Nama Mahasiswa
: Hendra Sucipta
NIM
: 11-2014-339
Tanda Tangan :
I. IDENTITAS
PASIEN
Nama
: By. Ny. IY
Tanggal Lahir
: 16 Desember 2015
Umur
: 7 hari
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
Suku Bangsa
Agama
: Islam
Pendidikan
: Belum sekolah
Tanggal masuk RS
: 16 Desember 2015
ORANG TUA
Ayah
Umur
Suku Bangsa :
Alamat
Agama
: Islam
: 37 tahun
Pendidikan
: SMA (tamat)
Pekerjaan
: Wiraswasta
Penghasilan
Umur
Alamat
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
Penghasilan
: 33 tahun
Riwayat Kehamilan
Bayi dikandung selama 36 minggu menurut ibu pasien. Ibu pasien merasakan
kontraksi yang hilang timbul mulai dari hari Selasa, 15 Desember 2015 pagi sampai hari
Rabu, 16 Desember 2015 pukul 14.55. Intensitas kontraksi dirasakan semakin lama semakin
kuat sehingga ibu pasien dibawa ke RSUD Koja. Ibu pasien mengatakan tidak memiliki
riwayat trauma, atau perdarahan pada saat kehamilan. Ibu pasien memiliki penyakit
hipertensi pada saat kehamilan, dan juga memiliki riwayat penyakit sesak nafas yang
memburuk satu bulan belakangan. Ibu pasien tidak sedang mengonsumsi obat-obat apapun
pada saat kehamilan, dan juga tidak memiliki riwayat penyakit pada kandungannya.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Sepsis
(-)
Meningoencephalitis (-)
Kejang Demam
(-)
Tuberkulosis (-)
Pneumonia
(-)
ISK
(-)
Asma
(-)
Alergic Rhinitis
(-)
Amoebiasis
(-)
Polio
(-)
Difteri
(-)
Sindrom Nefrotik
(-)
Diare akut
(-)
Diare kronis
(-)
Disentri
(-)
Kolera
(-)
Tifus abdominalis
(-)
DHF
(-)
Cacar air
(-)
Campak
(-)
Batuk rejan
(-)
Tetanus
(-)
Glomerulonephritis
(-)
Lain-lain:
Kecelakaan (-)
Ya
Tidak
Hubungan
Kelahiran
Tempat kelahiran
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi
Keadaan bayi
:
:
:
:
:
RSUD Koja
Dokter
Sectio Caesaria
Kurang bulan (32 minggu)
Berat badan lahir
: 1350 gram
Panjang badan lahir : 41 cm
Lingkar kepala
: 30 cm
Nilai APGAR
: 4/6
Kelainan bawaan
: Tidak ada
Kesadaran
: compos mentis
Frekuensi nafas
: 42 x/menit
Nadi
: 150 x/menit
Suhu
: 37C
Berat badan
: 1300 gram
Panjang badan : 41 cm
Sianosis
: Tidak ada
Lingkar Kepala : 30 cm
Edema
: Tidak ada
Lingkar dada
: 27 cm
: 9 cm
Anemis
: Tidak ada
Ikterik
: Tidak ada
PEMERIKSAAN SISTEMATIS
Kulit
: Warna merah muda, teraba hangat, tidak tampak ikterik, tidak ada
Mata
Telinga
Hidung
Pipi
Bibir
Gigi geligi
Mulut
Lidah
Tonsil
Faring
Leher
Toraks:
Paru :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
retraksi sela iga (-), lesi kulit (-), gambaran vena (+)
: Tidak ada pelebaran sela iga
: Tidak dilakukan pemeriksaan
: Suara nafas vesikuler, tidak ada rhonki, tidak ada wheezing
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung :
Abdomen :
Inspeksi
: (+)
Refleks menggengam
: (+)
Case Besar - HMD | 6
Refleks menghisap
: (+)
Refleks moro
: (+)
: 16,8 g/dL
Leukosit
: 11.230 /L
Hematokrit
: 48,1 %
Trombosit
: 234.000 /L
ABO/Rh typing
: B Rh (D) Positif
IT Ratio
: 0,07
Serologi
CRP Kuantitatif
: 0,32
: 14,7 g/dL
Leukosit
: 7.420 /L
Hematokrit
: 40,3 %
Trombosit
: 221.000 /L
KIMIA KLINIK
Protein Total
: 5,48 g/dL
Albumin
: 4,26 g/dL
Globulin
: 1,22 g/dL
Bilirubin Total
: 7,93 mg/dL
Bilirubin Direk
: 0,59 mg/dL
Bilirubin Indirek
: 7,34 mg/dL
Case Besar - HMD | 7
: 0,9
SEROLOGI
CRP Kuantitatif
: 0,27
V. RESUME
Seorang bayi laki-laki lahir secara Sectio Caesaria di RSUD Koja dari ibu G 5P4A0,
dengan usia gestasi menurut ibu 36 minggu pada tanggal 16 Desember 2015 pukul 16.55
WIB. Berat badan lahir bayi 1350 gram, panjang badan 41 cm, lingkar kepala 30 cm, lingkar
dada 26 cm, dan lingkar lengan atas 9 cm. Apgar score 4/6 , anus (+), cacat (-), HR:
158x/menit, RR: 68x/menit, suhu 37oC, perhitungan gestasi menurut ballard score 20 (32
minggu), dan GDS 39 mg/dL. Bayi merintih, sianosis , terdapat retraksi berat , pernapasan
cuping hidung , dan akral dingin. Ibu pasien memiliki riwayat hipertensi selama kehamilan
dan sesak nafas satu bulan terakhir. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan kesan adanya
infeksi.
VI. DIAGNOSIS KERJA
VII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa :
Medikamentosa
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
RR : 42 x/menit
T: 37,0oC
: FiO2 : 21%
PEEP : 5
Flow : 8
RR : 44 x/menit
T: 37,6oC
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam
IVFD Aminosteril 6% 2 cc/jam
Aminofilin 2 x 3 mg
Meropenem 3x30 mg
Amikasin 2x10 mg
CPAP
: FiO2 : 21%
PEEP : 5
Flow : 5
RR : 44 x/menit
T: 37,1oC
: FiO2 : 21%
PEEP : 5
Flow : 5
RR : 40 x/menit
T: 37,0oC
: FiO2 : 21%
PEEP : 5
Flow : 5
RR : 44 x/menit
T: 36,9oC
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 6 cc/jam
IVFD Aminosteril 6% 2 cc/jam
Aminofilin 2 x 3 mg
Meropenem 3x30 mg
Amikasin 2x10 mg
CPAP
: FiO2 : 21%
PEEP : 5
Flow : 8
Minum 8 x 10-15 cc
29 Desember 2015, pukul 07.00
S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1300 gr
HR : 172 x/menit
RR : 44 x/menit
T: 37,2oC
: FiO2 : 21%
PEEP : 5
Flow : 8
Minum 8 x 15-20 cc
Case Besar - HMD | 13
RR : 48 x/menit
T: 37,1oC
: 15,6 g/dL
Leukosit
: 14.410 /L
Hematokrit
: 42.3 %
Trombosit
: 268.000 /L
: 0,6
SEROLOGI
CRP Kuantitatif
: 2,79
Case Besar - HMD | 14
RR : 44 x/menit
T: 36,9oC
RR : 38 x/menit
T: 36,6oC
RR : 38 x/menit
T: 37,2oC
RR : 40 x/menit
T: 36,6oC
RR : 40 x/menit
T: 36,1oC
RR : 40 x/menit
T: 36,1oC
: 10,9 g/dL
Leukosit
: 3.860 /L
Hematokrit
: 30.8 %
Trombosit
: 248.000 /L
: 0,2
SEROLOGI
CRP Kuantitatif
: 0,52
RR : 48 x/menit
T: 36,9oC
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam
Levofloksasin 2 x 15 mg
Nymico 3 x 0,5 ml
San B plex 1 x 0,3 ml
Minum 8 x 20 cc
7 Januari 2016, pukul 07.00
S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1400 gr
HR : 148 x/menit
RR : 40 x/menit
T: 36,1oC
: 15,6 g/dL
Leukosit
: 11.580 /L
Hematokrit
: 43,6 %
Trombosit
: 203.000 /L
Case Besar - HMD | 19
RR : 50 x/menit
T: 36,7oC
RR : 40 x/menit
T: 37,5oC
Levofloksasin 2 x 15 mg
Nymico 3 x 0,5 ml
San B plex 1 x 0,3 ml
Minum 8 x 30 cc
10 Januari 2016, pukul 07.00
S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1600 gr
HR : 140 x/menit
RR : 38 x/menit
T: 37,3oC
RR : 52 x/menit
T: 37,9oC
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam
Levofloksasin 2 x 15 mg
Nymico 3 x 0,5 ml
San B plex 1 x 0,3 ml
Minum 10 x 30 cc
12 Januari 2016, pukul 07.00
S : Bayi menangis kuat, gerak aktif
O : BBS : 1600 gr
HR : 152 x/menit
RR : 52 x/menit
T: 37,9oC
RR : 40 x/menit
T: 37,5oC
Pulmo : SN vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen : Supel, Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat
A : NKB-SMK
Prematur
Quadroplets
RD ec HMD
P : IVFD D10% 1/5NS + KCl 10 meq 4 cc/jam
Levofloksasin 2 x 15 mg STOP
Nymico 3 x 0,5 ml
San B plex 1 x 0,3 ml
Minum 10 x 30 cc
TINJAUAN PUSTAKA
Hyaline Membran Disease
PENDAHULUAN
Hyaline Membrane Disease (HMD) atau penyakit membran hialin, juga dikenal
sebagai respiratory distress syndrome (RDS), adalah penyebab tersering dari gagal nafas pada
bayi premature. Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu penyebab kematian pada
bayi baru lahir.
Hyaline Membrane Disease (HMD), juga dikenal sebagai respiratory distress
syndrome (RDS), adalah penyebab tersering dari gagal nafas pada bayi prematur, khususnya
yang lahir pada usia kehamilan 32 minggu. Hyaline Membrane Disease merupakan salah satu
penyebab kematian pada bayi baru lahir. Kurang lebih 30 % dari semua kematian pada
neonatus disebabkan oleh HMD atau komplikasinya.
HMD disebut juga Sindroma Gawat Nafas (SGP) tipe 1, yaitu gawat napas pada bayi
kurang bulan yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir, ditandai adanya kesukaran
bernafas, (pernafasan cuping hidung, tipe pernapasan dispnea / takipnea, retraksi dada, dan
sianosis) yang menetap atau menjadi progresif dalam 48 96 jam pertama kehidupan dan
pada pemeriksaan radiologis ditemukan pola retikulogranuler yang uniform dan air
bronchogram. Pengenalan surfaktan eksogen sebagai pencegahan dan terapi telah merubah
keadaan klinik dari penyakit dan menurunkan morbiditas dan mortalitas dari penyakit.
DEFINISI
Hialine Membrane Disease atau respiratory distress syndrome (RDS) adalah
gangguan respirasi yang ditemukan pada bayi prematur akibat kurangnya surfaktan sehingga
mengakibatkan kolapsnya alveoli.1
EPIDEMIOLOGI
Hialine Membrane Disease merupakan
prematur, di Amerika Serikat sekitar 12% bayi lahir prematur, sekitar 10% bayi prematur
menderita HMD setiap tahunnya. Insiden meningkat pada negara berkembang. Menurut
Farrel dan Avery (dikutip Yu, 1986), HMD prevalensinya adalah 1 % dari semua kelahiran
dan 14 % pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Insiden HMD tertinggi terjadi pada bayi
prematur, ras caucasian, laki-laki, riwayat saudara sebelumnya yang menderita RDS, lahir
melalui sectio secaria, asfiksia dan ibu diabetes melitus.2, 3
Case Besar - HMD | 24
Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2001,
dari 41 bayi yang lahir preterm, 14 bayi mengalami sindrom gawat nafas, dan 7 bayi
didiagnosa HMD. Semuanya lahir dari kehamilan kecil dari 32 minggu. Hal itu menunjukan
prevalensi HMD pada bayi preterm sebesar 17%.4
ETIOLOGI
HMD terjadi ketika suatu substansi paru yang disebut surfaktan tidak cukup.
Surfaktan terbuat dari sel yang berada dalam jalan napas dan mengandung fosfolipid serta
protein. Surfaktan diproduksi saat fetus berusia sekitar 24 28 minggu dan dapat ditemukan
dalam cairan amnion sekitar 28 32 minggu. Saat usia gestasi 35 minggu, bayi bayi telah
memiliki jumlah surfaktan yang adekuat. Bayi yang lahir dari seorang ibu penderita penyakit
diabetes mellitus dapat terjadi penurunan produksi surfaktan. Insulin dapat memperlambat
maturasi sel alveolar dan menurunkan phospatidilcolin, yang merupakan fosfolipid yang
penting dalam sintesa surfaktan.4, 10
PATOFISIOLOGI
Fungsi Surfaktan
Surfaktan paru merupakan komplek lipoprotein yang disintesa dan disekresi oleh sel
alveolar tipe II dan Clara sel di saluran napas pada lapisan epitel. Surfaktan paru merupakan
senyawa komplek yang komposisinya hampir 90% adalah lipid dan 10% protein 5
Faktor faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan
oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena
dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat.5, 8
Surfaktan dibuat oleh sel alveolus tipe II yang mulai tumbuh pada gestasi
22 24
minggu dan mulai mengeluarkan keaktifan pada gestasi 24 26 minggu, yang mulai
berfungsi pada masa gestasi 32 36 minggu. Produksi surfaktan pada janin dikontrol oleh
kortisol melalui reseptor kortisol yang terdapat pada sel alveolus type II. Produksi surfaktan
dapat dipercepat lebih dini dengan meningkatnya pengeluaran kortisol janin yang disebabkan
oleh stres, atau oleh pengobatan deksamethason yang diberikan pada ibu yang diduga akan
melahirkan bayi dengan defisiensi surfaktan.5
Case Besar - HMD | 25
kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan
negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat.8
Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia,
retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan: (1) oksigenasi jaringan menurun,
sehingga akan terjadi metabolism anaerobic dengan penimbunan asam laktat dan asan
organik lainnya yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi, (2) kerusakan
endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris yang akan menyebabkan terjadinya transudasi ke
dalam alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama sama dengan jaringan
epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan
atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian
pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya
pembentukan substansi surfaktan.19
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang timbul yaitu: adanya sesak napas pada bayi prematur segera
setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernapasan cuping hidung,
grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48 96 jam pertama
setelah lahir.5, 6 Manifestasi klinis berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan Silverman
Anderson score atau Downes score.21
Gerakan
dada atas
sinkron
Tertinggal
pada inspirasi
Dada bawah
(retraksi ICS)
-
Retraksi
epigastrium
-
ringan
ringan
minimal
See saw
jelas
jelas
jelas
PCH
Grunting
Terdengar pada
stetoskop
Terdengar
tanpa stetoskop
Score
Respiratory rate
< 60
60 80
>80 / apneu
episode
Cyanosis
None
In room air
In 40% oxygen
Retractions
None
Mild
Moderate severe
Grunting
None
Audible with
stethoscope
Audible without
stethoscope
Air entry*
Clear
Delay / decreased
Barely audible
*air entry represents the quality of inspiratory breath sound as heard in the midaxillary line
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1 Analisa gas darah
Hasil analisis gas darah menunjukkan asidosis respiratorik dan asidosis metabolik
dengan hipoksia. Asidosis respiratorik terjadi karena atelektasis dari alveoli dan atau
overdistensi dari bronkiolus (terminal airways). Asidosis metabolik yang terjadi pada HMD
diawali dengan asidosis laktat sebagai akibat dari menurunnya perfusi ke jaringan sehingga
tubuh menggunakan jalur anaerob untuk metabolisme. Hipoksia pada HMD ini terjadi dari
shunting right to the left melalui pembuluh dari pulmonal, patent ductus artreriosus (PDA),
dan atau foramen ovale tidak menutup.8
2 Radiologi
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto Rontgen toraks.
Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang
diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks,
hernia diafragmatika, dan lain lain.19 Gambaran radiologis memberi gambaran penyakit
membran hialin. Gambaran yang khas berupa pola retikulogranular, yang disebut dengan
ground glass appearance, disertai dengan gambaran bronkus di bagian perifer paru (air
bronchogram).22
Terdapat 4 stadium:
o Stadium 1: pola retikulogranular (ground glass appearance)
o Stadium 2: stadium 1 + air bronchogram
o Stadium 3: stadium 2 + batas jantung-paru kabur
o Stadium 4: stadium 3 + white lung appearance
24
Gluck dkk menemukan bahwa L/S untuk kehamilan normal adalah < 0,5 pada
saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara bertahap pada level 1 pada usia gestasi
32 minggu. Rasio L/S = 2 dicapai pada usia gestasi 35 minggu dan secara empiris
disebutkan bahwa neonatal RDS sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S > 2.
Beberapa penulis telah melakukan pemeriksaan rasio L/S dengan hasil yang sama.
Suatu studi yang bertujuan untuk mengevaluasi harga absolut rasio L/S bayi immatur
dapat memprediksi perjalanan klinis dari neonatus tersebut
1. Uji Kocok diperkenalkan pertama kali oleh Clement pada tahun 1972. Tes
ini bardasarkan sifat dari permukaan cairan fosfolipid yang membuat dan menjaga
agar gelembung tetap stabil. Pengenceran secara serial dari 1 ml cairan amnion dalam
saline dengan 1 ml ethanol 95% dan dikocok dengan keras. Bila didapatkan ring yang
utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion : ethanol) merupakan
indikasi maturitas paru janin. Pada kehamilan normal, mempunyai nilai prediksi
positif yang tepat dengan resiko yang kecil untuk terjadinya neonatal RDS . 3,5
SHAKE TEST
Positif gelembung > 2/3
Kocok 15 detik
deret
+4: gelembung pada dua deret atau lebih pada seluruh permukaan neonatus matur (2)
Case Besar - HMD | 34
II. 8 DIAGNOSIS
II. 8. 1 Anamnesis2
Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan beratnya penyakit, besarnya bayi, adanya
infeksi dan derajat dari pirau PDA
gambaran khas/klasik yaitu ground glass appearance dan air bronchograms. Menurut
Vermont Oxford Neonatal Network definisi dari PMH selain gambaran khas dari Rontgen
Toraks memerlukan bahwa si bayi mempunyai PaO 2 <50 mmHg pada udara ruangan,
cyanosis sentral pada udara ruangan atau keadaan dimana si bayi memerlukan suplimentasi
oksigen tambahan untuk mempertahankan PaO2 >50 mmHg.3,4
Faktor risiko terjadi TTN termasuk kelahiran preterm, kelahiran dengan sectio caesaria, dan
bayi dengan jenis kelamin laki - laki. TTN juga dihubungkan dengan maternal asma. Pada
gejala awal, TTN sulit untuk dibedakan dengan penyakit membran hialin.
Diagnosis TTN hanya dapat ditegakkan dengan foto rontgen paru yaitu adanya opasitas
paru yang berbentuk streaky, ditemukannya cairan pada fisura transversalis, dan biasanya
disertai dengan kardiomegali. TTN terjadi pada 5 / 1000 bayi cukup bulan. Gejala TTN ialah
adanya takipnea yang parah (frekuensi nafas >60 x / menit) dan terjadinya hiperinflasi, tetapi
jarang disertai dengan grunting. 17
Gambar.11. Transient tachypnoea of the newborn dengan gambaran cairan pada fisura
transversalis dan hiperekspansi paru.17
2. Sindrom aspirasi Mekonium
Aspirasi mekoneum jarang terjadi pada bayi kurang
mekonium terjadi apabila janin mengeluarkan mekonium ke dalam cairan amnion ketika
masih berada dalam kandungan, dan cairan amnion yang terkontaminasi mekonium
teraspirasi oleh bayi. Aspirasi mekonium menyebakan obstruksi mekanis pada paru sehingga
menyebabkan terperangkapnya udara dan mengakibatkan atelektasis dan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi. Secara klinis, bayi tampak berwarna kuning kehijauan atau lebih dikenali
sebagai meconium stained skin. Penegakkan diagnosis aspirasi mekoneum dapat dilakukan
dengan kombinasi foto rontgen dengan gambaran bercak bercak konsolidasi atau
atelektasis, infiltrat kasar di kedua lapangan paru, dan hiperinflasi karena terperangkapnya
udara.10,17
Gejala
Radiologi
Sianosis, apnea, nafas cuping Ateletaksis, air broncogram,
TTN
hidung,
infitrat granular
Takipnea segera setelah lahir, Hiperexpansi perihiler pulmonal,
retraksi, merintih
peningkatan
pulmonal,
Aspirasi Mekonium
corakan
vaskuler
infitrat
sudut
costofrenikus tumpul
Takipnea, nafas cuping hidung, Infitrat
kasar
retraksi,
sianosis,
bilateral,
stained skin
PENATALAKSANAAN
1. Pemberian Kortikosteroid pada Ibu
Steroid antenatal diberikan pada ibu untuk menurunkan resiko kematian pada
neonatal. Keberhasilan pemberian steroid hanya terlihat pada bayi preterm yang ibunya
menerima dosis pertama steroid 1 7 hari sebelum persalinan. Betamethason dan
Dexamethason digunakan untuk meningkatkan pematangan paru janin. Pemberian steroid
antenatal direkomendasikan pada semua kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan
preterm.3
Dosis optimal kortikosteroid, waktu pemberian dan frekuensi pemberian masih belum
diketahui secara pasti. Menurut NIH Consensus Development Panel on the Effect of
Corticosteroids for Fetal Maturation on Perinatal Outcomes, regimen pemberian
Case Besar - HMD | 38
Nasal kanul atau head box dengan kelembaban dan konsentrasi yang cukup untuk
mempertahankan tekanan oksigen arteri antara 50 70 mmHg untuk distres
pernafasan ringan.17, 19
Jika PaO2 tidak dapat dipertahankan diatas 50 mmHg pada konsentrasi oksigen
inspirasi 60% atau lebih, penggunaan NCPAP (Nasal Continuous Positive Airway
Pressure) terindikasi. NCPAP merupakan metode ventilasi yang non - invasif. 20
Penggunaan NCPAP sedini mungkin (early NCPAP) untuk stabilisasi bayi dengan
berat lahir sangat rendah (1000 1500 gram) di ruang persalinan juga
direkomendasikan untuk mencegah kolaps alveoli.20 Penggunaan humidified high flow
nasal cannula therapy (HHFNC) sebagai pengganti NCPAP sedang digalakkan di
beberapa negara karena memiliki keefektivitasan yang sama dengan NCPAP serta
dapat digunakan untuk bayi dengan semua usia gestasi.17
3. Ventilator mekanik
Case Besar - HMD | 39
penggunaan CPAP adalah menghasilkan pola pernafasan yang regular, terutama pada bayi
preterm.
CPAP terdiri atas tiga komponen, yaitu :
a. Sirkuit yang mensuplai gas inspirasi yang harus dalam keadaan hangat dan lembap
secara terus menerus
b. Komponen yang menghubungkan komponen pertama dengan jalan nafas bayi. Yang
sering digunakan sekarang adalah selang binasal
c. Komponen terakhir adalah alat yang menghasilkan tekanan positif
Invasif
Dibagi menjadi dua yaitu:
1. Konvensional
a. Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)
Dengan IMV tenaga medis dapat menentukan kadar di mana ventilator
mekanis memberikan nafas mekanis pada bayi, dimana ada interval
regularnya. Ini membolehkan bayi bernafas spontan antara dua jarak nafas
buatan. Kekurangannya adalah bayi sering bernafas tidak teratur dengan
penggunaan IMV. Pertukaran gas sangat bervariasi pada IMV, tergantung
kondisi
bayi
bernafas
dengan
atau
melawan
ventilator.
Selain
RDS
merupakan
campuran antara fosfolipid, lipid netral, dan protein yang berfungsi menurunkan tegangan
permukaan pada air tissue interface . 29,30
Case Besar - HMD | 41
Dosis Surfaktan
Dosis yang digunakan bervariasi antara 100mg/kg sampai 200mg/kg. Dengan dosis
100mg/kg sudah dapat memberikan oksigenasi dan ventilasi yang baik, dan menurunkan
angka
kematian neonatus dibandingkan dosis kecil, tapi dosis yang lebih besar dari
mempunyai beberapa efek samping pada jantung dan pernapasan tetapi kurang dari 15%
dosis ini akan sampai ke paru paru. Berggren, dkk 2000 mengatakan bahwa pemberian
secara nebulasi pada neonatus kurang bermanfaat.
Cosmi, dkk 1997 mengusulkan pemberian secara intra amnion akan tetapi teknik
tersebut sulit karena harus memasukkan kateter pada nares anterior fetus dengan bantuan
USG.14 Surfaktan eksogen mempunyai dosis dengan variasi volume yang berbeda, Curosurf
dengan dosis 100 mg/kg volumenya 1,25 ml sedangkan survanta dengan dosis 100 mg/kg
dengan volume 4 ml. Surfaktan diberikan secara intratrakeal melalui endotrakeal tube
(ETT).14, 27 Dosis diberikan secara terbagi menjadi 4 dosis supaya pemberiannya homogen
sampai ke lobus paru bagian bawah. Setiap seperempat dosis diberikan dengan posisi yang
berbeda. ETT dilepaskan dari ventilator dan kemudian :
1. Kepala dan badan bayi dimiringkan 5 - 10 ke bawah kepala menoleh ke kanan,
masukkan surfaktan seperempat dosis pertama melalui ETT selama 2 3 detik
setelah itu lakukan ventilasi manual untuk mencegah sianosis selama 30 detik.
2. Kepala dan badan bayi dimiringkan 5 - 10 ke bawah kepala menoleh ke kiri,
masukkan surfaktan
setelah itu lakukan ventilasi manual untuk mencegah sianosis selama 30 detik.
3. Kepala dan badan bayi dimiringkan 5 - 10
ke
kanan,
masukkan surfaktan
ke atas
kepala
menoleh
selama 2 3 detik setelah itu lakukan ventilasi manual untuk mencegah sianosis
selama 30 detik.
4. Kepala dan badan bayi dimiringkan 5 - 10
kiri,
masukkan
surfaktan
seperempat
ke atas
kepala menoleh ke
selama 2 3 detik setelah itu lakukan ventilasi manual untuk mencegah sianosis
selama 30 detik.14
5. Pemberian antibiotika
Setiap penderita penyakit membran hialin perlu mendapat antibiotika untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder.1 Pemberian antibiotik dimulai dengan spektrum luas, biasanya
dimulai dengan ampisilin 50 mg/kgBB intravena setiap 12 jam dan gentamisin 3 mg/kgBB
untuk bayi dengan berat lahir kurang dari 2 kilogram. Jika tak terbukti ada infeksi, pemberian
antibiotika dihentikan.2
KOMPLIKASI
Komplikasi dari HMD dapat terjadi sebagai berikut:8
1.
Ruptur
alveoli:
bila
dicurigai
terjadi
kebocoran
udara
(pneumothorax,
PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi
dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.
pada waktu
PROGNOSIS
Penyakit membran hialin prognosisnya tergantung dari tingkat prematuritas dan
beratnya penyakit. Prognosis jangka panjang untuk semua bayi yang pernah menderita
penyakit ini sukar ditentukan. Mortalitas diperkirakan antara 20 40%. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa dengan perawatan yang baik, bayi yang hidup masih mempunyai
kepandaian dan keadaan neurologis yang sama dibandingkan dengan bayi prematur lain yang
masa gestasinya sama pula.2,7,13
Kelainan pada paru dan saraf mungkin disebabkan karena penyakitnya sendiri yang
berat atau kurang sempurnanya perawatan, di antaranya karena pemberian kadar O 2 tinggi
secara terus menerus. Kelainan paru sebagai dysplasia bronchopulmoner umumnya
disebabkan tekanan positif yang terus menerus. Komplikasi lain yang mungkin terjadi pada
waktu perawatan ialah kelainan pada retina (fibroplasi retrolental) sebagai akibat pemberian
O2 yang tidak semestinya.5,26
.