Disusun Oleh :
Pandu Satya Widiarto
NIM 030.10.218
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Sindrom Steven
Johnson.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.
KK, MM
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Epidemiologi
Etiologi..
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Diagnosis
Diagnosis Banding
Penatalaksanaan
Prognosis
Komplikasi...
18
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
1.1.
Definisi
Sindrom Steven Johnson (SSJ) adalah kumpulan gejala klinis yang
mengenai kulit, mukosa orifisium serta mata, yang disertai dengan keadaan umum
ringan sampai berat1. Sedangkan menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit
dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) sindrom Steven Johnson didefinisikan
sebagai salah satu jenis erupsi kulit akibat alergi obat (EOA) yang berat, mengenai
kulit dan selaput lendir terutama orifisium, mulut dan ano genital, serta kelainan
mata2.
Pasien mungkin mengeluhkan ruam pembakaran yang dimulai secara
simetris pada wajah dan bagian atas dari tubuh. Selain itu, ada beberapa tanda dari
keterlibatan kulit dalam Sindrom Stevens-Johnson, antara lain:
a. Eritema
b. Edema
c. Sloughing
d. Vesikel
e. Ulserasi
f. Nekrosis.
1
1 Djuanda A. Sindrom Stevens-Johnson. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007:163-5.2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit
dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) Sindrom Steven Johnson. In: Panduan Pelayanan Medis
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Jakarta: 2011.263-5
1.2.
Epidemiologi
Sebuah
studi
retrospektif
mengenai
epidemiologi,
etiologi,
penatalaksanaan dan manifestasi klinis yang dilakukan pada tahun 2004 sampai
November 2010 di Rumah Sakit umum Singapura untuk semua pasien SSJ yang
diobati di Rumah Sakit tersebut. Terdiri dari 18 kasus SSJ, 7 kasus SSJ/NET
Overlap, Rerata usia adalah 50 tahun dengan range 13-85 tahun, dengan
perbandingan laki-laki:perempuan adalah 1:2 penyebab terbanyak adalah dari
penggunaan Antikonvulsan (35,7%), Antibiotik (28,5%), NSAIDs (14,3%),
Allopurinol (7,1%) dan Traditional Chinese Medicine
1.3.
Etiologi
Penyebab pasti dari Sindrom Stevens-Johnson ini idiopatik atau belum
diketahui. Namun penyebab yang paling sering terjadi ialah alergi sistemik
terhadap obat yaitu reaksi berlebihan dari tubuh untuk menolak obat-obatan yang
masuk ke dalam tubuh.6
2
Siew-KT, Yong KT. Profile and Pattern of Steven Johnson Syndrome and Toxic Epidermal
2. Infeksi
Infeksi merupakan penyebab yang jarang menimbulkan Sindrom
Stevens-Johnson.
Dilaporkan
kejadian
Sindrom
Stevens-Johnson
3. Imunisasi
Terkait dengan imunisasi - misalnya, campak, hepatitis B.
4. Penyebab lain :
1.4.
SLE
Neoplasma
Radiasi
Patofisiologi
Mekanisme yang jelas sehingga obat dapat menyebabkan timbulnya
Sindrom Stevens-Johnson belum diketahi secara pasti. Tetapi, mekanisme
imunologis, metabolit obat yang mengalami reaktivasi dan interaksi diantara
37 Goldsmith LA. Gilchrest BA. op.cit. Hlm. 349-350
48 Djuanda A, Hamzah Mochtar, op.cit hlm.163
fagosit untuk mengeliminasi sel yang apoptosis terbatas sehingga sel menjadi
nekrosis dan menghasilkan komponen intraseluler, yang menyebabkan respon
inflamasi.10
Pada kulit yang normal FasL yang disajikan oleh keratinosit sangat
rendah dan terlokalisir di dalam sel (intraseluller). Pada lesi akibat Sindrom
Stevens-Johnson, ditemukan level FasL yang disajikan oleh kratinosit tinggi
dan terletak dipermukaan luar sel (ekstraseluler) sehingga terjadi interaksi
antara
multimerasi dan mengirimkan signal yang cepat sehingga terjadi kematian cell
akibat apoptosis. Semakin luasnya apoptosis semakin menyebabkan destruksi
epidermis yang luas pula.
1.5.
Manifestasi Klinis
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah karena imunitas
belum begitu berkembang. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat.
Pada yang berat kesadaran menurun, pasien dapat soporous sampai koma.
Mulanya penyakit akut dapat diserati gejala prodromal berupa malaise, demam
nyeri kepala, batuk pilek dan nyeri tenggorokan Muntah dan diare juga dapat
muncul sebagai gejala awal. Gejala awal tersebut dapat berkembang menjadi
gejala yang lebih berat, yang ditandai dengan peningkatan kecepatan denyut nadi
dan laju pernapasan, rasa lemah, serta penurunan kesadaran.11
Adapun 3 kelainan utama ( trias kelainan) yang muncul pada Sindrom
Stevens-Johnson antara lain:
a. Kelainan pada kulit
Kelainan yang dapat terjadi pada kulit penderita sindrom Sindrom
Stevens-Johnson, antara lain timbulnya ruam yang berkembang menjadi
eritema, papula, vesikel, dan bula.9
6
Berbeda dengan lesi target pada eritema multiforme, lesi target pada
Sindrom Stevens-Johnson merupakan lesi atipikal datar yang hanya memiliki
2 zona warna dengan batasan yang buruk. Selain itu, makula purpura yang
banyak dan luas juga ditemukan pada bagian tubuh penderita sindrom
Sindrom Stevens-Johnson. Lesi yang muncul dapat pecah dan meninggalkan
kulit yang terbuka. Hal tersebut menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi
sekunder.
Pengelupasan paling banyak terjadi pada area tubuh yang tertekan seperti
pada bagian punggung dan bokong. Pengelupasan kulit umum terjadi pada
sindrom ini, ditandai dengan tanda Nikolsky positif.
712 Chave TA. Mortimer NJ. Sladden MJ. Toxic Epidermal Necrolysis : Current Evidence ,
Practical
Management
and
Future
Directions.
Available
at
Gambar 3a.
Gambar 3b.
Gambar 3a dan b : Nikolsky Sign 13
813Moskowitz
RJ.
Nikolsky
Sign
2014.
Available
at
http://www.pennmedicine.org/encyclopedia/em_PrintArticle.aspx?gcid=003285Accessed on
Moskowitz
RJ.
Nikolsky
Sign
2014.
Available
at
http://www.pennmedicine.org/encyclopedia/em_PrintArticle.aspx?gcid=003285
Accessed on October 28, 2015
Gambar 5 : A .Ektensif erosi dan nekrosis pada bibir bawah dan bibir. B. Erosi massif pada
bibir dan sekitar bulu mata
1.6.
Diagnosis
Dokter
sering
dapat
mengidentifikasi
Sindrom
Stevens-Johnson
16
11
10
Infiltras sel dermal inflamasi yang minim dan nekrosis sel yang tebal juga
luas di epidermis merupakan temuan histopatologis yang khas yang dapat ditemui
pada pasien dengan Sindrom Stevens-Johnson. Pemeriksaan histopatologis lain
dari kulit yang juga dapat ditemukan antara lain19:
a. Infiltrat sel mononuclear disekitar pembuluh darah dermis superfisial.
b. Edema dan extravasasi sel darah merah di dermis papilar.
c. Degenerasi
hidropik
lapisan
basalis
sampai
terbentuk
vesikel
subepidermal.
d. Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adneksa.
e. Spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
1017 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.it18 Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamain
Indonesia (PERDOSKI).loc.it.
12
Gambar 6: Gambar histopatologi nekrolisis epidermal toksik. A: nekrosis epidermis dengan sedikit
reaksi dilapisan dermis pada stadium puncak. B. Pelepasan epidermis dari dermis
yang menyerupai lembaran .5
11
1.7.
Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang merupakan diagnosa banding SJS 20:
1. Toxic Epydermal Necrolysis (TEN)
Penyakit ini sangat mirip dengan Sindrom Stevens- Johnson. Pada TEN
terdapat Epidemolisis (Epidermis terlepas dari dasarnya) yang menyeluruh
dan keadaan umum penderita biasanya lebih buruk/berat.
2. Eritema Multiforme
Penyakit ini mirip dengan Sindrom Stevens-Johnson. Hanya saja yang
membedakan lebih pada lesi nya. Pada eritema multiforme target lesi terdiri
dari 3 bagian yaitu bagian tangan berupa vesikel atau eritema yang keunguunguan dikelilingi oleh lingkar kosentris yang pucat dan kemudian lingkar
merah. Selain itu biasanya daerah yang terkena berupa daerah kulit dan
kadang-kadang selaput lendir.
3. Pemfigus Vulgaris
Berdasarkan gambaran histopatologinya dapat didefersiasi dengan
penyakit pemfigus. Pemfigus nampak sama dengan Sindrom Stevens-Johnson
hanya saja pada pemfigus perjalanan penyakitnya lambat dan lebih terlokalisasi.
Pemfigus merupakan suatu penyakit serius yang bersifat akut maupun
kronik, yang disebabkan oleh proses autoimun. Keadaan umum biasanya buruk,
lesi biasanya dimulai pada mukosa mulut, lesi tersebut biasanya berlangsung
berbulan-bulan sebelum timbul bulla generalisata. Penyakit ini tidak disertai gatal
1119 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.it
13
tetapi nyeri dan rasa terbakar sering dikeluhkan oleh penderita pada daerah yang
mengalami erosi dan bulla.
12
Gambar 7: Bulla dan erosi yang luas pada pasien pemfigus vulgaris 5
Sindrom
Toxic
Eritema
Pemfigus
Staphylococcal
Stevens-
Epidermal
Multiforme
Vulgaris
scalded
Johnson
Necrolysis
-trias kelainan
Lesi
menyerupai
-timbulnya
Sindrom
ruam
yang Stevensberkembang
Johnson
skin
syndrome
-Target lesi
terdiri dari 3
bagian yaitu
bagian tengan
berupa
penyakitnya
lambat
pada
stratum
dan korneum
lebih
menjadi
eritema,
papula,
vesikel,
bula.
hanya total
body surface
yang terkena
dan > 30% dan
prognosis
- lesi target lebih buruk
pada Sindrom
StevensJohnson
merupakan
lesi atipikal
datar
yang
hanya
memiliki
2
zona warna
dengan
batasan yang
buruk.
vesikel atau
eritema yang
keunguunguan
dikelilingi
oleh lingkar
kosentris
yang
pucat
dan kemudian
lingkar
merah.
-Daerah yang
terkena
berupa daerah
kulit
dan
kadangkadang
selaput lendir.
terlokalisasi
pada
biasanya
buruk,
lesi
biasanya
dimulai pada
mukosa
mulut, - lesi
tersebut
biasanya
berlangsung
berbulanbulan sebelum
timbul
makula
purpura yang
banyak dan
luas
juga
ditemukan
-muncul
bulla
generalisata.
1.8 Penatalaksanaan
Pasien harus ditangani dengan perhatian khusus pada jalan nafas dan stabilitas
hemodinamik, status cairan, luka/perawatan luka bakar, dan kontrol nyeri.
Menghentikan penggunaan obat-obatan yang mungkin menyebabkan hal itu
adalah hal yang paling penting dalam mengobati Sindrom Stevens-Johnson karena
sulit untuk menentukan mana obat yang dapat menyebabkan masalah tersebut.21
15
13
Hentikan obat
II.
Atasi keadaan umum, terutama untuk yang berat sebagai life saving.
Terapi cairan dan elektrolit bila diperlukan
III.
IV.
Hanya pasien dengan keterlibatan kulit yang minimal dan skor 0 atau 1 yang
bisa dirawat di bangsal non-khusus, lainnya harus ditransfer ke ruang intensif
perawatan atau pusat luka bakar.
16
14
Perawatan suportif
Saat ini tidak ada rekomendasi standar untuk mengobati Sindrom StevensJohnson. Perawatan suportif mungkin dapat di terima saat dirawat di rumah sakit
meliputi23:
a. Pengganti cairan dan nutrisi. Karena kehilangan kulit dapat mengakibatkan
kerugian yang signifikan cairan dari tubuh, menggantikan cairan merupakan
bagian penting dari pengobatan.
b. Perawatan luka, kompres basah akan membantu menenangkan lecet saat
mereka sembuh. Tim medis akan mengeliminasi kulit mati, dan kemudian
menempatkan krim dengan anestesi topikal di atas area yang terkena, jika
diperlukan.
c. Perawatan mata, karena risiko kerusakan mata, pengobatan harus mencakup
konsultasi dengan seorang spesialis mata (ophthalmologist).
Obat-obatan yang biasa digunakan dalam pengobatan Sindrom Stevens-Johnson
meliputi:
a. Obat nyeri untuk mengurangi ketidaknyamanan
b. Antihistamin untuk meredakan gatal
c. Antibiotik untuk mengendalikan infeksi, bila diperlukan
d. Steroid topikal untuk mengurangi peradangan kulit.
Selain itu, salah satu dari jenis berikut obat yang saat ini sedang dipelajari dalam
pengobatan Sindrom Stevens-Johnson:
a. Kortikosteroid intravena
Untuk orang dewasa, obat ini dapat mengurangi keparahan gejala dan
mempersingkat waktu pemulihan jika dimulai dalam satu atau dua hari ketika
gejala muncul pertama kali. Untuk anak-anak, mereka dapat meningkatkan
risiko komplikasi. Dapat diberikan dekasametason dosis 4-6 mgx 5 perhari.
17
15
c. Cyclosporine
Cyclosporine adalah agen imunosupresant kuat yang secara teoritis dapat
digunakan sebagai pengobatan Sindrom Stevens-Johnson. Aktivasi dari T
Helper 2 sitokin, inhibisi dari cytotoxic dan anti apoptosis dari Fas L .
Beberapa kasus dilaporkan mengalami peringanan dengan pengobatan
cyclosporine.
1.9 Prognosis
Jika penyebabnya infeksi, maka prognosisnya lebih baik daripada jika
disebabkan alergi terhadap obat. Kalau kelainan kulit meliputi 50-70% permukaan
kulit, prognosisnya buruk. Jadi luas kulit yang terkena mempengaruhi
prognosisnya. Juga bila terdapat purpura yang luas dan leukopenia. Angka
kematian antara tahun 1999-2004 (selama 5 tahun) hanya 16,0% jadi lebih tinggi
dari pada Sindrom Stevens-Johnson yang hanya 1 % karena TEN memang lebih
berat. Tingkat mortalitas pada pasien TEN meningkat pada pasien yang berusia
lebih tua dan mengenai area tubuh yang luas. 24
1.10
KOMPLIKASI
17
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
3.
5.
RJ.
Nikolsky
Sign
2014.
Available
at
http://www.pennmedicine.org/encyclopedia/em_PrintArticle.aspx?
gcid=003285
Accessed on October 28, 2015