Anda di halaman 1dari 48

REFERAT

ILMU KESEHATAN JIWA


“Gangguan Afektif Bipolar dan Agresivitas”

Disusun Oleh :
Sendang Tri Winayu
1102018229

Pembimbing :
Kombes Pol dr. Karjana, Sp.KJ
dr. Henny Riana, Sp.KJ (K)
dr. Witri Nurhadiningsih, Sp.KJ
dr. Esther Margaritha Livida Sinsuw, Sp.KJ
dr. Hening Madonna, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.I R. SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 13 Juni 2022 – 16 Juli 2022
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

Diajukan Sebagai Pemenuhan Persyaratan


Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa
Rumah Sakit Bhayangkara TK. I R. Said Sukanto

Disusun Oleh:
Sendang Tri Winayu
1102018229

Telah dibimbing dan disahkan oleh:

Pembimbing:
Kombes Pol dr. Karjana, Sp.KJ
dr. Henny Riana, Sp.KJ (K)
dr. Witri Nurhadiningsih, Sp.KJ
dr. Esther Margaritha Livida Sinsuw, Sp.KJ
dr. Hening Madonna, Sp.KJ

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
berkat rahmat dan karunianya, sehingga status ujian ini berhasil diselesaikan.
Referat ini adalah salah satu bagian dari syarat dalam mengikuti kepaniteraan
klinik pendidikan Profesi Dokter di SMF Ilmu Kesehatan Jiwa RS Bhayangkara
TK. I Raden Said Sukanto.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Kombes Pol dr. Karjana, Sp.KJ, dr.
Henny Riana, Sp.KJ (K), dr. Witri Nurhadiningsih, Sp.KJ, dr. Esther Margaritha
Livida Sinsuw, Sp.KJ, dan dr. Hening Madonna, Sp.KJ selaku pembimbing yang
telah membimbing dan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran sehingga laporan
kasus ini dapat tersusun dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada staf Pendidikan Profesi Dokter YARSI, seluruh dokter
psikiatri dan staf di RS Bhayangkara Tk. I Raden Said Sukanto sehingga
kepaniteraan klinik dapat berjalan dengan baik.
Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat dalam rangka
menambah pengetahuan dan wawasan. Penulis menyadari bahwa penulisan
laporan kasus ini masih terdapat kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu,
dibutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam rangka
penyempurnaan laporan kasus ini. Demikian yang dapat penulis sampaikan,
semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk pembaca.

Jakarta, 01 Juli
2022

Sendang Tri
Winayu

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................1

KATA PENGANTAR.........................................................................................2

DAFTAR ISI........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................6

2.1 Definisi Gangguan Bipolar.....................................................................6

2.2 Epidemiologi Gangguan Bipolar............................................................7

2.3 Etiologi Gangguan Bipolar.....................................................................8

2.4 Tanda dan Gejala Gangguan Bipolar....................................................11

2.5 Klasifikasi dan Diagnostik Gangguan Bipolar......................................13

2.6 Pemeriksaan Penunjang Gangguan Bipolar..........................................19

2.7 Diferensial Diagnostik Gangguan Bipolar............................................21

2.8 Agresivitas dan Gangguan Psikiatrik....................................................22

2.9 Tatalaksana Gangguan Bipolar.............................................................24

2.10 Prognosis Gangguan Bipolar................................................................42

2.11 Komplikasi Gangguan Bipolar..............................................................42

BAB 3 KESIMPULAN......................................................................................44

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................46

3
BAB I
PENDAHULUAN

Bipolar adalah gangguan suasana perasaan (gangguan mood afektif)


yang merupakan sekelompok penyakit biasanya mengarah ke depresi atau manik
(suasana perasaan yang meningkat).6 Pasien dengan mood yang meninggi atau
manik menunjukkan sikap meluap-luap, gagasan yang meloncat-loncat,
penurunan kebutuhan tidur, peninggian harga diri dan gagasan kebesaran. Pasien
dengan mood yang terdepresi merasakan hilangnya energi dan minat, perasaan
bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, pikiran tentang
kematian dan bunuh diri.7
Pasien bipolar saat ini di Indonesia masih kurang mendapatkan perhatian,
banyak yang tidak disadari oleh masyarakat dan tenaga kesehatan ketika episode
manik maupun depresi. Kondisi pasien gangguan bipolar tersebut dianggap
sebagai hal yang masih wajar terjadi di masyarakat atau kadang keliru diagnosis
dengan gangguan psikiatri lain.
Hampir pada semua kasus, gangguan bipolar mengalami kekambuhan.
Terkadang perubahan suasana perasaan dari depresi ke manik atau sebaliknya
tanpa melalui periode suasana hati yang normal terlebih dahulu. Sekitar 15%
penderita, terutama wanita, mengalami empat episode atau lebih setiap
tahunnya. Penderita yang sering mengalami kekambuhan, lebih sulit untuk
diobati. Tidak ada cara yang pasti untuk mencegah gangguan bipolar. Namun
dengan mendapatkan perawatan secara dini pada awal gangguan kesehatan
mental dapat membantu mencegah gangguan bipolar atau kondisi kesehatan
mental yang lebih buruk.8
Agresivitas merupakan perilaku yang menimbulkan cedera, permusuhan
atau bersifat destruktif, sering disebabkan oleh frustrasi. Agresivitas pada
manusia merupakan suatu fenomena yang terjadi di mana-mana dan
menyebabkan banyak kerugian di masyarakat. Tenaga kesehatan jiwa sering
dibutuhkan untuk mengevaluasi bentuk-bentuk agresivitas individu yang
patologis pada seting klinis, forensik maupun sekolah.1

4
Agresivitas pada pasien-pasien dengan gangguan jiwa juga merupakan
masalah yang besar, baik ketika berada di masyarakat maupun di institusi rumah
sakit. Data epidemiologi menunjukkan bahwa perilaku agresivitas lebih sering
terjadi di antara individu dengan gangguan psikotik, terutama ketika mereka
memiliki waham curiga dan halusinasi ataupun komorbid dengan gangguan
penggunaan zat. Individu-individu agresif dengan ancaman verbal yang sangat
sering dan tidak dapat diprediksi, melempar benda-benda, merusak perabot dan
jendela, serta menyerang secara fisik cenderung menghuni bangsal psikiatrik
dalam jangka waktu lama.2

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gangguan Bipolar


Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa bersifat episodik dan
ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi dan campuran, biasanya
rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup.7, 9-11 Kelainan fundamental pada
kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek,
biasanya ke arah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya), atau
ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan suasana perasaan
ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas,
dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau
mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut.9
Ada empat jenis GB tertera di dalam Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders V-Text Revision (DSM-V TR) yaitu GB I, GB II. gangguan
siklotimia, dan GB yang tak dapat dispesifikasikan. 7,9,10 Gangguan Bipolar I
adalah suatu perjalanan klinis yang dikarakteristikkan oleh terdapatnya satu atau
lebih episode manik atau campuran, dimana individu tersebut juga mempunyai
satu atau lebih episode depresi mayor. Kekambuhan ditunjukkan oleh
perpindahan polaritas dari episode atau terdapatnya interval diantara episode-
episode paling sedikit 2 bulan tanpa adanya gejala-gejala manik.7
Menurut DSM-V-TR, membutuhkan adanya suatu periode mood
abnormal yang khas dan bertahannya sedikitnya selama 1 minggu dan mencakup
diagnosis gangguan bipolar I yang terpisah satu episode manik dan jenis episode
berulang khusus, berdasarkan gejala episode terkini. Gangguan bipolar I
didefinisikan sebagai gangguan dengan perjalanan klinis satu atau lebih episode
manik dan kadang-kadang episode depresif berat. Gangguan bipolar I sinonim
dengan gangguan bipolar yang gejala manik terjadi selama perjalanan gangguan
ini. DSM-V-TR juga merumuskan kriteria gangguan bipolar II, yang ditandai
dengan episode depresif dan hipomanik selama perjalanan gangguan.

6
Kekambuhan ditunjukkan oleh perpindahan polaritas dari episode atau
terdapatnya interval diantara episode-episode paling sedikit 2 bulan tanpa
adanya gejala atau episode sempurna.10
Menurut PPDGJ III, gangguan afektif bipolar adalah suatu gangguan
suasana perasaan yang ditandai oleh adanya episode berulang (sekurang-
kurangnya dua episode) dimana afek 3 pasien dan tingkat aktivitas jelas
terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai
penambahan energi dan aktivitas (manik atau hipomanik), dan pada waktu lain
berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi).
Gangguan bipolar menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders-Text Revision edisi ke-5 (DSM-V-TR) adalah gangguan mood yang
terdiri dari paling sedikit satu episode manik, hipomanik atau campuran yang
biasanya disertai dengan adanya riwayat episode depresi mayor.
Gangguan bipolar menurut and Statistical Manual of Mental Disorders-5
(DSM-5) merupakan gangguan yang tersifat berulang (sekurang-kurangnya dua
episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada
waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan
aktivitas (manik atau hipomanik), dan pada waktu lain berupa penurunan afek
disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). 11

2.2 Epidemiologi Gangguan Bipolar

Insiden dan Prevalensi

Gangguan bipolar I prevalensi seumur hidup sekitar 0,4-1,6% dan gangguan


bipolar II sekitar 0,5%. Sedangkan gangguan bipolar I atau bipolar II dengan
siklus cepat memiliki prevalensi 5-15% orang dengan gangguan bipolar.7

Seks

Gangguan bipolar I memiliki prevalensi yang sama antara laki-laki dan


perempuan. Episode manik lebih sering terjadi pada laki-laki dan episode
depresif lebih sering pada perempuan. Bila episode manik terjadi pada
perempuan, lebih mungkin terjadinya gambaran campuran dibandingkan laki-

7
laki. Perempuan juga memiliki angka yang lebih tinggi untuk terjadinya siklus
cepat, yaitu mengalami empat atau lebih episode manik dalam waktu 1 tahun.7

Usia

Awitan gangguan bipolar I terjadi pada usia dini. Awitan usia berkisar dari masa
kanak-kanak (5-6 tahun) sampai 50 tahun atau ada juga pada usia lebih tua
namun jarang. Usia rata-rata saat terjadinya awitan pada usia 30 tahun.7

2.3 Etiologi Gangguan Bipolar

Sejumlah faktor yang berkontribusi terhadap gangguan bipolar, atau penyakit


manic-depressive (MDI), termasuk faktor genetik, biokimia, psikodinamik, dan
lingkungan.7,12

1. Faktor Genetik

Gangguan bipolar, terutama bipolar tipe I (BPI) gangguan,


memiliki komponen genetik utama, dengan keterlibatan ANK3,
CACNA1C, dan gen JAM. Bukti menunjukkan peran genetik pada
gangguan bipolar mengambil beberapa bentuk.

Kerabat tingkat pertama dari orang-orang dengan BPI sekitar 7


kali lebih mungkin untuk mengembangkan BPI daripada populasi umum.
Selain itu, keturunan dari orang tua dengan gangguan bipolar memiliki
kesempatan 50% memiliki gangguan kejiwaan utama lainnya. Studi
kembar menunjukkan konkordansi dari 33-90% untuk BPI pada kembar
identik. Sebagai kembar identik berbagi 100% dari DNA mereka, studi
ini juga menunjukkan bahwa faktor lingkungan yang terlibat, dan tidak
ada jaminan bahwa seseorang akan mengembangkan gangguan bipolar,
bahkan jika mereka membawa gen kerentanan.

Studi Adopsi membuktikan bahwa lingkungan umum bukanlah


satu-satunya faktor yang membuat gangguan bipolar terjadi dalam
keluarga. Anak-anak yang orang tua biologis baik BPI atau gangguan
depresi berat juga dapat meningkatkan risiko gangguan afektif, bahkan

8
jika mereka dibesarkan di rumah dengan orang tua angkat yang tidak
terpengaruh.

2. Faktor Biokimia

Beberapa jalur biokimia kemungkinan berkontribusi terhadap


gangguan bipolar, yang mengapa mendeteksi satu kelainan tertentu sulit.
Sejumlah neurotransmiter telah dikaitkan dengan gangguan ini, sebagian
besar didasarkan pada respon pasien untuk agen psikoaktif seperti dalam
contoh berikut.

Tekanan darah reserpin obat, yang menghabiskannya katekolamin


dari terminal saraf, tercatat kebetulan menyebabkan depresi. Hal ini
menyebabkan hipotesis katekolamin, yang menyatakan bahwa
peningkatan epinefrin dan norepinefrin menyebabkan manik dan
penurunan epinefrin dan norepinefrin menyebabkan depresi.

Obat yang digunakan untuk mengobati depresi dan


penyalahgunaan obat (misalnya, kokain) yang meningkatkan kadar
monoamina, termasuk serotonin, norepinefrin, dopamin atau, bisa semua
berpotensi memicu manik, melibatkan semua neurotransmiter ini dalam
etiologi. Obat lain yang memperburuk manik termasuk L-dopa, yang
berimplikasi dopamin dan serotonin reuptake inhibitor-, yang pada
gilirannya melibatkan serotonin.

Semakin terbukti dari kontribusi glutamat baik gangguan bipolar


dan depresi berat. Sebuah studi postmortem dari lobus frontal individu
dengan gangguan ini menunjukkan bahwa tingkat glutamat meningkat.

Calcium channel blockers telah digunakan untuk mengobati


manik, yang mungkin juga akibat dari gangguan regulasi kalsium
intraseluler dalam neuron seperti yang disarankan oleh percobaan dan
genetik data. Gangguan yang diusulkan regulasi kalsium dapat
disebabkan oleh berbagai penghinaan neurologis, seperti transmisi
glutaminergic berlebihan atau iskemia. Menariknya, valproate khusus

9
meregulasi ekspresi protein pendamping kalsium, GRP 78, yang
mungkin menjadi salah satu mekanisme utamanya perlindungan selular.

Ketidakseimbangan hormon dan gangguan dari sumbu


hipotalamus-hipofisis-adrenal yang terlibat dalam homeostasis dan
respon stres juga dapat berkontribusi pada gambaran klinis dari gangguan
bipolar.

3. Faktor Neurofisiologis

Selain studi neuroimaging struktural yang melihat perubahan


volumetrik di daerah otak tanpa aktivitas otak, studi neuroimaging
fungsional dilakukan untuk menemukan daerah otak, atau jaringan
kortikal tertentu, yang baik hypoactive atau hiperaktif pada penyakit
tertentu. Misalnya meta-analisis oleh Houenou dkk menemukan
penurunan aktivasi dan pengurangan materi abu-abu di jaringan otak
kortikal-kognitif, yang telah dikaitkan dengan regulasi emosi pada pasien
dengan gangguan bipolar. Peningkatan aktivasi di limbik ventral daerah
otak yang menengahi pengalaman emosi dan generasi tanggapan
emosional juga ditemukan. Hal ini memberikan bukti perubahan
fungsional dan anatomi di gangguan bipolar dalam jaringan otak yang
berhubungan dengan pengalaman dan regulasi emosi.

4. Faktor Psikodinamik

Banyak praktisi melihat dinamika penyakit manik-depresif


sebagai dihubungkan melalui jalur umum tunggal. Mereka melihat
depresi sebagai manifestasi dari kerugian (yaitu, hilangnya harga diri dan
rasa tidak berharga). Oleh karena itu, manik berfungsi sebagai
pertahanan terhadap perasaan depresi. Melanie Klein adalah salah satu
pendukung utama dari formulasi ini.

5. Kelainan Tidur
Insomnia inisial dan terminal, sering terbangun, hipersomnia adalah
gejala yang klasik dan lazim pada depresi dan penurunan kebutuhan tidur
merupakan gejala klasik insomnia. Para peneliti telah lama mengenali

10
bahwa EEG pada banyak pasien dengan depresi mengalami kelainan.
Kelainan yang lazim adalah awitan tidur yang tertunda, pemendekan
latensi Rapid Eye Movement (REM), peningkatan lama periode REM
pertama, serta tidur delta abnormal.

2.4 Tanda dan Gejala Gangguan Bipolar

Terdapat dua pola gejala dasar pada Gangguan bipolar yaitu, episode
depresi dan episode manik.
1. Episode manic
Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien
mengalami mood yang elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki,
secara menetap, tiga atau lebih gejala berikut (empat atau lebih bila
hanya mood iritabel) yaitu:
a. Grandiositas atau percaya diri berlebihan
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Cepat dan banyaknya pembicaraan
d. Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor
g. Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan
sekolah)
h. Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa
perhitungan yang matang).
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran
psikotik, hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta
adanya Gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Pasien hipomanik
kadang sulit didiagnosa sebab beberapa pasien hipomanik justru
memiliki tingkat kreativitas dan produktivitas yang tinggi. Pasien
hipomanik tidak memiliki gambaran psikotik (halusinasi, waham atau
perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan hospitalisasi.7-15

2. Episode Depresi Mayor

11
Paling sedikit dua minggu pasien mengalami lebih dari empat symptom
atau tanda yaitu:
a. Mood depresif atau hilangnya minat atau rasa senang
b. Menurun atau meningkatnya berat badan atau nafsu makan
c. Sulit atau banyak tidur
d. Agitasi atau retardasi psikomotor
e. Kelelahan atau berkurangnya tenaga
f. Menurunnya harga diri
g. Ide-ide tentang rasa bersalah, ragu-ragu dan menurunnya
konsentrasi
h. Pesimis
i. Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri (dengan atau tanpa
rencana) atau tindakan bunuh diri.
Gejala-gejala diatas menyebabkan penderitaan atau mengganggunya
fungsi personal, sosial, pekerjaan.
3. Episode Campuran
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode manik dan
depresi yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi
(lebih sering mood disforik), iritabel, marah, serangan panic,
pembicaraan cepat, agitasi, menangis, ide bunuh diri, insomnia derajat
berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang
bingung. Kadang-kadang gejala cukup berat sehingga memerlukan
perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai
gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi personal, sosial dan
pekerjaan.
4. Episode Hipomanik
Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami
peningkatan mood, ekspansif atau irritable yang ringan, paling sedikit
terjadi gejala (empat gejala bila mood irritable) yaitu:
a. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Meningkatnya pembicaraan

12
d. Lompat gagasan atau pemikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f. Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor
g. Pikiran menjadi lebih tajam
h. Daya nilai berkurang
Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau prilaku atau
pembicaraan aneh) tidak membutuhkan hospitalisasi dan tidak
mengganggu fungsi personal, sosial, dan pekerjaan. Sering kali
dilupakan oleh pasien tetapi dapat dikenali oleh keluarga.
5. Sindrom Psikotik
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik
yang paling sering yaitu:
a. Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
b. Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode manik
sedangkan waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada
kalanya simtom psikotik tidak serasi dengan mood. Pasien dengan
Gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai skizofrenia. Ciri
psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi
pasien dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah
dihubungkan dengan prognosis yang buruk seperti: durasi episode
yang lama, disosiasi temporal antara Gangguan mood dan gejala
psikotik, dan riwayat penyesuaian social pramorbid yang buruk.
Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan terapi yang
penting, pasien dengan symptom psikotik hampir selalu
memerlukan obat anti psikotik di samping anti depresan atau anti
manik atau mungkin memerlukan terapi antikonvulsif untuk
mendapatkan perbaikan klinis. 7-15

2.5 Klasifikasi dan Diagnostik Gangguan Bipolar


Keterampilan wawancara dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis.
Informasi dari keluarga sangat diperlukan. Diagnosis ditegakkan

13
berdasarkan kriteria yang terdapat dalam DSM-V atau ICD-10. Pembagian
menurut DSM-V:
1. Gangguan mood bipolar I
Gangguan mood bipolar I, episode manic tunggal:
a. Hanya mengalami satu kali episode manic dan tidak ada rwayat
depresi mayor sebelumnya.
b. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
skizoafektif, Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik
yang tidak dapat diklasifikasikan.
c. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medic umum
d. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan
aspek fungsi penting lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode manic sekarang ini:
a. Saat ini dalam episode manic
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode
manik, depresi, atau campuran.
c. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak
bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan
waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
d. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat
atau kondisi medik umum.
e. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan
aspek fungsi penting lainnya.

Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini:


a. Saat ini dalam episode campuran
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik,
depresi atau campuran

14
c. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
skizofreniform, Gangguan waham, atau Gangguan psikotik yang
tidak diklasifikasikan
d. Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat
atau kondisi medik umum
e. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini:
a. Saat ini dalam episode hipomanik
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manic
atau campuran
c. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup
bermakna atau hendaya social, pekerjaan atau aspek fungsi penting
lainnya
d. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, dan dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini:
a. Saat ini dalam episode depresi mayor
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan
campuran
c. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, dan dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
d. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medik umum

15
e. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.
Gangguan mood bipolar I, Episode Yang tidak dapat diklasifikasikan
saat ini:
a. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik,
hipomanik, campuran atau episode depresi.
b. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik
atau campuran.
c. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.
d. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.
2. Ganggguan Mood Bipolar II
Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling
sedikit satu episode hipomanik.
3. Gangguan Siklotimia
a. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan
gejala-gejala hipomanik dan beberapa periode dengan gejala-gejala
depresi yang tidak memenuhi criteria untuk Gangguan depresi
mayor. Untuk anak-anak dan remaja durasinya paling sedikit satu
tahun.
b. Selama periode dua tahun di atas penderita tidak pernah bebas dari
gejala-gejala pada kriteria A lebih dari dua bulan pada suatu waktu.
c. Tidak ada episode depresi mayor, episode manik, episode
campuran, selama dua tahun gangguan tersebut.
Catatan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang
tindih dengan manic atau episode campuran (diagnosis GB I dan

16
Gangguan siklotimia dapat dibuat) atau episode depresi mayor
(diagnosis GB II dengan Gangguan siklotimia dapat ditegakkan).
d. Gejala-gejala pada criteria A bukan skizoafektif dan tidak
bertumpangtindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan
waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
e. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat
atau kondisi medic umum
f. Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang secara klinik
cukup bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social,
pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya. 16
Pembagian menurut PPDGJ III:
1. F31 Gangguan Afek Bipolar
a. Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya
dua episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas
terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek
disertai penambahan energi dan aktivitas (manik atau hipomanik),
dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan
energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya
ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya
mulai dengan tiba-tiba dan berlangsug antara 2 minggu sampai 4-5
bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata
sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada
orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi
setelah peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental
lainnya (adanya stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
b. Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30).

2. F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik


a. Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomanik
(F30); dan

17
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
3. F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala
Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk manik tanpa
gejala psikotik (F30.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
4. F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala
psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk manik
dengan gejala psikotik (F30.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa lampau.
5. F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau
Sedang
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresi ringan (F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran di masa lampau.
6. F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala
psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran di masa lampau.
7. F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan
Gejala Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran dimasa lampau.

18
8. F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik,
hipomanik, dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan
cepat (gejala manik/hipomanik dan depresif yang sama-sama
mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang
sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu);
dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik, atau campuran di masa lampau.
9. F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa
bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu
episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan
ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depres if atau campuran).
10. F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
11. F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT. 17

2.6 Pemeriksaan Penunjang Gangguan Bipolar


1. Darah lengkap
Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui anemia
sebagai penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan
antikonvulsan, dapat mensupresi sumsum tulang, oleh karena itu
diperlukan pemeriksaan sel darah merah dan sel darah putih untuk
mengecek supresi sumsum tulang. Lithium dapat menyebabkan
peningkatan sel darah putih yang reversibel.
2. Elektrolit
Konsentrasi elektrolit serum diukur untuk membantu masalah
diagnostic, terutama dengan natrium, yang berkaitan dengan depresi.
Hiponatremi dapat bermanifestasi sebagai depresi. Penatalaksanaan
dengan lithium dapat berakibat pada masalah ginjal dan gangguan
elektrolit. Kadar natrium rendah dapat berakibat pada peningkatan

19
kadar lithium dan toxisitas lithium. Oleh karena itu, skrining kandidat
untuk terapi litium maupun yang sedang dalam terapi lithium,
mengecek elektrolit merupakan indikasi.
3. Kalsium
Kalsium serum untuk mendiagnosis hiperkalsemi dan hipokalsemi yang
berkaitan dengan perubahan status mental (e.g hiperparatiroid).
Hiperparatiroid, yang dibuktikan dengan peningkatan kalsium darah,
mencetuskan depresi. Beberapa antidepresan, seperti nortriptyline,
mempengaruhi jantung, oleh karena itu, mengecek kadar kalsium sangat
penting.
4. Protein
Kadar protein yang rendah ditemukan pada pasien depresi sebagai hasil
dari tidak makan. Kadar protein rendah, menyebabkan meningkatkan
bioavailabilitas beberapa medikasi, karena obat-obat ini hanya memiliki
sedikit protein untuk diikat.
5. Hormon tiroid
Tes tiroid dilakukan untuk menentukan hipertiroid (manik) dan
hipotiroid (depresi). Pengobatan dengan lithium dapat menyebabkan
hipotiroid, yang berkontribusi pada perubahan mood secara cepat.
6. Kreatinin dan blood urea nitrogen (BUN)
Gagal ginjal dapat timbul sebagai depresi. Pengobatan dengan lithium
dapat mempengaruhi klirens ginjal, dan serum kreatinin dan BUN dapat
meningkat.
7. Skrining zat dan alkohol
Penyalahgunaan alkohol dan berbagai macam obat dapat
memperlihatkan sebagai manik atau depresi. Contohnya,
penyalahgunaan amfetamin dan kokain dapat timbul sebagai manik, dan
penyalahgunaan barbiturate dapat timbul sebagai depresi.
8. EKG
Banyak antidepresan, terutama trisiklik dan beberapa antipsikotik, dapat
berefek pada jantung dan membuat masalah konduksi. Lithium juga

20
dapat berakibat pada perubahan reversibel flattening atau inversi pada T
wave pada EKG.
9. EEG
Alasan untuk penggunaan EEG pada pasien bipolar:
a. EEG menyediakan garis dasar dan membantu mengesampingkan
masalah neurologi. Menggunakan tes ini untuk mengesampingkan
kejang dan tumor otak.
b. Bila dilakukan ECT. Monitoring EEG saat ECT digunakan untuk
mendeterminasi timbulnya dan durasi kejang.
c. Beberapa studi memperlihatkan abnormalitas dari penemuan EEG
sebagai indikasi efektivitas antikonvulsan. Lebih spesifik,
penemuan abnormal dari EEG dapat memprediksi respons dari
asam valproate.
d. Beberapa pasien dapat mengalami kejang saat pengobatan,
terutama antidepresan. 18,19

2.7 Diferensial Diagnostik Gangguan Bipolar


1. Skizofrenia
Agak sulit membedakan episode manik dengan skizofrenia, sehingga dapat menjadi
salah satu diagnosis banding. Gembira berlebihan, elasi, dan pengaruh
mood lebih banyak ditemukan pada episode manik dibandingkan pada
skizofrenia. Kombinasi dari mood manik, cara bicara yang cepat
dan hiperaktivitas yang berlebihan dapat ditemukan dalam episode manik.
Onset pada episode manik berlangsung cepat dan menimbulkan sebuah perubahan
pada perubahan perilaku pasien. Sebagian dari pasien bipolar I memiliki
riwayat keluarga dengan gangguan mood. Kataonik dapat menjadi bagian dari fase
depresif gangguan bipolar I. Saat mengevaluasi pasien dengan katatonia
dokter harus teliti dengan riwayat sebelumnya untuk manik atau
episode depresi serta riwayat keluarga dengan gangguan mood.
2. Depresi Berat
Gangguan bipolar tipe I sering dapat bertumpang tindih dengan depresi
berat, perlu dibedakan antara depresi berat yang berdiri sendiri atau

21
depresi yang merupakan bagian dari gangguan bipolar. Gejala dari kedua
gangguan ini hampir sama dimana seseorang mengalami afek depresi, kehilangan
semangat, putus asa dan tidak bersemangat ditambah gelaja seperti sulit tidur,
nafsu makan menurun dan lain sebagainya. Sehingga teknik wawancara
yang baik diperlukan untuk menggali apakah pasien memiliki episode manik atau
hipomanik sebelumnya dan apakah pasien menunjukan gejala-gejala
yang sesuai dengan episode manik, sehingga dapat dibedakan antara
depresi yang berdiri sendiri dengan depresi yang menjadi bagian
dari gangguan afek bipolar.
3. Intoksikasi Obat
Penyalahgunaan obat seperti amfetamin dapat memicu keadaan manik. Selain
itu, penyalahgunaan obat seperti benzodiazepine dapat memicu keadaan
depresif.
4. Hiper dan Hipotiroid
Gangguan bipolar dapat berupa epidose manik atau hipomanik maupun episode
depresi. Kondisi hiper dan hipotiroid dapat memnyebabkan
pasien menunjukan gejala-gejala yang mirip dengan gangguan bipolar.
Pada hipertiroid pasien akan merasa mudah tersinggung, dan dapat
terjadi hiperaktivitas yang harus dibedakan dengan episode manik pada
gangguan bipolar. Sedangkan pada hipotiroid pasien dapat mengalami
penurunan aktivitas, pasien menjadi lemas dan tidak bersemangat.
Pemeriksaan fisik yang baik serta penggalian informasi pada anamnesis
dapat membedakan gangguan bipolar dengan hiper atau hipotiroid,
penemuan gejala lain gangguan pada tiroid seperti penurunan berat
badancepat adanya pembesaran pada leher maupun gejala hiper dan hipotiroid
lainnya dapat membedakan kedua gangguan ini.
5. Skizoafektif
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala
definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat
yang bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu
sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan
bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak

22
memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau
depresif.

2.8 Agresivitas dan Gangguan Psikiatrik1,4,10


Terdapat hubungan yang jelas antara agresivitas dan gangguan

psikiatrik. Perilaku agresif merupakan bagian integral dari beberapa

gangguan psikiatrik.

Beberapa gangguan psikiatrik yang berhubungan dengan agresivitas:

- Retardasi mental

- Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas

- Gangguan perilaku (conduct disorder)

- Gangguan kognisi: delirium dan demensia

- Gangguan psikotik: skizofrenia dan gangguan psikotik YTT

- Gangguan mood: akibat kondisi medis umum ataupun akibat

penggunaan zat

- Gangguan eksplosif intermitten

- Gangguan penyesuaian

- Gangguan kepribadian: paranoid, antisosial, borderline, narsisistik

Pada pasien gangguan jiwa terdapat suatu kerentanan untuk

timbulnya agresivitas. Manifestasi dari kerentanan tersebut berbeda-beda

tergantung dari konteks psikopatologinya (Gambar 1). Misalnya pada

konteks adanya psikopati yang ditandai dengan tidak adanya empati dan

perilaku tidak berperasaan kepada orang lain, agresivitas rentan untuk

timbul sebagai agresivitas instrumental dengan karakteristik gangguan

kepribadian antisosial. Ketika kerentanan berhubungan dengan

23
kelemahan kognitif atau disorganisasi proses pikir maka agresivitas dapat

bermanifestasi pada pasien psikotik atau pada perilaku menyimpang

seperti pembunuhan, pemerkosaan dan pembunuhan serial. Individu

dengan predisposisi ansietas yang kemudian terpapar dengan trauma

memiliki kerentanan untuk menjadi agresif. Agresivitas pada pasien

tersebut timbul bila dipicu oleh sinyal-sinyal yang membangkitkan

trauma terdahulu, sama halnya pada PTSD (Post Traumatic Stress

Disorder).

Agresivitas reaktif atau impulsif sering terjadi dalam konteks

adanya sensitivitas yang ekstrim dan disregulasi emosional seperti pada

gangguan kepribadian ambang. Kerentanan terhadap agresivitas dapat

dimungkinkan oleh adanya perubahan mood atau keadaan ansietas

seperti pada gangguan bipolar, gangguan cemas menyeluruh, atau

gangguan panik. Agresivitas yang bersifat episodik dan kekerasan sering

menyertai demensia. Gangguan penyalahgunaan zat merupakan

komorbid yang biasanya terjadi, yang mana gangguan ini berkontribusi

terhadap distorsi kognitif maupun timbulnya disinhibisi.

Gambar 1. Kerentanan terhadap agresivitas dan Gangguan Psikiatrik

24
2.9 Tatalaksana Gangguan Bipolar

A. Farmakoterapi
Pendekatan farmakoterapeutik terhadap gangguan bipolar telah
menimbulkan perubahan besar dalam pengobatannya dan secara
dramatis telah mempengaruhi perjalanan gangguan bipolar dan
menurunkan biaya bagi penderita.
a. Episode mania atau hipomania
1. Mood Stabilizer
2. Antipsikotik atipikal
3. Mood stabilizer + antipsikotik atipikal.
b. Episode depresi
1. Antidepresan
2. Mood stabilizer
3. Antipsikotik atipikal
4. Mood stabilizer + antidepresan
5. Antipsikotik atipikal + antidepresan9,10

Table 1 Penatalaksanaan kedaruratan agitasi akut.9


Lini • Injeksi IM Aripiprazol efektif untuk pengobatan agitasi pada
I pasien dengan episode mania atau campuran akut. Dosis adalah
9,75mg/injeksi. Dosis maksimum adalah 29,25mg/hari (tiga kali
injeksi per hari dengan interval dua jam). Berespons dalam 45-60
menit.
• Injeksi IM Olanzapin efektif untuk agitasi pada pasien dengan
episode mania atau campuran akut. Dosis 10mg/ injeksi. Dosis
maksimum adalah 30mg/hari. Berespons dalam 15-30 menit.
Interval pengulangan injeksi adalah dua jam. Sebanyak 90% pasien
menerima hanya satu kali injeksi dalam 24 jam pertama. Injeksi
lorazepam 2 mg/injeksi. Dosis maksimum Lorazepam 4 mg/hari.
Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi IM Aripiprazol atau

25
Olanzapin. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik karena
mengganggu stabilitas antipsikotika
Lini • Injeksi IM Haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang
II setelah 30 menit. Dosis maksimum adalah 15 mg/hari.
• Injeksi IM Diazepam yaitu 10 mg/kali injeksi. Dapat
diberikan bersamaan dengan injeksi haloperidol IM. Jangan
dicampur dalam satu jarum suntik.

26
Rekomendasi terapi pada mania akut
Tabel 2 Terapi mania.9
Lini I Litium, divalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin,
quetiapin XR, aripiprazol, litium atau divalproat +
risperidon, litium atau divalproat + quetiapin, litium atau
divalproat + olanzapin, litium atau divalproat +
aripiprazol

Lini II Karbamazepin, ECT, litium + divalproat, paliperidon

Lini III Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat


haloperidol, litium + karbamazepin, klozapin

Tidak Gabapentin, topiramat, lamotrigin, risperidon


direkomendasika
+ karbamazepin, olanzapin + karbamazepin
n

27
Gambar 1. Algoritma terapi mania akut.10

28
Penatalaksanaan pada Episode Depresi Akut, GB I
Tabel 3 Penatalaksanaan episode depresi akut.9
Lini I Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR,
litium atau divalproat + SSRI, olanzapin + SSRI,
litium + divalproat

Lini II Quetiapin + SSRI, divalproat, litium atau


divalproat + lamotrigin

Lini III Karbamazepin, olanzapin, litium +


karbamazepin, litium atau divalproat +
venlafaksin, litium + MAOI, ECT, litium atau
divalproat atau AA + TCA, litium atau
divalproat atau karbamazepin + SSRI +
lamotrigin, penambahan topiramat

Tidak Gabapentin monoterapi, aripiprazol monoterapi


direkomendasika
n

29
Gambar 2 Alogaritma terapi GB I, episode depresi. 10

30
Rekomendasi terapi rumatan pada GB I
Tabel 4 Terapi rumatan GB I.9
Lini I Litium, lamotrigin monoterapi, divalproat, olanzapin,
quetiapin, litium atau divalproat + quetiapin, risperidon
injeksi jangka panjang (RIJP), penambahan RIJP,
aripirazol

Lini II Karbamazepin, litium + divalproat, litium +


karbamazepin, litium atau divalproat + olanzapin, litium
+ risperidon, litium + lamotrigin, olanzapin + fluoksetin

Lini III Penambahan fenitoin, penambahan olanzapin,

penambahan ECT, penambahan topiramat,

penambahan asam lemak omega-3, penambahan


okskarbazepin

Tidak Gabapentin, topiramat atau antidepresan monoterapi


direkomendasika
n

Rekomendasi terapi akut depresi, GB II


Tabel 5 Terapi akut depresi, GB II.9
Lini I Quetiapin

Lini II Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat +


antidepresan, litium + divalproat, antipsikotika atipik +
antidepresan

Lini III Antidepresan monoterapi (terutama untuk pasien yang

31
jarang mengalami hipomania)

Rekomendasi terapi rumatan GB II


Tabel 6 Terapi Rumatan GB II.9
Lini I Litium, lamotrigin

Lini II Divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika atipik


+ antidepresan, kombinasi dua dari: litium, lamotrigin,
divalproat, atau antipsikotika atipik

Lini III Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT

Tidak Gabapentin
direkomendasika
n

Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan pada gangguan


bipolar:
a. Mood stabilizer
1. Litium
Litium sudah digunakan sebagai terapi mania akut sejak 50 tahun
yang lalu. Memiliki efek akut dan kronis dalam pelepasan serotonin dan
norepineprin di neuron terminal sistem saraf pusat.
- Farmakologi:
Sejumlah kecil litium terikat dengan protein. Litium diekskresikan
dalam bentuk utuh hanya melalui ginjal.
- Indikasi:
Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat
sebagai terapi rumatan GB.
- Dosis:
Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan
menitrasi dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar
antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari. Dosis
32
awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut
lebih tinggi bila dibandingkan dengan terapi rumatan. Untuk terapi
rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEq/L. Dosis kecil dari 0,4
mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala
toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.
- Perbaikan klinis:
7-14 hari
- Efek samping:
Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor,
somnolen, penambahan berat badan, dan penumpulan kognitif.
Neurotoksisitas, delirium, dan ensefalopati dapat pula terjadi akibat
litium. Neurotoksisitas bersifat irreversible. Akibat intoksikasi
litium, deficit neurologi permanen dapat terjadi misalnya, ataksia,
deficit memori, dan gangguan pergerakan. Untuk mengatasi
intoksikasi litium, hemodialisis harus segera dilakukan. Litium
dapat merusak tubulus ginjal. Factor resiko kerusakan ginjal adalah
intoksikasi litium, polifarmasi dan adanya penyakit fisik yang
lainnya. Pasien yang mengkonsumsi litium dapat mengalami
poliuri. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk banyak meminum
air.
- Pemeriksaan laboratorium:
Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin)
dan fungsi tiroid, harus diperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien
yang berumur di atas 40 tahun, pemeriksaan EKG harus dilakukan.
Fungsi ginjal harus diperiksa Setiap Setiap 2-3 bulan dan fungsi
tiroid dalam enam bulan pertama. Setelah enam bulan, fungsi ginjal
dan tiroid diperiksa sekali dalam 6-12 bulan atau bila ada indikasi.
- Wanita hamil:
Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan
malformasi janin. Kejadiannya meningkat bila janin terpapar pada
kehamilan yang lebih dini. Wanita dengan GB yang derajatnya
berat, yang mendapat rumatan litium, dapat melanjutkan litium

33
selama kehamilan bila ada indikasi klinis. Kadar litium darahnya
harus dipantau dengan seksama. Pemeriksaan USG untuk
memantau janin, harus dilakukan. Selama kehamilannya, wanita
tersebut harus disupervisioleh ahli kebidanan dan psikiater.
Sebelum kehamilan terjadi, risiko litium terhadap janin dan efek
putus litium terhadap ibu harus didiskusikan. 9,10

2. Valproat
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA
sebagai antimania. Valproat tersedia dalam bentuk:
1. Preparat oral;
a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat
dan sodium valproat adalah sama (1:1)
b. Asam valproat
c. Sodium valproat
d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-
partikel salut yang dapat dimakan secara utuh atau dibuka
dan ditaburkan ke dalam makanan.
e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari.
2. Preparat intravena
3. Preparat supositoria
- Farmakologi:
Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian
oral. Konsentrasi puncak plasma valproat sodium dan asam
valproat dicapai dalam dua jam sedangkan sodium divalproat
dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi divalproat lepas lambat lebih cepat
bila dibandingkan dengan tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat
bila obat diminum bersamaan dengan makanan. Ikatan valproat
dengan protein meningkat bila diet mengandung rendah lemak dan
menurun bila diet mengandung tinggi lemak.
- Dosis:

34
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat
dalam serum berkisar antara 45 -125 mg/mL. Untuk GB II dan
siklotimia diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma < 50
mg/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari
atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga
mencapai konsentrasi serum 45- 125 mg/mL. Efek samping,
misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit
serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum > 100 mg/mL.
Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang
dianjurkan adalah antara 75-100 mg/mL.
- Indikasi:
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor
akut, terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons
dengan litium, siklus cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB
pada lanjut usia.
- Efek Samping:
Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi,
misalnya anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan
(derajat ringan) enzim transaminase, sedasi, dan tremor. Efek
samping ini sering terjadi pada awal pengobatan dan bekurang
dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya waktu. Efek
samping gastrointestinal lebih sering terjadi pada penggunaan asam
valproat dan valproat sodium bila dibandingkan dengan tablet salut
sodium divalproat.
3. Lamotrigin
Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia
menghambat kanal Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan
glutamat.
- Farmakokinetik:
Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati
sawar otak dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam.
Sebanyak 10% lamotrigin dieksresikan dalam bentuk utuh.

35
- Indikasi:
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut
maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.
- Dosis:
Berkisar antara 50-200 mg/hari.
- Efek Samping:
Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan
berbagai bentuk kemerahan di kulit.9,10

b. Antipsikotika Atipik
Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi,
efektif sebagai terapi lini pertama untuk GB. Beberapa antipsikotika
atipik tersebut adalah olanzapin, risperidon, quetiapin, dan aripiprazol.
1. Risperidon
Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika
atipik pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin.
- Absorbsi:
Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia
dimetabolisme oleh enzim hepar yaitu CYP 2D6.
- Dosis:
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan
yaitu tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2
mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4
mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari.
Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan
untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk orang
dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak
berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg -
50 mg per dua minggu.
- Indikasi:
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk
terapi rumatan.

36
- Efek Samping:
Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan,
berkurangnya gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi
pada risperidon bila dibandingkan dengan pada plasebo. Meskipun
risperidon tidak terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergik
muskarinik, mulut kering, mata kabur, dan retensi urin, dapat
terlihat pada beberapa pasien dan sifatnya hanya sementara.
Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat pula terjadi pada
pemberian risperidon. 9,10
2. Olanzapin
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki
afinitas terhadap dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-
HT2); muskarinik, histamin 1(H1), dan a1- adrenergik.
- Indikasi:
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode
akut mania dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk
terapi rumatan GB.
- Dosis:
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.
- Efek Samping:
Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah
beberapa lama. Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi
kejadiannya sangat rendah dan tidak menyebabkan penghentian
pengobatan. Risiko terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila
dibandingkan dengan antipsikotika atipik lainnya. Keadaan ini
dapat diatasi dengan melakukan psikoedukasi, misalnya merubah
gaya hidup, diet dan latihan fisik. 9,10
3. Quetiapin
Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja
sebagai antagonis 5-HT1A dan 5 -HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1
serta reseptor adrenergik a1 dan a2. Afinitasnya rendah terhadap
reseptor D2 dan relatif lebih tinggi terhadap serotonin 5-HT2A.

37
- Dosis:
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari.
Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis
25 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali
per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300
mg, satu kali per hari.
- Indikasi:
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi,
campuran, siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.
- Efek Samping:
Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan
efek samping yan sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang
dengan berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan dengan
quetiapin adalah sedang dan tidak menyebabkan penghentian
pengobatan. Peningkatan berat badan lebih kecil bila dibandingkan
dengan antipsikotika tipikal. 9,10
3. Aripiprazol
Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin. 9,10
- Farmakologi:
Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-
HT1A serta antagonis 5- HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang
tinggi pada reseptor D3, afinitas sedang pada D4, 5-HT2c, 5-HT7,
a1-adrenergik, histaminergik (H1), dan serotonin reuptake site
(SERT), dan tidak terikat dengan reseptor muskarinik kolinergik.
- Dosis:
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg.
Kisaran dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal
yang direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali
sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan
untuk menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa
dosis awal 5 mg dapat meningkatkan tolerabilitas.
- Indikasi:

38
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran
akut. Ia juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga
efektif sebagai terapi tambahan pada GB I, episode depresi.
- Efek Samping:
Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual
merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara
spontan oleh kelompok yang mendapat aripiprazol. Efek samping
ekstrapiramidalnya tidak berbeda secara bermakna dengan plasebo.
Akatisia dapat terjadi dan kadang-kadang dapat sangat mengganggu
pasien sehingga sering mengakibatkan penghentian pengobatan.
Insomnia dapat pula ditemui. Tidak ada peningkatan berat badan
dan diabetes melitus pada penggunaan aripiprazol. Selain itu,
peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai. Aripiprazol tidak
menyebabkan perubahan interval QT. 9,10

c. Antidepresan
1) Derivat trisiklik
• Imipramin (dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan
sampai maksimum 250-300 mg sehari)
• Amitriptilin ( dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap
sampai dosis maksimum 150-300 mg sehari).
2) Derivat tetrasiklik
• Maproptilin, Mianserin ( dosis lazim : 30-40 mg malam hari,
dosis maksimum 90 mg/ hari).
3) Derivat MAOI (MonoAmine Oksidase-Inhibitor)
• Moclobemide (dosis lazim : 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis
dapat dinaikkan sampai dengan 600 mg/ hari).
4) Derivat SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
• Sertralin (dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan
maksimum 200 mg/hr)
• Fluoxetine ( dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum
80 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi)

39
• Fluvoxamine (dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari
sebaiknya pada malam hari, maksimum dosis 300 mg)
• Paroxetine, Citalopram (dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60
mg /hari).
5) Derivat SNRI (Serotonin Norepineprin Reuptake Inhibitor)
• Venlafaxine (dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat
ditingkatkan menjadi 150-250 mg 1x/hari), Duloxetine. 9,10

B. Terapi psikososial
- Terapi kognitif (Aaron Beck)
Tujuannya:
a. Menghilangkan episode depresi dan mencegah rekurennya
dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif
negatif.
b. Mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel dan
positif, serta melatih kembali respon kognitif dan perilaku
yang baru. 20
- Terapi interpersonal (Gerrad Kleman)
Memusatkan pada masalah interpersonal yang sekarang dialami
oleh pasien dengan anggapan bahwa masalah interpersonal
sekarang mungkin terlibat dalam mencetuskan atau memperberat
gejala depresi sekarang. Terapi ini difokuskan pada problem
interpersonal yang ada. Diasumsikan bahwa, pertama, problem
interpersonal yang ada saat ini merupakan akar terjadinya
disfungsi hubungan interpersonal. Problem interpersonal saat ini
berperan dalam terjadinya gejala depresi. Biasanya sesi
berlangsung antara 12 sampai 16 minggu dan ditandai dengan
pendekatan terapeutik yang aktif. Tidak ditujukan pada fenomena
intrapsikik seperti mekanisme defensi dan konflik internal.
Keterbatasan asertif, gangguan kemampuan sosial, serta
penyimpangan pola berpikir hanya ditujukan bila memang
mempunyai efek pada hubungan interpersonal tersebut.20

40
- Terapi perilaku
Terapi didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif
menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif
dari masyarakat dan kemungkinan penolakan yang palsu. Dengan
demikian pasien belajar untuk berfungsi di dunia dengan cara
tertentu dimana mereka mendapatkan dorongan positif. 20
- Terapi berorientasi-psikoanalitik
Mencapai kepercayaan dalam hubungan interpersonal, keintiman,
mekanisme penyesuaian, kapasitas dalam merasakan kesedihan
serta kemampuan dalam merasakan perubahan emosional secara
luas. 20
- Terapi keluarga
Diindikasikan untuk gangguan yang membahayakan perkawinan
pasien atau fungsi keluarga atau jika gangguan mood dapat
ditangani oleh situasi keluarga. Terapi keluarga meneliti peran
suasana hati teratur dalam keseluruhan kesejahteraan psikologis
dari seluruh keluarga, tetapi juga mengkaji peran seluruh keluarga
dalam pemeliharaan gejala pasien. Pasien dengan gangguan mood
memiliki tingkat tinggi perceraian, dan sekitar 50 persen dari
semua pasangan melaporkan bahwa mereka tidak akan menikah
atau memiliki anak jika mereka tahu bahwa pasien akan
mengembangkan gangguan mood. 20
- Rawat Inap
Yang pertama dan paling penting keputusan dokter harus dibuat
adalah apakah untuk memutuskan pasien rawat inap atau pasien
rawat jalan. Jelas indikasi untuk rawat inap adalah risiko bunuh
diri atau pembunuhan, pasien yang sangat berkurang
kemampuannya untuk makan dan kebutuhan untuk prosedur
diagnostik. Suatu onset yang berkembang cepat gejala juga dapat
menjadi indikasi untuk rawat inap. Seorang dokter dapat dengan
aman mengobati depresi ringan atau hypomania dengan rawat
jalan jika evaluasi pasien terus rutin dilakukan. Tanda-tanda klinis

41
dari gangguan penilaian, penurunan berat badan, atau insomnia
harus minimal. Sistem pendukung pasien harus kuat, tidak ada
menarik diri dari pasien. Setiap perubahan negatif dalam gejala-
gejala pasien atau perilaku mungkin cukup untuk menjadi indikasi
rawat inap rawat inap. Pasien dengan gangguan mood sering tidak
mau masuk rumah sakit secara sukarela, dan mungkin harus
sengaja dimasukan. Pasien-pasien ini sering tidak dapat membuat
keputusan karena pemikiran mereka melambat, Weltanschauung
negatif (pandangan dunia), dan keputusasaan. Pasien yang manik
sering memiliki seperti kurangnya wawasan gangguan mereka
yang rawat inap tampaknya benar-benar tidak masuk akal bagi
mereka.20
- Terapi Fisik: Electro Convulsive Therapy (ECT)
Terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak melalui 2 elektrode
yang ditempatkan pada bagian temporal kepala. Sering digunakan
pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang
besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik
(dengan dosis yang sudah adekuat).

2.10 Komplikasi Gangguan Bipolar


- Pengeluaran uang yang berlebihan untuk kesenangan dan kekeliruan
dalam bisnis dan usaha dapat menyebabkan pasien terlibat dalam hutang
yang serius dalam masalah ekonomi.
- Hiperseksualitas dapat menyebabkan kehamilan yang tidak direncanakan
dan tidak diinginkan atau pernikahan yang tidak dipikirkan terlebih
dahulu hingga menimbulkan masalah psikososial.
- Manik iritabel seringkali terlibat dalam permasalahan hukum (melanggar
aturan) dan dapat berkelahi dan menciptakan perselisihan dengan
siapapun yang berkontak dengannya.
- Persahabatan dapat hancur dan perceraian dapat terjadi hingga masalah
sosial.

42
- Bunuh diri terjadi sekitar 10% sampai 20% pasien dengan gangguan
bipolar.7

2.11 Prognosis Gangguan Bipolar

Akan tetapi prognosis pasien gangguan bipolar I lebih buruk


dibandingkan dengan pasien dengan gangguan depresif berat. Kira-kira 40%-
50% pasien gangguan bipolar I memiliki episode manik Kedua dalam waktu dua
tahun setelah episode pertama. Kira-kira 7% dari semua pasien gangguan bipolar
I tidak menderita gejala rekurensi, 45% menderita lebih dari satu episode, dan
40% menderita gangguan kronis. Pasien mungkin memiliki 2 sampai 30 episode
manik, walaupun angka rata-rata adalah Sembilan episode. Kira-kira 40% dari
semua pasien menderita lebih dari 10 episode.

43
BAB 3
KESIMPULAN

Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan


ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi dan campuran, biasanya
rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Gangguan bipolar dibedakan
menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan bipolar II. Perbedaanya adalah pada
bipolar I memiliki episode manik dan depresi sedangkan pada gangguan bipolar
II mempunyai episode hipomanik dan depresi mayor. Gangguan mood bipolar
ini disebabkan oleh multifaktorial seperti faktor genetik, faktor biokimia, faktor
neurofisiologis, faktor psikodinamik dan kelainan tidur. Dalam perjalanan
penyakitnya gangguan bipolar ini berbeda-beda tergantung pada tipe dan
waktunya. Onset biasanya pada usia 30 tahun. Wanita dan laki-laki memiliki
prevalensi yang sama. Episode manik lebih sering pada laki-laki dan episode
depresi lebih sering pada perempuan. Penatalaksanaan gangguan bipolar
tergantung pada jenis bipolarnya sendiri, apakah itu fase manik, fase depresi,
fase campuran. Diperlukan teknik wawancara dan pendekatan yang baik
sehingga dapat menegakan diagnosis bipolar dan membedakan bipolar dari
gangguan jiwa maupun penyakit yang lain. Penegakan diagnosis penting untuk
memberikan penatalaksaan yang tepat bagi pasien. Prognosis tergantung pada
penggunaan obat-obatan dengan dosis yang tepat, pengetahuan komprehensif
44
mengenai penyakit ini dan efeknya, hubungan positif dengan dokter dan
therapist, kesehatan fisik. Semua faktor ini merujuk ke prognosis bagus.
Agresivitas merupakan segala sesuatu yang berkenaan dengan perilaku
yang memiliki maksud untuk menyakiti orang lain atau memiliki potensi
membahayakan, di mana korban merupakan pihak yang tidak menginginkan hal
tersebut. Agresivitas dapat secara fisik maupun verbal, dapat ditujukan terhadap
diri sendiri, orang lain ataupun obyek. Selain itu juga dikenal agresivitas yang
terencana dan agresivitas impulsif. Etiologi agresivitas berasal dari faktor-faktor
psikologis, sosial, lingkungan, situasional dan biologis.
Agresivitas sering ditemukan pada berbagai gangguan psikiatrik.
Evaluasi yang obyektif dan adekuat diperlukan untuk memperoleh diagnosis
yang tepat, dengan tetap memperhatikan faktor keselamatan pasien, dokter, staf,
dan keluarga. Mekanisme agresivitas pada berbagai gangguan psikiatrik
bervariasi, namun cenderung melibatkan ketidakseimbangan regulasi kortikal
dan subkortikal.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Hawari D. Psikopatologi Bunuh Diri. Jakarta. Balai Penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.
2. Wirasto, RT. Suicide Prevention in Indonesia: Providing Public Advocacy.
JMAJ. 2012; 55: 98-104.
3. Vijayakumar L and Nagarai K.. Suicide and Suicide Prevention in
Developing Countries, Disease Control Priorities Project. Working Paper.
2004; No. 27.
4. Akiskal HS. The Prevalent Clinical Spectrum of Bipolar Disorders: Beyond
DSM-V. J Clin Psychopharm. 1996; 16: 2. Suppl 1. 4S-14S.
5. Rihmers and Kiss. Bipolar Disorders, American Journal of Psychiatry.2002;
1:21-25.
6. Rusdi M. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2001. p. 58-69.
7. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri
Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis edisi 7. Jakarta: Binarupa
Aksara. 1997. p. 777-858.
8. Lubis NL. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. 2009. p. 61-85.
9. Amir N. Gangguan mood bipolar: kriteria diagnostic dan tatalaksana dengan
obat antipsikotik atipik. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2010. h. 3-32.
10. Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar. Panduan tatalaksana
gangguan bipolar. Jakarta: Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar;
2010.hlm.2-21.
11. American Psychiatry Assosiasion. Practice guideline for the treatment of
patients with bipolar disorder. 2nd edition. 2002. Diunduh dari apa.org, 27
Juni 2022.
12. Soreff, Stepen. Bipolar Affective Disorder. Medscape. [Online] Agustus 18,
2014. [Cited: June 27, 2022.] emedicine.medscape.com.

46
13. Departemen Kesehatan RI. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan
jiwa di Indonesisa III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1993.hlm.140-50.
14. Simon H, Zieve D. Bipolar Disorder. 22 Januari 2009. Diunduh dari
www.umm.edu, 27 Juni 2022.
15. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan-sadock sinopsis psikiatri: ilmu
pengetahuan perilaku psikiatri klinis. Jilid satu. Jakarta: Binarupa Aksara;
2010.hlm.791-853.
16. Mood disorders. In: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
DSM-V-TR. 5th ed. Arlington, Va.: American Psychiatric Association;
2000. http://www.psychiatryonline.com. Accessed June 27, 2022
17. Departemen Kesehatan RI, 1998. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ). Edisi III. Dirjen Pelayanan Medis
RI. Jakarta.
18. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya. 2001. Buku Saku
Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III. PT Nuh Jaya: Jakarta.
19. Simon H, Zieve D. Bipolar Disorder. 22 Januari 2009. Diunduh dari
www.umm.edu, 27 Juni 2022.
20. Fakultas Kedokteran Universiats Indonesia. Buku ajar psikiatri. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2010.hlm.197-208.

47

Anda mungkin juga menyukai