Anda di halaman 1dari 26

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / tanggal ujian / presentasi kasus : Rabu, 15 November 2017
SMF OBSTETRI
RUMAH SAKIT : RSUD Koja
Tanda tangan
Nama : Agnes Dua Nurak
NIM : 112016303
Dr pembimbing / penguji : dr. Nunki Febriastuti, SpOG …………………
Masuk Rumah Sakit : 4 November 2017, jam 19.00 WIB

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. A Jenis kelamin : Perempuan
Tempat / tanggal lahir/ umur : 29 – 9 – 1979/ 38 tahun Suku bangsa : -
Status perkawinan : Kawin Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SD
Alamat : Jl Papanggo 1c, No.40, RT 15, RW 03, Kelurahan G5 P4 A0
Papanggo, Kecamatan Tanjung Priok

Nama suami : Tn. K


Usia : 40 tahun
Pekerjaan : Supir
Alamat : Jl Papanggo 1c, No.40, RT 15, RW 03, Kelurahan Papanggo, Kecamatan
Tanjung Priok

A. ANAMNESIS
Diambil dari : auto/alloanamnesis , Tanggal: 8 – 11 - 2017 ; jam: 07.30
Keluhan utama : pusing dan pandangan kabur sejak sabtu pagi sebelum masuk rumah sakit.

1
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan pusing dan pandangan kabur sejak sabtu pagi sebelum masuk
rumah sakit. Pasien dibawah dari rujukan RSUK Tanjung Priok. Pasien mengatakan ini
kehamilan yang ke-5 dan tidak pernah keguguran. Kadang merasa sedikit mules, sedikit
keluar lendir dari jalan lahir. Pasien menyangkal keluarnya cairan yang banyak dari jalan
lahir. Pasien masih merasakan gerakan janin. Pada kehamilan ke empat, pasieni tidak dapat
berjalan karena kekurangan Kalium. Pasien mengatakan memiliki tekanan darah tinggi pada
kehamilan yang sekarang, pasien juga mengatakan sebelumnya pada anak ke tiga dan ke
empat memiliki tekanan darah tinggi saat waktu melahirkan. Riwayat hari pertama haid
terakhir pasien pada 25 Maret 2017 dan Taksiran Persalinan pada 2 Januari 2018. Pasien
haid pertama kali pada usia 12 tahun, selama ini siklus haid pasien 28 hari dan teratur, lama
haid 7 hari dengan jumlah darah haid setara 3 kali ganti pembalut setiap harinya. Tidak ada
nyeri haid dan keluhan lain yang dialami saat haid.
Pasien sudah menikah selama 14 tahun dan merupakan perkawinan yang pertama.
Selama kehamilan dan persalinan anak pertama sampai ke tiga tidak ada komplikasi yang
terjadi. Pada kehamilan ke empat , pasien mengalami kekurangan kalium. pasien melahirkan
anak pertama pada tahun 2004, anak ke dua tahun 2006, anak ke tiga tahun 2011 dan anak ke
empat tahun 2015. Ke empat anak lahir spontan pervaginam dan ditolong oleh bidan. Anak
pertama berjenis kelamin perempuan, dengan berat badan lahir 3745 gram dan panjang badan
lahir 49 cm. Anak ke dua berjenis kelamin laki-laki dengan berat badan lahir 3000 gram dan
panjang badan lahir 49 cm. Anak ke tiga berjenis kelamin laki-laki dengan berat badan lahir
3400 gram dan panjang badan lahir 47 cm. Anak ke empat berjenis kelamin perempuan
dengan berat badan lahir 2900 gram dan panjang badan lahir 49 cm. Kondisi pasien selama
dan beberapa hari setelah persalinan dalam keadaan sehat.
Pasien pernah mengalami mual dan muntah diawal kehamilannya namun hal tersebut
tidak terlalu menggangu aktivitasnya. Tidak ada riwayat alergi. BAB dan BAK selama
kehamilan normal.

Penyakit Dahulu
(-) cacar (-) malaria (-) batu ginjal/saluran kemih
(-) cacar air (-) disentri (-) burut ( hernia )
(-) difteri (-) hepatitis (-) batuk rejan
(-) tifus abdominalis (-) wasir (-) campak
(-) diabetes (-) sifilis (-) alergi

2
(-) tonsilitis (-) gonore (-) tumor
(+) hipertensi (-) penyakit pembuluh (-) demam rematik akut
(-) ulkus ventrikuli (-) pendarahan otak (-) pneumonia
(-) ulkus duodeni (-) psikosis (-) gastritis
(-) neurosis (-) tuberkulosis (-) batu empedu
Lain-lain : (-) operasi sinusitis (-) kecelakaan

Riwayat keluarga
Ada riwayat penyakit keturunan yaitu diabetes melitus.

Riwayat sosial:
Pasien merupakan lulusan SD dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien tidak
mengkonsumsi alkohol dan tidak memiliki kebiasaan merokok.

ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) bisul (-) rambut (-) keringat malam
(-) kuku (-) kuning / ikterus (-) sianosis (-) lain – lain
Haid
Haid terakhir : 25 Maret 2017 jumlah : 3 kali mengganti pembalut lama: 1 minggu
Menarche: 12 tahun siklus haid : Teratur , tidak nyeri
Taksiran partus : 2 Januari 2017
Kehamilan
Kehamilan ke: lima
Komplikasi kehamilan terdahulu : pada kehamilan ke 4 mengalami kekurangan kalium
Abortus : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
Persalinan
Persalinan ke I sampai ke 4: lahir normal pervaginam dibantu bidan, tanpa komplikasi.
Kontrasepsi
(-) pil KB (+) suntikan (-) IUD (-) susuk KB
(-) lain-lain Lamanya : kehamilan pertama sampai ke empat selama 3 bula
Saluran kemih / alat kelamin
(-) disuria (-) kencing nanah (-) stranguri

3
(-) kolik (-) poliuria (-) oliguria
(-) polakisuria (-) anuria (-) hematuria
(-) retensi urin (-) kencing batu (-) kencing menetes
(-) ngompol ( tidak disadari)
Ekstremitas
(+) bengkak (-) deformitas (-) nyeri
Berat badan
Berat badan sekarang (Kg) : 90 kg
Tetap (-)
Naik (+)
Turun (-)
Pendidikan
(+) SD (-) SLTP (-) SLTA
(-) Sekolah Kejuruan (-) Akademi (-) Universitas
(-) Kursus (-) Tidak Sekolah
Kesulitan
Keuangan : tidak/ ada
Pekerjaan : tidak / ada
Keluarga : tidak / ada
Lain – lain :-

B.PEMERIKSAAN JASMANI

4
Pemeriksaan umum
Tinggi badan : 150 cm
Berat badan : 90 kg
Tekanan darah : 200/100 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36° Celcius
Pernapasan (frekuensi dan tipe) : 20 x/menit, thorako abdominal/abdominotorakal
Keadaan gizi : buruk (obesitas)
Kesadaran : compos mentis
Sianosis : tidak ada
Edema umum : ada tidak
Habitus : asthenikus
Cara berjalan : baik, tidak pincang, tidak menyeret
Mobilisasi (aktif/pasif) : aktif
Aspek kejiwaan
Tingkah laku : wajar
Alam perasaan : biasa
Proses pikir : wajar
Kulit
Warna : coklat Efloresensi : tidak ada
Jaringan parut : tidak ada Pigmentasi : bagian atas simpisis
Pertumbuhan rambut : merata Pembuluh darah : tidak tampak menonjol
Suhu raba : normal Lembab/kering : kering
Keringat : umum (-) Turgor : baik
setempat (-) Ikterus : tidak ada
Lapisan lemak :tidak merata, normal Edema : ada
Lain-lain : -

5
Kelenjar getah bening
Submandibula: tidak membesar Leher: tidak membesar
Supraklavikula: tidak membesar Ketiak: tidak membesar
Lipat paha: tidak membesar
Dada
Bentuk: normal, tidak pectus excavatum, tidak pectus carinatum
Pembuluh darah: tidak ada pelebaran
Buah dada: simetris, membesar, puting susu menonjol, areola hiperpigmentasi
Paru-paru
Tidak dilakukan
Jantung
Tidak dilakukan
Perut
Inspeksi : buncit, striae gravidarum +
Palpasi :
TFU : 36 cm
His : 1 x 10’ x 15’’
Letak anak : memanjang
Letak punggung : punggung kiri
Turunnya kepala : belum masuk PAP
Auskultasi : Denyut jantuk anak :136 x/menit, Teratur
Genitalia
Inspeksi : bersih, berwarna livide
Colok Vagina :
Belum ada pembukaan, portio tebal lunak, ketuban intak, tidak ada penurunan kepala,
Tungkai dan Kaki
Luka : tidak ada
Varises : tidak ada
Edema : ada, pada ekstremitas atas dan bawah
Lain – lain : (-)

6
LABORATORIUM
Tanggal 4 November 2017; Jam: 18.30
1. Darah Rutin Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 14.9 g/dl 12.5 – 16.0
Jumlah Leukosit 13.060/Ul 4000-10500
Hematokrit 40.2% 37.0 – 47.0
Jumlah Trombosit 72000/uL 182.000-369.000
2. Hemostasis
PT 8.8 detik 9.9 – 11.8
APTT 34.1 detik 31.0 – 47.0
3. Elektrolit
Natrium (Na) 136 mEq/L 135 – 147
Kalium (K) 2.73 mEq/L 3.5 – 5.0
Klorida (Cl) 109 mE/L 96 – 108
4. Kimia Klinik
SGOT 65 U/L < 32
SGPT 11 U/L < 33
Ureum 21.8 mg/L 16.6 – 48.5
Kreatiinin 0.95 mg/L 0.51 – 0.95
Glukosa Sewaktu 86 mg/L 70 – 200
5. Serologi
Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif
6. Hepatitis Marker
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif
7. Urin Lengkap
Makroskopis : Warna Kuning Kuning pucat
Kekeruhan Keruh Jernih
Berat Jenis 1.000 1.002 – 1.035
Ph 8.0 4.6 – 8.0
Protein 3+ (-) Negatif
Glukosa (-) Nehatif (-) Negatif
Keton 2+ (-) Negatif

7
Bilirubin (-) Negatif (-) Negatif
Darah Samar 3+ (-) Negatif
Leukosait Esterase 1+ (-) Negatif
Nitrit 1+ (-) Negatif
Urobilinogen 1.0 EU 0.1 – 1.0
Mikroskopis : Leukosit 8 – 10/LPB < 10
Eritrosit 15 – 20/LPB <3
Silinder (-) Negatif (-) Negatif
Sel Epitel 2+
Kristal (-) Negatif (-) Negatif
Bakteria 1+ (-) Negatif
Jamur (-) Negatif (-) Negatif

- Tanggal 5 November 2017 Jam 15.50


1. Darah Rutin Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 12.6 g/dL 12.5 – 16.0
Jumlah Leukosit 7.780/uL 4.000 – 10.500
Hematokrit 34.5% 37.0 – 47.0
Jumlah Trombosit 73.000 182.000 – 369.000
2. Hemostasis
PT 8.7 detik 9.9 – 11.8
APTT 31.7 detik 31.0 – 47.0

- Tanggal 6 November 2017 Jam 01.26


Darah Rutin Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 13.400 g/dl 12.5 – 16.0
Jumlah Leukosit 14.7800/uL 4.000 – 10.500
Hematokrit 36.3% 37.0 – 47.0
Jumlah Trombosit 96.000/uL 182.000 – 369.000

Pemeriksaan penunjang :
Cardiotocography (CTG) janin

8
RINGKASAN (RESUME)
Ny. A G5P4A0 merasa hamil 33 minggu datang dari rujukan RSUK Tanjung Priok
dengan keluhan pusing dan pandangan kabur sejak sabtu pagi sebelum masuk rumah sakit.
Kadang merasa mules, sedikit keluar lendir dari jalan lahir. Pasien menyangkal keluarnya
cairan yang banyak dari jalan lahir. Pasien masih merasakan gerakan janin. Pada kehamilan
ke empat, os mengalami tidak dapat berjalan karena kekurangan hipokalemia. Pasien
mengatakan memiliki tekanan darah tinggi pada kehamilan ini,pasien juga mengatakan
sebelumnya pada anak ke tiga dan ke empat memiliki tekanan darah tinggi saat waktu
melahirkan. HPHT 25 – 03 – 2017.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien dalam kondisi sakit sedang dengan kesadaran
compos mentis. Tanda vital menunjukkan adanya hipertensi. Terdapat udem pada
ekstremitas. Abdomen tampak cembung dengan TFU 36 cm, HIS (+), DJJ 130x/menit
reguler. Pemeriksaan Leopold ditemukan letak kepala, puki. Pemeriksaan dalam menunjukan
belum ada pembukaan, portio tebal lunak, ketuban (+) dan tidak ada penurunan kepala.
Pada pemeriksaan hematologi terdapat peningkatan leukosit dan hematokrit, penurunan
trombosit, kadar SGOT meningkat, penurunan Kalium dan peningkatan Klorida serta faktor
pembekuan darah menurun. Pemeriksaan urin menunjukkan adanya proteinuria 3+, ketonuria
2+, darah samar 3+, leukosit esterase dan nitrit 1+, sel epitel 2+ dan bakteria 1+.

Diagnosis kerja dan dasar diagnosis


1. Diagnosis kerja : G5P4A0 gravida 33 minggu, janin tunggal, hidup, letak normal,
punggung kiri, belum inpartu, dengan PEB, HELLP Syndrom, Hipokalemia dan Obesitas
2. Dasar diagnosis :
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium
PENATALAKSANAAN

Rencana Diagnostik:
 Observasi tanda vital, keadaan umum, dan dan jumlah urin.
 Observasi DJJ
Rencana Terapi:

9
 MgSO4 40% 10 cc per IM
 Drip MgSO4 20% 10 gr dilarutkan dalam RL 500 cc, 20gtt/menit
 Pasang dwelling cathether

Rencana Pengelolaan :
1. Informasikan kepada keluarga dan pasien tentang keadaan pasien dan komplikasinya.
2. Intervensi informed consent untuk tindakan terminasi kehamilan

Prognosis
Ibu: Buruk
Bayi: Buruk

Dasar Diagnosis :
Pada kasus ini, pasien masuk ke dalam definisi dan kriteria dari preeklampsia dimana
preeklampsia merupakan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria.
Penegakan Diagnosis
Pada kasus ini pasien masuk ke dalam definisi dan kriteria dari preeklampsi dimana
preeklampsia merupakan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu disertai dengan
proteunuria.
Kriteria minimum :
- tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu
- proteinuri ≥ 300mg/24 jam atau+1
Kriteria tambahan
- tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
- proteinuria 2,0 gr/24 jam atau ≥ +2
- Trombosit < 100.000 mm3
- Mikroangiopati hemolisis (peningkatan LDH)
- Sakit kepala yang menetap atau gangguan serebral atau penglihatan
- Nyeri ulu hati tetap
Preeklamsia merupakan sindroma spesifik dalam kehamilan akibat berkurangnya
perfusi organ sekunder terhadap vasospasme dan aktivasi endothelial. Proteinuria merupakan
tanda penting pada preeklamsi.

10
Proteinuria > 300 mg/24 jam atau persistent 30 mg/dl (+1 dipstick) pada urin random.
Proteinuria +2 atau lebih atau protein dalam urin 24 jam 2 gr atau lebih adalah preeklamsi
berat, dimana filtrasi glomerulus terganggu dan kreatinin meningkat.
Nyeri epigastrium/kuadran kanan atas : akibat nekrosis hepatoseluler, iskemia dan
edema karena regangan kapsul Glisson’s. Sering disertai meningkatnya enzim liver dan
merupakan tanda untuk terminasi kehamilan. Nyeri akibat infark/perdarahan sama seperti
karena ruptur hematoma subkapsuler. Ruptur hepar jarang dan sering berhubungan dengan
hipertensi pada orang yang lebih tua dan multipara.
Trombositopeni, merupakan tanda memburuknya preeklamsi akibat aktivitas platelet
dan agregasi dan hemolisis mikroangiopati akibat vasospame hebat. Gross hemolisis 
hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbilirubinemia merupakan tanda beratnya penyakit.
Pada preeklampsia dapat terjadi perubahan-perubahan fungsi organ seperti yang
terjadi pada kasus ini, yaitu seperti:

Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada satu
atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina yang nyata
dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang
ringan adalah preeklampsia yang ringan. Pada preeklampsia jarang terjadi ablasio retina yang
disebabkan edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan. Ablasio
retina ini biasanya disertai kehilangan penglihatan Selama periode 14 tahun, ditemukan 15
wanita dengan preeklampsia berat dan eklampsia yang mengalami kebutaan yang
dikemukakan oleh Cunningham (1995) dalam Cunningham (2005).1
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang
menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah
dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.

Hati
Pada preeklampsia berat terkadang terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar,
termasuk perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar aspartat
aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum disebabkan oleh
fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta.
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar kemungkinan besar
penyebab terjadinya peningkatan enzim hati dalam serum. Perdarahan pada lesi ini dapat

11
menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul hepar dan membentuk
hematom subkapsular.1
Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus meningkat cukup
besar. Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus menurun. Lesi
karakteristik dari preeklampsia, glomeruloendoteliosis, adalah pembengkakan dari kapiler
endotel glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal Konsentrasi
asam urat plasma biasanya meningkat, terutama pada wanita dengan penyakit berat.1 Pada
sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju
filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma sehingga kadar
kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan kadar normal selama hamil
(sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus preeklampsia berat, keterlibatan ginjal
menonjol dan kreatinin plasma dapat meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak
hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl.1 Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan
Filtrasi yang menurun hingga 50% dari normal dapat menyebabkan diuresis turun, bahkan
pada keadaan yang berat dapat menyebabkan oligouria ataupun anuria.1,3,4
Untuk mendiagnosis preeklampsia atau eklampsia harus terdapat proteinuria. Namun,
karena proteinuria muncul belakangan, sebagian wanita mungkin sudah melahirkan sebelum
gejala ini dijumpai. Meyer (1994) menekankan bahwa yang diukur adalah ekskresi urin 24
jam. Mereka mendapatkan bahwa proteinuria +1 atau lebih dengan dipstick memperkirakan
minimal terdapat 300 mg protein per 24 jam pada 92 % kasus. Sebaliknya, proteinuria yang
samar (trace) atau negatif memiliki nilai prediktif negatif hanya 34 % pada wanita hipertensif.
Kadar dipstick urin +3 atau +4 hanya bersifat prediktif positif untuk preeklampsia berat pada
36 % kasus.1
Seperti pada glomerulopati lainnya, terjadi peningkatan permeabilitas terhadap
sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi. Maka ekskresi protein albumin juga
disertai protein-protein lainnya seperti hemoglobin, globulin dan transferin. Biasanya
molekul-molekul besar ini tidak difiltrasi oleh glomerulus dan kemunculan zat-zat ini dalam
urin mengisyaratkan terjadinya proses glomerulopati. Sebagian protein yang lebih kecil yang
biasa difiltrasi kemudian direabsorpsi juga terdeteksi di dalam urin.1,2
Plasenta dan Uterus
Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada
hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu dan pada hipertensi yang singkat
dapat terjadi gawat janin hingga kematian janin akibat kurangnya oksigenisasi untuk janin.

12
Kenaikan tonus dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering terjadi
pada preeklampsia. Hal ini menyebabkan sering terjadinya partus prematurus pada pasien
preeklampsia.2,3
Pada pasien preeklampsia terjadi dua masalah, yaitu arteri spiralis di miometrium gagal
untuk tidak dapat mempertahankan struktur muskuloelastisitasnya dan atheroma akut
berkembang pada segmen miometrium dari arteri spiralis. Atheroma akut adalah nekrosis
arteriopati pada ujung-ujung plasenta yang mirip dengan lesi pada hipertensi malignan.
Atheroma akut juga dapat menyebabkan penyempitan kaliber dari lumen vaskular. Lesi ini
dapat menjadi pengangkatan lengkap dari pembuluh darah yang bertanggung jawab terhadap
terjadinya infark plasenta (Pernoll, 1987).

Preeklampsia berat dapat dibagi dalam dua kategori yaitu :4


a. Preeklampsia berat tanpa Impending Eklampsia
b. Preeklampsia berat dengan Impending Eklampsia, dengan gejala-gejala Impending
yaitu : nyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri epigastrium dan nyeri
kuadran kanan atas abdomen, tekanan darah meningkat progresif.

Tatalaksana :2,4
 Monitoring selama di rumah sakit
Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda klinik
berupa nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium dan kenaikan cepat berat badan.
Selain itu perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria,
pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan USG.

 Monitoring perawatan preeklampsia berat


Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawat preeklampsia ringan, dibagi
menjadi dua unsur :

Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinali


 Pasien preeklampsia berat harus segera masuk RS untuk rawat inap dan dianjurkan
tirah baring miring ke satu sisi ( kiri ). Perawatan yang penting pada preeklampsia
berat ialah pengelolaan cairan karena pasien preeklampsia dan eklampsia mengalami
risiko tinggi umtuk terjadinya edema paru dan oliguria yang disebabkan oleh
hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik
koloid.

13
Bila terjadi tanda-tanda edema paru segera lakukam tindakan koreksi. Cairan yang
diberikan dapat berupa :

a. 5% Ringer-dextrose atau caiaran garam faal jumah tetesan tetesan <125


cc/jam atau
b. Infus dextrose 5% yang tiap 1 liternya diseingi dengan infus Ringer laktat
(60-125cc/jam) 500 cc.
Dipasang Foley cateter untuk mengukur pengeluaran urine.Oliguria terjadi bila
produksi urin <30cc/jam dalam 2-3 jam atau <500cc/24 jam. Diberikan antasida
untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.

 Pemberian obat antikejang2


o MgSO4
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin.
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi
neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium
sulfat, magnesium menggeser kalsium sehingga aliran rangsangan tidak terjadi.
Kadar kalsium dalam darah yang tinggi dapat menghambat kerja magnesium
sulfat.
Cara pemberian :
 Loading dose, initial dose
4 gram MgSO4 (40% dalam 10cc) diberikan secara i.v. 15 menit.
 Maintenance dose
Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam atau diberikan 4 atau 5
gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan MgSO4 4 gram i.m tiap 4-6
jam.
 Syarat – syarat pemberian MgSO4
1. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10 % ( 1 gram
dalam 10 cc ) diberikan i.v. dalam waktu 3 – 5 menit
2. Refleks patella ( + ) kuat
3. Frekuensi pernafasan ≥ 16 kali per menit
 Syarat-syarat penghentian MgSO4
14
1. Ada tanda – tanda intoksikasi
2. Setelah 24 jam pasca salin atau 24 jam setelah kejang terakhir
3. Dalam 6 jam pasca salin sudah terjadi perbaikan tekanan darah
(normotensif)
o Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4 maka berikan salah satu obat
berikut : tiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam atau fenitoin.
o Diuretikum tidak diberikan rutin kecuali bila ada edema paru-paru, payah
hantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.
o Pemberian antihipertensi
 Antihipertensi lini pertama
Nifedipine 10-20 mg per oral, di ulangi setelah 30 menit maksimum 120
mg dalam 24 jam
 Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside 0,25 µg i.v./kg/menit infus ditingkatkan 0,25 µg
i.v./kg/5 menit
Diazokside 30-60 mg i.v/5 menit atau i.v.infus 10mg/menit/dititrasi
 Antihipertensi sedang dalam penelitian
Calcium channel blockers : isradipin, nimodipin
o Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan
ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga
diberikan pada sindrom HELLP.

Sikap terhadap kehamilannya


Berdasarkan Williams Obstetrics ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan
gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan maka sikap terhadap kehamilannya dibagi
menjadi :1
1. Aktif ( aggresavie management ) berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Indikasi perawatan aktif yaitu :
 Ibu
o umur kehamilan > 37 minggu
o adanya tanda-tanda impending eclampsia

15
o kegagalan terapi pada perawatan konservatif yaitu keadaan klinik dan
laboratoruum memburuk
o diduga terjadi solusio plasenta
o timbul onset persalinan ketuban peca atau perdarahan
 Janin
o Adanya tanda-tanda fetal distress
o Adanya tanda-tanda intra uterine grouth restriction ( IUGR )
o Terjadinya oligohidroamnion
 Laboratorium
o Adanya tada-tanda sindrom HELLP khusunya menurunnya trombosit dengan
cepat
o Cara mengakhiri kehamilan dilakukan berdasar keadaan obstetrik pada waktu
itu apakah sudah inpartu atau belum.
Seluruh wanita pada usia kehamilan 40 minggu dengan preeklamsi ringan harus
diakhiri kehamilannya. Pada usia kehamilan 38 minggu dengan preeklamsi ringan dan
serviks matang dapat dilakukan induksi persalinan. Pada usia kehamilan 32-34 minggu
dengan preeklamsi berat harus dipertimbangkan untuk terminasi dengan sebelumnya
diberikan kortikosteroid. Pada ibu dengan usia kehamilan 23-32 minggu dengan
preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda untuk mengurangi angka kesakitan dan
kematian perinatal. Bila usia kehamilan kurang dari 23 minggu, disarankan untuk
dilakukan terminasi.
Cara terminasi kehamilan belum inpartu :1
1. Induksi persalinan
Persalinan dapat dilakukan terlebih dahulu dengan melakukan induksi
persalinan dengan menggunakan prostaglandin, sintosinon atau dengan amniotomi
(pemecahan kulit ketuban).
Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses persalinan.
(dari tidak ada tanda-tanda persalinan, distimulasi menjadi ada). Bedakan dengan
akselerasi persalinan yang merupakan suatu upaya mempercepat proses persalinan,
sudah ada tanda-tanda persalinan, namun kemajuannya lambat, sehingga
diakselerasi menjadi cepat.
Indikasi pokok untuk induksi persalinan:
1. Untuk janin yang masih dalam kandungan, pertimbangannya adalah kondisi

16
ekstrauterin akan lebih baik daripada intrauterin, atau kondisi intrauterin
lebih tidak baik atau mungkin membahayakan.
2. Untuk ibu, pertimbangannya adalah menghindari / mencegah / mengatasi
rasa sakit atau masalah lain yang dapat membahayakan nyawa ibu.
2. Seksio sesarea
Operasi seksio caesarea bukan merupakan indikasi pada kasus pre-eklampsia dan
eklampsia. Seksio hanya dilakukan jika terdapat kontraindikasi persalinan
pervaginam atau jika terdapat kegagalan dalam induksi persalinan serta adanya
indikasi obstetrik tambahan.12
Indikasi dilakukannya operasi Caesar adalah :
1. Indikasi ibu
a. CPD
b. Bekas luka, atresia atau stenosis traktus genitalis
c. Neoplasma
d. Gagal dalam kemajuan perrsalinan
e. Operasi Caesar sebelumnya sudah 2 kali dilakukan
f. Histerektomi
g. Miomektomi ekstensif
h. Dalam beberapa kasus dengan jahitan serviks atau repair pada
pasien yang inkompeten
i. Hemorargik antepartum (placenta previa)
j. Gagal induksi
2. Indikasi bayi
a. Fetal distress
c. Riwayat obstetrik
d. Prolaps tali pusat
e. Insufisiensi plasenta, IUGR, lebih bulan dan ketika telah diinduksi
gagal
f. Ibu dengan DM dan ketika diinduksi gagal
g. Inkomptabiliti Rh-ketika induksi gagal dan persalinan pervaginam
susah dilaksanakan dan untuk kasus sisa janin
h. Caesaria postmortem- biasanya jarang berhasil
i. Infeksi herpes tipe II dengan membrane yang intak
j. Malpresentasi dan malposisi

17
k. Presentasi kaki
3. Lain-lain
a. Primitua
b. Operasi sukses untuk kasus fistula vesikovaginal dan stress
inkontinensia
c. Anomali uterus kongenital
d. Gagal persalinan dengan alat
2. Konservatif
Indikasinya adalah bila kehamilan preterm < 37 minggu tanpa disertai tanda-
tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik. Selama perawatan
konservatif, sikap terhadap kehamilannya hanya observasi dan evaluasi sama
seperti perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri.
Pengelolaan preeklampsia dapat berupa pengobatan jalan dan di Rumah Sakit.
Pengobatan jalan hanya mempunyai tempat kalau preeklampsia ringan sekali
misalnya kalau tensi kurang dari 140/90 mmHg dan edema serta proteinuria
tidak ada atau ringan sekali. Anjuran diberikan pada pasien semacam ini adalah:
 Istirahat sebanyak mungkin di rumah
 Penggunaan garam dikurangi
 Pemeriksaan kehamilan harus 2 kali seminggu
 Dapat juga diberikan sedativa dan obat-obat antihipertensi
 Mengetahui tanda-tanda bahaya
Pengobatan di Rumah Sakit indikasinya ialah :
 Tensi 140/90 atau lebih
 Proteinuria positif kuat ( ++ )
 Tambah berat 1½ kg atau lebih dalam seminggu
Selanjutnya perawatan dan pengobatan dilakukan sebagai berikut :
 Istirahat rebah dalam kamar yang tenang dan tidak silau
 Makanan yang sedikit mengandung garam (3 Gram sehari); protein harus
cukup
 Cairan yang diberikan ± 3000 cc
 Berikan sedasi kuat selama 24 jam untuk mencegah kejang-kejang, misalnya
dengan menyuntikkan morphine 20 mg disusul dengan barbiturat (luminal
sodium 100 mg tiap 6 jam), walau tindakan ini sudah ditinggalkan karena
ikut menimbulkan efek sedasi pada janin.

18
Pengelolaan Obstetrik1
1. Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan USG untuk
memantau kesejahteraan janin7 , pemeriksaan air ketuban dengan amniocentesis dan
amnioskopi (dilakukan setelah minggu ke 32 diilangi tiap 2 hari, cephalometri
mengukur diameter biparietalis sehingga induksi persalinan pada anak yang terlalu
kecil dapat dihindarkan ( >9 cm), kardiografi, dan penentuan estrogen dalam urine6
2. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia
ringan selambat-lambatnya dalam waktu 24jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada
perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medokamentosa dan
harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-
gejala atau tanda-tanda preeklampsia ringan.
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Berikut adalah beberapa komplikasi yang
ditimbulkan pada pre-eklampsia berat dan eklampsia :1,4
o Solutio Plasenta, Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan
lebih sering terjadi pada pre-eklampsia.
o Hipofibrinogemia, Kadar fibrin dalam darah yang menurun.
o Hemolisis, Penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan plasma
darah yang tidak berwarna menjadi merah.
o Perdarahan Otak Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia
o Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung
selama seminggu.
o Edema paru, pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit jantung.
o Nekrosis hati, nekrosis periportan pada pre-eklampsia, eklamsi merupakan akibat
vasopasmus anterior umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia.
o Sindrome Hellp, Hemolysis, elevated liver enymes dan low platelete.
o Kelainan ginjal, kelainan berupa endoklrosis glomerulus, yaitu pembengkakkan
sitoplasma sel endotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan struktur lain, kelainan lain
yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
o Komplikasi lain, lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat kejang
kejang preumania aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular Coogulation)
o Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uteri.

19
Pada pasien di kasus terjadi kondisi yang dinamakan HELLP syndrome, dimana
merupakan kumpulan tanda dan gejala : H untuk Hemolysis, EL untuk Elevated Liver
Enzymes, dan LP untuk Low Platelets.4
Sindrom HELLP terjadi pada 2-12% kehamilan. Sebagai perbandingan, preeklampsi
terjadi pada 5-7% kehamilan. Superimposed sindrom HELLP berkembang dari 4-12% wanita
preeklampsi atau eklampsi. Tanpa preeklampsi, diagnosis sindrom ini sering terlambat.
Sindrom HELLP dapat timbul pada masa postpartum. Sibai melaporkan dalam penelitian 304
pasien sindrom HELLP, 95 pasien (31%) hanya bermanifestasi saat postpartum. Pada
kelompok ini, saat terjadinya berkisar dari beberapa jam sampai 6 hari, sebagian besar dalam
48 jam postpartum. Selanjutnya 75 pasien (79%) menderita preeklampsi sebelum persalinan,
20 pasien (21%) tidak menderita preeklampsi baik antepartum maupun postpartum.4
Faktor risiko sindrom HELLP berbeda dengan preeklampsi (Tabel 1). Dalam laporan
Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih tua (rata-rata umur 25
tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19
tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit putih dan multipara.
Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun pada 11% pasien
muncul pada umur kehamilan <27 minggu, pada masa antepartum sekitar 69% pasien dan
pada masa postpartum sekitar 31%. Pada masa post partum, saat terjadinya khas, dalam
waktu 48 jam pertama post partum.

Sindroma HELLP merupakan salah satu keadaan preeklampsia yang memburuk


yang dapat didiagnosis dengan parameter laboratorium, sementara proses kerusakan
endotel juga terjadi diseluruh sistem tubuh, karenanya diperlukan suatu parameter yang
lebih dini dimana preeklampsia belum sampai menjadi perburukan, dan dapat
ditatalaksana lebih awal yang akan menurunkan terutama morbiditas dan mortalitas ibu,
dan mendapatkan janin se-viable mungkin.4
Pada pemeriksaan darah tepi terdapat bukti-bukti hemolisis dengan adanya
kerusakan sel eritrosit, antara lain burr cells, helmet cells. Hemolisis ini mengakibatkan
20
peningkatan kadar bilirubin dan lactate dehydrogenase (LDH). Disfungsi hepar di-
refleksikan dari peningkatan enzim hepar yaitu Aspartate transaminase (AST/GOT),
Alanin Transaminase (ALT/GPT), dan juga peningkatan LDH. Semakin lanjut proses
kerusakan yang terjadi, terdapat gangguan koagulasi dan hemostasis darah dengan
ketidak normalan protrombin time, partial tromboplastin time, fibrinogen, bila keadaan
semakin parah dimana trombosit sampai dibawah 50.000 /ml biasanya akan didapatkan
hasil-hasil degradasi fibrin dan aktivasi antitrombin III yang mengarah terjadinya
Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC). Insidens DIC pada sindroma hellp 4-
38%.4,5
Tiga kelainan utama pada sindrorn HELLP berupa hemolisis, peningkatan kadar
enzim hati dan jumlah trombosit yang rendah. Banyak penulis mendukung nilai laktat
dehidrogenase (LDH) dan bilirubin agar diperhitungkan dalam mendiagnosis hemolisis.
4,6

1. Hemolisis
 Kelainan apusan darah tepi
 Total bilirubin > 1,2 mg/dl
 Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
2. Peningkatan fungsi hati
 Serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L
 Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L
3. Jumlah trombosit yang rendah
 Hitung trombosit < 100.000/mm
Berdasarkan kadar trombosit darah, maka sindroma HELLP diklasifikasikan dengan
nama “ klasifikasi Mississippi “
CLASS DESCRIPTION
Kelas I Kadar trombosit ≤ 50.000/ml
LDH ≥600 IU/l
AST dan atau ALT ≥40IU/l
Kelas II Kadar trombosit antara >50.000 ≤100.000/mm
LDH ≥600 IU/l
AST dan atau ALT ≥40IU/l
Kelas III Kadar trombosit antara >100.000 ≤150.000/mm
LDH ≥600IU/l
AST dan atau ALT ≥40IU/l

21
Klasifikasi ini telah digunakan dalam memprediksi kecepatan pemulihan penyakit pada
post partum, keluaran maternal dan perinatal.Sindrom HELLP kelas I berisiko morbiditas
dan mortalitas ibu lebih tinggi dibandingkan pasien kelas II dan kelas III.

GEJALA KLINIS
Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri epigastrium
diperkirakan akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh deposit
fibrin intravaskuler. Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan peningkatan berat
badan yang bermakna dengan udem menyeluruh. Hal yang penting adalah bahwa
hipertensi berat (sistolik160 mmHg, diastolic 110 mmHg) tidak selalu ditemukan.
Walaupun 66% dari 112 pasien pada penelitian Sibai dkk (1986) mempunyai tekanan
darah diastolic 110 mmHg, 14,5% bertekanan darah diastolic 90 mmHg.4,6

PENATALAKSANAAN
Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier dan
pada penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsi. Prioritas pertama
adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan pembekuan darah.
Pasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah kejang,
baik dengan atau tanpa hipertensi. Bolus 4-6 g MgSO4 20% sebagai dosis awal, diikuti
dengan infus 2 g/jam. Pemberian infus ini harus dititrasi sesuai produksi urin dan
diobservasi terhadap tanda dan gejala keracunan MgSO Jika terjadi keracunan, berikan
10-20 ml kalsium glukonat 10% iv.4,5,6
Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110 mmHg
di samping penggunaan MgSO4. Hal ini berguna menurunkan risiko perdarahan otak,
solusio plasenta dan kejang pada ibu. Tujuannya mempertahankan tekanan darah
diastolik 90 - 100 mmHg. Anti hipertensi yang sering digunakan adalah hydralazine
(Apresoline) iv dalam dosis kecil 2,5-5 mg (dosis awal 5 mg) tiap 15-20 menit sampai
tekanan darah yang diinginkan tercapai. Labetalol, Normodyne dan nifedipin juga
digunakan dan memberikan hasil baik. Karena efek potensiasi, harus hati-hati bila
nifedipin dan MgSO4 diberikan bersamaan. Diuretik dapat mengganggu perfusi plasenta
sehingga tidak dapat digunakan.4-6
Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan menggunakan
tes tanpa tekanan, atau profil biofisik, biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin
terhambat. Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan.

22
Amniosentesis dapat dilakukan pada pasien tanpa risiko perdarahan. Beberapa penulis
menganggap sindrom ini merupakan indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan dengan
seksio sesarea, namun yang lain merekomendasikan pendekatan lebih konservatif untuk
memperpanjang kehamilan pada kasus janin masih immatur. Perpanjangan kehamilan
akan memperpendek masa perawatan bayi di NICU (Neonatal Intensive Care Unit),
menurunkan insiden nekrosis enterokolitis, sindrom gangguan pernafasan. Beberapa
bentuk terapi sindrom HELLP yang diuraikan dalam literatur sebagian besar mirip
dengan penanganan preeklampsi berat.4,6
Jika sindrom ini timbul pada saat atau lebih dari umur kehamilan 35 minggu, atau
jika ada bukti bahwa paru janin sudah matur, atau janin dan ibu dalam kondisi
berbahaya, maka terapi definitif ialah mengakhiri kehamilan. Jika tanpa bukti
laboratorium adanya DIC dan paru janin belum matur, dapat diberikan 2 dosis steroid
untuk akselerasi pematangan paru janin, dan kehamilan diakhiri 48 jam kemudian.
Namun kondisi ibu dan janin harus dipantau secara kontinu selama periode ini.
Goodlin meneliti bahwa terapi konservatif dengan istirahat dapat meningkatkan
volume plasma. Pasien tersebut juga menerima infus albumin 5 atau 25%; usaha
ekspansi volume plasma ini akan menguntungkan karena meningkatkan jumlah
trombosit. Thiagarajah meneliti bahwa peningkatan jumlah trombosit dan enzim hati
juga bisa dicapai dengan pemberian prednison atau betametason.5
Clark dkk. melaporkan tiga kasus sindrom HELLP yang dapat dipulihkan dengan
istirahat mutlak dan penggunaan kortikosteroid. Kehamilan pun dapat diperpanjang
sampai 10 hari, dan semua persalinan melahirkan anak hidup, pasien-pasien ini
mempunyai jumlah trombosit lebih dari 100.000/mm atau mempunyai enzim hati yang
normal. Dua laporan terbaru melaporkan bahwa penggunaan kortikosteroid saat
antepartum dan postpartum menyebabkan perbaikan hasil laboratorium dan produksi urin
pada pasien sindrom HELLP.6
Deksametason l0 mg/12 jam iv lebih baik dibandingkan dengan betametason 12
mg/24 jam im, karena deksametason tidak hanya mempercepat pematangan paru janin
tapi juga menstabilkan sindrom HELLP. Pasien yang diterapi dengan deksametason
mengalami penurunan aktifitas AST yang lebih cepat, penurunan tekanan arteri rata-rata
(MAP) dan peningkatan produksi urin yang cepat, sehingga pengobatan anti hipertensi
dan terapi cairan dapat dikurangi. Tanda vital dan produksi urine harus dipantau tiap 6-8
jam. Terapi kortikosteroid dihentikan jika gejala nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri

23
epigastrium hilang dengan tekanan darah stabil <160/110 mmHg tanpa terapi anti
hipertensi akut serta produksi urine sudah stabil yaitu >50 ml/jam.4,5
Sindrom ini bukan indikasi seksio sesarea, kecuali jika ada hal-hal yang
mengganngu kesehatan ibu dan janin. Pasien tanpa kontraindikasi obstetri harus
diizinkan partus pervaginam. Sebaliknya, pada semua pasien dengan umur kehamilan >
32 minggu persalinan dapat dimulai dengan infus oksitosin seperti induksi, sedangkan
untuk pasien < 32 minggu serviks harus memenuhi syarat untuk induksi. Pada pasien
dengan serviks belum matang dan umur kehamilan < 32 minggu, seksio sesarea elektif
merupakan cara terbaik.4-6
Transfusi trombosit diindikasikan baik sebelum maupun sesudah persalinan, jika
hitung trombosit < 20.000/mm. Namun tidak perlu diulang karena pemakaiannya terjadi
dengan cepat dan efeknya sementara. Setelah persalinan, pasien harus diawasi ketat di
ICU paling sedikit 48 jam. Sebagian pasien akan membaik selama 48 jam postpartum;
beberapa, khususnya yang DIC, dapat terlambat membaik atau bahkan memburuk.
Pasien demikian memerlukan pemantauan lebih intensif untuk beberapa hari.5-6
Penanganan sindrom HELLP post partum sama dengan pasien sindrom HELLP
anteparturn, termasuk profilaksis antikejang. Kontrol hipertensi harus lebih ketat.

24
Tabel 3. Penanganan Sindrom HELLP

KOMPLIKASI
Komplikasi terhadap ibu
Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%; 1-25% berkomplikasi
serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress syndrome, kegagalan
hepatorenal, udem paru, hematom subkapsular, dan rupture hati.4,6
Komplikasi terhadap bayi
Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta, hipoksi
intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada janin berupa pertumbuhan
janin terhambat (IUGR) sebanyak 30% dan sindrom gangguan pernafasan (RDS).4,5

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF, Gilstrap L.C, Houth J.C, Wenstrom
K.D. William Obstetrics 21th¬ ed.London: McGraw-Hill,2001: 567-618.
2. James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B. High Risk Pregnancy,
Management Options 2nd ed. London : WB Sounders Company, 2001 :
639- 51.
3. Roeshadi RH. Hipertensi dalam kehamilan : Bandung, 2000
4. Prawirohardjo, Sarwono : Hipertensi Dalam Kehamilan dalam Ilmu
Kebidanan, Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010\
5. Report of the Working Group on Research on Hypertension During
Pregnancy (2001). National Heart, Lung and Blood Institute. Retrieved
October 24, 2004 from : http://www.nhlbi.nih.gov/resources/hyperten-
preg/#background
6. Report of the National High Blood Presure Education Program Working
Group on High Blood Presure in Pregancy, 2001, Am Fam Physician

26

Anda mungkin juga menyukai