Anda di halaman 1dari 44

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP/RS HASAN SADIKIN BANDUNG

Sari Kepustakaan
Subdivisi
Oleh
Pembimbing

Hari/Tanggal

: /Mei 2010
: Perinatologi
: Dinna Meinardaniawati
: Prof. Dr. H. Abdurachman S, dr., SpA(K)
Prof. Dr. H. Sjarif Hidajat Effendi, dr., SpA(K)
dr. Aris Primadi, SpA(K)
dr. Tetty Yuniati, SpA(K), M.Kes
dr. Fiva Aprilia Kadi, SpA, M.Kes
: Senin, 7 Juni 2010
SYOK SEPTIK PADA NEONATUS

1. PENDAHULUAN
Syok Sepsis merupakan masalah kesehatan utama yang melibatkan jutaan manusia di
seluruh dunia. Penyakit ini masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada
neonatus, bersama dengan timbulnya disfungsi organ multipel yang terjadi pada pasien
sepsis.1,2,3,4 Syok septik menjadi suatu permasalahan klinis yang sangat kompleks, terjadi akibat
keadaan sepsis yang memburuk.4 Faktor-faktor risiko yang meningkatkan kejadian sepsis selama
periode neonatal, yaitu prematuritas, berat badan lahir rendah, pembedahan, pasien dengan
ventilasi mekanik, pemberian nutrisi parenteral, dan adanya flora abnormal gastrointestinal.
Mortalitas sepsis neonatorum berhubungan dengan disfungsi organ multipel, sebagaimana terjadi
pada pasien dewasa. Penanganan yang tepat diperlukan untuk mencegah terjadinya syok septik
dan disfungsi organ multipel tersebut.1,4
Hasil akhir syok septik dan sepsis berat pada neonatus dan anak telah mengalami
perbaikan sebelum tahun 2002 dengan adanya penanganan the advent of neonatal and pediatric
intensive care.5,6,7 Insidens dari sepsis itu sendiri diketahui meningkat menurut kelompok umur
pada dua dekade terakhir.6 Di Amerika Serikat sepsis diperkirakan terjadi sekitar 750.000 kasus
setiap tahunnya pada populasi menurut umur dengan jumlah yang terus meningkat, yaitu pada
pasien dengan organisme yang resisten terhadap pengobatan atau compromised immune
system.3,8,9 Pada neonatus, sepsis mempunyai insidens 1-10 dari 1000 kelahiran hidup, dengan
angka mortalitas 15-50%, atau sekitar 26% diseluruh dunia.10,11 Referensi lain menyebutkan
angka mortalitas akibat syok septik adalah sebesar 40-70%, sedangkan yang disebabkan oleh

sepsis berat adalah 25-30%.3 Angka kematian akibat syok septik tergantung pada tempat awal
timbulnya infeksi, bakteri patogen, adanya Multiorgan Dysfunction Syndrome (MODS), dan
respon imun pejamu.4 Sepsis bakterialis yang menyebabkan syok septik menjadi penyebab utama
tingginya angka morbiditas dan mortalitas, terutama pada bayi dengan berat badan lahir
rendah.4,12
Pada tahun 2002, The American College of Critical Care Medicine (ACCM) membuat
pedoman Clinical Practice Parameters for Hemodynamic Support of Pediatric and Neonatal
Shock yang merupakan pedoman penanganan syok septik pada neonatus dan anak yang
dimodifikasi pada tahun 2007.5 Banyak penelitian yang telah dilakukan berdasarkan pada
pedoman dan rekomendasi ACCM untuk penanganan syok septik berhasil membuktikan manfaat
dan efektivitasnya dalam menurunkan angka kematian akibat syok septik. 5 Penelitian uji klinis
dan eksperimental mengenai syok septik telah membuktikan bahwa waktu sangat memegang
peranan penting. Penanganan syok septik secara dini dan agresif dalam pemberian cairan
resusitasi (early, aggeressive fluid resuscitation) memberikan hasil keluaran yang lebih baik.13
Keterlambatan diagnosis dan penanganan syok septik yang kurang tepat menyebabkan
angka kematian masih tinggi dengan insidens yang cenderung terus meningkat setiap tahunnya. 9
Hal ini mengharuskan para klinisi memiliki pemahaman tentang etiologi, patofisiologi, dan
penatalaksanaan syok septik. Dalam referat ini akan dibahas mengenai penegakan diagnosis
syok septik pada neonatus dan penatalaksanaannya.
2. DEFINISI
Syok septik merupakan keadaan sepsis yang memburuk, awalnya didahului oleh suatu
infeksi. Definisi systemic inflammatory response syndrome (SIRS) adalah suatu respon
peradangan terhadap adanya infeksi bakteri, fungi, ricketsia, virus, dan protozoa. Respon
peradangan ini timbul ketika sistem pertahanan tubuh tidak cukup mengenali atau
menghilangkan infeksi tersebut.4 Sepsis adalah SIRS yang disertai adanya bukti infeksi.3,4,9
Sepsis berat adalah sepsis yang disertai dengan salah satu disfungsi organ kardiovaskular atau
acute respiratory distress syndrome, atau 2 disfungsi organ lain (hematologi, renal,
hepatik).3,4,9,14 Syok septik adalah sepsis berat yang disertai adanya hipotensi atau hipoperfusi
yang menetap selama 1 jam, walaupun telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat.3,4,9
Literatur lain menyebutkan syok septik adalah sepsis yang disertai disfungsi organ

kardiovaskular, yang masih berlangsung setelah diberikan cairan isotonik bolus intravena > 40
ml/kgbb selama 1 jam.14
2.1 Kriteria Disfungsi Organ, antara lain sebagai berikut:14
2.1.1. Disfungsi kardiovaskular
Tekanan darah yang menurun (hipotensi) < persentil ke-5 menurut kelompok umur atau
tekanan darah sistolik > 2 SD dibawah normal menurut kelompok umur,14 atau
Kebutuhan akan obat-obatan vasoaktif untuk menstabilkan tekanan darah (dopamin > 5
mikrogram/kgbb/menit, dobutamin, epinefrin, atau norepinefrin), atau
Dua dari gejala sebagai berikut: oliguria (output urin < 0,5 ml/kgbb/jam), cappilary refill
time memanjang > 3 detik, perbedaan suhu tubuh perifer dan inti > 30C.
2.1.2 Disfungsi respiratori
PaCO2 > 20 mmHg di atas batas normal.
Memerlukan FiO2 > 50% untuk memperoleh saturasi > 92%.
Kebutuhan akan ventilasi mekanik invasif atau non-invasif.
2.1.3 Disfungsi neurologis
Glasgow come scale < 11, atau
Perubahan status mental akut disertai penurunan GCS > 3 dari batas normal.
2.1.4 Disfungsi Hematologi
Jumlah Trombosit < 80.000/mm3, atau menurun > 50% dari jumlah trombosit tertinggi
yang tercatat selama 3 hari terakhir.
2.1.5 Disfungsi Renal
Kadar kreatinin serum > 2 kali di atas nilai normal menurut umur.14 Kriteria acute renal
failure pada neonatus yaitu jika kadar ureum darah mencapai > 20 mg/dl.15
2.1.6 Disfungsi Hepar
Kadar alanin transaminase > 2 kali di atas nilai normal menurut umur.14

Tabel 1. Definisi Syok menurut American College of Critical Care Medicine Hemodynamic
Cold or Warm Shock

Menurunnya perfusi yang bermanifestasi sebagai perubahan status mental,


capillary refill > 2 detik (cold shock) atau pengisian kembali kapiler cepat

(warm
shock), tekanan nadi perifer menyempit (cold shock) atau bounding
(warm shock),
ekstremitas dingin dan mottling (cold shock), atau output urin yang
menurun < 1
ml/kgbb/jam.
Syok refrakter cairan

Syok yang menetap walaupun telah diberikan cairan resusitasi 60

ml/kgbb
atau resisten

dan infus Dopamin sampai 10 mikrogram/kgbb/menit.

dopamin
Syok resisten

Syok yang menetap walaupun telah diberikan direct acting catecholamines;

katekolamin

epinefrin atau norepinefrin.

Syok refrakter

Syok yang menetap walaupun telah dilakukan goal directed therapy

menggunakan
Obat inotropik, vasopressor, vasodilator, dan pemeliharaan metabolik
rumatan
serta homeostasis hormonal.

Sumber: Brierley, Carcillo, Choong, Cornell, 2007.5


3. ETIOLOGI
Infeksi yang terjadi pada pejamu berasal dari adanya kontak dengan organisme patogen
potensial. Organisme patogen tersebut berproliferasi dan mempengaruhi pertahanan tubuh
pejamu. Sumber infeksi pada neonatus dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok, yaitu: infeksi

intrauterin (transplasental), perinatal selama proses persalinan (intrapartum), dan infeksi yang
didapat dari rumah sakit selama periode neonatal (postnatal) dapat berasal dari ibu atau
lingkungan rumah sakit.16
Pada sebagian besar kasus syok septik disebabkan oleh kuman gram negatif, baik karena
bakteriemia atau endotoksemia, namun kuman gram positif juga diketahui dapat menyebabkan
syok. Jenis kuman gram negatif yang sering menyebabkan syok septik adalah Escherichia coli
dan grup Klebsiella-Aerobacter.17 Eschericia coli adalah salah satu organisme enterik maternal
yang berkolonisasi di dalam saluran gastrointestinal neonatus, yang dapat masuk ke dalam
pembuluh darah.18,19 Diplococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus
hemolyticus merupakan kuman gram positif yang sering menjadi penyebab pada syok septik. 17
Staphylococcus Aureus dan bakteri gram negatif lebih sering ditemukan di negara berkembang.20
Organisme penyebab paling banyak sepsis neonatorum telah mengalami perubahan pada
beberapa dekade terakhir, dan bervariasi secara geografis.18,20 Saat ini, Streptococcus grup B
merupakan bakteri penyebab paling banyak.18,19,20,21 Streptococcus grup B didapat baik
intrapartum maupun postpartum.18,19,20 Selama beberapa tahun di Amerika Serikat, organisme
penyebab sepsis yang paling sering ditemukan adalah golongan bakteri gram negatif. Namun,
pada tahun 2000 bakteri gram positif ditemukan sebesar 52,1% dari keseluruhan kasus sepsis
yang lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri gram negatif sebesar 37,6%. Sebagian kasus
tertentu, ditemukan organisme multipel sebagai penyebabnya, yaitu sekitar (4,7%),

jamur

(4,6%), dan bakteri anaerob (1,0%). Selama periode kurang lebih 20 tahun sejak tahun 1979
sampai 2000 infeksi bakteri gram positif meningkat dengan rata-rata 26,3% pertahun dan infeksi
jamur meningkat sebesar 9% selama periode tersebut.6
Penyebab sepsis bakterialis juga bervariasi berdasarkan usia postnatal. Pada tahun 19911993, dilakukan penelitian kohort di Amerika Serikat dengan data yang diambil dari 12 pusat
kesehatan sebanyak 7.861 bayi dengan berat badan lahir rendah. 20 Hasil penelitian menyatakan
insidens sepsis awitan dini yang terjadi dalam 72 jam pertama kehidupan sekitar 1,9% dan sepsis
awitan lanjut sebanyak 25%.20 Sepsis awitan dini merupakan penyebab kematian terutama pada
bayi dengan berat badan lahir rendah (<1500 gram).22
4. KLASIFIKASI
Vasokonstriksi adalah suatu respon normal terhadap keadaan tekanan arteri sangat rendah

untuk memenuhi perfusi jaringan, seperti pada syok hemoragik akut atau syok kardiogenik. Pada
syok septik, seringkali hipotensi yang timbul adalah akibat kegagalan dari otot-otot halus
pembuluh darah berkonstriksi.23
Syok septik merupakan kombinasi dari tiga tipe klasik syok yaitu: hipovolemik,
kardiogenik, dan distributif.4 Syok hipovolemik terjadi akibat kehilangan cairan intravaskular
melalui kebocoran kapiler, syok kardiogenik terjadi karena efek depresan miokardium akibat
sepsis, dan syok distributif diakibatkan oleh menurunnya tahanan vaskular sistemik. 4 Syok
septik adalah bentuk dari syok distributif yang ditandai oleh vasodilatasi dari pembuluh darah
arteri dan vena.24 Syok septik dibedakan ke dalam 2 jenis, yaitu warm Shock dan cold shock.
Warm shock ditandai dengan curah jantung yang meningkat, kulit yang hangat dan kering, serta
bounding pulse dan cold shock ditandai oleh curah jantung yang menurun, kulit lembab dan
dingin, serta nadi yang lemah.22
5. PATOFISIOLOGI
Syok terjadi karena adanya kegagalan sirkulasi dalam upaya memenuhi kebutuhan
tubuh.4 Hal ini disebabkan oleh menurunnya cardiac output atau kegagalan distribusi aliran
darah dan kebutuhan metabolik yang meningkat disertai dengan atau tanpa kekurangan
penggunaan oksigen pada tingkat seluler.4 Tubuh mempunyai kemampuan kompensasi untuk
menjaga tekanan darah melalui peningkatan denyut jantung dan vasokonstriksi perifer.4,23
Hipotensi dikenali sebagai tanda yang timbul lambat terutama pada neonatus karena mekanisme
kompensasi tubuh mengalami kegagalan sehingga terjadi ancaman kardiovaskuler.4
Respon imun pejamu, melalui sistem imun seluler dan humoral serta reticular
endothelium system (RES), dapat mencegah terjadinya sepsis. Respon imun ini menghasilkan
kaskade inflamasi dengan mediator mediator yang sangat toksik termasuk hormon, sitokin, dan
enzim. Jika proses kaskade inflamasi ini tidak terkontrol, maka SIRS terjadi dan dapat berlanjut
dengan disfungsi sel, organ, dan gangguan sistem mikrosirkulasi.4
Kaskade inflamasi dimulai dengan toksin atau superantigen. Endotoksin (suatu
lipopolisakarida), mannosa, dan glikoprotein, komponen dinding sel bakteri gram negatif,
berikatan dengan makrofag meyebabkan aktivasi dan ekspresi gen inflamasi. Superantigen atau
toksin yang berhubungan dengan bakteri gram positif, mycobacteria, dan virus akan
mengaktivasi limfosit dan menginisiasi kaskade mediator inflamasi.4

Gangguan mikrosirkulasi dalam bentuk jejas endotel, akan melepaskan substansi


vasoaktif, perubahan tonus kardiovaskuler, obstruksi mekanis kapiler karena adanya aggregasi
elemen seluler, dan aktivasi sistem komplemen.4 Pada tingkat seluler terdapat penurunan
fosforilasi oksidatif sekunder karena penurunan penghantaran oksigen, metabolisme anaerob
karena penurunan adenosine triphosphate (ATP), penurunan glikogen, produksi laktat,
peningkatan kalsium sitosol, aktivasi membran fosfolipase, dan pelepasan asam lemak dengan
pembentukan prostaglandin.4
Respon biokimia termasuk produksi metabolit asam arakhidonat, melepaskan faktor
depresan jantung, endogen opiat, aktivasi komplemen, dan produksi mediator lainnya. Metabolit
asam arakhidonat seperti (1)thromboxane A2 menyebabkan vasokontriksi dan agregasi
trombosit, (2)prostaglandin, seperti PGF2 yang menyebabkan vasokontriksi, dan PGI2
menyebabkan

vasodilatasi,

serta

(3)leukotrien

yang

menyebabkan

vasokontriksi,

bronkokontriksi, dan peningkatan permeabilitas kapiler. Faktor depresan jantung, tumor necrosis
factor- (TNF-), dan beberapa interleukin menyebabkan depresi miokardium melalui
peningkatan perangsangan nitrit oksida sintase. Opiat endogen, termasuk didalamnya -endorfin,
menurunkan aktivasi simpatis, menurunkan kontraksi miokardium, dan menyebabkan
vasodilatasi. Aktivasi sistem komplemen merangsang lepasnya mediator vasokontriksi yang akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi dan aktivasi dan agregasi trombosit
dan granulosit..4
6. DIAGNOSIS
Pengenalan dini syok septik sangat esensial untuk memperoleh outcome yang baik. Syok
septik merupakan suatu diagnosis klinis, yang ditandai oleh adanya perfusi yang menurun. 6
Stadium awal syok septik dapat dikenali dengan ditemukan takikardi, bounding pulse, serta
perubahan kesadaran. Stadium lebih lanjut dapat ditemukan waktu pemanjangan pengisian
kapiler, dan akhirnya tanda lambat yang timbul adalah hipotensi. 5 Syok septik harus didiagnosis
secara klinis sebelum timbulnya hipotensi, yaitu hipotermi, atau hipertermi, perubahan status
mental, vasodilatasi perifer (warm shock) atau vasokontriksi dengan capillary refill > 3 detik
(cold shock). Ambang batas denyut jantung yang berhubungan dengan meningkatnya mortalitas
pada bayi dengan keadaan critically ill adalah HR < 90 x/menit atau > 160x/menit.5
Syok septik harus dicurigai pada bayi baru lahir yang mengalami takikardi, respiratory

distress, malas menetek, tonus buruk, sianosis, takipnea, diare, atau penurunan perfusi,
khususnya dengan adanya riwayat ibu dengan korioamnionitis atau ketuban pecah lama. 21
Pemeriksaan laboratorium lengkap harus dilakukan pada pasien syok septik, meliputi
pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, dan elektrolit, serta mencari sumber infeksi dengan
pemeriksaan rontgen toraks.17 Pemeriksaan kultur dari darah dan urin juga dilakukan, pungsi
lumbal untuk kultur cairan serebrospinal (CSF), dan kultur yang secara klinis diperlukan atau
sesuai indikasi dapat membantu menegakan diagnosis.17,21 Petanda biologis sebagai suatu respon
terhadap infeksi yang meningkat salah satunya adalah C-reactive protein (CRP) yang
membutuhkan waktu 12-24 jam untuk mencapai kadar dalam darah yang dapat di ukur.17
7. PENATALAKSANAAN
Tujuan penanganan syok adalah untuk menjaga tekanan perfusi.5 Berdasarkan suatu
penelitian menyatakan bahwa penanganan syok early goal-directed resuscitation dapat
meningkatkan angka harapan hidup penderita syok septik.9 Penggunaan ekspansi volume dan
agen inotropik diperlukan untuk mencapai perfusi renal dan jaringan yang adekuat. Pada tahap
awal digunakan penggunaan volume ekpansi cairan, berikutnya digunakan agen inotropik. 21
Dopamin dan dobutamin merupakan obat-obatan inotropik yang digunakan untuk mengatasi
syok pada neonatus.24 Penggunaan kortikosteroid diberikan jika ekspansi volume dan agen
inotropik tidak dapat mengatasi syok. Terapi kortikosteroid intravena pada sepsis masih
kontroversial.25 Suatu penelitian menunjukkan penggunaan dosis tunggal dapat dilakukan pada
hipotensi refrakter tanpa menyebabkan reaksi simpang pada neonatus, tetapi berdasarkan
tinjauan penelitian lain menyebutkan tidak terdapat cukup bukti untuk mendukung pemberian
rutin steroid pada hipotensi neonatus.21
Terapi antibiotik empiris diberikan setelah pengambilan spesimen untuk kultur, yang
dianjurkan adalah antibiotik broad spectrum, seperti ampisilin intravena dan gentamisin.
Vankomisin dapat diberikan menggantikan ampisilin, jika diduga adanya infeksi stafilokokus
(sering pada neonatus yang berusia lebih dari 3 hari dengan monitoring invasif menggunakan
kateter atau chest tube). Beberapa institusi menganjurkan penggunaan sefotaksim, terutama jika
terdapat infeksi sistem saraf pusat, penggunaan vankomisin menggantikan gentamisin untuk
mencegah nefrotoksisitas. Dipertimbangkan penggunaan ini terutama pada kuman gram negatif
yang spesifik dan jika terdapat resistensi.21

Pemberian intravena imunoglobulin (IVIG), penggunaannya masih kontroversial. Pada


beberapa tinjauan terkini ditemukan bahwa penggunaannya dapat menurunkan mortalitas sepsis
sebesar 3%.21 IVIG diketahui dapat membatasi kerusakan jaringan yang dicetuskan oleh aktivasi
faktor komplemen dan merubah komplek imun inflammatory potential soluble.26 Beberapa
institusi memberikan dosis tunggal IVIG pada neonatus, seperti Veronate (antistafilokokus IVIG
spesifik), tetapi pemberiannya tidak terbukti efektif sehingga hal ini memerlukan evaluasi lebih

Unit Gawat Darurat

lanjut.21 Penatalaksanaan syok septik pada neonatus diajukan dalam bentuk algoritma berikut ini:

0 menit

Lihat tanda-tanda penurunan perfusi, sianosis, dan RDS.


Jaga jalan nafas dan buatlah akses menurut panduan NRP

5 menit

Resusitasi Awal: Bolus NaCl isotonis 10cc/kg atau koloid hingga 60 cc/kg sampai perfusi
membaik, kecuali bila terjadi hepatomegali.
Perbaiki hipoglikemia & hipokalsemia. Mulai pemberian antibiotik.
Mulai pemberian prostaglandin hingga adanya lesi ductal-dependent dapat disingkirkan.
Syok belum dapat ditangani?

15
menit

Syok Refrakter Cairan: Titrasi Dopamin 5-9 g/kg/menit. Tambahkan Dobutamin hingga 10
g/kg/menit
Syok belum dapat ditangani?

Syok refrakter cairan resisten-dopamin : Titrasi epinefrin 0.05-0.03 mcg/kg/menit

Unit Perawatan Intensif

60
menit

Syok belum dapat ditangani?

Syok resisten-katekolamin : Monitor CVP di NICU, MAP-CVP & ScvO2 normal > 70%,
aliran SVC > 40 mL/kg/menit atau CI 3.3 L/m2/menit

Cold shock dengan


tekanan darah normal
dan bukti fungsi ventrikel
kiri buruk: Bila
Scv02<70%
Aliran SVC<40
mL/kg/menit atau CI<3.3
L/m2/menit,
Tambahkan vasodilator
(nitrovasodilator,
milrininone) dengan
volume loading.

Cold shock dengan tekanan


darah rendah dan bukti
adanya disfungsi ventrikel
kanan:
Bila PPHN dengan
ScvO2<70% aliran
SVC<40mL/kg/menit atau
CI<3.3 L/m2/menit
tambahkan inhalasi nitrit
oksida, pertimbangkan
milrininone, pertimbangkan
Iloprost terinhalasi atau
adenosine intravena.

Warm shock dengan


tekanan darah rendah:
Tambahkan volume dan
norepinefrin.
Pertimbangkan vasopressin,
terlipressin, atau
angiotensin. Gunakan
inotropik untuk menjaga
agar ScvO2>70%, aliran
SVC > 40mL/Kg/menit,
dan CI 3.3L/m2/menit

Syokbelum
belumdapat
dapatditangani?
ditangani?
Syok

Syok Refrakter : Atasi dan singkirkan kemungkinan efusi perikardium dan pneumotoraks, gunakan
hidrokortison untuk insufisiensi adrenal absolut, dan triiodotironin untuk hipotiroidisme. Mulai
pemberian pentoksifilin pada neonatus BBLSR. Pertimbangkan untuk menutup PDA bila signifikan
secara hemodinamik
Syok belum dapat ditangani?

ECMO
Gambar 1. Algoritma Penatalaksanaan Syok Septik Pada Neonatus
Sumber: Brierley, 20095
7.1 Penanganan ABC: Satu Jam Pertama Resusitasi
7.1.1 Tujuan:
Menjaga jalan nafas, oksigenasi, dan ventilasi; mengembalikan dan menjaga sirkulasi,
didefinisikan sebagai perfusi dan tekanan darah normal, menjaga sirkulasi neonatus, dan
menjaga denyut jantung dalam ambang batas normal.5
7.1.2 Jalan Nafas dan Pernafasan:
Kepatenan jalan nafas, oksigenasi dan ventilasi adekuat harus secara ketat dimonitor dan
dipertahankan. Keputusan untuk mengintubasi dan ventilasi berdasarkan diagnosis klinis
dapat dilihat dengan meningkatnya usaha napas (work of breathing), usaha napas yang
tidak adekuat, hipoksemia berat, atau gabungan dari keadaan tersebut.5
7.1.3 Sirkulasi:
Akses vaskuler harus diperoleh dengan cepat menurut panduan program resusitasi
neonatus, pemasangan kateter vena dan arteri umbilikal lebih banyak dilakukan.5
7.1.4 Resusitasi Cairan:
Diberikan bolus cairan 10 mL/kgbb, kemudian dilakukan observasi kemungkinan
timbulnya hepatomegali dan meningkatnya kerja napas. Cairan dapat diberikan sampai 60
mL/kgbb pada satu jam pertama.5
10

7.1.5 Dukungan Hemodinamik:


Pasien dengan syok berat memerlukan dukungan kardiovaskular selama resusitasi cairan.
Dopamin dapat digunakan sebagai agen lini pertama. Pemberian awal yang disarankan
kombinasi

dopamin

dosis

rendah

(<8g/kgbb/menit)

dan

dobutamin

(hingga

10g/kgbb/menit). Bila pasien tidak merespon dengan adekuat pada intervensi ini, maka
diberikan epinefrin (0,05-0,3g/kgbb/menit) dapat diberikan untuk mengembalikan
tekanan darah dan perfusi normal.5
7.2 Stabilisasi: Setelah 1 Jam Pertama (Dukungan Hemodinamik Unit Perawatan Intensif
Neonatus/NICU)
7.2.1 Tujuan:
Mengembalikan dan menjaga denyut jantung dalam ambang batas normal, menjaga perfusi
dan tekanan darah normal, menjaga sirkulasi neonatus, ScvO2 >70%, CI >3,3L/menit/m2,
dan aliran SVC >40 mL/kgbb/menit.5
7.2.2 Resusitasi Cairan:
Kehilangan cairan dan hipovolemia persisten karena kebocoran kapiler difus dapat
berlangsung berhari-hari. Kristaloid adalah cairan pilihan pada neonatus dengan Hb > 12
g/dL. Dapat diberikan transfusi PRC bagi neonatus dengan kadar Hb < 12 g/dL.
Continuous renal replacement therapy (CRRT) atau diuretik dianjurkan untuk neonatus
yang mengalami overload cairan 10% dan tidak dapat mencapai keseimbangan cairan.
Larutan infus isotonik mengandung D10% yang diberikan dengan kecepatan pemberian
rumatan menyediakan penghantaran glukosa untuk mencegah hipoglikemi.5
7.2.3 Dukungan Hemodinamik:
Pentoxifylline IV 6 jam per hari selama 5 hari dapat digunakan untuk mengatasi syok
septik pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah. Pada neonatus dengan fungsi
ventrikel kiri yang buruk dan tekanan darah normal, penambahan nitrovasodilator atau
phosphodiesterase inhibitor terhadap epinefrin (0,05 0,3 mikrogram/kgbb/menit) cukup
efektif namun harus dimonitor untuk kemungkinan terjadinya toksisitas. Norepinefrin
efektif untuk mengatasi hipotensi refrakter, namun ScvO2 harus dijaga > 70%.5
7.3 Terapi ECMO dan CRRT untuk Syok Refrakter

11

Neonatus dengan syok refrakter harus dicurigai mempunyai morbiditas yang tidak biasa
atau memerlukan penanganan spesifik, termasuk efusi perikardium (perikardiosentesis),
pneumotoraks (torakosentesis), kehilangan darah yang terus berlangsung (penggantian
darah/hemostasis), hipoadrenalisme (hidrokortison), hipotiroidisme (triiodotironin), inborn
errors of metabolism (responsif kepada infus glukosa dan insulin), dan/atau penyakit jantung
sianosis atau obstruktif (responsif kepada prostaglandin E1), atau PDA yang sangat besar
(penutupan PDA).5 Apabila berbagai penyebab ini telah dapat disingkirkan, maka extracorporeal
membrane oxygenation (ECMO) merupakan terapi yang penting untuk dipertimbangkan bagi
neonatus cukup bulan.4,5
Tingkat survival rate ECMO saat ini untuk sepsis neonatorum adalah 80%. Pada
beberapa pusat kesehatan, syok refrakter dengan PaO2 < 40 mm Hg setelah terapi maksimal
dianggap sebagai indikasi yang cukup untuk mulai memberikan terapi ECMO. Selain daripada
itu, keuntungan lain adalah berkurangnya pemberian inotropik bila digunakan ECMO.
5

8. PROGNOSIS
Angka mortalitas syok septik sangat tergantung pada lokasi pertama kali infeksi,
patogenisitas organisme penyebab, timbulnya multiorgan disfunction syndrome (MODS), serta
respon imun dari pejamu. Pada neonatus, terutama dengan berat badan lahir rendah, mempunyai
risiko tinggi terhadap timbulnya sepsis berat yang dapat memburuk menjadi syok septik. 4
9. RANGKUMAN
Sampai saat ini syok septik merupakan penyebab kematian paling sering pada pasien
dengan sepsis, termasuk neonatus. Keberhasilan dalam penatalaksanaan syok septik adalah
dengan kecepatan dan ketepatan dalam menegakan diagnosis, pemberian regimen terapi, serta
pemanfaatan waktu yang efektif. Melalui penanganan yang tepat terhadap syok septik,
diharapkan dapat memperbaiki prognosis dan menurunkan angka mortalitas.
REFERENSI
1. Eaton S. Impaired energy metabolism during neonatal sepsis: the effects of glutamine.
Procceedings of the nutrition society. 2003; 62:745-51.
2. Palmer J. Sepsis and septic shock. Neonatology. New Bolton Center:1-7.
3. Russel JA. Management of sepsis. New Engl J Med. 2006;355:1699-713.
12

4. Enrionne MA, Powell KR. Sepsis, Septic Shock, and Systemic Inflammatory Response
Syndrome. Dalam: Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE, Stanton BF, penyunting.
Nelson
Textbook
of
Pediatrics.
Edisi
ke-18.
Philadelphia:
Saunders
Elsevier;2007.h.1094-99.
5. Brierley J, Carcillo JA, Choong K, Cornell T, DeCaen A, Deymann A, dkk. Clinical
practice parameters for hemodynamic support of pediatric and neonatal septic shock:
2007 update from the American College of Critical Care Medicine. Crit Care
Med.2009;37(2):666-88.
6. Dowd MD. Management of pediatric septic shock in the emergency department. PemDatabase.Org.2003;1-12.
7. Carcillo JA, Field AI. Clinical practice parameters for hemodynamic support of pediatric
and neonatal patients in septic shock. Crit Care Med.2002;30(6): 1365-78
8. Hotchkiss RS, Karl IE. The pathophysiology and treatment of sepsis. New Engl J Med.
2003;348(2):138-50.
9. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, Bion J, Parker MM, Jaeschke R, dkk. Surviving
Sepsis Campaign: International guidelines for management of sepsis berat and septic
shock: 2008. Intensive Care Med.2008;34;17-60.
10. Nupponen I, Andersson S, Jarvenpaa AL, Kautiainen H. Neutrophil CD11b Expression
and circulating interleukin-8 as diagnostic markers for early-onset neonatal sepsis.
Pediatrics. 2001;108:1-6.
11. Seale AC, Mwaniki M, Newton CR, Berkley JA. Maternal and early onset neonatal
bacterial sepsis: burden and strategies for prevention in sub-Saharan Africa. Lancet Infect
Dis. 2009;9:428-38.
12. Puopolo KM. Bacterial and Fungal Infections. Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC,
Starck AR, penyunting. Manual of Neonatal Care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott
Williams&Wilkins;2004.h.275-93.
13. Han YY, Carcillo JA, Dragotta MA, Bills DM, Watson RS, Westerman ME, dkk. Early
reversal of pediatric neonatal septic shock by community physicians is associated with
improved outcome. Pediatrics. 2003;112:793-9.
14. Khilnani P. Management of Septic Shock. Pediatric oncall. Di unduh tanggal 8 Mei
2010.Tersedia:http://www.pediatriconcall.com/fordoctor/diseasesandcondition/PEDIATR
IC_EMERGENCIES/management_severe_sepsis_In_children.asp
15. Mathur NB. Agarwal HS, Maria A. Acute renal failure in neonatal sepsis. Indian Journal
of Pediatrics. 2006;73:499-502.
16. Merenstein GB, Adams K, Weisman LE. Infection in the neonate. Dalam: Merenstein
GB, Gardner SL, penyunting. Handbook of neonatal intensive care. Edisi ke-5.
Philadelphia: Mosby; 2002.h.462-67.
17. Yabek SM. Management of septic shock. Pediatr Rev. 1980;2:83-7.
18. Adam D. Infections in Neonates and Prematures. Phil J Microbiol Infect
Dis.1992;22(2):32-4.
13

19. Infection and immunity. Dalam: Polin RA, Spitzer AR, penyunting. Fetal and neonatal
secrets. Philadelphia: Hanley&Belfus; 2001.h.261-71.
20. Freij BJ, McCracken GH. Acute Infections. Dalam: Avery GB, Fletcher MA, MacDonald
MG, penyunting. Neonatology Pathophysiology and Management of the Newborn. Edisi
ke-5. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 1999.h.1196-207.
21. Hypotension and Shock. Dalam: Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Tuttle D,
penyunting. Neonatology management, procedures, on-call problems, diseases, and
drugs. Edisi ke-6. United States of America: McGraw Hill;2009.h.324-30.
22. Stoll BJ, Hansen N, Fanaroff AA, Wright LL, dkk. Changes in pathogens causing earlyonset sepsis in very low birth weight infants. New Engl J Med. 2002;347:240-7.
23. Landry DW, Oliver JA. Mechanisms of disease. New Engl J Med. 2001;345:588-95.
24. Rai R, Singh DK. Intravenous adrenaline for shock in neonates. Indian Pediatrics.
2010;1-2.
25. Leone M, Martin C. Rescue therapy in septic shock-is terlipressin the last frontier?.
Critical care.2006;10:131-2.
26. Haque KN. Immuno-modulation in neonatal sepsis: intravenous immunoglobulin therapy
in the prevention and treatment of neonatal sepsis: is the answer, yes, no, or dont know?.
Haematologica reports.2006;2(10):38-41.

14

REKOMENDASI
No.: 004/Rek/PP IDAI/III/2014
tentang

Tata Laksana Syok

Kecepatan dalam memberikan penanganan syok sangat penting, makin lama dimulainya
tindakan resusitasi makin memperburuk prognosis.
Prioritas utama yang harus segera dilakukan adalah pemberian oksigen aliran tinggi,
stabilisasi jalan nafas, dan pemasangan jalur intravena, diikuti segera dengan resusitasi
cairan. Apabila jalur intravena perifer sukar didapat, jalur intraoseus (IO) segera dimulai.
Setelah jalur vaskular didapat, segera lakukan resusitasi cairan dengan bolus kristaloid
isotonik (Ringer lactate, normal saline) sebanyak 20 mL/kg dalam waktu 5-20 menit.
Pemberian cairan dapat diulang untuk memperbaiki tekanan darah dan perfusi jaringan.
Pada syok septik mungkin diperlukan cairan 60 mL/kg dalam 30-60 menit pertama.
Pemberian cairan hanya dibatasi bila diduga penyebab syok adalah disfungsi jantung
primer.
Apabila setelah pemberian 20-60 mL/kg kristaloid isotonik masih diperlukan cairan,
pertimbangkan pemberian koloid. Darah hanya direkomendasikan sebagai pengganti
volume yang hilang pada kasus perdarahan akut atau anemia dengan perfusi yang tidak
adekuat meskipun telah mendapat 2-3 x 20 mL/kg bolus kristaloid.
Pada syok septik, bila refrakter dengan pemberian cairan, pertimbangkan pemberian
inotropik.
Dopamin merupakan inotropik pilihah utama pada anak, dengan dosis 5-10 gr/kg/menit.
Apabila syok resisten dengan pemberian dopamin, tambahkan epinefrin (dosis 0,05-0,3

15

gr/kg/menit) untuk cold shock atau norepinefrin (dosis 0,05-1 gr/kg/menit) untuk warm
shock.
Syok resisten katekolamin, dapat diberikan kortikosteroid dosis stres (hidrokortison 50
mg/m2/24jam).
Dobutamin dipergunakan apabila setelah resusitasi cairan didapatkan curah jantung yang
rendah dengan resistensi vaskular sistemik yang meningkat, ditandai dengan ekstremitas
dingin, waktu pengisian kapiler memanjang, dan produksi urin berkurang tetapi tekanan
darah normal.
Pada syok septik, antibiotik harus diberikan dalam waktu 1 jam setelah diagnosis
ditegakkan, setelah sebelumnya diambil darah untuk pemeriksaan kultur dan tes
resistensi.
Sebagai terapi awal dapat digunakan antibiotik berspektrum luas sampai didapatkan hasil
kultur dan antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab.
Target akhir resusitasi yang ingin dicapai merupakan petanda perfusi jaringan dan
homeostasis seluler yang adekuat, terdiri dari: frekuensi denyut jantung normal, tidak ada
perbedaan antara nadi sentral dan perifer, waktu pengisian kapiler < 2 detik, ekstremitas
hangat, status mental normal, tekanan darah normal, produksi urin >1 mL/kg/jam,
penurunan laktat serum.
Tekanan darah sebenarnya bukan merupakan target akhir resusitasi, tetapi perbaikan
rasio antara frekuensi denyut jantung dan tekanan darah yang disebut sebagai syok
indeks, dapat dipakai sebagai indikator adanya perbaikan perfusi.
Referensi :
Schwarz A. Fluids and electrolytes. Dalam: Schwarz A, penyunting. Blueprints pocket
pediatric ICU. Philadelphia: Lippincott; 2007. h. 31-42.
Wilhelm M, Schleien C. Electrolyte and metabolic disorders. Dalam: Nichols DG, Yaster M,
Schleien CL, Paidas CN, penyunting. Golden hour: the handbook of advanced pediatric life
support. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2011. h. 143-59.
Nadel S, Kissoon N, Ranjit S. Recognition and initial management of shock. Dalam:
Nichols DG, penyunting. Rogers textbook of pediatric intensive care. Edisi ke-4.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. h. 372-83.

16

Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, Bion J, parker MM, Jaeschke R, et al. Surviving sepsis
campaign: International guidelines for management of severe sepsis and septic shock:2008.
Crit Care Med, 2008;36:296-327.

Menu
Nursing Science
Pembelajaran ilmu keperawatan
TERAPI CAIRAN PADA SYOK
TERAPI CAIRAN PADA KEGAWAT DARURATAN ANAK
Oleh Eko Prabowo
PENDAHULUAN
Secara umum penatalaksanaan cairan bisa secara enteral maupun parenteral. Dalam
konteks perawatan kegawat daruratan anak maka pembahasan terutama Pada
penatalaksanaan secara parenteral, karena hamper rutin dikerjakan dalam sehari hari di
ruang perawatan gawat darurat anak. Berbicara mengenai terapi cairan tidak bias lepas
dari elektrolit, karena ini merupakan satu kesatuan pembahasan. Berbeda dengan dewasa,
anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
diperlukan pemahaman prinsipprinsip fisiologis tubuh. Dikatakan bahwa perburukan
maupun perbaikan keadaan klinis penderita berjalan paralel dengan perubahan
perubahan pada variabel fisiologis.
PRINSIPPRINSIP FISIOLOGI CAIRAN dan ELEKTROLIT
Air merupakan komponen terbesar dan pelarut terpenting dari tubuh kita, dinyatakan
dalam persen berat badan dan besarnya berubah menurut umur. Pada saat menjelang dan
segera setelah lahir, air meliputi + 78% berat badan kemudian jumlahnya menurun secara
bertahap. Cairan tubuh terbagi dalam dua kompartemen yaitu intraseluler dan

17

ekstraseluler. Ekstraseluler terbagi dalam ruang interstisial dan intravaskuler. Pada fetus,
cairan ekstraseluler lebih banyak dari intraseluler dan jumlah cairan ekstraseluler
menurun seiring bertambahnya usia, seperti yang ditunjukkan gambar 1. Untuk
memudahkan kita dalam penatalaksanaan cairan pada anak, maka dari gambar 1 di atas
bisa diambil titiktitik penting seperti pada tabel 1 di bawahini.

Cairan tubuh juga terdapat pada dua ruang lain yaitu ruang transeluler dan ruang slowly
exchangeable. Sebenarnya ini juga merupakan cairan ekstraseluler tetapi mempunyai
karakteristik tersendiri dan dalam keadaan normal tidak terlalu penting. Komposisi
elektrolit berbagai kompartemen tidak sama. Natrium merupakan kation utama
ekstraseluler dan aktif secara osmotik menjaga volume intravaskuler dan interstisial.
Kalium merupakan kation utama intraseluler berperan menjaga osmolalitas intrasel dan
memelihara volume sel. Kalium penting untuk membangkitkan selsel saraf dan otot serta
bertanggung jawab terhadap kontraktilitas otot (bercorak maupun polos) terutama otot
jantung. (Gambar 2)
Asupan air dirangsang oleh rasa haus sebagai respon terhadap kekurangan air
(hipertonik) melalui osmoreseptor di midhipotalamus, pankreas, dan vena portahepatika.
Hipovolemia dan hipotensi juga merangsang haus melalui baroreseptor di atrium dan
pembuluh darah besar atau melalui peningkatan angiotensin II. Ekskresi atau pengeluaran
air dapat berupa kehilangan cairan insensible (+30%), urin (+60%), dan sedikit cairan
tinja (+10%). Hal ini menggambarkan jumlah yang harus diminum perhari untuk
mempertahankan keseimbangan cairan. Kehilangan cairan insensible bisa melalui kulit
(2/3) dan paru (1/3), tergantung faktorfaktor yang mempengaruhi energy expenditure
(tidak tergantung keadaan cairan tubuh). Ini berbeda dengan kehilangan cairan melalui
keringat (sensible water and electrolyte losses) yang biasanya terjadi bila suhu tubuh
dan/atau lingkungan meningkat. Kehilangan cairan melalui keringat ini diatur oleh sistem
saraf otonom. Pengeluaran urin penting untuk mengatur osmolalitas dan komposisi cairan
ekstraseluler. Jumlah dan kadar urin dikendalikan oleh aksis neuro hypophysealrenal,

18

yaitu anti diuretic hormone (ADH). Distribusi antar kompartemen dipengaruhi


permeabilitas membran dan gradienosmolalitas, tetapi keseimbangannya menganut
hukum isoosmolaritas, neutralitas elektron, dan keseimbangan asam basa.
Osmolalitas plasma dapat dihitung dengan rumus:
Anakanak memerlukan cairan dan elektrolit relatif lebih banyak daripada orang dewasa
sehingga mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Kebutuhan
cairan per hari didasarkan pada insensible water loss (IWL) + urin + cairantinja
Bisa juga diperkirakan berdasarkan energy expenditure, bahwa setiap 1 kcal = 1 mlH2O.
Berdasarkan perhitunganenergy expenditure ratarata pasien yang dirawat dirumah sakit
didapatkan kebutuhan cairan perhari sebagai berikut:
Bayi 1 hari = 50 ml H2O/kgBB/hari Bayi 2 hari = 75 ml H2O/kgBB/hari
Bayi > 3 hari = 100 ml H2O/kgBB/hari
Berat badan 10 kg pertama = 100 ml H2O/kgBB/hari
Berat badan 10 kg kedua = 1000 ml + 50 ml H2O/kgBB/hari
Berat badan > 20 kg = 1500 ml + 20 ml H2O/kgBB/hari
Pada pasien dengan kesulitan kompensasi terhadap kelebihan atau kekurangan cairan dan
elektrolit (misalnya pada kelainan jantung, ginjal) harus dilakukan perhitungan
secaraketat/titrasi. Adanya faktorfaktor yang bisa mengurangi/meningkatkan kebutuhan
cairan juga harus diperhitungkan. Perkiraan kebutuhan elektrolit perhari didasarkan
pada kebutuhan metabolisme atau pada kebutuhan cairan perhari, adalah
Natrium : 2 4 mEq/100mlH2O/hari
Kalium : 1 2 mEq/100mlH2O/hari
Klorida : 2 4 mEq/100mlH2O/hari
Persamaanpersamaan untuk menentukan kebutuhan rumatan cairan dan elektrolit diatas
didasarkan pada beberapa ASUMSI dari ratarata kehilangan cairan insensible, energy
expenditure, metabolisme, dan produksi urin dengan anggapan tidak ada sumber

19

kehilangan cairan dan elektrolit dari tempat lain dan fungsi ginjal normal. Pada penderita
penderita dengan kegawat daruratan atau sakit kritis seringkali terdapat abnormalitas
dari asumsi-asumsi tersebut, karena itu penatalaksanaannya harus disesuaikan kondisi
klinis penderita.
TATA LAKSANA TERAPI CAIRAN PADA KEGAWAT DARURATAN
Tujuan utama penatalaksanaan cairan pada kegawat daruratan adalah mengembalikan
volume sirkulasi efektif yang adekuat dengan segera. Volume yang diperlukan bervariasi
tergantung keadaan klinis dan perlu evaluasi berulang. Adapun langkahlangkah
prinsipnya adalah sebagai berikut:
Memperkirakan kehilangan cairan: melalui pengukuran berat badan, anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan laboratorium.
Pemberian cairan intravena: meliputi penentuan cairan apa yang digunakan, berapa
banyak, bagaimana kecepatannya, bagaimana selanjutnya setelah volume sirkulasi efektif
tercapai, dan bagaimana osmolalitasnya.
Melakukan koreksi cepat yang aman sesuai dengan fisiologi terhadap gangguan
keseimbangan elektrolit yang mengancam jiwa dan dilanjutkan dengan koreksilambat.
Aplikasi tata laksana terapi cairan pada kegawat daruratan anak yang sering terjadi
adalah pada kasus Dehidrasi dan Syok.
DEHIDRASI
Perkiraan kehilangan cairan (status dehidrasi). Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air
dan natrium. Bergantung pada komposisi cairan yang hilang secara akut, bila natrium
yang hilang bersama air konsentrasinya lebih tinggi dari kadar natrium cairan
ekstraseluler maka akan terjadi dehidrasi hipoosmotik. Bila kurang lebih sama akan
terjadi dehidrasi isoosmotik, dan bila lebih rendah akan terjadi dehidrasi hiperosmotik
akibat tingginya kadar natrium dalam cairan ekstraseluler. Gejala klinis dehidrasi
dipengaruhi oleh berat ringannya kehilangan cairan (Tabel 2) dan kadar natrium cairan
ekstraseluler. Tanda yang dapat dijumpai antara lain, berat badan turun, turgor kulit
menurun, ubunubun cekung, mata cekung, mukosa kering, nadi cepat dan tekanan darah

20

turun, serta jumlah urin sedikit dan pekat. Laboratorium menunjukan kenaikan
hematokrit dan kenaikan berat jenis urin.
Langkahlangkah dalam memperkirakan kehilangan cairan:
Berat badan
Perubahan berat badan yang cepat menggambarkan perubahan cairan tubuh total. Berat
badan diperlukan untuk menentukan banyaknya cairan pengganti yang dibutuhkan.
Anamnesis
Kehilangan cairan: Muntah, diare, perdarahan, luka bakar, drainase bedah (seberapa
banyak dan/atau seberapa sering).
Masukan cairan: Jenis cairan, berapa banyak, dan bagaimana keberhasilannya.
Produksi urin.
Pemeriksaan fisis
Status mental, nadi, frekuensi nadi, tekanan darah, membran mukosa, turgor kulit, warna
kulit, perabaan perifer, dan capillary refill.
Laboratorium Kimia serum, hematokrit, urin lengkap.
Pemberian cairan intravena
Cairan apa yang digunakan?
Untuk memperbaikai volume sirkulasi efektif, apapun jenis dehidrasinya (isoosmotik,
hipoosmotik, maupun hiperosmotik) cairan awal yang seharusnya diberikan adalah
cairan isotonis. Dalam hal ini yang biasa digunakan adalah Ringers Lactat Ringers
Asetat , dan NaCl 0,9%. NilaiStrong Ion Difference (SID) dari NaCl 0,9% adalah 0 (nol),
sehingga pasca resusitasi dapat terjadiasi dosis metabolik hiperkloremik. Bila karena
perdarahan maka pilihan volume expander terbaik adalah darah. Pada beberapa keadaan
khusus perlu dipertimbangkan penggunaan koloid.
Berapa banyak?

21

Untuk memperbaiki volume sirkulasi efektif diberikan 1020 ml/kg BB dalam 1030 menit.
Evaluasi perbaikan klinis meliputi status mental, tanda vital, dan produksi urin. Bila
masih diperlukan bisa diulang. Bila belum membaik setelah diberikan 60 ml/kgBB,
pertimbangkan pemasangan central venous pressure (CVP) untuk menentukan volume
intravaskuler yang lebih tepat.
Bagaimana selanjutnya setelah volume sirkulasi efektif tercapai?
Bila belum memungkinkan peroral, total kebutuhan diberikan intravena dengan
mempertimbangkan
Sisa defisit (air maupun elektrolit): Volume: bandingkan berat badannya dengan berat
badan sebelum sakit, perhitungkan jumlah cairan selama resusitasi. Natrium: bila
hiponatremi, perhitungkan defisit natriumnya. Air: bila hipernatremi, perhitungkan defisit
airnya.
Kehilangan cairan yang masih berlangsung: Volume dan komposisi elektrolitnya.
Kebutuhan rumatan: Air dan elektrolit (pertimbangkan kondisi yang meningkatkan/
mengurangi kebutuhannya). Jumlahkan semua kebutuhan air dan elektrolit dari sisa
defisit, kehilangan cairan yang masih berlangsung (ongoing losses), dan kebutuhan
rumatan. Kemudian tentukan jenis cairannya berdasarkan jumlah total air dan elektrolit
yang diperlukan dan juga kalori untuk diberikan dalam 24 jam. Pertimbangkan juga
kondisi klinis penderita seperti adanya kelainan jantung dan kelainan ginjal. Nilai defisit
dapat dihitung berdasar: Untuk mempermudah perencanaan dapat dibuat format baku
untuk tata laksana kebutuhan cairan seperti Tabel 3 di bawah ini. Koreksi kehilangan
cairan sebelumnya dan penggantian kehilangan cairanyangsedang berlangsung harus
dilakukan dengan teliti. Seperti tata laksana di ruangintensif pada umumnya, penilaian
harus dilakukan secara ketat dari waktu kewaktu dengan interval yang pendek (2 4 jam).
Perkiraan jumlah cairan yanghilang sebelumnya amat tergantung dari ketajaman
penilaian klinis doktermelalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan analisis laboratorium.
SYOK

22

Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi dengan akibat ketidak
cukupan pasokan oksigen dan substrat metabolik lain ke jaringan serta kegagalan
pembuangan sisa metabolisme. Berdasarkan komponen system sirkulasi, terdapat 3 jenis
syok yaitu syok hipovolemik, kardiogenik, dan distributif. Adapun prinsip prinsip
penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:
Syok sipovolemik Pemberian cairan kristaloid 10 ml/kgBB secara bolus (secepatnya) dapat
dilakukan sambil menilai respon tubuh. Pada syok hipovolemik, maka peningkatan volume
intravaskular akan meningkatkan isi sekuncup disertai penurunan frekuensi jantung.
Pada kasus yang berat, pemberian cairan dapat diulangi 10 ml/kgBB sambil menilai
respon tubuh. Pada umumnya anak dengan syok hipovolemik mempunyai nilai CVP
kurang dari 5 mmHg. Pemberian cairan harus diteruskan hingga mencapai normo
volemik. Kebutuhan cairan untuk mengisi ruang intravaskular umumnya dapat dikurangi
bila digunakan cairan koloid. Syok kardiogenik Curah jantung merupakan fungsi isi
sekuncup dan frekuensi. Bayi mempunyai ventrikel yang relatif non compliant dengan
kemampuan meningkatkan isi sekuncup amat terbatas. Karena itu curah jantung bayi
amat bergantung pada frekuensi. Syok kardiogenik pada penyakit jantung bawaan tidak
dibahas di sini. Isi sekuncup dipengaruhi oleh preload, afterload, dan kontraktilitas
miokardium. Sesuai dengan hukum Starling, peningkatan preload akan berkorelasi positif
terhadap curah jantung hingga tercapai plateau. Karena itu, sekalipun pada gangguan
fungsi jantung, mempertahankan preload yang optimal tetap harus dilakukan. Penurunan
curah jantung pasca bolus cairan menunjukkan bahwa volume loading harus dihentikan.
Upaya menurunkan afterload terindikasi pada keadaan gagal jantung dengan peningkatan
resistensi vaskular sistemik yang berlebihan. Untuk tujuan ini dapat digunakan
vasodilator. Diuretik digunakan pada kasus dengan tanda kongestif paru maupun sistemik.
Untuk tujuan ini dapat digunakan diuretik loop, atau kombinasi dengan bumetanid, tiazid
atau metolazon. Berbagai kondisi yang memperburuk fungsi kontraktilitas miokardium
harus segera diatasi, seperti hipoksemia, hipoglikemia, dan asidosis. Untuk memperbaiki
fungsi kontraktilitas ini, selanjutnya dapat digunakan obat inotropik (seperti dopamin,
dobutamin, adrenalin, amrinon, milrinon). Untuk mencapai fungsi kardiovaskular yang

23

optimal, dengan pengaturan preload , penggunaan obatinotropik dan vasodilator (seperti


sodium nitroprusid, nitrogliserin), dibutuhkan pemantauan tekanan darah, curah jantung,
dan resistensi vaskular sistemik. Syok distributif dan syok septik
Tata laksana syok distributif adalah pengisian volume intravaskular dan mengatasi
penyebab primernya. Syok septik merupakan suatu keadaan khusus dengan patofisiologi
yang kompleks. Pada syok septik,warm shock , suatu syok distributif, terjadi pada fase
awal. Penggunaan stimulator alfa (seperti noradrenalin) dilaporkan tidak banyak
memperbaiki keadaan, bahkan menurunkan produksi urindan mengakibatkan asidosis
laktat. Pada fase lanjut, terjadi penurunan curah jantung dan peningkatan resistensi
vaskular sistemik akibat hipoksemia dan asidosis. Karena itu tata laksana syok septik
lanjut, mengikuti kaidah syok kardiogenik. Sekali punmasih kontroversi, steroid
terkadang digunakan pada syok septik yang resisten terhadap katekolamin dengan risiko
insufisiensi adrenal.
J
JENIS CAIRAN INTRAVENAPADA BEBERAPA PENYAKIT ANAK

Jenis-Jenis Cairan Intravena


Umumnya terapi cairan yang dapat diberikan berupa cairan kristaloid dan koloid atau
kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan yang mengandung air, elektrolit dan
atau gula dengan berbagai campuran. Cairan ini bisa isotonik, hipotonik, dan hipertonik
terhadap cairan plasma. Sedangkan cairan koloid yaitu cairan yang BM nya tinggi.7,83.
Cairan Kristaloid
Cairan kristaloid terdiri dari:
Cairan Hipotonik

24

Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh karena itu


penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler seperti pada dehidrasi
kronik dan pada kelainan keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan hipernatremi
yang disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus. Cairan ini tidak dapat
digunakan sebagai cairanresusitasi pada kegawatan. Contohnya dextrosa 5%
Cairan Isotonik
Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer laktat dan plasmalyte.
Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi intravaskuler yang adekuat dan
diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya. Cairan ini cukup efektif
sebagai cairan resusitasi dan waktu yang diperlukanpun relatif lebih pendek disbanding
dengan cairan koloid.
Cairan Hipertonik
Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler utama. Oleh karena itu
pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan intraseluler ke dalam ekstra seluler
.Peristiwa ini dikenal dengan infus internal. Disamping itu cairan natrium hipertonik
mempunyai efek inotropik positif antara lain memvasodilatasi pembuluh darah paru dan
sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena dapat mengurangi edema pada
luka bakar, edema perifer dan mengurangi jumlah cairan yang dibutuhkan, contohnya
NaCl 3% Beberapa contoh cairan kristaloid :
1)

Ringer Laktat (RL)

Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L, Kalium 4 mEq/l, Klorida
109mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28 mEq/L. Laktat pada larutan ini dimetabolisme
didalam hati dan sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam ginjal. Metabolisme ini
akan terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi hati. Laktat
dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi CO2 dan H2O (80%
dikatalisis oleh enzimpiruvat dehidrogenase) atau glukosa (20% dikatalisis oleh piruvat
karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk HCO3. Sejauh ini Ringer Laktat masih

25

merupakan terapi pilihan karena komposisi elektrolitnya lebih mendekati komposisi


elektrolit plasma. Cairan ini digunakan untuk mengatasi kehilangan cairan ekstra seluler
yang akut. Cairan ini diberikan pada dehidrasi berat karena diare murni dan demam
berdarah dengue. Pada keadaan syok, dehidrasi atau DSS pemberiannya bias diguyur.
2)

Ringer Asetat

Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalium 4 mEq/l, Kalsium
3mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih cepat mengoreksi keadaan asidosis metabolik
dibandingkan Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisir di dalam otot, sedangkan laktat
didalam hati. Laju metabolisme asetat 250 400 mEq/jam, sedangkan laktat 100
mEq/jam.Asetat akan dimetabolisme menjadi bikarbonat dengan cara asetat bergabung
dengan ko-enzim A untuk membentuk asetil ko-A., reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A
sintetase danmengkonsumsi ion hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa mengganti
pemakaian Ringer Laktat. Glukosa 5%, 10% dan 20%Larutan yang berisi Dextrosa 50
gr/liter , 100 gr/liter , 200 gr/liter.9 Glukosa 5% digunakanpada keadaan gagal jantung
sedangkan Glukosa 10% dan 20% digunakan pada keadaan hipoglikemi , gagal ginjal akut
dengan anuria dan gagal ginjal akut dengan oliguria .
3)

NaCl 0,9%

Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154 mEq/L Klorida, yang
digunakan sebagai cairan pengganti dan dianjurkan sebagai awal untuk penatalaksanaan
hipovolemia yang disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau alkalosis metabolik.
Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan kardiogenik juga pada
sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium seperti asidosis diabetikum,
insufisiensi adrenokortikaldan luka bakar. Pada anak dan bayi sakit penggunaan NaCl
biasanya dikombinasikan dengancairan lain, seperti NaCl 0,9% dengan Glukosa 5 %.
Cairan Koloid Jenis-jenis cairan koloid adalah :
1)

Albumin.Terdiri dari 2 jenis yaitu:

26

a)

Albumin endogen.Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan

dihasilkan di hati dengan BMantara 66.000 sampai dengan 69.000, terdiri dari 584 asam
amino. Albumin merupakanprotein serum utama dan berperan 80% terhadap tekanan
onkotik plasma. Penurunan kadar Albumin 50 % akan menurunkan tekanan onkotik
plasmanya 1/3nya.
b)

Albumin eksogen.Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin, albumin

eksogen yang diproduksiberasal dari serum manusia dan albumin eksogen yang
dimurnikan (Purified protein fraction)dibuat dari plasma manusia yang
dimurnikan.8Albumin ini tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam fisiologis.
Albumin 25% biladiberikan intravaskuler akan meningkatkan isi intravaskuler mendekati
5x jumlah yangdiberikan.Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik plasma.
Peningkatan inimenyebabkan translokasi cairan intersisial ke intravaskuler sepanjang
jumlah cairanintersisial mencukupi.8Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat
menyebabkan depresi fungsimiokardium, reaksi alegi terutama pada jenis yang dibuat
dari fraksi protein yangdimurnikan. Hal ini karena factor aktivator prekalkrein yang
cukup tinggi dan disamping ituharganya pun lebih mahal dibanding dengan kristaloid.8
Larutan ini digunakan padasindroma nefrotik dan dengue syok sindrom
2)

HES (Hidroxy Ethyl Starch)Senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen.

Cairan ini mengandung partikel denganBM beragam dan merupakan campuran yang
sangat heterogen.Tersedia dalam bentuk larutan6% dalam garam fisiologis. Tekanan
onkotiknya adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya 310mosm/l. HES dibentuk dari
hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang polimer glukosa.8Pada penelitian klinis
dilaporkan bahwa HES merupakan volume ekspander yang cukupefektif. Efek
intarvaskulernya dapat berlangsung 3-24 jam. Pengikatan cairan intravasuler melebihi
jumlah cairan yang diberikan oleh karena tekanan onkotiknya yang lebih
tinggi.Komplikasi yang dijumpai adalah adanya gangguan mekanisme pembekuan darah.
Hal initerjadi bila dosisnya melebihi 20 ml/ kgBB/ hari.8

27

3)

DextranCampuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran dan berat

molekul.Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang dikembang biakkan di


mediasucrose. BM bervariasi dari beberapa ribu sampai jutaan Dalton.Ada 2 jenis dextran
yaitu dextran 40 dan 70. dextran 70 mempunyai BM 70.000 (25.000-125.000). sediaannya
terdapat dalam konsentrasi 6% dalamgaram fisiologis. Dextran ini lebih lambat
dieksresikan dibandingkan dextran 40. Oleh karenaitu dextran 70 lebih efektif sebagai
volume ekspander dan merupakan pilihan terbaik dibadingkan dengan dextran
40.8Dextran 40 mempunyai BM 40.000 tersedia dalam konsentrasi 10% dalam garam
fisiologisatau glukosa 5%. Molekul kecil ini difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat
memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil dapat menembus membran kapiler dan
masuk ke ruangintersisial dan sebagian lagi melalui sistim limfatik kembali ke
intravaskuler.8Pemberian dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan kegawatan
menghasilkan perubahanhemodinamik berupa peningkatan transpor oksigen. Cairan ini
digunakan pad penyakitsindroma nefrotik dan dengue syok sindrom. Komplikasi antara
lain payah ginjal akut, reaksianafilaktik dan gangguan pembekuan darah.8
4)

GelatinCairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada orang

dewasa dan padabencana alam. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:1.Modified Fluid Gelatin
(MFG)2. Urea Bridged Gelatin (UBG)Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis
gelatin ini punya efek volume expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang
sering terjadi adalah reaksi anafilaksis.83.1.3 Cairan Kombinasi KaEn 1 B (GZ 3 :
1)Larutan yang mengandung Natrium 38,5 mEq/L, Klorida 38,5 mEq/L. Dextrose 37,5
gr/L.Cairan ini digunakan sebagai cairan rumatan pada penyakit bronkopneumonia,
statusasmatikus dan bronkiolitis.9
5)

Cairan 2aLarutan yang terdiri dari glukosa 5% dan NaCl 0,9 % dengan

perbandingan 1 : 1 yang terdiridari dextrosa monohidrat 55gr/L, dextrosa anhidrat 50


gr/L, Natrium 150 mmol/L dan klorida150 mmol/L. Cairan ini digunakan pada diare
dengan komplikasi dan bronkopneumonidengan komplikasi. Sedangkan campuran
glukosa 10% dan NaCl 0,9 % dengan perbandingan1:1 digunakan pada bronkopneumoni
dengan dehidrasi oleh karena intake kurang9 Cairan G:B 4:1Larutan yang terdiri dari

28

glukosa 5% dan Natrium Bikarbonat 1,5 % yang merupakancampuran dari 500 cc


Glukosa 5% dan 25 cc Natriun Bikarbonat 8,4%. Cairan ini digunakanpada neonatus
yang sakit
6)

Cairan DGCairan ini terdiri dari Natriun 61 mEq/L, Kalium 18mEq/L serta Laktat

27 mEq/L danKlorida 52 mEq/L serta Dextrosa 25 g/L.9 Cairan ini digunakan pada diare
dengankomplikasi. Cairan Natrium Bicarbonat (Meylon)Cairan ini mengandung natrium
25 mEq/25ml dan bicarbonat 25 mEq/25ml. Cairan inidigunakan pada keadaan asidosis
akibat defisit bicarbonat.9 Sediaan dalam bentuk flakonsebanyak 25 ml dengan
konsentrasi 8,4% ( 84 mg/ml)Cairan RLDCairan yang terdiri dari I bagian Ringer laktat
dan 1 bagian Glikosa 5% yang bisa digunakanpada demam berdarah dengue .Cairan G:Z
4:1Cairan yang terdiri dari 4 bagian glukosa 5-10% dan 1 bagian NaCL 0,9% yang
bisadigunakan pada dehidrasi berat karena diare murni.
Prinsip Terapi Cairan
Terapi cairan merupakan salah satu aspek terpenting dari perawatan pasien. Pemilihan
cairansebaiknya berdasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit dan
kelainanmetabolik yang ada. Secara sederhana tujuan terapi cairan dibagi atas resusitasi
ataupengganti yaitu untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk
menggantikehilangan harian.Kebutuhan air dan elektrolot sebagai terapi dapat dibagi atas
3 kategori:1. Terapi pemeliharaan atau rumatanSebagai pengganti cairan yang hilang
melalui pernafasan, kulit, urin dan tinja ( Normal Water Losses = NWL). Kehilangan
cairan melalui pernafasan dan kulit disebut Insesible Water Losses (IWL). Kebutuhan
cairan pengganti rumatan ini dihitung berdasarkan kg BB.Kebutuhan cairan untuk terapi
rumatan dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan Cdiatasraktifitas terutama IWL oleh
karena itu setiap kenaikan suhu 1 C kebutuhan cairanditambah 12%. Sebaliknya IWL
akan suhu tubuh 37 menurun pada keadaan menurunnyaaktivitas seperti dalam keadaan
koma dan keadaan hipotermi maka kebutuhan cairan rumatanharus dikurangi 12% C
dibawah suhu tubuh normal. Cairanpada setiap penurunan suhu 1intravena untuk terapi
rumatan ini biasanya campuran Dextrosa 5% atau 10% dengan larutanNaCl 0,9% 4:1 ,
3:1, atau 1:1 yang disesuaikan dengan kebutuhan dengan menambahkanlarutan KCl 2

29

mEq/kgBB.2. Terapi defisit.Sebagai pengganti air dan elektrolit yang hilang secara
abnormal (Previous Water Losses=PWL) yang menyebabkan dehidrasi. Jumlahnya
berkisar antara 5-15% BB. Biasanyakehilangan cairan yang menyebabkan dehidrasi ini
disebabkan oleh diare, muntah-muntahakibat stenosis pilorus, kesulitan pemasukan oral
dan asidosis karena diabetes. BerdasarkanPWL ini derajat dehidrasi dibagi atas ringan
yaitu kehilangan cairan sekitar 3-5% BB,dehidrasi sedang kehilangan cairan sekitar 6-9%
BB dan dehidrasi berat kehilangan cairanberkisar 10% atau lebih BB.3. Terapi pengganti
kehilangan cairan yang masih tetap berlangsung( Concomitant water
losses=CWL).Kehilangan cairan ini bisa terjadi melalui muntah dan diare yang masih
tetap berlangsung,pengisapan lendir, parasentesis dan lainnya. Jumlah kehilangan CWL
ini diperkirakan 25ml/kgBB/24 jam untuk semua umur.Untuk mengatasi keadaan diatas
diperlukan terapi cairan. Bila pemberian cairan peroral tidak memungkinkan, maka
dicoba dengan pemberian cairan personde atau gastrostomi, tapi bilajuga tidak
memungkinkan, tidak mencukupi atau membahayakan keadan penderita, terapicairan
secara intra vena dapat diberikan.
Terapi Cairan Pada Beberapa Penyakit Bayi dan Anak
Demam Berdarah Dengue
Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk. Patogenesis penyakit ini hingga kini belum
diketahui secara pasti. Ada dua teori yang banyak dianut yaitu hipotesis infeksi sekunder
(theory secondary heterologeus infection atau hypothesis immune enhancement)
danhipotesis virulensi virus. Hipotesis virulensi virus mengalami perubahan genetik
akibattekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun
tubuhnyamuk. Hipotesis infeksi sekunder menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien
yangmengalami kedua kalinya dengan serotipe virus yang heterologeus mempunyai resiko
yanglebih besar untuk menderita demam berdarah dengue.Masuknya antigen
menyebabkan terbentuknya antibodi yang akan mengaktifkan komplemenC3 dan C5
menjadi C3a dan C5a yang akan menyebabkan meningkatnya permeabilitasdinding
pembuluh darah sehingga plasma merembes dari ruang intravaskuler keekstravaskuler
yang ditandai dengan meningkatnya hematokrit. Keadaan ini dapatmengakibatkan syok

30

hipovolemik. Di samping itu juga terjadi agregasi trombosit akibat dariperlengketan


kompleks antigen antibodi pada membran trombosit yang menyebabkantrombosit melekat
satu sama lain sehingga trombosit kehilangan fungsinya dan akandihancurkan oleh sistem
retikulo endotelial (RES), maka terjadilah trombositopenia danpendarahan.
Derajat I dan II (tanpa syok)Pemberian cairan IVFD pada pasien DBD tanpa renjatan
diperlukan bila :1. Anak terus menerus muntah, minum tidak mau, demam tinggi,
sehingga tidak bisa minumper oral.2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada
pemeriksaan berkala.Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari
umur, berat badan pasienserta derajat kehilangan cairan. Jenis cairan yang direkomendasi
WHO adalah:- Kristaloid* Ringer Laktat atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer Laktat
(RLD)* Larutan Ringer Asetat atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer Asetat (RAD)*
Larutan NaCl 0,9% atau Dextrose dalam NaCl 0,9% (D5/RF)- Koloid* Dextran*
PlasmaCairan Yang Diberikan Berdasarkan Berat BadanBerat Badan
Cairanyangdiberikan/kgBB/24jam3-10 kg10-15 kg 15 kg 205 cc175 cc140 ccTatalaksana
DBD derajat I dan II tanpa peningkatan hematokritApabila pasien tidak dapat minum
atau muntah terus menerus, sebaiknya diberikan infusNaCl 0,9 % : Dektrose 5% (1 : 3)
dipasang dengan tetesan rumatan sesuai berat badan.Disamping itu perlu dilakukan
pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit setiap 6 12 jam. Tindak lanjut, diuresis diukur tiap 24
jam dan awasi perdarahan yang terjadi. Apabila terjadiperbaikan klinis dan laboratoris,
anak dapat dipulangkan tetapi bila kadar Ht cenderung naik dan trombosit menurun,
maka infus cairan ditukar dengan RingerLaktat dan tetesandisesuaikan sebagai DBD
derajat I dan II dengan 20%.peningkatan hematokrit20 %Tatalaksana DBD derajat I dan
II dengan peningkatan hematokritPada saat pasien datang, diberikan cairan kristaloid RL
atau NaCL 0,9% atau RLD5 atauNaCl 0,9% + D5 6-7 ml/kgBB/jam dengan kecepatan 2
tetes/kgbb/menit. Monitor tanda vitaldan kadar hematokrit serta trombosit tiap 6 jam,
selanjutnya evaluasi 12-24 jam.a. Apabila selama observasi keadaan umum membaik,
maka tetesan dikurangi menjadi 5ml/kgBB/jam dengan kecepatan 1 tetes/kgbb/menit.
Apabila dalam observasi selanjutnyatanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3
ml/kgBB/jam dan dihentikan pada 24-48jam.b. Apabila keadaan klinis tidak ada
perbaikan, anak tampak gelisah, nafas cepat, frekwensinadi meningkat. Diuresis kurang,

31

tekanan nadi < 20 mmHg memburuk, serta peningkatan Ht,maka tetesan dinaikan 15
ml/kgBB/jam dengan kecepatan 4 tetes/kgbb/menit. Apabila dalam12 jam belum terjadi
perbaikan klinis, cairan dinaikan lagi menjadi 15/ml/kgBB/jam dengankecepatan 4
tetes/kgbb/menit kemudian dievaluasi 12 jam lagi. Apabila terjadi distresspernafasan dan
Ht naik maka berikan cairan koloid 20-30 ml/kgBB/jam dengan kecepatan 5-7
tetes/kgbb/menit, tetapi bila Ht turun, diberikan transfusi darah segar 10
ml/kgBB/jamdengan 2-3 tetes/kgbb/menit. Bila keadaan klinis membaik maka cairan
disesuaikan.
Derajat III dan IV (dengan syok)a. Bila pasien berada pada derajat III maka segera beri
infus kristaloid (RL atau NaCl 0,9%)20 ml/kgBB secepatnya (berikan dalam bolus selama
30 menit) dan oksigen 2 liter/menit.Sedangkan pada derajat IV cairan diguyur bila perlu
dengan semprit 100-200 ml. Observasitensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan
trombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dangula darahb. Bila dalam waktu 30 menit syok
belum teratasi, tetesan RL dilanjutkan 15-20 ml/kgBBdengan kecepatan 4-5
tetes/kgBB/menit ditambah plasma 10-20 ml/kgBB dengan kecepatan2-5 tetes/kgBB/menit
maksimal 30 ml/kgBB. Observasi keadaan umum, tekanan darah, naditiap 15 menit dan
periksa Ht tiap 4-6 jam.1) Apabila syok telah teratasi, cairan dikurangi menjadi 10
ml/kgBB/jam dengan kecepatan2-3 tetes/kgbb/menit. Volume 10 ml/kgBB/jam dapat
dipertahankan sampai 24 jam atausampai klinis stabil dan Ht menurun < 40 vol %.
Selanjutnya cairan diturunkan 5 ml danseterusnya 3 ml/kgBB/jam. Dianjurkan pemberian
cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi,
jumlah urine tiap jam. Pemeriksaan Ht dantrombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum
baik. 2) Apabila syok belum dapat teratasi,sedangkan kadar hematokrit menurun tetapi
masih > 40 vol % berikan darah dalam volumekecil 10ml/kg BB. Apabila tampak
perdarahan masif, berikan darah segar 20 ml/kgBB dandilanjutkan cairan kristaloid 10
ml/kgBB/jam.c. Apabila syok masih belun teratasi pasang CVP untuk mengetahui
kebutuhan cairan danpasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. 10 mmH2O)
maka berikandopamin.
Diare
Diare adalah berak-berak encer lebih dari 3 kali (pada anak), lebih dari 4 kali (pada
bayi)disertai/ tanpa disertai adanya darah atau lendir.Mula-mula bayi dan anak menjadi

32

cengeng, gelisah ,suhu tubuh bisanya meningkat, nafsumakan berkurang atau tidak ada,
kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertaidarah atau lendir. Gejala muntah
dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderitatelah banyak kehilangan cairan
dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak.Berdasarkan banyaknya cairan yang
hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang danberat.Pemberian cairan melalui
intravena diberikan pada penderita diare akut dengan dehidrasiberat. Cairan yang
diberikan adalah:Ringer Laktat atau garam normal, 100 mg/kgBB mulai diberi segera.
Bila penderita bisaminum berikan oralit sewaktu cairan iv dimulai. Jumlah pemberian
cairannya sebagai berikut: 1 bulan 1 tahun : 1 jam I = 30 ml/kgBB5 jam II = 70
ml/kgBB >1 tahun : jam I = 30 ml/kgBB2 jam II = 70 ml/kgBBContoh :Seorang anak
laki-laki umur 2 tahun, BB= 10 kg menderita diare akutDengan dehidrasi berat.
Kebutuhan cairannya adalah: jam I = 30x 10x 151x 60= 75 tetes/menit.2 jam II = 70x
10x 155x 60= 35 tetes/ menit.Catt : 1 cc = 15 tetes makro.Ulangi bila nadi masih lemah atau
tidak teraba. Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bilarehidrasi belum tercapai percepat
tetesan iv. Juga berikan oralit 5ml/kgBB/jam bila penderitabisa minum untuk memberi
tambahan kalium dan basa, biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau1-2 jam (anak). Setelah 6
jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi keadaan penderita. Bilatanda-tanda rehidrasi masih
belum berubah atau bertambah buruk dan terutama bila penderitajuga mengeluarkan
tinja cair beberapa kali, jumlah total cairan yang diberikan untuk rehidrasiharus
ditingkatkan.Kebutuhan cairan hari pertama pada dehidrasi berat :3-10 kg = 205
ml/kgBB/ 24 jam ( 80+25+100)10-15 kg = 175 ml/kgBB/ 24 jam ( 70+25+80)10-15 15-25 kg
= 140 ml/kgBB/ 24 jam ( 50+25+65)Kebutuhan cairan hari kedua dan selanjutnya (NWL+
CWL) :3-10 kg = 125 ml/kgBB/ 24 jam ( 25+100)10-15 kg = 105 ml/kgBB/ 24 jam
( 25+80)15-25 kg = 90 ml/kgBB/ 24 jam ( 25+65)Setelah teratasi dehidrasi berat
penatalaksaan dilanjutkan sesuai dengan tanda-tanda dehidrasiyang ada apakah dehidrasi
sedang atau ringan.Diare dengan beberapa komplikasi.
Malnutrisi energi protein ringan,sedang dan berat tipe marasmus dengan diare
dehidrasiberat.Jenis cairan : DD atau 2a + KCl 10 mEq/500 ccJumlah cairan = PWL+
NWL+ CWL (dalil Darrow). Contoh :Seorang anak laki-laki umur 2 tahun BB=10 kg
menderita malnutrisi energi sedang tipemarasmus dengan diare dehidrasi berat,

33

kebutuhan cairannya adalah:- 4 jam I = 60 x 10x 154x 60= 38 tetes/menit.20 jam II = 190x
10x 1520x 60= 24 tetes/menit.Cara dan lama pemberian cairan sama dengan diare dengan
dehidrasi beratMalnutrisi energi protein berat tipe marasmik-kwaskoiskor atau tipe
kwaskioskor dengandiare dehidrasi berat.Jenis cairan : DG atau 2a + KCl 10 mEq/500
ccJumlah cairan : 4/5 (PWL+ NWL+ CWL)Contoh :Seorang anak laki-laki umur 2 tahun
BB=10 kg menderita malnutrisi energi berat tipemarasmik-kwaskioskor dan tipe
kwaskioskor dengan diare dehidrasi berat, kebutuhancairannya adalah:- 4 jam I = 60 x
10x 154x 60= 38 tetes/menit.20 jam II = 150x 10x 1520x 60= 7 tetes/menit.Cara dan lama
pemberian cairan sama dengan penatalaksanaa diare dengan dehidrasi beratDiare
dehidrasi berat dengan bronkopneumoni tanpa disertai kelainan jantung.Jenis cairan : DG
atau 2a + KCl 10 mEq/500 ccJumlah cairan : PWL+ NWL+ CWLContoh :Seorang anak
laki-laki umur 2 tahun BB=10 kg diare dehidrasi berat denganbronkopneumoni tanpa
disertai kelainan jantung , kebutuhan cairannya adalah:- 4 jam I = 60x 10x 154x 60= 38
tetes/menit.20 jam II = 190x 10x 1520x 60= 24 tetes/menit.Cara dan lama pemberian cairan
sama dengan penatalaksanaa diare dengan dehidrasi berat.Diare dehidrasi berat dengan
malnutrisi energi protein ringan, sedang, berat tipe marasmusdisertai bronkopneumoni
tanpa kelainan jantung.Jenis cairan : DG atau 2a + KCl 10 mEq/500 ccJumlah cairan dan
kecepatan pemberian sama seperti diare dehidrasi berat
denganbronkopneumoni.Contoh :Seorang anak laki-laki umur 2 tahun BB=10 kg diare
dehidrasi berat dengan malnutrisi energiprotein ringan, sedang, berat tipe marasmus
disertai bronkopneumoni tanpa kelainan jantung ,kebutuhan cairannya adalah:4 jam I =
60 x 10x 154x 60= 38 tetes/menit.20 jam II = 190x 10x 1520x 60= 24 tetes/menit.
Diare dehidrasi berat dengan malnutrisi energi protein berat tipe marasmik-kwasioskor
dantipe kwaskoiskor yang disertai bronkopneumoni tanpa kelainan jantung.Jenis cairan :
Dgaa atau 2a +KCl 10 mEq/500ccJumlah cairan dan kecepatan pemberian sama seperti
diare dehidrasi berat dengan malnutrisienergi protein berat tipe marasmik-kwaskioskor
dan tipe kwashioskor Contoh :Seorang anak laki-laki umur 2 tahun BB=10 kg diare
dehidrasi berat dengan malnutrisi energiprotein berat tipe marasmik-kwaskioskor dan tipe
kwaskoiskor disertai bronkopneumonitanpa kelainan jantung , kebutuhan cairannya
adalah:4 jam I = 60 x 10x 154x 60= 38 tetes/menit.20 jam II = 190x 10x 1520x 60= 24

34

tetes/menit. Diare dehidrasi berat dengan kelainan jantung bawaan.1. CHD dengan right
to left shunt disertai dehidrasi berat.Jenis cairan : DG atau 2a + KCl 10 mEq/500ccJumlah
cairan : PWL+ NWL+ CWLContoh :Seorang anak laki-laki umur 2 tahun BB=10 kg
menderita CHD dengan right to left shuntdisertai dehidrasi berat, kebutuhan cairannya
adalah:4 jam I = 60 x 10x 154x 60= 38 tetes/menit.20 jam II = 190x 10x 1520x 60= 24
tetes/menit.Cara dan lama pemberian cairan sama dengan penatalaksanaa diare dengan
dehidrasi berat2. CHD dengan left to right shunt disertai dehidrasi berat.Jenis cairan : DG
atau 2a + KCl 10 mEq/500 ccJumlah cairan : 4/5 (PWL+ NWL+ CWL)Contoh :Seorang
anak laki-laki umur 2 tahun BB=10 kg CHD dengan left to right shunt disertaidehidrasi
berat, kebutuhan cairannya adalah:4 jam I = 60 x 10x 154x 60= 38 tetes/menit.20 jam II =
150x 10x 1520x 60= 24 tetes/menit.Cara dan lama pemberian cairan sama dengan
penatalaksanaa diare dengan dehidrasi berat3. CHD dengan gagal jantung.Jenis cairan :
DG atau 2a + KCl 10 mEq/500 ccJumlah cairan dan kecepatan pemberian sama seperti
dengan left to right shunt disertaidehidrasi berat.Contoh :Seorang anak laki-laki umur 2
tahun BB=10, CHD dengan gagal jantung.kebutuhan cairannya adalah:4 jam I = 60 x 10x
154x 60= 38 tetes/menit.20 jam II = 150x 10x 1520x 60= 7 tetes/menit.
Diare dehidrasi berat yang disertai kejang.Jenis cairan : DG atau 2a +KCL 10 mEq/500
ccJumlah cairan : PWL+ NWL+ CWLContoh :Seorang anak laki-laki umur 2 tahun
BB=10 kg, diare dehidrasi berat yang disertai kejang.kebutuhan cairannya adalah:4 jam I
= 60 x 10x 154x 60= 38 tetes/menit.20 jam II = 190x 10x 1520x 60= 24 tetes/menit.3.3.3
KoleraMerupakan suatu penyakit akut yang menyerang saluran pencernaan dan
disebabkan bakteriajenis vibrio cholerae. Ditandai dengan gejala diare dengan tinja
seperti air cucian beras dankadang-kadang disertai muntah dan turgor cepat berkurang,
timbul asidosis dan tak jarangdisertai renjatan.Berbeda dengan gastroenteritis akut
lainnya, pada kolera dehidrasi berat dapat terjadi dalamwaktu kurang dari 24 jam dengan
concomitant loss berkisar antara 0-25% dari berat badandalam 24 jam.Guttman dan
pierce (1969) telah menyelidiki tinja penderita kolera dan berpendapat bahwapada tinja
tersebut ditemukan lebih sedikit jumlah natrium dan lebih banyak ion kalium
padapenderita kolera anak dibandingkan dewasa.Akibat kehilangan cairan elektrolit yang
banyak yang dapat terjadi dalam waktu yang singkat, dapat timbul gangguan sirkulasi

35

darah beruparenjatan.Cairan yang diberikan yaitu:a. Cairan Ringer Laktat diberikan


dengan kecepatan:- 1 jam I = 10 tetes/ kgBB/ menit.- 7 jam berikut = 3 tetes/ kgBB/
menit.b. Bila terdapat renjatan, cairan diberikan dengan diguyur, selanjutnyapemberian
cairan seperti diatas.c. 4 jam kemudian hanya diberikan oralit saja, kemudian boleh
pulang.Contoh :Seorang anak laki-laki umur 2 tahun BB=10 kg, menderita
kolera.kebutuhan cairannya adalah:-1 jam I = 1010= 100 tetes.-7 jam berikut = 3 x 10= 30
tetes.3.3.4 BronkopneumoniBronkopneumoni biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas
bagian atas Cselamabeberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40 dan
mungkin disertai dengankejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,
pernafasan cepat dan dangkaldisertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut
dan hidung, kadang-kadangdisertai muntah dan diare.2Anak sangat sesak nafasnya
memerlukan pemberian cairan intravena dan oksigen.Cairan yang digunakan : KaEn 1B
(GZ 3:1) yaitu campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan
3:1.Penggunaan KaEn 1B ini biasanya disertai dengan pemberian KCl 10 mEg/ 500 ml
botolinfus. Perhitungan jumlah cairan berdasarkan rumus Darrow, yaitu :- BB 3-10 kg =
105 mg/kgBB/24 jam- BB 10-15 kg = 85 mg/kgBB/24 jam.- BB 15-25 kg = 65
mg/kgBB/24jam.Cairan dihentikan secara bertahap sesuai dengan keadaan klinis
pasien.Contoh : Seorang anak laki-laki umur 2 tahun, berat badan 10 kg datang dengan
nafas sesak 60x/menitdan didiagnosa sebagai bronkopneumoni, perhitungan cairannya
adalah = 105x 10x 1524 x 60= 11 tetes/menit.Bronkopneumoni pada neonatusCairan yang
digunakan GB 4:1 (Glukosa 5-10% dengan natrium bikarbonas dalamperbandingan 4 :
1).Kebutuhan cairan :- Umur 1 hari = 60 cc/kgBB/hari- Umur 2 hari = 70 cc/kgBB/hariUmur 3 hari = 80 cc/kgBB/hari- Umur 4 hari = 90 cc/kgBB/hari- Umur 5 hari = 100
cc/kgBB/hari- Umur 6 hari = 110 cc/kgBB/hari- Umur 7 hari = 120 cc/kgBB/hari- Umur 8
hari = 130 cc/kgBB/hari- Umur 9 hari = 140 cc/kgBB/hari- Umur 10-14 hari = 150
cc/kgBB/hari- Umur 15-30 hari = 160 cc/kgBB/hariTetesan dibagi rata dalam 24 jam.
Setiap kenaikkan suhu 1 derajat celsius,kebutuhan cairanditambah 12 %. Cairan
dihentikan secara bertahap sesuai dengan keadaan klinis.Bronkopneumoni dengan
dehidrasi karena intake kurang.Cairan yang digunakan yaitu : DG 10 % ( konsentrasi
glukosa dalam larutan 5%) atau 2a 10% Kebutuhan cairan dalam 24 jam :
(PWL+NWL+CWL) x BB- Previous water loss = defisit , 5-15% dari berat badan.- Normal

36

water loss = urin + insensible water loss.- Concomitant water loss : 25 ml/kgBB/hari.Cara
pemberian :a. 4 jam I = kebutuhanb. 20 jam II = kebutuhan.Cara menghitung
tetesan :a. 4 jam I = 250x BBx x 15 tetes makro/menit4x 60b. 20 jam II = 250xBBx 3/4 x
15 tetes makro/menit4x 60Contoh :Seorang anak laki-laki umur 2 tahun, BB= 10kg dengan
bronkopneumoni dengan dehidrasikarena intake kurang, Kebutuhan cairannya adalah :- 4
jam I = 250x 10x 1/4x 15240= 39 tetes/menit.- 20 jam II = 250x 103/4x 151200= 23 tetes/
menit.Catatan : 1 cc= 15 tetes makro.Bronkopneumoni dengan Congestive Heart Failure
(Decompensatio Cordis)Cairan yang digunakan :Glukosa 10% + KCl 6 mEg/ 250 ccBila
dekompensatio kordis telah teratasi, jenis cairan diganti dengan cairan 2a-KCl.
Jumlahcairan yang digunakan BB x (maintanance + kenaikan suhu).Bronkopneumoni
dengan CHD tanpa heart failure.Cairan yang digunakan adalah :- Cairan 2a-KClBila ada
dehidrasi bukan karena GED, cairannya Dgaa. Jumlah cairan :- Left to right shunt =
xBB x ( maintenance + NWL + PWL).- Right to left shunt = 1 x BB x (maintenance + NWL
+ PWL).- Bila disertai PEM berat = x BB (maintenance + NWL ).3.3.5 Status
Asmatikus.Merupakan serangan asma yang sangat berat atau tidak adanya respon
terhadap pengobatandengan inhalasi bronkodilator ataupun suntikan adrenalin.Gejala
klinisnya :1. Setelah pemberian obat beta-2 agonis sebanyak 2 kali atau lebih tidak
berhasil mengatasisesak nafas.2. Walaupun sesak sudah dapat diatasi tetapi dalam waktu
kurang dari 1 jam sudah sesak kembali.Cairan yang digunakan : Cairan GZ 3:1( KaEn
1B) + KCl 5 mEg/ kolf Bila ada dehidrasi hendaknya diberikan cairan hipertonik:- Untuk
BB 10-20 kg = 100-150 ml/jam.- Untuk BB >21 kg = 200 ml/jam.Cairan ini diberikan
sampai terjadi diuresis, bila sudah terjadi diuresis teruskan dengan cairanrumatan.3.3.6
Gagal JantungGagal jantung adalah keadaan jantung yang tidak sanggup memompakan
darah secaraadekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh, sedangkan venous filling
pressure cukup baik.Dalam penatalaksanaan gagal jantung ini perlu pemberian cairan dan
diet karena pada pasiengagal jantung yang berat seringkali masukan cairan dan makanan
peroral tidak memadai ataudapat menyebabkan bahaya aspirasi. Oleh karena itu pada
pasien tersebut seringkalidiperlukan pemberian cairan intravena.Jenis cairan yang
diberikan dipilih yaitu cairan yang tanpa natrium karena terdapatnyakecenderungan
terjadinya retensi cairan dan natrium pada pasien gagal jantung. Jumlahcairan dapat
dikurangi menjadi 75-80% dari kebutuhan rumatan. atau dapat dibatasi sampai65

37

cc/kgBB/ hari, tapi bila anak dengan gizi kurang, pemberian cairannya dapat
diberikansebanyak 80-100 cc/kgBB/ hari dan maksimal 1500 cc/hari. Namun pemberian
cairan iniharus terus dipantau, mengingat kerja pernafasan yang meningkat akan dapat
menyebabkanmeningkatnya kebutuhan cairan. Pemantauan biasanya secara klinis
( turgor, pola pernafasan,alance antara masukan dan keluar) serta laboratorik (analisa gas
darah, elektrolit).2,13,14Contoh :Seorang anak laki-laki umur 2 tahun, BB=10kg
menderita VSD dengan gagal jantung. Terapi cairan yang dipilih adalah : dextrose
5% Kebutuhannya : 65 cc/kgBB/hari. Jumlah tetesannya = 65x 10x 1524 x 60= 7
tetes/menit.3.3.7 Renjatan Kardiogenik Gagalnya fungsi seluler akibat tidak mampunyai
perfusi jantung ke jaringan vital. Anak dengan renjatan kardiogenik akan menunjukkan
hipotensi , tekanan darahnya kurang dari 5persentil untuk umurnya atau penurunan
tekanan darah 30% dari sebelumnya. Hal ini akanmenyebabkan takikardi, dingin pada
ekstermitas,asidosis, oliguri dan dapat pula disertaipenurunan kesadaran.Anak dengan
ranjatan kardiogenik harus segera dilakukan penatalaksanaan yang agresif
danpemantauan yang invasive. Terapi renjatan ini ditujukan untuk memperbaiki curah
jantungdan menormalkan perfusi organ perifer.15Cairan yang dipilih adalah cairan
garam fisiologis seperti NaCl 0,9%, diberikan secaraperlahan-lahan untuk mengkoreksi
hipovolemia. Bila terdapat tanda-tanda perbaikan fungsimiokardium, teruskan infus
hingga syok teratasi. Untuk mencegah kelebihan cairan dan odemparu,perlu diakukan
monitoring TVS atau TBKP ( Tekanan Baji Kapiler Paru ). 16Jumlah cairan yang
diberikan sebanyak 10 cc/kgBB dengan kecepatan tetesan minimal.(protap). Pemberian
cairan ini dapat memperbaiki fungsi jantung sementara, tapi untuk selanjutnya harus
diberikan dukungan inotropik untuk memperbaiki kontraktilitasmiokardium. 153.3.8
Sindroma Nefrotik .Suatu penyakit dengan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan
hormonal yang ditandaidengan gejala klinis seperti proteinuria, hiponatremia,
hiperkolesterolemia dan edema.Dengan adanya hipoproteinemia yang berat dapat
menimbulkan hipovolemia dan syok.Hipovolemia ini ditandai dengan gangguan sirkulasi
perifer, hipotensi dan ekstermitas yangdingin dan biru. Keadaan ini merupakan keadaan
yang gawat karena dapat timbul kematianyang mendadak.Keadaan hipovolemia yang
berat dengan kolaps sirkulasi, perlu expansi volume segeradengan plasma. Keadaan gawat
ini dapat dikenal secara dini dengan adanya gejala nyeriabdomen atau peningkatan

38

konsentrasi hemoglobin 1-2 gr/dl ( umumnya diatas 16 gr/dl)Cairan yang dipilih adalah
plasma segar, albumin, atau dextran. Bila hipovolemia disertaikomplikasi infeksi, plasma
segar dapat diberikan, tapi bila tidak ada albumin sebagai koloidpengganti sudah cukup
memadai.Jumlah cairan yang diberikan awalnya sejumlah 20 ml/kgBB/jam walaupun
diperlukan lebihbanyak lagi. Pemberian plasma ini perlu observasi ketat dan pengawasan
terhadap nadi,tekanan darah, tekana vena jugularis dan perbedaan suhu di sentral dan
perifer.Kontraindikasi pemberian plasma pada penyakit ini adalah tekanan vena yang
meninggi,kardiomegali dan adanya edema pulmonal.Contoh:Seorang anak laki-laki umur
2 tahun,BB= 10 kg dirawat dengan sindroma nefrotik. Cairan yang diberikan :
plasma Jumlah yang diberikan : 20 cc/kgBB/1 jam diberikan sampai syok teratasi.
Jumlah tetesan yang diberikan : 20x 10x 151x 60= 50 tetes/menit.3.3.9 Gagal Ginjal Akut
17Suatu sindroma yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dengan
akibatterjadinya penimbunan hasil-hasil metabolit, persenyawaan nitrogen seperti ureum
dankreatinin.Gagal ginjal akut secara klinis dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:a. GGA
oligurik b. GGA non oligurik Terapi konservatif diberikan cairan dan kalori yang cukup.
Balance cairan yang baik bilaberat badan tiap hari turun 0,1-0,2%.Jenis cairan yang
dipakai adalah:- Pada penderita anuria diberikan glukosa 10-20%.- Pada penderita
oliguria diberikan glukosa 10% : NaCl 0,9% = 3:1.Bila dipakai vena sentral dapat
diberikan larutan glukosa 30-40%.Cairan diperhitungkan berdasarkan insensible water
loss (IWL)+ jumlah urin 1 harisebelumnya + cairan yang keluar dengan muntah, feses,
slang nasogastrik,dan lain-lain. Dandikoreksi dengan kenaikan suhu tubuh setiap 1 derajat
selsius sebanyak 12 % BB.Secara praktis dapat dipakai perkiraan perhitungan sebagai
berikut- Anak < 5th = 30 ml/kgBB/hari. Anak > 5 th = 20 ml/kgBB/hari.Cairan sebaiknya
diberikan peroral kecuali bila penderita sering muntah diberikan per infus.Contoh
:Seorang anak laki-laki umur 2 tahun, BB= 10kg menderita GGA dengan oliguria.
Cairan yang diberikan: Glukosa 10% : NaCl 0,9 % =3:1 Kebutuhan : 30
ml/kgBB/hari. Jumlah tetesan = 30x 10x 1524x 60= 3 tetes/menitJadi pemberiannya :
Glukosa 10 % =225 ccNaCl 0,9% = 75 cc3.3.10 Bayi Berat Badan Lahir RendahBayi
dengan berat badan lahir rendah biasanya tampak haus dan harus diberikan cairan
sedinimungkin, terutama ASI. Tapi bila pemberian oral belum memungkinkan maka
diberikancairan intravena Dextrosa 5% dan Natrium Bikarbonat 1,5% dengan

39

perbandingan 4:1dengan kebutuhan cairan berdasarkan umur yaitu:Umur 1 hari : 60


ml/kgbb/hari (2-3 tetes/kgbb/menit)Umur 2 hari : 80 ml/kgbb/hari ( 3 4
tetes/kgbb/menit)Umur 3 hari : 90 ml/kgbb/hari ( 4 tetes/kgbb/menit)Umur 4 hari s/d 9 : 80
ml-100 ml/kgbb/hari ( 3-5 tts/kgbb/menit)Umur 10 hari dan lebih : 125 150 ml/kgbb/hari
(5-6 tts/kgbb/menit)Bila pada hari ke 3 makanan oral masih belum bisa, berikan protein
yaitu cairan aminofusinpediatrik dengan dosis 20 ml/kgbb/hari dengan kecepatan 1
tetes/kgbb/hari. Pemberian cairanintravena dihentikan bila telah bisa makan secara oral
yang dilakukan secara bertahap 11.Contoh:Seorang bayi laki-laki cukup bulan berat
badan saat lahir 2400 gram maka diberikan cairanDextrosa 5% 500 cc dicampur dengan
larutan Natrium Bikarbonat 8,4% 25 cc sebanyak 144cc dengan kecepatan 6 tetes/menit
pada hari pertama dilanjutkan dengan 192 cc dengankecepatan 8 tetes/menit pada hari
kedua.3.3.11 Sepsis Pada NeonatusInfeksi pada neonatus merupakan masalah yang gawat
oleh karena infeksi pada neonatuscepat sekali menjalar menjadi infeksi umum atau sepsis.
Bila telah terjadi sepsis biasanyabayi malas minum sehingga diperlukan pemasukan cairan
melalui intravena untuk pemenuhan kebutuhan serta koreksi terhadap gangguan
keseimbangan elektrolit dan asambasa. Pada keadaan ini diberikan larutan Dextrosa 5%
dan Natrium Bikarbonat 1,5% denganperbandingan 4:1 dengan kebutuhan cairan
berdasarkan umur yaitu:Umur 1 hari : 60 ml/kgbb/hari (2-3 tetes/kgbb/menit)Umur 2 hari
: 70 ml/kgbb/hari (3 tetes/kgbb/menit)Umur 3 hari : 80 ml/kgbb/hari ( 3-4
tetes/kgbb/menit)Umur 4 hari : 90 ml/kgbb/hari ( 4 tetes/kgbb/menit)Umur 5 hari : 100
ml/kgbb/hari ( 4-5 tetes/kgbb/menit)Umur 6 hari : 110 ml/kgbb/hari (5
tetes/kgbb/menit)Umur 7 hari : 120 ml/kgbb/hari (5-6 tetes/kgbb/menit)Umur 8 hari : 130
ml/kgbb/hari (6 tetes/kgbb/menit)Umur 9 hari : 140 ml/kgbb/hari (6-7
tetes/kgbb/menit)Umur 10-14 hari : 150 ml/kgbb/hari (7 tetes/kgbb/menit)Umur 15-30
hari : 160 ml/kgbb/hari (7-8 tetes/kgbb/menit)Bila pada hari ke 3 makanan oral masih
belum bisa, berikan protein yaitu cairan aminofuhsinpediatrik dengan dosis 20
ml/kgbb/hari dengan kecepatan 1 tetes/kgbb/hari. Pemberian cairanintravena dihentikan
bila telah bisa makan secara oral yang dilakukan secara bertahap S.3.3.12
HipoglikemiHipoglikemi pada bayi baru lahir cukup bulan bila kadar gula darah < 30
mg/dl sedangkanpada bayi berat lahir rendah bila kadar gula darah < 20 mg/dl. Bayi yang
menunjukkan tanda-tanda hipoglikemi langsung periksa gula darah dan bila gula darah

40

rendah mulai pemberiancairan untuk mengatasi hipoglikemi. Kontrol dilakukan setelah 8


jam. Jika kadar gula darah >45 mg % setelah 3 4 x pemeriksaan makanan cukup diberi
oral. Sedangkan pada bayi yangdicurigai adanya hipoglikemi dilakukan pemeiksaan pada
6 jam pertama kehidupan dandilanjutkan 24 jam kemudian sampai hari ke 3. Bila didapat
kadar gula darah yang rendahberikan terapi cairan. Khusus pada bayi dengan ibu
penderita Diabetes Mellitus pemeriksaangula darah dilakukan selama 6 jam pertama yaitu
pada jan I, jam II dan jam IV kemudian tiap8 jam selama 2 x 24 jam.Hari pertama
diberikan glukosa 20% 2 ml/kgbb intravena kemudian dilanjutkan denganGlukosa 5-10%
75 ml/kgbb/24 jam dengan kecepatan 3 tetes/kgbb/menit. Hari ke 2dilanjutkan dengan
Glukosa 5% dan NaCl 0,9% dengan perbandingan 4:1 100 ml/kgbbdengan kecepatan 4
tetes/kgbb/menit. Hari ketiga mulai pemberian makanan secara oral dancairan intravena
dihentikan secara bertahap. Bila pada 24 jam pertama kadar gula darahmasih dalam
keadaan hipoglikemi beri kortison 5-10 mg/kgbb.3.3.13 Sindroma Gawat Nafas
NeonatalSindroma gawat nafas neonatal merupakan salah satu penyebab mortalitas dan
morbiditas.Pada keadaan ini terjadi gangguan ambilan O2 dan pengeluaran CO2 yang
menyebabkanasidosis respiratorik. Bila keadaan ini berlangsung terus maka akan terjadi
metabolismeanaerob berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk akan
menyebabkanasidosis metabolik. Selain itu pada bayi ini toleransi terhadap makanan oral
kurang baik sehingga diperlukan cairan intravena untuk sementara 1 .Cairan yang
digunakan adalah campuran larutan Glukosa 5% dan Natrium Bikarbonatdengan
perbandingan 4:1. Cairan yang diberikan pada 24 jam pertama yaitu 68- 80
ml/kgbbdengan kecepatan 3-4 tetes/kgbb/menit kemudian dinaikkan secara bertahap
sampai 150ml/kgbb/hari dengan kecepatan 6 tetes/kgbb/menit pada hari ketujuh. Bila
ginjal telahberfungsi dan diuresis telah timbul maka bayi harus diberikan elektrolit berupa
natrium dankalium 3-2 mEg/kgbb. Bila terjadi asidosis metabolik lakukan koreksi
terhadap keadaan iniPKB.
DAFTAR PUSTAKA
Kavanagh BP, Meyer LJ. Normalizing physiological variables in acute illness:five reasons
for caution. Intensive Care Med. 2005, 31:11611167.

41

Adelman RD, Solhaug MJ Pathophysiology of body fluids and fluid therapy. In: Berhman
RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatrics, 16th ed.Philadelphia : WB
Saunders, 2000: 189227.
Paschall JA, Melvin T. Fluid and electrolyte therapy. Dalam: Holbrook PR.Textbook of
pediatric critical care. Philadelphia: WB Saunders, 1993: 653702.
Barkin RM, Rosen P. Emergency pediatrics: A guide to ambulatory care, 4th ed. St Louis:
Mosby, 1994: 6973.
Souid AK, Schneiderman H. Principles of pediatric fluid therapy. Diakses dari
http://www.ec.hscsyr.edu/peds/fluid_manual, tanggal 27 Nopember 2000.
Ambalavanan N. Fluid, electrolyte, and nutrition management of the newborn. Diakses
dari wysiwyg://213/http://www.emedicine.com/ped/topic2554, tanggal 23 Mei 2002.
Stewart PA. How to understand acidbase. Diakses dari http://www.qldanaesthesia.com, 20
Mei 2003
Oh MS, Carroll HJ. Regulation of Intracellular and Extracellular Volume. Dalam: Arieff
AI, DeFronzo RA. Fluid, electrolyte, and acidbase disorders, 2nd ed. New York: Churchill
Livingstone, 1995: 128.
Laiken N, Fanestil DD. Body fluids and renal function. Dalam: West JB. Bestandtaylors.
Physiological basis of medical practice, 12th ed. Baltimore: Williams &Wilkins, 1990: 406
418.
Badr K, Ichikawa L. Physical and biological properties of body fluid andelectrolytes.
Dalam: Ichikawa L. Pediatric textbook of fluids and electrolytes. Baltimore: Williams &
Wilkins, 1990: 312.
Pearson GA. Handbook of Paediatric Intensive Care. London: WB Saunders,2002:83 97.
Symons. Clinical fluid and electrolyte management Diakses dari
www.seattlechildrens.org/health_care_professionals/pdf/clinical_fluid.pdf, tanggal 20
Maret 2006.
Carcillo JA, Fields AI; American College of Critical Care Medicine Task Force Committee
Members. Clinical practice parameters for hemodynamic support of pediatric and
neonatal patients in septic shock. Crit Care Med 2002:30;136578.
Zingarelli B. Shock and reperfusion. Dalam: Nichols DG, penyunting. Rogerstextbook of
pediatric intensive care. Edisi ke4. Philadelphia: LippincottWilliams & Wilkins; 2008. h.

42

25265 http://www.scribd.com/doc/13747207/Terapi-Cairan-Pada-Kegawat-DaruratanAnak
About these ads
Share this:
Twitter1Facebook1
Related
KETOASIDOSIS
In "Keperawatan gawat darurat"
Lembar Kerja Gadar 3
In "Keperawatan gawat darurat"
KATETERISASI URINE
In "Keperawatan gawat darurat"
October 13, 2012Leave a reply
Previous
Next
Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Name *
Email *
Website
Comment
Notify me of new comments via email.
View Full Site
Blog at WordPress.com.
Now Available! Download WordPress for Android

43

44

Anda mungkin juga menyukai