Abses Otak
Disusun oleh :
Hendra Sucipta
11.2014.339
Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Syaraf
Rumah Sakit Angkatan Udara dr.Esnawan Antariksa
Periode 5 September 9 Oktober 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Abses otak didefinisikan sebagai proses fokal supuratif dalam parenkim
otak yang dimulai sebagai daerah lokal dari serebri dan berkembang menjadi
kumpulan nanahdikelilingi oleh kapsule yang tervaskularisasi dengan baik.
Insiden abses otak di negara maju adalah rendah, antara 1-2% sementara di
negara-negara berkembang mencapai 8% dari semua pasien yang mempunyai lesi
di intrakranial. Abses otak adalah penyakit fatal dengan kematian antara 30% dan
60% sampai akhir 1970-an, ketika ketersediaan teknik bedah membaik, terapi
antimikroba efektif dan diagnostik modern modalitas pencitraan mengakibatkan
penurunan dramatis angka kematian menjadi sekitar 10%. Namun, masih tetap
perawatan masalah kesehatan yang signifikan dalam banyak negara dengan
tingkat kematian dilaporkan antara 17% dan 32% pasien.
Abses otak paling sering berasal dari sisi infeksi bersebelahan yang ada
seperti otitis media kronis, mastoiditis, sinusitis, atau karies gigi tetapi juga dapat
terjadi langsung setelah penetrasi cedera kepala, prosedur bedah saraf atau secara
hematogen seperti pada anak-anak dengan penyakit sianotik jantung bawaan.
Dalam 25% kasus tidak ada sumber primer yang jelas dari timbulnya infeksi.
Awal diagnosis, terapi antibiotik yang tepat berdasarkan pengetahuan
tentang penyebab mikroba dan operasi merupakan faktor prognostik utama untuk
abses otak. Kultur negatif telah dilaporkan dari 9% menjadi 63% dalam
dokumentasi kasus abses otak dan alasan dalam kasus tersebut belum begitu jelas.
Meskipun abses otak terus menjadi masalah utama di negara berkembang,
diterbitkan sedikit data tentang jumlah kasus yang terbatas yang tersedia dari
negara berkembang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang
terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam
variasi bakteri dan protozoa.
2.2 Epidemiologi
Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling
sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu,
embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler
(terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis,
sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status
imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial. Patogenesis
abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15% kasus.
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika
saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak
masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini
sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko
kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi
yang mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection).
Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai
pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya
masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.
Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson
Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang
diperolehnya selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah
penderita laki-laki > perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia sekitar 3878 tahun dengan rate kematian 55%.
Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien
abses otak yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr
tengah,
sinusitis
(paranasal,
ethmoidalis,
sphenoidalis
dan
maxillaries).
Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari
infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia),
endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan
Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari
jaringan otak).6 Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak
absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri
media terutama lobus parietlis, atau cerebellum dan batang otak.
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik
seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid
yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses
otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis
tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus
pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia.
Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus
otak.
Infeksi
sinus
paranasal
dapat
menyebar
secara
retrograde
3. Faktor Lingkungan
Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke
arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.7
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi
meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO
yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama
menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus
parietalis biasanya terjadi secara hematogen.
2.5 Respon Imunologik pada Abses Otak.
Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke
susunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Kuman yang bersarang
di mastoid dapat menjalar ke otak perkuntinuitatum. Invasi hematogenik
melalui arteri intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung.
Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang dating melalui
lintasan hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain
barrier. Pada toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi
bertindak sebagai sawar khusus. Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan
hanya bakterimia saja, oleh karena jaringan otak yang sehat cukup resisten
terhadap infeksi. Kuman yang dimasukkan ke dalam otak secara langsung
pada binatang percobaan ternyata tidak membangkitkan abses sereebri/ abses
otak, kecuali apabila jumlah kumannya sangat besar atau sebelum inokulasi
intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu. Walaupun dalam banyak
hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia menghambat penetrasi
fagosit, antibody dan antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang
efektif dan juga tidak memiliki lintasan pembuangan limfatik untuk
pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka berbeda dengan proses
infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat virulen dan
destruktif.
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejalagejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala gejala peninggian
tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin
besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri
dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik
fokal.
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala
neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai
kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena
biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.
Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran
dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas
kontralateral dan hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan
anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis
relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala
fokal adalah gejala sensorimotorik.7 Abses serebelum biasanya berlokasi pada
satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor,
dismetri dan nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya
berasal hematogen dan berakibat fatal.
2.7 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik,
pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu
penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh,
mengingat keterlibatan infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat
perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat
kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan
diagnosisnya.
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status
mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks
patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan
meningen.
polos
kepala
memperlihatkan
tanda
peninggian
tekanan
diagnostik,
dikarenakan
sensitifitasnya
dapat
mencapai
90%
untuk
2.8 Penatalaksanaan
Terapi definitif untuk abses melibatkan :
1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat
mengancam jiwa
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat
dan pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang
memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat
digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole.
Jika terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan kepala, maka dapat
digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin
generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan
ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah tersedia. Pada abses terjadi akibat
trauma penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis dapat diterapi dengan
kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone dan
juga metronidazole. Monoterapi dengan meropenem yang terbukti baik
melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan
streptokokkus dan menjadi pilihana alternatif. Sementara itu pada abses yang
terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan
metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat
diterapi dengan vancomycin dan ceptazidine. Ketika otitis media, sinusitis,
atau mastoidits yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena
strepkokkus pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Ketika meningitis
citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan
sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan
terapi aminoglikosida. Pada pasien dengan immunocompromised digunakan
antibiotik yang berspektrum luas dan dipertimbangkan pula terapi
amphoterids.
Tabel 2.1 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak
Drug Dose
Cefotaxime (Claforan) 50-100
mg/KgBBt/Hari
Ceftriaxone (Rocephin)
50-100 mg/KgBBt/Hari
Metronidazole (Flagyl)
35-50 mg/KgBB/Hari
setiap 4 jam,
IV
Vancomycin
15 mg/KgBB/Hari
setiap 12 jam,
IV
2.9 Komplikasi
Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya
adalah:
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa Abses otak
2.10 Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara
signifikan berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI
DAFTAR PUSTAKA
1. Robert H. A. Haslam. Brain Abscess. In Nelson Textbook of Pediatrics 17th
ed. USA: WB Saunders. 2004. p: 2047-2048.
2. Robert H. A. Haslam. Neurologic Evaluation. In Nelson Textbook of
Pediatrics 17th ed. USA: WB Saunders. 2004. p:1973-1982.
3.
Dian Rakyat.