Anda di halaman 1dari 43

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA - JAKARTA
Periode 14 Desember 2015 – 20 Februari 2016

Nama Mahasiswa : Hendra Sucipta Tanda Tangan :


NIM : 11-2014-339
Dokter Pembimbing : dr. Dewi Iriani, Sp A

I. IDENTITAS
PASIEN
Nama : By. Ny. IY
Tanggal Lahir : 16 Desember 2015
Umur : 7 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Kapuk Utara II
Suku Bangsa :
Agama : Islam
Pendidikan : Belum sekolah
Tanggal masuk RS : 16 Desember 2015

ORANG TUA
Ayah
 Nama lengkap : Tn. S
 Umur : 37 tahun
 Suku Bangsa :
 Alamat : Jl. Kapuk Utara II
 Agama : Islam

Case Besar - HMD | 1


 Pendidikan : SMA (tamat)
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Penghasilan :
Hubungan dengan orang tua: Anak Kandung

Ibu
 Nama lengkap : Ny. IY
 Umur : 33 tahun
 Suku Bangsa : Indonesia
 Alamat : Jl. Kapuk Utara II
 Agama : Islam
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan : Ibu rumah tangga
 Penghasilan :
Hubungan dengan orang tua: Anak Kandung

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien pada Rabu , 23 Desember 2015, pukul 13.00 WIB.

Keluhan Utama
(-)

Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang bayi laki-laki lahir secara Sectio Caesaria di RSUD Koja dari ibu G 5P4A0,
dengan usia gestasi menurut ibu 36 minggu pada tanggal 16 Desember 2015 pukul 16.55
WIB. Berat badan lahir bayi 1350 gram, panjang badan 41 cm, lingkar kepala 30 cm, lingkar
dada 26 cm, dan lingkar lengan atas 9 cm. Apgar score 4/6 , anus (+), cacat (-), HR:
158x/menit, RR: 68x/menit, suhu 37oC, perhitungan gestasi menurut ballard score 20 (32
minggu), dan GDS 39 mg/dL. Bayi merintih , tampak adanya sianosis, retraksi berat , dan
pernapasan cuping hidung , akral dingin dan CRT 4 detik. Setelah dilakukan koreksi terhadap
kadar glukosa, GDS naik menjadi 54 mg/dL.

Case Besar - HMD | 2


Riwayat Kehamilan
Bayi dikandung selama 36 minggu menurut ibu pasien. Ibu pasien merasakan
kontraksi yang hilang timbul mulai dari hari Selasa, 15 Desember 2015 pagi sampai hari
Rabu, 16 Desember 2015 pukul 14.55. Intensitas kontraksi dirasakan semakin lama semakin
kuat sehingga ibu pasien dibawa ke RSUD Koja. Ibu pasien mengatakan tidak memiliki
riwayat trauma, atau perdarahan pada saat kehamilan. Ibu pasien memiliki penyakit
hipertensi pada saat kehamilan, dan juga memiliki riwayat penyakit sesak nafas yang
memburuk satu bulan belakangan. Ibu pasien tidak sedang mengonsumsi obat-obat apapun
pada saat kehamilan, dan juga tidak memiliki riwayat penyakit pada kandungannya.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Sepsis (-) Meningoencephalitis (-) Kejang Demam (-)
Tuberkulosis (-) Pneumonia (-) ISK (-)
Asma (-) Alergic Rhinitis (-) Amoebiasis (-)
Polio (-) Difteri (-) Sindrom Nefrotik (-)
Diare akut (-) Diare kronis (-) Disentri (-)
Kolera (-) Tifus abdominalis (-) DHF (-)
Cacar air (-) Campak (-) Batuk rejan (-)
Tetanus (-) Glomerulonephritis (-) Penyakit Jantung Bawaan (-)
Lain-lain: Batuk pilek (-) Operasi sirkumsisi (-) Kecelakaan (-)

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi √
Asma √
Tuberkulosis √
Hipertensi √ Ibu dan nenek
Diabetes √
Kejang Demam √
Epilepsi √

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN


Kehamilan
Perawatan antenatal : Kontrol teratur

Case Besar - HMD | 3


Penyakit kehamilan : Hipertensi

Kelahiran
Tempat kelahiran : RSUD Koja
Penolong persalinan : Dokter
Cara persalinan : Sectio Caesaria
Masa gestasi : Kurang bulan (32 minggu)
Keadaan bayi : Berat badan lahir : 1350 gram
Panjang badan lahir : 41 cm
Lingkar kepala : 30 cm
Nilai APGAR : 4/6
Kelainan bawaan : Tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal: 23 Desember 2015, pukul 13.00 WIB

PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak sakit ringan Kesadaran : compos mentis
Frekuensi nafas : 42 x/menit Nadi : 150 x/menit
Suhu : 37˚C
Berat badan : 1300 gram Panjang badan : 41 cm
Sianosis : Tidak ada Lingkar Kepala : 30 cm
Edema : Tidak ada Lingkar dada : 27 cm
Lingkar lengan atas : 9 cm
Anemis : Tidak ada Ikterik : Tidak ada

Case Besar - HMD | 4


PEMERIKSAAN SISTEMATIS
Kulit : Warna merah muda, teraba hangat, tidak tampak ikterik, tidak ada
lesi, turgor kulit baik
Kepala & rambut : Bentuk dan ukuran normocephali
Rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks
cahaya langsung dan tidak langsung +/+, tidak ada sekret
Telinga : Normotia, tidak tampak fistula, MAE lapang
Hidung : Bentuk tidak ada kelainan, septum deviasi (-), sekret (-), napas
cuping hidung (-)
Pipi : Tidak ditemukan kelainan
Bibir : Mukosa tidak kering, tidak sianosis
Gigi geligi : Belum ada
Mulut : Bentuk tidak ada kelainan, mukosa pipi tidak pucat dan tidak kotor
Lidah : Bentuk dan ukuran normal, tidak kotor
Tonsil : Tidak dapat dilihat
Faring : Tidak dapat dilihat
Leher : Bentuk tidak ada kelainan, KGB tidak teraba membesar.
Toraks:
Paru :
Inspeksi : Bentuk normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis,
retraksi sela iga (-), lesi kulit (-), gambaran vena (+)
Palpasi : Tidak ada pelebaran sela iga
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, tidak ada rhonki, tidak ada wheezing
Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I-II murni reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Abdomen :
Inspeksi : tampak membuncit, tampak gambaran vena, tidak tampak
gerakan peristaltik usus
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, cubitan kulit segera kembali
Case Besar - HMD | 5
Perkusi : timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Anus dan rectum : Anus (+)
Genitalia eksterna : Testis turun, rugae jelas
Ekstremitas : Akral teraba hangat, tidak sianosis, CRT < 2 detik
Tulang belakang : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran
Refleks Neonatus :
- Refleks Mencari (Rooting) : (+)

- Refleks menggengam : (+)

- Refleks menghisap : (+)

- Refleks moro : (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada 17 Desember 2015 - Pk. 10.00 WIB
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin : 16,8 g/dL
Leukosit : 11.230 /μL
Hematokrit : 48,1 %
Trombosit : 234.000 /μL

ABO/Rh typing : B Rh (D) Positif


IT Ratio : 0,07

Serologi
CRP Kuantitatif : 0,32

Pada 23 Desember 2015 - Pk. 08.00 WIB


HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin : 14,7 g/dL

Case Besar - HMD | 6


Leukosit : 7.420 /μL
Hematokrit : 40,3 %
Trombosit : 221.000 /μL

KIMIA KLINIK
Protein Total : 5,48 g/dL
Albumin : 4,26 g/dL
Globulin : 1,22 g/dL
Bilirubin Total : 7,93 mg/dL
Bilirubin Direk : 0,59 mg/dL
Bilirubin Indirek : 7,34 mg/dL

IMUNOLOGI & ALERGI


PCT : 0,9

SEROLOGI
CRP Kuantitatif : 0,27

Case Besar - HMD | 7


V. RESUME
Seorang bayi laki-laki lahir secara Sectio Caesaria di RSUD Koja dari ibu G 5P4A0,
dengan usia gestasi menurut ibu 36 minggu pada tanggal 16 Desember 2015 pukul 16.55
WIB. Berat badan lahir bayi 1350 gram, panjang badan 41 cm, lingkar kepala 30 cm, lingkar
dada 26 cm, dan lingkar lengan atas 9 cm. Apgar score 4/6 , anus (+), cacat (-), HR:
158x/menit, RR: 68x/menit, suhu 37oC, perhitungan gestasi menurut ballard score 20 (32
minggu), dan GDS 39 mg/dL. Bayi merintih, sianosis , terdapat retraksi berat , pernapasan
cuping hidung , dan akral dingin. Ibu pasien memiliki riwayat hipertensi selama kehamilan
dan sesak nafas satu bulan terakhir. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan kesan adanya
infeksi.

VI. DIAGNOSIS KERJA


 Neonatus Kurang Bulan – Sesuai Masa Kehamilan (NKB-SMK)
 Premature
 RD ec HMD
 Quadroplets

VII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa :
 Bayi dirawat di bagian perinatologi, menggunakan inkubator.

Medikamentosa
 IVFD D10%  6 cc/jam
 IVFD Aminosteril 6%  2 cc/jam
 Injeksi Bactesyn 2x50 mg (iv)
 Injeksi Amikasin 1x15 mg(iv)
 CPAP : FiO2 : 21%
PEEP : 6
Flow : 8

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam

Case Besar - HMD | 8


Ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
24 Desember 2015, pukul 07.00
S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1300 gr
HR : 152 x/menit RR : 42 x/menit T: 37,0oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + ca glucuronas (20)  4 cc/jam
IVFD Aminosteril 6%  2 cc/jam
Albumin 3x20 cc
Aminofilin 2 x 3 mg
Injeksi Bactesyn 2x100 mg (iv)  Meropenem 3x30 mg
Injeksi Amikasin 1x15 mg (iv)  Amikasin 2x10 mg
CPAP : FiO2 : 21%
PEEP : 5
Flow : 8

25 Desember 2015, pukul 07.00


S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1300 gr
HR : 136 x/menit RR : 44 x/menit T: 37,6oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
Case Besar - HMD | 9
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  4 cc/jam
IVFD Aminosteril 6%  2 cc/jam
Aminofilin 2 x 3 mg
Meropenem 3x30 mg
Amikasin 2x10 mg
CPAP : FiO2 : 21%
PEEP : 5
Flow : 5

26 Desember 2015, pukul 07.00


S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1300 gr
HR : 136 x/menit RR : 44 x/menit T: 37,1oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  6 cc/jam
IVFD Aminosteril 6%  2 cc/jam
Aminofilin 2 x 3 mg
Meropenem 3x30 mg
Amikasin 2x10 mg
CPAP : FiO2 : 21%
PEEP : 5
Flow : 5
Case Besar - HMD | 10
27 Desember 2015, pukul 07.00
S : Bayi menangis lemah, gerak aktif
O : BBS : 1300 gr
HR : 142 x/menit RR : 40 x/menit T: 37,0oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  6 cc/jam
IVFD Aminosteril 6%  2 cc/jam
Aminofilin 2 x 3 mg
Meropenem 3x30 mg
Amikasin 2x10 mg
CPAP : FiO2 : 21%
PEEP : 5
Flow : 5

28 Desember 2015, pukul 07.00


S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1300 gr
HR : 138 x/menit RR : 44 x/menit T: 36,9oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Case Besar - HMD | 11
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  6 cc/jam
IVFD Aminosteril 6%  2 cc/jam
Aminofilin 2 x 3 mg
Meropenem 3x30 mg
Amikasin 2x10 mg
CPAP : FiO2 : 21%
PEEP : 5
Flow : 8
Minum 8 x 10-15 cc

29 Desember 2015, pukul 07.00


S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1300 gr
HR : 172 x/menit RR : 44 x/menit T: 37,2oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  6 cc/jam
IVFD Aminosteril 6%  2 cc/jam
Aminofilin 2 x 3 mg
Meropenem 3x30 mg
Amikasin 2x10 mg
CPAP : FiO2 : 21%
PEEP : 5
Flow : 8
Minum 8 x 15-20 cc
Case Besar - HMD | 12
30 Desember 2015, pukul 07.00
S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1250 gr
HR : 167 x/menit RR : 48 x/menit T: 37,1oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  6 cc/jam
Aminofilin 2 x 3 mg
Meropenem 3x30 mg
Amikasin 2x10 mg
Minum 8 x 15-20 cc

Pemeriksaan Penunjang
Pada 30 Desember 2015 - Pk. 09.00 WIB
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin : 15,6 g/dL
Leukosit : 14.410 /μL
Hematokrit : 42.3 %
Trombosit : 268.000 /μL

IMUNOLOGI & ALERGI


PCT : 0,6

SEROLOGI
CRP Kuantitatif : 2,79
Case Besar - HMD | 13
31 Desember 2015, pukul 07.00
S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1250 gr
HR : 138 x/menit RR : 44 x/menit T: 36,9oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  4 cc/jam
Aminofilin 2 x 3 mg
Meropenem 3x30 mg
Amikasin 2x10 mg
Minum 8 x 15-20 cc

1 Januari 2016, pukul 07.00


S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1250 gr
HR : 140 x/menit RR : 38 x/menit T: 36,6oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
Case Besar - HMD | 14
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  4 cc/jam
Levofloksasin 2 x 15 mg
Minum 8 x 15-20 cc

2 Januari 2016, pukul 07.00


S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1250 gr
HR : 153 x/menit RR : 38 x/menit T: 37,2oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  4 cc/jam
Levofloksasin 2 x 15 mg
Minum 8 x 15-20 cc

3 Januari 2016, pukul 07.00


S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1250 gr
HR : 130 x/menit RR : 40 x/menit T: 36,6oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
Case Besar - HMD | 15
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  4 cc/jam
Levofloksasin 2 x 15 mg
Minum 8 x 15-20 cc

4 Januari 2016, pukul 07.00


S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1300 gr
HR : 148 x/menit RR : 40 x/menit T: 36,1oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  4 cc/jam
Levofloksasin 2 x 15 mg
Minum 8 x 20 cc

5 Januari 2016, pukul 07.00


S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1400 gr
HR : 148 x/menit RR : 40 x/menit T: 36,1oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
Case Besar - HMD | 16
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  4 cc/jam
Levofloksasin 2 x 15 mg
PRC 1x20 ml
Lasik 1,5 mg
Minum 8 x 20 cc

Pemeriksaan Penunjang
Pada 5 Januari 2016 - Pk. 09.00 WIB
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin : 10,9 g/dL
Leukosit : 3.860 /μL
Hematokrit : 30.8 %
Trombosit : 248.000 /μL

IMUNOLOGI & ALERGI


PCT : 0,2

SEROLOGI
CRP Kuantitatif : 0,52

6 Januari 2016, pukul 07.00


S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1400 gr
HR : 140 x/menit RR : 48 x/menit T: 36,9oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
Case Besar - HMD | 17
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  4 cc/jam
Levofloksasin 2 x 15 mg
Nymico 3 x 0,5 ml
San B plex 1 x 0,3 ml
Minum 8 x 20 cc

7 Januari 2016, pukul 07.00


S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1400 gr
HR : 148 x/menit RR : 40 x/menit T: 36,1oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  4 cc/jam
Levofloksasin 2 x 15 mg
Nymico 3 x 0,5 ml
San B plex 1 x 0,3 ml
Minum 8 x 20 cc

Pemeriksaan Penunjang
Pada 7 Januari 2016 - Pk. 09.00 WIB
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin : 15,6 g/dL
Leukosit : 11.580 /μL
Hematokrit : 43,6 %
Trombosit : 203.000 /μL
Case Besar - HMD | 18
8 Januari 2016, pukul 07.00
S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1600 gr
HR : 145 x/menit RR : 50 x/menit T: 36,7oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  4 cc/jam
Levofloksasin 2 x 15 mg
Nymico 3 x 0,5 ml
San B plex 1 x 0,3 ml
Minum 8 x 25 cc
9 Januari 2016, pukul 07.00
S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1600 gr
HR : 124 x/menit RR : 40 x/menit T: 37,5oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  4 cc/jam
Case Besar - HMD | 19
Levofloksasin 2 x 15 mg
Nymico 3 x 0,5 ml
San B plex 1 x 0,3 ml
Minum 8 x 30 cc

10 Januari 2016, pukul 07.00


S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1600 gr
HR : 140 x/menit RR : 38 x/menit T: 37,3oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  4 cc/jam
Levofloksasin 2 x 15 mg
Nymico 3 x 0,5 ml
San B plex 1 x 0,3 ml
Minum 8 x 25 cc

11 Januari 2016, pukul 07.00


S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1600 gr
HR : 152 x/menit RR : 52 x/menit T: 37,9oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Case Besar - HMD | 20
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  4 cc/jam
Levofloksasin 2 x 15 mg
Nymico 3 x 0,5 ml
San B plex 1 x 0,3 ml
Minum 10 x 30 cc

12 Januari 2016, pukul 07.00


S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1600 gr
HR : 152 x/menit RR : 52 x/menit T: 37,9oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  4 cc/jam
Levofloksasin 2 x 15 mg
Nymico 3 x 0,5 ml
San B plex 1 x 0,3 ml
Minum 10 x 30 cc

13 Januari 2016, pukul 07.00


S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1600 gr
HR : 150 x/menit RR : 40 x/menit T: 37,5oC
Mata : CA -/-, SI -/-
Cor : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Case Besar - HMD | 21
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq  4 cc/jam
Levofloksasin 2 x 15 mg  STOP
Nymico 3 x 0,5 ml
San B plex 1 x 0,3 ml
Minum 10 x 30 cc

Case Besar - HMD | 22


TINJAUAN PUSTAKA
Hyaline Membran Disease

PENDAHULUAN
Hyaline Membrane Disease (HMD) atau penyakit membran hialin, juga dikenal
sebagai respiratory distress syndrome (RDS), adalah penyebab tersering dari gagal nafas
pada bayi premature. Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu penyebab kematian
pada bayi baru lahir.
Hyaline Membrane Disease (HMD), juga dikenal sebagai respiratory distress
syndrome (RDS), adalah penyebab tersering dari gagal nafas pada bayi prematur, khususnya
yang lahir pada usia kehamilan 32 minggu. Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu
penyebab kematian pada bayi baru lahir. Kurang lebih 30 % dari semua kematian pada
neonatus disebabkan oleh HMD atau komplikasinya.
HMD disebut juga Sindroma Gawat Nafas (SGP) tipe 1, yaitu gawat napas pada bayi
kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir, ditandai adanya kesukaran
bernafas, (pernafasan cuping hidung, tipe pernapasan dispnea / takipnea, retraksi dada, dan
sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48 – 96 jam pertama kehidupan dan
pada pemeriksaan radiologis ditemukan pola retikulogranuler yang uniform dan air
bronchogram. Pengenalan surfaktan eksogen sebagai pencegahan dan terapi telah merubah
keadaan klinik dari penyakit dan menurunkan morbiditas dan mortalitas dari penyakit.
DEFINISI

Hialine Membrane Disease atau respiratory distress syndrome (RDS) adalah


gangguan respirasi yang ditemukan pada bayi prematur akibat kurangnya surfaktan sehingga
mengakibatkan kolapsnya alveoli.1

EPIDEMIOLOGI

Hialine Membrane Disease merupakan penyebab kematian utama pada bayi


prematur, di Amerika Serikat sekitar 12% bayi lahir prematur, sekitar 10% bayi prematur
menderita HMD setiap tahunnya. Insiden meningkat pada negara berkembang. Menurut
Farrel dan Avery (dikutip Yu, 1986), HMD prevalensinya adalah 1 % dari semua kelahiran
dan 14 % pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Insiden HMD tertinggi terjadi pada bayi

Case Besar - HMD | 23


prematur, ras caucasian, laki-laki, riwayat saudara sebelumnya yang menderita RDS, lahir
melalui sectio secaria, asfiksia dan ibu diabetes melitus.2, 3
Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2001,
dari 41 bayi yang lahir preterm, 14 bayi mengalami sindrom gawat nafas, dan 7 bayi
didiagnosa HMD. Semuanya lahir dari kehamilan kecil dari 32 minggu. Hal itu menunjukan
prevalensi HMD pada bayi preterm sebesar 17%.4

ETIOLOGI
HMD terjadi ketika suatu substansi paru yang disebut surfaktan tidak cukup.
Surfaktan terbuat dari sel yang berada dalam jalan napas dan mengandung fosfolipid serta
protein. Surfaktan diproduksi saat fetus berusia sekitar 24 – 28 minggu dan dapat ditemukan
dalam cairan amnion sekitar 28 – 32 minggu. Saat usia gestasi 35 minggu, bayi – bayi telah
memiliki jumlah surfaktan yang adekuat. Bayi yang lahir dari seorang ibu penderita penyakit
diabetes mellitus dapat terjadi penurunan produksi surfaktan. Insulin dapat memperlambat
maturasi sel alveolar dan menurunkan phospatidilcolin, yang merupakan fosfolipid yang
penting dalam sintesa surfaktan.4, 10

PATOFISIOLOGI
Fungsi Surfaktan

Surfaktan paru merupakan komplek lipoprotein yang disintesa dan disekresi oleh sel
alveolar tipe II dan Clara sel di saluran napas pada lapisan epitel. Surfaktan paru merupakan
senyawa komplek yang komposisinya hampir 90% adalah lipid dan 10% protein 5
Faktor – faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan
oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena
dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru – paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat.5, 8
Surfaktan dibuat oleh sel alveolus tipe II yang mulai tumbuh pada gestasi 22 – 24
minggu dan mulai mengeluarkan keaktifan pada gestasi 24 – 26 minggu, yang mulai
berfungsi pada masa gestasi 32 – 36 minggu. Produksi surfaktan pada janin dikontrol oleh
kortisol melalui reseptor kortisol yang terdapat pada sel alveolus type II. Produksi surfaktan
dapat dipercepat lebih dini dengan meningkatnya pengeluaran kortisol janin yang disebabkan

Case Besar - HMD | 24


oleh stres, atau oleh pengobatan deksamethason yang diberikan pada ibu yang diduga akan
melahirkan bayi dengan defisiensi surfaktan.5
Surfaktan merupakan suatu komplek material yang menutupi permukaan alveoli
paru, yang mengandung lapisan fosfolipid heterogen dan menghasilkan selaput fosfolipid
cair, yang dapat menurunkan tegangan permukaan antara air-udara dengan harga mendekati
nol, memastikan bahwa ruang alveoli tetap terbuka selama siklus respirasi dan
mempertahankan volume residual paru pada saat akhir ekspirasi. Rendahnya tegangan
permukaan juga memastikan bahwa jaringan aliran cairan adalah dari ruang alveoli ke dalam
intersisial.5
Karena paru – paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid
dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan
paru, dengan cara menghitung rasio lesitin/sfingomielin dari cairan amnion. Sfingomielin
adalah fosfolipid yang berasal dari jaringan tubuh lainnya kecuali paru – paru. Jumlah lesitin
meningkat dengan bertambahnya gestasi, sedangkan sfingomielin jumlahnya menetap. Rasio
L/S biasanya 1:1 pada gestasi 31 – 32 minggu, dan menjadi 2:1 pada gestasi 35 minggu.12
Rasio L/S 2:1 atau lebih dianggap fungsi paru telah matang sempurna, rasio 1,5 – 1,9
sejumlah 50% akan menjadi RDS, dan rasio kurang dari 1,5 sejumlah 73% akan menjadi
RDS. Bila radius alveolus mengecil, surfaktan yang memiliki sifat permukaan alveolus,
dengan demikian mencegah kolapsnya alveolus pada waktu ekspirasi. Kurangnya surfaktan
adalah penyebab terjadinya atelektasis secara progresif dan menyebabkan meningkatnya
distres pernafasan pada 24 – 48 jam pasca lahir.12, 14
Kebocoran surfaktan menyebabkan akumulasi cairan ke dalam ruang alveoli.
Surfaktan juga berperan dalam meningkatkan klirens mukosiliar dan mengeluarkan bahan
particulate dari paru. 13, 11. 15, 16

Case Besar - HMD | 25


Gambar 1. Timeline Pembentukan surfaktan pada fetus17
Surfaktan merupakan gabungan kompleks fosfolipid. Surfaktan membuat stabil
alveoli dan mencegahnya dari kolaps pada saat ekspirasi dengan mengurangi tegangan.
Dipalmitoylphophatidyl choline (DPPC) merupakan komposisi utama dalam surfaktan yang
mengurangi surface tension. Surfaktan memiliki 4 surfactant – associated proteins yaitu SP -
A, SP - B, SP – C, dan SP – D. Surfaktan disintesis oleh sel alveolar tipe II dengan proses
multistep dan mensekresi lamellar bodies, yang memiliki kandungan fosfolipid yang
tinggi.8,12
Lamellar bodies ini berikutnya diubah menjadi lattice structure yang dinamakan
tubular myelin. Penyebaran dan adsorpi dari surfaktan merupakan karakteristik yang penting
dalam pembentukan monolayer yang stabil dalam alveolus. 18

Gambar 2. Fisiologi pembentukan surfaktan18

Peranan surfaktan ialah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga


tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsionil pada akhir ekspirasi.
Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada penyakit membran hialin menyebabkan

Case Besar - HMD | 26


kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya terganggu. Alveolus akan kembali
kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan
negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat.8
Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia,
retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan: (1) oksigenasi jaringan menurun,
sehingga akan terjadi metabolism anaerobic dengan penimbunan asam laktat dan asan
organik lainnya yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi, (2) kerusakan
endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris yang akan menyebabkan terjadinya transudasi ke
dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama – sama dengan jaringan
epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan
atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian
pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya
pembentukan substansi surfaktan.19

Gambar 3. Patofisiologi HMD18

Case Besar - HMD | 27


MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang timbul yaitu: adanya sesak napas pada bayi prematur segera

setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernapasan cuping hidung,

grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48 – 96 jam pertama

setelah lahir.5, 6 Manifestasi klinis berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan Silverman

– Anderson score atau Downes score.21

Tabel 2. Silverman score21

Retraksi
Gerakan Dada bawah
Grade epigastriu PCH Grunting
dada atas (retraksi ICS)
m
0 sinkron - - - -
Tertinggal Terdengar pada
1 ringan ringan minimal
pada inspirasi stetoskop
Terdengar
2 See – saw jelas jelas jelas
tanpa stetoskop

Score 0 – 3 = Mild respiratory distress – O2 by hood


Score 4-6 = Moderate respiratory distress – CPAP
Score > 6 = Impending respiratory failure

Tabel 3. Downes skore21

Score 0 1 2 Score
Respiratory rate < 60 60 – 80 >80 / apneu episode 2
Cyanosis None In room air In 40% oxygen 1
Retractions None Mild Moderate – severe 2
Grunting None Audible with Audible without 1
stethoscope stethoscope
Air entry* Clear Delay / decreased Barely audible 1
*air entry represents the quality of inspiratory breath sound as heard in the midaxillary line

Score : <6 = Respiratory distress


>6 = Inpending respiratory failure

Case Besar - HMD | 28


PEMERIKSAAN PENUNJANG
1 Analisa gas darah
Hasil analisis gas darah menunjukkan asidosis respiratorik dan asidosis metabolik
dengan hipoksia. Asidosis respiratorik terjadi karena atelektasis dari alveoli dan atau
overdistensi dari bronkiolus (terminal airways). Asidosis metabolik yang terjadi pada HMD
diawali dengan asidosis laktat sebagai akibat dari menurunnya perfusi ke jaringan sehingga
tubuh menggunakan jalur anaerob untuk metabolisme. Hipoksia pada HMD ini terjadi dari
shunting right to the left melalui pembuluh dari pulmonal, patent ductus artreriosus (PDA),
dan atau foramen ovale tidak menutup.8
2 Radiologi
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto Rontgen toraks.
Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang
diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks,
hernia diafragmatika, dan lain – lain.19 Gambaran radiologis memberi gambaran penyakit
membran hialin. Gambaran yang khas berupa pola retikulogranular, yang disebut dengan
ground glass appearance, disertai dengan gambaran bronkus di bagian perifer paru (air
bronchogram).22
Terdapat 4 stadium:
o Stadium 1: pola retikulogranular (ground glass appearance)
o Stadium 2: stadium 1 + air bronchogram
o Stadium 3: stadium 2 + batas jantung-paru kabur
o Stadium 4: stadium 3 + white lung appearance

Case Besar - HMD | 29


Gambar 4. Gambaran ground glass appearance22

Gambar 5. Gambaran air bronchogram22

Gambar 6. Gambaran batas jantung-paru kabur22

Case Besar - HMD | 30


Gambar 7. white lung appearance22

3. Tes Kematangan Paru


Tes yang dipercaya saat ini untuk menilai kematangan paru janin adalah tes
Kematangan Paru yang biasanya dilakukan pada bayi prematur yang mengancam jiwa untuk
mencegah terjadinya neonatal Respiratory Distress Syndrome (RDS). Tes tersebut
diklasifikasikan sebagai tes biokimia dan biofisika.23, 24
a. Tes Biokimia (Lesithin – Sfingomyelin rasio)
Paru – paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid
dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur
kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomielin
dari cairan amnion. Tes ini pertamakali diperkenalkan oleh Gluck dkk tahun 1971,
merupakan salah satu tes yang sering digunakan dan sebagai standarisasi tes
dibandingkan dengan tes yang lain.17,24
Rasio lesithin dibandingkan sfingomyelin ditentukan dengan thin-layer
chromatography (TLC). Cairan amnion disentrifus dan dipisahkan dengan pelarut
organik, ditentukan dengan chromatography dua dimensi; titik lipid dapat dilihat
dengan ditambahkan asam sulfur atau kontak dengan uap iodine. Kemudian dihitung
rasio lesithin dibandingkan sfingomyelin dengan menentukan fosfor organik dari
lesithin dan sfingomyelin.23, 24
Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang
secara relatif merupakan komponen non spesifik dari cairan amnion.17

Case Besar - HMD | 31


Gluck dkk menemukan bahwa L/S untuk kehamilan normal adalah < 0,5 pada
saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara bertahap pada level 1 pada usia gestasi
32 minggu. Rasio L/S = 2 dicapai pada usia gestasi 35 minggu dan secara empiris
disebutkan bahwa neonatal RDS sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S > 2.
Beberapa penulis telah melakukan pemeriksaan rasio L/S dengan hasil yang sama.
Suatu studi yang bertujuan untuk mengevaluasi harga absolut rasio L/S bayi immatur
dapat memprediksi perjalanan klinis dari neonatus tersebut dimana rasio L/S
merupakan prediktor untuk kebutuhan dan lamanya pemberian bantuan pernapasan.17
Dengan melihat umur gestasi, ada korelasi terbalik yang signifikan antara
rasio L/S dan lamanya hari pemberian bantuan pernapasan. Adanya mekonium dapat
mempengaruhi hasil interpretasi dari tes ini. Pada studi yang dilakukan telah
menemukan bahwa mekonium tidak mengandung lesithin atau sfingomyelin, tetapi
mengandung suatu bahan yang tak teridentifikasi yang susunannya mirip lesithin,
sehingga hasil rasio L/S meningkat palsu.17

Gambar 8. Grafik perbandingan L/S dengan usia gestasi17

b. Test Biofisika :

Case Besar - HMD | 32


1. Uji Kocok diperkenalkan pertama kali oleh Clement pada tahun 1972. Tes
ini bardasarkan sifat dari permukaan cairan fosfolipid yang membuat dan menjaga
agar gelembung tetap stabil. Pengenceran secara serial dari 1 ml cairan amnion dalam
saline dengan 1 ml ethanol 95% dan dikocok dengan keras. Bila didapatkan ring yang
utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion : ethanol) merupakan
indikasi maturitas paru janin. Pada kehamilan normal, mempunyai nilai prediksi
positif yang tepat dengan resiko yang kecil untuk terjadinya neonatal RDS . 3,5

SHAKE TEST

Positif gelembung > 2/3

1 ml Alkohol 95% Intermediategelembung 1/3- 2/3

O,5 ml NaCl 0,9%

0,5 ml cairan lambung Negatif gelembung < 2/3

Kocok 15 detik Diamkan tegak lurus 15 menit

Gambar 9. Shake Test

Pembacaan :
 Neonatus imatur : tidak ada gelembung 60 % resiko terjadi HMD
 +1: gelembung sangat kecil pada meniskus (< 1/3) 20 % resiko terjadi HMD
 +2: gelembung satu derat, > 1/3 permukaan tabung
 +3: gelembung satu deret pada seluruh permukaan dan beberapa gelembung pada dua
deret
 +4: gelembung pada dua deret atau lebih pada seluruh permukaan neonatus matur (2)

Case Besar - HMD | 33


2. Maturasi paru janin (FLM II) tes lainnya yang berdasarkan prinsip
tehnologi polarisasi fluoresen dengan menggunakan viscosimeter, yang mengukur
mikroviskositas dari agregasi lipid dalam cairan amnion yaitu mengukur rasio
surfaktan-albumin. Tes ini memanfaatkan ikatan kompetitif fluoresen pada albumin
dan surfaktan dalam cairan amnion. Bila lompatan fluoresen kearah albumin maka
jaring polarisasi nilainya tinggi, tetapi bila mengarah ke surfaktan maka nilainya
rendah. Dalam cairan amnion, polarisasi fluoresen mengukur analisa pantulan secara
otomatis rasio antara surfaktan dan albumin, yang mana hasilnya berhubungan dengan
maturasi paru janin. Menurut referensi yang digunakan oleh Brigham and Women’s
Hospital, dikatakan immatur bila rasio < 40 mg/dl; intermediet 40 – 59 mg/dl; dan
matur bila lebih atau sama dengan 60 mg/dl. Bila terkontaminasi dengan darah atau
mekonium dapat menggangu interpretasi hasil test.5, 23
4. Tes apung paru
Tes apung paru – paru (docimacia pulmonum hydrostatica), dikerjakan untuk
mengetahui apakah bayi yang diperiksa pernah hidup. Untuk melakukan tes ini syaratnya
mayat harus segar. Keluarkan alat – alat dal m rongga mulut, leher dan rongga dada dalam
satu kesatuan, pangkal dari esofagus dan trakea boleh diikat. Apungkan seluruh alat – alat
tersebut pada bak yang berisi air. Bila terapung, lepaskan organ paru – paru, baik yang kiri
maupun yang kanan.22
Apungkan kedua organ paru – paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan pemisahan
masing – masing lobus. Apungkan semua lobus tersebut, catat mana yang tenggelam, mana
yang terapung. Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu tiap – tiap lobus 5 potong
dengan ukuran 5mm x 5mm, dari tempat yang terpisah dan perifer. Bila terapung, letakan
potongan tersebut pada 2 karton, dan lakukan penginjakan dengan berat badan, kemudian
dimasukkan kembali ke dalam air. 22
Bila terapung berarti tes apung positif, paru – paru mengandung udara, bayi tersebut
pernah dilahirkan hidup. Bila hanya sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan
partial, bayi tetap pernah dilahirkan hidup.22

II. 8 DIAGNOSIS

II. 8. 1 Anamnesis2
 Riwayat kelahiran kurang bulan, ibu DM
 Riwayat persalinan yang mengaalami asfiksia perinatal (gawat janin)

Case Besar - HMD | 34


 Riwayat kelahiran saudara kandung dengan penyakit membrane hialin.

II. 8. 2 Pemeriksaan fisik 2


 Gejala biasanya dijumpai dalam 24 jam pertama kehidupan.
 Dijumpai sindrom klinis yang terdiri dari kumpulan gejala:
o Takipnea (frekuensi nafas > 60x/menit)
o Grunting atau nafas merintih
o Retraksi dinding dada
o Kadang dijumpai sianosis (pada udara ruangan)
 Perhatikan tanda prematuritas
 Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru
 Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan beratnya penyakit, besarnya bayi, adanya
infeksi dan derajat dari pirau PDA
 Penyakit dapat menetap atau menjadi progresif dalam 48 – 96 jam

Diagnosis dari PMH dapat dikonfirmasi dengan foto Rontgen toraks dengan
gambaran khas/klasik yaitu ground glass appearance dan air bronchograms. Menurut
Vermont Oxford Neonatal Network definisi dari PMH selain gambaran khas dari Rontgen
Toraks memerlukan bahwa si bayi mempunyai PaO2 <50 mmHg pada udara ruangan,
cyanosis sentral pada udara ruangan atau keadaan dimana si bayi memerlukan suplimentasi
oksigen tambahan untuk mempertahankan PaO2 >50 mmHg.3,4

II. 9 DIAGNOSIS BANDING

1. Transient Tachypnoea of the newborn (TTNB)


Peningkatan kadar epinefrin pada fetus pada saat partus umumnya mengurangi produksi
cairan paru dan mengaktivasi channel natrium yang menimbulkan terjadinya reabsorbsi.
Gagalnya untuk membersihkan paru dari cairan paru ini menyebabkan terjadinya TTN.
Faktor risiko terjadi TTN termasuk kelahiran preterm, kelahiran dengan sectio caesaria, dan
bayi dengan jenis kelamin laki - laki. TTN juga dihubungkan dengan maternal asma. Pada
gejala awal, TTN sulit untuk dibedakan dengan penyakit membran hialin.
Diagnosis TTN hanya dapat ditegakkan dengan foto rontgen paru yaitu adanya opasitas
paru yang berbentuk “streaky”, ditemukannya cairan pada fisura transversalis, dan biasanya
disertai dengan kardiomegali. TTN terjadi pada 5 / 1000 bayi cukup bulan. Gejala TTN ialah

Case Besar - HMD | 35


adanya takipnea yang parah (frekuensi nafas >60 x / menit) dan terjadinya hiperinflasi, tetapi
jarang disertai dengan grunting. 17

Gambar.11. Transient tachypnoea of the newborn dengan gambaran cairan pada fisura
transversalis dan hiperekspansi paru.17

2. Sindrom aspirasi Mekonium


Aspirasi mekoneum jarang terjadi pada bayi kurang bulan. Sindrom aspirasi
mekonium terjadi apabila janin mengeluarkan mekonium ke dalam cairan amnion ketika
masih berada dalam kandungan, dan cairan amnion yang terkontaminasi mekonium
teraspirasi oleh bayi. Aspirasi mekonium menyebakan obstruksi mekanis pada paru sehingga
menyebabkan terperangkapnya udara dan mengakibatkan atelektasis dan ketidakseimbangan
perfusi – ventilasi. Secara klinis, bayi tampak berwarna kuning kehijauan atau lebih dikenali
sebagai meconium – stained skin. Penegakkan diagnosis aspirasi mekoneum dapat dilakukan
dengan kombinasi foto rontgen dengan gambaran bercak – bercak konsolidasi atau
atelektasis, infiltrat kasar di kedua lapangan paru, dan hiperinflasi karena terperangkapnya
udara.10,17

Case Besar - HMD | 36


Gambar 12. Foto thoraks sindrom aspirasi mekonium.10

Tabel 4. Diagnosa banding HMD 10

Penyakit Gejala Radiologi


HMD Sianosis, apnea, nafas cuping Ateletaksis, air broncogram,
hidung, infitrat granular
TTN Takipnea segera setelah lahir, Hiperexpansi perihiler
retraksi, merintih pulmonal, peningkatan corakan
vaskuler pulmonal, infitrat sudut
costofrenikus tumpul
Aspirasi Mekonium Takipnea, nafas cuping hidung, Infitrat kasar bilateral,
retraksi, sianosis, mekonium hiperinflasi paru
stained skin

PENATALAKSANAAN

1. Pemberian Kortikosteroid pada Ibu


Steroid antenatal diberikan pada ibu untuk menurunkan resiko kematian pada
neonatal. Keberhasilan pemberian steroid hanya terlihat pada bayi preterm yang ibunya
menerima dosis pertama steroid 1 – 7 hari sebelum persalinan. Betamethason dan
Dexamethason digunakan untuk meningkatkan pematangan paru janin. Pemberian steroid
antenatal direkomendasikan pada semua kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan
preterm.3
Dosis optimal kortikosteroid, waktu pemberian dan frekuensi pemberian masih belum
diketahui secara pasti. Menurut NIH Consensus Development Panel on the Effect of
Corticosteroids for Fetal Maturation on Perinatal Outcomes, regimen pemberian
kortikosteroid secara umum ialah 2 dosis betametason 12 mg diberikan secara intramuskular
dengan jarak waktu 24 jam dan 4 dosis deksametason 6 mg intramuskular dengan jarak waktu
antar pemberian 12 jam.28

2. Penatalaksanaan Umum
Dasar tindakan ialah mempertahankan bayi dalam suasana fisiologis agar bayi mampu
melanjutkan perkembangan paru dan organ lain sehingga dapat mengadakan adaptasi sendiri
terhadap sekitarnya.13,18

Case Besar - HMD | 37


Tindakan yang perlu dikerjakan ialah:
1. Memberikan lingkungan yang optimal
Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5 – 370 C)
dengan meletakkan bayi di dalam inkubator. Humiditas ruangan juga harus adekuat (70 –
80%).1,3 Semua usaha meresusitasi bayi haruslah dengan langkah mencegah terjadinya
hipotermia untuk meningkatkan angka kehidupan.
2. Pemberian oksigen
Prinsip: Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi yang baru lahir.
Pemberian O2 yang terlalu tinggi dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diinginkan
seperti fibrosis paru (bronchopulmonary dysplasia (BPD)), dan lain – lain.20
Terapi Oksigen sesuai dengan kondisi:
 Nasal kanul atau head box dengan kelembaban dan konsentrasi yang cukup untuk
mempertahankan tekanan oksigen arteri antara 50 – 70 mmHg untuk distres
pernafasan ringan.17, 19
 Jika PaO2 tidak dapat dipertahankan diatas 50 mmHg pada konsentrasi oksigen
inspirasi 60% atau lebih, penggunaan NCPAP (Nasal Continuous Positive Airway
Pressure) terindikasi. NCPAP merupakan metode ventilasi yang non - invasif. 20
Penggunaan NCPAP sedini mungkin (early NCPAP) untuk stabilisasi bayi dengan
berat lahir sangat rendah (1000 – 1500 gram) di ruang persalinan juga
direkomendasikan untuk mencegah kolaps alveoli.20 Penggunaan humidified high flow
nasal cannula therapy (HHFNC) sebagai pengganti NCPAP sedang digalakkan di
beberapa negara karena memiliki keefektivitasan yang sama dengan NCPAP serta
dapat digunakan untuk bayi dengan semua usia gestasi.17

3. Ventilator mekanik
Tujuan penggunaan ventilator adalah untuk memastikan perfusi pulmonal yang
berkesinambungan sehingga menurunkan resiko terjadinya trauma paru dan menurunkan
work of breathing pasien. Kesulitannya adalah dalam menentukan ventilator yang paling
sesuai untuk menangani gagal nafas neonatus.22 Ventilator mekanis dibagi menjadi 2, yaitu: 26
Non invasif
Continuos positive airway pressure (CPAP) adalah memberikan tekanan yang
berkesinambungan pada alveoli sepanjang siklus respirasi, memastikan alveolar terus inflasi
dan mencegahnya dari kolaps, terutama pada akhir ekspirasi. Dulu CPAP digunakan melalui

Case Besar - HMD | 38


selang endotrakeal, tapi kini CPAP bisa diberikan secara nasal. Keuntungan dalam
penggunaan CPAP adalah menghasilkan pola pernafasan yang regular, terutama pada bayi
preterm.
CPAP terdiri atas tiga komponen, yaitu :
a. Sirkuit yang mensuplai gas inspirasi yang harus dalam keadaan hangat dan lembap
secara terus menerus
b. Komponen yang menghubungkan komponen pertama dengan jalan nafas bayi. Yang
sering digunakan sekarang adalah selang binasal
c. Komponen terakhir adalah alat yang menghasilkan tekanan positif

Invasif
Dibagi menjadi dua yaitu:
1. Konvensional
a. Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)
Dengan IMV tenaga medis dapat menentukan kadar di mana ventilator
mekanis memberikan nafas mekanis pada bayi, dimana ada interval
regularnya. Ini membolehkan bayi bernafas spontan antara dua jarak nafas
buatan. Kekurangannya adalah bayi sering bernafas tidak teratur dengan
penggunaan IMV. Pertukaran gas sangat bervariasi pada IMV, tergantung
kondisi bayi bernafas dengan atau melawan ventilator. Selain
menyebabkan tidak effisiensinya proses pertukaran gas tapi juga bisa
mengakibatkan terperangkapnya udara 26
b. Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation (SIMV)
Ini adalah perbaikan dari IMV. Pada SIMV, onset dari nafas buatan
ditentukan berdasarkan onset dari nafas spontan jika terjadi dalam timing
window. Contohnya, jika kadar SIMV berdasarkan frekuensi nafas 30
kali / menit, siklus ventilator akan terjadi setiap 2 detik. Pada setiap kali
ventilator seharusnya memulai nafas buatan, ia akan menunggu nafas
spontan terlebih dahulu, jika nafas spontan didapatkan dalam timing
window26
c. Assis /Control Ventilation (A/C)
Pada A/C semua nafas spontan yang melebihi ambang batas akan
menghasilkan nafas buatan pada onset inspirasi (assist / membantu). Jika
terjadi henti nafas atau ketidakmampuan paru dalam menghasilkan nafas
Case Besar - HMD | 39
spontan maka nafas buatan akan diberikan dengan kadar yang ditetapkan
oleh tenaga medis (kontrol) 26
2. Non Konvensional
Disebut juga dengan High – Frequency Ventilation (HFV), yaitu ventilator
non – tidal dimana volume pemberian gas lebih rendah dari anatomic dead space
dan diberikan dengan kadar yang sangat cepat. Terdiri atas dua jenis yaitu high –
frequency jet ventilation dan high – frequency oscillatory ventilation. Keuntungan
dari penggunaan HFV adalah pemberian volume gas yang rendah pada kadar yang
cepat menghasilkan tekanan alveolar yang lebih rendah dan menurunkan resiko
terjadinya trauma paru akibat pemberian volume dan tekanan yang eksesif. Pada
HFV, tekanan nafas rata – rata meningkat oleh itu, aliran balik vena menurun
sehingga jantung harus bekerja lebih kuat untuk menigkatkan volume inputnya.26

a. High frequency jet ventilation (HFJV)


Menggunakan injector jet yang diletakan di proksimal atau distal trakea,
dimana gas bervolume rendah dan kadar cepat diberikan melalui alat ini.
Dengan HFJV, ekshalasi pasif dapat terjadi dengan bantuan dari elastisitas
recoil paru bayi itu sendiri.26
b. High frequency oscillatory ventilation (HFOV)
Menggunakan piston atau diafragma untuk mengalirkan gas keluar dan
masuk paru melalui jalan nafas sehingga menghasilkan ekspirasi aktif.
Dengan HFOV, tekanan yang diberikan akan mengembangkan paru,
menurunkan ketidakseimbangan perfusi - ventilasi, dan meningkatkan luas
permukaan alveolar untuk pertukaran gas.26
4. Terapi Surfaktan
Pemberian surfaktan merupakan salah satu terapi rutin yang diberikan pada bayi
prematur dengan RDS. Sampai saat ini ada dua pilihan terapi surfaktan, yaitu natural
surfaktan yang berasal dari hewan dan surfaktan sintetik bebas protein, dimana surfaktan
natural secara klinik lebih efektif. Adanya perkembangan di bidang genetik dan biokimia,
maka dikembangkan secara aktif surfaktan sintetik. Surfaktan paru merupakan pilihan terapi
pada neonatus dengan RDS sejak awal tahun 1990 (Halliday,1997), dan merupakan
campuran antara fosfolipid, lipid netral, dan protein yang berfungsi menurunkan tegangan
permukaan pada air – tissue interface . 29,30

Case Besar - HMD | 40


Dosis Surfaktan
Dosis yang digunakan bervariasi antara 100mg/kg sampai 200mg/kg. Dengan dosis
100mg/kg sudah dapat memberikan oksigenasi dan ventilasi yang baik, dan menurunkan
angka kematian neonatus dibandingkan dosis kecil, tapi dosis yang lebih besar dari
100mg/kg tidak memberikan keuntungan tambahan. Membaiknya oksigenasi dan ventilasi
lebih cepat dengan dosis 200mg/kg dibandingkan dosis 100mg/kg, tetapi pada penelitian
yang dilakukan pada babi dengan RDS berhubungan dengan meningkatnya perubahan aliran
sistemik dan aliran darah ke otak ( dikutip dari Moen, dkk 1998 ). Saat ini dosis optimum
surfaktan yang digunakan adalah 100mg/kg.27
Sampai saat ini surfaktan diberikan secara injeksi bolus intratrakeal, karena
diharapkan dapat menyebarkan sampai saluran napas bagian bawah. Dengan pemberian
secara bolus dapat mempengaruhi tekanan darah pulmonar dan sistemik secara fluktuatif
(Wagner, dkk 1996). Menurut Henry, dkk 1996 pemberian surfaktan secara nebulasi
mempunyai beberapa efek samping pada jantung dan pernapasan tetapi kurang dari 15%
dosis ini akan sampai ke paru – paru. Berggren, dkk 2000 mengatakan bahwa pemberian
secara nebulasi pada neonatus kurang bermanfaat.
Cosmi, dkk 1997 mengusulkan pemberian secara intra amnion akan tetapi teknik
tersebut sulit karena harus memasukkan kateter pada nares anterior fetus dengan bantuan
USG.14 Surfaktan eksogen mempunyai dosis dengan variasi volume yang berbeda, Curosurf
dengan dosis 100 mg/kg volumenya 1,25 ml sedangkan survanta dengan dosis 100 mg/kg
dengan volume 4 ml. Surfaktan diberikan secara intratrakeal melalui endotrakeal tube
(ETT).14, 27 Dosis diberikan secara terbagi menjadi 4 dosis supaya pemberiannya homogen
sampai ke lobus paru bagian bawah. Setiap seperempat dosis diberikan dengan posisi yang
berbeda. ETT dilepaskan dari ventilator dan kemudian :
1. Kepala dan badan bayi dimiringkan 5° - 10° ke bawah kepala menoleh ke kanan,
masukkan surfaktan seperempat dosis pertama melalui ETT selama 2 – 3 detik
setelah itu lakukan ventilasi manual untuk mencegah sianosis selama 30 detik.
2. Kepala dan badan bayi dimiringkan 5° - 10° ke bawah kepala menoleh ke kiri,
masukkan surfaktan seperempat dosis kedua melalui ETT selama 2 – 3 detik
setelah itu lakukan ventilasi manual untuk mencegah sianosis selama 30 detik.
3. Kepala dan badan bayi dimiringkan 5° - 10° ke atas kepala menoleh
ke kanan, masukkan surfaktan seperempat dosis ketiga melalui ETT
selama 2 – 3 detik setelah itu lakukan ventilasi manual untuk mencegah sianosis
selama 30 detik.
Case Besar - HMD | 41
4. Kepala dan badan bayi dimiringkan 5° - 10° ke atas kepala menoleh ke
kiri, masukkan surfaktan seperempat dosis keempat melalui ETT
selama 2 – 3 detik setelah itu lakukan ventilasi manual untuk mencegah sianosis
selama 30 detik.14

5. Pemberian antibiotika
Setiap penderita penyakit membran hialin perlu mendapat antibiotika untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder.1 Pemberian antibiotik dimulai dengan spektrum luas, biasanya
dimulai dengan ampisilin 50 mg/kgBB intravena setiap 12 jam dan gentamisin 3 mg/kgBB
untuk bayi dengan berat lahir kurang dari 2 kilogram. Jika tak terbukti ada infeksi, pemberian
antibiotika dihentikan.2

KOMPLIKASI

Komplikasi dari HMD dapat terjadi sebagai berikut:8


1. Ruptur alveoli: bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorax,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel), pada bayi dengan RDS
yang tiba – tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau
adanya asidosis yang menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan trombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan
invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat – alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan intraventrikuler
terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan
ventilasi mekanik.
4 PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi
dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
5 Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu
menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi. Insiden BPD meningkat
dengan menurunnya masa gestasi.

Case Besar - HMD | 42


PROGNOSIS

Penyakit membran hialin prognosisnya tergantung dari tingkat prematuritas dan


beratnya penyakit. Prognosis jangka panjang untuk semua bayi yang pernah menderita
penyakit ini sukar ditentukan. Mortalitas diperkirakan antara 20 – 40%. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa dengan perawatan yang baik, bayi yang hidup masih mempunyai
kepandaian dan keadaan neurologis yang sama dibandingkan dengan bayi prematur lain yang
masa gestasinya sama pula.2,7,13
Kelainan pada paru dan saraf mungkin disebabkan karena penyakitnya sendiri yang
berat atau kurang sempurnanya perawatan, di antaranya karena pemberian kadar O2 tinggi
secara terus – menerus. Kelainan paru sebagai dysplasia bronchopulmoner umumnya
disebabkan tekanan positif yang terus menerus. Komplikasi lain yang mungkin terjadi pada
waktu perawatan ialah kelainan pada retina (fibroplasi retrolental) sebagai akibat pemberian
O2 yang tidak semestinya.5,26

Case Besar - HMD | 43

Anda mungkin juga menyukai