Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

“BAYI SEHAT”

DISUSUN OLEH :
Mohammad Rivaldi (1102014159)

PEMBIMBING :
Letkol CKM (K). dr. Endah Pujiastuti, Sp.A., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RS TK. II MOH. RIDWAN MEURAKSA

PERIODE 25 APRIL- 25 JUNI 2022


BAB I

STATUS PASIEN

Identitas
Identitas Penderita
Nama : By. Ny. N
Tanggal Lahir : 11 Mei 2022
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Bintara, Bekasi
No. RM :-
Bangsal : Krisan
Tanggal Masuk : 11 Mei 2022
Identitas Orang Tua
Nama Ibu : Ny. N
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : D3 Kebidanan
Pangkat/Gol : i/Koptu
Alamat : Bintara, Bekasi
Nama Ayah : Tn. Z
Umur : 39 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : D3 Keperawatan
Pangkat/Gol : Koptu
Alamat : Bintara, Bekasi

2
11 Mei 2022
Subject
Bayi laki-laki lahir pada tanggal 11Mei 2022 pukul 12.10 dari ibu bernama Ny. N usia 33
tahun dengan G3P2A0 dan usia gestasi 37 minggu, bayi lahir secara SC atas indikasi BSC.
Bayi lahir langsung menangis, setelah itu dilakukan resusitasi sampai langkah awal yaitu
hangatkan bayi dengan meletakkan bayi di infant warmer, keringkan bayi dengan kain
hangat, isap lendir pada mulut dan hidung bayi, kemudian dipakaikan baju dan topi,
diteteskan gentamycin pada kedua mata dan Inj Vit K1 1mg secara IM. Dilakukan
pemotongan tali pusat.

Objective
11 Mei 2022 pukul 12.10 WIB
Keadaan Umum
Bayi gerak aktif, nafas spontan, menangis kuat, edema (-), kejang (-), sesak nafas (-), tanda
dehidrasi (-), warna kulit kemerahan.
Tanda Vital
HR : 144x/menit
RR : 48x/menit
BBL : 3100 gr
PB : 48 cm
LK : 36 cm
LD : 32 cm
LP : 29 cm
SpO2 : 96%
Status Internus
Kepala : Normocephal, ubun-ubun datar.
Rambut : distribusi normal, hitam.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : Kartilago normal, sekret (-)
Hidung : Nafas cuping (-), sekret (-), epitaxis (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa mulut kering (-), bibir dan langit-langit intak
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Dada : Simetris, bentuk abnormal (-), retraksi (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

3
Jantung : BJ I dan BJ II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Bising usus (+), supel, pembesaran hepar dan lien (-), turgor kembali cepat
Ekstremitas : Akral hangat (+), udem (-), sianosis (-), CRT <2 detik,
Genitalia : Jenis kelamin laki-laki, testis (+) pada kedua scrotum
Perineum : Anus (+), tidak ada kelainan.
Apgar Score : 8/10
Ketuban : KPD (-), Warna jernih

Assesment
NCB, SMK, SC atas indikasi BSC

Planning
Termoregulasi
Asi on demand
Hb O 0,5 ml Inj IM
Imunisasi polio sebelum pulang

4
12 Mei 2022 pukul 06.10
S : Bayi aktif , BAB +, BAK +, muntah -, bayi sedikit rewel, ASI ibu sedikit, bayi mau
menyusui
O :
KU : Bayi gerak aktif, menangis kuat
Suhu : 36.3 oC
HR : 121x/menit
RR : 32x/menit
SpO2 : 97%
Status Internus
Kepala : Normocephal, ubun-ubun datar.
Rambut : distribusi normal, hitam.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : Kartilago normal, sekret (-)
Hidung : Nafas cuping (-), sekret (-), epitaxis (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa mulut kering (-), bibir dan langit-langit intak
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Dada : Simetris, bentuk abnormal (-), retraksi (-)
Paru-paru : Vesikuler dikedua lapang paru, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : BJ I dan BJ II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Bising usus (+), supel, pembesaran hepar dan lien (-), turgor kembali cepat
Ekstremitas : Akral hangat (+), udem (-), sianosis (-), CRT <2 detik,
Genitalia : Jenis kelamin laki-laki, testis (+) pada kedua scrotum
Perineum : Anus (+), tidak ada kelainan.
A : NCB, SMK, SC a.i BSC
P :
Termoregulasi
Asi on demand
Imunisasi polio sebelum pulang

5
13 Mei 2022 pukul 06.10
S : Bayi aktif , BAB +, BAK +, muntah -, bayi sedikit rewel, ASI ibu sedikit, bayi mau
menyusui
O :
KU : Bayi gerak aktif, menangis kuat
Suhu : 36.8 oC
HR : 128x/menit
RR : 36x/menit
SpO2 : 98%
Status Internus
Kepala : Normocephal, ubun-ubun datar.
Rambut : distribusi normal, hitam.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : Kartilago normal, sekret (-)
Hidung : Nafas cuping (-), sekret (-), epitaxis (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa mulut kering (-), bibir dan langit-langit intak
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Dada : Simetris, bentuk abnormal (-), retraksi (-)
Paru-paru : Vesikuler dikedua lapang paru, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : BJ I dan BJ II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Bising usus (+), supel, pembesaran hepar dan lien (-), turgor kembali cepat
Ekstremitas : Akral hangat (+), udem (-), sianosis (-), CRT <2 detik,
Genitalia : Jenis kelamin laki-laki, testis (+) pada kedua scrotum
Perineum : Anus (+), tidak ada kelainan.
A : NCB, SMK, SC a.i BSC
P :
Termoregulasi
Asi on demand
Imunisasi polio sebelum pulang

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Resusitasi Neonatus


2.1.1. Definisi Resusitasi Neonatus
Resusitasi bayi baru lahir adalah usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat,
pemberian oksigen, dan curah jantung yang cukup untuk disalurkan kepada otak, jantung
dan alat-alat vital lainnya yang dilakukan pada bayi baru lahir. Hal yang mendasari
dilaksanakannya resusitasi pada bayi baru lahir adalah terjadinya asfiksia.
2.1.2 Tujuan Resusitasi Neonatus
Resusitasi pada bayi baru lahir (BBL) bertujuan untuk memulihkan fungsi
pernapasan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia dan terselamatkan hidupnya tanpa
gejala sisa di kemudian hari.
Tujuan Resusitasi:
a. Memulihkan fungsi pernapasan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia.
b. Untuk oksigenasi darurat.
c. Mempertahankan jalan nafas yang bersih.
d. Membantu pernapasan.
e. Membantu sirkulasi/memulai kembali sirkulasi spontan.
2.1.4 Faktor Risiko yang Meningkatkan Kebutuhan Resusitasi Neonatus
Berbagai keadaan ibu dan janin selama kehamilan maupun persalinan dapat menjadi
faktor risiko resusitasi saat lahir, sehingga harus cepat dikenali untuk mengantisipasi
masalah yang mungkin timbul. Berikut faktor risiko resusitasi :
Faktor Risiko
Faktor Ibu Faktor Janin Faktor Intrapartum
 Ketuban pecah dini 18  Kehamilan multiple  Pola denyut jantung janin
jam (ganda, triplet) yang merupakan pada
 Perdarahan pada trimester 2  Prematur (terutama usia CTG
dan 3 gestasi <35 minggu)  Presentasi abnormal
 Hipertensi dalam kehamilan  Postmature (usia gestasi  Prolaps tali pusat
 Hipertensi kronik >41 minggu)  Persalinan/ kala 2
 Penyalahgunaan obat  Besar masa kehamilan memanjang
 Konsumsi obat (seperti (large for gestational age)  Persalinan yang sangat

7
litium, magnesium,  Pertumbuhan janin cepat
penghambat adrenergic, terhambat  Perdarahan antepartum
narkotika)  Penyakit hemolitik (misal solusio plasenta,
 Diabetes melitus aloimun (misal anti-D, plasenta previa, vasa
 Penyakit kronik (anemia, anti-Kell, terutama jika previa)
PJB, Sianotik) terdapat anemia/hydrops  Ketuban bercampur
 Demam fetalis) mekoneum
 Infeksi  Polihidramnion dan  Pemberian obat narkotika
 Korioamnionitis oligohidramnion untuk mengurangi rasa

 Sedasi berat  Gerakan janin berkurang nyeri pada ibu dalam 4

 Kematian janin sebelumnya sebelum persalinan jam proses persalinan


 Kelainan kongenital yang  Kelahiran dengan forceps
 Tidak pernah melakukan
pemeriksaan antenatal memengaruhi pernapasan,  Kelahiran dengan vakum
fungsi kardiovaskular,  Penerapan anestesi umum
atau proses transisi pada ibu
lainnya  Bedah kaisar yang bersifat
 Infeksi intrauterine darurat
 Hydrops fetalis
 Presentasi bokong
 Distosia bahu

Persiapan Resusitasi
1. Mengenali Faktor Risiko
2. Pembentukan Tim Resusitasi
Komunikasi dan Informasi
Informasi yang perlu diketahui oleh tim resusitasi karena dapat mempengaruhi
manajemen resusitasi adalah sebagai berikut :
a. Informasi mengenai ibu :
i. Riwayat kehamilan (kondisi kesehatan maupun pemakaian obat-obatan)
ii. Riwayat kesehatan dan medikasi ibu
iii. Hasil pemeriksaan USG antenatal
iv. Riwayat pemeriksaan kesehatan janin dalam kandungan
v. Risiko infeksi ibu (misal : streptococcus grup B)

8
b. Informasi mengenai janin yang akan dilahirkan :
i. Usia gestasi
ii. Perkiraan jumlah janin (tunggal, kembar)
iii. Janin resiko tinggi dan kemungkinan memerlukan resusitasi
iv. Meconium pada cairan ketuban
v. Variasi denyut jantung janin
vi. Kelainan kongenital janin
1. Anggota Tim
Penolong pertama = kapten/ pemimpin jalannya resusitasi.
- Posisi : di atas kepala bayi
- Memiliki pengetahuan dan kompetensi resusitasi yang paling tinggi dan lengkap
serta dapat menginstruksikan tugas kepada anggota tim lainnya.
- Tanggung jawab utama : ventilasi (airway dan breathing).
Penolong kedua = asisten sirkulasi
- Posisi : sisi kiri bayi (posisi ini tidak terlalu mengikat, dibolehkan bertukar posisi
antara penolong kedua dan ketiga, dengan catatan fungsi tidak tumpeng tindih)
- Tanggung jawab : sirkulasi bayi
- Meliputi : mendengarkan laju denyut jantung bayi, mengatur kebutuhan tekanan
inspirasi positif (positive inspiratory pressure/PIP) dan fraksi oksigen (FiO2),
memberikan kompresi jantung, memasang kateter umbilical untuk resusitasi
cairan
Penolong ketiga = asisten peralatan dan obat
- Posisi : sisi kanan bayi (posisi ini tidak terlalu mengikat, dibolehkan bertukar
posisi antara penolong kedua dan ketiga, dengan catatan fungsi tidak tumpeng
tindih)
- Tanggung jawab : menyalakan tombol pencatat waktu, memasang monitor
saturasi, monitor suhu, menyiapkan peralatan suction, persiapan obat-obatan dan
alat-alat lainnya.
Urutan pertama hingga ketiga menunjukkan tingkat kompetensi anggota. Penolong
pertama memiliki kompetensi tertinggi, dan penolong kedua merupakan anggota
dengan kompetensi yang lebih baik dibandingkan dengan penolong ketiga.
2. Tim Resusitasi
Kompetensi penolong resusitasi dapat dikategorikan menurut risiko persalinan :
 Persalinan risiko sangat tinggi
9
Dihadiri oleh minimal 1 konsultan neonatologi atau dokter spesialis anak.
Termasuk persalinan risiko sangat tinggi, antara lain :
- Usia kehamilan < 30 minggu atau < 1500 gram
- Usia  26 minggu  konsuktan neonatologi diupayakan hadir
- Persalinan multiple usia <32 minggu
- Inkompabilitas rhesus berat/ hydrops fetalis
- Malformasi berat yang terdiagnosis antenatal, contoh hernia diafragmatika,
penyakit jantung bawaan
- Prolaps tali pusat/ tersangka hipoksia intra partum berat/ perdarahan
antepartum berat.
- Bedah kaisar darurat (misalnya : gawat janin, perdarahan antepartum massif)
- Persalinan lain yang dianggap sebagai persalinan risiko sangat tinggi melalui
diskusi antara dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak/ konsultan
neonatologi
 Persalinan risiko tinggi atau sedang
Dihadiri oleh minimal 1 orang dokter spesialis anak atau dokter umum. Termasuk
persalinan risiko tinggi atau sedang, antara lain :
- Usia kehamilann 30-36 minggu atau persalinan multiple 32 minggu
- Inkompabilitas rhesus ringan-sedang
- Pertumbuhan janin terhambat
- Tersangka hipoksia intrapartum
- Persalinan sungsang
- Distosia bahu
- Cairan ketuban bercampur meconium
- Bedah kaisar darurat (keadaan yang dapat membahayakan janin maupun ibu)
- Bedah kaisar elektif dengan faktor risiko tambahan (diabetes pada ibu dengan
usia kehamilan <37 minggu, restriksi pertumbuhan janin, anomaly janin,
tersangka gangguan pada janin, persalinan multiple, letak sungsang, anestesi
umum, plasenta previa derajat 3 atau 4) atau jika ada permintaan dari dokter
spesialis kandungan.
 Persalinan multiple

10
Jika persalinan 35 minggu dibutuhkan 1 tim untuk setiap bayi, maka persalinan
 30 minggu dibutuhkan tambahan dokter. Bila terdapat komplikasi lain pada
persalinan multiple dibutuhkan 2 dokter untuk setiap bayi.
Pada bayi yang akan mendapatkan perawatan paliatif, maka diperlukan minimal 1
orang dokyer spesialis anak konsultan neonatologi atau dokter spesialis anak
untuk memastikan bayi mendapatkan perawatan yang sesuai.
3. Lingkungan Resusitasi
Ruangan
Ruang resusitasi harus sangat berdekatan dengan ruang bersalin/ kamar operasi agar
tim resusitasi dapat segera melakukan pertolongan.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada ruang resusitasi yaitu: ruangan harus cukup
hangat untuk mencegah bayi baru lahir kehilangan panas tubuhnya, cukup terang
untuk dapat menilai status klinis ibu-bayi, dan cukup besar untuk tim resusitasi

bergerak. Bila terdapat persalinan multipel maka diperlukan ruangan yang lebih
besar dengan pemancar panas (infant warmer) dan set resusitasi sejumlah bayi yang
akan lahir.

Gambar. Metode menghangatkan bayi dengan topi, plastic pembungkus dan matras
penghangat

11
Gambar. Infant warmer menghangatkan bayi

Suhu
Keadaan hipotermi atau hipertermi akibat proses konduksi, konveksi, evaporasi
maupun radiasi harus dicegah karena akan mempengaruhi efektivitas termoregulasi
selama resusitasi. Keadaan tersebut dapat dihindari dengan menjaga suhu tubuh bayi
antara 36,5-37,5 C. Upaya pengaturan suhu antara lain :
- Mengatur suhu ruangan yang hangat (24-26 C)
- Meletakkan bayi tidak di bawah pendingin ruangan
- Infant warmer dihangatkan sebelum bayi lahir (untuk menghangatkan matras,
kain, topi, dan selimut bayi)
- Menggunakan kain yang hangat dan kering untuk mengeringkan bayi
- Menggunakan plastic bening untuk membungkus bayi dengan berat 1500 gram
- Memakaikan topi pada kepala bayi sesuai dengan ukurannya
- Bayi di bawah 1000 gram menggunakan matras penghangat/ blanket roll
- Menggunakan incubator transport yang sudah dihangatkan atau transportasi
dengan kontak kulit dengan kulit (metode kangguru) pada fasilitas terbatas untuk
memindahkan bayi ke ruang perawatan
4. Perlengkapan Resusitasi
Pembentukan dan Persiapan Tim Resusitasi

12
Tim resusitasi perlu mendapatkan informasi kehamilan secara menyeluruh mengenai
faktor risiko ibu maupun janin. Hal ini diperoleh melalui anamnesis ibu hamil atau
keluarga, petugas yang menolong proses kehamilan dan persalinan, atau catatan
medis. Informasi yang diperoleh perlu diketahui oleh semua anggota tim resusitasi
untuk mengantisipasi faktor risiko dan masalah yang mungkin terjadi. Informasi
yang perlu diketahui dalam proses persalinan, antara lain :
a) Informasi mengenai ibu, yaitu informasi Riwayat kehamilan (kondisi umbilicus
dan pemakaian obat- obatan), Riwayat kesehatan dan pengobatan yang diberikan
pada ibu sebelumnya, riwayat pemeriksaan kesehatan janin dalam kandungan dan
hasil pemeriksaan ultrasonografi antenatal (bila ada), serta risiko infeksi ibu
(seperti: Streptococcus grup B, infeksi saluran kemih, dan penyakit infeksi
lainnya)
b) Informasi mengenai janin, yaitu informasi usia kehamilan, jumlah janin (tunggal
atau kembar), risiko kebutuhan resusitasi (misal : hernia diafragmatika, dll),
mekoneum pada cairan ketuban, hasil pemantauan denyut jantung janin, serta
kemungkinan kelainan kongenital.
Hal terpenting dalam persiapan resusitasi adalah diskusi dan kerja sama anggota tim
resusitasi. Anggota tim resusitasi sebaiknya telah mendapatkan pelatihan resusitasi
neonatus dasar serta menguasai langkah-langkah dalam resusitasi neonates. Hal ini
disebabkan sekitar 25% bayi dengan instabilitas berat tidak terdeteksi sebelum
persalinan. Tim resusitasi idealnya memiliki tiga anggota setidaknya terdiri atas satu
orang penolong terlatih pada setiap resusitasi bayi dan sekurang-kurangnya dua
orang penolong terlatih pada resusitasi bayi dengan risiko tinggi. Setiap persalinan
dengan risiko yang sangat tinggi harus dihadiri oleh minimal 1 konsultan
neonatologi atau dokter spesialis anak. Pembagian tugas tim resusitasi adalah
sebagai berikut :
1) Penolong pertama,
yaitu pemimpin resusitasi, memposisikan diri di sisi atas kepala bayi (posisi A).
Pemimpin diharapkan memiliki pengetahuan dan kemampuan resusitasi yang
paling lengkap, dapat mengkoordinir tugas anggota tim, serta mempunyai
tanggung jawab utama terkait jalan napas (airway) dan pernapasan (breathing).
Penolong pertama bertugas menangkap dan meletakkan bayi di penghangat bayi,
menyeka muka bayi, memasangkan topi, mengeringkan bayi, memakaikan
plastik, serta memantau dan melakukan intervensi pada ventilasi (memperhatikan
13
pengembangan dada bayi, melakukan VTP, memasang continuous positive
airway pressure (CPAP), dan intubasi bila diperlukan).
2) Penolong kedua,
yaitu asisten sirkulasi (circulation). Asisten sirkulasi mengambil posisi di sisi kiri
bayi (posisi B) dan bertanggung jawab memantau sirkulasi bayi. Penolong
bertugas membantu mengeringkan bayi, mengganti kain bayi yang basah,
mendengarkan LJ bayi sebelum pulse oxymetri mulai terbaca, mengatur peak
inspiratory pressure / tekanan puncak inspirasi (PIP) dan fraksi oksigen (FiO2),
melakukan kompresi dada, dan memasang kateter umbilikal. Selain itu, penolong
kedua menentukan baik-buruknya sirkulasi bayi dengan menilai denyut arteri
radialis, akral, dan capillary refill time bayi.
3) Penolong ketiga,
yaitu asisten obat dan peralatan (medication and equipment). Asisten peralatan
dan obat berdiri di sisi kanan bayi (posisi C), bertugas menyiapkan suhu ruangan
24 – 26°C, memasang pulse oxymetri, memasang probe suhu dan mengatur agar
suhu bayi mencapai suhu 36,5-37° C, menyalakan tombol pencatat waktu,
memasang monitor saturasi, menyiapkan peralatan dan obat-obatan, memasang
infus perifer bila diperlukan serta menyiapkan inkubator transport yang telah
dihangatkan. Sebagai catatan, posisi penolong tidak terlalu mengikat. Penolong
kedua dan ketiga boleh bertukar posisi, namun tidak boleh bertugas secara
tumpang tindih.

14
Gambar 1. Posisi tim resusitasi. Keterangan: (1) Pemimpin resusitasi (airway and
breathing), (2) Asisten sirkulasi (circulation), (3) Asisten obat dan peralatan
(medication and equipment).
Persiapan Ruang Resusitasi
Ruang resusitasi sebaiknya berada di dekat kamar bersalin atau kamar operasi
sehingga tim resusitasi dapat memberikan bantuan dengan cepat dan efisien.
Persiapan ruang resusitasi meliputi suhu ruangan yang cukup hangat untuk
mencegah kehilangan panas tubuh bayi, pencahayaan yang cukup untuk menilai
status bayi, serta cukup luas untuk memudahkan tim berkerja. Diharapkan suhu
tubuh bayi akan selalu berkisar antara 36,5-37° C. Selain itu, penolong harus
mempersiapkan inkubator transpor untuk memindahkan bayi ke ruang perawatan.
Upaya pengaturan suhu antara lain:
- Mengatur suhu ruangan yang hangat (24 – 26° C)
- Meletakkan bayi tidak di bawah pendingin ruangan
- Infant warmer dihangatkan sebelum bayi lahir (untuk menghangatkan matras,
kain, topi, dan selimut bayi)
- Menggunakan kain yang hangat dan kering untuk mengeringkan bayi
- Menggunakan plastik bening untuk membungkus bayi dengan berat < 1500 gram
- Memakaikan topi pada kepala bayi sesuai dengan ukurannya

15
- Bayi di bawah 1000 gram menggunakan matras penghangat/blanket roll
- Menggunakan inkubator transpor yang sudah dihangatkan atau transportasi
dengan kontak kulit dengan kulit (metode kangguru) pada fasilitas terbatas untuk
memindahkan bayi ke ruang perawatan

Persiapan Peralatan Resusitasi


Tindakan resusitasi memerlukan peralatan resusitasi yang lengkap untuk
mengantisipasi kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi. Berikut ini merupakan
peralatan resusitasi yang sebaiknya disiapkan.
1) Peralatan untuk mengontrol suhu bayi, yaitu penghangat bayi (overhead
heater/radiant warme /infant warmer), kain atau handuk pengering, kain
pembungkus bayi, topi, dan kantung plastik (digunakan pada bayi dengan usia
gestasi kurang dari 32 minggu). Kebutuhan peralatan ini tidak mengikat terkait
beragamnya suhu di wilayah Indonesia. Penolong resusitasi dapat menggunakan
kantung plastik pada bayi >32 minggu pada kondisi tertentu apabila dirasakan
perlu, seperti pada suhu kamar ber salin yang tidak dapat diatur sehingga suhu
ruangan sangat dingin.

Gambar 2. Peralatan intubasi endotrakeal, (a). LMA ukuran 1 dan 1,5 (atas:unique,
bawah:supreme), (b). ETT berbagai ukuran, (c). laringoskop Miller beserta blade
berbagai ukuran.
2) Peralatan tata laksana jalan napas (airway), yaitu : pengisap lendir – suction
dengan tekanan negatif (tidak boleh melebihi – 100 mmHg), kateter suction
(ukuran 5, 6, 8, 10, 12, 14 – French), aspirator mekonium.

16
Gambar 3. Peralatan tata laksana jalan napas (airway), (a). Suction tekanan negatif,
(b). Kateter suction berbagai ukuran, (c). aspirator meconium.
3) Peralatan tata laksana ventilasi (breathing), yaitu : self inflating bag / balon
mengembang sendiri (BMS), flow inflating bag / balon tidak mengembang sendiri
(BTMS), T- piece resuscitator (Neo-Puff, Mixsafe), sungkup wajah berbagai
ukuran, sungkup laring / laryngeal mask airway (LMA), peralatan intubasi seperti
laringoskop dengan blade / bilah lurus ukuran 00, 0 dan 1, stilet, serta pipa
endotrakeal / endotracheal tube (ETT) ukuran 2,5; 3,0; 3,5; dan 4. Secara praktis,
bayi dengan berat lahir <1 kg (<28 minggu), 1-2 kg, (28 – 34 minggu) dan ≥2 kg
(>34 minggu) dapat diintubasi dengan menggunakan ETT secara berturut-turut
nomor 2,5; 3; dan 3,5. Studi menunjukkan LMA dapat digunakan bila pemberian
VTP dengan BMS gagal dan penolong gagal melakukan pemasangan ETT.
Penggunaan LMA dapat digunaka pada bayi dengan berat lahir >2 kg atau usia
gestasi >34 minggu.

Gambar 4. Peralatan tata laksana pernapasan (breating), (a). BMS (atas : tanpa katup
PEEP; bawah : dengan kombinasi katup PEEP), (b). BTMS (Jackson Rees), (c). t-
piece resuscitator (atas: Neo-Puff; bawah: Mixsafe).

17
Gambar 5. Sungkup dengan berbagai ukuran

Gambar 6. Peralatan intubasi endotrakeal, (a). LMA ukuran 1 dan 1,5 (atas:unique,
bawah:supreme), (b). ETT berbagai ukuran, (c). laringoskop Miller beserta blade
berbagai ukuran.Peralatan tata laksana sirkulasi / circulation, yaitu : kateter
umbilikal ukuran 3,5 dan 5- French atau pada fasilitas terbatas dapat dipergunakan
pipa orogastrik / orogastric tube (OGT) ukuran 5 – French beserta set umbilikal
steril, dan three way stopcocks.

Gambar 7. Peralatan tata laksana sirkulasi/circulation, (a). set umbilical, (b). kateter
umbilikal (kiri) dan pipa orogastrik (kanan).
4) Obat-obatan resusitasi, seperti : epinefrin (1:10.000), nalokson hidroklorida (1
mg/mL atau 0,4 mg/mL), dan cairan pengganti volume/volume expander (NaCl
0,9% dan ringer laktat).
5) Pulse oxymetri
6) Monitor EKG (bila tersedia)
7) Lain-lain, seperti stetoskop, spuit, jarum, dll.

18
Persiapan Pasien
1) Memberi informasi dan meminta persetujuan tertulis orangtua (informed consent)
mengenai tindakan resusitasi yang mungkin diperlukan setelah bayi lahir.
2) Antisipasi faktor risiko ibu maupun janin.

Persiapan Penolong
Penolong resusitasi harus mencuci tangan dan memakai alat pelindung diri (APD)
yang terdiri atas : masker, gaun, sepatu, kacamata, dan sarung tangan steril.

Penilaian dan Langkah Awal Resusitasi Neonatus


Komponen utama yang wajib dinilai saat awal :
o Pernapasan
Apneu dan bradipneu terjadi pada keadaan asidosis berat, asfiksia, infeksi
(meningitis, septikemia, pneumonia) dan kerusakan CNS. Takipneu (>60 kali/menit)
terjadi pada hipoksemia, hipovolemia, asidosis (metabolik dan respiratorik),
perdarahan CNS, kebocoran gas paru, kelainan paru (hyalin membrane disease,
sindrom aspirasi, infeksi), udem paru, dan penggunaan obat-obatan oleh ibu
(narkotik, alkohol, magnesium, barbiturat).
Pernapasan mungkin sulit dinilai pada satu atau dua menit pertama setelah lahir.
Hal ini dikarenakan setelah upaya bernapas awal, pernapasan bayi dapat berhenti
selama beberapa detik, diikuti oleh pernapasan regular yang cukup untuk

memertahankan laju denyut jantung lebih dari 100 kali per menit. Bila laju denyut
jantung dapat dipertahankan di atas 100 kali per menit biasanya bayi tidak
memerlukan intervensi segera selain menjaga jalan napas tetap terbuka, yang
tentunya harus tetap dilakukan. Bila laju denyut jantung tetap di bawah 100 kali per
menit, maka kemungkinan diperlukan ventilasi tekanan positif.
Pada bayi yang bernapas spontan, perlu dinilai ada atau tidaknya tanda distres
pernapasan. Retraksi atau tarikan ke dalam pada tulang iga dan sternum, merintih
saat ekspirasi merupakan tanda-tanda yang harus diwaspadai pada semua bayi. Hal
di atas menunjukkan kemungkinan bayi mengalami kesulitan mengembangkan paru-
paru.

19
Bila terdapat gangguan pernapasan, bayi perlu diberikan tekanan positif
berkelanjutan pada jalan napas (continuous positive airway pressure/CPAP) atau
ventilasi tekanan positif.
Bayi dengan kondisi apnu atau dengan napas megap-megap perlu diberikan
ventilasi tekanan positif. Demikian juga pada bayi dengan napas spontan, sianosis
sentral, dan laju denyut jantung di atas 100 kali per menit yang telah mendapat terapi
oksigen aliran bebas namun tidak membaik.
Bayi prematur seringkali memiliki napas yang tidak teratur atau mengalami
periode apnu singkat berulang. Pada kondisi ini bila denyut jantung bayi di atas 100
kali per menit, bayi umumnya membutuhkan stimulasi singkat untuk merangsang
pernapasannya. Bila setelah mendapat stimulasi bayi mengalami penurunan laju
denyut jantung (di bawah 100 kali per menit), tonus yang buruk, dan pola napasnya
menjadi semakin iregular/tidak adekuat, maka pada keadaan tersebut diperlukan
VTP.
Bayi yang mengalami distres pernapasan dapat segera diberikan CPAP dini.
Apabila saat pemantauan bayi tersebut mengalami sesak yang memberat atau
pernapasan yang dangkal disertai penurunan laju denyut jantung, maka bayi
membutuhkan ventilasi tekanan positif.
o Tonus otot
Sebagian besar neonatus, termasuk yang preterm akan aktif saat lahir dan
menggerakan semua ekstremitas sebagai respon terhadap rangsangan. Asfiksia,
penggunaan obat pada ibu, kerusakan CNS, amiotonia kongenital, dan miastenia
grafis akan menurunkan tonus otot. Fleksi kontraktur serta tidak adanya lipatan sendi
merupakan tanda kerusakan CNS yang terjadi di dalam rahim.
Sebagian besar bayi baru lahir akan langsung menggerakkan keempat

tungkainya, memulai upaya untuk bernapas dan denyut jantungnya akan meningkat

di atas 100 kali per menit segera setelah lahir. Bayi dengan kondisi ini tidak
membutuhkan bantuan resusitasi dan sebaiknya tidak dipisahkan dari ibunya.
Bila respons bayi tidak ada atau lemah, maka penolong dapat melakukan
stimulasi dengan cara mengeringkan bayi dengan handuk secara cepat namun
lembut.
Menepuk pipi, memukul pantat,menggoyang, atau menggantung bayi secara
terbalik berpotensi bahaya dan tidak boleh dilakukan. Sepanjang resusitasi, posisi

20
bayi harus dijaga agar kepala dan leher tetap dalam posisi netral, terutama bila tonus
otot bayi lemah.
o Laju denyut jantung
Normalnya denyut jantung pada bayi baru lahir 120 sampai 160 denyut/ menit.
Walaupun banyak neonates bertoleransi dengan denyut jantung diatas 220
denyut/menit dengan sedikit pengaruh buruk, denyut jantung dibawah 100
denyut/menit sering ditoleransi sebab terjadi penurun cardiac output dan perfusi
jaringan. Elektrokardiogram dan ekokardiogram dapat membantu mendiagnosa
masalah tersebut sebelum lahir.
Laju denyut jantung dapat ditentukan dengan mendengarkan jantung
menggunakan stetoskop; pada menit-menit awal setelah lahir, dengan meraba pulsasi
pada dasar tali pusat; atau dengan menggunakan pulse oximetry.
Lokasi paling baik untuk pulsasi pada tali pusat adalah bagian dasar, namun
tidak adanya nadi di lokasi tersebut bukanlah pertanda pasti untuk tidak adanya
denyut jantung. Denyut nadi perifer dan sentral sebaiknya tidak digunakan untuk
menilai laju denyut jantung karena sulit diraba dan hasilnya kurang dapat dipercaya.
Di antara berbagai cara di atas, pulse oximetry memberikan hasil laju denyut

jantung yang paling baik. Sensor pulse oximetry sebaiknya dipasang terlebih dahulu
pada tangan atau pergelangan tangan kanan (preduktal) sebelum disambungkan pada
oximeter untuk memperoleh hasil yang lebih akurat
Bila laju denyut jantung bayi terus menerus kurang dari 100 kali per menit,
maka ventilasi bantuan harus dilakukan. Apabila laju denyut jantung bayi tetap
kurang dari 60 kali per menit bahkan setelah diberikan ventilasi tekanan positif yang
adekuat, kompresi dada perlu diberikan.

Komponen yang dinilai saat evaluasi lanjutan sepanjang resusitasi berlangsung :


o Laju denyut jantung bayi
o Pernapasan
o Tonus otot
o Oksigenasi
o Reflek
o Warna kulit
o Nilai apgar

21
Tes Apgar score atau penilaian Apgar merupakan salah satu pemeriksaan fisik
bayi yang dilakukan pada menit pertama dan kelima setelah bayi lahir. Semakin tinggi
nilai Apgarnya, maka semakin baik. Nilai Apgar yang tinggi menjadi patokan bahwa
kondisi bayi baru lahir sehat dan bugar setelah dilahirkan.
 Activity (aktivitas otot)
 Pulse (denyut jantung)
 Grimace (respons dan refleks bayi)
 Appearance (penampilan, terutama warna tubuh bayi)
 Respiration (pernapasan)

Penilaian ini menentukan respons bayi baru lahir ketika melewati periode transisi
pada beberapa menit awal kehidupan. Nilai Apgar ditentukan pada menit ke-1 dan 5
serta dilanjutkan setiap 5 menit sampai nilai Apgar mencapai 7. Sebagai contoh, pada
seorang bayi baru lahir didapatkan nilai Apgar pada menit pertama nilai 2, menit
kelima nilai 3, menit kesepuluh nilai 5, menit kelima belas nilai 7.
Pelaporan resusitasi harus ditulis secara lengkap dan meliputi seluruh tahapan
resusitasi. Penilaian perbaikan atau perburukan klinis harus dicatat setiap kali terdapat
perubahan bermakna agar perjalanan klinis bayi mudah dipahami dan untuk
menentukan tindakan pasca resusitasi.
Langkah Resusitasi
a) Langkah Awal
Setiap penolong resusitasi harus dapat melakukan penilaian awal untuk menentukan
kebutuhan resusitasi pada bayi baru lahir.
Penilaian awal tersebut meliputi:
1. Menangis atau bernapas?
2. Tonus otot baik?
Bila jawaban untuk kedua pertanyaan tersebut adalah “ya”, maka bayi hanya
memerlukan perawatan rutin yaitu mengeringkan bayi, memosisikan bayi kontak kulit
dengan kulit (skin-to-skin) dengan ibunya, dan menyelimuti bayi dengan linen kering

22
untuk memertahankan suhu. Tenaga kesehatan tetap melakukan pemantauan
pernapasan, aktivitas dan warna kulit bayi selama perawatan rutin. Bila ada jawaban
“tidak” dari kedua pertanyaan tersebut, maka dilanjutkan dengan langkah awal
stabilisasi meliputi:
 Memberi kehangatan
Kondisi hipotermia dapat meningkatkan konsumsi oksigen yang pada akhirnya
dapat mengganggu resusitasi yang efektif. Pastikan area resusitasi terjaga hangat
dengan suhu ruangan sekitar 25 hingga 26° C, meletakkan bayi di bawah radiant
warmer dalam beberapa menit pertama setelah lahir, dan menggunakan alas/matras
penghangat tambahan bila perlu, terutama pada bayi-bayi kecil. Pasang probe suhu
pada bayi dan setel infant warmer pada mode operasional otomatis atau sistem Servo,
sehingga infant warmer akan menyesuaikan suhunya berdasarkan temperatur bayi yang
dinilai dari probe.
Untuk bayi cukup bulan atau usia gestasi mendekati cukup bulan, keringkan bayi
dan ganti kain yang sudah basah dengan yang kering. Pada bayi dengan usia gestasi
kurang dari 28 minggu, disarankan untuk menaikkan suhu ruangan menjadi 26 ° C dan
membungkus bayi dengan plastik polietilen setinggi leher sebelum mengeringkan bayi.
Kepala bayi tidak terbungkus dan dikeringkan, sementara bagian tubuh sisanya
terbungkus plastik dan tidak dikeringkan sebelumnya. Pada bayi dengan berat di bawah
1000 gram disarankan untuk membungkus bayi dengan matras penghanghat.
 Membuka jalan napas bayi
Posisi yang paling baik untuk membuka jalan napas bayi adalah setengah ekstensi.
Bayi diposisikan dalam keadaan setengah ekstensi (posisi menghidu) agar jalan napas
terbuka. Penghisapan trakea hanya dilakukan pada bayi tidak bugar (depresi napas,
tonus otot lemah, denyut jantung di bawah 100 kali per menit) dengan kecurigaan
obstruksi jalan napas.
 Mengeringkan dan merangsang taktil bayi
Mengeringkan dan memberi rangsang taktil pada bayi merupakan tindakan
penilaian sekaligus resusitatif yang dapat merangsang napas. Bayi dikeringkan dengan
kain linen bersih yang telah dihangatkan mulai dari kepala hingga seluruh tubuh bayi.
Sambil mengeringkan, berikan rangsang taktil pada bayi berupa gosokan lembut pada
punggung bayi atau menyentil/menepuk telapak kaki bayi secara tidak berlebihan.
Pada bayi bugar, hindari mengeringkan telapak tangan sebelum melakukan Inisiasi

23
Menyusui Dini. Kain yang sudah basah harus segera diganti dengan kain baru yang
kering dan bersih agar bayi tetap hangat.
Pengeringan handuk tidak perlu dilakukan pada bayi prematur yang dibungkus
dengan plastik polietilen karena bersifat kontra-produktif. Bila perlu, rangsang taktil
dapat tetap diberikan melalui kantung plastik. Pernapasan merupakan tanda vital
pertama yang berhenti jika bayi mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode awal
pernapasan cepat, periode apnu primer akan terjadi. Pada periode ini, jika bayi
diberikan rangsang taktil, bayi akan kembali bernapas. Namun jika bayi terus
mengalami kekurangan oksigen selama apnu primer, bayi akan berusaha napas
megap-megap dan kemudian memasuki periode apnu sekunder. Selama periode apnu
sekunder, rangsang taktil berkepanjangan tidak akan berhasil dan bantuan pernapasan
harus diberikan.
 Memposisikan kembali bayi pada posisi menghidu (setengah ekstensi)
Setelah mengeringkan dan menstimulasi bayi, kembalikan posisi bayi seperti
sebelumnya yaitu setengah ekstensi untuk membuka jalan napas bayi.
 Menilai kembali upaya napas dan laju denyut jantung bayi
Setelah melakukan langkah awal, penolong melakukan evaluasi kembali dengan
menilai usaha napas, LJ, dan tonus otot bayi. Tindakan khusus, seperti pengisapan
mekonium, hanya dapat dilakukan selama 30 detik, dengan syarat LJ tidak kurang dari
100 kali/menit. Periode untuk melengkapi langkah awal dalam 60 detik pertama setelah
lahir ini disebut menit emas. Berikut hasil evaluasi:
(1) Bila pernapasan bayi adekuat dan LJ > 100 kali per menit, bayi menjalani
perawatan rutin.
(2) Bila usaha napas bayi belum adekuat dan LJ <100 kali per menit, langkah
resusitasi dilanjutkan pada pemberian bantuan ventilasi (breathing).
(3) Bayi bernapas spontan namun memiliki saturasi oksigen di bawah target
berdasarkan usia, suplemen oksigen dapat diberikan dengan cara sebagai berikut.

24
Gambar 8. Pemberian suplementasi oksigen aliran bebas Suplementasi oksigen
aliran bebas dapat diberikan dengan menggunakan: A. balon tidak mengembang
sendiri, B. T-piece resuscitator, C. Ujung balon mengembang sendiri dengan
reservoir terbuka.
(4) Bila bayi bernapas spontan namun disertai gawat napas, diperlukan CPAP dengan
tekanan positif akhir ekspirasi (positive and expiratory pressure / PEEP) secara
kontinu.

Nilai Downe dapat membantu penolong resusitasi dalam menilai gawat napas
dan kebutuhan bantuan ventilasi pada bayi baru lahir. Interpretasi nilai Downe dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Skor Down

Kriteria 0 1 2
Pernapasan < 60 x/menit 60-80x/menit >80x/menit
Tidak ada
Retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis hilang Sianosis
Tidak ada dengan menetap
Sianosis
sianosis pemberian walaupun diberi
oksigen oksigen
Penurunan
Tidak ada udara
Air Entry Udara masuk ringan udara
masuk
masuk
Dapat didengar
Tidak Dapat didengar
Merintih dengan
merintih tanpa stetoskop
stetoskop
Evaluasi
25
Total Diagnosis
<4 Gangguan pernapasan ringan
4-5 Gangguan pernapasan sedang
Gangguan pernapasan berat, diperlukan analisis
≥6
gas darah

b) Pemberian ventilasi (breathing)


Pemberian VTP dilakukan bila bayi:
(1) Tidak bernapas (apne), atau
(2) Megap-megap (gasping), atau
(3) LJ <100x/menit
Berikut ini merupakan pilihan dan penjelasan alat-alat yang dapat digunakan untuk
memberikan VTP.
a. Self inflating bag / balon mengembang sendiri (BMS)
Alat resusitasi yang sering dipakai di fasilitas terbatas maupun fasilitas lengkap.
BMS dapat digunakan tanpa sumber gas (udara ruangan memiliki FiO2 21%). Bila
BMS disambungkan dengan sumber oksigen murni, FiO2 pada masker tergantung
pada campuran aliran oksigen dan udara bebas yang masuk ke balon (bag). Contoh
BMS adalah balon volume 250 ml.

Gambar 9. Penggunaan BMS dengan atau tanpa reservoir


Studi menunjukkan BMS yang disambungkan dengan sumber oksigen dapat
memberikan oksigen sekitar 40% tanpa reservoir dan 90-100% bila dilengkapi
reservoir. BMS dapat memberikan PEEP bila dikombinasikan dengan katup PEEP,
namun PEEP yang dihasilkan kadang tidak konsisten. Hal ini menyebabkan
pemberian PEEP melalui kombinasi BMS dengan katup PEEP sulit dipertahankan
dalam waktu lama.
b. Flow inflating bag / balon tidak mengembang sendiri (BTMS)

26
Alat ini memerlukan sumber gas untuk mengembangkan balon. Contoh BTMS
yang sering digunakan adalah Jackson-Rees. Jackson-Rees dapat digunakan untuk
memberikan PEEP yang terukur dan konstan, namun kurang direkomendasikan untuk
memberikan VTP pada neonatus. Hal ini disebabkan oleh jarum manometer yang
akan kembali ke angka nol saat balon kempis setelah penolong menekan balon untuk
memberikan PIP. Akibat hal ini, fungsi PEEP hilang dan membutuhkan waktu untuk
kembali ke tekanan yang telah ditentukan.
c. T-piece resuscitator
Alat ini digunakan untuk memberikan tekanan (PIP dan PEEP) yang diinginkan
secara akurat dan terkontrol, walaupun membutuhkan waktu lebih lama untuk
meningkatkan PIP dari 20 sampai 40 cmH 2O. Penggunaan T-piece resuscitator dapat
memberikan ventilasi dengan tekanan terukur dan rate yang cukup. Dengan demikian,
penolong dapat memberikan ventilasi yang konsisten, tidak seperti BMS dan BTMS.

Tabel 2. Kelebihan dan kekurangan BMS, BTMS (Jackson Rees), dan T-piece
resuscitator

BTMS T-piece resuscitator


BMS
(Jackson-Rees)

Kelebihan - Cukup murah - Cukup - Memberikan


dan umumnya murah dan PEEP dan CPAP dengan
tersedia di fasilitas umumnya tersedia PEEP yang terukur
terbatas di fasilitas terbatas - Dapat juga
- Dapat - Dapat digunakan untuk
memberikan VTP dan memberikan pemberian ventilasi
PEEP bila PEEP, CPAP, dan tekanan positif (VTP)
dikombinasikan VTP secara secara terukur
dengan katup PEEP terukur, bila
- Dilengkapi dilengkapi dengan
dengan pressure manometer khusus
relief valve untuk
mencegah pemberian
tekanan berlebihan
Kekurangan - VTP dan PEEP - Kurang - Mahal

27
yang diberikan dianjurkan - Butuh sumber gas
tidak terukur untuk
- Tidak dapat pemberian VTP
memberikan CPAP - Butuh sumber
gas

Ventilasi dinilai efektif bila terlihat pengembangan dada dan abdomen bagian atas pada
setiap pemberian ventilasi, diikuti peningkatan LJ>100 kali per menit dan perbaikan
oksigenasi jaringan. Bila dada tidak mengembang saat pemberian ventilasi, harus
diperhatikan apakah tekanan yang cukup telah diberikan. Hal lain yang harus dievaluasi
adalah urutan SR IBTA, yang meliputi:
(a) Sungkup melekat rapat.
(b) Reposisi jalan napas dengan memastikan kepala pada posisi semi-ekstensi.
(c) Isap mulut dan hidung bila terdapat lender.
(d) Buka mulut bayi dan berikan ventilasi dengan mengangkat dagu bayi ke depan.
(e) Tekanan dinaikkan secra bertahap serta pastikan gerakan dan suara napas di kedua paru
simetris.
(f) Alternatif jalan napas (intubasi endotrakeal atau LMA) dapat dipertimbangkan.
Oksigenasi jaringan dinilai berdasarkan saturasi oksigen yang tertera pada pulse
oxymetri. Pemberian oksigen pada bayi ≥35 minggu dapat dimulai dari 21%, sedangkan
untuk bayi <35 minggu dimulai dari 21-30%. Kebutuhan oksigen selanjutnya disesuaikan
dengan target saturasi. Penggunaan oksigen dengan konsentrasi 100% dapat memperberat
reperfusion injury dan mengurangi aliran darah serebral pada bayi baru lahir. Temuan ini
didukung oleh metaanalisis yang membandingkan resusitasi neonatus dengan menggunakan
udara ruangan dan oksigen 100%.
Penelitian lain juga membuktikan bahwa resusitasi dengan menggunakan udara
ruangan akan meningkatkan kesintasan bayi serta mempercepat bayi untuk bernapas atau
menangis pertama kali. Setiap penolong resusitasi harus memperhatikan kenaikan saturasi
selama pemberian oksigen. Pada bayi asfiksia, kenaikan saturasi oksigen harus bertahap
(tidak boleh mendadak) sehingga penolong sebaiknya mengoptimalkan ventilasi terlebih
dahulu sebelum menaikkan konsentrasi oksigen menjadi 100%, kecuali pada keadaan
tertentu.
Pemberian oksigen hingga 100% dapat dipertimbangkan pada keadaan sebagai berikut:
(a)Saturasi oksigen <70% pada menit kelima atau <90% pada menit ke -10
28
(b)LJ <100 kali per menit setelah pemberian VTP efektif selama 60 detik
(c)Dilakukan kompresi dada
Resusitasi awal (initial resuscitation) sebaiknya dilakukan dengan udara ruangan.
Resusitasi awal dengan udara ruangan dapat menurunkan mortalitas dan disabilitas
neurologis pada bayi baru lahir bila dibandingkankan dengan pemberian oksigen 100%.
- Pemberian oksigen dapat ditingkatkan dengan hingga mencapai 100% bila resusitasi awal
dengan udara gagal
- Apabila bayi masih menunjukkan tanda gawat napas dengan pemberian CPAP yang
mencapai tekanan positif akhir ekspirasi sebesar 8 cm H 2O dan FiO2 melebihi 40%, maka
pertimbangkan intubasi endotrakeal.
- LMA dapat digunakan dalam resusitasi bila pemberian VTP dengan balon dan sungkup
serta intubasi endotrakeal mengalami kegagalan.
- Dalam melakukan VTP, penolong hendaknya melakukan penilaian awal (first assessment)
dan penilaian kedua (second assessment) untuk mengevaluasi keefektifan VTP.

29
Gambar 10. Penilaian awal (first assessment) VTP

30
Gambar 11. Penilaian kedua (second assessment) VTP

c) Kompresi dada (circulation)


Indikasi kompresi dada adalah LJ < 60 kali per menit (melalui auskultasi atau
palpasi pada pangkal tali pusat) setelah pemberian 30 detik VTP yang adekuat. Kompresi
dada bertujuan mengembalikan perfusi, khususnya perfusi ke otak, memperbaiki
insufisiensi miokardium terkait asidemia, vasokonstriksi perifer, dan hipoksia jaringan.
Rasio kompresi dada dengan ventilasi adalah 3:1.
Kompresi dada dilakukan dengan meletakkan jari pada sepertiga bawah sternum, di
bawah garis imajiner yang menghubungkan kedua putting, dengan kedalaman sepertiga
diameter anteroposterior dada. Teknik yang dapat digunakan adalah teknik dua ibu jari
(two thumb-encircling hands technique) dengan jari-jari tangan lain melingkari dada dan
menyanggah tulang belakang.

31
Gambar 12. Lokasi dan cara memberikan kompresi dada.
Teknik dua ibu jari lebih dianjurkan karena teknik ini dapat memberikan tekanan
puncak sistolik dan perfusi koroner yang lebih baik pada bayi baru lahir. Bila bayi
bradikardia (LJ <60x/menit) setelah 90 detik resusitasi menggunakan oksigen
konsentrasi rendah, konsentrasi oksigen dapat ditingkatkan hingga 100% sampai LJ bayi
normal.
Kompresi dada harus dilakukan pada sepertiga bawah sternum dengan kedalaman
sepertiga dari diameter antero-posterior dada. Setelah penolong memberikan kompresi
dada dan VTP selama 60 detik, kondisi bayi harus dievaluasi kembali. Bayi dinyatakan
mengalami perbaikan bila terjadi peningkatan LJ, peningkatan saturasi oksigen, dan bayi
terlihat bernapas spontan. Kompresi dada dihentikan bila LJ >60 kali per menit.
Sebaliknya, bila LJ bayi tetap <60 kali/menit, perlu dipertimbangkan pemberian obat-
obatan dan cairan pengganti volume.
a) Pemberian obat dan cairan pengganti volume (drugs and volume
expander)
Tim resusitasi perlu mempertimbangkan pemberian obat-obatan bila LJ <60 kali per
menit setelah pemberian VTP dengan oksigen 100% dan kompresi dada yang adekuat
selama 60 detik. Pemberian obat-obatan dan cairan dapat diberikan melalui jalur vena
umbilikalis, endotrakeal, atau intraoseus. Obat-obatan dan cairan yang digunakan dalam
resusitasi, antara lain :
(1) Epinefrin memiliki efek stimulasi terhadap reseptor α dan β adrenergik. Pada
cardiac arrest, α adrenergik menyebabkan vasokonstriksi yang akan meningkatkan
tekanan perfusi selama kompresi dada, sehingga terjadi peningkatan hantaran oksigen ke

32
jantung dan otak. Epinefrin juga meningkatkan keadaan kontraktil jantung, menstinulasi
kontraksi spontan dan meningkatkan denyut jantung. Dosis intravena atau endotrakea
adalah 0,1-0,3 mL/kg dengan pengenceran 1:10000 (0,01-0,03 mg/kg), dapat diulang
setiap 3-5 menit. Pemakaian epinefrin dosis tinggi pada binatang dapat menyebabkan
hipertensi dengan curah jantung yang rendah. Efek hipotensi yang diikuti dengan
hipertensi dapat meningkatkan risiko perdarahan intrakranial, terutama pada bayi
preterm.
(2) Cairan, diberikan bila terdapat kecurigaan kehilangan darah fetomaternal akut
akibat perdarahan vasa previa, perdarahan pervaginam, laserasi plasenta, trauma, prolaps
tali pusat, lilitan tali pusat, perdarahan tali pusat, atau bayi memperlihatkan tanda klinis
syok dan tidak memberikan respons adekuat terhadap resusitasi. Cairan yang dapat
digunakan antara lain darah, albumin, dan kristaloid isotonis, sebanyak 10 ml/kgBB dan
diberikan secara bolus selama 5-10 menit. Pemberian cairan pengganti volume yang
terlalu cepat dapat menyebabkan perdarahan intrakranial, terutama pada bayi prematur.
Tata laksana hipotensi pada bayi baru lahir dengan menggunakan kristaloid isotonis
(normal saline) mempunyai efektivitas yang sama dengan pemberian albumin dan tidak
ditemukan perbedaan bermakna dalam meningkatkan dan mempertahankan tekanan
arterial rerata (mean arterial pressure / MAP) selama 30 menit pertama pascaresusitasi
cairan.
(3) Bikarbonat, bukan merupakan terapi rutin dalam resusitasi neonatus.
(4) Nalokson, diberikan dengan dosis 0,01-0,04 mg/kgBB secara intravena atau
intramuskular dengan dosis 0,1 mg/kgBB. Jalur pemberian melalui endotrakea tidak
direkomendasikan. Pemberian nalokson tidak dianjurkan sebagai terapi awal pada bayi
baru lahir yang mengalami depresi napas di kamar bersalin. Sebelum nalokson diberikan,
penolong harus mengoptimalkan bantuan ventilasi terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan
bahwa pemberian nalokson dapat dipertimbangkan bila bayi dari ibu dengan riwayat
penggunaan opiat tetap mengalami apne walaupun telah diberikan ventilasi apneu.
Pemberian epinefrin melalui pipa endotrakeal dapat dijadikan pilihan bila jalur
intravena tidak tersedia walaupun jalur ini kurang efektif dibandingkankan jalur
intravena. Pada waktu melakukan resusitasi neonatus, penolong harus bekerja secara
simultan dan hanya dapat berpindah ke langkah selanjutnya bila telah berhasil
menyelesaikan langkah sebelumnya. Alur sistematik resusitasi neonatus dapat dilihat
pada gambar berikut.

33
Gambar 13. Alur resusitasi neonatus
e) Intubasi Endotrakeal

Intubasi diindikasikan untuk mengisap mekonium dalam trakea bila didapatkan ada
mekonium dalam air ketuban dan bayi tidak bugar. Selain itu diindikasikan untuk

34
meningkatkan efektivitas ventilasi bila setelah beberapa menit melakukan ventilasi balon dan
sungkup tidak efektif, untuk membantu koordinasi kompresi dada dan ventilasi, serta untuk
memaksimalkan efisiensi pada setiap ventilasi. Diindikasikan juga untuk memberikan obat
epinefrin bila diperlukan untuk merangsang jantung sambil menunggu akses intravena, selain
itu dilakukan pada bayi sangat kurang bulan untuk ventilasi dan atau pemberian surfaktan.
Tabel 3. Ukuran dan panjang pipa endotrakea

Berat Umur kehamilan Ukuran pipa Dalamnya insersi


(gram) (minggu) dari bibir atas
(diameter mm)
<1000 <28 minggu 2,5 6,5-7

1000-2000
28-34 3,0 7-8

2000-3000
34-38 3,0/3,5 8-9
>3000
>38 3,5/4,0 >9

Komplikasi dari intubasi endotrakeal adalah perforasi trakea, perforasi esofagus,


udema larings, posisi pipa tidak tepat, obstruksi atau penekukan pipa, trauma pada palatum
dan stenosis subglotis.
a) Perawatan pasca resusitasi
Penanganan pasca resusitasi pada neonatus yang mengalami asfiksia perinatal, sangat
kompleks,  membutuhkan monitoring ketat dan tindakan antisipasi yang cepat, karena bayi
berisiko mengalami disfungsi multiorgan dan perubahan dalam kemampuan mempertahankan
homeostasis fisiologis. Prinsip umum dari penanganan pasca resusitasi neonatus diantaranya
melanjutkan dukungan kardiorespiratorik, stabilitas suhu, koreksi hipoglikemia, asidosis
metabolik, abnormalitas elektrolit, serta penanganan hipotensi. Salah satu acuan yang telah
mempunyai bukti ilmiah yang kuat dalam melaksanakan stabilisasi pasca resusitasi neonatus
dikenal sebagai S.T.A.B.L.E., yaitu tindakan stabilisasi yang terfokus pada 6 dasar
penanganan yang direkomendasikan oleh American Academy of Pediatrics (AAP), bertujuan
untuk meningkatkan keamanan pasien, baik dalam manajemen, mencegah kemungkinan
adanya kesalahan, serta mengurangi efek samping. Stabilisasi neonatus yang tepat terbukti
menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas.
Prinsip stabilisasi neonatus dalam STABLE, terdiri dari:

35
S  -- Sugar and Safe Care
T  -- Temperature                                
A --  Airway
B --  Blood pressure
L  --  Laboratory
E  --  Emotional support\

S (SUGAR AND SAFE CARE)


Merupakan langkah untuk menstabilkan kadar gula darah neonatus. Pada awal
kehidupan, kelangsungan pasokan nutrisi terhenti setelah pemotongan tali pusat. Bayi baru
lahir memerlukan kelangsungan nutrisi untuk mempertahankan asupan glukosa. Kecukupan
glukosa diperlukan agar metabolisme sel tertap berlangsung terutama sel otak. Ada 3 faktor
risiko yang mempengaruhi kadar gula darah:
1. Cadangan glikogen terbatas
2. Hiperinsulinemia
3. Peningkatan penggunaan glukosa 
Dengan demikian pada bayi prematur, BBLR, bayi yang ibunya menderita diabetes melitus,
dan bayi yang sakit berat memiliki risiko tinggi hipoglikemia.
Skrining hipoglikemia:
 Menggunakan darah kapiler
 Dekstrostix
 Simple, cukup akurat
 Target gula darah : 50-110  mg/dl  15% lebih rendah dari gula serum

Frekuensi :
 Sebelum transpor

  Diulang lagi saat akan ditranspor


 Proses transpor

Bila hasil pemeriksaan I normal : tidak perlu diulang


Stabilisasi bayi: Bila terjadi hipoglikemia, mulai terapi Infus mengandung Dekstrosa (Dex
10%), 80 ml/kg/hari.Target setidaknya : GIR = 4-6 mg/kg/menit  
T  (TEMPERATURE)

36
Merupakan usaha untuk mempertahankan suhu normal bayi dan mencegah
hipotermia. Pada bayi dengan hipotermi akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga
mengakibatkan ketidakcukupan sirkulasi di jaringan tubuh. Selain itu kondisi hipotermia
dapat meningkatkan metabolism dalam rangka untuk meningkatkan kalori tubuh, kondisi ini
akan meningkatkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen. Dengan demikian suhu-gula darah-
oksigen mempunyai keterkaitan erat.
Neonatus lebih mudah mengalami hipotermia daripada hipertermia. Lingkungan
ekstrauterin berbeda dengan lingkungan intrauterin. Lingkungan ekstrauterin meningkatkan
risiko hipotermia karena lingkungan udara bukan cairan hangat, selain itu juga pengaruh
konduksi, konveksi, evaporasi, dan radiasi.  Suhu normal adalah 36,50C – 37,2/37,50C.
Pada hipotermia yang berat, yaitu < 320C, bayi dalam batas yang “uncompensated”. Pada
kondisi tersebut sel otak berisiko tinggi mengalami kematian sel dan ireversibel.
Beberapa bayi mempunyai risiko hipotermia:
 Bayi prematur, BBLR
 Bayi sakit berat
 Bayi dengan resusitasi lama

  Bayi dengan kelainan (bagian mukosa terbuka: gastroschisis, spina bifida, omfalokel dll)
Mencegah hipotermia sangat penting. Lebih mudah mencegah daripada mengatasi hipotermia
dengan komplikasi.
- Bayi kecil < 35 minggu: bungkus badan dengan kantong plastik, tutup kepala
- Saat resusitasi bayi: meja dan kain hangat
- Mengeringkan bayi
- Bila sudah hipotermia segera hangatkan kembali
- Tersedia inkubator atau alat penghangat
- Alternatif: lampu  sorot, perawatan metode kanguru
- Saat menghangatkan kembali: jangan lupa pemberian oksigen, kenaikan suhu bertahap
(amati takikardi atau hipotensi) dan monitor suhu rektal.

A (AIRWAY)
Masalah pernapasan menjadi morbiditas yang sering dialami bayi yang mendapat
perawatan di NICU. Saat resusitasi dilakukan upaya membuka alveoli paru, pasca resusitasi
alveoli paru belum sepenuhnya terbuka. Beberapa faktor predisposisi :
 Prematuritas

37
 Persalinan seksio cesaria
 Sindroma aspirasi mekoneum (MAS)
 Proses inflamasi
 Pneumotoraks: komplikasi, spontan
 Kelainan bawaan : CDH, kista paru,
 Masalah lain di luar paru (hipotermia, hipoglikemia, kelainan jantung, dll)
 Problema sumbatan jalan napas
Selain mengamati tanda kegawatan pernapasan, penting untuk menilai:
  Kebutuhan oksigen dan peningkatan kebutuhan
  Komplikasi akibat hipoksia dan hiperkarbia
-          PPHN (perbedaan saturasi O2 pre dan post duktal)
-          Perfusi perifer, tekanan darah
-          Neurologis : kesadaran, aktifitas, ada tidaknya kejang
-          Produksi urin
  Tanda-tanda akan terjadi kegagalan pernapasan
-          Pernapasan megap-megap
-          Tidak berespons dengan pemberian O2
  Bila memungkinkan : analisis gas darah (data penting: pCO2 dan BE)
 
Stabilisasi pernapasan :
  Segera berikan bantuan ventilasi. Pilih bantuan ventilasi yang dapat memberikan PEEP
(untuk membuka alveoli paru). Misalnya: CPAP, high flow nasal canula
  Bila ada tanda akan terjadi kegagalan pernapasan: segera intubasi dan beri napas buatan
(penggunaan sungkup laring bisa merupakan alternatif, bila tidak memungkinkan intubasi).
Pasang saturasi O2, target saturasi (post duktal; awal lahir : 90-94% , setelah usia 3 hari : 88-
90/92%).  Pasang pipa orogastrik untuk dekompresi lambung.
Pada bayi dengan ventilasi mekanik adekuat, namun tidak menunjukkan perbaikan
bermakna, pertimbangkan kemungkinan :
 Hernia diafragmatika
 Pneumotoraks
 PPHN
 Sumbatan jalan napas atas
 Anemia

38
B (BLOOD PRESSURE)
Syok terjadi akibat adanya gangguan perfusi dan oksigenasi organ. Ada 3 jenis syok,
yaitu:
 Hipovolemi (tersering pada neonatus)   
 Kardiogenik
 Septik
Penyebab tersering pada neonatus adalah:
1. Kehilangan darah saat intrauterin/persalinan
2. Kehilangan darah setelah lahir
3. Dehidrasi
Neonatus seyogyanya dicegah agar jangan sampai jatuh pada kondisi syok. Gejala dini
gangguan sirkulasi pada neonatus lebih sering berupa gangguan pernapasan.
1. Takipnu
2. Kerja nafas meningkat
3. Takikardi
Pada fase lanjut akan terjadi:
1. Megap-megap/apnu
2. Bradikardi
3. Nadi perifer lemah
4. Hipotensi
5. Mottle sign (perfisi perifer buruk)
Hal penting dalam menentukan bayi mulai mengalami hipotensi adalah menilai tekanan
darah. Tekanan darah normal bayi berbeda, tergantung pada usia gestasi. Penghitungan cara
mudah  adalah:
1. Melihat grafik tabel tekanan darah berdasarkan BB
2. Cara cepat, berdasarkan usia gestasi bayi (= diastolik)
3.  Menggunakan ukuran manset sesuai untuk neonatus

39
Gambar 14. Grafik tekanan darah neonatus
Prinsip penanganan
1. Identifikasi syok
2. Beri bantuan ventilasi
3. Beri cairan fisiologis 10 cc/kg BB
4. Sambil cari penyebab
5. Hindari terapi Biknat secara agresif
6. Bila perlu berikan Dopamine 5-10 mcg/kg/menit
 
L  (LABORATORY)
Pada bayi yang akan dirujuk, wajib dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
kemungkinan infeksi (bila fasilitas memadai). Perlu dilakukan juga pada bayi berisiko
infeksi.  Faktor risiko tersering:
◦       KPD > 18 jam
◦       Ibu dengan riwayat korioamnionitis
◦       Ibu sakit (infeksi) menjelang persalinan, misalnya keputihan, diare, suhu ibu > 38 0C,
persalinan prematur, bayi dengan riwayat gawat janin.
 
Pemeriksaan laboratorium pada neonatus:
  Hitung jenis, Jumlah lekosit, IT ratio, trombosit
  Kultur darah
  Gula darah
  Analisis gas darah (bila mungkin)
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau bila dicurigai adanya  infeksi, berikan
antibiotika sesaat sebelum bayi dirujuk. Menanggulangi infeksi dengan gejala yang lebih
jelas atau dengan komplikasi akan lebih sulit.

E (EMOTIONAL SUPPORT)
Kelahiran anak merupakan saat yang dinantikan dan membahagiakan. Bila kondisi
tidak seperti yang diharapkan akan mengganggu emosi. Orangtua biasanya akan memiliki
perasaan bersalah, menyangkal, marah, tidak percaya, merasa gagal, takut, saling
menyalahkan, depresi. Dukungan emosi terhadap orangtua atau keluarga bayi sangat penting.

40
  Petugas kesehatan perlu juga mendapat dukungan emosi, perawat adalah ujung
tombak dalam perawatan bayi. Sebaiknya sebelum bayi dirujuk, bila kondisi ibu
memungkinkan,  beri ibu kesempatan untuk melihat bayinya, beri dorongan ibu untuk kontak
dengan bayinya. Beri kesempatan bagi ayah untuk sesering mungkin kontak dengan bayinya,
biarkan ayah mengambil gambar atau video. Beri dorongan dan keyakinan pada ibu untuk
tetap memberikan ASI kepada bayinya, dengan melakukan pompa dan mengirim ASI ke
rumah sakit dimana bayi dirujuk.  
Hal lain yang perlu dipersiapkan untuk disampaikan kepada tim transpor adalah:
◦       Informed consent
◦       Catatan medis ibu
◦       Catatan medis bayi
◦       Hasil laboratorium atau radiologi
Pemberian terapi yang sudah diberikan dan yang akan diberikan
b) Penolakan (witholding) dan penghentian resusitasi
Penolakan resusitasi dengan informed-consent orang tua dapat dilakukan pada bayi
prematur dengan usia gestasi <23 minggu atau berat lahir <400 gram, bayi anensefali, atau
sindrom trisomi 13. Penghentian resusitasi dapat dilakukan bila denyut jantung tidak
terdengar setelah 10 menit resusitasi atau terdapat pertimbangan lain untuk menghentikan
resusitasi.

2.2. Berat Badan Lahir


2.2.1 Definisi BBL
Bayi baru lahir normal adalah bayi baru lahir pada kehamilan aterm 37 minggu – 42
minggu dengan berat badan lahir 2500 – 4000 gram.
2.2.2 Klasifikasi BBL
Menurut American Academy of Pediatrics (AAP) sebagai berikut:
1. Berdasarkan masa kehamilan/Gestational age yaitu:
a. Preterm/bayi kurang bulan, yaitu masa kehamilan <37 minggu (≤259 hari)
b. Late preterm, yaitu usia kehamilan 34-36 minggu (239-259 hari)
c. Early preterm, yaitu usia kehamilan 22-34 minggu
d. Term/bayi cukup bulan, yaitu usia kehamilan 37-41 minggu (260-294 hari)
e. Post term/bayi lebih bulan, yaitu usia kehamilan 42 minggu atau lebih (≥295
hari).
2. Berdasarkan berat lahir/Birthweight
41
a. Berat lahir lebih dengan berat badan > 4000 gram
b. Berat lahir normal dengan berat lahir 2500-4000 gram
c. Berat lahir rendah/Low birthweight (LBW), yaitu bayi dengan berat lahir <2500
gram
d. Berat lahir sangat rendah/Very Low birthweigt (VLBW), yaitu bayi dengan berat
lahir <1500 gram
e. Berat lahir amat sangat rendah/Extremely low birthweight (ELBW), yaitu bayi
dengan berat lahir <1000 gram
3. Berdasarkan berat lahir dan masa kehamilan
a. Sesuai masa kehamilan/Appropriate for gestational age (AGA) adalah berat lahir
antara 10 persentil dan 90 persentil untuk usia kehamilan.
b. Kecil masa kehamilan/Small for gestational age (SGA)/IUGR adalah berat lahir 2
standar deviasi dibawah berat badan rata-rata untuk masa kehamilan atau dibawah
10 persentil untuk masa kehamilan. IUGR (Intrauterine Growth
Restriction)/pertumbuhan janin yang terhambat / terganggu adalah kondisi janin
yang mengalami gangguan pertumbuhan dalam rahim (intrauterine). Kegagalan
dalam pertumbuhan rahim yang optimal disebabkan oleh suatu in utero.
c. Besar masa kehamilan/Large for Gestational Age (LGA)
LGA di defenisikan sebagai berat lahir 2 standar deviasi diatas rata-rata berat
untuk masa kehamilan atau di atas 90 persentil untuk masa kehamilan. LGA
dapat di lihat pada bayi yang ibunya mengalami diabetes, bayi dengan sindrom
Beckwith-Wiedemandan sindrom lainya, bayi lebih bulan (usia kehamilan > 42
minggu), dan bayi dengan hydrops fetalis. Bayi LGA juga berhubungan dengan
peningkatan berat badan ibu saat hamil, multiparitas, jenis kelamin bayi laki-laki,
penyakit jantung bawaan, khusunya perubahan pada arteri besar, displasia sel,
dan etnik tertentu (hispanik).

42
DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Association. Buku Panduan Resusitasi Neonatus. Perinasia. 2020.

2. Cunningham FG, Brahm U. Obstetri Williams; Neonatus. Ed.23. Jakarta: EGC,

2012.h.616-13

3. Hidayat AA. Pengantar ilmu kesehatan anak; Asfiksia neonatorum. Jakarta: Salemba

Medika, 2008.h.128-129

4. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2014. Resusitasi Neonatus. Dalam: Standar

Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

5. Kemenkes RI. 2019. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Asfiksia.

Jakarta : Departemen Kesehatan

6. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal, Asuhan Esensial, Pencegahan dan

Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Pelatihan Klinik-

Kesehatan Reproduksi Republik Indonesia. 2018.

7. WHO. Buku Saku Kesehatan Anak Indonesia; 2013

8. Wiradharma, dkk. Risiko Asfiksia Pada Ketuban Pecah Dini di RSUP Sanglah. Sari

Pediatri, Vol. 14, No. 5. 2013.

43

Anda mungkin juga menyukai