Anda di halaman 1dari 26

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl.Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat

STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF OBSTETRI GYNEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

Nama Mahasiswa : Verimai Dona Sandora Tanda Tangan :


NIM : 112015100
Dokter Pembimbing : dr. Prahadi Rahardjo, Sp.OG
IDENTITAS PASIEN

No. Rekam Medik: 65-18-26

Nama lengkap: Ny. Sumirah Jenis kelamin: Perempuan


Tempat/tanggallahir:Banjarnegara, Suku bangsa : Jawa
28/10/1985
Status perkawinan: Kawin Agama: Islam
Pekerjaan: Ibu rumah tangga Pendidikan: SMA
Alamat: Jl. Petojo Utara II/5 RT 007/003 R. Obstetri: G3P2A0

ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis pada tanggal 14 Desember 2016 pukul 12.20

Keluhan utama:
Wanita G3P2A0 kehamilan 36-37 minggu dengan keluhan mulas sejak pukul 06.50 SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang wanita 31 tahun G3P2A0 kehamilan 36-37 minggu datang ke IGD RSUD Cengkareng
dengan keluhan mulas yang dirasakan semakin sering dan nyeri pada perut bagian bawah. Pasien
mengatakan tidak merasa keluarnya cairan ketuban dan tidak ada keluhan keluar darah dari
kemaluan. Pasien mengatakan kehamilan ketiga ini terasa jauh lebih berat dibanding kehamilan
pertama dan kedua. Tidak ada keluhan berarti selama kehamilan, pasien memeriksakan
kehamilannya pada bidan, dan memeriksakan kehamilan secara teratur. Pada pemeriksaan rutin
sebelumnya didapatkan TTV pasien dalam batas normal dan pada pemeriksaan USG dikatakan
adanya kehamilan ganda. Tidak ada keluhan pusing dan sakit kepala maupun mual muntah
berlebihan.

Riwayat Penyakit Dahulu


(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal/Saluran kemih
(+) Cacar air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Batuk rejan
(-) Tifus abdominalis (-) Wasir (-) Campak

1 | COASS OBSTETRIC GYNECOLOGY RSUD CENGKARENG


(-) Diabetes (-) Sifilis (+) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Hipertensi (-) Penyakit pembuluh darah (-) Demam rematik Akut
(-) Ulkus ventrikuli (-) Perdarahan otak (-) Pneumonia
(-) Ulkus duodeni (+) Anemia (-) Gastritis
(-) Neurosis (-) Tuberkulosis (-) Batu empedu

Lain-lain: (-) Operasi (-) Kecelakaan

Anamnesis Sistem
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Kuning/ikterus (-) Sianosis
(-) Lain-lain
Haid
Haid terakhir: 7 Maret 2016
Jumlah dan lamanya: 1-2 kali ganti pembalut / hari, selama 7 hari, teratur
Menarche: 14 tahun
Nyeri: tidak ada nyeri berlebihan, nyeri hanya 3 hari pertama
Taksiran partus: 14 Desember 2016
Kehamilan
Kehamilan: ke-3
Komplikasi kehamilan terdahulu: tidak ada
Abortus : tidak ada
Lain-lain : tidak ada

Persalinan
Anak I: Perempuan, 8 tahun, tahun 2008, per vaginam, 2700 gram, persalinan oleh bidan.
Anak II: Perempuan, 4 tahun, tahun 2012, 2500 gram, sc di sebabkan karena KPD, di
RSUD Cengkareng.

Kontrasepsi
(+ ) Pil KB (-) Suntikan (- ) IUD (- ) Susuk KB

Saluran kemih/Alat Kelamin


(-) Disuria (-) Anuria
(-) Kolik (-) Kencing batu
(-) Polakisuria (-) Stranguri
(-) Retensi urin (-) Oliguria
(-) Ngompol (tidak disadari) (-) Hematuria
(-) Kencing nanah (-) Kencing menetes
(-) Polliuria

Ekstremitas
(+) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri
2 | COASS OBSTETRIC GYNECOLOGY RSUD CENGKARENG
Berat Badan
Berat badan sekarang: 87 kg
Berat tertinggi : 87 kg
Berat badan rata-rata: 84 kg
( ) Naik ( ) Tetap ( ) Turun

Pendidikan
( ) SD ( ) SMP ( ) SMA ( ) Sekolah kejuruan
( ) Akademi ( ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah

Kesulitan
Keuangan: tidak ada
Pekerjaan: tidak ada
Keluarga: tidak ada
Lain-lain: tidak ada

Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 87 kg
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 88x/menit, regular, kuat angkat
Suhu : 36,6C
Pernapasan (frekuensi dan tipe) : 20x/menit, torakoabdominal, reguler
Keadaan gizi : baik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Sianosis : tidak ada
Udema umum : tidak ada
Cara berjalan : normal
Mobilisasi(aktif/pasif) : aktif
Usia menurut perkiraan pemeriksa : sesuai usia
Kulit
Warna : sawo matang Effloresensi : Tidak ada
Jaringan parut : tidak ada Pigmentasi : Pada abdomen
Pertumbuhan rambut : Merata Pembuluh darah : terlihat pada tungkai
Suhu raba : hangat Lembab / kering : Kering
Keringat : Umum: + Turgor : Menurun
Setempat: - Ikterus : Tidak ada
Lapisan lemak : tidak tampak kelainan Edema : Extremitas bawah

Kepala
(-) Trauma (-) Sakit kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada sinus
3 | COASS OBSTETRIC GYNECOLOGY RSUD CENGKARENG
Mata
(+) Conjunctiva Anemis (-) Radang
(-) Sekret (-) Gangguan penglihatan
(-) Kuning/ikterus (-) Ketajaman penglihatan

Kelenjar getah bening


Submandibula : Tidak teraba membesar Leher : Tidak teraba membesar
Supraklavikula : Tidak teraba membesar Ketiak : Tidak teraba membesar
Lipat paha : Tidak teraba membesar

Dada
Bentuk: Simetris
Pembuluh darah: Tidak tampak kolateral
Buah dada: Tidak ada kelainan
Paru Paru

Jantung

4 | COASS OBSTETRIC GYNECOLOGY RSUD CENGKARENG


Abdomen

Warna kulit sawo matang, terdapat striae, bentuk


Inspeksi
abdomen membuncit dan simetris
Palpasi Tinggi fundus setara umbilicus
Kontraksi Uteri Minimal
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+), bruit (-), normoperistaltik

Pemeriksaan Obstetri Ginekologik

Genitalia:

Inspeksi: tanda radang ( - ), lesi ( - ), pendarahan (+ )

Robekan perineum

Tidak ada

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah
- Hb: 9.6 g/dL
- Ht: 31 %
- Leukosit:8.900/uL
- Trombosit: 365000/uL
- BT: 200
- CT: 1130
- GDS: 62 mg/dL
Ringkasan

Seorang wanita 31 tahun G3P2A0 datang ke IGD RSUD Cengkareng dengan keluhan mulas
yang dirasakan semakin sering dan nyeri pada perut bagian bawah. Pasien mengatakan tidak
merasa keluarnya cairan ketuban dan tidak ada keluhan keluar darah dari kemaluan. Pasien
mengatakan kehamilan ketiga ini terasa jauh lebih berat dibanding kehamilan pertama dan
kedua. Tidak ada keluhan berarti selama kehamilan, pasien memeriksakan kehamilannya pada
bidan, dan memeriksakan kehamilan secara teratur. Pada pemeriksaan rutin sebelumnya
didapatkan TTV pasien dalam batas normal dan pada pemeriksaan USG dikatakan adanya

5 | COASS OBSTETRIC GYNECOLOGY RSUD CENGKARENG


kehamilan ganda. Tidak ada keluhan pusing dan sakit kepala maupun mual muntah berlebihan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak sakit
sedang, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88x/menit, suhu 36,6C, pernapasan 20x/menit. Pada
pemeriksaan penunjang didapatkan Hb: 9.6 g/dL, leukosit:8.900/uL, trombosit: 365000/uL , BT:
200, CT: 1130, GDS: 62 mg/dL

Diagnosis Kerja

G3P2A0 kehamilan 36-37 minggu gemeli

Penatalaksana

Dilakukan section cesarea pada pasien karena sudah cukup bulan

Prognosis

Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad functionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

Tinjauan Pustaka

Gemeli

Definisi

Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kembar dizigotik
memiliki dua amnion (diamniotik) dan dua plasenta (dikorionik). Pada kembar monozigot dapat
terbentuk satu plasenta (monokorionik), satu amnion (monoamniotik) atau bahkan satu organ
fetal (kembar siam).1

Epidemiologi

Kembar terjadi pada 1% dari semua kehamilan dengan dua pertiga (70%) adalah dizigot dan
sepertiga (30%) adalah monozigot. Insiden dari kembar bervariasi menurut :
Kelompok etnik (1:50 kehamilan ras Afrika, 1 : 80 kehamilan pada ras Caucasia, 1:50
kehamilan pada ras Asia dan paling sedikit pada ras Mongoloid)
Usia maternal (2% setelah 35 tahun). Paling tinggi pada wanita yang berusia 37 tahun,
dimana terjadi stimulasi hormonal yang maksimal
Paritas (2% setelah kehamilan keempat)
Metode konsepsi (20% dengan induksi ovulasi)

6 | COASS OBSTETRIC GYNECOLOGY RSUD CENGKARENG


Riwayat keluarga
Insidensi kembar monozigot sama pada semua kelompok etnis dan tidak berbeda oleh usia maternal,
paritas maupun metode konsepsi yaitu 3,4/1000 kelahiran. Insidensi untuk kehamilan kembar

menurut Hukum Hellin adalah 1 dalam 80 n-1 kehamilan, misalnya gemelli 1: 80 kehamilan, triplet

1:802, kuadriplet 1 : 803, dan seterusnya.1

Etiologi

Janin yang kembar lebih sering terjadi akibat fertilisasi dua buah ovum yang terpisah (ovum-
ganda, kembar dizigot atau kembar fraternal). Sekitar sepertiga di antara kehamilan kembar
berasal dari ovum tunggal yang dibuahi, dan selanjutnya membagi diri menjadi dua buah
struktur yang serupa, masing masing dengan kemampuan untuk berkembang menjadi ovum
tunggal tersendiri (kehamilan monozigot atau kembar identik). Salah satu atau kedua proses
dapat terlibat dalam pembentukan fetus dengan jumlah yang lebih besar. Sebagai contoh, kembar
empat atau kuadruplet dapat timbul dari satu, dua, tiga, atau empat buah ovum.2

Klasifikasi

Kehamilan kembar dapat dibagi atas beberapa tipe :


1. Kembar dizigotik (Binovular-fraternal twins) (66%): yaitu
Fertilisasi dari 2 ovum oleh 2 sperma
Dikorionik, korion yang terpisah, memiliki 2 plasenta.
Diamniotik, amnion yang terpisah (kantung amnion)

2. Kembar monozigotik (Mono ovular-identical twins) (33%) yaitu :


Pembelahan dari 1 ovum, fertilisasi oleh 1 sperma
Jika pembelahan terjadi sebelum terbentuknya inner cell mass (morula), dalam 3 hari (72
jam pertama) dari fertilisasi, yang terjadi pada 1/3 dari kembar monozigotik maka setiap
fetus akan memiliki kantong amnion dan plasenta masing-masing (kembar dikorionik
diamniotik) sekitar 96%.
Jika pembelahan embrio terjadi setelah 3 hari fertilisasi (antara 4-8 hari), dimana morulla
sudah terbentuk, maka akan terjadi komunikasi antara sirkulasi plasenta sehingga terjadi
kembar diamniotik monokorionik sekitar 4%.

7 | COASS OBSTETRIC GYNECOLOGY RSUD CENGKARENG


Pembelahan ovum pada hari 8-13 setelah fertilisasi, dimana lapisan amnion sudah
terbentuk akan menjadi kembar monokorionik, monoamniotik
Pembelahan ovum > 13 hari setelah fertilisasi, dimana segmentasi terhambat dan setelah
primitive streak terbentuk maka akan terjadi kembar dempet (kembar siam). Dapat dibagi
sesuai lokasi anatomis dempetnya. D

Gambar 1. Pembelahan sel.

3. Fetus papyraceous
Salah satu fetus yang kembar tidak berkembang
Tak berbentuk, mengkerut, dan rata.3

Gambar 2. Pembelahan ovum.

Faktor Resiko

Faktor faktor yang menyebabkan matangnya 2 atau lebih folikel de Graaf atau terbentuknya 2
ovum atau lebih dalam satu folikel:
Ras

8 | COASS OBSTETRIC GYNECOLOGY RSUD CENGKARENG


Ras Afrika Amerika memiliki kecenderungan untuk kehamilan kembar paling besar
dibandingkan ras lain. Myrianthopoulus (1970) mendapatkan bahwa pada wanita kulit
putih terdapat 1 kehamilan kembar dari 100 kehamilan, dan 1 banding 80 pada wanita
kulit hitam. Kehamilan kembar di Asia lebih sedikit. Di Jepang angka kejadian angka
kejadian hanya 1 dari 155 kehamilan.
Usia
Kejadian kehamilan kembar mulai dari pubertas di mana aktivitas ovarium minimal, dan
mencapai puncaknya pada usia 37 tahun. Dari penelitian penelitian disimpulkan bahwa
wanita berusia lebih dari 30 tahun mempunyai kesempatan lebih besar mendapatkan
hasil konsepsi ganda. Setelah usia 40 tahun frekuensi kehamilan kembar menurun
kembali.
Paritas
Wanita yang telah hamil satu kali atau lebih sebelumnya, terutama kehamilan kembar
meningkatkan risiko hamil kembar.
Hereditas
Riwayat kehamilan kembar pada keluarga meningkatkan kemungkinan untuk kehamilan
kembar, genotip ibu jauh lebih penting daripada ayah dan pada umumnya terbatas pada
kehamilan dizigotik.
Faktor faktor lain
Induksi ovulasi dengan menggunakan preparat gonadotropin (FSH + chorionic
gonadotropin) atau klomifen, akan meningkatkan secara nyata kemungkinan ovulasi
ovum yang jumlahnya lebih dari satu, yang jika dibuahi akan menghasilkan janin
kembar. Obat klomid dan hormone gonadotropin yang dipergunakan untuk menimbulkan
ovulasi dilaporkan menyebabkan kehamilan dizigotik. Tekhnologi reproduksi yang
berkembang, seperti in vitro fertilization (IVF) dan tekhnik tekhnik lain menghasilkan
telur multipel yang kemudian dibuahi dan dikembalikan ke dalam uterus memiliki
kemungkinan kehamilan kembar yang tinggi. 4
Patofisiologi

Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan
seringkali terjadi partus prematurus. Lama kehamilan kembar dua rata-rata 260 hari, triplet 246
hari dan kuadruplet 235 hari. Berat lahir rata-rata kehamilan kembar 2500 gram, triplet
1800gram, kuadriplet 1400 gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan dengan melihat
plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan. Bila terdapat satu amnion yang tidak
dipisahkan dengan korion maka bayi tesebut adalah monozigotik.
9 | COASS OBSTETRIC GYNECOLOGY RSUD CENGKARENG
Secara umum, derajat dari perubahan fisiologis maternal lebih besar pada kehamilan
kembar dibanding dengan kehamilan tunggal. Pada trimester 1 sering mengalami nausea dan
muntah yang melebihi yang dikarateristikan kehamilankehamilan tunggal. Perluasan volume
darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada kehamilan kembar, dan rata-rata
kehilangan darah dengan persalinan vagina adalah 935 ml, atau hampir 500 ml lebih banyak
disbanding dengan persalinan dari janin tunggal. Massa sel darah merah meningkat juga, namun
secara proporsional lebih sedikit pada kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada
kehamilan tunggal, yang menimbulkan anemia fisiologis yang lebih nyata. Kadar
haemoglobin. kehamilan kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl dari 20 minggu ke depan.
Sebagaimana diperbandingkan dengan kehamilan tunggal, cardiac output meningkat
sebagai akibat dari peningkatan denyut jantung serta peningkatan stroke volume. Ukuran uterus
yang lebih besar dengan janin banyak meningkatkan perubahan anatomis yang terjadi selama
kehamilan. Uterus dan isinya dapat mencapai volume 10 L atau lebih dan berat lebih dari 20
pon. Khusus dengan kembar dua monozygot, dapat terjadi akumulasi yang cepat dari jumlah
cairan amnionik yang nyata sekali berlebihan, yaitu hidramnion akut. Dalam keadaan ini mudah
terjadi kompresi yang cukup besar serta pemindahan banyak visera abdominal selain juga paru
dengan peninggian diaphragma. Ukuran dan berat dari uterus yang sangat besar dapat
menghalangi keberadaan wanita untuk lebih sekedar duduk.
Pada kehamilan kembar yang dengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal maternal
dapat mengalami komplikasi yang serius, besar kemungkinannya sebagai akibat dari uropati
obstruktif. Kadar kreatinin plasma serta urin output maternal dengan segera kembali ke normal
setelah persalinan. Dalam kasus hidramnion berat, amniosintesis terapeutik dapat dilakukan
untuk memberikan perbaikan bagi ibu dan diharapkan untuk memungkinkan kehamilan
Berbagai macam stress kehamilan serta kemungkinan-kemungkinan dari komplikasi-komplikasi
maternal yang serius hampir tanpa kecuali akan lebih besar pada kehamilan kembar.
Diagnosis

Gejala dan Tanda


Gangguan yang biasanya muncul pada kehamilan akan meningkat pada kehmilan kembar. Efek
dari kehamilan kembar pada pasien antar lain: tekanan pada pelvis yang lebih berat dan lebih
awal, nausea, sakit punggung, varises, konstipasi, hemoroid, distensi abdominal dan kesulitan
bernafas. Aktivitas fetus lebih banyak dan persisten pada kehamilan kembar.
Diagnosis kehamilan kembar 75% didapatkan dari penemuan fisik, tanda-tanda yang
harus diperhatikan pada kehamilan kembar adalah:
1. Uterus lebih besar (>4 cm) dibandingkan usia kehamilannya.

10 | C O A S S O B S T E T R I C G Y N E C O L O G Y R S U D C E N G K A R E N G
2. Penambahan berat badan ibu yang mencolok yang tidak disebabkan oleh edema atau
obesitas
3. Polihidramnion
4. Ballotement lebih dari satu fetus
5. Banyak bagian kecil yang teraba
6. Uterus terdiri dari tiga bagian besar janin
7. Terdengarnya denyut jantung janin yang letaknya berjauhan dengan perbedaan kecepatan
paling tidak 8 dpm
8. Palpasi satu atau lebih fetus pada fundus setelah melahirkan satu bayi.

Laboratorium

Nilai hematokrit dan hemoglobin dan jumlah sel darah merah menurun, berhubungan dengan
peningkatan volume darah. Anemia mikrositik hipokrom seringkali muncul pada kehamilan
kembar. Kebutuhan fetus terhadap besi (Fe) melebihi kemampuan maternal untuk mensuplai Fe
didapatkan pada trimester kedua. Pada tes toleransi glukosa didapatkan gestasional DM dan
gestasional hipoglikemi sering ditemukan pada kehamilan kembar. Pada kehmilan kembar
chorionic gonadotropin pada urin, estriol dan pregnanendiol meningkat. Kehamilan kembar juga
dapat didiagnosis dengan pemeriksaan peningkatan serum alfa fetoprotein ibu walaupun
pemeriksaan ini tidak dapat berdiri sendiri. Tidak ada tes biokimia yang dapat membedakan
kehamilan tunggal atau kembar.

Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan USG yang teliti, kantung gestasional yang terpisah dapat diidentifikasi
pada awal kehamilan kembar. Identifikasi masing masing kepala fetus harus bisa dilakukan
dalam bidang tegak lurus sehingga tidak tertukar dengan potongan lintang badan janin dengan
kepala janin yang kedua.
Pada kehamilan kembar dikhorionik: jenis kelamin berbeda, plasenta terpisah dengan
dinding pemisah yang tebal (> 2mm) atau twin peak sign dimana membran melekat pada dua
buah plasenta yang menjadi satu. Pada kehamilan monokhorionik, mempunyai membran
pemisah yang sangat tipis sehingga tidak terlihat sampai trimester kedua. Tebal membran <
2mm.6

11 | C O A S S O B S T E T R I C G Y N E C O L O G Y R S U D C E N G K A R E N G
Gambar 3. Gambaran pemeriksaan usg.
Tatalaksana

Penatalaksanaan dalam kehamilan


Untuk kepentingan ibu dan janin, perlu diadakan pencegahan terhadap pre-eklampsia dan
eklampsia, partus prematurus, dan anemia. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, perlu dibuat
diagnosis dini kehamilan kembar. Pemeriksaan antenatal perlu diadakan lebih sering. Mulai
kehamilan 24 minggu pemeriksaan dilakukan tiap 2 minggu, sesudah kehamilan 36 minggu tiap
minggu, sehingga tanda tanda pre-eklampsia dapat diketahui dini dan penanganan dapat
dikerjakan dengan segera. Istirahat baring dianjurkan lebih banyak karena hal itu dapat
menyebabkan aliran darah ke plasenta meningkat, sehingga pertumbuhan janin lebih baik.2
Setelah kehamilan mencapai 30 minggu, perjalanan jauh dan koitus sebaiknya dilarang
karena dapat merupakan faktor predisposisi partus prematurus. Oleh beberapa penulis
dianjurkan untuk merawat wanita dengan kehamilan kembar setelah kehamilan mencapai 30
minggu untuk menghindarkan partus prematurus, tetapi berapa jauh pengaruhnya tidak diketahui
dengan pasti.2
Anemia hipokrom tidak jarang terjadi pada kehamilan kembar karena kebutuhan besi dua
bayi dan penambahan volume darah ibu sangat meningkat. Pemberian sulfas ferrosus sebanyak 3
x 100 mg secara rutin perlu dilakukan. Selain besi, dianjurkan pula untuk memberikan asam
folat sebagai tambahan.2
Pemakaian korset sering meringankan beban pembesaran perut. Makanan dianjurkan
mengandung banyak protein dan makan dilaksanakan lebih sering dalam jumlah lebih sedikit.2

Penatalaksanaan dalam persalinan

12 | C O A S S O B S T E T R I C G Y N E C O L O G Y R S U D C E N G K A R E N G
Mengingat banyaknya komplikasi kehamilan dan persalinan kembar, maka diperlukan perhatian
khusus. Rekomendasi untuk penatalaksanaan intrapartum meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Tersedia tenaga professional yang senantiasa mendampingi proses persalinan dan
memonitor keadaan janin.
2. Tersedia produk darah untuk transfuse
3. Terpasang akses intravena
4. Pemberian ampisilin 2 gram tiap 6 jam bila terdapat persalinan prematur untuk mencegah
infeksi neonatus.
5. Tersedia obstetrisian yang mampu mengidentifikasi bagian janin intrauterin dan
melakukan manipulasi intrauterin.
6. Jika memungkinkan tersedia mesin ultrasonografi
7. Ada dokter anestesi yang dapat segera dipanggil jika diperlukan
8. Ada tenaga terlatih untuk melakukan resusitasi neonatus
9. Tempat persalinan cukup luas agar memungkinkan anggota tim bekerja secara efektif.
Prognosis

Bahaya bagi ibu pada kehamilan kembar lebih besar daripada kehamilan tunggal karena lebih
seringnya terjadi anemia, pre-eklampsia dan eklampsia, operasi obstetrik, dan perdarahan
postpartum.
Kematian perinatal anak kembar lebih tinggi daripada anak kehamilan tunggal.
Prematuritas merupakan sebab utama. Selain itu, juga lebih sering terjadi pre-eklampsia dan
eklampsia, hidramnion, kelainan letak, prolapsus funikuli dan operasi perdarahan serebral dan
kemungkinan adanya kelainan bawaan pada bayi.
Kematian anak kedua lebih tinggi daripada yang pertama karena lebih sering terjadi
gangguan sirkulasi plasenta setelah anak pertama lahir, lebih banyaknya terjadi prolapsus
funikuli, solusio plasenta, serta kelainan letak pada janin kedua.
Kematian anak pada kehamilan monozigotik lebih besar daripada kehamilan dizigotik
karena pada yang pertama dapat terjadi lilitan tali pusat antara janin pertama dan kedua.

Twin to Twin Transfusion Syndrome

Definisi

Suatu komplikasi dari kehamilan multipel monokorion yang berisiko tinggi menyebabkan
kematian fetal/neonatus, terutama pada janin usia belum mampu hidup dan bila janin
berhasil hidup maka janin tersebut berisiko mengalami gangguan jantung, syaraf dan mental.
Anastomosis pembuluh darah antar janin berperan penting pada patofisologi terjadinya TTTS.
Darah ditransfusikan secara tidak seimbang antara satu janin (donor) dengan janin yang lain
(resipien). Transfusi ini menyebabkan penurunan volume darah janin donor. Hal ini
13 | C O A S S O B S T E T R I C G Y N E C O L O G Y R S U D C E N G K A R E N G
mengakibatkan pertumbuhan janin donor menjadi terhambat. Sedangkan janin resipien
mendapat darah yang berlebihan sehingga bias mengakibatkan gagal jantung. TTTS
merupakan komplikasi dari kehamilan kembar monochorionik dimana dari gambaran sonografi
terlihat ditemukan polihidroamnion pada satu kantong dan oligohidroamnion pada kantong
lainnya pada suatu kehamilan ganda monochorionik-diamniotik. Darah ditransfusikan dari
kembar donor ke kembarannya sebagai resipien sedemikian rupa sehingga donor menjadi
anemic dan pertumbuhannya terganggu, sementara resipien menjadi polisitemik dan mungkin
mengalami kelebihan beban sirkulasi yang bermanifestasi sebagai hidrops.5

Epidemiologi

Angka kejadian TTTS berkisar antara 4% sampai 35% dari seluruh kehamilan kembar
monochorionic dan menyebabkan kematian pada lebih dari 17% dari seluruh kehamilan kembar.
Bila tidak diberikan penanganan adekuat, > 80% janin dari kehamilan tersebut akan mati
intrauterine atau mati selama masa neonatus. Kematian dari satu janin intrauterine akan
membawa konsekuensi disseminated intravascular coagulation (DIC).6

Klasifikasi

Sebagian besar dari kehamilan akan menghasilkan satu bayi, hanya 1 dari 80 kehamilan
akan terjadi kehamilan kembar yang dapat terjadi dalam 2 cara. Cara yang paling umum (2/3
kasus) adalah 2 sperma yang berbeda akan membuahi 2 ovum menghasilkan kehamilan kembar
dizigotik atau disebut juga fraternal twin. Pada janin kembar dizigotik akan memiliki dua
membran ketuban dan dua plasenta sehingga sering disebut kehamilan diamniotic,
7,8
dichorionic.

Gambar 4. Dizigotik (diamniotic, dichorionic)

P
ada 1/3 kehamilan lainnya, 1 sperma akan membuahi 1 ovum tetapi akan membelah menjadi
2 embrio menghasilkan kembar monozigotic, sering disebut juga kembar identik karena
memiliki materi genetik yang sama. Kurang lebih 1/3 dari kembar monozigotic tampak

14 | C O A S S O B S T E T R I C G Y N E C O L O G Y R S U D C E N G K A R E N G
seperti fraternal twin karena pada pemeriksaan ultrasound prenatal didapatkan 2 membran
ketuban dan plasenta yang terpisah. Akan tetapi pada 2/3 kasus kembar identik, setiap
janin memiliki membran ketuban sendiri namun akan berbagi plasenta yang sama. Jenis
kembar monozigotik ini sering disebut monochorionic, diamniotic yang memiliki risiko
komplikasi yang lebih tinggi untuk terjadinya TTTS oleh karena berbagi plasenta yang
7,8
sama.

Gambar 5. Monozigotik (monochorionic, diamniotic)

15 | C O A S S O B S T E T R I C G Y N E C O L O G Y R S U D C E N G K A R E N G
Kurang dari 1% dari kembar identik (sekitar 1 dari 2400 kehamilan) akan menghasilkan
satu membran ketuban dan satu plasenta bagi kedua janin. Tipe ini disebut monochorionic,
monoamniotic. Jenis kembar ini memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinya kematian janin
akibat umbilical cord accident.

Gambar 6. Monozigotik (monochorionic, monoamniotic)

Twin-to-twin transfusion syndrome merupakan suatu tantangan dalam terapi terutama terhadap
prognosis janin. Dalam kondisi tanpa penanganan yang adekuat akan menyebabkan morbiditas
dan mortalitas janin. Kondisi ini akan mempengaruhi kedua janin dimana dengan kondisi awal
yang normal, oleh karena adanya hubungan antara keduanya yang berada pada permukaan
plasenta sehingga seharusnya dapat untuk dilakukan terapi. Kondisi ini hanya terjadi pada
monochorionic, diamniotic (1/3 dari monozygotic twin). Pada sebagian besar kehamilan ini,
plasenta tunggal akan memiliki pembuluh darah yang akan menghubungkan kedua janin.
Untuk alasan yang belum diketahui sampai dengan saat ini, pada 15%-20% dari
monochorionic diamniotic aliran darah yang melalui pembuluh darah ini menjadi tidak
seimbang menghasilkan kondisi yang disebut twin-twin transfusion syndrome (TTTS) yang
bukan merupakan faktor yang diturunkan/genetik atau disebabkan oleh sesuatu yang
dilakukan oleh ibu atau ayah.

Pada TTTS, janin yang lebih kecil (disebut janin donor) tidak mendapatkan aliran darah
yang mencukupi sedangkan janin yang lebih besar (disebut janin resipien) menjadi overloaded
karena terlalu banyak aliran darah. Sehingga menghasilkan gangguan pada trimester kedua
ditandai dengan perbedaan jumlah air ketuban dan gangguan pertumbuhan yang mencolok
diantara keduanya, terjadi hipovolemik dan insufiensi plasenta pada janin donor, dan
hipervolemik dan disfungsi jantung pada resipien.

16 | C O A S S O B S T E T R I C G Y N E C O L O G Y R S U D C E N G K A R E N G
Twin to twin transfusion syndrome (TTTS) berdasarkan berat ringannya penyakit dibagi atas:

1. TTTS tipe berat, biasanya terjadi pada awal trimester ke II, umur kehamilan 16-18
minggu. Perbedaan ukuran besar janin lebih dari 1,5 minggu kehamilan. Ukuran tali
pusat juga berbeda. Konsentrasi Hb biasanya sama pada kedua janin. Polihidroamnion
terjadi pada kembar resipien karena adanya volume overload dan peningkatan jumlah
urin janin. Oligohidroamnion terjadi pada kembar donor oleh karena hipovolemia dan
penurunan jumlah urin janin. Oligohidroamnion yang berat bisa menyebabkan terjadinya
fenomena stuck-twin dimana janin terfiksir pada dinding uterus.
2. TTTS tipe sedang, terjadi pada akhir trimester ke II, umur kehamilan 24-30 minggu.
Walaupun terdapat perbedaan ukuran besar janin lebih dari 1,5 minggu kehamilan,
polihidroamnion dan oligohidroamnion tidak terjadi. Kembar donor menjadi anemia,
hipovolemia dan pertumbuhan terhambat. Sedangkan kembar resipien mengalami
plethoric, hipovolemia, dan makrosomia. Kedua janin bisa berkembang menjadi hidrops.
3. TTTS tipe ringan, terjadi secara perlahan pada trimester III. Polihidramnion dan
oligohdroamnion biasanya tidak terjadi. Konsentrasi Hb berbeda lebih dari 5 gr%.
Ukuran besar janin berbeda lebih drai 20%.8

Twin to twin transfusion syndrome juga dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronik.
Patofisiologi yang mendasar penyakit ini, gambaran klinis, morbiditas dan mortalitas pada kedua
tipe ini sangat berbeda. Angka kematian perinatal yang tinggi pada twin to twin transfusion
syndrome terutama disebabkan oleh tipe yang kronik.

Tipe akut jika terjadi transfuse darah secara akut/tiba-tiba dari satu janin ke janin yang
lain, biasanya pada trimester ke tiga atau selama persalinan dari kehamilan monokorionik
yang tidak berkomplikasi, menyebabkan hipovolemia pada kembar donor dan
hipervolemia pada kembar resipien, dengan berat badan lahir yang sama. Transfuse dari
kembar pertama ke kembar kedua saat kelahiran kembar pertama. Namun demikian, bila
tali pusat kembar pertama terlambat dijepit, darah dari kembar yang belum dilahirkan
dapat ditransfusikan ke kembar pertama. Diagnosis biasa dibuat pada saat postnatal.
Tipe Kronik biasanya terjadi pada kehamilan dini (umur kehamilan 12-26 minggu).
Kasus tipe ini merupakan yang paling bermasalah karena bayinya masih imatur dan tidak
dapat dilahirkan, sehingga dalam pertumbuhannya di uterus, bisa mengalami kelainan
akibat dari twin-to-twin transfusion syndrome seperti hydrops. Tanpa terapi, sebagian
besar bayi tidak dapat bertahan hidup atau bila survival, akan timbul kecacatan.
Walaupun arah transfuse darah menuju kembar resipien, tetapi thrombus dapat secara

17 | C O A S S O B S T E T R I C G Y N E C O L O G Y R S U D C E N G K A R E N G
bebas berpindah arah melalui anstomosis pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan
infark atau kematian pada kedua janin.8

Patofisiologi

Ada beberapa factor yang mempengaruhi patofisiologi terjadinya TTTS menurut Bajoria,
Rekha(1998), yakni:
1. Tipe dan jumlah dari anstomosis yang ada ( Machin et all, 1996), juga dipengaruhi letak
yang sangat bergantung pada ukuran zona plasenta dan insersi tali pusat (sentral,
eksentrik, marginal, velamentosa)
2. Tekanan yang abnormal pada insersi dari umbilical cord ( Fries et al,1993)
3. Insufisiensi aliran uteroplasenta ( Saunders et al, 1992 )
Teori yang banyak difahami adalah bahwa transfusi darah dari donor kepada penerima kembar
terjadi melalui anastomosis vaskular plasenta. Dimana koneksi vaskuler antar janin kembar
terdiri dari 2 tipe, yaitu: Pertama tipe superficial dan kedua tipe profunda. Masing-masing tipe
mempunyai karakteristik aliran, pola resistensi tersendiri yang mempengaruhi pertumbuhan
janin kembar monokorionik. Koneksi tipe superficial seperti arterioarteriosa (aa); venovenosa
(vv). Gambaran ini terlihat jelas pertemuannya di atas lempeng korion, dimana hubungan ini
jarang menimbulkan antenatal TTS. Justru hubungan ini akan melindungi supaya tidak
berkembang menjadi TTS. Koneksi arterioarteriosa lebih sering dibanding koneksi venavenosa.
Dalam Shandra Rajene, 1999 Koneksi arterioarteriosa dan venavenosa memberikan pembagian
darah yang seimbang pada kedua janin dan tidak ada anastomosis arteriovenosa. Koneksi tipe
profunda atau sirkulasi ketiga bersifat arteriovenosa (a-v) dimana salah satu janin bersifat
sebagai donor dan janin yang lain sebagai resipien. Anastomosis ini tidak tampak pada lempeng
korionik dikarenakan adanya perbedaan tekanan (gradien) yang terjadi pada sirkulasi tersebut.
Anastomosis ini jarang terjadi, kebanyakan jika terjadi anastomosis arteriovenosa diikuti dengan
anastomosis arterioarteriosa yang melindungi terjadinya sirkulasi ketiga. Karena sirkulasi
menghasilkan keseimbangan dinamis dimana disamping terjadinya penurunan tekanan donor
juga terjadi peningkatan resipien.

Diagnosis
TTTS merupakan kondisi dengan perjalanan yang lambat, dengan dimulai (dilaporkan) pada
umur kehamilan 13 minggu atau trimester kedua. Diagnosis TTTS ditegakkan dengan evaluasi
ultrosonografi yang menunjukkan adanya kehamilan kembar dengan satu plasenta
(monochorionic), jenis kelamin sama dengan dipisahkan oleh membran ketuban, pengukuran
nuchal translucency >3mm pada umur kehamilan 10-14 minggu, hasil crown-rump length

18 | C O A S S O B S T E T R I C G Y N E C O L O G Y R S U D C E N G K A R E N G
(CRL) yang buruk pada salah satu janin, polihidramnion pada janin resipien dan
oligohidramnion pada janin donor. Jumlah air ketuban diukur dengan maximum vertical
pocket (MVP).

Berdasarkan ultrasonografi, Quintero at al membagi TTTS menjadi 5 klasifikasi:

Stage I : awal dari TTTS akan tampak pada pemeriksaan ultrasonografi terdapat
oligohidramnion pada janin donor dengan MVP 2cm atau kurang, vesika urinaria masih
tampak dan polihidramnion pada janin resipien MVP 8 cm atau lebih.
Stage II : stage I dengan vesika urinaria janin donor yang tidak tampak.
Stage III : pemeriksaan aliran darah (Doppler velocimetry) pada tali pusat dan ductus
venosus janin akan tampak gambaran abnormal (pada salah satu atau kedua janin). Pada
arteri umbilikalis akan didapatkan tidak adanya gambaran aliran diastolik atau terbalik,
gambaran ini biasa didapatkan pada janin donor. Pada ductus venosus, didapatkan diastolik
yang hilang atau terbalik. Gambaran ini biasa didapatkan pada janin resipien dengan awal
kegagalan fungsi jantung. Janin resipen juga menunjukkan gambaran kebocoran katup
jantung sebelah kanan (regurgitasi trikuspid).
Stage IV : satu atau kedua janin menunjukkan gejala hidrops, yang berarti telah terjadi
kelebihan/penumpukan cairan pada beberapa bagian tubuh janin seperti pembengkakan pada
kulit kepala (scalp edema), abdomen (ascites), sekitar paru-paru (pleural effusion) atau
sekitar jantung (pericardial effusion). Hasil ini sebagai bukti adanya kegagalan fungsi
jantung dan biasanya didapatkan pada janin resipien.
Stage V : kedua janin meninggal.
Angka survival rate dari janin menjadi semakin buruk dengan progresivitas penyakit, dengan
perkiraan separuh dari pasien akan berlanjut ke tingkat lebih lanjut, 30% menetap dan 20%
akan mengalami perbaikan. Salah satu variasi dari dari TTTS, dimana salah satu janin tumbuh
dengan normal sedangkan janin yang lain mengalami kegagalan dalam pembentukan organ
jantung dan organ tubuh lainnya. Pada kehamilan ini, tali pusat janin acardiac merupakan
percabangan langsung dari tali pusat dengan aliran darah dari janin normal yang disebut juga
dengan pump twin, dengan aliran darah yang terbalik (reversed) sehingga kondisi ini
disebut twin reversed arterial perfusion (TRAP). Pada beberapa kasus aliran darah dari
pump twin berhenti dan pertumbuhan janin acardiac akan berhenti. Sedangkan pada kasus
lainnya aliran darah akan terus berlanjut dengan pertumbuhan dari janin acardiac, yang
mengakibatkan kegagalan fungsi jantung dan polihidramnion pada pump twin/janin donor.

19 | C O A S S O B S T E T R I C G Y N E C O L O G Y R S U D C E N G K A R E N G
Gambar 7. Twin reversed arterial perfusion (TRAP)

Tanpa manajemen yang adekuat, TTTS dengan umur kehamilan kurang dari 24 minggu
sejumlah 80%-90% kasus akan dihubungkan dengan kematian salah satu atau kedua janin. Jika
salah satu janin meninggal, maka pembuluh darah yang menghubungkan kedua janin akan
menempatkan janin hidup dengan risiko jangka panjang terjadi kerusakan otak pada 1/3 kasus.
Pada umumnya, semakin lanjut progresivitas semakin buruk prognosis janin. Jika TTTS timbul
pada umur kehamilan awal (sebelum umur kehamilan 16 minggu), terminasi kehamilan
merupakan suatu pilihan dengan pertimbangan prognosis yang buruk. Variasi dari manajemen
TTTS dengan tujuan utama mempengaruhi ketidakseimbangan cairan antara kedua janin atau
memutuskan anastomosis pembuluh darah yang menghubungkan kedua janin. Keberhasilan
manajemen ini diukur berdasarkan jumlah bayi yang hidup dan juga jumlah bayi yang
4,5
tidak mengalami gangguan fungsi otak.

Terdapat beberapa teori yang mencoba menjelaskan adanya defisit neurologis pada kembar
monochorionic yang hidup, terutama dengan TTTS. Yang pertama, ketika salah satu janin
meninggal in utero maka aliran darah yang berasal janin hidup ke sistem vaskular janin
meninggal (dalam kondisi dilatasi) dapat menyebabkan hipotensi dan iskemik serebral pada
janin yang masih hidup. Teori kedua menyatakan bahwa adanya aliran
gumpalan darah dengan konsentrasi hemoglobin (Hb) yang tinggi (ke janin hidup) akan
menyebabkan resipien mengalami trauma neurologik. Yang ketiga yaitu adanya anemia
dan hipoksia padadonormenjadipenyebabnya.

20 | C O A S S O B S T E T R I C G Y N E C O L O G Y R S U D C E N G K A R E N G
Tatalaksana

Ada beberapa pilihan manajemen, amnioreduksi dan microseptostomy (penusukan membran


intertwin) dengan tujuan untuk menormalkan volume air ketuban sehingga dapat mencegah
partus preterm oleh karena polihidramnion. Manajemen ini, utamanya tidak ditujukan untuk
dekompensasi terhadap sirkulasi seperti yang terjadi pada kondisi berat, dan janin yang hidup
berisiko untuk terjadinya komplikasi neurologi terutama jika salah satu janin meninggal in
utero, dan juga akan mempercepat terjadinya hipotensi pada janin lainnya oleh karena agonal
transfusi antara janin. Pada kasus dimana terjadi kematian salah satu janin, dilakukan oklusi
tali pusat dengan bipolar diatermi untuk memberikan kesempatan bagi janin yang hidup untuk
menurunkan risiko komplikasi neurogenik. Tujuan utama ablasi dengan laser endoskopik
adalah menghentikan sindroma dengan cara memutuskan transfusi intertwin, tetapi dengan
risiko kematian janin oleh karena kerusakan non selektif pembuluh darah pada kotiledon
plasenta.

Reduction amniocentesis

Amniocentesis secara serial untuk mengurangi jumlah air ketuban yang berlebihan dari
kantung amnion janin resipien dengan menggunakan jarum melewati dinding perut ibu.
Jumlah air ketuban yang dikeluarkan bervariasi berdasarkan volume awal air ketuban pada
janin resipien, umur kehamilan dan adanya kontraksi uterus selama prosedur tindakan. Pada
umumnya tidak lebih dari 3 liter pada setiap kali prosedur dan diselesaikan dalam waktu
kurang dari 30 menit. Tindakan ini sementara waktu dapat mengembalikan keseimbangan
dalam jumlah air ketuban pada kedua kantung amnion janin dan dilakukan pada TTTS
stadium I-II yang timbul pada akhir kehamilan.

Akan tetapi tindakan ini memerlukan pengulangan yang dilakukan setiap beberapa hari sampai
dengan minggu dimana jumlah air ketuban kembali mencapai berlebihan. Prosedur ini
dirasakan tidak efektif pada TTTS stadium III dan IV. Komplikasi dari prosedur berulang ini
yaitu termasuk persalinan premature 3%, ketuban pecah dini 6%, infeksi sejumlah 1%
dan pelepasan dini plasenta (abruptio plasenta) pada 1% kasus. Kehamilan TTTS dengan
manajemen amniosentesis berulang dengan angka rata-rata persalinan pada umur kehamilan
29-30 minggu dengan survival rate dilaporkan sejumlah 18%-83%, dimana 56% nya dengan
TTTS lanjut dengan luaran satu janin hidup tanpa kerusakan otak. Mendekati 20%-25% dari
janin TTTS yang hidup didapatkan memiliki gangguan pertumbuhan jangka panjang.

21 | C O A S S O B S T E T R I C G Y N E C O L O G Y R S U D C E N G K A R E N G
Gambar 8. Reduction amniocentesis.

Septostomy atau microseptostomy Septostomy

Tindakan untuk membuat lubang pada membran diantara membran ketuban kedua janin
dengan menggunakan jarum. Lubang ini akan menyebabkan perpindahan cairan dari kantung
ketuban dengan jumlah air ketuban yang berlebihan (resipien) ke kantung ketuban dengan
jumlah sedikit (donor). Dikarenakan tindakan septostomy menggunakan dengan jarum yang
sama dengan tindakan amniocentesis, komplikasi dari infeksi, persalinan prematur dan
ketuban pecah dini sangat jarang. Septostomy memiliki risiko dimana lubang yang
menghubungkan kedua kantung amnion menjadi lebih besar oleh karena sobeknya
membran ketuban sehingga memungkinkan kedua janin untuk berbagi ruang kantung ketuban
yang sama (dilaporkan sejumlah 3%). Dalam kondisi terburuk, tali pusat kedua janin dapat
terlilit satu sama lain yang mengakibatkan kematian salah satu atau kedua janin. Pada
penelitian dengan skala besar didapatkan survival rate sejumlah 80% untuk salah satu janin dan
60% untuk kedua janin.

Gambar 9. Septostomy atau microseptostomy Septostomy

22 | C O A S S O B S T E T R I C G Y N E C O L O G Y R S U D C E N G K A R E N G
Selective laser ablation of the placenta anastomosis vessels

Pada TTTS stadium II atau lebih, tindakan ablasi laser pada pembuluh darah pada plasenta
yang menghubungkan kedua janin dapat merupakan tindakan kuratif. Dengan membuat insisi
kecil pada kulit yang memungkinkan untuk memasukkan instrumen dengan panduan
ultrasonografi kedalam kantung ketuban janin resipien. Dengan menggunakan fetoscope untuk
menemukan pembuluh darah yang menghubungkan kedua janin pada permukaan plasenta
kemudian ditutup dengan menggunakan energi laser, dilanjutkan dengan amniocentesis
hingga mencapai volume normal. Oleh karena fetoscope memerlukan lubang/insisi pada kulit
yang lebih lebar sehingga dihubungkan dengan komplikasi yang lebih tinggi dari kontraksi
prematur, ketuban pecah dini (15%-20%), abruption plasenta (2%) dan infeksi, sehingga
dengan alasan ini diberikan medikasi untuk mencegah kontraksi dan infeksi sebelum dan
sesudah prosedur. Sebagai tambahan, terapi laser dapat dihubungkan dengan risiko unik dimana
energi laser dapat menyebabkan perdarahan pada beberapa area plasenta atau pembuluh darah
di permukaan plasenta. Ablasi dengan laser memiliki survival rate setidaknya salah satu
janin sebesar 70%-80% dan keduanya 1/3 kasus. Jika salah satu janin meninggal akibat
prosedur tindakan, kemungkinan bagi janin hidup untuk timbulnya komplikasi mengalami
penurunan dari 35% menjadi 7% dikarenakan keduanya tidak lagi berbagi pembuluh darah.

Gambar 10. Selective laser ablation of the placenta anastomosis vessels.

23 | C O A S S O B S T E T R I C G Y N E C O L O G Y R S U D C E N G K A R E N G
Selective cord coagulation

Pada beberapa kasus didapatkan kondisi dimana pasien sulit untuk mengambil keputusan
terhadap manajemen yang akan dilakukan oleh karena kemungkinan kematian salah satu janin
untuk menyelamatkan yang lainnya. Prosedur selective cord coagulation ini dilakukan jika
ablasi dengan laser tidak dimungkinkan atau jika salah satu dari janin dalam kondisi mendekati
kematian. Dengan menghentikan aliran darah pada tali pusat janin yang sekarat, janin lainnya
dapat terlindungi dari konsekuensi kematian saudaranya. Prosedur ini dilakukan dengan
menggunakan forcep khusus yang dimasukkan kedalam kantung ketuban janin resipien dengan
panduan ultrasonografi. Tali pusat dikoagulasi dengan menggunakan aliran listrik sehingga
aliran darah ke janin ini akan berhenti dan hubungan antara kedua janin terputus, tetapi akan
menghilangkan kesempatan hidup dari salah satu janin. Komplikasi dari prosedur ini adalah
persalinan prematur dan ketuban pecah dini 20%.

Gambar 11. Selective cord coagulation.

Radio frequency ablation

Prosedur ini dilakukan untuk kondisi sindroma TRAP. Tali pusat dari janin dengan acardiac
biasanya sangat pendek dan sulit ditemukan dengan ultrasonografi sehingga sulit untuk
menghentikan aliran darah ke jantung janin dengan cara koagulasi tali pusat (Gamabar 10).
Sehingga sebuah pembuluh darah besar pada acardiac janin biasanya menjadi ujuan utama.
Hal ini dilakukan dengan menggunakan radio frequency ablation catheter dimana sebuah
jarum khusus digunakan untuk membakar pembuluh darah besar pada janin yang abnormal,

24 | C O A S S O B S T E T R I C G Y N E C O L O G Y R S U D C E N G K A R E N G
sehingga menghentikan aliran darah dari janin normal ke janin acardiac. Komplikasi dari
infeksi, persalinan prematur dan ketuban pecah dini 8% sama dengan prosedur lainnya yang
menggunakan jarum dan kesempatan janin normal bertahan hidup 90%.

Gambar 12. Radio frequency ablation

Prognosis

Hasil tergantung pada usia kehamilan pada saat kelahiran dan apakah iskemia otak janin
intrauterin terjadi. Semakin rendah saat lahir usia kehamilan semakin besar risiko lama sequele
neurologis atau paru-paru.

Daftar Pustaka

1. Romaine R, Masami Y, Yves V. Selective feticide in complicated monochorionic


twin pregnancies using ultrasound guided bipolar cordcoagulation. BJOG. 2005;
112(10).1344-48.
2. Caroline F, Mark D, Khalid S. Contemporary treatments for twintwin transfusion
syndrom. American Journal of Obstetric and Gynecology. 2005; 105:1469-77.
3. Liesbeth L, Schoubroecka DV, Grataco E, Wittersa I, Timmermana D,
Depresta J. Monochorionic diamniotic twins: complications and management options.
American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2015:17794.
4. Twin to Twin Transfusion Syndrome [editorial]. BMJ. 2007; 316: 1581-6.

25 | C O A S S O B S T E T R I C G Y N E C O L O G Y R S U D C E N G K A R E N G
5. Vicki N, Zvi L, Baram P, Simon D, Gonen O. Dizygotic twin pregnancy
discordant. J Ultrasound Med. 2007:97(103).
6. Dev K, Menin. A retrospective study of the accuracy of sonographic
chorionicity determination in twin pregnancies. Australian Journal of Obstetrics. 2006;
3(8): 259-61.
7. Hubinont C.; Bernard P.; Pirot N.; Biard J.-M.; Donnez J., Twin-to-twin transfusion
syndrome: treatment by amniodrainage and septostomy, European Journal of Obstetrics &
Gynecology and Reproductive Biology 92. 2000 : 141-144.
8. Lopriore E, Sueters M, Johanna MM, Klumper F, Oepkes D, Frank PH, et al.
Twin pregnancies with two separate placental masses can still be monochorionic and
have vascular anastomoses. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2006;
194: 804-8.

26 | C O A S S O B S T E T R I C G Y N E C O L O G Y R S U D C E N G K A R E N G

Anda mungkin juga menyukai