Oleh:
Kaharudin 1840312770
Fetriza Helfia Sari 1840312774
Resti Yuliana Putri 1940312151
Preseptor:
Dr. dr. Qaira Anum, SpKK(K) FINSDV, FAADV
dr. Rina Gustia, SpKK, FINSDV, FAADV
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat dan karunia Allah Yang Maha Kuasa, karena
atas kehendak- Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Steven-
Jhonson Syindrome Overlap Necrolysis Epidermal Toxic (Sjs Net)”. Case Report
ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik
dibagian Kulit dan Kelamin RSUP DR. M. Djamil Padang. Selain itu, besar
harapan penulis dengan adanya case report ini mampu menambah pengetahuan
para pembaca mengenai Dermatitis KontakAlergi mulai dari definisi hingga
penatalaksananya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Dr. dr. Qaira Anum, SpKK(K) FINSDV, FAADV dan dr. Rina Gustia, SpKK,
FINSDV, FAADV selaku preseptor, yang telah memberikan masukan yang
berguna dalam proses penyusunan makalah ini. Tidak lupa penulis mengucapkan
terima kasih kepada rekan-rekan yang juga turut membantu dalam upaya
penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan
Bahasa maupun sistematika penulisan case report ini. Kritik dan saran pembaca
sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap kiranya case report ini dapat
menjadi masukan yang berguna dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan
profesi lain yang terkait dengan masalah kesehatan khususnya mengenai Dermatitis
Kontak Alergi dan Dermatitis Numularis.
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB 1 PENDAHULUAN 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi 6
2.2 Epidemiologi 6
2.3 Etiologi 6
2.4 Patofisiologi 7
2.5 Manifestasi Klinis 8
2.6 Diagnosis 9
2.7 Tata Laksana 10
2.8 Prognosis 11
BAB 3 LAPORAN KASUS 12
BAB 4 DISKUSI 23
BAB 5 PENUTUP 26
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 29
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) dan nekrolisis epidermal toksik (NET)
merupakan reaksi mukokutan akut yang mengancam nyawa, ditandai dengan
nekrosis epidermis yang luas sehingga terlepas. Kedua penyakit ini mirip dalam
gejala klinis dan histopatologis, faktor resiko, penyebab dan patogenesisnya,
sehingga saat ini digolongkan pada proses yang identik, hanya dibedakan
berdasarkan keparahan saja. Pada SSJ, terdapat epidermolisis <10% luas
permukaan badan (LPB), sedangkan pada NET >30%. Bila keterlibatan 10-3-%
antikonvulsan.2
4
1.3. Tujuan Penulisan
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
pada NET >30%. Keterlibatan 10%-30% LPB disebut sebagai overlap SSJ-NET.3
2.2. Epidemiologi
obat.4
2.3. Etiologi
Penyebab SSJ-NET adalah respon imun terhadap paparan obat atau metabolit
yang dimediasi oleh limfosit. Beberapa kasus dideskripsikan terjadi setelah vaksinasi
terhadap measles-mumps-rubella (MMR), infeksi Mycoplasma pneumoniae, dan virus
dengue, setelah reaktivasi infeksi cytomegalovirus, dan setelah pemberian kontras. Namun,
sebagian besar kasus terkait dengan hipersensitivitas obat. Namun penyebab juga bisa
idiopatik, dipicu oleh racun, atau yang berkembang sebagai manifestasi graft-versus-
host disease.5 Etiologi SSJ/NET masih belum diketahui secara pasti, namun sekarang
6
diketahui obat-obatan adalah etiologi utama yang dapat terjadi pada orang dewasa atau
anak- anak. Terdapat lebih dari 100 obat yang dikenal sebagai penyebab SSJ/NET. Sebuah
penelitian case control mengevaluasi resiko SSJ dan NET yang berhubungan dengan
pengobatan. Antibiotik sulfonamide (khususnya sulfametoksazol kombinasi dengan
trimetoprim), karbamazepin, fenitoin, fenobarbital, obat-obat anti-inflamasi nonsteroid
tipe oksikam, allopurinol, klormezanon, aminopenisillin, sefalosporin, lamotrigin,
nevirapin, kuinolon, dan antibiotik siklik dihubungkan dengan resiko relatif tertinggi.
6,7,8,9
2.4. Patofisiologi
ini, yaitu: IL-6, TNF-α, IFN-γ, IL-18, Fas-L, granulisin, perforin, granzim-B.3 Baru-baru
ini, reactive oxygen species (ROS) yang terbentuk dalam keratinosit juga terlibat. Diyakini
bahwa kerusakan intraseluler oleh ROS mendahului aktivasi dari sistem pro-apoptosis.
Sindrom Stevens-Johnson dan NET memiliki komponen genetik. Fenotip antigen HLA-
B12 dikaitkan dengan insiden NET yang lebih tinggi. Reaksi terhadap sulfonamid
dikaitkan dengan A29, B12, dan DR7, sedangkan reaksi terhadap turunan oksikam
dikaitkan dengan A2 dan B2. Telah dikemukakan bahwa keratinosit secara abnormal
memetabolisme agen yang bertanggung jawab menghasilkan metabolit yang berikatan
dengan molekul HLA pada permukaan sel dan dikenali oleh limfosit sitotoksik. Limfosit
ini bermigrasi ke epidermis, bereaksi dengan keratinosit, dan menyebabkan nekrolisis
epidermal.5
7
telah dicatat sebagai sebuah fenomena yang juga diamati pada penyakit inflamasi
kulit lainnya.5
a. Periode prodromal
b. Periode Nekrolisis
Sebuah makula eritematosa atau purpurik muncul dengan sensasi rasa sakit dan
terbakar. Awalnya distribusi lesi secara simetris pada wajah, badan dan bagian proksimal
ekstremitas, umumnya menghindari kulit kepala. Lesi menyebar dengan cepat dan
mencapai maksimum dalam 4 hari, meskipun terkadang dapat muncul dalam hitungan
jam. Lesi kulit meluas dan berkembang menjadi nekrotik, sehingga terjadi bula kendur
c. Keterlibatan mukosal
Lesi mukosa muncul pada 90-95% pasien. Lesi mukosa menetap dapat
ditemukan pada orofaring, mata, alat kelamin, dan anus. Lesi lebih jarang pada hidung,
kerongkongan, trakea, dan bronkus. Keterlibatan dari mukosa yang berbeda mengarah
pada pembentukan sinekia, dengan disfungsi dan nyeri, yang harus dicegah. Pasien dapat
terkena konjungtivitis purulen, mucositis dari mulut dan area genital, dan denudasi
lengkap dari gastrointestinal, pernapasan, dan mukosa genitourinari. Keterlibatan
Vulvovaginal atau balanoposthitis dapat menyebabkan retensi urin dan vagina atau stenosis
saluran vagina. Keterlibatan okular terjadi dengan fotofobia, nyeri, dan kehilangan
8
2.6. Diagnosis
SJS dicirikan oleh keterlibatan area permukaan tubuh < 10%; overlap SJS-
NET menandakan 10% – 30% keterlibatan dan bentuk spektrum yang paling parah,
NET ditandai dengan keterlibatan > 30% luas permukaan tubuh. Peradangan mukosa
(oral, okular, dan genitourinary) hampir menyeluruh. Pseudo-Nikolsky dan Asboe
Hansen sign dapat timbul dalam sebagian besar kasus.10 Tidak ada pemeriksaan
laboratorium yang spesifik kecuali biopsi yang dapat menegakkan diagnose SSJ. Pada
pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukkan anemia, limfopenia dan jumlah
leukosit yang normal atau leukositosis nonspesifik, eosinophilia jarang dan neutropenia
dapat terjadi pada 1/3 pasien. Peningkatan leukositosis yang berat mengindikasikan adanya
infeksi bakteri yang lainnya. Kultur darah dan kulit sangat dianjurkan karena adanya
insidensi infeksi bakteri yang serius dan sepsis yang berhubungan dengan
Diagnosis Banding:
9
- Acute generalized exanthematous pustulosis
2.7. Tatalaksana
a. Tindakan umum3,10
- Segera menghentikan semua dugaan obat adalah kunci untuk pengelolaan SJS-
TEN.
- Pengaturan suhu sekitar (28°c – 30°c), keseimbangan cairan-elektrolit yang tepat,
dan pemeliharaan lingkungan aseptik yang ketat sangat penting. Penggantian perban
dan tanpa debridement luka, nutrisi sesuai kebutuhan dan kemampuan asupan
makanan.
- Perawatan mukosa mulut dan mata yang baik, rujukan awal ke dokter mata
mencegah komplikasi seperti jaringan parut dan formasi sinekia.
b. Medikamentosa10
- Steroid, Dexamethason 8-16 mg/hari dianjurkan, tetapi dosis dapat lebih tinggi jika
dianggap perlu. Dalam kasus, pemulihan yang tidak memadai, dosis kortikosteroid
dapat ditingkatkan dengan deksametason 4 mg pada hari berikutnya dan evaluasi
diulang pada hari selanjutnya.
- Siklosporin adalah obat kedua yang paling sering digunakan sebagai
imunomodulator dalam pengobatan penyakit ini. Siklosporin diberikan dengan dosis
3 mg/kg/hari selama 10 hari
- IVIgs adalah imunomodulator paling umum di seluruh dunia, digunakan dalam
pengobatan SJS-TEN menurut survei baru-baru ini. IVIg digunakan dengan dosis 2
g/kg. IVIg dosis rendah tampaknya menjadi pengobatan yang aman dan juga efektif
untuk NET pada anak.
10
- Siklofosfamid, karena menghambat CD8, pada dosis 300 mg/hari, tapering off
100 mg/hari hingga 6 hari.
- Plasmapheresis adalah modalitas alternatif yang menjanjikan. Namun,
prosedur ini memerlukan pelatihan intensif dan faktor biaya juga membatasi
penggunaan Plasmaperesis.
2.8. Prognosis
11
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Tn. R
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jl. Jati V No.25 Padang
Status Perkawinan : Belum menikah
Pendidikan terakhir : S1
Agama : Islam
Suku : Minang Chaniago
Tanggal Pemeriksaan : 16 Juni 2020
3.2 Anamnesis
Pasien laki-laki berusia 25 tahun datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil, dengan:
Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami gejala serupa sebelumnya
Pasien belum ada riwayat pengobatan untuk keluhan yang terjadi pada kulit nya.
13
3.3 Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
KeadaanUmum : tampak sakit sedang
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Denyut nadi : 124 x/min
Frekuensi nafas : 20 x/min
Suhu : 36,7 0C
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 50 kg
BMI : 20,8 kg/m2 (normoweight)
Gigi dan Mulut : oedem eritem, ekskoriasi, krusta merah kehitaman dan kekuningan
14
Pemeriksaan abdomen:
Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : Bising usus normal
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, oedem tidak ada
KGB : tidak ada pembesaran KGB regional
15
3.3.3. Status Venereologikus
Erosi pada orificium externa dan edema eritema disertai dengan erosi, ekskoriasi
dan krusta pada skrotum.
16
17
Pemeriksaan Diaskopi
18
Pemeriksaan Nikolsky Sign
19
- pO2 : 72 mmHg (N: 80-100)
- HCO3- : 23.0 mmol/L (N : 22-26 mmol/L)
20
Selanjutnya 4 hari yang lalu, muncul bercak-bercak merah disertai gelembung berisi
cairan di daerah dada. Kemudian 2 hari yang lalu, bercak-bercak merah disertai
gelembung berisi cairan dirasa semakin bertambah banyak hingga ke kedua kelopak
mata, hidung, dada, perut, punggung, kedua lengan, dan kedua tungkai. Pasien juga
mengeluhkan tenggorokan semakin nyeri dan muncul keropeng merah kehitaman dan
kekuningan yang menyebabkan pasien sulit makan dan minum. Kemudian 1 hari yang
lalu, pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman dan perih di mata, mata merah, mata berair,
dan nyeri saat BAK.
Pada pemeriksaan fisik status generalisata dalam batas normal, dan untuk status
dermatologikus ditemukan lokasi lesi hampir seluruh tubuh (wajah, mulut, dada, perut,
punggung, kedua lengan, kedua tungkai, genitalia), distrisbusi simetris - generalisata,
bentuk tidak khas, susunan tidak khas, batas tegas, ukuran miliar – plakat, effloresensi
pada kulit ditemukan plak eritema disertai makula eritema, disertai vesikel dan bula
diatasnya, sebagian sudah mengalami erosi, ekskoriasi dan menjadi krusta merah
kehitaman, tanda Nickolsky (+), diaskopi (+) dengan epidermolisis 23 %. Effloresensi
pada bibir ditemukan erosi dan ekskoriasi, krusta merah kehitaman dan kekuningan.
Pada status venereologikus ditemukan pada erosi pada orificium externa dan edema
eritema disertai dengan erosi, ekskoriasi dan krusta pada skrotum.
3.9 Tatalaksana
Umum:
Hentikan minum obat tersangka
Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pemberian nutrisi
Konsul THT, Mata dan Paru untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Khusus:
Infus DS 5% : NaCl = 3:1
Deksametason injeksi 6x5 mg IV
Inj gentamisin 2x80 mg IV
21
Inj ranitidin 2x50 mg IV
Hidrokortison krim 2,5 % 2x1 pada bercak merah
Kompres NaCl 0,9% untuk krusta di bibir dan genitalia 3x15 menit
Krim fusilic acid 2% 2x1 untuk luka lecet yang mengering
Tatalaksana tambahan sesuai TS Mata,THT, Paru
3.10 Prognosis
Faktor Prognosis Poin
Umur >40 tahun -
Takikardi >120/menit 1
Ada Keganasan -
Body surface area of skin 1
detachment >10%
Serum urea >28 mg/dl 1
Bicarbonate <20 mMol/L -
Glukosa Darah > 252 mg/dl -
SCORTEN 3 (mortality
35,3%)
22
BAB 4 DISKUSI
Awalnya 10 hari yang lalu, pasien yang memiliki riwayat sakit maag,
mengalami kekambuhan dan meminum obat Ranitidin 2 x 150 mg per hari, obat
tersebut baru pertama kali dikonsumsi oleh pasien tetapi tidak menimbulkan bercak-
bercak merah setelah minum obat. Pasien juga 10 hari yang lalu itu mulai mengonsumsi
klorofilyang dibeli dari k-link.Kemudian 7 hari yang lalu, pasien mengeluhkan sakit
kepala dan radang tenggorokan lalu berobat ke klinik dan diberikan Cefradoxil 2x500
mg, Ibuprofen 2x200 mg dan vitamin B Komplek yang diminum 3x sehari. Pasien
mengatakan bahwa baru pertama kali mengonsumsi Cefradoxil dan Ibuprofen, tetapi
sudah pernah mengonsumsi Vitamin B kompleks sebelumnya. Setelah 2 hari
mengonsumsi obat-obatan tersebut pasien mengeluhkan demam, badan lemas dan letih.
Sehari setelahnya barulah pasien mengeluhkan mulai muncul bercak merah dan
gelembung berisi cairan dimulai dari daerah dadanya kemudian menyebar ke area lain
seperti punggung, lengan, tungkai, kelopak mata, hidung, serta pipi.
Dua hari setelah keluhan berawal muncul, bercak merah dan gelembung berisi
cairan bertambah banyak. Pasien juga mulai mengeluhkan adanya nyeri tenggorokan
sehingga pasien tidak bisamenelan makanan. Kemudian juga mulai muncul keropeng
23
merah kehitaman dan kekuningan di pinggirnya. Satu hari ini, mulai muncul mata
merah, perih dan berair. Pasien juga mengaku mengalami nyeri saat BAK sejak satu
hari ini.
Klinis di atas sesuai dengan gambaran klinis SSJ-NET yang telah dijelaskan
pada tinjauan pustaka. Manifestasi klinis SSJ-NET umumnya timbul dalam waktu 8
minggu setelah awal pajanan obat. Sebelum terjadi lesi kulit, dapat timbul beberapa
gejala non-spesifik, misalnya demam, sakit kepala, batuk pilek dan malaise selama 13
hari. Lesi kulit tersebar secara simetris pada wajah, badan dan bagian proksimal
ekstremitas, berupa makula eritematosa atau purpurik, dapat pula dijumpai lesi target.
Dengan bertambahnya waktu, lesi kulit meluas dan berkembang menjadi nekrotik,
hingga terjadi bula kendur dengan tanda Nikolsky positif. Keparahan dan diagnosis
bergantung pada luasnya permukaan tubuh yang mengalami epidermolisis. Lesi pada
mukosa berupa eritema dan erosi biasanya dijumpai minimal pada 2 lokasi, yaitu mulut
dan konjungtiva, dapat juga ditemukan erosi di mukosa genital.1 Pada pasien ini
terdapat lesi di daerah mulut, konjungtiva serta mukosa genital. Riwayat infeksi
pneumonia, riwayat transplantasi, riwayat radioterapi, riwayat penyakit SLE, dan
riwayat penyakit keganasan perlu ditanyakan kepada pasien. Hal ini dikarenakan pada
kasus SSJ-NET dapat disebabkan oleh hal-hal tersebut
Mekanisme pasti terjadinya SSJ-NET belum sepenuhnya diketahui. Pada lesi
SSJ-NET terjadi reaksi sitotoksisk terhadap keratinosit hingga mengakibatkan
apoptosis luas. Reaksi sitotoksik yang terjadi melibatkan sel NK dan sel limfosit T
CD8+ yang spesifik terhadap obat penyebab. Sebagian besar SSJ-NET disebabkan
karena alergi obat. Berbagai obat dilaporkan merupakan penyebaba SSJ-NET. Obat
yang sering menyebabkan SSJ-NET adalah sulfonamida, antikonvulsan aromatik,
alopurinol, antiinflamasi non steroid dan nevirapin.1 Pada pasien obat yang dicurigai
sebagai tersangka adalah Cefradoxil sehingga harus dihentikan penggunaannya.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien adalah tatalaksana umum dan
tatalaksana khsusus. Pada tatalaksana umum diberikan penjelasan mengenai jenis
penyakit dan perjalanannya kepada keluarga pasien, termasuk kondisi pasien yang
24
cukup berat, dan dilakukan penghentian minum obat tersangka pada pasien. Jika masih
diperlukan, pasien bisa diberi obat alternative oleh dokter. Namun, harus dilakukan
pengontrolan ketat terhadap lesi. Perlu juga mengingatkan pasien supaya tidak
mengelupaskan kulit secara paksa. Akibat epidermolisis yang terjadi, fungsi proteksi
dan barrier kulit pasien sering terganggu. Hal ini menyebabkan perlunya dilakukan
pengontrolan dan koreksi terhadap keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi pasien.
Hal lain yang juga penting untuk diingatkan kepada pasien yakni membawa kartu alergi
obat setiap pasien ingin berobat. Hal ini supaya pasien tidak mengalami penyakit yang
sama lagi.
Tatalaksana khusus yang diberikan pada pasien adalah IVFD D5% : Nacl 0,9%
= 3:1, injeksi Deksametason 5x5 mg i.v, injeksi Gentamisin 2 x 80 mg i.v, injeksi
ranitidin 2 x 50 mg i.v. Pasien juga diberikan tata laksana khusus topikal yakni
Kompres NaCl 0,9% 3x15 menit pada luka lecet dan keropeng di badan, bibir dan
genitalia, Hidrokortison krim 2,5 % 2x1 pada bercak merah, Krim fussilic acid 2%
untuk luka lecet yang telah mengering, Kenalog orabase 3x1 untuk bibir,
Cloramfenikol eo 3x1 gtt ODS, cendolyteers ed 6 x 1 gtt ODS.
Prognosis pada pasien ini tergantung kepada SCORTEN. Scorten bagi pasien
ini adalah 3 yaitu area lesi > 10% luas permukaan tubuh, takikardi >120x/menit dan
serum urea >10mMol/L, di mana angka kematian adalah 35,3%. Dalam perjalanan
penyakit, SSJ-NET dapat mengalami penyulit yang mengancam nyawa berupa sepsis
dan multiple organ failure. Pada pasien yang mengalami penyembuhan, reepitelisasi
terjadi dalam waktu rata-rata 3 minggu. Gejala sisa yang sering terjadi adalah skar pada
mata dan gangguan penglihatan. Kadang-kadang terjadi skar pada kulit, gangguan
pigmentasi dan gangguan pertumbuhan kuku.
25
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan
26
DAFTAR PUSTAKA
27
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: Mc Graw;2008;349-55.
LAMPIRAN
28
29