Anda di halaman 1dari 47

TIFOID

Disusun Oleh : Dini Pela ( 1102014076 )

Pembimbing : dr. Sevria Yetty Anggraini Noer , Msc, Sp.A

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK RS TK. II MOH. RIDWAN


MEURAKSA
25 MEI – 25 JUNI 2022
IDENTITAS PASIEN

Nama : An. A
Tanggal lahir : 15 April 2017
Usia : 5 Tahun 1 Bulan
Jenis kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Alamat : Kel. Setu RT 1 RW 1, Setu
Tanggal masuk RS : 26 Mei 2022 pukul 06.05 WIB
IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah : Tn. D Nama Ibu : Ny. A
Umur : 40 tahun Umur : 37 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta Pekerjaan : IRT
Pendidikan : S1 Pendidikan :
Agama : Islam Agama : Islam
Alamat : Kel. Setu RT 1 RW 1, Setu Alamat : Kel. Setu RT1 RW 1, Setu
ANAMNESIS
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada hari senin
tanggal 30 Mei 2022 jam 06:15 WIB

Keluhan utama
Demam tinggi 1 SMRS
Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan demam sejak 7 hari SMRS.
Demam dirasakan naik turun. Demam meningkat terutama pada malam hari.
Sebelumnya 4 hari SMRS pasien sudah melakukan tes darah di salah satu klinik, dan
hasilnya didapatkan positif thypoid. Pasien hanya berobat jalan dan minum obat
penurun demam. Kemudian 1 hari SMRS suhu demam tinggi kembali mencapai 39 C
disertai dengan menggigil. Lalu pasien dibawa ke IGD RS TK.II Moh. Ridwan
Meuraksa. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati. Mual dan muntah tidak ada. Batuk,
flu, sesak napas tidak ada. Mimisan dan gusi berdarah tidak ada. BAB dan BAK
normal. Nafsu makan menurun.
STATUS GENERALIS

30 MEI 2022
Kesadaran umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis (GCS: E4 V5 M6)
Frekuensi nadi : 98 x/menit ( regular, isi cukup )
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Suhu : 36,7 C
SpO2 : 98 %
BB : 20 kg
TB : 113 cm
IMT : 15,7
PEMERIKSAAN FISIK
30 MEI 2022 MATA
· KULIT - Exophthalmos : tidak ada
- Warna : sawo matang - Enophthalmos : tidak ada
- Pucat : tidak ada - Edema kelopak : tidak ada
- Jaringan parut : tidak ada - Konjungtiva anemis : (-/-)
- Turgor : tidak ada - Sklera ikterik : (-/-)
- Sianosis : tidak ada - Pupil : Isokor
- Lesi primer : tidak ada - Refleks cahaya : Langsung (+/+)
- Lesi sekunder : tidak ada tidak langsung (+/+)
- Bercak kemerahan : tidak ada - Palpebra : superior -
inferior cekung (-/-) edema palpebra (-/-)
· KEPALA
- Kepala Bentuk : normocephal

- Rambut : hitam, tidak rontok


· MULUT
· TELINGA
- Mukosa mulut : Tidak kering
- Bentuk : Normal
- Lidah : Typhoid tongue (-)
- Pendengaran : Dalam batas normal
- Tonsil : T1-T1, hiperemis (-)
- Darah & sekret : Tidak ditemukan
- Gusi : tidak ada perdarahan

· HIDUNG
· LEHER
- Napas cuping hidung : tidak ada
- Trakea : Tidak deviasi
- Bentuk : Normal
- Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran
- Septum deviasi : Tidak ditemukan
- Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran
- Sekret : (+)
- Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran ,
- Perdarahan : tidak ada
nyeri tekan (-)
· PARU PARU
- Inspeksi : simetris, tidak tampak retraksi interkosta.
- Palpasi : taktil fremitus simetris.
- Perkusi : sonor pada kedua lapang paru.
- Auskultasi : suara nafas vesikular, ronki -/-, wheezing -/, stridor -/-

· JANTUNG
- Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak di sela iga 4 Linea mid
clavicula sinistra.
- Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga 4 linea mid clavicula sinistra.
- Auskultasi : BJ I dan BJ 2 reguler, murmur (-) gallop (-)
· ABDOMEN
- Inspeksi : sikatrik (-) dinding perut sejajar dengan dinding dada
- Auskultasi : bising usus (+)
- Perkusi : timpani pada seluruh pandang abdomen, shifting dullnes (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (+) , hepar dan lien tidak membesar, turgor baik

· EKSTREMITAS
- Tonus : normal superior-inferior
- Sianosis : (-/-)
- Akral : hangat
- Edema : (-/-)
- CRT : < 2 detik
- Peteki : (-)
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Keluhan Serupa : Disangkal
Riwayat TB : Disangkal
Riwayat Trauma : Disangkal
Riwayat Syok : Disangkal
Riwayat Kejang : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Diabetes : Disangkal
Riwayat Jantung : Disangkal
Riwayat Penyakit Ginjal : Disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluhan Serupa : Disangkal
Riwayat TB : Disangkal
Riwayat Trauma : Disangkal
Riwayat Syok : Disangkal
Riwayat Kejang : Disangkal
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Diabetes : Disangkal
Riwayat Jantung : Disangkal
Riwayat Penyakit Ginjal : Disangkal
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat kehamilan

Ibu G2P1A0. Hamil anak kedua saat usia 31 tahun. Selama hamil, ibu pasien melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan
dan dokter kandungan. Selama kehamilan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin dalam keadaan baik.

Riwayat persalinan

Ibu pasien melahirkan anak ketiga secara SC dengan usia kandungan 37 minggu untuk berat badan lahir 3300 gram dan
panjang badan 49 cm.
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat pasca lahir :
Bayi langsung menangis kuat ketika lahir, gerak aktif, warna kulit merah, langsung menyusui sejak hari pertama. Buang air
kecil dan besar pertama kurang dari 24 jam setelah lahir. Tidak didapatkan adanya ikterik dan asfiksia.
Riwayat makan :

0 – 6 bulan : ASI eksklusif hingga 6 bulan.


6 – 8 bulan : pemberian susu formula sebagai pengganti ASI, namun ASI tetap diberikan. Pemberian bubur yang
dilumatkan lalu disaring ukuran ½ semangkok dengan dada ayam, nasi dan sayuran 2-3x/hari
9 – 11 bulan : pemberian susu formula tetap dilanjutkan, pemberian makanan dengan potongan kecil / dicacah ukuran ¾
semangkok dengan ikan, nasi, minyak kelapa, tempe atau tahu dan sayuran 3-4x/hari dengan selingan buah potong
1-2x/hari
12 – 23 bulan : pemberian susu formula tetap dilanjutkan, pemberian makanan seperti dewasa ukuran semangkok dengan
hati ayam/daging ayam/ikan, nasi, minyak kelapa dan sayuran 2-3x/hari dengan selingan buah potong 1-2x/hari
24 bulan - sekarang : pemberian susu formula tetap diberikan, pemberian makanan yang di iris/suwir dengan hati
ayam/daging ayam/ikan, nasi, minyak kelapa dan sayuran 2-3x/hari dengan selingan buah potong 1-2x/hari
RIWAYAT IMUNISASI
Hepatitis B : saat lahir (1x), bulan ke 2 (1x), bulan ke 3 (1x), bulan ke 4 (1x)
Polio : saat lahir (1x), bulan ke 2 (1x), bulan ke 3 (1x), bulan ke 4 (1x), booster bulan ke 18 (1x)
BCG : saat lahir (1x)
DTP : saat bulan ke 2 (1), bulan ke 3 (1x), bulan ke 4 (1x), booster bulan ke 18 (1x)
Hib : saat bulan ke 2 (1x), bulan ke 3 (1x), bulan ke 4 (1x), booster bulan 15 (1x)
MR : saat bulan ke 9 (1x), bulan ke 18 (1x)

Imunisasi mengikuti sesuai jadwal


STATUS GIZI
BB / U : 0 - 1 SD
TB / U : 0 - 1 SD
BB / TB: 0 - 1 SD
BMI / U : 0 - 1 SD
LAB
26 MEI 2022

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

Hemoglobin 12.0 g/dl 13.2 - 17.3

Leukosit 14.5 ribu/uL 3.8 - 10.6

Hematokrit 36 % 40 - 52

Trombosit 448 ribu/uL 150 - 440


27 MEI 2022

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

Hemoglobin 11.6 g/dl 13.2 - 17.3

Leukosit 18.2 ribu/uL 3.8 - 10.6

Hematokrit 35 % 40 - 52

Trombosit 368 ribu/uL 150 - 440


28 MEI 2022

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

Hemoglobin 12.0 g/dl 13.2 - 17.3

Leukosit 13.4 ribu/uL 3.8 - 10.6

Hematokrit 37 % 40 - 52

Trombosit 358 ribu/uL 150 - 440


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

WIDAL

Salmonella Typhi O Positif 1 / 320 Negatif Negatif

Salmonella Typhi H Negatif Negatif Negatif

Salmonella Paratyphi AO Positif 1 / 80 Negatif Negatif

Salmonella Paratyphi BO Negatif Negatif Negatif

Salmonella Paratyphi CO Negatif Negatif Negatif

Salmonella Paratyphi AH Negatif Negatif Negatif

Salmonella Paratyphi BH Negatif Negatif Negatif

Salmonella Paratyphi CH Positif 1 / 80 Negatif Negatif


RESUME
Seorang anak laki laki berusia 5 tahun 1 bulan, dibawa oleh ibunya ke IGD
dengan keluhan demam. Riwayat demam 7 hari SMRS, dilakukan rawat jalan
namun 1 hari SMRS demam kembali tinggi dengan suhu 39 C, disertai
menggigil. Demam naik turun, tinggi terutama pada malam sore ke malam
hari. Ada flu, dan juga nyeri tekan di regio epigastrium. 4 hari SMRS pasien
sudah dinyatakan positif tifoid. Nafsu makan dan minum menurun. Hasil
LAB pada tanggal 26 Mei 2022 didapatkan : HB : 12.0 (<), leu : 14.5 (>),
Ht : 36 (<), trombosit : 448 (>). Status gizi dalam batas normal.
Diagnosis Kerja :
Demam tifoid

Rencana Pemeriksaan :
PCR
Kultur darah
Kultur feses
Penatalaksanaan

IVFD RL 16 tpm
Inj cefotaxime 2 x 500 mg
Paracetamol 3 x 1 cth
Antasida 3 x 1 cth
Lystamin 2 x 1 cth

Non medikamentosa
Istirahat yang cukup
Tirah baring
Minum air putih yang cukup serta makan yang bergizi
FOLLOW UP
30 MEI 2022

S : Demam masih naik turun, nyeri tekan pada ulu hati. BAB lembek 1x. Mual jika sehabis minum obat antasida. Flu ada.
Batuk dan sesak napas tidak ada. BAK normal. Makan dan minum baik.

O : KU : tampak sakit sedang. KS : CM. N : 110x/menit. RR : 22x/menit. TD : 110/70 mmHg. Suhu : 37.4 C. SpO2 : 98
%.

Status Generalis :
Kepala : Normocephal, Mata : SI (-), CA (-) dan edema palpebra (-/-), Telinga : secret (-), Pendarahan (-) Hidung : secret
(+), Pendarahan (-), Mulut : mukosa bibir kering (-) lidah kotor (-), Leher : pembesaran KGB (-), Thorax : normochest,
simetris, pergerakan nafas tidak tertinggal. Pulmo : ves (+/+) wh (-/-) rh (-). Cor : BJ I BJ II Reguler, murmur (-) dan gallop
(-) , Abdomen : supel, BU (+), Nyeri tekan dan tekan epigastrik (+) pemb. Lien dan hepar (-) Ekstremitas : Akral hangat,
CRT < 2 dtk
A : Demam Tifoid

P : IVD RL 16 tpm
Inj cefotaxime 2 x 500 mg
Paracetamol 3 x 1 cth
Antasida 3 x 1 cth
Lystamin 2 x 1 cth
FOLLOW UP
31 MEI 2022

S : Demam masih naik turun, nyeri tekan pada ulu hati sudah tidak ada. Mual dan muntah tidak ada. Flu ada. Batuk dan
sesak napas tidak ada. BAK dan BAB normal. Makan dan minum baik.

O : KU : tampak sakit sedang. KS : CM. N : 86x/menit. RR : 20x/menit. TD : 110/70 mmHg. Suhu : 36.7 C.
SpO2 : 98 %.

Status Generalis :
Kepala : Normocephal, Mata : SI (-), CA (-) dan edema palpebra (-/-), Telinga : secret (-), Pendarahan (-) Hidung : secret
(+), Pendarahan (-), Mulut : mukosa bibir kering (-) lidah kotor (-), Leher : pembesaran KGB (-), Thorax : normochest,
simetris, pergerakan nafas tidak tertinggal. Pulmo : ves (+/+) wh (-/-) rh (-). Cor : BJ I BJ II Reguler, murmur (-) dan gallop
(-) , Abdomen : supel, BU (+), Nyeri tekan dan tekan epigastrik (-) pemb. Lien dan hepar (-) Ekstremitas : Akral hangat,
CRT < 2 dtk
LAB

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan

Hemoglobin 12.1 g/dl 13.2 - 17.3

Leukosit 8.3 ribu/uL 3.8 - 10.6

Hematokrit 37 % 40 - 52

Trombosit 292 ribu/uL 150 - 440


A : Demam Tifoid

P : Cefotaxime 2 x 1 cth
Paracetamol 3 x 1 cth
Lystamin 2 x 1 cth
TIFOID
DEFINISI

Suatu penyakit infeksi sistemik


bersifat akut yang disebabkan oleh
Salmonella typhi.
EPIDEMIOLOGI

Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai negara


yang sedang berkembang. Diperkirakan angka kejadian 150 / 100.000 per
tahun di Amerika Selatan 900 / 100.000 per tahun di Asia. Usia pasien di
indonesia dilaporkan 3 -19 tahun mencapai 91% kasus.

ETIOLOGI

Salmonella typhi adalah bakteri Gram-negatif, mempunyai fagela, tidak


berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif anaerob. Mempunyai antigen
somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagellar antigen (H) yang terdiri
dari protein dan envelope antigen (K) terdiri dari polisakarida. Mempunyai
makromolekul lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari
dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat
memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap
multipel antibiotik.
EPIDEMIOLOGI

Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang


penting di berbagai negara yang sedang berkembang.
Diperkirakan angka kejadian 150 / 100.000 per tahun
di Amerika Selatan 900 / 100.000 per tahun di Asia.
Usia pasien di indonesia dilaporkan 3 -19 tahun
mencapai 91% kasus.
ETIOLOGI
Salmonella typhi adalah bakteri Gram-negatif, mempunyai fagela,
tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida,
flagellar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen
(K) terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekul
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding
sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat
memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi
terhadap multipel antibiotik.
PATOGENESIS
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan / minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung
dengan suasana asam (pH <2) banyak bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus, di ileum dan
jejunum akan menembus dinding usus. Bakteri mencapai folikel limfe / usus halus, ikut aliran ke kelenjar limfe
mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di hati dan limpa. Setelah melalui
inkubasi yang lama, ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan
keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus akan masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme
dapat mencapai organ manapun, tetapi tempat yang disukai oleh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang.
kandung empedu dan Peyer's patch dari ileum terminal. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas. Hal
tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi pasien melalui pemeriksaan limulus. Diduga
endotoksin dari salmonella typhi menstimulasi makrofag didalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar
limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat zat lain. Produksi dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan
nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang.
GEJALA KLINIS
Demam Gangguan saluran pencernaan
Demam adalah gejala utama Tifoid. Pada awal sakit,
demamnya kebanyakan samar-samar saja, selanjutnya
suhu tubuh sering turun naik. Pagi lebih rendah atau Bibir kering dan kadang-kadang pecah-pecah.
normal, sore dan malam lebih tinggi (demam Lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih.
intermittent). Dari hari ke hari intensitas demam Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor (coated
makin tinggi yang disertai banyak gejala lain seperti tongue atau selaput putih). Pada umumnya
sakit kepala (pusing-pusing) yang sering dirasakan penderita sering mengeluh nyeri perut, terutama
diare , nyeri otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia, regio epigastrik (nyeri ulu hati), disertai nausea,
mual dan muntah. Pada minggu ke 2 intensitas mual dan muntah. Pada awal sakit sering
demam makin tinggi, kadang-kadang terus menerus meteorismus dan konstipasi. Pada minggu
(demam kontinyu). Bila pasien membaik maka pada selanjutnya kadang-kadang timbul diare.
minggu ke 3 suhu badan berangsur turun.
Gangguan kesadaran Bradikardi relatif dan gejala
Umumnya terdapat gangguan penurunan lain
kesadaran ringan. Sering didapatkan kesadaran
Bradikardi relatif tidak sering ditemukan.
apatis dengan kesadaran seperti berkabut
Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh
(tifoid). Bila klinis berat, tak jarang penderita
yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi.
sampai somnolen dan koma atau dengan
Patokan yang sering dipakai adalah bahwa setiap
gejala-gejala psychosis (Organic Brain
peningkatan suhu 1°'C tidak diikuti peningkatan
Syndrome). Pada penderita dengan toksik,
frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Gejala-
gejala delirium lebih menonjol.
gejala lain yang dapat ditemukan pada demam
tifoid adalah rose spot yang biasanya ditemukan di
regio abdomen atas, serta sudamina, serta gejala-
Gangguan kesadaran gejala klinis yang berhubungan dengan komplikasi
yang terjadi. Rose spot pada anak sangat jarang
Hati dan atau limpa, ditemukan sering
ditemukan.
membesar. Nyeri tekan.
PEMERIKSAAN
Pemeriksaan penunjang demam tifoid dan interpretasinya

A. Kultur
Pemeriksaan kultur merupakan baku emas diagnosis demam tifoid. Sebagai penunjang diagnosis pada
demam minggu pertama dan awal minggu kedua adalah darah, karena masih terjadi bakteremia. Hasil
kultur darah positif sekitar 40%-60%. Sedangkan pada minggu kedua dan ketiga spesimen sebaiknya
diambil dari kultur tinja (sensitivitas <50%) dan urin (sensitivitas 20-30%). Sampel biakan sumsum
tulang lebih sensitif, sensitivitas pada minggu pertama (90%) namun invasif dan sulit dilakukan dalam
praktek.

B. Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan whole blood culture PCR terhadap S. Typhi hanya membutuhkan waktu kurang dari 8 jam,
dan memiliki sensitivitas yang tinggi sehingga lebih unggul dibanding pemeriksaan biakan darah biasa
yang membutuhkan waktu 5–7 hari. Saat ini, pemeriksaan PCR di Indonesia masih terbatas dilakukan
dalam penelitian.
C. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan serologis demam tifoid secara garis besar terbagi atas pemeriksaan antibodi dan pemeriksaan antigen.
Pemeriksaan antibodi paling sering dilakukan saat ini, termasuk didalamnya adalah tes Widal, test Hemagglutinin (HA),
Countercurrent immunoelectrophoresis (CIE), dan test cepat/ rapid test (Typhidot, TUBEX). Sedangkan pemeriksaan
antigen S. Typhi dapat dilakukan melalui pemeriksaan protein antigen dan protein baik menggunakan ELISA/ koaglutinasi
namun sampai saat ini masih dalam penelitian jumlah kecil.

Pemeriksaan serologis test cepat/ rapid test


- Pemeriksaan serologis test cepat antibodi S. Typhi saat ini merupakan diagnostik bantu yang paling banyak
dilaporkan dan dikembangkan. Alat diagnostik seperti Typhidot dan Tubex mendeteksi antibodi IgM terhadap
antigen spesifik outer membrane protein (OMP) dan O9 lipopolisakarida dari S. Typhi.
- Rapid Diagnostic Test (RDT) Tubex dan Typhidot tidak direkomendasi sebagai uji diagnosis cepat tunggal,
pemeriksaan kultur darah dan teknik molekuler tetap merupakan baku emas.
Hari pemeriksaan terbaik adalah pada anak dengan demam ≥5 hari. Penelitian di Palembang (2014), menunjukan bahwa
pemeriksaan Tubex-TF untuk deteksi antibodi IgM S. Typhi pada anak demam hari ke-4 dengan nested PCR positif S.
Typhi mendapatkan sensitivitas 63% dan spesifisitas 69%, nilai duga positif 43% dan nilai duga negatif 83%, sehingga
pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada anak dengan demam < 5 hari.

Pemeriksaan serologi dengan nilai ≥ 6 dianggap sebagai positif kuat. Namun, interpretasi hasil serologi yang positif harus
berhati-hati, pada kasus tersangka demam tifoid yang tinggal di daerah endemis. IgM anti Salmonella dapat bertahan
sampai 3 bulan dalam darah. Positif palsu pada pemeriksaan TUBEX bisa terjadi pada pasien dengan infeksi Salmonella
Enteridis, sedangkan hasil negatif palsu didapatkan bila pemeriksaan dilakukan terlalu cepat.
Pemeriksaan Widal
Pemeriksaan Widal mengukur kadar antibodi terhadap antigen O dan H dari S. Typhi. Pemeriksaan Widal
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah, sehingga penggunaannya sebagai satu-satunya
pemeriksaan penunjang di daerah endemis, dapat mengakibatkan overdiagnosis. Pada umumnya antibodi
O meningkat di hari ke-6-8 dan antibodi H hari ke 10-12 sejak awal penyakit.

Sensitivitas dan spesifisitas Widal rendah, tergantung kualitas antigen yang digunakan, bahkan dapat
memberikan hasil negatif hingga 30% dari sampel biakan positif demam tifoid. Hasil pemeriksaan Widal
positif palsu dapat terjadi oleh karena reaksi silang dengan non-typhoidal Salmonella, infeksi bakteri
enterobacteriaceae lain, infeksi dengue dan malaria, riwayat imunisasi tifoid atau standardisasi reagen
yang kurang baik. Hasil negatif palsu dapat terjadi karena teknik pemeriksaan tidak benar, penggunaan
antibiotik sebelumnya, atau produksi antibodi tidak adekuat.

D. Pemeriksaan hematologi
Pemeriksaan hematologi untuk demam tifoid tidak spesifik. Leukopenia sering dijumpai, namun bisa
terjadi leukositosis pada keadaan adanya penyulit misalnya perforasi. Pada hitung jenis dapat ditemukan
eosinofilia dan limfositosis relatif. Pada demam tifoid dapat terjadi hepatitis tifosa, ditandai peningkatan
fungsi hati tanpa adanya penyebab hepatitis yang lain
DIAGNOSIS BANDING
Pada stadium dini, demam tifoid beberapa penyakit kadang secara klinis dapat merupakan diagnosis banding
yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan bronkopneumonia, demam dengue. Pada demam tifoid yang
berat, sepsis, leukemia, limfoma dan penyakit Hodgkin dapat sebagai diagnosis banding.
TATALAKSANA
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring, isolasi yang memadai, pemenuhan
kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar
pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi di samping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat dilakukan dengan
saksama.

- Lini pertama pengobatan demam tifoid terdiri dari kloramfenikol, amoxicillin dan kotrimoksazol. Kloramfenikol
masih merupakan pilihan lini pertama pada pengobatan pasien demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100
mg/kgBB/ hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10-14 hari, sedang pada kasus dengan malnutrisi atau
penyakit, pengobatan dapat diperpanjang sampai 21 hari. Amoksilin dengan dosis 150-200 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 kali pemberian memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan demam lebih
lama. Trimetoprim sulfametoksazol diberikan dengan dosis 4 mg/kgBB/kali selama 10 hari.
- Lini kedua seftriakson dan sefiksim, diindikasikan untuk S. typhi multidrug-resistant dan tifoid berat. Seftriakson
diberikan dengan dosis 80 mg/kgBB/hari diberi 1 kali per hari secara intravena selama 5 hari, dapat memberikan
angka kesembuhan 90% dan relaps 0-4%. Akhir-akhir ini cefixime oral 10-15 mg/kgBB/kali diberi 2 kali peroral
terutama apabila jumlah leukosit <2000/pl atau dijumpai resistensi terhadap S.typhi.
Pada demam tifoid kasus berat seperti delirium, koma dan atau syok, deksametason dosis ungei 1-3 mg/kg BB/hari di
samping antibiotik yang memadai dapat menurunkan angka kematian. Demam tifoid dengan penyulit perdarahan usu
kadang-kadang memerlukan transfusi darah. Sedangkan apabila diduga terjadi perforasi, adanya cairan pada peritoneum
dan udara bebas pada foto abdomen dapat membantu menegakkan diagnosis. Tindakan bedah perlu dilakukan segera bila
terdapat perforasi usus. kasus demam tifoid yang mengalami relaps diberi pengobatan sebagai kasus demam tifoid
serangan pertama.
VAKSIN TIFOID

Vaksin dari bakteri Salmonella yang Vaksin yang berisi kuman Salmonella Vaksin yang berisi komponen Vi dari
dimatikan (TAB vaccine) digunakan typhi hidup yang dilemahkan (Ty-21a) Salmonella typhi diberikan secara
dengan pemberian suntikan subkutan. diberikan secara oral tiga kali dengan suntikan intramuskular memberikan
Akan tetapi, vaksin ini hanya interval pemberian selang sehari, perlindungan 60%-70% selama 3 tahun.
memberikan daya kekebalan yang memberi daya perlindungan 6 tahun.
terbatas, di samping efek samping Vaksin Ty-21a diberikan pada anak
lokal pada tempat suntikan yang berusia di atas 2 tahun.
cukup sering terjadi.
Thanks!
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics &
images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai