TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struma
2.1.1 Definisi
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh
penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid
dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar-
debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan
menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (Amin huda,
2016). Struma didefinisikan sebagai pembesaran kelenjar tiroid. Struma
dapat meluas keruang retro sternal, dengan atau tanpa pembesaran
substansial. Karena hubungan anatomi kelenjar tiroid ke trakea, laring,
saraf laring, superior dan inferior, dan esophagus, pertumbuhan abnormal
dapat menyebabkan berbagai sindrom komperhensif (Tampatty, 2019).
2.1.2 Etiologi
Struma disebabkan oleh gangguan sintesis hormone tiroid yang
menginduksi mekanisme kompensasi terhadap kadar TSH serum, sehingga
akibatnya menyebabkan hipertrofi dan hyperplasia selfolikel tiroid dan pada
akhirnya menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. Efek biosintetik,
defisiensi iodin penyakit otoimun dan penyakit nodular juga dapat
menyebabkan struma walaupun dengan mekanisme yang berbeda. Bentuk
goitrous tiroiditis hashimoto terjadi karena defek yang didapat pada
hormone sintesis, yang mengarah ke peningkatan kadar TSH dan
konsuekensinya efek pertumbuhan (Tampatty, 2019)
Menurut Manjoer (2002) Adanya gangguan fungsional dalam
pembentukan hormon tiroid merupakan faktor penyebab pembesaran
kelenjar tiroid antara lain:
a. Defisiensi yodium
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa
hormon tiroid
4
5
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi dan karakteristik struma nodusa antara lain:
2) Hipotiroid
3) Hipertiroid
2.1.4 Patofisiologi
Pembentukan hormon tiroid membutuhkan unsur yodium dan stimulasi
dari TSH. Salah satu penyebab paling sering terjadi penyakit gondok karena
kekurangan yodium. Aktivitas utama dari kelenjar tiroid adalah untuk
berkonsentrasi dalam pengambilan yodium dari darah untuk membuat hormon
tiroid. Kelenjar tersebut tidak cukup membuat hormon tiroid jika tidak
memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium individu
akan menjadi hipotiroid. Kekurangan hormon tiroid (hipotiroid) tubuh akan
berkompensasi terhadap pembesaran tiroid, hal ini juga merupakan proses
adaptasi terhadap defisiensi hormon tiroid. Namun demikian pembesaran dapat
terjadi sebagai respon meningkatnya sekresi pituitari yaitu TSH (Tarwoto,
2012).
7
2.1.6 Komplikasi
Menurut Brunner dan Suddart (2013) beberapa komplikasi dari struma meliputi:
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit struma dilakukan berdasarkan ukuran struma,
semakin besar ukuran struma maka akan menimbulkan banyak keluhan, terdapat
beberapa penatalaksanaan meliputi:
a. Pengobatan
Pasien dengan satu atau lebih nodul tiroid yang mengalami hipertiroid
diberikan obat anti tiroid
b. Terapi radioiodine
Merupakan terapi alternatif untuk single toxic adenoma atau toxic
multinodular goiter. Tujuan dari terapi ini adalah untuk mempertahankan
fungsi dari jaringan tiroid normal. Radioiodine juga digunakan untuk
mengurangi volume nodul pada nontoksik multinodular goiter.
c. Pembedahan
Tujuan pembedahan adalah untuk mengurangi massa fungsional pada
hipertiroid, mengurangi penekanan pada esophagus dan trakhea,
mengurangi ekspansi pada tumor atau keganasan (Tarwoto, 2012).
1) Pembedahan tiroidektomi
9
2.2 Trakeostomi
2.2.1 Definisi
Trakeostomi merupakan tindakan membuat lubang pada dinding depan
atau anterior trakea untuk bernapas. Menurut letak stoma, trakeostomi
dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah
cincin trakea ke tiga. Sedangkan menurut waktu dilakukan tindakan maka
trakeostomi dibagi yang pertama trakeostomi darurat dan segera dengan
persiapan sarana sangat kurang dan yang kedua trakeostomi berencana
(persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik (Soepardi &
Iskandar, 2012).
2.3.3 Klasifikasi
Menurut Darmawan (2013) diperoleh tiga kategori, berikut yang
menunjukan keunikan masing-masing indivudu dalam mengalami tubuhnya
(experience the body), yaitu:
a. Experience of Engagement
Merupakan pengalaman yang berkaitan dengan momentum saat
tubuh mengalami kontak dengan dunia luar atau lingkungan. Dalam
pengalaman ini situasi tubuh akan terkategorisasi menjadi dua sub
pengalaman, tubuh dalam vitalitas dan tubuh dalam aktifitas. Tubuh dalam
vitalitas ini lebih kepada kontak secara non fisik dengan lingkungan
(seperti rasa sedih, rasa gembira), sementara tubuh dalam aktifitas lebih
kepada kontak secara fisikal ( seperti berlai, berjalan).
b. Experience of Corporeality
Merupakan bentuk kesadaran akan tubuh secara fisik dan hadir
sebagai obyek ataupun sebagai alat atau instrumen. Tubuh sebagai obyek
merujuk kepada batasan-batasan yang dimiliki tubuh (seperti sakit, rasa
kenyang), yang serupa dengan batasan yang dimiliki oleh obyek lain
(seperti batasan dimensi). Melalui batasan ini, akan diperoleh mengenai
ekstensi atau kesadaran akan tubuh itu sendiri. Adapun tubuh sebagai alat
adalah sebuah rujukan kepada kesadaran bahwa tubuh ini merupakan
media untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan (seperti sebuah televisi
yang tidak akan menyala sebelum tubuh ini bergerak dan menekan tombol
on/ off).
c. Experience of Interpersonal Meaning
Merupakan sebentuk pengalaman dimana tubuh dipahami dalam
konteks relasi simbolis. Dalam kategori pengalaman ini, tubuh memiliki
sub kategori sebagai tampilan/ penampilan, dan sebagai ekspresi diri,
pengalaman ini lebih membangun kesadaran manusia dalam sebuah situasi
sosial dan upaya yang dilakukan dalam menempatkan diri dalam situasi
sosial tersebut. Hal ini kemudian berhubungan pula dengan upaya manusia
untuk menjawab pertanyaan “bagaimana orang lain melihat saya “.
“bagaimana saya ingin dilihat orang lain”.