Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

SOLUSIO PLASENTA

Pembimbing :

dr. Johanes Benarto, Sp.OG


Disusun oleh:
Manggala senapati
112018136

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBINAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RSUD CENGKARENG
PERIODE 1 JULI – 7 SEPTEMBER 2019

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl.Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat

STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF OBSTETRI GYNEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

Nama Mahasiswa : Manggala senapati Tanda Tangan


NIM : 112018136
Dokter Pembimbing : dr. Johanes Benarto,Sp.OG ……………

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. S Nama suami : Tn. F
Umur : 35 tahun Umur : 44 tahun
Pendidikan : S1 Pendidikan : SLTA
Agama : Islam Agama : Islam
Suku / Bangsa : Indonesia Suku / Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Guru Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Alamat : Jalan Raya Duri Kosambi Rt/Rw: Alamat : Jalan Raya Duri Kosambi Rt/Rw: 08/07,
08/07, DKI Jakarta
DKI Jakarta

I. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama:
Pasien datang ke poli obgyn untuk kontrol rutin kesehatan janin dan pasien sendri.

2. Riwayat Penyakit Sekarang:


Seorang wanita 35 tahun G4P1A2 hamil 33 minggu datang ke poli obgyn
RSUD Cengkareng untuk memeriksakan keadaan janin dan kondisi ibu sendiri. Tidak
ada cairan dan lendir yang keluar. Pada pemeriksaan didapatkan pasien memiliki gula
darah sewaktu yang tinggi. Pasien mengatakan pada kehamilan sebelumnya pernah
menderita diabetes selama hamil. Pasien juga mengatakan nafsu makannya

2
meningkat, sering buang air kecil dan merasa haus. Selama kehamilannya pasien rutin
kontrol kehamilan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Kehamilan sebelumnya pernah menderita diabetes selama hamil.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu pasien memiliki riwayat diabetes mellitus (+), hipertensi (-), jantung (-), asma (-),
alergi (-), maag (-).

5. Riwayat Haid:
Haid pertama umur: 13 tahun.
Siklus: Teratur. 28 hari
Lamanya: 5-7 hari.
HPHT : ? Desember 2018
Taksiran Persalinan: 9 oktober 2019

6. Riwayat Perkawinan:
Menikah : Sudah 1 kali
Dengan suami sekarang: 13 tahun

7. Riwayat Persalinan:
Anak Tahun Jenis Umur Jenis Penolong Hidup BB
ke Persalinan Kelamin Kehamilan Persalinan /Mati Lahir
I 2007 abortus Mati
II 2013 abortus Mati
III 2017 Aterm sc dokter Hidup 3500g
IV Hamil saat
ini

8. Riwayat Keluarga Berencana:


Tidak ada.
II. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit

3
Suhu : 36,3 0C
Pernafasan : 20 x/menit
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 65 kg

Kepala
Normocephali, Rambut hitam, distribusi merata

Mata
Pupil isokor Ø 3mm, reflek cahaya (+/+), Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-),
Udem palpebra (-/-)

Telinga
Serumen (-), Perdarahan (-)

Hidung
Sekret (-), Deviasi septum (-), Pernapasan cuping hidung(-), epistaksis (-)

Mulut
Lidah dalam batas normal

Dada
Bentuk : Simetris baik statis maupun dinamis, tidak tampak scar, kulit sawo matang, sela
iga tidak tampak
Buah dada : Membesar, puting susu menonjol keluar, areola mammae melebar,
hiperpigmentasi areola mammae

Paru – paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Bentuk dada normal Tidak ada bekas luka
Kanan Bentuk dada normal Tidak ada bekas luka
Auskultasi Kiri Vesikuler Vesikuler
Kanan Vesikuler Vesikuler

4
Jantung (Cor)
• Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
• Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga V,
2 cm medial dari linea midclavicularis sinistra
• Auskultasi
Bunyi jantung I-II reguler, tidak terdengar murmur dan gallop pada keempat katup jantung

Perut (Abdomen)
Inspeksi
Bentuk : membuncit, Simetris
Lesi luka post operasi (-)
Palpasi
Nyeri tekan ( - ), massa ( - ), Defans musculer (-)
Hati : Tidak dapat dinilai
Limpa : Tidak dapat dinilai
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus normal

Anggota gerak : Edema ekstremitas -/-, sianosis -/-, akral hangat +/+

Kulit
Warna : Sawo matang
Effloresensi : Tidak ada
Jaringan parut : Tidak ada
Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Normal
Pembuluh darah : Tidak menonjol dan melebar
Suhu raba : Normal, kulit lembab
Keringat : Setempat yaitu di kepala dan leher
Turgor : Baik
Ikterus : Tidak ada

5
III. PEMERIKSAAN OBSTETRI
a. Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Wajah : Chloasma gravidarum (-)
Payudara : Pembesaran payudara (+), puting susu menonjol (+), cairan mammae (-)
Abdomen : Striae gravidarum (+), bekas operasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Leopold I : Bulat, lunak, tidak melenting (Bokong)
Leopold II : Keras memanjang pada bagian kiri (Punggung kiri)
Leopold III : Bulat, keras, melenting (Kepala)
Leopold IV : Divergen (masuk pintu atas panggul)
DJJ : 146x/menit

b. Pemeriksaan Dalam
 Inspeksi : Vulva/uretra tenang, perdarahan (-), edema (-), varises (-)
 Inspekulo : Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 12,3 N: 12-14 g/dl
Leukosit 12,0 5-10 ribu/uL
Hematokrit 36 37-43%
Trombosit 379.000 150.000-400.000 ribu/uL
Golongan darah / Rhesus O/+ -
Glukosa Sewaktu 200 < 110 mg/dl

V. RESUME
Seorang wanita 35 tahun G4P1A2 hamil 33 minggu datang ke poli obgyn RSUD Cengkareng untuk
memeriksakan keadaan janin dan kondisi ibu sendiri. Tidak ada cairan dan lendir yang keluar. Pada
pemeriksaan didapatkan pasien memiliki gula darah sewaktu yang tinggi. Pasien mengatakan pada kehamilan
sebelumnya pernah menderita diabetes selama hamil. Pasien juga mengatakan nafsu makannya meningkat,

6
sering buang air kecil dan merasa haus. Selama kehamilannya pasien rutin kontrol kehamilan. Pasien tidak ada
riwayat merokok.
Pasien tidak mengikuti program KB. Gerak janin (+), nyeri saat janin bergerak (-), mulas-mulas (+)tapi
jarang, lendir darah (-), demam (-). HPHT :?/12/2018 TP : 09/09/2019. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan
tampak sakit ringan dengan kesadaran compos mentis. Didapatkan suhu 36,3oC, TD 110/80 mmHg, pernafasan
20x/menit, frekuensi nadi 84 x/menit, berat badan 65 kg, tinggi badan 160 cm, status generalis dalam batas
normal. Hasil pemeriksaan penunjang terdapat peningkatan kadar gula darah 200mg/dL.

VI. DIAGNOSIS
G4P1A2 33 Minggu dengan Diabetes Gestasional

VII. TATALAKSANA
 Non-medikamentosa :
- Menjelasakan pasien dan keluarga tentang kondisi kesehatan ibu dan janin bayi
- Pantau ketat tanda-tanda vital pasien dan janin seperti tekanan darah,nadi,
pernafasan, suhu, DJJ dan gula darah serta menganjurkan pasien dirawat di ruang
Intensive Care Unit atau Health Care Unit
- Menganjurkan pasien untuk melakukan program pengaturan pola makan yaitu
rendah kalori dan menganjurkan pasien untuk melakukan olahraga-olahraga
ringan seperti senam hamil.
- Memberitahu pasien untuk dirujuk ke dokter spesialis kandungan untuk dilakukan
tindakan lebih lanjut seperti salah satunya dilakukan operasi sectio caesaria oleh
karena pasien memiliki riwayat obstetrik yang kurang baik pada kehamilan yang
sebelumnya serta rujukan ke dokter penyakit dalam untuk memberikan tatalaksana
lanjut diabetes mellitus gestasional yang dialami oleh pasien.
 Medikamentosa :
- Insulin (novorapid)
VIII. PROGNOSIS

Ad Vitam : Dubia ad bonam


Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

7
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Klasifikasi DM dibagi menjadi DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain dan DM
Gestasional.1Secara umum, diabetes pada masa kehamilan dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu DM yang sudah diketahui sebelumnya kemudian menjadi hamil (Diabetes
Melitus Pregestasional) dan Diabetes yang baru diidentifikasi dalam masa kehamilan
(Diabetes Melitus Gestasional/ DMG). Sehingga secara spesifiknya, Diabetes Melitus
Gestational (DMG) adalah suatu intoleransi glukosa yang berkembang atau terdiagnosis
pertama kali selama kehamilan. Definisi ini berlaku dengan tidak memandang apakah pasien
diabetes melitus hamil yang mendapat terapi insulin atau diet saja, juga apabila pada pasca
persalinan keadaan intoleransi glukosa masih menetap. Demikian pula ada kemungkinan
pasien tersebut sebelum hamil sudah terjadi intoleransi glukosa. Meskipun memiliki
perbedaan pada awal perjalanan penyakitnya, baik penyandang diabtes melitus (DM) tipe 1
dan tipe 2 yang hamil maupun DMG memiliki penatalaksanaan yang kurang lebih sama.1
Insidensi
Di Indonesia, prevalensi DMG adalah 1,9-3,6%. Pada studi kohort, 40-60% dari
DMG akan berlanjut menjadi DM tipe 2 atau toleransi glukosa terganggu (TGT). Salah satu
penelitian secara prospektif di Makassar, diantara 46 wanita dengan diabetes melitus
gestasional, insisdens kejadian DM tipe 2 dan toleransi glukosa terganggu setelah 6 tahun
melahirkan adalah 56,6%. Angka kesakitan dan kematian pada DMG cukup serius untuk ibu
dan bayi sehingga sebaiknya dilakukan skrining yang efektif pada wanita hamil yang
sebelumnya tidak diketahui memiliki diabetes mellitus.1
Etiologi
Diabetes melitus dapat merupakan kelainan herediter dengan cara insufisiensi atau
absennya insulin dalam sirkulasi darah, konsentrasi gula darah tinggi, serta berkurangnya
glikogenesis. Diabetes dalam kehamilan menimbulkan banyak kesulitan, penyakit ini akan
menyebabkan perubahan-perubahan metabolik dan hormonal pada penderita yang juga
dipengaruhi oleh kehamilan. Sebaliknya diabetes akan mempengaruhi kehamilan dan
persalinan.2
Saat seorang wanita hamil, beberapa hormon tertentu mengalami peningkatan jumlah.
Misalnya saja jumlah hormon kortisol, estrogen dan Human Placental Lactogen (HPL).

8
Peningkatan semua jumlah hormon tersebut saat hamil ternyata mempunyai pengaruh
terhadap fungsi insulin dalam mengatur kadar gula darah. Kondisi ini menyebabkan suatu
kondisi yang kebal terhadap insulin yang disebut sebagai insulin resistance.Karena fungsi
insulin dalam mengatur kadar gula darah terganggu, jumlah gula dalam darah akan naik. Hal
inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya penyakit diabetes mellitus gestasional. Faktor
yang mempunyai risiko tinggi DM Gestasional:3
1. Umur lebih dari 30 tahun
2. Obesitas dengan indeks massa tubuh 30 kg/m2
3. Riwayat DM pada keluarga (ibu atau ayah)
4. Pernah menderita DM gestasional sebelumnya
5. Pernah melahirkan anak besar > 4.000 gram
6. Adanya glukosuria

Patofisiologi
Pada DMG, selain perubahan-perubahan fisiologi tersebut akan terjadi suatu keadaan
di mana jumlah atau fungsi insulin menjadi tidak optimal. Terjadi perubahan kinetika insulin
dan resistensi terhadap efek insulin. Akibatnya, komposisi sumber energi dalam plasma ibu
bertambah dimana kadar gula darah pada ibu tinggi tetapi kadar insulin juga tetap tinggi.2
Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi janin juga ikut
terjadi komposisi sumber energi abnormal (menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai
komplikasi). Selain itu terjadi juga hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami
gangguan metabolik (hipoglikemia,hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, dan
sebagainya)
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang
menunjang pemasukan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat
berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin
hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tak dapat mencapai janin, sehingga kadar
gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama
dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormone lain seperti estrogen, steroid dan
plasenta laktogen. Akibat lambatnya resabsorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang
relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin. Menjelang aterm kebutuhan insulin
meningkat sehingga mencapai 3 kali dari keadaan normal. Hal ini disebut sebagai tekanan
diabetogenik dalam kehamilan. Secara fisiologik telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ibu
ditambah dengan insulin eksogen, sang ibu tidak mudah menjadi hipoglikemi. Akan tetapi,

9
bila ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga ia relative hipoinsulin yang
menyebabkan hiperglikemia atau diabetes kehamilan.2
Jika pada pemeriksaan berat badan bayi ditemukan bayinya besar sekali maka perlu
dilakukan induksi pada minggu ke 36 – 38 untuk mencegah terjadinya komplikasi saat
persalinan. Proses persalinan ini harus dalam pengawasan ketat oleh dokter spesialis
kebidanan dan dokter spesialis penyakit dalam. Biasanya setelah bayi lahir maka kadar gula
darah akan kembali normal, apabila tidak, maka perlu dilanjutkan pemberian antidiabetes oral
sampai jangka waktu tertentu. Pada kehamilan normal terjadi banyak perubahan pada
pertumbuhan dan perkembangan fetus secara optimal. Pada kehamilan normal kadar glukosa
darah ibu lebih rendah secara bermakna.
Pada kehamilan terjadi resistensi insulin fisiologis akibat peningkatan hormon-
hormon kehamilan yang merupakan sekresi dari plasenta yaitu (human placental lactogen,
progesterone, kortisol, prolaktin) yang mencapai puncaknya pada trimester ketiga kehamilan.
Hormon-hormon ini dan perubahan endokrinologik serta metabolik akan menyebabkan
perubahan dan menjamin pasokan bahan bakar dan nutrisi ke janin sepanjang waktu. Akan
terjadi diabetes mellitus gestasional apabila fungsi pancreas tidak cukup untuk mengatasi
keadaaan resisten insulin yang diakibatkan oleh perubahan hormone diabetogenik selama
kehamilan sehingga diabetes mellitusgestational patofisiologinya tidak jauh berbeda dari DM
tipe 2 yaitu terjadi gangguan sekresi sel beta pancreas.4
Resistensi insulin selama kehamilan merupakan mekanisme adaptif tubuh untuk
menjaga asupan nutrisi ke janin. Resistensi insulin kronik sudah terjadi sebelum kehamilan
pada ibu-ibu dengan obesitas. Kebanyakan wanita dengan DMG memiliki kedua jenis
resistensi insulin ini yaitu kronik dan fisiologis sehingga resistensi insulinnya biasanya lebih
berat dibandingkan kehamilan normal. Kondisi ini akan segera membaik setelah partus dan
akan kembali ke kondisi awal lagi setelah selesai masa nifas, dimana konsentrasi HPL sudah
kembali seperti awal.5

Gambar 1. Patofisiologi diabetes gestasional

10
Gejala klinis
1. Poliuri (banyak kencing)

 Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak
menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.

2. Polidipsi (banyak minum)


Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.

3. Polifagi (banyak makan)


Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan,tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.

4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang 


Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusaha mendapat peleburan zat dari bagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena
tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang
ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga pasien dengan DM
walaupun banyak makan akan tetap kurus.

5. Mata kabur 
Hal ini disebabkan oleh gangguan proses reduksi dari glukosa menjadi sorbitol di
dalam sel yang mengandung enzim aldosareduktase. Akibatnya sorbitol tidak dapat melalui
membrane selPada keadaan hiperglikemia, sorbitol dapat menumpuk di dalam sel dan
akhirnya membengkak. Akibat penumpukan sorbitol di lensa mata akan terjadi penarikan air
yang selanjutnya merusak kejernidchannya atau katarak. Akibat terdapat penimbunan sorbitol
dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.4,5

11
Gambar 2.Proses manifestasi klinik dari diabetes

Diagnosis

Berbeda dengan diabetes mellitus yang sudah mempunyai keseragaman kriteria


diagnosis, diabetes melitus gestational sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai
kriteria diagnosis mana yang harus digunakan. Pada saat ini ada dua cara pemeriksaan
penunjang untuk diagnosis yang banyak dipakai yaitu yang diperkenalkan oleh American
Diabetes Association dan umunya dipakai di negara bagian Amerika Utara dan kriteria
diagnosis dari WHO yang banyak digunakan di luar Amerika Utara.6

 Kriteria American Diabetes Association

Ada menggunakan skrining diabetes melitus gestational melalui pemeriksaan


glukosa darah melalui 2 tahap. Tahap pertama dikenal dengan nama tes tantangan
glukosa (GTT) yang merupakan tes skrining. Pada semua wanita hamil yang datang di
klinik diberikan minum glukosa sebanyak 50 gram kemudian diambil contoh
darahnya satu jam kemudian.6 Jika hasil glukosa darah >140 mg/dl disebut tes
tantangan positif dan harus melanjutkan dengan tahap kedua yaitu tes toleransi
glukosa oral. Untuk tes toleransi glukosa oral harus dipersiapkan sama dengan dengan
pada pemeriksaan bukan wanita hamil. Perlu diingat apabila pada pemeriksaan awal

12
ditemukan konsentrasi glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl atau glukosa plasma
sewaktu ≥200 mg/dl, maka mereka hanya dilakukan pengulangan tes darah, apabila
hasilnya sama maka diagnosis diabetes melitus sudah dapat ditegakkan dan tidak
diperlukan lagi pemeriksaan tes toleransi glukosa oral.

Untuk tes toleransi glukosa oral ADA mengusulkan dua jenis tes yaitu yang
disebut tes toleransi glukosa oral tiga jam, dan tes toleransi glukosa oral dua jam.
Perbedaan utama adalah jumlah beban glukosa, yaitu pada yang tiga jam
menggunakan 100 gram sedangkan yang pada dua jam hanya 75 gram.6

Gambar 3. Tes toleransi glukosa oral 2 jam (75g glukosa) dan 3 jam (100g glukosa)

 Kriteria WHO
WHO menganjurkan untuk diabetes mellitus gestational harus dilakukan tes
toleransi glukosa oral dengan beban glukosa 75 gram. Kriteria diagnosis sama dengan
yang bukan wanita hamil yaitu puasa ≥ 126 mg/dl dan dua jam pasca beban ≥ 200
mg/dl, dengan tambahan mereka yang tergolong toleransi glukosa terganggu dimana
kadar glukosanya > 140mg/dl dan <200mg/dl dapat di diagnosis juga sebagai diabetes
melitus gestational.6
Cara pelaksanaan TTGO menurut WHO adalah :
1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
airputih tanpa gula tetap diperbolehkan.
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
4. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa) atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak) dilarutkan
dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit.

13
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai.
6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi criteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau
GDPT(Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.
o Glukosa darah 2 jam < 140 mg/dL → normal
o Glukosa darah 2 jam 140 - 199 mg/dL →toleransi glukosa terganggu
o Glukosa darah 2 jam ≥ 200 mg/dL → diabetes melitus an hasil
Pemeriksaan tes gula darah puasa pasien menunjukkan angka 130mg/dl dan
tes gula darah post prandial setelah pemberian beban ialah 150mg/dl. Hal ini menjadi
indikasi penting bahwa pasien tersebut menderita diabetes.

 Tes Antibodi
Antibodi untuk petanda (marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah
islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA) dan antibodi
terhadap glutamic acid decarboxylase (anti-GAD). ICA bereaksi dengan antigen yang
ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pancreas terutama sel beta. ICA
ini menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko
tinggi berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim yang
dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric acid (GABA).
Apabila produksi GABA menurun maka secata tidak langsung dapat meningkatkan
penghasilan hormone kortisol yang dimana kortisol merupakan salah satu hormonn
yang memacu terjadinya resisten insulin. Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10 tahun
sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring
sebelum gejala DM muncul.

 Tes HbA1c (Glycated Hemoglobin)


HbA1cakan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena
itu, HbA1c bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita
DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1c-nya ) sejak 3-4 bulan
bedasarkan umur eritrosit. Tes HbA1c berbasis melalui hemoglobin terglikolisasi

14
dalam eritrosit.Apabila hemoglobin bercampur dengan larutan dengan kadar glukosa
yang tinggi, rantai beta molekul hemoglobin mengikat satu gugus glukosa secara
ireversibel, proses ini dinamakan glikosilasi. Glikosilasi terjadi secara spontan dalam
sirkulasi dan tingkat glikosilasi ini meningkat apabila kadar glukosa dalam darah
tinggi. Pada orang normal, sekitar 4-6% hemoglobin mengalami glikosilasi menjadi
hemoglobin glikosilat atau hemoglobin A1c. Pada hiperglikemia yang
berkepanjangan, kadar hemoglobin A1c dapat meningkat hingga 18-20%. Glikosilasi
tidak mengganggu kemampuan hemoglobin mengangkut oksigen, tetapi kadar
hemoglobin A1c yang tinggi mencerminkan kurangnya pengendalian diabetes selama
3-5 minggu sebelumnya. Setelah kadar normoglikemik menjadi stabil, kadar
hemoglobin A1c kembali ke normal dalam waktu sekitar 3 minggu.
Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA 1c (terkontrol): 4%-6,5%.Jadi, HbA1c
penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum. Sebaiknya,
penentuan HbA1c ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.7

Pasien tersebut menderita penyakit diabetes pada kehamilan yang dimana diabetes
pada ibu hamil biasanya dibagi menjadi 2 yaitu diabetes pragestasional dan diabetes
gestasional. Pada diabetes pragestasional akan ditemukan adanya kadar glukosa plasma lebih
dari 200 mg/dl dengan ada tanda serta gejala klasik seperti poliuri, polidipsi dan penurunan
berat badan tanpa sebab yang jelas atau glukosa puasa melebihi 125 mg/dl. 6 Namun pada
awalnya pasien penderita diabetes tidak menghiraukan bahwa ia memiliki penyakit diabetes
sampai timbul komplikasi tambahan yang agak menonjol yaitu contoh salah satunya
retinopati, cepat lelah dan lain lain ataupun pasien sudah terdiagnosis menderita diabetes tipe
1 ataupun 2 sebelum kehamilan terjadi yang dimana akan terjadinya gangguan metabolism
karbohidrat. Gangguan metabolisme karbohidrat terserbut akan meningkat bermakna pada
wanita yang memiliki riwayat keluarga penderita diabetes, pernah melahirkan bayi besar,
memperlihatkan glukosuria persisten atau mengalami kematian janin yang tidak jelas. Tidak
diragukan lagi bawah diabetes pregestasional akan memiliki dampak signifikan pada hasil
akhir kehamilan dimana sang ibu ataupun janin dapat mengalami berbagai penyulit akibat
diabetesnya tersebut.6 Setelah itu ada pula terdapat diabetes pada kehamilan yang disebut
dengan diabetes gestasional. Pada penderita diabetes gestasional terjadi introleransi
karbohidrat dengan keparahan yang bervariasi dan dikenali pertama kali selama kehamilan.
Keadaan ini paling kelihatan ketika kehamilan berumur 24-28 minggu. Sebagian besar
penderita diabetes gestasional telah mengidap diabetes pragestasional tanpa terdiagnosis. 6

15
Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa wanita dengan hiperglikemi puasa yang
didiagnosis sebelum 24 minggu memperlihatkan hasil yang serupa dengan diabetes
pragestasional. Diabetes gestasional juga sering disebut diabetes tipe 2 yang terungkap atau
ditemukan selama kehamilan. Karena insiden diabetes tipe 2 meningkat seiring dengan usia
dan factor diabetogenik yaitu obesitas. Yang dimana pada diabetes gestasional terdapat tanda-
tanda utama yang menyerupai dengan diabetes tipe 2 yaitu obesitas.6 Namun pada penderita
diabetes gestasional, penyakit ini dapat hilang ketika masa pasca melahirkan selama kurang
lebih 40 hari dan apabila ketika dilakukan kembali tes glukosa darah, kadar gula darah tidak
turun hal ini dapat menjadi diabetes tipe lain yang menjadi lanjutan dari diabetes gestasional
tersebut.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diabetes pada kehamilan sebaiknya dilakukan secara terintegrasi oleh
dokter penyakit dalam, dokter kebidanan dan kandungan, dokter gizi dan dokter anak. Tujuan
dari penanganan ini adalah untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan baik ibu dan
anak.2
Secara umum, tatalaksana pada DMG mirip dengan tatalaksana pada DM, kecuali
pada penggunan obat hipoglikemik oral. Sampai sekarang penggunaan obat hipoglikemik
oral pada kehamilan masih belum direkomendasikan.1,2
Target kontrol diabetes pada kehamilan adalah gula darah puasa (GDP) 95mg/dL dan
gula darah 2 jam post prandial adalah 120mg/dL. Penggunan monitoring HbA1c untuk
mengontrol target tidak direkomendasikan karena hubungan kontrol HbA1c dengan resiko
DMG seperti insidens makrosomia dan dampak negatif pada kehamilan lain. Insidens dari
makrosomia bisa dikontrol dengan USG secara berkala. 1,2 untuk mengurangi resiko dari
diabetes mellitus gestasional dapat dilakukan dengan cara:
a. Diet dan aktivitas fisik1
Tujuannya ialah untuk mencapai normoglikemi dan memastikan pertumbuhan
dan perkembangan fetus berlangsung dengan baik. Rekomendasi kenaikan berat
badan bervariasi tergantung dari berat badan sebelum hamil. Dianjurkan kenaikan
sebanyak 7kg pada wanita dengan BMI>30kg/m2 dan kenaikan sampai 18kg pada
wanita dengan BMI<18,5kg/m2. Wanita dengan BMI 18,5-24,9 dianjurkan memiliki
kenaikan berat badan sekitar 11-16kg. Sementara wanita dengan BMI 25-29,9
dianjurkan memiliki kenaikan berat badan sebanyak 7-11kg.
Secara umum kalkulasi kebutuhan kalori pada wanita hamil antara lain:
 35-40kkal/kg – underweight

16
 30-34kkal/kg - normal weight
 23-25kkal/kg – overweight
Dengan komposisi makanan yang tidak berbeda dari wanita dengan diabetes,
yaitu protein 1-1,5 gram/kgbb.
Sangat dianjurkan wanita hamil melakukan aktivitas fisik seperti berjalan,
berenang, sepeda statis atau olah raga ringan lain sebanyak 30 menit sehari dan latihan
gerakan tangan selama 10 menit setiap selesai makan. American Diabetes Association
merekomendasikan aktivitas fisik ringan yang tidak mempunyai kontraindikasi medis
(perdarahan vagina, pingsan, berkurangnya aktivitas janin, edema generalisata, low
back pain).1
Sasaran gula darah yang ingin dicapai adalah GDP<95 dan GD 2 PP <120.
Apabila sasaran tersebut terpenuhi maka teruskan perencanaan makan. Apabila tidak
terpenuhi maka perencaan makan ditambah dengan insulin. Dan jika GDP >130mg/dL
perencanaan makan langsung disertai insulin.

b. Terapi insulin
Jenis insulin yang dipakai adalah insulin human. Insulin analog belum
dianjurkan untuk wanita hamil mengingat struktur asam aminonya berbeda dengan
insulin human. Perbedaan struktur ini menimbulkan perbedaan afinitas antara insulin
analog dengan insulin human terhadap reseptor insulin dan reseptor IGF-1.
Mengingat kerja Human Placental Lactogen (HPL) melalui reseptor IGF-1, maka
perubahan afinitas ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi janin atau kehamilan.
Beberapa studi tentang pemakaian insulin lispro menunjukkan dapat memperbaiki
profil glikemia dengan episode hipoglikemia yang lebih sedikit, pada usia kehamilan
14-32 minggu. Namun masih dirasa perlu penelitian jangka panjang untuk menilai
keamanannya pada kehamilan dan FDA mengkategorikan keamanannya di tingkat
B.2
Dosis dan frekuensi pemberian insulin sangat tergantung dari karakteristik
rerata konsentrasi glukosa darah setiap pasien. Berbeda dengan diabetes hamil
pragestational, pemberian insulin pada diabetes melitus gestational selain dosis yang
lenih rendah juga frekuensi pemberian lebih sederhana. Pemberian insulin kombinasi
kerja singkat dan kerja sedang seperti Mixard atau Humulin 30-70 dilaporkan sangat
berhasil.6DMG dengan hiperglikemia hanya pada pagi hari, cukup diberikan suntikan

17
insulin kerja menengah sebelum tidur malam. Pasien dengan hiperglikemia pada
keadaan puasa maupun sesudah makan diberikan insulin kombinasi kerja menengah
dan kerja cepat, pagi dan sore hari. Dosis insulin diperkirakan antara 0,5-1,5 U/kg
berat badan, 2/3 diberikan pagi hari dan 1/3 pada sore hari. Hanya pada keadaan
tertentu dimana belum terkendali dengan pemberian 2 kali perlu diberikan 4 kali
sehari yaitu 3 kali insulin kerja cepat ½ jam sebelum makan dan insulin kerja
menengah pada malam hari sebelum tidur
Cara Pemberian Insulin Berdasarkan Kadar Glukosa Darah Setelah Gagal Dengan
Diet

Kendali glikemik ketat sangat dibutuhkan pada semua wanita diabetes melitus
dengan kehamilan. Penting sekali memantau glukosa darah sendiri oleh pasien di
rumah, teerutama pada mereka yang mendapat suntikan insulin. Pasien perlu dibekali
dengan alat meter (reflectance meter) untuk memantau glukosa darah sendiri di
rumah. Penggunaan HbA1C sebagai pemantauan belum menunjukkan dampak yang
signifikan dalam kendali glukosa darah.1,2

c. Terapi Obat hipoglikemik oral


Penggunaan obat hipoglikemik oral pada pasien dengan hiperglikemia pada
masa kehamilan merupakan kontroversi terbesar dalam pengobatan diabetes dan
kehamilan. Untuk pasien hamil, yang paling penting untuk diperhatikan dari suatu
obat adalah kemampuan obat untuk menembus sawar plasenta dari maternal ke
sirkulasi janin dalam jumlah tertentu. Janin sebaiknya tidak terekspos dengan obat-
obatan selama periode organogenesis.8
Laporan pertama penggunaan obat hipoglikemik oral pada kehamilan
dilaporkan oleh Coetzee dari Cape Town, Afrika selatan pada tahun 1974. Pada

18
penelitian tersebut, digunakan metformin untuk pasien obesitas dan glibenklamid
untuk pasien normoweight.8 Sampai sekarang, metformin dan glibenklamid sudah
diteliti beberapa kali untuk digunakan pada masa kehamilan. Pertimbangan
penggunaan OHO adalah apakah obat-obatan ini dapat menembus sawar plasenta
karena jika dapat menembus sawar plasenta akan mempengaruhi dan menyebabkan
efek samping pada fetus.1
Pada penelitian yang ada, metformin belum dapat mengontrol gula darah
secara signifikan. Dengan demikian, tidak ada rekomendasi penggunaan metformin
dan glibenclamid karena masih diperlukan penelitian lebih lanjut.1

Gambar 6. Penatalaksanaan diabetes gestasional

Prosedur melahirkan pada DM Gestasional

Pada kasus Diabetes atau DMG, operasi section caesaria bukan merupakan indikasi.
Sebagai contoh, pada kasus pasien DMG yang menggunakan terapi insulin dan mempunyai
perkembangan janin normal, maka dapat dilakukan persalinan secara normal atau operasi
sectio caesaria. Pada janin yang macrosomia pada perempuan DMG, disarankan untuk
melahirkan melalui operasi sectio caesaria karena dokter melihat adanya distosia bahu karena
macrosomia tersebut. Sehingga pasien hamil yang mengandung janin kira-kira 4000g atau
lebih disarankan operasi sectio caesaria secara elektif.9

19
Saat melahirkan, perempuan yang menggunakan insulin saat kehamilan
membutuhkan perawatan khusus baik saat melahirkan dan setelah melahirkan karena jumlah
insulin yang dibutuhkan jauh berbeda. Jumlah insulin yang dibutuhkan saat akhir kehamilan
meningkat kurang lebih dua kali lipat. Saat kala satu jumlah yang dibutuhkan berkurang
namun saat kala dua jumlahnya meningkat sangat drastis dan saat post partum jumlahnya
menurun secara cepat. Oleh karena itu, perlu perhatian khusus dalam pemberian insulin.
Banyak kasus di Universitas Mie saat mulai proses persalinan, pasien diberikan cairan
elektrolit mengandung 5% glukosa dengan jumlah 100-120ml/ jam, kemudian diberikan
insulin intravena melalui syringe pump. Kemudian kadar gula darah diukur setiap 1-2 jam.
Pemberian insulin diberikan mulai 0,5 unit perjam sampai menggunakan dosis sesuai
fluktuasi kadar gula darah.9

Rekurensi Diabetes Gestasional


Dalam kehamilan selanjutnya, rekurensi diabetes gestasional ditemukan pada 40%
perempuan yang hamil. Perempuan obese lebih cenderung mempunyai toleransi glukosa
terganggu di kehamilan berikutnya. Berbeda dengan perempuan yang mempunyai perubahan
pola hidup, mengurangi berat badan dan latihan fisik diantara periode kehamilan dapat
mencegah rekurensi diabetes gestasional. Menurut literature, hanya 4,2 persen perempuan
tanpa DMG yang akan didiagnosis DMG pada kehamilan berikutnya, sebaliknya 41,3 persen
perempuan dengan riwayat DMG.6

Komplikasi Diabetes Gestasional


Komplikasi pada kasus Diabetes Mellitus Gestasional tidak hanya semata-mata
terkena pada ibu saja tetapi juga dapat pada janin yang sedang dikandungnya yaitu

1.      Komplikasi pada janin


Sebagian besar wanita yang mengalami gestational diabetes dapat melahirkan bayi
yang sehat. Akan tetapi, gestational diabetes yang tidak di monitor dengan baik dapat
mengakibatkan kadar gula darah yang tidak terkontrol & akan menyebabkan masalah
kesehatan pada sang ibu & bayi nya kelak, termasuk kemungkinan untuk melahirkan dengan
cara operasi cesar. Berikut adalah beberapa resiko yang dapat terjadi akibat gestational
diabetes  

20
 Makrosomia
Hiperglikemia maternal akan menyebabkan hyperinsulinemia pada bayi terutama
pada trimester kedua kehamilan. Hal ini mengstimulasi pertumbuhan somatic secara
pesat oleh karena kadar glukosa yang berlebih dalam darah dapat menembus plasenta,
yang mengakibatkan pankreas bayi akan memproduksi insulin berlebih. Hal ini dapat
menyebabkan bayi tumbuh terlalu besar (macrosomia). Tujuan utama dari pengobatan
DMG ini adalah mencegah persalinan yang sulit diakibatkan oleh macrosomia dan
mencegah distosia bahu yang dapat menyebabkan trauma kelahiran. Dalam penelitian
Cheng dkk (2013) didapatkan data bahwa resiko distosia bahu pada neonatus berat
>4200g meningkat hingga 76 kali dibandingkan neonatus dengan berat <3500g.6
 Prematuritas dan Respiratory Distress Syndrome
Ibu dengan kadar gula darah yang tinggi dapat meningkatkan resiko untuk
melahirkan sebelum waktunya. Atau dapat juga dokter yang menyarankan demikian,
karena bayinya tumbuh terlalu besar. Bayi yang dilahirkan sebelum waktunya dapat
mengalami sindrom sulit untuk bernafas. Bayi yang mengalami sindrom tersebut
memerlukan bantuan pernafasan hingga paru-parunya sempurna. Bayi yang ibunya
mengalami gestational diabetes juga dapat mengalami sindrom sulit untuk bernafas
meskipun dilahirkan tepat waktu.
 Hipoglikemia
Terkadang, bayi dari ibu yang mengalami gestational diabetes mempunyai kadar
gula darah yang rendah (hipoglikemia) setelah dilahirkan, karena kadar insulin dalam
tubuhnya yang tinggi. Hipoglikemia berat yang dialami oleh bayi, dapat mengakibatkan
kejang pada bayi. Pemberian nutrisi secara cepat & terkadang juga dengan pemberian
cairan glukosa secara intra vena dapat mengembalikan kadar gula darah bayi kembali ke
normal.Menurut penelitian dari HAPO (Hyperglycemia and Adverse Pregnancy
Outcome), insiden hipoglikemi pada neonatus meningkat seimbang dengan hasil TTGO
ibu, frekuensinya bervariasi dari 1 sampai 2 persen tetapi frekuensinya meningkat 4,6
persen pada perempuan dengan gula darah puasa >= 100 mg/dL. Menurut Leipold
(2004), kadar insulin pada talipusat akan terkait dengan kadar glukosa ibu.6
 Jaundice
Warna kekuningan pada kulit & bagian putih dari mata ini dapat terjadi bila hati
bayi belum berfungsi dengan sempurna untuk memecah zat yang bernama bilirubin, yang
secara normal terbentuk ketika tubuh mendaur ulang sel darah merah yang tua ataupun

21
rusak. Meskipun jaundice tidak menimbulkan kekhawatiran, tetapi pengawasan secara
menyeluruh tetap diperlukan.

2.      Komplikasi terhadap ibu


 Pre-eclampsia dan eclampsia.
Gestational diabetes akan meningkatkan resiko ibu untuk mengalami tekanan
darah yang tinggi selama kehamilan. Hal tersebut juga akan meningkatkan resiko ibu
untuk terkena preeclampsia dan eclampsia, yaitu 2 buah komplikasi serius dari
kehamilan yang menyebabkan naiknya tekanan darah & gejala lain, yang dapat
membahayakan ibu maupun sang buah hati.
 Diabetes di kemudian hari.
Jika mengalami gestational diabetes, maka kemungkinan besar akan mengalami
kembali pada kehamilan berikutnya. Selain itu, ibu juga beresiko untuk menderita
diabetes tipe 2 di kemudian hari. Akan tetapi dengan mengatur gaya hidup seperti makan
makanan yang bernutrisi & berolahraga dapat mengurangi resiko terkena diabetes tipe 2
nantinya. Untuk wanita dengan riwayat gestational diabetes, yang berhasi menurunkan
berat badan hingga ideal setelah melahirkan, maka resikonya untuk terkena diabetes tipe
2 hanya kurang dari 1 per 4 wanita.
 Obesitas maternal
Pada perempuan dengan diabetes gestasional, IMT maternal merupakan factor
resiko independen bagi macrosomia fetal dibandingkan intoleransi glukosa. Dengan
meningkatnya IMT, berat badan lahir akan meningkat seiring dengan meningkatnya
kadar gula darah. Peningkatan berat badan secara masif saat masa kehamilan sering
ditemukan pada perempuan dengan diabetes gestasional, hal ini juga merupakan factor
resiko tambahan untuk macrosomia.6
 Retinopati
Gangguan penglihatan pada ibu hamil tetjadi karena :
- Ekstravasi cairan yang menimbulkan edema
- Terjadi kistik maskularvedema pada kombinasi :
a. Hyperglikemia
b. Proteinuria
c. Hypertensi
    Pengobatannya : fotokoagulasi dengan lancar

22
 Nefropati
Ibu hamil dengan DM ada kemungkinan mempunyai dasar penyakit ginjal sebelumnya
(5- 10 %). Proteinuria yang terjadi akibat adanya hipertensi yang semakin meningkat
akibat DM
 Neuropati
Dengan hilangnya cairan akibat polyuria, termasuk juga vitamin yang larut dalam air
seperti golongan vitamin B kompleks danvitamin C yang dapat menimbulkan gangguan
neurologis pada ibu hamil
Prognosis
Diabetes pada kehamilan yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan akibat
pada ibu dan bayi. Efek jangka pendek pada bayi antara lain adalah makrosomia,
hipoglikemia, cacat bawaan atau berat badan lahir rendah. Insidens makrosomia pada
diabetes gestasional dengan kontrol gula darah yang buruk sekitar 40%. Makrosomia
meningkatkan resiko distosia dan asfiksia. Pada ibu hamil dengan DMG ada kemungkinan
terkena infeksi saluran kemih, preeklamsia, dan melahirkan dengan sectio sesaria.1,2
Efek jangka panjang pada ibu antara lain menjadi toleransi glukosa terganggu atau
diabetes melitus tipe 2. Pada bayi juga meningkatkan kemungkinan terjadinya obesitas,
gangguan toleransi glukosa dan DM. Oleh karena itu, kontrol gula darah yang adekuat pada
saat kehamilan sangat penting untuk mencegah komplikasi pada ibu dan bayi.1,2
Pada wanita dengan DMG dilakukan pemeriksan gula darah secara rutin di rumah
sakit sebagai kontrol awal untuk DM. Apabila GDP ≥126 mg/dL atau GD 2 PP ≥200mg/dL
maka hasil ini merupakan konfirmasi DM. Tetapi apabila hasilmya normal maka disarankan
untuk mengulang pemeriksaan skrining TTGO pada 6 minggu post-partum dan setiap tahun
setelahnya.6

Kesimpulan
Diabetes melitus gestasional ialah intoleransi glukosa yang pertama kali ditemukan
saat hamil. Biasanya, diabetes melitus gestasional terjadi tanpa gejala. Pada wanita hamil
sebaiknya dilakukan skrining diabetes melitus gestasional secara menyeluruh, bukan hanya
pada resiko tinggi saja. Karena apabila diabetes melitus gestasional tidak ditangani dengan
baik makan akan menimbulkan komplikasi pada ibu dan juga pada bayi. Skirining DMG
biasanya dilakukan dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO).

23
Penanganan DMG juga harus bersifat menyeluruh dari multidisplin yang berbeda
seperti dari spesialis penyakit dalam, spesialis obstetri-ginekologi, ahli gizi, dan juga spesialis
anak. Tatalaksana pada DMG merupakan diet, aktivitas fisik dan bila diperlukan dapat
diberikan insulin human kerja singkat dan kerja sedang. Penanganan DMG juga dilanjutkan
dengan pemeriksaan ulang post-partum untuk mengetahui apakah DMG berlanjut menjadi
DM atau tidak

Daftar Pustaka
1. Purnamasari D, Waspadji S, Adam JMF et al. Indonesian clinical practice guidelines
for diabetes in pregnancy. JAFES. 2013; 28: 9-13. Diakses di http://asean-
endocrinejournal.org/index.php/JAFES/article/view/44/85 pada tanggal 15 Juni 2019.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simandibrata KM, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1873-1960.
3. Beaser RS, Brown FM. Joslin’s clinical guidelines. Boston: Joslin Publication
Department; 2007.h.573-93.
4. Saifudin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH et al. Ilmu kebidanan sarwono
prawirohardjo. Edisi ke-4. Jakarta; PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2008.h.851-7.
5. Porth CM, Matfin G. Pathophysiology concepts of altered health states. Edisi ke-8.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009.h.1047-75.
6. Cunningham G, Leveno KJ, Bloom SL et al. Obsteri williams. Edisi ke-24. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC; 2014.h.1165-83.
7. Sulivan A. Kean L. Lycer A. Panduan pemeriksaan antenatal. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 2009.h.119-20.
8. Adam JMF, Adam FMS. Hyperglycemia in pregnancy: recent diagnostic criteria and
pharmacologic treatment for glycemic control. IDJ. 2012; 36(4): 211-6. Diakses di
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/IJOG/article/viewFile/1363/1335 pada
tanggal 22 Juli 2019.
9. Sugiyama T. Management of gestasional diabetes melitus. JMAJ. 2011; 54(5): 293-
300. Diakses di https://www.med.or.jp/english/journal/pdf/2011_05/293_300.pdf
pada tanggal 22 Juli 2019.

24

Anda mungkin juga menyukai