Anda di halaman 1dari 26

Pendahuluan

Meningkatnya usia harapan hidup yang didorong oleh keberhasilan pembangunan


nasional dan modernisasi serta globalisasi di Indonesia akan cenderung meningkatkan resiko
terjadinya penyakit vascular (penyakit jantung koroner, stroke, dan penyakit arteri perifer).
Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal
kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar
15,9% (umur 45-55 tahun), 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23.5% (umur >65 tahun). 1
Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk dimana 1,6% tidak berubah
dan 4,3% semakin memberat.2 Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dan
profil usia produktif dan usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan
usia di atas 65 tahun sebesar 33,5%. 3 Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut, yang
berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di
kemudian hari.4
Di satu sisi, modernisasi meningkatkan risiko stroke karena perubahan pola hidup,
sedangkan di sisi lain meningkatkan usian harapan hidup juga akan meingkatkan risiko
terjadinya stroke karena bertambahnya jumlah penduduk usia lanjut.
Prinsip dasar diagnosis stroke telah diketahui dengan jelas. Namun, penulusuran
factor risiko belum menjadi pedoman standar dalam pencegahan stroke selanjutnya. Oleh
karena itu, penelusuran faktor risiko pada pasien rawat dengan stroke harus diperhatikan.
Setiap pasien stroke yang pulang dari perawatan perlu diinformasikan mengenai faktor risiko
yang dimiliki, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan awal terhadap faktor risiko terhadap
kerabat dekat pasien.

Pembahasan
Anatomi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah
neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda.
Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total,
tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial
Otak diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges. Selaput meninges
terdiri dari 3 lapisan:
1

Lapisan duramater yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak dan bersifat tidak
kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang tengkorak. Berfungsi untuk
melindungi jaringan-jaringan yang halus dari otak dan medula spinalis.

Lapisan arakhnoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan terdiri dari lapisan
yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam lapisan ini disebut dengan ruang
subaraknoid dan memiliki cairan yang disebut cairan serebrospinal. Lapisan ini berfungsi
untuk melindungi otak dan medulla spinalis dari guncangan.

Lapisan piamater yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak dan melekat
langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki pembuluh darah. Berfungsi untuk
melindungi otak secara langsung.

Otak dibagi kedalam lima kelompok utama, yaitu :


1

Telensefalon (endbrain), terdiri atas:


Hemisfer serebri yang disusun oleh korteks serebri, system limbic, basal ganglia dimana
basal ganglia disusun oleh nucleus kaudatum, nucleus klaustrum dan amigdala.

Diensefalon (interbrain) yang terbagi menjadi epitalamus, thalamus, subtalamus, dan


hipotalamus.

Mesensefalon (midbrain) corpora quadrigemina yang memiliki dua kolikulus yaitu


kolikulus superior dan kolikulus inferior dan terdiri dari tegmentum yang terdiri dari
nucleus rubra dan substansia nigra

Metensefalon (afterbrain), pons dan medulla oblongata

Cerebellum

Kebutuhan

energi

oksigen

jaringan otak adalah


sangat

tinggi oleh karena

out aliran darah


ke otak harus

berjalan

lancar.

Adapun
pembuluh darah
yang
memperdarahi

otak

diantaranya adalah :
1

Arteri Karotis
Arteri

karotis

interna dan arteri

karotis eksterna bercabang dari arteri karotis komunis setinggi tulang rawan carotid.
Arteri karotis kiri langsung bercabang dari arkus aorta, tetapi arteri karotis komunis kanan
berasal dari arteri brakiosefalika. Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid,
lidah dan taring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteri meningea media,
memperdarahi struktur-struktur di daerah wajah dan mengirimkan satu cabang yang besar
ke daerah duramater. Arteri karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah
percabangannya yang dinamakan sinus karotikus. Dalam sinus karotikus terdapat ujungujung saraf khususnya berespon terhadap perubahan tekanan darah arteri, yang secara
reflex mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma
optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri media adalah lanjutan
langsung dari arteri karotis interna. Setelah masuk ke ruang subaraknoid dan sebelum
bercabang-cabang arteri karotis interna mempercabangkan arteri ophtalmica yang
memperdarahi orbita. Arteri serebri anterior menyuplai darah pada nucleus kaudatus,
putamen, bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum dan bagian-bagian lobus
frontalis dan parietalis.

Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis
dan frontalis. Arteri ini sumber darah utama girus presentralis dan postsentralis.
2

Arteri Vertebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subclavia sisi yang sama. Arteri
subclavia kanan merupakan cabang dari arteri inomata, sedangkan arteri subklavia kiri
merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui
foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri tersebut
bersatu membentuk arteri basilaris. Tugasnya mendarahi sebagian diensfalon, sebaian
lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus koklearis dan organ-organ vestibular.

Sirkulus Arteriosus Willisi


Arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris disatukan oleh pembuluhpembuluh darah anastomosis yaitu sirkulus arteriosus willisi.

Fisiologi
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari
otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai
area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area Wernicke atau pusat bicara sensoris,
sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta
batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ.

Otak dibagi menjadi beberapa bagian :


1

Cerebrum

Merupakan bagian otak yang memenuhi sebagian besar dari otak kita yaitu 7/8 dari
otak.

Mempunyai 2 bagian belahan otak yaitu otak besar belahan kiri yang berfungsi
mengatur kegaiatan organ tubuh bagian kanan. Kemudian otak besar belahan kanan
yang berfungsi mengatur kegiatan organ tubuh bagian kiri.

Bagian kortex cerebrum berwarna kelabu yang banyak mengandung badan sel saraf.
Sedangkan bagian medulla berwarna putih yang bayak mengandung dendrite dan
neurit. Bagian kortex dibagi menjadi 3 area yaitu area sensorik yang menerjemahkan
impuls menjadi sensasi. Kedua adalah area motorik yang berfungsi mengendalikan
koordinasi kegiatan otot rangka. Ketiga adalah area asosiasi yang berkaitasn dengan
ingatan, memori, kecedasan, nalar/logika, kemauan.

Mempunyai 4 macam lobus yaitu:

Lobus frontal berfungsi sebagai pusat penciuman, indera peraba

Lobus temporal berungsi sebagai pusat pendengaran

Lobus oksipetal berfungsi sebagai pusat pengliihatan

Lobus parietal berfungsi sebagai pusat ingatan, kecerdasan, memori, kemauan,


nalar, sikap

Mesencephalon

Merupakan bagian otak yang terletak di depan cerebellum dan jembatan varol.

Berfungsi sebagai pusat pengaturanan refleks mata, refleks penyempitan pupil mata
dan pendengaran.

Diencephalon

Merupakan bagia otak yang terletak dibagian atas dari batang otak dan di depan
mesencephalon.

Terdiri dari talamus yang berfungsi untuk pemancar bagi impuls yang sampai di otak
dan medulla spinalis.

Bagian yang kedua adalah hipotalamus yang berfungsi sebagai pusat pengaturan
suhu tubuh, selera makan dan keseimbangan cairan tubuh, rasalapar, sexualitas,
watak, emosi.

Cerebellum

Merupakan bagian otak yang terletak di bagian belakang otak besar. Berfungsi
sebagai pusat pengaturan koordinasi gerakan yang disadari dan keseimbangan tubuh
serta posisi tubuh.

Terdapat 2 bagian belahan yaitu belahan cerebellum bagian kiri dan belahan
cerebellum bagian kanan yang dihubungkan dengan jembatan varoli yang berfungsi
untuk menghantarkan impuls dari otot-otot belahan kiri dan kanan.

Medulla oblongata

Disebut juga dengan sumsum lanjutan atau penghubung atau batang otak.

Terletak langsung setelah otak dan menghubungkana dengan medulla spinalis, di


depan cerebellum.

Susunan kortexnya terdiri dari neeurit dan dendrite dengan warna putih dan bagian
medulla terdiri dari bdan sel saraf dengan warna kelabu.

Berfungsi sebagai pusat pengaturan ritme respirasi, denyut jantung, penyempitan dan
pelebaran pembuluh darah, tekanan darah, gerak alat pencernaan, menelan, batuk,
bersin,sendawa.

Medulla spinalis

Disebut denga sumsum tulang belakang dan terletak di dalam ruas-ruas tulang
belakang yaitu ruas tulang leher sampaia dengan tulang pinggang yang kedua.

Berfungsi sebagai pusat gerak refleks dan menghantarkan impuls dari organ ke otak
dan dari otak ke organ tubuh.

Definisi
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular
intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid
atau langsung ke dalam jaringan otak.5, 12
Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan.2 Sekitar
0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan meninggal
pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga
sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke
sebagai penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya.5
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana 1015% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral. Mortalitas dan
morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya
sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu,
ada sekitar 40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan
sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita
stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur
lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki
menunjukkan outcome yang lebih buruk.2
Sementara itu terdapat juga data stroke di indonesia berdasarkan penelitian potong
lintang multi senter di 28 rumah sakit dengan jumlah subjek sebanyak 2065 orang pada bulan
Oktober 1996 samapai bulan Maret 1997. Usia rata-rata stroke dari data 28 Rumah Sakit di
Indonesia adalah 58,8 tahun 13,3 tahun, dengan kisaran 18 95 tahun. Usia rata rata wanita
lebih tua dari pria. Usia kurang dari 45 tahun sebanyak 12,9%, dan lebih dari 65 tahun
sebanyak 35,8%. Dari data ini terlihat peningkatan kejadian stoke yang berkorelasi dengan
bertambahnya usia.
Selain itu penelitian tersebut juga meneliti tentang gejala dan tanda klinis yang sering
terjadi pasien stroke, antara lain:

a) Gangguan motorik sebesar 90,5%


b) Nyeri kepala 39,8%
c) Disartia 35,2%
d) Gangguan sensorik 22,3%
e) Muntah 22,3%
f) Disfasia 15,6%
g) Vertigo 9,5%
h) Tidak sadar 9,5%
i) Kejang 9%
j) Gangguan visual 3,8%
k) Gangguan keseimbangan 3,8%
l) Bruit/stenosis karotis 1%
m) Migren 0,4%
Sesuai dengan distribusi gejala dan tanda klinis tersebut, maka tampak bahwa hampir
seluruh penderita mengalami gangguan motorik. Walaupun kadang kadang ditemukan stroke
tanpa gangguan motorik.
Etiologi Stroke Hemoragik
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 6

Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)

Ruptur kantung aneurisma

Ruptur malformasi arteri dan vena

Trauma

Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.

Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.

Septik embolisme, myotik aneurisma

Penyakit inflamasi pada arteri dan vena

Amiloidosis arteri

Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan
acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

Faktor Resiko Stroke Hemoragik


Faktor risiko stroke terdiri dari :
1

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :


a Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap penambahan usia tiga
tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11 20 %. Orang yang berusia > 65
tahun memiliki risiko stroke sebesar 71 %, sedangkat usia 65 45 tahun memiliki
risiko 25 %, dan 4 % terjadi pada orang berusia < 45 tahun.
b Jenis Kelamin
Insiden stroke 1.25 kali lebih besar pada laki laki dibanding perempuan.
c Ras / Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke daripada orang kulit putih.
d

Hereditas
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah
mengalami stroke pada usia < 65 tahun, meningkatkan risiko stroke

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :


a

Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi meningkatkan
risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi tekanan darah
kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh
darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak
70% dari orang yang terserang stroke mempunyai tekanan darah tinggi.

Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi.
Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh
darah) yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke. risiko
terjadinya stroke pada penderita diabetes mellitus 3,39 kali dibandingkan dengan yang
tidak menderita diabetes mellitus.

Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium/atrial
fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya penggumpalan darah di jantung dan

dapat lepas hingga menyumbat pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit
jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung
juga memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium yang tidak diobati meningkatkan
risiko stroke 4 7 kali.
d

Transient Ischemic Attack (TIA)


Sekitar 1 dari seratus orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1 kali serangan
iskemik sesaat (TIA) seumur hidup mereka. Jika diobati dengan benar, sekitar 1/10
dari para pasien ini kemudian akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah
serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun setelah
serangan pertama. Risiko TIA untuk terkena stroke 35-60% dalam waktu lima tahun.

Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus.
Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas dapat meningkatkan
hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis yang semuanya akan meningkatkan
kemungkinan terkena serangan stroke.

Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor risiko, tingginya
kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit
jantung koroner. Kolesterol yang tinggi terutama Low Density Lipoprotein (LDL)
akan membentuk plak di dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh
darah baik di jantung maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl
meningkatkan risiko stroke 1,31 - 2,9 kali.

Merokok
Kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 4 kali. Merokok
menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh tubuh (termasuk yang ada
di otak dan jantung), sehingga merokok mendorong terjadinya aterosklerosis,
mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal.

Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh, sehingga
terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah,
dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lain lain. Konsumsi alkohol
berlebihan meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali.

Stres

Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat menyebabkan
depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis
berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke. Depresi
meningkatkan risiko terkena stroke sebesar 2 kali.
j

Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan akan
mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan dinding pembuluh
darah otak. Di samping itu, zat narkoba itu sendiri akan mempengaruhi metabolisme
tubuh, sehingga mudah terserang stroke.

Patogenesis Perdarahan Otak


Perdarahan otak merupakan penyebab stroke kedua terbanyak setelah infark otak,
yaitu 20 -30%

dari seuma stroke di Jepang dan Cina. Sedangkan di Asia Tenggara

(ASEAN), pada penelitian stroke oleh Miscbach (1997) menunjukkan stroke perdarahan
26%, teridiri dari lobus 10%, ganglionik 9%, serebelar 1%, batang otak 2% dan perdarahan
sub arakhnoid 4%.13
Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya aas perdarahan
intraserebral dan perdarahan subaraknoid. Sedangkan berdasarkan penyebab, perdarahan
intraserebral dibagi atas perdarahan intraserebral primer dan sekunder. 13
Perdarahan intraserebral primer (perdarahan intraserebral hipertensif) disebabkan oleh
hipertensif kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh
darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder (bukan hipertensif) terjadi antara lain akibat
anomali vaskuler kongenital, koagulopati, tumor otak, vaskulopati non hipertensif (amiloid
serebral), vaskulitis, moya-moya, post stroke iskemik, obat anti koagulan (fibrinolitik atau
simpatomimetik). Diperkirakan hampir 50% penyebab perdarahan intraserebral adalah
hipertensif kronik, 25% karena anomali kongenital, dan sisanya penyebab lain. 13
Pada perdarahan intrasereberal, pembuluh yang pecah terdapat di dalam otak atau
pada massa otak, sedangkan pada perdaraha subaraknoid, pembuluh yang pecah terdapat di
ruang subaraknoid, di sekitar sirkulus arteriosus Willisi. Pecahnya pembuluh darah
disebabkan oleh kerusakan dinding arteri (arteriosklerosis), atau karena kelainan kongenital
misalnya malformasi arteri vena, infeksi (sifilis), dan trauma. 13

Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (berry
aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini plaing sering terjadi di daerah subkortikal,
serebelum, pons dan batang otak. Perdarahan di daerah korteks lebih sering di sebabkan oleh
sebab lain misalnya tumor otak yang berdarah, malformasi pembuluh darah otak yang pecah.,
atau penyakit pada dinding pembuluh darah otak primer misalnya Congophilic angiopathy,
tetapi dapat juga akibat hipertensi maligna dengan frekuensi lebih kecil dari pada perdarahan
subkortikal. 13
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 400
mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa
hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol arteriol
dai cabang cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus (thalamo perforate
arteries) dan cabang paramedian arteria vertebro basilar mengalami perubahan degeneratif
yang sama. Kenaikan tekanan darah yang mendadak (abrupt) atau kenaikan dalam jumlah
yang sangat mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah. 13
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan
6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala
klinik. 13
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk
dan menyela di antara selaput akson massa putih dissecan splitting tanpa merusaknya. Pada
keadaan ini absorpsi darah akan diikuti oleh perbaikan fungsi fungsi neurologi. Sedangkan
pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan
yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen
magnum. 13
Kematian dapat disebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah
ke ventrikel otak terjadi pada 1/3 kasus perdarah otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
menyebabkan peninggian tekanan intrakranial yang menyebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak. 13
Elemen elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron neuron di daerah yang terkena darah

dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila
volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan
71% pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdaraha selebellar dengan volume 30
60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, tetapi volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal. 13
Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak menyebabkan
nekrosis. Akhir akhir ini ahli bedah saraf di Jepang berpendapat bahwa pada fase awal
perdarahan otak ekstravasasi tidak langsung menyebabkan nekrosis. Pada saat saat pertama,
mungkin darah hanya akan mendesak jaringan otak tanpa merusaknya, karena saat itu difusi
darah belum terjadi. Pada keadaan ini harus dipertimbangkan tindakan pembedahan untuk
mengeluarkan darah agar dapat dicegah gejala sisa yang lebih parah. Absorpsi darah terjadi
selama 3 4 minggu. Gejala klinik perdarahan mungkin lebih gawat apabila perdarahan
sangat luas.

13

Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid (SAH) relatif kecil jumlahnya (<0,01% dari populasi di
USA) sedangkan di ASEAN 4% dan di Indonesia 4,2%. Meskipun demikian angka mortalitas
dan disabilitas sangat tinggi hingga 80%.13
Peradarahan subaraknoid terjadi karena pecahnya aneurisme sakuler pada 80% kasus
non traumatik. Aneurisma sakuler ini merupakan proses degenerasi vaskuler yang didapat
(acquired) akibat proses hemodinamika pada bifurkatio pembuluh arteri otak. Terutama di
daerah sirkulus Willisi, yang sering di arteri komunikans anterior, arteri serebri media, arteri
serebri anterior, dan arteri komunikans posterior. 13
Penyebab lain adalah aneurisma fusiform / aterosklerosis pembuh arteri basilaris,
aneurisma mikotik dan traumatik selain AVM. Perdarahan ini dapat juga disebabkan oleh
trauma, arteritis, neoplasma, dan penggunaan kokain berlebihan. 13
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah ke
dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya aneurisma (50%),
pecahnya malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya
tidak diketahui.
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena
cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.[6]
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu,
ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh.

Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah
arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding
arteri itu.[6]
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah
hasil dari aneurisma kongenital.[7]
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.
Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya
diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup
jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.[6]
Gejala perdarahan ini sangat khas dengan nyeri kepala yang sangat hebat dan
mendadak pada saat awitan (onset) penyakit, dan muntah muntah. Darah yang masuk ke
ruang subaraknoid dapat menyebabkan komplikasi hidrosefalus karena gangguan absorpsi
cairan otak di granulatio Pacchioni. 13
Perdarahan subaraknoid sering bersifat residif selama 24 72 jam pertama, dan dapat
menimbulkan vasospasme serebral hebat disertai infark otak.13
Ditandai dengan perdarahan yang masuk ke dalam rongga subarachnoid. Onsetnya
sangat mendadak dan disertai nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran dan muntah.
Distribusi umur penderita ini umumnya terjadi pada usia muda dan lebih banyak pada wanita.
Pada 10-15% kasus penyebabnya tidak diketahui, Umumnya akibat rupture
aneurisma, kadang-kadang juga karena pecahnya malformasi arterivenosa, dan terapi
antikoagulan. Aneurisma biasanya berlokasi di sirkulus Willisi dan percabangannya. Bila
aneurisma pecah, darah segera mengisi ruang subarakhnoid atau merembes ke dalam
parenkim otak yang letaknya berdekatan.
Gejala klinis perdarahan subarachnoid berupa sakit kepala kronik akibat penekanan
aneurisma yang besar terhadap organ sekitar, akibat pecahnya aneurisma mendadak dirasakan
sakit kepala hebat, muntah dan penurunan kesadaran. Biasanya ditemukan rangsang
meningen positif berupa kaku kuduk akibat darah dalam likuor dan Kernigs sign, Perdarahan
subhialoid pada funduskopi, CSS gross hemorrhagic pada pungsi lumbal dan CT scan
menunjukkan adanya darah dalam rongga subarachnoid. Komplikasi berupa vasospasme
dapat terjadi > 48 jam setelah onset dengan akibat terjadinya infark otak dan deficit

neurologik fokal. Perdarahan ulang kadang-kadang terjadi dalam beberapa mingu setelah
kejadian pertama. Angka kematian cukup tinggi 30-70% dan tergantung beratnya penyakit
pada saat pertama kali muncul.
Gejala Klinis Stroke Hemoragik
Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi
biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.[2]
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kanan
terpotong, dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat,
sebuah sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan
memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan
pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.[2]
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi
batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea,
dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain:
ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,
hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang
mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia,
wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.[2]
A Perdarahan Intraserebral

Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba.

Di sekitar setengah dari jumlah

penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada
orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan
perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti
kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu
sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu
atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,

muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik
untuk menit.[8]
B Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan
pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:[8]

Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut
sakit kepala halilintar)

Sakit pada mata atau daerah fasial

Penglihatan ganda

Kehilangan penglihatan tepi

Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu
harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.[8]
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran
singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.
Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun,
merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin
menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. [8]
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi
lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala
terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. [2]
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: [2,8]

Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)

Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh

Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa


Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau

jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan
subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: [2,8]

Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid

dapat

membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal)
dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak,

peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan


gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan
dapat meningkatkan risiko koma dan kematian.
Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat

kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak.

Kemudian, jaringan otak tidak

mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.
Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan
kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu

stroke

iskemik,

seperti

sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau

memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.


Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam

seminggu.

Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik


Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis,
gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia,
disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi
secara mendadak. [1]
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan
Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien
stroke dengan perdarahan intraserebral.[9]
Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai
perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya keadaan
perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. [10]
Sistem grading yang dipakai antara lain:

Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage


Grade
I
II

Kriteria
Asimptomatik atau minimal sakit kepala atau leher kaku
Sakit kepala sedang hingga berat, kaku kuduk, tidak ada defisit

III
IV

neurologis
Mengantuk, kebingungan, atau gejala fokal ringan
Stupor, hemiparese sedang hingga berat, kadang ada gejala deselerasi

awal
Koma

WFNS SAH grade


WFNS grade
0
1
2
3
4
5

GCS Score

Major facial deficit

15
13-14
13-14
7-12
3-6

+
+ or + or -

Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya
aneurisma. [10]
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita
stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan
kadar serum glukosa.[2]
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah
langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.
Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi
komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non
kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan. [2]
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari
stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial
lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter
lebih dari 1 cm. [2]
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan
daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan. [2]
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk
memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki
kejadian signifikan dengan stroke. [2]
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk
memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem skoring yaitu
sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem
skoring yang sering digunakan antara lain.

Siriraj Hospital Score [11]


Versi orisinal:
= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan darah
diastolik) (0.99 x atheromal) 3.71.
Versi disederhanakan:
= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah diastolik)
(3 x atheroma) 12.
Kesadaran:
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah: tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
Pembacaan:
Skor > 1
: Perdarahan otak
< -1 : Infark otak
Sensivitas : Untuk perdarahan: 89.3%.
Untuk infark: 93.2%.
Ketepatan diagnostic : 90.3%.

Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis,


meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan subaraknoid,
hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic
Attack (TIA). [2]

Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a

stabilisasi jalan napas dan pernapasan

stabilisasi hemodinamik/sirkulasi

pemeriksaan awal fisik umum

pengendalian peninggian TIK

penanganan transformasi hemoragik

pengendalian kejang

pengendalian suhu tubuh

pemeriksaan penunjang

B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)


Terapi medik pada PIS akut:
a

Terapi hemostatik[1]
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor
VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi
yang normal.
Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek menguntungkan.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant,
tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.

b. Reversal of anticoagulation [1]


Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan
ginjal.

Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90g/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus
tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya
hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi
platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian
obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
Tidak dioperasi bila: [1]
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila: [1]
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.
B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid
1. Pedoman Tatalaksana[1]
a

Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):

Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
b

Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: [1]
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat
darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas
yang adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.

2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA[1]


a

Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun
kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.

Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada


keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya
vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.

Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.

Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture[1]


a

Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang


setelah rupture aneurisma pada PSA.

Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,
banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak
berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien
dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan

klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi
klinik khusus.
c

Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk


perdarahan ulang.

4. Antihipertensi[1]
a

Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).

Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari
90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.

Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.

Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.

Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan
deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi
neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi
neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan
mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul.
Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari
disabilitas permanen. [2]
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkat keparahan stroke dan lokasi serta ukuran
dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis
yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar
dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome
fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan

antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome
fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi. [2]

Pencegahan Stroke Hemoragik


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi
berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi
yang belum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1

Mengatur pola makan yang sehat

Melakukan olah raga yang teratur

Menghentikan rokok

Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat

Memelihara berat badan yang layak

Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi

Penanganan stres dan beristirahat yang cukup

Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat

Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor

risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya. [1]

Kesimpulan
Stroke dibagi menjadi dua, yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik
(iskemik) dimana morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat
pada stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Stroke hemoragik adalah stroke
yang

terjadi

apabila

lesi

vaskular

intraserebrum

mengalami

ruptur

sehingga

terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien. Terapi
stroke mencakup terapi non pembedahan dan pembedahan. Pencegahan pada stroke meliputi
pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya
memperbaiki gaya hidup dan mengatasi berbagai faktor risiko, pada pencehagan sekunder
yang dilakukan adalah pengendalian faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan
pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi.

DAFTAR PUSTAKA
1

Kelompok
Studi
Stroke
Perhimpunan
Dokter
Spesialis
Saraf
Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2 Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : September 26,
2016.
3 Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6th Ed.EGC,
Jakarta. 2006
4 Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
5 Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victors Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill:
New York.2005
6 Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York.
Thieme Stuttgart. 2000.
7 Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta,
2007.
8 MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Available at:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html. Access On: February 1,
2015.
9 Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh
dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.p
df/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html. Access On: September 26,
2016.
10 Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. Diunduh
dari:
http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@uuzQoKCrsA
AFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik%20M.doc?
nmid=88307927. Access On: September 26, 2016.
11 Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan
intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. Access On: September 26,
2016.

Anda mungkin juga menyukai