Dokter Pembimbing
:
dr. M. Rowi, Sp.S
Disusun Oleh :
Efbri Chauresia
Dalitan030.07.077
Noviajun Dwiputri
11.2014.270
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT SYARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI DAN UKRIDA
RUMAH SAKIT TNI AU DR. ESNAWAN ANTARIKSA
PERIODE 05 SEPTEMBER 08 OKTOBER 2016
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI DAN UKRIDA
Hari / Tanggal Presentasi Kasus :
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT TNI AU DR. ESNAWAN ANTARIKSA
Nama:
Tanda Tangan
: Tn. JT
Umur
: 37 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Status perkawinan
: Belum menikah
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
No CM
: 15.58.45
Dirawat di ruang
: Garuda
Tanggal masuk RS
: 05 September 2016
II. SUBJEKTIF
Autoanamnesis dan alloanamnesis, pada tanggal 13 September 2016 jam 13.00 WIB
Keluhan utama :
Lemas sejak 1 minggu SMRS.
Riwayat penyakit Sekarang :
Pasien datang ke UGD RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan lemas disertai demam
sejak 1 minggu SMRS. Demam tinggi pada perabaan, panas terus menerus, turun dengan obat
penurun panas namun tidak sampai normal lalu naik kembali, sebelumnya pernah mengalami
panas namun tidak terlalu tinggi. Muntah tidak ada. Kaki kanan pasien juga lemas dan tidak
bisa digerakkan. Menurut keluarganya pandangan pasien sering seperti kosong dan responnya
lambat atau lemot. Riwayat batuk-batuk lama dialami penderita (tetangga penderita menderita
batuk-batuk lama). Keringat malam juga dirasakan, bulan Agustus dan berobat ke Puskesmas
tetapi tidak kunjung sembuh. Diare lebih dari 1 bulan disangkal, pengobatan paru selama 6
bulan disangkal. Pasien juga mengeluh susah menelan. Riwayat sakit kepala dialami penderita
sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu, sakit pada bagian depan menjalar sampai ke tengkuk
hingga terasa tegang, seperti ditusuk tusuk, hilang timbul, sedikit membaik dengan istirahat.
Akhir-akhir ini penderita mengeluhkan hal yang sama namun lebih berat sampai penderita
berteriak kesakitan dan ingin muntah, tetapi muntah tidak terjadi.
Riwayat penyakit keluarga:
Hipertensi (+): bapak pasien, DM (+): ibu pasien, alergi (-), stroke (+): bapak pasien, penyakit
jantung (-), kejang (-)
Riwayat penyakit dahulu:
Hipertensi (-), DM (-), alergi (-), kejang (-), trauma (-), penyakit jantung (-), stroke (-)
Riwayat kebiasaan:
Merokok (+), alkohol (+), seks bebas (?), narkoba (?)
III. OBJEKTIF
1. Status presens (13 September 2016)
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS E4 M:6 V: 1 tidak bisa dinilai (tidak merespon)
TD
: 110/90 mmHg
Nadi
: 80 kali/menit
Pernafasan
: 20 kali/menit
Suhu
: 36.6 C
Kepala
: normosefali, simetris
Leher
Dada
Paru
Jantung
Perut
Kelamin
Ekstremitas
2. Status psikikus
Cara berpikir
Perasaan hati
Tingkah laku
Ingatan
Kecerdasan
3. Status neurologikus
a. Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk
2. Brudzinski I
3. Brudzinski II
4. Kernig
5. Laseque
b. Nervus Kranialis
i. N. I (Olfaktorius)
Subjektif
ii. N. II (Opticus)
kanan
kiri
baik
baik
kanan
kiri
Visus
Warna
Funduskopi
Lapang pandang
kiri
Ptosis
tidak ada
tidak ada
Pergerakan bulbus
Strabismus
(-)
(-)
Nistagmus
(-)
(-)
Eksoftalmus
(-)
(-)
Enoftalmus
(-)
(-)
Pupil - Besar
3 mm
3 mm
bulat, isokor
bulat, isokor
(+)
(+)
Melihat ganda
(-)
(-)
- Bentuk
N V.2 (Maksilaris)
N V.3 (Mandibularis)
Motorik
Refleks kornea
Menggigit
v. N.VII (Fascialis)
kanan
kiri
(+)
(+)
Mengerutkan dahi
(+)
(+)
Menutup mata
(+)
(+)
Mengembungkan pipi
(+)
(+)
Menyeringai
(+)
(+)
Gerakan involunter
-/-
-/-
kanan
kiri
Detik arloji
tidak dilakukan
Suara berisik
tidak dilakukan
Weber
tidak dilakukan
Rinne
tidak dilakukan
Refleks batuk
Refleks muntah
Posisi uvula
kanan
kiri
Mengangkat bahu
baik
baik
Memalingkan kepala
baik
baik
eutrofi
eutrofi
Tremor lidah
(-)
Fasikulasi
(-)
Atrofi
(-)
b. Pemeriksaan Motorik
1. Anggota gerak atas
a. Motorik
kanan
kiri
Pergerakan
Kekuatan
Tonus
normotonus
normotonus
Atrofi
(-)
(-)
kanan
kiri
Biceps
Triceps
Brachioradialis
Tromner-hoffman
(-)
(-)
kanan
kiri
Pergerakan
Kekuatan
Tonus
hipotonus
normotoni
Atrofi
(-)
(-)
kanan
kiri
b. Refleks
b. Refleks
Patella
Achilles
Babinski
(-)
(-)
Chaddock
(-)
(-)
Klonus kaki
(-)
(-)
b. Tes Romberg
Sistem Ekstrapiramidal
a. Tremor
: (-)
b. Khorea
: (-)
c. Balismus
: (-)
:-
:-
IV PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan Laboratorium (13 September 2016) :
Jenis
Hasil
Pemeriksaan
Darah Lengkap
Hb
11.3
Leukosit
Ht
Trombosit
Eritrosit
Hitung Jenis
Basofil
Eosinofil
Netrofil
Satuan
Nilai
Rujukan
Batang
Netrofil
65
26
5
28
%
25-40
%
2-8
mm/jam <15
0.7
mg/dl
<1.1
total
Bilirubin
0.1
mg/dl
<0.25
Segment
Limfosit
Monosit
LED
Kimia
Faal Hati
Biliribun
50-70
gr/dl
13.2-
mm3
17.3
3800-
34
%
254000 mm3
10600
40-52
150-
4.03
mm3
440rb
4.5-5.5
direk
Bilirubin
0.6
mg/dl
0.1-1.0
2
0
2
%
%
%
0-1
2-4
3-5
indirek
Faal Hati
SGOT
SGPT
75
60
u/l
u/l
10-50
10-50
4300
05 September 2016
IMMUNOLOGI
Anti HIV
Metode I
Reaktif
Metode II
Metode III
Non
Indeks
Reaktif
245.04
Reaktif
Non
Indeks
Reaktif
456.8
Reaktif
Non
Reaktif
Kesimpulan hasil Anti HIV: Reaktif
CD4
Absolut
CD4 %
410-
1590
31-60
b) Pemeriksaan Radiologi
i.
ii.
Foto Thoraks
Kesan: TB Paru
VI. RINGKASAN
Pasien datang ke UGD RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan lemas disertai
demam sejak 1 minggu SMRS. Demam tinggi pada perabaan, panas terus menerus Kaki
kanan pasien juga lemas dan tidak bisa digerakkan. Menurut keluarganya pandangan pasien
sering seperti kosong dan responnya lambat atau lemot. Riwayat batuk-batuk lama dialami
penderita Keringat malam juga dirasakan, bulan Agustus dan berobat ke Puskesmas tetapi
tidak kunjung sembuh Pasien juga mengeluh susah menelan. Riwayat sakit kepala dialami
penderita sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu, sakit pada bagian depan menjalar sampai ke
tengkuk hingga terasa tegang, seperti ditusuk tusuk, hilang timbul, sedikit membaik dengan
istirahat. Akhir-akhir ini penderita mengeluhkan hal yang sama namun lebih berat sampai
penderita berteriak kesakitan dan ingin muntah, tetapi muntah tidak terjadi. Merokok (+)
Alkohol (+).GCS E4 M:6 V: 1. TD 110/90. Nadi: 80. RR: 20. Suhu: 36.6. Rhonki +/+. Kaku
Kuduk (+). Motorik ekstremitas atas 5|5. Motorik ekstremitas bawah 1|5. Hasil Anti-HIV
reaktif dengan CD4 absolut= 9. Hasil CT-Scan kepala dengan kontras: Ensefalitis DD/
tuberkulosa di frontoparietal kanan dan occipitalis kanan, suspect ensefalitis di basal ganglia
kanan kiri. Hasil foto thoraks: TB Paru.
VII.
DIAGNOSIS
Diagnosis klinik
Diagnosis topik
: Meningoensefalitis
Diagnosis etiologik
: Tuberkulosis
DIAGNOSIS BANDING
- Ensefalitis Toksoplasma
VIII. PENATALAKSANAAN
1. IVFD Asering : NaCl 0.9% = 1:1
2. Rifampisin 1x450
3. INH 1x300
4. Ethambutol 1x1000
5. PZA 1x1000
6. Bactrim F 2x1
7. PCT 3x1
8. Phenytoin 3x1
9. Levofloxacyn 1x500
IX. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad malam
PEMBAHASAN
Diagnosis meningoensefalitis didapatkan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan penderita mengalami panas, penurunan
kesadaran. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa pada penderita meningoensefalitis
mengalami suatu gejala kombinasi dari gejala meningitis dan ensefalitis seperti panas dan
penurunan kesadaran. Diketahui penyebab tuberkulosis karena penderita memiliki riwayat batuk
batuk lama, keringat malam hari, dan memiliki riwayat kontak dengan penderita TB. Gejala
gejala yang dialami penderita telah terjadi sejak lama (kronis). Meningoensefalitis kronis dapat
disebabkan oleh berbagai macam penyebab, penyebab yang sering ditemukan adalah TB. Pada
pemeriksaan fisik penderita ditemukan adanya tanda rangsangan meningeal seperti kaku kuduk.
Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa pada meningitis akan ditemukan tanda rangsangan
meningeal yang disebabkan oleh peregangan membran yang membungkus otak dan korda
spinalis (meningen) yang terinflamasi. Pada hasil laboratorium penderita didapatkan peningkatan
LED. Menurut kepustakaan, LED sering meningkat pada TB namun LED yang normal tidak
menyingkirkan TB, namun pemeriksaan LED kurang spesifik sebagai indikator adanya TB.
Peradangan pada meningitis TB mengenai pembuluh darah sekitarnya yang kemudian ikut
meradang dan lapisan intima pembuluh darah akan mengalami degenerasi fibrinoid hialin. Hal
ini merangsang terjadinya proliferasi sel sel subendotel yang berakhir pada tersumbatnya lumen
pembuluh darah dan menyebabkan iskemia serebral. Pada penderita ini, gambaran CT scan
ditemukan lesi hiperdens yang menyangat kontras dengan perifocal edema di frontoparietalis
kanan.
Pada kasus meningitis TB, foto rontgen dada jarang ditemukan pembesaran hilus, adenopati dan
bayangan inflitrat. Gambaran radiologi dapat berkisar dari bayangan samar pada apeks sampai
adanya kalsifikasi. Pada penderita ini, didapatkan infiltrat retrocardial, kesan TB paru.
Namun gambaran CT scan kepala dan foto toraks saja belum bisa dijadikan pedoman untuk
menegakkan diagnosis TB, diagnosis TB ditegakkan dengan melakukan analisis cairan
serebrospinal dengan cara pungsi lumbal.
Penanganan darurat pada penderita ini adalah mencegah kerusakan neuron dengan
mempertahankan jalan napas dan pemberian oksigen saturasi 100%. Tindakan selanjutnya yang
harus kita lakukan adalah pemeriksaan tekanan darah dan pernafasan, pemeriksaan secara teratur
suhu tubuh, selanjutnya baru dilakukan anamnesa dan pemeriksaan neurologis. Obat anti epilepsi
jika terdapat kejang ada beberapa macam seperti golongan benzodiazepin, fenitoin/ fosfofenitoin,
barbiturat, propofol dan lain lain. Bila penderita kejang maka diberikan diazepam dan untuk
maintenance cukup diberikan fenitoin drips. Selanjutnya dimulai rencana pengobatan untuk TB,
yakni dengan menggunakan INH (isoniazid), rifampisin, pirazinamid, etambutol dan
streptomisin selama 2 bulan (fase intensif) dan 710 bulan selanjutnya diberikan rifampisin dan
isoniazid.
Jika penderita tersangka tuberkulosis mengalami sakit berat dengan sputum BTA 3x negatif dan
foto toraks tidak mungkin, maka dilakukan terapi dengan antibiotik untuk penyebab bakterial
dan ditambah dengan anti TB. Sesudah 34 minggu dilakukan pemeriksaan ulang sputum BTA,
bila positif maka diterapi sebagai tuberkulosis, namun jika negatif maka perlu dilihat
perkembangan penderita, jika penderita tidak membaik atau memburuk maka harus dicari
diagnosis lain, jika penderita membaik tapi keluhan menetap maka selesaikan terapi TB, jika
penderita menjadi sehat, hentikan pengobatan. Terapi awal antibiotik Ceftriaxone inj. 1x2 gr dan
Bactrim F 2x1 disertai dengan obat anti tuberkulosis. Dalam perjalanan penyakitnya penderita
mengalami perbaikan gejala (panas menurun, kejang tidak ada, jumlah leukosit yang menjadi
normal) sehingga pengobatan dengan anti tuberkulosis diselesaikan. Bactrim F juga bisa
diberikan sebagai profilaksis pada penderita HIV dengan CD4 sangat rendah.
Prognosis penderita tergantung pada usia, tahapan klinis, adanya defisit neurologis saraf kranial,
adanya SIADH, EEG abnormal, GCS saat penderita didiagnosis dan diterapi. Semakin lanjut
tahapan klinisnya, semakin buruk prognosisnya.
Sekitar 50% penderita dengan menigoensefalitis TB meninggal dan 15% masih bisa hidup
dengan gangguan neurologis yang permanen, sementara 35% sembuh dengan gejala sisa
neurologis yang minimal.