Anda di halaman 1dari 21

ANESTESI SPINAL

Definisi

Injeksi obat anestesi lokal ke dalam ruang intratekal yang


menghasilkan analgesia.

Analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal adalah anestesi


regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik local ke
dalam ruang subarachnoid (cairan serebrospinal/CSF)

Fungsi motoric dan autonomy dapat terpengaruh sebagian atau


seluruhnya

Anatomi

Pemberian obat lokal anestesi ke dalam ruang intratekal atau ruang


subaraknoid di regio lumbal antara vertebra L2-3, L3-4, L4-5 untuk
menghasilkan onset anestesi yang cepat dengan derajat
keberhasilan yang tinggi.

Untuk menentukan lokasi pungsi, ada beberapa panduan


(landmark) yang dapat digunakan untuk menjadi patokan yaitu :

- Berpatokan bahwa garis khayalan setinggi krista iliaka


diangap setinggi L4 atau L4-L5
- Garis khayalan setinggi margo inferior scapula sesuai
dengan ketinggi T7
- Prosesus spinosus yang paling menonjol di dasar leher
sesuai dengan vertebrae C7

Lokasi pungsi → L3-L4 → conus modularis dewasa


Pendekatan / Approach
Berakhir di L2 → mencegah trauma medulla spinalis

Penilaian Blokade
Faktor yang mempengaruhi ketinggian blockade 8. Konsentrasi obat : Dengan volume obat yang sama ternyata
bupivakain 0,75% hiperbarik akan menghasilkan penyebaran obat
kearah sefalad lebih tinggi beberapa segmen dibandingkan dengan
bupivakain 0,5% hiperbarik. Lama kerja obat akan lebih panjang
secara bermakna pada penambahan volume obat bupivakain
0,75%. Demikian pula perubahan kardiovaskuler akan berbeda
bermakna pada bupivakain 0,75% hiperbarik.

9. Posisi tubuh : tidak ada pengaruh penyebaran obat jenis obat


larutan isobarik pada tubuh, sedangkan pada jenis larutan
hiperbarik akan dipengaruhi posisi tubuh. Pada larutan hiperbarik
posisi terlentang bisa mencapai level blok T4 pada posisi duduk
hanya mencapai T8.

10. Lateralisasi : Lateralisasi pada larutan dengan posisi berbaring


miring (lateral dekubitus).

11. Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan, umumnya


larutan analgetik sudah menetap sehingga batas analgesia tidak
dapat lagi diubah dengan posisi pasien

12. Kecepatan penyuntikan : penyuntikan yang cepat menghasilkan


batas analgesia yang tinggi. Kecepatan penyuntikan yang
dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.

1. Gravitasi: Cairan serebrospinal pada suhu 37°C mempunyai BJ


1,003- 1,008. Jika larutan hiperbarik yang diberikan kedalam cairan Monitoring intraoperative
serebrospinal akan bergerak oleh gaya gravitasi ke tempat yang
lebih rendah, sedangkan larutan hipobarik akan bergerak
berlawanan arah dengan gravitasi seperti menggantung dan jika
larutan isobarik akan tetap dan sesuai dengan tempat injeksi.

2. Postur tubuh : Makin tinggi tubuh seseorang, makin panjang


medula spinalisnya dan volume dari cairan serebrospinal di bawah
L2 makin banyak sehingga penderita yang lebih tinggi
memerlukan dosis yang lebih banyak dari pada yang pendek.

3. Tekanan intra abdomen: Peningkatan tekanan intra abdomen


menyebabkan bendungan saluran pembuluh darah vena
abdomen dan juga pelebaran saluran-saluran vena di ruang
epidural bawah, sehingga ruang epidural akan menyempit dan
akhirnya akan menyebabkan penekanan ke ruang subarakhnoid
Efek fisiologis neuroaxial block
sehingga cepat terjadi penyebaran obat anestesi lokal ke kranial.
Perlu pengurangan dosis pada keadaan seperti ini.

4. Anatomi kolumna vertebralis :Anatomi kolumna vertebralis


akan mempengaruhi lekukan-lekukan saluran serebrospinal, yang
akhirnya akan mempengaruhi tinggi anestesi spinal pada
penggunaan anestesi lokal jenis hiperbarik.

5. Tempat penyuntikan : Makin tinggi tempat penyuntikan, maka


analgesia yang dihasilkan makin tinggi. Pengaruhnya besar pada
L4-5 obat hiperbarik cenderung berkumpul ke kaudal (saddle blok)
pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung menyebar ke cranial.

6. Manuver valsava : Setelah obat disuntikkan penyebaran obat


akan lebih besar jika tekanan dalam cairan serebrospinal
meningkat yaitu dengan cara mengedan.

7. Volume obat : Efek volume larutan bupivakain hiperbarik


dibutuhkan waktu kurang lebih 20 menit pada semua jenis volume
obat (1,5 cc, 2 cc, 3 cc dan 4 cc). Mula kerja untuk tercapainya blok
motorik akan bertambah pendek waktunya dengan bertambahnya
volume. Makin besar volume obat makin tinggi level blok
sensoriknya.
Efek samping 2. Infeksi sekitar tempat suntikan: bila ada infeksi di sekitar tempat
suntikan bisa dipilih lokasi yang lebih kranial atau lebih kaudal.

3.Kelainan neurologis: perlu dinilai kelainan neurologis sebelumnya


agar tidak membingungkan antara efek anestesi dan defisit
neurologis yang sudah ada pada pasien sebelumnya.

4. Kelainan psikis

5. Bedah lama: masa kerja obat anestesi lokal adalah kurang lebih
90-120 menit, bisa ditambah dengan memberi adjuvant dan durasi
bisa bertahan hingga 150 menit.

Komplikasi 6. Penyakit jantung: perlu dipertimbangkan jika terjadi komplikasi


ke arah jantung akibat efek obat anestesi lokal.

7. Hipovolemia ringan: sesuai prinsip obat anestesi, memantau


terjadinya hipovolemia bisa diatasi dengan pemberian obat-obatan
atau cairan.

8. Nyeri punggung kronik: kemungkinan pasien akan sulit saat


diposisikan. Hal ini berakibat sulitnya proses penusukan dan
Indikasi
apabila dilakukan berulang-ulang, dapat membuat pasien tidak
- Bedah ekstremitas bawah nyaman
- Bedah panggul
- Tindakan sekitar rectum perineum
- Bedah obsgyn Alat dan Bahan
- Bedah urologi
- Bedah abdomen bawah 1. Kanulasi Vena
- Bedah abdomen atas dan bawah pediatric biasanya
dikombinasi dengan anesthesia umum ringan infus set, abocath no.20, cairan infus (RL), plester, gunting, sarung
tangan, alcohol swab turniket, duk bolong
Kontraindikasi absolut
2. Anestesi Spinal
1. Infeksi pada tempat suntikan: infeksi pada sekitar tempat
suntikan bisa menyebabkan penyebaran kuman ke dalam rongga Betadine, handscoen steril, kasa steril, spuit 5 cc, Bupivacain HCL
subdural. Heavy (15 mg), Fentanyl (dosis 20-25 mcg sebagai adjuvan),
Spinocan (uk. 25G, 26G, 27G) .
2. Hipovolemia berat karena dehidrasi, perdarahan, muntah
ataupun diare: karena pada anestesi spinal bisa memicu terjadinya - Umumnya gunakan jarum panjang 9 cm, pasien
hipovolemia. obesitas 18 cm
- 3 macam jarum spinal dan pembagian 2 golongan →
3. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan. tajam dan runcing, tumpul seperti ujung pensil, ujung
tidak tajam
4. Tekanan intrakranial meningkat: dengan memasukkan obat ke
dalam rongga subarakhnoid, maka dapat semakin menambah
tinggi tekanan intrakranial dan dapat menimbulkan komplikasi
neurologis

5. Fasilitas resusitasi dan obat-obatan yang minim: pada anestesi


spinal bisa terjadi komplikasi seperti blok total, reaksi alergi dan
lain-lain, maka harus dipersiapkan fasilitas dan obat emergensi
lainnya.

6. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi: hal ini


dapat menyebabkan kesalahan seperti misalnya cedera pada
medulla spinalis, keterampilan dokter anestesi sangat penting.

7. Pasien menolak.

Kontraindikasi relatif

1.Infeksi sistemik: jika terjadi infeksi sistemik perlu diperhatikan


apakah diperlukan pemberian antibiotik. Perlu dipikirkan
kemungkinan penyebaran infeksi
3. Untuk Emergency • Penilaian blockade dengan nyeri atau skor Bromage
Stetoskop, laringoskop, ETT, sungkup, pipa Y-piece,
oropharyngeal airway, plester, mandarin/stillete,
forsep magill, spuit 20 cc, suction, mesin anestesi,
monitor EKG&SpO2, lubrikan

Prosedur anestesi

1. Persiapan
• Informed consent persetujuan anestesi
• PF, lab (Hb, Ht, PT, APTT, trombosit, leukosit)
• Pasien tidur telentang di meja op, pasang kanul vena, monitor
EKG, saturasi O2, manset
• Persiapan alat dan bahan anestesi spinal serta umum

2. Posisi
• Dari posisi tidur telentang → diposisikan tegak, dengan posisi
leher fleksi, posisi tangan memeluk bantal atau dengan kata
lain memposisikan tulang belakang seperti huruf “C” apabila
5. Monitoring
dilihat dari posisi samping
• SpO2, TD, RR, HR, EKG, cairan yang masuk, obat-obatan
• Posisi tsb membantu memperlebar jarak antar ruas-ruas
vertebra lumbal dimonitor tiap 15 menit
• Lateral decubitus → cedera atau fraktur
• Duduk → bagus digunakan pada pasien obesitas dan Cairan Intraoperatif
dilakukan untuk op lumbal bawah atau sacral
• Tengkurap → pada pembedahan anorectal, pada posisi “jack-
Estimated Blood Volume (EBV) = BB x CT
knife”

Allowable Blood Loss =

Maintenance / Rumatan (M)

3. Proyeksi
• Pendekatan midline digunakan, lokasi yang dituju adalah L3-
L4 → garis imajiner yang menghubungkan kedua krista iliaka Deficit / puasa (P) = jam puasa x rumatan
kanan dan kiri sebagai batas L4 atau L4-L5

4. Penusukan 3rd space / operasi (O) = 6 cc x BB


• Setelah menemukan posisi yang tepat, lakukan pemberian
tanda dengan penelanan kulit local dengan ibu jari
• Tindakan aseptic dengan betadine 10% dengan metode Losses / perdarahan
sirkular dari tengah ke luar
• Gunakan jarum spinal → tusuk (ibu jari dan jari tengah tangan
kiri berada di bawah spinocan dan ibu jari tangan kiri
menempel di atasnya dibantu dorong dengan jari telunjuk Contoh :
dan ibu jari tangan kanan) hingga CSF keluar (berwarna
Wanita, 57 kg
bening) → keluarkan introducer → fiksasi spuit dan konektor
spinocan (jari tengah, manis, kelingking tangan kiri menempel EBV = 57 x 65 cc = 3.705 cc
pada punggung pasien dan jari telunjuk serta ibu jari
memegang konektor spinocan) spirasi gunakan spuit yang ABL = 3705 (45-38) / 45 = 682 cc
sudah berisi bupivacaine → dorong obat kemudian aspirasi
kembali → dorong obat sampai habis → cabut spinocan
M= Obat anestesi lokal (yang sering digunakan)

• 10 kg x 4 = 40 cc
• 10 kg x 2 = 20 cc
• 37 kg x 1 = 37 cc
Total = 97 cc

P = 6 jam puasa x 97 cc = 582 cc

O = 6 cc x 57 kg = 342 cc

Rencana pemberian cairan intraoperatif

• Jam I = 50% P + M + O = 730 cc


• Jam II = 25% P + M + O = 584 cc
• Jam III = idem jam II = 584 cc
• Jam IV = M + O = 342 cc

Post operatif

- Pasien masuk RR (ruang pemulihan) pukul …


- Penilaian kesadaran dan tanda vital tiap 15 menit selama 1
jam pertama
- Tambahan obat (missal analgesic)
- Penilaian pulih sadar → Aldrete Score → apakah pasien
dapat pindah ke ruang perawatan / ICU
- Pasien dilarang melakukan aktivitas yang dapat membuat ia
duduk atau terbangun dari posisi tidurnya maupun
mengangkat kepala hingga 12 jam setelah operasi

Pemilihan anestesi regional dengan teknik spinal pertimbangan

1. Lokasi yang akan dilakukan op terletak pada daerah


abdominal-inguinal
2. Durasi operasi relative singkat
3. Pada PF, lab, dan penunjang lainnya tidak ditemukan kelainan
yang membuat tindakan anestesi spinal kontraindikasi 1. Lidocaine 2%
4. Posisi pasien selama operasi adalah telentang BJ 1.006, isobaric, dosis 20-100 mg (2-5 ml)
5. Operasi yang tidak memerlukan instrument alat bantu nafas 2. Lidocaine 5% dalam dextrose
6. Pasien tetap sadar, komunikatif, relaksasi optimal, perawatan BJ 1.033, hiperbarik, dosis 20-50 mg (1-2 ml(
pasca bedah minimal sehingga nyeri pasca bedah dapat 3. Bupivacaine 0,5% dalam air
dikelola lebih mudah BJ 1.005, isobaric, dosis 2-50 mg (1-4 ml)
7. Tidak ada penolakan dari pasien untuk dilakukan anestesi 4. Bupivacaine 0,5% dalam dextrose 8.25%
spinal BJ 1.027, hiperbarik, dosis 5-15 mg (1-3 ml)

Persiapan pada prosedur anastesi spinal membutuhkan persiapan Suatu senyawa amino organik.
selayaknya prosedur anestesi umum → antisipasi
kegawatdaruratan jalan nafas, perubahan durasi operasi Dibagi menjadi golongan amino ester dan golongan amino amida.

Ikatan ester mempunyai sifat mudah dihidrolisis dalam hepar dan


oleh plasma esterase, mula kerja lambat, lama kerja pendek dan
hanya sedikit menembus jaringan.

Ikatan amida mudah menjadi tidak aktif oleh hepatic amidase,


mula kerja cepat, lama kerja lebih lama dan lebih banyak
menembus jaringan.

Kelompok ester → procaine, chloroprocaine dan tetracaine.

Kelompok amida → lidocaine, mepivacaine, bupivacaine dan


etidocaine.

Lidokain5% sudah ditinggalkan karena mempunyai efek


neurotoksisitas, sehingga bupivakain menjadi pilihan utama untuk
anestesi spinal saat ini.
Anestesi lokal dapat dibuat isobarik, hiperbarik atau hipobarik 1 Vasokonstriktor: Vasokonstriktor sebagai adjuvant pada anestesi
terhadap cairan serebrospinal (Barisitas anestesi lokal spinal dapat berfungsi sebagai penambah durasi. Hal ini didasari
mempengaruhi penyebaran obat tergantung dari posisi pasien) oleh mekanisme kerja obat anestesi lokal di ruang subaraknoid.
Obat anestesi lokal dimetabolisme lambat di dalam rongga
• Hiperbarik disebar oleh gravitasi, subarakhnoid. Dan proses pengeluarannya sangat bergantung
• Hipobarik menyebar berlawanan arah dengan gravitasi kepada pengeluaran oleh vena dan saluran limfe. Penambahan
• Isobarik menyebar lokal pada tempat injeksi. obat vasokonstriktor bertujuan memperlambat clearance obat dari
rongga subarakhnoid sehingga masa kerja obat menjadi lebih lama.
Barbotase (tindakan menyuntikkan sebagian zat anestesi lokal ke
dalam cairan serebrospinal, kemudian dilakukan aspirasi bersama 2 Obat Analgesik Opioid: digunakan sebagai adjuvant untuk
cairan serebrospinal dan penyuntikan kembali zat anestesi lokal mempercepat onset terjadinya fase anestetik pada anestesi spinal.
yang telah bercampur dengan cairan serebrospinal) → Analgesik opioid misalnya fentanyl adalah obat yang sangat cepat
meninggikan batas daerah analgetik larut dalam lemak. Hal ini sejalan dengan struktur pembentuk saraf
adalah lemak. Sehingga penyerapan obat anestesi lokal menjadi
semakin cepat. Penelitian juga menyatakan bahwa penambahan
analgesik opioid pada anestesi spinal menambah efek anestesi
Berat jenis obat anestesi spinal post-operasi.

3 Klonidin: Pemberian klonidin sebagai adjuvant pada anestesi


spinal dapat menambah durasi pada anestesi. Namun perlu
diperhatikan karena klonidin adalah obat golongan Alfa 2 Agonis,
maka harus diwaspadai terjadinya hipotensi akibat vasodilatasi dan
penurunan heart rate.

Toksisitas

Intoksikasi akan terjadi bila secara tidak sengaja masuk kedalam


intravaskuler atau melebihi dosis maksimal. Apabila obat anesthesi
masuk ke dalam intravaskuler, gejala intoksikasi akan timbul < 5
menit, sedangkan pada pemberian infiltrasi atau epidural gejala
akan timbul dalam 20 menit.

Gejala intoksikasi dapat berupa :


Bupivacaine 1. Gejala Sistemik
Larutan bupivakain hidroklorida hiperbarik bupivakain adalah a. Sistem Saraf Pusat : eksitasi dan depresi
larutan anestesi lokal bupivakain yang mempunyai berat jenis lebih
besar dari berat jenis cairan serebrospinal (1,003-1,008). b. Sistem Kardiovaskuler : hipotensi, hipertensi, syok, bahkan
cardiac arrest
Cara pembuatannya adalah dengan menambahkan larutan glukosa
kedalam larutan isobarik bupivakain. 2. Gejala Lokal

Cara kerja larutan hiperbarik bupivakain adalah melalui mekanisme a. Kerusakan saraf
hukum gravitasi, yaitu suatu zat/larutan yang mempunyai berat
jenis yang lebih besar dari larutan sekitarnya akan bergerak ke b. Gangguan otot
suatu tempat yang lebih rendah. Dengan demikian larutan
bupivakain hiperbarik yang mempunyai barisitas lebih besar akan 3. Gejala Lain
cepat ke daerah yang lebih rendah dibandingkan dengan larutan
a. Alergi
bupivakain yang isobarik, sehingga mempercepat penyebaran
larutan bupivakain hiperbarik tersebut. b. Methemoglobinemia
Epinephrine memanjangkan blok sensoris dan motoris kira-kira 30 c. Adiksi
– 45 menit saat ditambahkan pada bupivakain dosis kecil (7,5 mg).
Fentanyl juga dipakai sebagai adjuvant untuk mengurangi dosis
bupivakain (sehingga hipotensi lebih sedikit) dan meningkatkan
analgesia.

Adjuvant

Dalam penggunaan obat anestesi lokal, dapat ditambahkan dengan


zat lain atau adjuvant. Zat tersebut mempengaruhi kerja dari obat
anestesi lokal khususnya pada anestesi spinal. Tambahan yang
sering dipakai adalah :
Bromage score
TERAPI CAIRAN

- CARA HITUNG CAIRAN


- CAIRAN ADA APA AJA (JENIS CAIRAN) FENTANYL
- KEBUTUHAN CAIRAN ANAK – DEWASA
- CAIRAN UNTUK PENGGANTI TRANSFUSI →
KRISTALOID, KOLOID
- KONTRAINDIKASI KRISTALOID DAN KOLOID
- KOLOID ADA PREPARATNYA → GELOFUSIN (BAGUS
BUAT CKD) & HES
- EFEK SAMPING KOLOID → KOAGULOPATI → KNP?
KARENA PERBANDINGANNYA 1:1
- KRISTALOID 1:4
- DOSIS KRISTALOID 10-20 CC/KGBB
- CAIRAN MAINTANANCE

PRAMEDIKASI

- TUJUAN
- OBAT
- SEDIAAN
- PREPARAT

DOSIS FENTANYL

- INDUKSI
- MAINTENANCE

PROPOFOL

ROCURONIUM

ATRACURIUM

KETAMIN

STADIUM ANESTESI GUEDEL

SULFAS ATROPIN

CPR (CARDIAC ARREST DARI AWAL SAMPAI ROSC)

KALAU PASIEN APNEA GIMANA PENGANGANAN AWALNYA?

DOSIS SPINAL

RUMUS ETT

LMA ANAK PAKE UKURAN APA

OBAT-OBATAN EMERGENCY DAN PENGENCERANNYA


PRINSIP DASAR ANESTESI - Riwayat kejang
- Riwayat penggunaan obat-obatan yang dikonsumsi saat ini
- Lainnya
ANESTESI → “an” = tidak dan “estesi” = rasa

cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tatalaksana untuk - Pememeriksaan fisik


me”matikan” rasa baik rasa nyeri, takut, dan tidak nyaman - GCS
sehingga pasien nyaman - Usia, tinggi badan, dan berat badan
- Tanda vital: (tekanan darah, laju napas, frekuensi nadi, suhu, dan
skor nyeri)
REANIMASI → “re” = kembali dan “animasi” = gerak/hidup
- Pemeriksaan jalan napas:
ilmu yang mempelajari tatalaksana untuk a. Klasifikasi skor mallampati
menjaga/mempertahankan hidup dan kehidupan pasien selama Untuk menentukan level kesulitan dan bisa menimbulkan
mengalami “kematian” akibat anesthesia. risiko pada intubasi. Ditentukan oleh pengamatan visual
dari rongga mulut.
TRIAS ANESTESI : Cara penilaian : pasien duduk tegak, kepala terangkat
dalam posisi netral, mulut tebuka, lidah dijulurkan
2. HIPNOTIK (tidak sadarkan diri) maksimal.
3. ANALGESIA (bebas nyeri)
4. RELAKSASI OTOT RANGKA (“mati gerak”)

Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa


sakit ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain
yang menimbulkan rasa sakit.

Anestesiologi merupakan salah satu cabang spesialisasi dalam ilmu


kedokteran yang berhubungan erat dengan upaya untuk
mengurangi rasa sakit sebelum, selama, dan setelah masa
pembedahan.

Anestesi merupakan stase yang bekerja dibelakang menjadi


penerima konsultasi dari stase bidang lain.

Pelayanan dasar anestesi yaitu:

1. Persiapan prabedah
2. Penatalaksanaan selama pembedahan
3. Penatalaksanaan Pasca Bedah
4. Terapi cairan dan transfusi darah
5. Penatalaksanaan nyeri
6. Resusitasi

Persiapan prabedah

salah satunya mengadakan kunjungan pre operatif yang bertujuan


untuk melihat kondisi fisiologis pasien sehingga dapat
menurunkan angka kejadian morbiditas (keparahan pasien b. Buka mulut < 3 jari atau > 3 jari
setelah mendapatkan tindakan berupa lama perawatan yang lebih c. Gigi (komplit/goyang/palsu)
lama atau perburukan keadaan) dan menurunkan mortalitas d. Leher (mobile/terbatas/trauma)
(kematian) akibat tindakan pembedahan dan anestesi. - Pemeriksaan lainnya: abdomen, thoraks (jantung dan paru),
ekstremitas
Hal-hal yang perlu dinilai ketika melakukan kunjungan
preoperatif adalah sebagai berikut: Pemeriksaan penunjang
- Pemerisaan darah tepi (Hb, Ht, Trombosit, Leukosit, fungsi hati
1. Identifikasi pasien (SGOT,SGPT), fungsi ginjal (ureum, kreatinin), ptt dan apt
Nama, usia, jenis kelamin, nomer registrasi/ rekam medis - EKG
- Rontgent
- Anamnesa
- Lainnya
- Diagnosa dan rencana pembedahan
- Identifikasi faktor risiko
- Riwayat operasi
- Klasifikasi ASA
- Riwayat asma dan alergi, bila ya, dapat pengobatan apa?,
keseringan kambuh bagaimana (menentukan derajat asma
dan risiko pembedahan)
- Riwayat radang lambung atau gastritis
- Riwayat meroko
- Riwayat angina, bila ya, dapat pengobatan apa? Keseringan
kambuhnya bagaimana?
- Riwayat hipertensi, dan diabetes bila ya, dapat pengobatan apa?
ASA (AMERICAN SOCIETY OF 11. Puasa preoperatif
12. Obat-obatan yang harus diteruskan atau di
ANESTESIOLOGIST) stop

Pasien yang akan menjalani pembiusan dan pembedahan dapat


dikategorikan dalam beberapa status fisik. PRAMEDIKASI
Tindakan pemberian obat-obatan pendahuluan dalam rangka
penatalaksanaan anesthesia

Tujuan :

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan


2. Memperlancar induksi
3. Mengurangi sekresi saliva dan bronkus
4. Mengurangi dosis obat anestesi
5. Mengurangi mual muntah pasca bedah
6. Menciptakan amnesia
7. Mengurangi isi lambung
8. Meengurangi refleks yang membahayakan

Obat :

ANTIKOLINERGIK - Hambat sekresi kelenjar


(hambat aktivitas saliva, sal.cerna, sal. nafas
kolinergik/parasimpatis) - Cegah spasme laring &
Sulfas Atropin bronkus
- Cegah bradikardi
- Mengurangi motilitas usus
- Lawan efek depresi narkotik
terhadap pusat napas
SEDATIF / TRANKUILIZER
(anti cemas, menimbulkan
kantuk)
Fenothiazin : Promethazin - Sedative, antiemetic,
antikolinergik, antihistamin
Benzodiazepin : Diazepam, - Sedasi, anticemas
Midazolam
Barbiturat : Pentobarbital - Sedasi, penenang
Antihistamin : Difenhidramin - Sedative, antimuntah ringan
antipiretik
ANALGETIK NARKOTIK /
OPIOID

Pethidine, Morfin, Fentanyl


ANTAGONIS RESEPTOR 5HT
(profilaksis mual muntah)
Ondansetron
ANTAGONIS RESEPTOR - Mengurangi
HISTAMIN – 2 sekresi asam
(hambat ikatan histamin pada lambung
reseptor H2) - Menurunkan pH
Ranitidine lambung
- Efektif untuk
cegah pneumonia
aspirasi
Sediaan dan Dosis

1. ANTIKOLINERGIK

7. Koreksi yang perlu dilakukan SULFAS ATROPIN


8. Persetujuan dan rencana tindakan
Sediaan : 0,25 mg/ml (1 ml)
9. Inform consent
10. Premedikasi Dosis : 0.01 - 0.02 mg/kg. Dosis maksimal dewasa 0,4-0,6 mg
Pemberian obat sebelum dilakukan induksi
anestesi 2. SEDATIF
PROMETHAZIN TINDAKAN PERSIAPAN SEBELUM ANESTESI
Dosis 1 mg/kgBB 1. Kelengkapan alat untuk jalan napas (STATIC)
- S (Scope): siapkan laringoskop dan stetoskop
BENZODIAZEPINE
- T (tube) : siapkan ETT dan NTT
- A (airway): siapkan guedel, nasofaring airway
- T (tape): plester
- I (inducer): mandrin dan klem
- C (connector): penghubung ETT ke amubag
- S (suction): siapkan suction
2. Prosedur monitoring selama pembedahan
- Monitoring umum: NIBP, EKG, SpO2, temperatur
- Monitoring anestesi: IBP, CVC, BIS SPECTRAL (berfungsi
untuk melihat aktivitas spectral pada otak sehingga
menggambaran tingkat kedalaman tidur pasien selama
Sediaan Midazolam 1mg/ml (5 ml) pemberian obat-obatan anestesi).
DIFENHIDRAMIN

Dosis 1 mg/kgBB
INDUKSI ANESTESI
➔ Tindakan untuk membuat pasien sadar menjadi tidak sadar.
3. ANALGETIK OPIOID
Sehingga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan.

➔ Obat
Intravena : Thiopental, Propofol, Ketamin
Intramuskular : Ketamin
Inhalasi : Halotan, Sevofluran

Sebelum dilakukan induksi, pasien dilakukan preoksigenasi yang


bertujuan untuk denitrogenisasi atau membuang nitrogen dengan
pemberian O2 100% selama 3 menit dengan menggunakan
sungkup sehingga nitrogen pada FRC dapat digantikan dengan
oksigen, penyimpanan oksigen tersebut dapat meningkatkan
toleransi pada kejadian apneu tanpa desaturasi.
FENTANYL
Ketika pasien masuk kedalam ruang op lakukan identifikasi ulang
Dosis : 2-50 mcg/kg dengan mengacu pada formulir prainduksi. Setelah identitas pasien
di pastikan benar, lanjutkan dengan penilaian prainduksi. Penilaian
Sediaan : 100 mcg/2ml (2 ml) prainduksi disesuaikan atau dapat kita lihat dari hasil kunjungan
pra anestesi sebelum pasien masuk ruang operasi. Setelah itu,
PETHIDINE persiapkan alat monitoring anestesi yang dugunakan (NIBP,EKG,
SpO2, suhu) apabila peralatan monitoring sudah terpasang, baru
Dosis : 1-2 mg/kgBB
masukan jalur inttavena. Selanjutnya, lakukan induksi anestesi.
Induksi anestesi terdapat 2 macam yaitu anestesi inhalasi dan
intravena. Prinsip pemberian obat anestesi ada 3 atau disebut trias
4. ANTIEMETIK anestesi adalah hipnotik, analgesia, dan relaksan.

ONDANSETRON STADIUM ANESTESI GUEDEL


Dosis : 4-8 mg IV (dewasa) Diperoleh dengan anestesi eter tanpa disertai premed. Pada
anestesi modern sulit diamati.
Sediaan : 4 mg/2ml (2 ml)
Stadium 1 (Stadium Analgesia)
METOCLOPRAMIDE
Periode sejak masuknya obat induksi sampai hilangnya kesadaran
Dosis : 10 mg IV (dewasa) diulang 2 -4 jam hingga operasi
yang ditandai dengan hilangnya reflex bulu mata (kontraksi kelopak
5. ANTAGONIS RESEPTOR H2 mata ketika bulu mata disentuh)

RANITIDIN Stadium 2 (Stadium Eksitasi/Delirium) → st. risiko tinggi

Dosis : 50 mg IV - Setelah kesadaran hilang, timbul eksitasi dan delirium.


- Pernapasan menjadi ireguler, dapat terjadi pasien menahan
CIMETIDINE napas. Terjadi REM.
- Timbul gerakan involunter. Pasien juga dapat timbul muntah
Dosis : 300 mg IV dan dapat membahayakan jalan napas.
- Aritmia jantung bisa terjadi.
- Pupil dilates (peningkatan tonus simpatis)

Stadium 3 (Stadium pembedahan)

Dimulai dari nafas otomatis sampai henti nafas

Plana 1 → mulai napas otomatis sampai gerak bola mata terhenti.


Depresi reflex : bulu mata, kelopak mata

Plana 2 → mulai gerak bola mata terhentu sampai napas torakal


lemah. Depresi reflex : kornea

Plana 3 → mulai napas torakal lemah sampah napas torakal


berhenti. Depresi reflex : faring, peritoneum

Plana 4 → mulai napas torakal berhenti sampai napas diafragma


berhenti. Depresi reflex : sfingter ani dan carina

Stadium 4 (intoksikasi / overdosis obat anesthesia)

Mulai dari paralisis diafragma sampai henti jantung/meninggal.

TINDAKAN PASCA OPERATIF


1. Penanganan nyeri
2. Penentuan ICU/ridak perlu ICU
OBAT-OBAT ANESTESI UMUM
KETERANGAN DOSIS & SEDIAAN
ANESTESI INTRAVENA
• Hipnotik & analgetik. Dosis :
1. KETAMIN • Kerja cepat
• Simpatomimetik → TD & HR >>,
nyeri kepala paska anestesi (mual
muntah), hipersalivasi
• Dilatasi bronkus → lini 1 asma
• Kontraindikasi → hipertensi Sediaan : Vial 100 mg/ml (1 vial = 10 ml)
• Tanpa depresi kardiovaskular dan Anesject, Ivanes, Ketalar
pernapasan
• Efek samping lain yg tidak
diharapkan: Hipertensi, takikardia,
peningkatan tekanan intrakranial,
dan perubahan status mental.

• Hipnotik Dosis :
2. PROPOFOL • Mula kerja cepat. onset 1 menit.
Waktu paruh 2-8 menit
• Suntikan nyeri → lidokain 1
mg/kgBB IV
• Efek samping → hipotensi, apnea Dosis manula harus dikurangi
(depresi pernapasan)
• Kontraindikasi → anak <3 tahun Sediaan : Vial 10 mg/ml (1 vial = 20 ml)

3. GOL. BENZODIAZEPIN • Berikatan dengan reseptor GABA Dosis :


DIAZEPAM, MIDAZOLAM • Diazepam → Sedatif &
menurunkan tonus otot
• Midazolam → Sedatif,
Benzodiazepin kerja pendek yang
digunakan sebagai sedasi dan
amnesia. Tidak boleh digunakan
Sediaan Midazolam : Ampul 1 mg/mL (1 ampul = 5ml)
pada anak-anak < 6 bulan atau
untuk sedasi baik melalui jalur oral
atau bukal pada anak-anak. Efek
samping depresi pernapasan,
hipotensi.

4. GOL. OPIOID • Tidak mengganggu cdv → banyak Fentanyl


FENTANYL, MORPHINE digunakan untuk induksi dengan
kelainan jantung
• Fentanyl → opioid yang lebih Sediaan : Ampul 50 mcg/ml (1 ampul = 2ml)
banyak digunakan dibanding
Morphine karena →efek Morphine :
analgesia dan anesthesia lebih
kuat dengan efek depresi nafas
lebih ringan

5. GOL. BARBITURAT • Hipnotik kuat, induksi cepat


THIOPENTAL • Berikatan dengan reseptor GABA
• KI → PPOK, dekom, syok berat,
asma
• Efek samping → hipoventilasi s.d
henti napas, risiko spasme laring &
bronkus, depresi cdv, nekrosis
sentral hati Sediaan Thiopental : Serbuk injeksi 500 mg
ANESTESI INHALASI Campuran gas/uap dan O2 masuk Konsentrasi minimal fraksi gas atau uap obat anestesi di
Gas/cairan yang mudah menguap diberikan mengikuti aliran udara inspirasi, dalam alveoli yang sudah menimbulkan efek analgesia pada
melalui pernapasan. mengisi rongga paru → difusi dari pasien → MAC (Minimal Alveolar Concentration)
alveoli ke kapiler paru
Induksi Inhalasi : Halothane & Sevofluran
Untuk bayi/anak yg belum terpasang iv line

Enfluran, Isofluran, Desfluran → jarang untuk


induksi → batuk, induksi lama
1. NITROUS OXIDE (N2O) • Gas tidak berwarna, tidak mudah N2O : O2 = 70 : 30 (normal), 60:40 (tunjangan O2 lebih
terbakar banyak), 50:50 (risiko tinggi)
• Analgesia lemah → maka
dikombinasi

2. HALOTHANE • Bentuk cairan, tidak berwarna, • Keuntungan : induksi cepat dan lancar, tidak iritatif
berbau enak, tidak mudah terhadap jalan napas, pemulihan cepat, tidak mual
terbakar & meledak muntah
• Hipnotik, analgetik ringan, • Kelemahan : mudah tjd kelebihan dosis, efek analgesi
relaksasi otot ringan dan relaksasi otot lemah shg harus dikombinasi,
• KI → gg. fgs hati (menyebabkan hipotensi, hepatotoksik
penurunan darah hepatic →
hepatitis post halothane), op
kraniotomi (menyebabkan PD otak
vasodilatasi→ aliran darah >> →
TIK>>)

3. ENFLURANE • Turunan eter, bentuk cair, tidak


berwarna, tidak iritatif, bau agak
harum, tidak eksplosif, lebih stabil
dan lebih cepat untuk induksi drpd
halotan
• Hipnotik, analgetik ringan,
relaksasi otot ringan
• KI : gg.fungsi ginjal

4. ISOFLURANE • Halogenasi eter, cair, tidak


berwarna, tidak eksplosif, iritatif
jalan napas → batuk & nahan
napas
• Hipnotik, analgetik ringan,
relaksasi otot ringan → kombinasi
• Pilihan dalam bedah saraf

5. DESFLURANE • Halogenasi eter = isoflurane


• Sgt mudah menguap
• Hipnotik, analgetik ringan,
relaksasi otot ringan
• Iritatif → batuk, sesak napas,
spasme laring (Sehingga tdk
dipakai induksi)
• KI→ hypovolemia, hipertensi
intrakranial
6. SEVOFLURANE • Halogenasi eter, cair, tidak
berwarna, tidak eksplosif, tidak
berbau, tidak iritatif → baik untuk
induksi, pemulihan paling cepat
• Hipnotik, analgesia ringan,
relaksasi otot rangka ringan
• KI → Idem desflurane
OBAT ANESTESI LOKAL
(Anestesi lokal → hambat konduksi saraf perifer dengan mencegah proses terjadinya depolarisasi membrane saraf → aliran impuls yang
melewati saraf tersebut berhenti → segala macam rangsang atau sensasi tidak sampai ke SSP).

Sifat : paten = efektif dosis rendah, daya penetrasi baik, mula kerja cepat, masa kerja lama, toksisitas sistemik rendah, tidak iritatif thdp
jar.saraf, efek reversible, stabil

Toksisitas bergantung pada : jumlah larutan yang disuntikan, konsentrasi obat, ada tidaknya adrenalin, vaskularisasi tempat suntikan, absorbsi
obat, hipersensitivitas, usia, KU, BB, laju destruksi obat

Kecepatan absorbsi sistemik obat anestesi lokal sebanding dengan ramainya vaskularisasi tempat suntikan : absrobsi intravena > trakeal >
intercostal > kaudal > para-servikal > epidural > pleksus brakial > skiatik > subkutan.

Teknik :

1. Anestesi permukaan → pemberian krim EMLA


2. Anestesi infiltrasi →blokade melingkar (ring block) secara subkutan
3. Anestesi Regional → blok sentral (spinal, epidural, kaudal), blok perifer (co : blok plexus brakhialis)

KETERANGAN DOSIS & SEDIAAN


GOLONGAN ESTER
- Relatif tidak stabil
- Dimetabolisme dalam plasma oleh enzim
pseudocholinesterase
- Masa kerja pendek
- Relative tidak toksik
- Dapat bersifat allergen, karena strukturnya
mirip PABA (para amino benzoic acid)
1. PROCAINE
2. CHLORPROCAINE
3. TETRACAINE

GOLONGAN AMIDA
- Lebih stabil
- Dimetabolisme dalam hati
- Masa kerja lebih panjang
- Tidak bersifat alergen

• Sangat mudah larut air, stabil, Dosis :


1. LIDOCAINE tidak iritatif terhadap jaringan Infiltrasi lokal : larutan 0,5%
• Waktu 2 jam untuk hilang sama Blok saraf kecil : 1 %
sekali dari tempat suntikan Blok saraf lebih besar : 1,5%
• Kombinasi dengan epinefrin → Blok epidural : 1,5-2%
kerja obat lebih lama (4 jam) Blok subarakhnoid : larutan hiperbarik 5%
Dosis dewasa → 50 mg-750 mg (7-10 mg/kg)

Sediaan : ampul lidocaine 2%, jelly 2%, spray 10%,


kombinasi lidocaine 2% + epinefrin 12.5 mcg (Lidocaine
Camp)

2. BUPIVACAINE • samping depresi pernapasan, Dosis :


hipotensi.

Sediaan : 5mg/ml (1 vial = 4 ml)


3. ETIDOCAINE
4. PRILOCAINE
5. MEPIVACAINE
6. ROPIVACAINE
7. LEVOBUPIVACAINE
MUSCLE RELAXAN / PELUMPUH OTOT
Untuk operasi yang memerlukan nafas kendali. Prinsip kerja : blockade pada neuromuscular junction
Pilihan :
- Gangguan faal ginjal : atracurium, vecuronium
- Gangguan faal hati : atrac
- Bedah singkat : atrac, rocu
- Obstetri : semua dapat digunakan kecuali gallamine
tanda kekurangan pelumpuh otot : cegukan, dinding perut kaku, tahanan inflasi paru
KETERANGAN DOSIS & SEDIAAN
DEPOLARISASI Penggunaan :
Bekerja seperti asetilkolin namun di celah saraf - Intubasi
otot tidak dirusak oleh kolinesterase sehingga - Relaksasi pada reposisi
berada cukup lama di sinaptik dan fraktur/dislok
menyebabkan depolarisasi yang ditandai - Menghilangkan spasme
fasikulasi kemudian disusul oleh relaksasi otot laring
lurik. - Relaksasi lapangan op yg
berlangsung singkat
SUKSINILKOLIN • masa kerja singkat, mula kerja 1-2 Dosis intubasi 1-1,5 mg/kgBB IV
menit, berlangsung 3-5 menit

NON DEPOLARISASI Penggunaan :


Berikatan dengan reseptor nikotnik-kolinergik - intubasi
tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, bekerja - relaksasi lap op
dengan mengjalangi asetilkolin berikatan - menghilangkan spasme laring dan
dengan reseptor. reflex jalan napas
- memudahkan napas kendali
- cegah fasikulasi akibat suksinilkolin
• Mula kerja paling cepat, bereaksi 2 Dosis :
1. ROCURONIUM menit Intubasi → 0,45-0,9 mg/kg IV
• Lama kerja menengah Bolus → 0,15 mg/kg IV
• Efek cdv minimal
• Sebagian besar dieliminasi di hati
sebagian keci ginjal Sediaan : 10 mg/ml (1 vial = 5 ml)

2. ATRACURIUM • Durasi kerja 20-45 menit → lama Dosis :


kerja menengah
• Dapat digunakan pd gg. fungsi Sediaan : 10 mg/ml (1 vial = 2,5 ml)
hati&ginjal
• Meningkatkan pelepasan histamin
→ KI : asma (bronkospasme berat)

3. PANCURONIUM • Masa kerja 30-6- menit


• Tidak ada efek pelepasan histamin
• Efek inotropic → takikardi, ht,
aritmia
• Metabolism sebagian besar di ginjal

4. VECURONIUM • Lama kerja menengah


• Tidak menyebabkan pelepasan
histamin dan efek cdv
• Metabolism di hepar
• Aman pada gg fungsi ginjal
OBAT EMERGENCY
KETERANGAN DOSIS & SEDIAAN
1. EPINEFRIN • Bekerja pd reseptor adrenergic alfa Dosis :
1,2 beta 1,2 Cardiac arrest & shock → bolus 0,5-1 mg
• Inotrpik positif (meningkatkan Anafilaktik → 100-500 mcg (diulang bl perlu)
kontraktilitas), dan kronotropik Meningkatkan kontraktilitas / HR → 1 mg dalam 250 ml (4
positif (laju jantung), vasokonstriksi mcg/ml) dengan kecepatan 2-20 mcg/menit
→ TD>>
• Paru → bronkorelaksasi Sediaan : ampul 1 mg/ml dalam larutan 1:1000
• Usus → peristaltic<<
• Metabolic → gula darah >>, as lemak
bebas >>
• Indikasi : henti jantung, syok
anafilaktik, bronkospasme,
perdarahan superfisial
2. NORADRENALIN/NOREPINEFRIN • Alfa agonis 1 → vasokonstriksi Dosis :
arteri 2-20 mcg/menit
• TD>> tanpa meningkatkan laju
jantung
Sediaan : 1 ampul = 4mg/4 ml
5. DOPAMIN • Meningkatkan pelepasa Dosis :
noradrenalin 1-20 mcg/kg/menit
• Adrenergic
• Fgs ginjal (?) Sediaan : 1 vial = 5 – 10 m berisi 200 mg atau 400 mg

6. DOBUTAMIN • Agonis beta poten Dosis :


• Agonis alfa 1 lemah 2-20 mcg/kg/menit
• Tidak menurunkan resistennsi
perifer → tdk takikardi Sediaan : 1 vial = 20 ml berisi 250 mg
• Efek inotropic → meningkatkan CO,
kontraktilitas miokard
7. EPHEDRIN • Simpatomimetik → TD>>, HR>>, Dosis :
kontraktilitas>> Bolus 2,5-10 mg
• Bronkodilator Anak 0,1 mg/kg
• Vasopressor during anestesi
Sediaan : 1 ampul = 1 ml berisi 25 mg atau 50 mg

Anda mungkin juga menyukai