Anda di halaman 1dari 24

LEMBAR PENGESAHAN

Referat berjudul Sindrom Steven Johnson ini diajukan untuk memenuhi


persyaratan dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah, Tegal
Periode 19 Oktober 20 November 2015

Disusun Oleh :
Pandu Satya Widiarto
NIM 030.10.218

Telah diterima dan disetujui,

Tegal, November 2015

dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.KK, MM

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Sindrom Steven
Johnson.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.
KK, MM

yang telah memberi kesempatan dan waktunya untuk menjadi

pembimbing dalam menyelesaikan referat ini . Penulis menyadari bahwa karya


tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaan. Akhir kata,
semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan dan pengetahuan secara luas.

Tegal, November 2015

pandu satya widiarto

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Epidemiologi
Etiologi..
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Diagnosis
Diagnosis Banding
Penatalaksanaan
Prognosis
Komplikasi...
18
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

SINDROM STEVEN JOHNSON

1.1.

Definisi
Sindrom Steven Johnson (SSJ) adalah kumpulan gejala klinis yang
mengenai kulit, mukosa orifisium serta mata, yang disertai dengan keadaan umum
ringan sampai berat1. Sedangkan menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit
dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) sindrom Steven Johnson didefinisikan
sebagai salah satu jenis erupsi kulit akibat alergi obat (EOA) yang berat, mengenai
kulit dan selaput lendir terutama orifisium, mulut dan ano genital, serta kelainan
mata2.
Pasien mungkin mengeluhkan ruam pembakaran yang dimulai secara
simetris pada wajah dan bagian atas dari tubuh. Selain itu, ada beberapa tanda dari
keterlibatan kulit dalam Sindrom Stevens-Johnson, antara lain:
a. Eritema
b. Edema
c. Sloughing
d. Vesikel
e. Ulserasi
f. Nekrosis.
1

1 Djuanda A. Sindrom Stevens-Johnson. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007:163-5.2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit
dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) Sindrom Steven Johnson. In: Panduan Pelayanan Medis
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Jakarta: 2011.263-5

1.2.

Epidemiologi
Sebuah

studi

retrospektif

mengenai

epidemiologi,

etiologi,

penatalaksanaan dan manifestasi klinis yang dilakukan pada tahun 2004 sampai
November 2010 di Rumah Sakit umum Singapura untuk semua pasien SSJ yang
diobati di Rumah Sakit tersebut. Terdiri dari 18 kasus SSJ, 7 kasus SSJ/NET
Overlap, Rerata usia adalah 50 tahun dengan range 13-85 tahun, dengan
perbandingan laki-laki:perempuan adalah 1:2 penyebab terbanyak adalah dari
penggunaan Antikonvulsan (35,7%), Antibiotik (28,5%), NSAIDs (14,3%),
Allopurinol (7,1%) dan Traditional Chinese Medicine

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Goldsmith rerata


angka kejadian SSJ di eropa mencapai 2-3% per-Juta populasi di eropa dan
amerika dengan keseluruhan tingkat kematian akibat Sindrom Stevens-Johnson
adalah 20 %-25% . Semakin meningkatnya umur dan semakin banyak nya daerah
kulit yang terkena semakin memperburuk prognosis4.
Di Indonesia sendiri laporan yang dituliskan oleh RSCM FKUI setiap
tahunnya terdapat kira-kira 12 pasien umumnya pada usia dewasa5.

1.3.

Etiologi
Penyebab pasti dari Sindrom Stevens-Johnson ini idiopatik atau belum
diketahui. Namun penyebab yang paling sering terjadi ialah alergi sistemik
terhadap obat yaitu reaksi berlebihan dari tubuh untuk menolak obat-obatan yang
masuk ke dalam tubuh.6
2

Siew-KT, Yong KT. Profile and Pattern of Steven Johnson Syndrome and Toxic Epidermal

Necrolysis in a General Hospital in Singapore: Treatment Outcomes. J Acta Derm Venerol


2012;92:62-66. Departement of Dermatology, Changi General Hospital, Singapore 4 Goldsmith
LA. Gilchrest BA. Fitzpatrick Dermatology In General Medicine. 8 th edition. McGraw-Hill

Paparan obat dan reaksi hipersensitivitas yang dihasilkan adalah penyebab


mayoritas yang sangat besar dari kasus Sindrom Stevens-Johnson. Dalam angka
absolut kasus, alopurinol adalah penyebab paling umum dari Sindrom StevensJohnson di Eropa dan Israel, dan sebagian besar pada pasien yang menerima dosis
harian setidaknya 200 mg.7
Sindrom ini juga dikatakan multifaktorial. Berikut merupakan beberapa
faktor yang dapat menyebabkan timbulnya Sindrom Stevens-Johnson antara lain:
1. Obat-obatan
Penyebab utama Sindrom Stevens-Johnson adalah alergi obatobatan yaitu lebih dari 50 %. Pada penelitian Adhi Juanda selama 5 tahun (
1998-2002) Sindrom Stevens-Johnson yang diduga alergi obat tersering
ialah analgetik atau antipiretik ( 45%), disusul karbamazepine( 20%) dan
jamu (13,3%). Berikut adalah table mengenai obat-obatan yang dapat
menjadi penyebab Sindrom Stevens-Johnson dan risikonya.

Tabel 1. Tabel obat- obatan dan risiko dengan Sindrom Stevens-Johnson


Medical Publishing Division, New York. 2012.pg: 439-448
5
6

Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.cit


Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.cit

2. Infeksi
Infeksi merupakan penyebab yang jarang menimbulkan Sindrom
Stevens-Johnson.

Dilaporkan

kejadian

Sindrom

Stevens-Johnson

berhubungan dengan adanya infeksi seperti Mycoplasma pneumonia dan


penyakit virus lainnya. Infeksi ini paling sering terjadi pada anak-anak.
Tetapi sampai sekarang masih sedikit penelitian yang membuktikan infeksi
sebagai penyebab dari Sindrom Stevens-Johnson.
4

3. Imunisasi
Terkait dengan imunisasi - misalnya, campak, hepatitis B.
4. Penyebab lain :

1.4.

Penyakit graft versus host

SLE

Neoplasma

Radiasi

Patofisiologi
Mekanisme yang jelas sehingga obat dapat menyebabkan timbulnya
Sindrom Stevens-Johnson belum diketahi secara pasti. Tetapi, mekanisme
imunologis, metabolit obat yang mengalami reaktivasi dan interaksi diantara
37 Goldsmith LA. Gilchrest BA. op.cit. Hlm. 349-350
48 Djuanda A, Hamzah Mochtar, op.cit hlm.163

keduanya diduga merupakan patogenesis timbulnya Sindrom StevensJohnson. 8


Meskipun rangkaian yang tepat dari peristiwa molekul dan seluler
belum di mengerti secara lengkap, beberapa studi telah memberikan petunjuk
penting tentang patogenesis dari Sindrom Stevens-Johnson. Menurut Adhi
djuanda dan Mochtar Hamzah (2009), TEN ialah bentuk parah dari SSJ.
Sebagian kasus-kasus Sindrom Stevens-Johnson berkembang menjadi TEN.
Imunopatogenesis

yakni merupakan reaksi tipe II (sitolitik). Studi

immunopatologik mendemonstrasikan kemunculan dari CD8+ limposit T pada


epidermis dan dermis dalam reaksi bentuk bulla, dengan ciri-ciri sel yang
mirip natural killers pada fase awal, dimana monosit akan muncul pada fase
akhir. Beberapa sitokin penting yaitu interleukin 6, TNF-, dan Fas-L juga
muncul pada lesi kulit pasien TEN. TNF mungkin juga berperan penting.
Molekul ini muncul pada lesi epidermis, cairan lepuh, dan dalam sel
mononuclear perifer dan makrofag. Sekarang ditemukan teori genetika yang
juga berperan penting. 9
5

Penemuan di Han cina antara TEN-carbamazepine dengan HLA-B1502


sangat berhubungan, meskipun tidak muncul pada pasien Eropa yang tidak
memiliki keturunan Asia.
Pada penderita Sindrom Stevens-Johnson ditemukan, keratinosit
mengalami apoptosis yang luas. Kondisi ini dipicu oleh adanya gangguan
detoksifikasi metabolit obat yang bersifat reaktif. Hal ini kemudian
menginisiasi respon sistem imun tubuh membentuk kompleks antigen yang
kemudian menghasilakn sitokin-sitokin seperti interleukin (IL)-6, TNF-,
interferon-, IL-18 dan Fas Ligand (FasL). Pada kondisi normal, apoptosis sel
segera dieliminasi pada tahap awal oleh fagosit. Namun, pada kondisi seperti
Sindrom Stevens-Johnson apoptosis yang luas terjadi sehingga kemampuan
59 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.cit.10 Putra Imam B. Erupsi Obat Alergik. Available at : USU
Repository : 2008.p.10. Accessed on October 27 2015

fagosit untuk mengeliminasi sel yang apoptosis terbatas sehingga sel menjadi
nekrosis dan menghasilkan komponen intraseluler, yang menyebabkan respon
inflamasi.10
Pada kulit yang normal FasL yang disajikan oleh keratinosit sangat
rendah dan terlokalisir di dalam sel (intraseluller). Pada lesi akibat Sindrom
Stevens-Johnson, ditemukan level FasL yang disajikan oleh kratinosit tinggi
dan terletak dipermukaan luar sel (ekstraseluler) sehingga terjadi interaksi
antara

Fas dan FasL. Setelah kontak terjadi FasL menginduksi Fas

multimerasi dan mengirimkan signal yang cepat sehingga terjadi kematian cell
akibat apoptosis. Semakin luasnya apoptosis semakin menyebabkan destruksi
epidermis yang luas pula.
1.5.

Manifestasi Klinis
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah karena imunitas
belum begitu berkembang. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat.
Pada yang berat kesadaran menurun, pasien dapat soporous sampai koma.
Mulanya penyakit akut dapat diserati gejala prodromal berupa malaise, demam
nyeri kepala, batuk pilek dan nyeri tenggorokan Muntah dan diare juga dapat
muncul sebagai gejala awal. Gejala awal tersebut dapat berkembang menjadi
gejala yang lebih berat, yang ditandai dengan peningkatan kecepatan denyut nadi
dan laju pernapasan, rasa lemah, serta penurunan kesadaran.11
Adapun 3 kelainan utama ( trias kelainan) yang muncul pada Sindrom
Stevens-Johnson antara lain:
a. Kelainan pada kulit
Kelainan yang dapat terjadi pada kulit penderita sindrom Sindrom
Stevens-Johnson, antara lain timbulnya ruam yang berkembang menjadi
eritema, papula, vesikel, dan bula.9
6

611 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.cit

Berbeda dengan lesi target pada eritema multiforme, lesi target pada
Sindrom Stevens-Johnson merupakan lesi atipikal datar yang hanya memiliki
2 zona warna dengan batasan yang buruk. Selain itu, makula purpura yang
banyak dan luas juga ditemukan pada bagian tubuh penderita sindrom
Sindrom Stevens-Johnson. Lesi yang muncul dapat pecah dan meninggalkan
kulit yang terbuka. Hal tersebut menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi
sekunder.

Gambar 2 : Tipikal lesi target 12

Pengelupasan paling banyak terjadi pada area tubuh yang tertekan seperti
pada bagian punggung dan bokong. Pengelupasan kulit umum terjadi pada
sindrom ini, ditandai dengan tanda Nikolsky positif.

712 Chave TA. Mortimer NJ. Sladden MJ. Toxic Epidermal Necrolysis : Current Evidence ,
Practical

Management

and

Future

Directions.

Available

at

http://www.medscape.com/viewarticle/509807_6Accessed on October 28 2015

Gambar 3a.

Gambar 3b.
Gambar 3a dan b : Nikolsky Sign 13

813Moskowitz

RJ.

Nikolsky

Sign

2014.

Available

at

http://www.pennmedicine.org/encyclopedia/em_PrintArticle.aspx?gcid=003285Accessed on

Epidermal Necrolysis merupakan suatu kelompok penyakit yang terdiri


atas Sindrom Stevens-Johnson, dan Toxic Epidermal Necrolysis. Penyakit
dalam kelompok EN dibedakan berdasarkan luas area tubuh yang terlibat.
Suatu EN disebut sebagai Sindrom Stevens-Johnson bila luas permukaan
tubuh yang terkena <10%, disebut sebagai TEN bila luas permukaan tubuh
yang terkena >30%, dan disebut SJS-TEN overlap pada keadaan luas
permukaan tubuh yang terlibat antara 10 30%. Perkiraan luas permukaan
tubuh yang terlibat diilustrasikan pada gambar berikut:

Gambar 4. Diagnosis Penyakit dalam Kelompok Epidermal Necrolysis berdasarkan luas


permukaan tubuh yang terlibat. 14

October 28, 2015


14.

Moskowitz

RJ.

Nikolsky

Sign

2014.

Available

at

http://www.pennmedicine.org/encyclopedia/em_PrintArticle.aspx?gcid=003285
Accessed on October 28, 2015

b. Kelainan pada mukosa


Kelainan pada mukosa sebagian besar melibatkan mukosa mulut dan
esofageal, namun dapat pula melibatkan mukosa pada paru-paru dan bagian
genital. Adanya kelainan pada mukosa dapat menyebabkan eritema, edema,
pengelupasan, pelepuhan, ulserasi, dan nekrosis.15
Pada mukosa mulut, kelainan dapat berupa stomatitis pada bibir, lidah, dan
mukosa bukal mulut. Stomatitis tersebut diperparah dengan timbulnya bula yang
dapat pecah sewaktu-waktu. Bula yang pecah dapat menimbulkan krusta atau
kerak kehitaman terutama pada bibir penderita. Selain itu, lesi juga dapat timbul
pada mukosa orofaring, percabangan bronkitrakeal, dan esofagus, sehingga
menyebabkan penderita sulit untuk bernapas dan mencerna makanan. Serta pada
saluran genitalurinaria sehingga menyulitkan proses mikturia atau buang air
kecil.16

Gambar 5 : A .Ektensif erosi dan nekrosis pada bibir bawah dan bibir. B. Erosi massif pada
bibir dan sekitar bulu mata

915 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.it


10

c. Kelainan pada mata


Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah
konjungtivitis kataralis . Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulent,
perdarahan , simblefaron, ulkus kornea, iritis, dan iridosiklitis.

1.6.

Diagnosis
Dokter

sering

dapat

mengidentifikasi

Sindrom

Stevens-Johnson

berdasarkan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan tanda-tanda khas gangguan


dan gejala. Untuk mengkonfirmasi diagnosis, dokter akan mengambil sampel
jaringan kulit pasien (biopsi) untuk diperiksa di bawah mikroskop.18
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium tidak khas. Jika terdapat
leukosistosis kemungkinan karena adanya infeksi bacterial. Jika terdapat
eosinophilia kemungkinan karena alergi .
Krieria diagnosis berdasarkan PERDOSKI 2011 yaitu18:

Klinis : Riwayat menggunakan obat secara sistemik ( jumlah dan jenis


obat, dosis, cara pemberian, runtutan pemberian obat, pengaruh pajanan
matahari) atau kontak obat pada kulit yang terbuka (erosi, ekskoriasi,
ulkus)

Riwayat timbulnya kelainan kulit dengan jarak waktu pemberian obat,


apakah timbul segera, apakah beberapa saat atau satu jam atau satu hari.

Kelainan kulit berupa : eritema, vesikel, papul, erosi ekskoriasi, krusta


kehitaman, kadang purpura.

16

Kelainan mata : Konjungtivitis kataralis, purulenta, dapat menjadi ulkus.

Djuanda A, Hamzah Mochtar, op.cit. hlm. 164

11

10

Infiltras sel dermal inflamasi yang minim dan nekrosis sel yang tebal juga
luas di epidermis merupakan temuan histopatologis yang khas yang dapat ditemui
pada pasien dengan Sindrom Stevens-Johnson. Pemeriksaan histopatologis lain
dari kulit yang juga dapat ditemukan antara lain19:
a. Infiltrat sel mononuclear disekitar pembuluh darah dermis superfisial.
b. Edema dan extravasasi sel darah merah di dermis papilar.
c. Degenerasi

hidropik

lapisan

basalis

sampai

terbentuk

vesikel

subepidermal.
d. Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adneksa.
e. Spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

1017 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.it18 Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamain
Indonesia (PERDOSKI).loc.it.

12

Gambar 6: Gambar histopatologi nekrolisis epidermal toksik. A: nekrosis epidermis dengan sedikit
reaksi dilapisan dermis pada stadium puncak. B. Pelepasan epidermis dari dermis
yang menyerupai lembaran .5

11

1.7.

Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang merupakan diagnosa banding SJS 20:
1. Toxic Epydermal Necrolysis (TEN)
Penyakit ini sangat mirip dengan Sindrom Stevens- Johnson. Pada TEN
terdapat Epidemolisis (Epidermis terlepas dari dasarnya) yang menyeluruh
dan keadaan umum penderita biasanya lebih buruk/berat.
2. Eritema Multiforme
Penyakit ini mirip dengan Sindrom Stevens-Johnson. Hanya saja yang
membedakan lebih pada lesi nya. Pada eritema multiforme target lesi terdiri
dari 3 bagian yaitu bagian tangan berupa vesikel atau eritema yang keunguunguan dikelilingi oleh lingkar kosentris yang pucat dan kemudian lingkar
merah. Selain itu biasanya daerah yang terkena berupa daerah kulit dan
kadang-kadang selaput lendir.
3. Pemfigus Vulgaris
Berdasarkan gambaran histopatologinya dapat didefersiasi dengan
penyakit pemfigus. Pemfigus nampak sama dengan Sindrom Stevens-Johnson
hanya saja pada pemfigus perjalanan penyakitnya lambat dan lebih terlokalisasi.
Pemfigus merupakan suatu penyakit serius yang bersifat akut maupun
kronik, yang disebabkan oleh proses autoimun. Keadaan umum biasanya buruk,
lesi biasanya dimulai pada mukosa mulut, lesi tersebut biasanya berlangsung
berbulan-bulan sebelum timbul bulla generalisata. Penyakit ini tidak disertai gatal
1119 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.it
13

tetapi nyeri dan rasa terbakar sering dikeluhkan oleh penderita pada daerah yang
mengalami erosi dan bulla.
12

Gambar 7: Bulla dan erosi yang luas pada pasien pemfigus vulgaris 5

4. Staphylococcal scalded skin syndrome


Epidermolisis yang terjadi pada Staphylococcus scalded skin syndrome mirip
dengan Sindrom Stevens-Johnson, hanya saja pada Staphylococcus scalded skin
syndrom epidermolisis hanya terbatas pada stratum korneum. Dari segi usia,
nekrolisis epidermal toksik muncul pada usia dewasa sedangkan staphylococcus
scalded skin syndrom muncul pada bayi dan anak-anak.

Sindrom

Toxic

Eritema

Pemfigus

Staphylococcal

Stevens-

Epidermal

Multiforme

Vulgaris

scalded

Johnson

Necrolysis

-trias kelainan

Lesi
menyerupai
-timbulnya
Sindrom
ruam
yang Stevensberkembang
Johnson

skin

syndrome
-Target lesi
terdiri dari 3
bagian yaitu
bagian tengan
berupa

Perjalanan - Lesi terbatas

penyakitnya
lambat

pada

stratum

dan korneum

lebih

1220 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.it


14

menjadi
eritema,
papula,
vesikel,
bula.

hanya total
body surface
yang terkena
dan > 30% dan
prognosis
- lesi target lebih buruk
pada Sindrom
StevensJohnson
merupakan
lesi atipikal
datar
yang
hanya
memiliki
2
zona warna
dengan
batasan yang
buruk.

vesikel atau
eritema yang
keunguunguan
dikelilingi
oleh lingkar
kosentris
yang
pucat
dan kemudian
lingkar
merah.
-Daerah yang
terkena
berupa daerah
kulit
dan
kadangkadang
selaput lendir.

terlokalisasi

pada

Keadaan bayi dan anakana


umum
-

biasanya
buruk,

lesi

biasanya
dimulai pada
mukosa
mulut, - lesi
tersebut
biasanya
berlangsung
berbulanbulan sebelum
timbul

makula
purpura yang
banyak dan
luas
juga
ditemukan

-muncul

bulla

generalisata.

Tabel 2. Diagnosis banding Sindrom Stevens-Johnson

1.8 Penatalaksanaan
Pasien harus ditangani dengan perhatian khusus pada jalan nafas dan stabilitas
hemodinamik, status cairan, luka/perawatan luka bakar, dan kontrol nyeri.
Menghentikan penggunaan obat-obatan yang mungkin menyebabkan hal itu
adalah hal yang paling penting dalam mengobati Sindrom Stevens-Johnson karena
sulit untuk menentukan mana obat yang dapat menyebabkan masalah tersebut.21

15

13

Secara prinsip, dalam PERDOSKI 2011 penatalaksanaan SSJ adalah22 :


I.

Hentikan obat

II.

Atasi keadaan umum, terutama untuk yang berat sebagai life saving.
Terapi cairan dan elektrolit bila diperlukan

III.

Berikan obat antialergi yang paling aman dan sesuai

IV.

Penatalaksanaan SCORETEN score paling baik dilakukan pada hari ke


tiga.
1. Usia >40 tahun
2. Keganasan
3. Heart rate >120
4. Presentase awal dari pengelupasan epidermal >10%
5. Kadar glukosa serum >14 mmol/L
6. Kadar bikarbonat <20 mmol/L
7. Kadar BUN > 10 mmol/L

Angka mortalitas sebagai berikut :

SCORETEN 0-1 > 3,2%

SCORETEN 2 > 12,1%

SCORETEN 3 > 35,3%

SCCORETEN 4 > 58,3%

SCORETEN 5 atau lebih >90%

Hanya pasien dengan keterlibatan kulit yang minimal dan skor 0 atau 1 yang
bisa dirawat di bangsal non-khusus, lainnya harus ditransfer ke ruang intensif
perawatan atau pusat luka bakar.

1321 Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamain Indonesia


(PERDOSKI).loc.it.

16

14

Perawatan suportif
Saat ini tidak ada rekomendasi standar untuk mengobati Sindrom StevensJohnson. Perawatan suportif mungkin dapat di terima saat dirawat di rumah sakit
meliputi23:
a. Pengganti cairan dan nutrisi. Karena kehilangan kulit dapat mengakibatkan
kerugian yang signifikan cairan dari tubuh, menggantikan cairan merupakan
bagian penting dari pengobatan.
b. Perawatan luka, kompres basah akan membantu menenangkan lecet saat
mereka sembuh. Tim medis akan mengeliminasi kulit mati, dan kemudian
menempatkan krim dengan anestesi topikal di atas area yang terkena, jika
diperlukan.
c. Perawatan mata, karena risiko kerusakan mata, pengobatan harus mencakup
konsultasi dengan seorang spesialis mata (ophthalmologist).
Obat-obatan yang biasa digunakan dalam pengobatan Sindrom Stevens-Johnson
meliputi:
a. Obat nyeri untuk mengurangi ketidaknyamanan
b. Antihistamin untuk meredakan gatal
c. Antibiotik untuk mengendalikan infeksi, bila diperlukan
d. Steroid topikal untuk mengurangi peradangan kulit.
Selain itu, salah satu dari jenis berikut obat yang saat ini sedang dipelajari dalam
pengobatan Sindrom Stevens-Johnson:
a. Kortikosteroid intravena
Untuk orang dewasa, obat ini dapat mengurangi keparahan gejala dan
mempersingkat waktu pemulihan jika dimulai dalam satu atau dua hari ketika
gejala muncul pertama kali. Untuk anak-anak, mereka dapat meningkatkan
risiko komplikasi. Dapat diberikan dekasametason dosis 4-6 mgx 5 perhari.

1422 Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamain Indonesia


(PERDOSKI).loc.it.

17

15

b. Imunoglobulin intravena (IVIG)


Obat ini mengandung antibodi yang dapat membantu sistem kekebalan tubuh
menghentikan proses timbulnya ruam yang berkembang menjadi eritema,
papula, vesikel, dan bula. IVIG 3g/Kg dalam 3 hari atau 1g/Kg perhari untuk
3 hari direkomendasikan

c. Cyclosporine
Cyclosporine adalah agen imunosupresant kuat yang secara teoritis dapat
digunakan sebagai pengobatan Sindrom Stevens-Johnson. Aktivasi dari T
Helper 2 sitokin, inhibisi dari cytotoxic dan anti apoptosis dari Fas L .
Beberapa kasus dilaporkan mengalami peringanan dengan pengobatan
cyclosporine.

1.9 Prognosis
Jika penyebabnya infeksi, maka prognosisnya lebih baik daripada jika
disebabkan alergi terhadap obat. Kalau kelainan kulit meliputi 50-70% permukaan
kulit, prognosisnya buruk. Jadi luas kulit yang terkena mempengaruhi
prognosisnya. Juga bila terdapat purpura yang luas dan leukopenia. Angka
kematian antara tahun 1999-2004 (selama 5 tahun) hanya 16,0% jadi lebih tinggi
dari pada Sindrom Stevens-Johnson yang hanya 1 % karena TEN memang lebih
berat. Tingkat mortalitas pada pasien TEN meningkat pada pasien yang berusia
lebih tua dan mengenai area tubuh yang luas. 24

1.10

KOMPLIKASI

1523 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.it


18

Sindrom Stevens-Johnson merupakan kondisi kegawatdaruratan yang


dapat berakibat fatal. Infeksi dan kehilangan cairan serta elektrolit merupakan
keadaan yang mengancam. Nyeri yang dirasakan hampir di seluruh tubuh
membuat pasien menderita.
16

Setelah fase akut terlewati kemungkinan menyebabkan timbulnya skar


pada kornea, ulserasi kornea, uveitis kebutaan. Pada system pernapasan dapat
terjadi pneumonia Pasien Sindrom Stevens-Johnson juga sangat berisiko terkena
hipotermi. Satu diantara komplikasi yang parah adalah terkenanya epitel trakea
dan bronkial yang tejadi pada 20% pasien. Hipoksemia, hipocapnia dan alkalosis
metabolik adalah tanda penting dibutuhkannya ventilasi mekanik, ketiga kondisi
tersebut juga meningkatkan resiko kematian.23 Komplikasi pada ginjal berupa
nekrosis tubular akut akibat terjadinya ketidakseimbangan cairan bersama-sama
dengan glomerulonephritis.25

17

KESIMPULAN

1624 Djuanda A, Hamzah Mochtar, loc.it


1725 Djuanda A, Hamzah Mochtar, op.cit 165
19

Sindrom Stevens-Johnson (SJS) merupakan suatu sindroma atau kumpulan


gejala yang mengenai kulit, selaput lendir, dan mata dengan keadaan umum yang
bervariasi dari ringan sampai berat. Adapun gejala dari Sindrom Stevens-Johnson
dapat berupa batuk yang produktif dan terdapat sputum purulen, sakit kepala,
malaise, arthralgia, disertai dengan kelainan yang terjadi pada kulit, mukosa, dan
mata.
Penyakit ini bersifat akut dan pada bentuk yang berat dapat menyebabkan
kematian, oleh karena itu penyakit ini merupakan salah satu kegawatdaruratan
penyakit kulit. Sindroma ini merupakan salah satu contoh immune-complexmediated hypersensitivity, atau yang juga disebut reaksi hipersensitivitas tipe III,
di mana kejadiaannya dapat diinduksi oleh paparan obat, infeksi, imunisasi,
maupun akibat paparan fisik lain kepada pasien.
Karena berisiko menimbulkan kematian, perawatan dan pengobatan pasien
Sindrom Stevens-Johnson sangat membutuhkan penanganan yang tepat dan cepat.
Adapun terapi yang bisa diberikan antara lain perawatan terhadap kulit dan
penggantian cairan tubuh, perawatan terhadap luka, serta perawatan terhadap
mata. Obat-obatan yang dapat diberikan antara lain, obat penghilang nyeri,
antihistamin untuk meringankan reaksi hipersensitivitas, antibiotik apabila terjadi
infeksi, dan steroid topikal untuk mengobati peradangan kulit.
Kelangsungan hidup pasien Sindrom Stevens-Johnson bergantung pada
tingkat pengelupasan kulit, di mana apabila pengelupasan kulit semakin meluas,
maka prognosisnya dapat menjadi semakin buruk. Selain itu, variabel lain seperti
dengan usia penderita, keganasan penyakit tersebut, denyut jantung, kadar
glukosa, kadar BUN dan tingkat bikarbonat juga dapat mempengaruhi
kelangsunganhiduppasien

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Sindrom Stevens-Johnson. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin


edisi 5. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2007:163-5.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)
Sindrom Steven Johnson. In: Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis

3.

Kulit dan Kelamin. Jakarta: 2011.263-5


Siew-KT, Yong KT. Profile and Pattern of Steven Johnson Syndrome and
Toxic Epidermal Necrolysis in a General Hospital in Singapore: Treatment
Outcomes. J Acta Derm Venerol 2012;92:62-66. Departement of
Dermatology, Changi General Hospital, Singapore

4. Goldsmith LA. Gilchrest BA. Fitzpatrick Dermatology In General


Medicine. 8th edition. McGraw-Hill Medical Publishing Division, New
York. 2012.pg: 439-448

5.

Putra Imam B. Erupsi Obat Alergik. Available at : USU Repository :


2008.p.10. Accessed on October 27 2015

6. Chave TA. Mortimer NJ. Sladden MJ. Toxic Epidermal Necrolysis :


Current Evidence , Practical Management and Future Directions. Available
at : http://www.medscape.com/viewarticle/509807_6.
Accessed on October 28 2015
7. Moskowitz

RJ.

Nikolsky

Sign

2014.

Available

at

http://www.pennmedicine.org/encyclopedia/em_PrintArticle.aspx?
gcid=003285
Accessed on October 28, 2015

Anda mungkin juga menyukai