga terdapat modulasi reseptor β adrenergik dan adanya kelainan aksis
tiroid yang terdeteksi pada gangguan depresi berat. Jika penambahan liotironin
berhasil, liotironin harus diteruskan selama 2 bulan dan kemudian diturunkan dengan
laju 12,5 mg perhari selama 3-7 hari.1
b. Antikonvulsan
Terlihat juga sama baiknya dengan litium untuk mengobati kondisi akut,
meskipun kjurang efektif untuk pemeliharaan. Antidperesan dan lithium dapat
dimulai secara bersama-sama dan lithium diteruskan setelah remisi. Psikotik,
paranoid atau pasien sangat agitasi membutuhkan antipsikotik, tunggal atau bersama-
sama dengan antidpresan, lithium, antipsikotik atipik juga terlihat efektif.1,2
c. Terapi kejang listrik (TKL)
TKL mungkin merupakan menjadi terapi pilihan pada depresi bila dalam
keadaan berikut:1,2,7
- Obat tidak berhasil
- Kondisi pasien menuntut remisi segera (misalnya; bunuh diri yang akut)
- Pada beberapa depresi psikotik
- Pada beberapa pasien yang tak dapat mentoleransi obat (misalnya pasien tua
yang berpenyakit jantung). Lebih dari 90% pasien memberikan respon.

II.4 Psikoterapi
Psikoterapi yaitu terapi yang digunakan untuk menghilangkan keluhan- keluhan dan
mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptif. Terapi ini
dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan yang profesional antara terapis dan
pasien.1,2

18
Psikoterapi dapat diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan sesuai dengan
gangguan psikologik yang mendasarinya. Beberapa hal dapat menjadi pertimbangan untuk
pemilihan jenis psikoterapi yang diindikasikan. Beberapa pasien dan klinisi meyakini
manfaat intervensi psikoterapi tetapi ada pula yang sebaliknya yaitu tidak percaya dengan
psikoterapi. Berdasarkan ini, keputusan untuk melakukan psikoterapi sangat dipengaruhi
oleh penilaian dokter maupun pasiennya.1-3

II.4.1 Terapi Kognitif


Ada dugaan bahwa penderita depresi adalah orang yang “belajar menjadi tak
berdaya”. Depresi diterapi dengan memberikan pasien latihan keterampilan dan
memberikan pengalaman-pengalaman tentang kesuksesan.
Terapi ini bertujuan untuk menghilangkan simptom depresi melalui usaha yang
sistematis yaitu merubah cara pikir maladaptif dan otomatik pada pasien- pasien depresi.
Dasar pendekatannya adalah suatu asumsi bahwa kepercayaan- kepercayaan yang
mengalami distorsi tentang diri sendiri, dunia, dan masa depan dapat menyebabkan
depresi. Pasien harus menyadari cara berpikirnya yang salah. Kemudian ia harus belajar
cara merespon cara pikir yang salah tersebut dengan cara yang lebih adaptif. Dari
perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran
negatif dan harapan-harapan negatif. Cara ini dipraktikkan di luar sesi terapi dan ini
menjadi modal utama dalam merubah gejala.1-3,7 Terapi ini berlangsung lebih kurang 12-16
sesi. Ada 3 fase, yaitu :2
1. Fase awal (sesi 1-4)
Membentuk hubungan terapetik dengan pasien. Mengajarkan pasien tentang bentuk
kognitif yang salah dan pengaruhnya terhadap emosi dan dan fisik. Menentukan
tujuan terapi. Mengajarkan pasien untuk mengevaluasi pikiran-pikirannya yang
otomatis.
2. Fase pertengahan (sesi 5-12)
Merubah secara berangsur-angsur kepercayaan yang salah. Membantu pasien
mengenal akar kepercayaan diri. Pasien dimintamempraktikkan keterampilan
berespon terhadap hal-hal yang depresogenik dan memodifikasinya.

19
3. Fase akhir (sesi 13-16)
Menyiapkan pasien untuk terminasi dan memprediksi situasi beresiko tinggi yang
relevan untuk terjadinya kekambuhan dan mengkonsolidasikan pembelajaran melalui
tugas-tugas terapi sendiri.

II.4.2 Terapi Perilaku


Intervensi perilaku terutama efektif untuk pasien yang menarik diri dari sosial dan
anhedonia. Terapi ini sering digunakan bersama-sama dengan terapi kognitif. Tujuan terapi
perilaku adalah meningkatkan aktivitas pasien, mengikutkan pasien dalam tugas-tugas
yang dapat meningkatkan perasaan yang menyenangkan.2,8

Didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif mengakibatkan seseorang


menerima sedikit umpan balik positif dan mungkin sakaligus penolakan dari masyarakat.
Dengan memusatkan perhatian pada perilaku maladatif didalam terapi, pasien belajar
berfungsi didalam dunia sedemikian rupa hingga mereka memperoleh dorongan positif.
Data yang ada sampai saat ini menunjukkan bahwa terapi perilaku dalah terapi yang efektif
untuk gangguan depresi berat.1
1. Fase awal
Pasien diminta untuk memantau aktivitas mereka, menilai derajat kesulitan
aktivitasnya, serta kepuasan terhadap aktivitasnya, serta kepuasan terhadap
aktivitasnya. Pasien diminta untuk melakukan sejumlah aktivitas yang
menyenangkan. Latihan keterampilan sosial, asertif, dapat meningkatkan hubungan
interpersonal dan dapat menurunkan interaksi submisif.
2. Fase akhir
Fokus berpindah ke latihan mengontrol diri dan pemecahan masalah. Diharapkan
ilmu yang didapat di dalam terapi dapat digeneralisasi dan dipertahankan dalam
lingkungan pasien sendiri.

II.4.3 Psikoterapi suportif


Psikoterapi ini hampir selalu diindikasikan. Memberikan kehangatan, empati,
pengertian, dan optimistik. Bantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan emosinya
dan bantu untuk ventilasi. Mengidentifikasi faktor- faktor presipitasi dan membantu

20
mengoreksi. Bantu memecahkan problem eksternal (misalnya masalah pekerjaan, rumah
tangga). Latih pasien untuk mengenal tanda-tanda dekompensasi yang akan datang. Temui
pasien sesering mungkin (mula-mula 1-3 kali perminggu) dan secara teratur, tetapi jangan
sampai tidak berakhir atau selamanya. Kenalilah bahwa beberapa pasien depresi sangat
memprovokasi kemarahan terapis (melalui kemarahan, hostilitas, dan tuntutan yang tak
masuk akal, dll).1-3
II.4.4 Psikoterapi psikodinamik
Dasar terapi ini adalah teori psikodinamik, ayitu kerentanan psikologik terjadi akibat
konflik perkembangan yang tak selesai. Terapi ini dilakukan dalam periode jangka
panjang. Perhatian pada terapi ini adalah defisit psikologik yang menyeluruh yang diduga
mendasari gangguan depresi. Misalnya problem yang berkaitan dengan rasa bersalah, rasa
rendah diri, berkaitan dengan pengalaman yang memalukan, pengaturan emosi yang buruk,
defisit interpersonal akibat tak adekuatnya hubungan dengan keluarga.2

II.4.5 Psikoterapi dinamik singkat (brief dynamicpsychotherapy)


Sesinya berlangsung lebih pendek. Tujuannya menciptakan lingkungan yang aman
buat pasien. Pasien dapat mengenal materi konfliknya dan dapat mengekspresikannya.

II.4.6 Terapi kelompok


Tidak ada bentuk terapi kelompok yang spesifik. Ada bebrapa keuntungan terapi
kelompok, yaitu :
- Biaya lebih murah
- Ada destigmatisasi dalam memandang orang lain dengan problem yang sama
- Memberikan kesempatan untuk memainkan peran dan mempraktikkan keterampilan
perilaku interpersonal yang baru
- Membantu pasien dalam mengaplikasikan keterampilan baru
Terapi kelompok sangat efektif untuk terapi jangka pendek pasien rawat jalan. Ia
juga lebih efektif untuk depresi ringan. Untuk depresi yang lebih berat, terapi individu
lebih efektif.1-3,8

21
II.4.7 Terapi perkawinan
Problem perkawinan dan keluarga sering menyertai depresi. Ia dapat mempengaruhi
penyembuhan fisik. Oleh karena itu, perbaikan hubungan perkawinan merupakan hal
penting dalam terapi.2

II.4.8 Psikoterapi berorientasi tilikan


Jangka terapi cukup lama, berguna pada pasien depresi minor kronik tertentu dan
beberapa pasien dengan depresi mayor yang mengalami remisi tetapi mempunyai konflik.2

22
BAB III
KESIMPULAN

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak
berdaya, serta bunuh diri.
Tujuan utama penatalaksanaan depresi adalah untuk mengakhiri episode depresi saat
ini. Selain itu, penatalaksanaan juga harus diarahkan pada tujuan terjaminnya keselamatan
pasien, kelengkapan evaluasi diagnostik pasien serta rencana terapi yang bukan hanya
untuk gejala, tetapi kesehatan jiwa pasien di masa yang akan datang.
Pada dasarnya semua obat antidepresi memiliki efek primer yang sama pada dosis
ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping). Mengingat profil efek
sampingnya, untuk penggunaan pada depresi ringan dan sedang yang datang berobat jalan
pada fasilitas pelayanan kesehatan umum, pemilihan obat antidepresi sebaiknya mengikuti
urutan (step care) sebagai berikut:
Step 1 : Golongan SSRI (fluoxetine, sertraline, dll)
Step 2 : Golongan Trisiklik (Amitriptyline, dll)
Step 3 : Golongan Tetrasiklik (Maproptiline, dll)
Golongan atypical (Trazodone, dll)
Golongan MAOI reversibel (Moclobemide).
Selain dengan farmakoterapi bisa juga dikombinasi dengan psikoterapi. Psikoterapi
yaitu terapi yang digunakan untuk menghilangkan keluhan-keluhan dan mencegah
kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku maladaptif. Terapi ini dilakukan
dengan jalan pembentukan hubungan yang profesional antara terapis dan pasien.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan perilaku
psikiatri klinis. Jilid 1. Jakarta: Bina rupa aksa publisher; 2016.

2. Amir, Nurmiati. Depresi – Aspek neurobiologi – Diagnosis dan tatalaksana.


Jakarta: Balai Penerbit; 2005.

3. Amir, Nurmiati, dkk. Pedoman nasional pelayanan kedokteran jiwa. Jakarta: PP


PDSKJI; 2012.

4. Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Cetakan ke-1. Jakarta: Bagian ilmu
kedokteran jiwa FK unika atma jaya; 2013.

5. Ghaemi, S Nassir. Practical guides in psychiatry mood disorder. Philadelphia:


Lippincott williams and wilkins; 2003

6. Maslim R. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik. Edisi ketiga.


Jakarta: Bagian ilmu kedokteran jiwa FK unika atma jaya; 2007

7. Alan J, dkk. Practice guideline for the treatment of patients with major deppressive
disorder. 3rd edition. American psychiatric association; 2010

8. Therapy, Medication, and Lifestyle Changes That Can Help Depression.


www.helpguide.org

9. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 2. Jakarta : Salemba


Medik; 2015

24

Anda mungkin juga menyukai