Disusun Oleh :
Sendang Tri Winayu
1102018229
Pembimbing :
Kombes Pol dr. Karjana, Sp.KJ
dr. Henny Riana, Sp.KJ (K)
dr. Witri Nurhadiningsih, Sp.KJ
dr. Esther Margaritha Livida Sinsuw, Sp.KJ
dr. Hening Madonna, Sp.KJ
REFERAT
Disusun Oleh:
Sendang Tri Winayu
1102018229
Pembimbing:
Kombes Pol dr. Karjana, Sp.KJ
dr. Henny Riana, Sp.KJ (K)
dr. Witri Nurhadiningsih, Sp.KJ
dr. Esther Margaritha Livida Sinsuw, Sp.KJ
dr. Hening Madonna, Sp.KJ
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
berkat rahmat dan karunianya, sehingga status ujian ini berhasil diselesaikan.
Referat ini adalah salah satu bagian dari syarat dalam mengikuti kepaniteraan
klinik pendidikan Profesi Dokter di SMF Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara
TK. I Raden Said Sukanto.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Kombes Pol dr. Karjana, Sp.KJ, dr.
Henny Riana, Sp.KJ (K), dr. Witri Nurhadiningsih, Sp.KJ, dr. Esther Margaritha
Livida Sinsuw, Sp.KJ, dan dr. Hening Madonna, Sp.KJ selaku pembimbing yang
telah membimbing dan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran sehingga laporan
kasus ini dapat tersusun dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada staf Pendidikan Profesi Dokter YARSI, seluruh dokter
psikiatri dan staf di RS Bhayangkara Tk. I Raden Said Sukanto sehingga
kepaniteraan klinik dapat berjalan dengan baik.
Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat dalam rangka
menambah pengetahuan dan wawasan. Penulis menyadari bahwa penulisan
laporan kasus ini masih terdapat kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu,
dibutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam rangka
penyempurnaan laporan kasus ini. Demikian yang dapat penulis sampaikan,
semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk pembaca.
Jakarta, 01 Juli
2022
Sendang Tri
Winayu
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................4
BAB 3 KESIMPULAN......................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................46
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
Agresivitas pada pasien-pasien dengan gangguan jiwa juga merupakan
masalah yang besar, baik ketika berada di masyarakat maupun di institusi rumah
sakit. Data epidemiologi menunjukkan bahwa perilaku agresivitas lebih sering
terjadi di antara individu dengan gangguan psikotik, terutama ketika mereka
memiliki waham curiga dan halusinasi ataupun komorbid dengan gangguan
penggunaan zat. Individu-individu agresif dengan ancaman verbal yang sangat
sering dan tidak dapat diprediksi, melempar benda-benda, merusak perabot dan
jendela, serta menyerang secara fisik cenderung menghuni bangsal psikiatrik
dalam jangka waktu lama.2
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
Kekambuhan ditunjukkan oleh perpindahan polaritas dari episode atau
terdapatnya interval diantara episode-episode paling sedikit 2 bulan tanpa
adanya gejala atau episode sempurna.10
Menurut PPDGJ III, gangguan afektif bipolar adalah suatu gangguan
suasana perasaan yang ditandai oleh adanya episode berulang (sekurang-
kurangnya dua episode) dimana afek 3 pasien dan tingkat aktivitas jelas
terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai
penambahan energi dan aktivitas (manik atau hipomanik), dan pada waktu lain
berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi).
Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders-Text Revision edisi ke-5 (DSM-V-TR) adalah gangguan mood yang
terdiri dari paling sedikit satu episode manik, hipomanik atau campuran yang
biasanya disertai dengan adanya riwayat episode depresi mayor.
Gangguan bipolar menurut and Statistical Manual of Mental Disorders-5
(DSM-5) merupakan gangguan yang tersifat berulang (sekurang-kurangnya dua
episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada
waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan
aktivitas (manik atau hipomanik), dan pada waktu lain berupa penurunan afek
disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). 11
Seks
7
laki. Perempuan juga memiliki angka yang lebih tinggi untuk terjadinya siklus
cepat, yaitu mengalami empat atau lebih episode manik dalam waktu 1 tahun.7
Usia
Awitan gangguan bipolar I terjadi pada usia dini. Awitan usia berkisar dari masa
kanak-kanak (5-6 tahun) sampai 50 tahun atau ada juga pada usia lebih tua
namun jarang. Usia rata-rata saat terjadinya awitan pada usia 30 tahun.7
1. Faktor Genetik
8
jika mereka dibesarkan di rumah dengan orang tua angkat yang tidak
terpengaruh.
2. Faktor Biokimia
9
meregulasi ekspresi protein pendamping kalsium, GRP 78, yang
mungkin menjadi salah satu mekanisme utamanya perlindungan selular.
3. Faktor Neurofisiologis
4. Faktor Psikodinamik
5. Kelainan Tidur
Insomnia inisial dan terminal, sering terbangun, hipersomnia adalah
gejala yang klasik dan lazim pada depresi dan penurunan kebutuhan tidur
merupakan gejala klasik insomnia. Para peneliti telah lama mengenali
10
bahwa EEG pada banyak pasien dengan depresi mengalami kelainan.
Kelainan yang lazim adalah awitan tidur yang tertunda, pemendekan
latensi Rapid Eye Movement (REM), peningkatan lama periode REM
pertama, serta tidur delta abnormal.
Terdapat dua pola gejala dasar pada Gangguan bipolar yaitu, episode
depresi dan episode manik.
1. Episode manic
Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien
mengalami mood yang elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki,
secara menetap, tiga atau lebih gejala berikut (empat atau lebih bila
hanya mood iritabel) yaitu:
a. Grandiositas atau percaya diri berlebihan
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Cepat dan banyaknya pembicaraan
d. Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor
g. Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan
sekolah)
h. Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa
perhitungan yang matang).
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran
psikotik, hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta
adanya Gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Pasien hipomanik
kadang sulit didiagnosa sebab beberapa pasien hipomanik justru
memiliki tingkat kreativitas dan produktivitas yang tinggi. Pasien
hipomanik tidak memiliki gambaran psikotik (halusinasi, waham atau
perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan hospitalisasi.7-15
11
Paling sedikit dua minggu pasien mengalami lebih dari empat symptom
atau tanda yaitu:
a. Mood depresif atau hilangnya minat atau rasa senang
b. Menurun atau meningkatnya berat badan atau nafsu makan
c. Sulit atau banyak tidur
d. Agitasi atau retardasi psikomotor
e. Kelelahan atau berkurangnya tenaga
f. Menurunnya harga diri
g. Ide-ide tentang rasa bersalah, ragu-ragu dan menurunnya
konsentrasi
h. Pesimis
i. Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri (dengan atau tanpa
rencana) atau tindakan bunuh diri.
Gejala-gejala diatas menyebabkan penderitaan atau mengganggunya
fungsi personal, sosial, pekerjaan.
3. Episode Campuran
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode manik dan
depresi yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi
(lebih sering mood disforik), iritabel, marah, serangan panic,
pembicaraan cepat, agitasi, menangis, ide bunuh diri, insomnia derajat
berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang
bingung. Kadang-kadang gejala cukup berat sehingga memerlukan
perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai
gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi personal, sosial dan
pekerjaan.
4. Episode Hipomanik
Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami
peningkatan mood, ekspansif atau irritable yang ringan, paling sedikit
terjadi gejala (empat gejala bila mood irritable) yaitu:
a. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Meningkatnya pembicaraan
12
d. Lompat gagasan atau pemikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor
g. Pikiran menjadi lebih tajam
h. Daya nilai berkurang
Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau prilaku atau
pembicaraan aneh) tidak membutuhkan hospitalisasi dan tidak
mengganggu fungsi personal, sosial, dan pekerjaan. Sering kali
dilupakan oleh pasien tetapi dapat dikenali oleh keluarga.
5. Sindrom Psikotik
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik
yang paling sering yaitu:
a. Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
b. Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode manik
sedangkan waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada
kalanya simtom psikotik tidak serasi dengan mood. Pasien dengan
Gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai skizofrenia. Ciri
psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi
pasien dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah
dihubungkan dengan prognosis yang buruk seperti: durasi episode
yang lama, disosiasi temporal antara Gangguan mood dan gejala
psikotik, dan riwayat penyesuaian social pramorbid yang buruk.
Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan terapi yang
penting, pasien dengan symptom psikotik hampir selalu
memerlukan obat anti psikotik di samping anti depresan atau anti
manik atau mungkin memerlukan terapi antikonvulsif untuk
mendapatkan perbaikan klinis. 7-15
13
berdasarkan kriteria yang terdapat dalam DSM-V atau ICD-10. Pembagian
menurut DSM-V:
1. Gangguan mood bipolar I
Gangguan mood bipolar I, episode manic tunggal:
a. Hanya mengalami satu kali episode manic dan tidak ada rwayat
depresi mayor sebelumnya.
b. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
skizoafektif, Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik
yang tidak dapat diklasifikasikan.
c. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medic umum
d. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan
aspek fungsi penting lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode manic sekarang ini:
a. Saat ini dalam episode manic
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode
manik, depresi, atau campuran.
c. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak
bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan
waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat
atau kondisi medik umum.
e. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan
aspek fungsi penting lainnya.
14
c. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
skizofreniform, Gangguan waham, atau Gangguan psikotik yang
tidak diklasifikasikan
d. Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat
atau kondisi medik umum
e. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini:
a. Saat ini dalam episode hipomanik
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manic
atau campuran
c. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup
bermakna atau hendaya social, pekerjaan atau aspek fungsi penting
lainnya
d. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, dan dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini:
a. Saat ini dalam episode depresi mayor
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan
campuran
c. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, dan dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
d. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medik umum
15
e. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.
Gangguan mood bipolar I, Episode Yang tidak dapat diklasifikasikan
saat ini:
a. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik,
hipomanik, campuran atau episode depresi.
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik
atau campuran.
c. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.
d. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.
2. Ganggguan Mood Bipolar II
Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling
sedikit satu episode hipomanik.
3. Gangguan Siklotimia
a. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan
gejala-gejala hipomanik dan beberapa periode dengan gejala-gejala
depresi yang tidak memenuhi criteria untuk Gangguan depresi
mayor. Untuk anak-anak dan remaja durasinya paling sedikit satu
tahun.
b. Selama periode dua tahun di atas penderita tidak pernah bebas dari
gejala-gejala pada kriteria A lebih dari dua bulan pada suatu waktu.
c. Tidak ada episode depresi mayor, episode manik, episode
campuran, selama dua tahun gangguan tersebut.
Catatan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang
tindih dengan manic atau episode campuran (diagnosis GB I dan
16
Gangguan siklotimia dapat dibuat) atau episode depresi mayor
(diagnosis GB II dengan Gangguan siklotimia dapat ditegakkan).
d. Gejala-gejala pada criteria A bukan skizoafektif dan tidak
bertumpangtindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan
waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
e. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat
atau kondisi medic umum
f. Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang secara klinik
cukup bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social,
pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya. 16
Pembagian menurut PPDGJ III:
1. F31 Gangguan Afek Bipolar
a. Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya
dua episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas
terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek
disertai penambahan energi dan aktivitas (manik atau hipomanik),
dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan
energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya
ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya
mulai dengan tiba-tiba dan berlangsug antara 2 minggu sampai 4-5
bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata
sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada
orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi
setelah peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental
lainnya (adanya stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
b. Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30).
17
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
3. F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala
Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk manik tanpa
gejala psikotik (F30.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
4. F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala
psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk manik
dengan gejala psikotik (F30.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa lampau.
5. F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau
Sedang
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresi ringan (F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran di masa lampau.
6. F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala
psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran di masa lampau.
7. F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan
Gejala Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran dimasa lampau.
18
8. F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik,
hipomanik, dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan
cepat (gejala manik/hipomanik dan depresif yang sama-sama
mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang
sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu);
dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran di masa lampau.
9. F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa
bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu
episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan
ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depres if atau campuran).
10. F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
11. F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT. 17
19
kadar lithium dan toxisitas lithium. Oleh karena itu, skrining kandidat
untuk terapi litium maupun yang sedang dalam terapi lithium,
mengecek elektrolit merupakan indikasi.
3. Kalsium
Kalsium serum untuk mendiagnosis hiperkalsemi dan hipokalsemi yang
berkaitan dengan perubahan status mental (e.g hiperparatiroid).
Hiperparatiroid, yang dibuktikan dengan peningkatan kalsium darah,
mencetuskan depresi. Beberapa antidepresan, seperti nortriptyline,
mempengaruhi jantung, oleh karena itu, mengecek kadar kalsium sangat
penting.
4. Protein
Kadar protein yang rendah ditemukan pada pasien depresi sebagai hasil
dari tidak makan. Kadar protein rendah, menyebabkan meningkatkan
bioavailabilitas beberapa medikasi, karena obat-obat ini hanya memiliki
sedikit protein untuk diikat.
5. Hormon tiroid
Tes tiroid dilakukan untuk menentukan hipertiroid (manik) dan
hipotiroid (depresi). Pengobatan dengan lithium dapat menyebabkan
hipotiroid, yang berkontribusi pada perubahan mood secara cepat.
6. Kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN)
Gagal ginjal dapat timbul sebagai depresi. Pengobatan dengan lithium
dapat mempengaruhi klirens ginjal, dan serum kreatinin dan BUN dapat
meningkat.
7. Skrining zat dan alkohol
Penyalahgunaan alkohol dan berbagai macam obat dapat
memperlihatkan sebagai manik atau depresi. Contohnya,
penyalahgunaan amfetamin dan kokain dapat timbul sebagai manik, dan
penyalahgunaan barbiturate dapat timbul sebagai depresi.
8. EKG
Banyak antidepresan, terutama trisiklik dan beberapa antipsikotik, dapat
berefek pada jantung dan membuat masalah konduksi. Lithium juga
20
dapat berakibat pada perubahan reversibel flattening atau inversi pada T
wave pada EKG.
9. EEG
Alasan untuk penggunaan EEG pada pasien bipolar:
a. EEG menyediakan garis dasar dan membantu mengesampingkan
masalah neurologi. Menggunakan tes ini untuk mengesampingkan
kejang dan tumor otak.
b. Bila dilakukan ECT. Monitoring EEG saat ECT digunakan untuk
mendeterminasi timbulnya dan durasi kejang.
c. Beberapa studi memperlihatkan abnormalitas dari penemuan EEG
sebagai indikasi efektivitas antikonvulsan. Lebih spesifik,
penemuan abnormal dari EEG dapat memprediksi respons dari
asam valproate.
d. Beberapa pasien dapat mengalami kejang saat pengobatan,
terutama antidepresan. 18,19
21
depresi yang merupakan bagian dari gangguan bipolar. Gejala dari kedua
gangguan ini hampir sama dimana seseorang mengalami afek depresi, kehilangan
semangat, putus asa dan tidak bersemangat ditambah gelaja seperti sulit tidur,
nafsu makan menurun dan lain sebagainya. Sehingga teknik wawancara
yang baik diperlukan untuk menggali apakah pasien memiliki episode manik atau
hipomanik sebelumnya dan apakah pasien menunjukan gejala-gejala
yang sesuai dengan episode manik, sehingga dapat dibedakan antara
depresi yang berdiri sendiri dengan depresi yang menjadi bagian
dari gangguan afek bipolar.
3. Intoksikasi Obat
Penyalahgunaan obat seperti amfetamin dapat memicu keadaan manik. Selain
itu, penyalahgunaan obat seperti benzodiazepine dapat memicu keadaan
depresif.
4. Hiper dan Hipotiroid
Gangguan bipolar dapat berupa epidose manik atau hipomanik maupun episode
depresi. Kondisi hiper dan hipotiroid dapat memnyebabkan
pasien menunjukan gejala-gejala yang mirip dengan gangguan bipolar.
Pada hipertiroid pasien akan merasa mudah tersinggung, dan dapat
terjadi hiperaktivitas yang harus dibedakan dengan episode manik pada
gangguan bipolar. Sedangkan pada hipotiroid pasien dapat mengalami
penurunan aktivitas, pasien menjadi lemas dan tidak bersemangat.
Pemeriksaan fisik yang baik serta penggalian informasi pada anamnesis
dapat membedakan gangguan bipolar dengan hiper atau hipotiroid,
penemuan gejala lain gangguan pada tiroid seperti penurunan berat
badancepat adanya pembesaran pada leher maupun gejala hiper dan hipotiroid
lainnya dapat membedakan kedua gangguan ini.
5. Skizoafektif
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat
yang bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu
sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan
bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak
22
memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau
depresif.
gangguan psikiatrik.
- Retardasi mental
penggunaan zat
- Gangguan penyesuaian
konteks adanya psikopati yang ditandai dengan tidak adanya empati dan
23
kelemahan kognitif atau disorganisasi proses pikir maka agresivitas dapat
Disorder).
24
2.9 Tatalaksana Gangguan Bipolar
A. Farmakoterapi
Pendekatan farmakoterapeutik terhadap gangguan bipolar telah
menimbulkan perubahan besar dalam pengobatannya dan secara
dramatis telah mempengaruhi perjalanan gangguan bipolar dan
menurunkan biaya bagi penderita.
a. Episode mania atau hipomania
1. Mood Stabilizer
2. Antipsikotik atipikal
3. Mood stabilizer + antipsikotik atipikal.
b. Episode depresi
1. Antidepresan
2. Mood stabilizer
3. Antipsikotik atipikal
4. Mood stabilizer + antidepresan
5. Antipsikotik atipikal + antidepresan9,10
25
Olanzapin. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik karena
mengganggu stabilitas antipsikotika
Lini • Injeksi IM Haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang
II setelah 30 menit. Dosis maksimum adalah 15 mg/hari.
• Injeksi IM Diazepam yaitu 10 mg/kali injeksi. Dapat
diberikan bersamaan dengan injeksi haloperidol IM. Jangan
dicampur dalam satu jarum suntik.
26
Rekomendasi terapi pada mania akut
Tabel 2 Terapi mania.9
Lini I Litium, divalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin,
quetiapin XR, aripiprazol, litium atau divalproat +
risperidon, litium atau divalproat + quetiapin, litium atau
divalproat + olanzapin, litium atau divalproat +
aripiprazol
27
Gambar 1. Algoritma terapi mania akut.10
28
Penatalaksanaan pada Episode Depresi Akut, GB I
Tabel 3 Penatalaksanaan episode depresi akut.9
Lini I Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR,
litium atau divalproat + SSRI, olanzapin + SSRI,
litium + divalproat
29
Gambar 2 Alogaritma terapi GB I, episode depresi. 10
30
Rekomendasi terapi rumatan pada GB I
Tabel 4 Terapi rumatan GB I.9
Lini I Litium, lamotrigin monoterapi, divalproat, olanzapin,
quetiapin, litium atau divalproat + quetiapin, risperidon
injeksi jangka panjang (RIJP), penambahan RIJP,
aripirazol
31
jarang mengalami hipomania)
Tidak Gabapentin
direkomendasika
n
33
selama kehamilan bila ada indikasi klinis. Kadar litium darahnya
harus dipantau dengan seksama. Pemeriksaan USG untuk
memantau janin, harus dilakukan. Selama kehamilannya, wanita
tersebut harus disupervisioleh ahli kebidanan dan psikiater.
Sebelum kehamilan terjadi, risiko litium terhadap janin dan efek
putus litium terhadap ibu harus didiskusikan. 9,10
2. Valproat
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA
sebagai antimania. Valproat tersedia dalam bentuk:
1. Preparat oral;
a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat
dan sodium valproat adalah sama (1:1)
b. Asam valproat
c. Sodium valproat
d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-
partikel salut yang dapat dimakan secara utuh atau dibuka
dan ditaburkan ke dalam makanan.
e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari.
2. Preparat intravena
3. Preparat supositoria
- Farmakologi:
Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian
oral. Konsentrasi puncak plasma valproat sodium dan asam
valproat dicapai dalam dua jam sedangkan sodium divalproat
dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi divalproat lepas lambat lebih cepat
bila dibandingkan dengan tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat
bila obat diminum bersamaan dengan makanan. Ikatan valproat
dengan protein meningkat bila diet mengandung rendah lemak dan
menurun bila diet mengandung tinggi lemak.
- Dosis:
34
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat
dalam serum berkisar antara 45 -125 mg/mL. Untuk GB II dan
siklotimia diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma < 50
mg/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari
atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga
mencapai konsentrasi serum 45- 125 mg/mL. Efek samping,
misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit
serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum > 100 mg/mL.
Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang
dianjurkan adalah antara 75-100 mg/mL.
- Indikasi:
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor
akut, terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons
dengan litium, siklus cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB
pada lanjut usia.
- Efek Samping:
Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi,
misalnya anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan
(derajat ringan) enzim transaminase, sedasi, dan tremor. Efek
samping ini sering terjadi pada awal pengobatan dan bekurang
dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya waktu. Efek
samping gastrointestinal lebih sering terjadi pada penggunaan asam
valproat dan valproat sodium bila dibandingkan dengan tablet salut
sodium divalproat.
3. Lamotrigin
Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia
menghambat kanal Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan
glutamat.
- Farmakokinetik:
Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati
sawar otak dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam.
Sebanyak 10% lamotrigin dieksresikan dalam bentuk utuh.
35
- Indikasi:
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut
maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.
- Dosis:
Berkisar antara 50-200 mg/hari.
- Efek Samping:
Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan
berbagai bentuk kemerahan di kulit.9,10
b. Antipsikotika Atipik
Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi,
efektif sebagai terapi lini pertama untuk GB. Beberapa antipsikotika
atipik tersebut adalah olanzapin, risperidon, quetiapin, dan aripiprazol.
1. Risperidon
Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika
atipik pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin.
- Absorbsi:
Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia
dimetabolisme oleh enzim hepar yaitu CYP 2D6.
- Dosis:
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan
yaitu tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2
mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4
mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari.
Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan
untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk orang
dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak
berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg -
50 mg per dua minggu.
- Indikasi:
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk
terapi rumatan.
36
- Efek Samping:
Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan,
berkurangnya gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi
pada risperidon bila dibandingkan dengan pada plasebo. Meskipun
risperidon tidak terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergik
muskarinik, mulut kering, mata kabur, dan retensi urin, dapat
terlihat pada beberapa pasien dan sifatnya hanya sementara.
Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat pula terjadi pada
pemberian risperidon. 9,10
2. Olanzapin
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki
afinitas terhadap dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-
HT2); muskarinik, histamin 1(H1), dan a1- adrenergik.
- Indikasi:
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode
akut mania dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk
terapi rumatan GB.
- Dosis:
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.
- Efek Samping:
Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah
beberapa lama. Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi
kejadiannya sangat rendah dan tidak menyebabkan penghentian
pengobatan. Risiko terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila
dibandingkan dengan antipsikotika atipik lainnya. Keadaan ini
dapat diatasi dengan melakukan psikoedukasi, misalnya merubah
gaya hidup, diet dan latihan fisik. 9,10
3. Quetiapin
Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja
sebagai antagonis 5-HT1A dan 5 -HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1
serta reseptor adrenergik a1 dan a2. Afinitasnya rendah terhadap
reseptor D2 dan relatif lebih tinggi terhadap serotonin 5-HT2A.
37
- Dosis:
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari.
Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis
25 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali
per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300
mg, satu kali per hari.
- Indikasi:
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi,
campuran, siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.
- Efek Samping:
Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan
efek samping yan sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang
dengan berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan dengan
quetiapin adalah sedang dan tidak menyebabkan penghentian
pengobatan. Peningkatan berat badan lebih kecil bila dibandingkan
dengan antipsikotika tipikal. 9,10
3. Aripiprazol
Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin. 9,10
- Farmakologi:
Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-
HT1A serta antagonis 5- HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang
tinggi pada reseptor D3, afinitas sedang pada D4, 5-HT2c, 5-HT7,
a1-adrenergik, histaminergik (H1), dan serotonin reuptake site
(SERT), dan tidak terikat dengan reseptor muskarinik kolinergik.
- Dosis:
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg.
Kisaran dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal
yang direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali
sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan
untuk menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa
dosis awal 5 mg dapat meningkatkan tolerabilitas.
- Indikasi:
38
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran
akut. Ia juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga
efektif sebagai terapi tambahan pada GB I, episode depresi.
- Efek Samping:
Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual
merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara
spontan oleh kelompok yang mendapat aripiprazol. Efek samping
ekstrapiramidalnya tidak berbeda secara bermakna dengan plasebo.
Akatisia dapat terjadi dan kadang-kadang dapat sangat mengganggu
pasien sehingga sering mengakibatkan penghentian pengobatan.
Insomnia dapat pula ditemui. Tidak ada peningkatan berat badan
dan diabetes melitus pada penggunaan aripiprazol. Selain itu,
peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai. Aripiprazol tidak
menyebabkan perubahan interval QT. 9,10
c. Antidepresan
1) Derivat trisiklik
• Imipramin (dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan
sampai maksimum 250-300 mg sehari)
• Amitriptilin ( dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap
sampai dosis maksimum 150-300 mg sehari).
2) Derivat tetrasiklik
• Maproptilin, Mianserin ( dosis lazim : 30-40 mg malam hari,
dosis maksimum 90 mg/ hari).
3) Derivat MAOI (MonoAmine Oksidase-Inhibitor)
• Moclobemide (dosis lazim : 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis
dapat dinaikkan sampai dengan 600 mg/ hari).
4) Derivat SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
• Sertralin (dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan
maksimum 200 mg/hr)
• Fluoxetine ( dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum
80 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi)
39
• Fluvoxamine (dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari
sebaiknya pada malam hari, maksimum dosis 300 mg)
• Paroxetine, Citalopram (dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60
mg /hari).
5) Derivat SNRI (Serotonin Norepineprin Reuptake Inhibitor)
• Venlafaxine (dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat
ditingkatkan menjadi 150-250 mg 1x/hari), Duloxetine. 9,10
B. Terapi psikososial
- Terapi kognitif (Aaron Beck)
Tujuannya:
a. Menghilangkan episode depresi dan mencegah rekurennya
dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif
negatif.
b. Mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel dan
positif, serta melatih kembali respon kognitif dan perilaku
yang baru. 20
- Terapi interpersonal (Gerrad Kleman)
Memusatkan pada masalah interpersonal yang sekarang dialami
oleh pasien dengan anggapan bahwa masalah interpersonal
sekarang mungkin terlibat dalam mencetuskan atau memperberat
gejala depresi sekarang. Terapi ini difokuskan pada problem
interpersonal yang ada. Diasumsikan bahwa, pertama, problem
interpersonal yang ada saat ini merupakan akar terjadinya
disfungsi hubungan interpersonal. Problem interpersonal saat ini
berperan dalam terjadinya gejala depresi. Biasanya sesi
berlangsung antara 12 sampai 16 minggu dan ditandai dengan
pendekatan terapeutik yang aktif. Tidak ditujukan pada fenomena
intrapsikik seperti mekanisme defensi dan konflik internal.
Keterbatasan asertif, gangguan kemampuan sosial, serta
penyimpangan pola berpikir hanya ditujukan bila memang
mempunyai efek pada hubungan interpersonal tersebut.20
40
- Terapi perilaku
Terapi didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif
menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif
dari masyarakat dan kemungkinan penolakan yang palsu. Dengan
demikian pasien belajar untuk berfungsi di dunia dengan cara
tertentu dimana mereka mendapatkan dorongan positif. 20
- Terapi berorientasi-psikoanalitik
Mencapai kepercayaan dalam hubungan interpersonal, keintiman,
mekanisme penyesuaian, kapasitas dalam merasakan kesedihan
serta kemampuan dalam merasakan perubahan emosional secara
luas. 20
- Terapi keluarga
Diindikasikan untuk gangguan yang membahayakan perkawinan
pasien atau fungsi keluarga atau jika gangguan mood dapat
ditangani oleh situasi keluarga. Terapi keluarga meneliti peran
suasana hati teratur dalam keseluruhan kesejahteraan psikologis
dari seluruh keluarga, tetapi juga mengkaji peran seluruh keluarga
dalam pemeliharaan gejala pasien. Pasien dengan gangguan mood
memiliki tingkat tinggi perceraian, dan sekitar 50 persen dari
semua pasangan melaporkan bahwa mereka tidak akan menikah
atau memiliki anak jika mereka tahu bahwa pasien akan
mengembangkan gangguan mood. 20
- Rawat Inap
Yang pertama dan paling penting keputusan dokter harus dibuat
adalah apakah untuk memutuskan pasien rawat inap atau pasien
rawat jalan. Jelas indikasi untuk rawat inap adalah risiko bunuh
diri atau pembunuhan, pasien yang sangat berkurang
kemampuannya untuk makan dan kebutuhan untuk prosedur
diagnostik. Suatu onset yang berkembang cepat gejala juga dapat
menjadi indikasi untuk rawat inap. Seorang dokter dapat dengan
aman mengobati depresi ringan atau hypomania dengan rawat
jalan jika evaluasi pasien terus rutin dilakukan. Tanda-tanda klinis
41
dari gangguan penilaian, penurunan berat badan, atau insomnia
harus minimal. Sistem pendukung pasien harus kuat, tidak ada
menarik diri dari pasien. Setiap perubahan negatif dalam gejala-
gejala pasien atau perilaku mungkin cukup untuk menjadi indikasi
rawat inap rawat inap. Pasien dengan gangguan mood sering tidak
mau masuk rumah sakit secara sukarela, dan mungkin harus
sengaja dimasukan. Pasien-pasien ini sering tidak dapat membuat
keputusan karena pemikiran mereka melambat, Weltanschauung
negatif (pandangan dunia), dan keputusasaan. Pasien yang manik
sering memiliki seperti kurangnya wawasan gangguan mereka
yang rawat inap tampaknya benar-benar tidak masuk akal bagi
mereka.20
- Terapi Fisik: Electro Convulsive Therapy (ECT)
Terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak melalui 2 elektrode
yang ditempatkan pada bagian temporal kepala. Sering digunakan
pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang
besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik
(dengan dosis yang sudah adekuat).
42
- Bunuh diri terjadi sekitar 10% sampai 20% pasien dengan gangguan
bipolar.7
43
BAB 3
KESIMPULAN
45
DAFTAR PUSTAKA
46
13. Departemen Kesehatan RI. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan
jiwa di Indonesisa III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1993.hlm.140-50.
14. Simon H, Zieve D. Bipolar Disorder. 22 Januari 2009. Diunduh dari
www.umm.edu, 27 Juni 2022.
15. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan-sadock sinopsis psikiatri: ilmu
pengetahuan perilaku psikiatri klinis. Jilid satu. Jakarta: Binarupa Aksara;
2010.hlm.791-853.
16. Mood disorders. In: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
DSM-V-TR. 5th ed. Arlington, Va.: American Psychiatric Association;
2000. http://www.psychiatryonline.com. Accessed June 27, 2022
17. Departemen Kesehatan RI, 1998. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi III. Dirjen Pelayanan Medis
RI. Jakarta.
18. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya. 2001. Buku Saku
Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III. PT Nuh Jaya: Jakarta.
19. Simon H, Zieve D. Bipolar Disorder. 22 Januari 2009. Diunduh dari
www.umm.edu, 27 Juni 2022.
20. Fakultas Kedokteran Universiats Indonesia. Buku ajar psikiatri. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2010.hlm.197-208.
47