Anda di halaman 1dari 13

Deteksi Awal dan Tata Laksana Syok Sepsis pada Anak-Anak

Paolo Biban, Marcella Gaffuri, Stefania Spaggiari, Federico Zaglia, Alessandra Serra, Pierantonio Santus

Department of Pediatrics, Pediatrics and Neonatal Intensive Care unit, Azienda Ospedaliera Universitaria Integrata, Verona, Italy

Abstrak Syok sepsis masih menjadi penyumbang morbiditas dan mortalitas di antara anakanak, terutama akibat terjadinya acute hemodinamic compromise dan kegagalan organ multipel. Pada dekade terakhir ini pedoman pelayanan klinis internasional tata laksana syok sepsis terutama adanya parameter klinis yang tampak berupa menyokong hemodinamik pasien pediatrik telah ditetapkan. Deteksi awal dan terapi agresif terhadap syok sepsis dengan resusitasi cairan berlebih, penggunaan katekolamin, dan obat-obat adjuvan lainnya sudah secara luas menjadi cara yang sangat penting dalam meningkatkan outcome pasien jangka pendek dan panjang. Tujuan laporan ini adalah merangkum pendekatan modern terhadap syok sepsis pada anak-anak, terutama sebelum fase awal terjadi (sebelum diharuskan memasang infus di pre-ICU atau dirujuk ke ICU anak-anak).

Pendahuluan Sepsis berat dan syok sepsis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada anak-anak yang sakit kritis. Sebenarnya sebagian besar kematian akibat sepsis ini lebih sering

terjadi pada daerah yang tidak memiliki fasilitas ICU dan banyak di antaranya bisa dicegah melalui pengukuran parameter yang relatif sederhana sesuai dengan pedoman tata laksana penyakit anak-anak terpadu dari WHO. Dalam hal ini, The World Federation of Pediatric Intensive Care Unit and Critical Care Societies (WFPICCS) telah mengeluarkan suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas (The Global Pediatric Sepsis Initiative pada http://www.wfpiccs.org/sepsis dan

http://www.pediatric-sepsis.org) dengan tujuan memperbaiki outcome pasien anak yang mengalami sepsis di seluruh dunia tak memandang jumlah sumber daya yang ada. Terlepas dari itu semua, syok sepsis masih merupakan tantangan klinisi terutama negara-negara berkembang (menjadi alasan perujukan ke IGD pediatrik dan ICU anak). Pada dekade terakhir beberapa pertemuan konsensus dilakukan guna membahas kriteria definisi sepsis dan kondisi-kondisi yang berhubungan dengan hal tersebut. Walaupun demikian, definisi sepsis, sepsis berat, syok sepsis, dan disfungsi organ multipel/ failure syndrome ada anak-anak sedikit berbeda dengan penyakit serupa pada orang dewasa. Sebagai contoh: syok sepsis pada anak-anak didefinisikan sebagai munculnya sepsis ditambah tanda-tanda disfungsi organ kardiovaskuler tanpa harus ada hipotensi, tidak seperti pada orang dewasa yang harus memiliki tanda-tanda hipotensi saat sepsis menyerang. (tabel 1) sebagai tambahan, tanda-tanda disfungsi organ tergantung pada frekuensi jantung sesuai usia, frekuensi pernafasan, jumlah jenis sel darah putih sesuai dengan kelompok umur anak.

Pedoman tata laksana sepsis berat dan syok sepsis yang disponsori oleh International Surviving Sepsis Campaign dan parameter klinis telah dikeluarkan oleh American College of Critical Care Medicine (ACCM) dalam mempertahankan hemodinamik pasien anak-anak dan bayi dengan syok sepsis baru-baru ini dan telah diperbaharui juga. Tujuan dari pelaporan ini adalah merangkum pendekatan modern terhadap pasien anak syok sepsis sebelum fase awal, menitik-beratkan pada pendiagnosis secepatnya dari temuan awal, dan tata laksana yang sesuai dengan kondisi mengancam nyawanya baik sebelum dirujuk ke PICU ataupun sebelumnya.

Patofisiologi Syok Sepsis Syok merupakan kumpulan gejala klinis kompleks akibat kegagalan fungsi sirkulasi akut di mana perfusi ke jaringan dan organ tidak adekuat sehingga penyaluran oksigen dan substrat ke jaringan tubuh begitu juga pengeluaran hasil metabolisme tidak adekuat. Hal ini menyebabkan disfungsi selular yang bisa menyebabkan kematian sel. Syok merupakan endpoint tersering dari jalur patofisiologis berbagai penyakit. Terdapat 3 kategori syok utama : hipovolemik, kardiogenik, dan distribusi dengan derajat keparahan yang saling bertumpukan. Syok sepsis umumnya bisa masuk ke dalam syok distribusi dan hipovolemik. Pada syok distribusi syok sepsis menunjukkan tanda adanya maldistribusi kapiler yang berhubungan dengan vasodilatasi perifer, shunting arteri dan
3

kapiler, sedangkan pada syok hipovolemik terjadi volume darah yang bersirkulasi tidak adekuat karena vasokonstriksi. Hipotensi terkadang menjadi tanda kondisi syok yang sering ditemui, tetapi pada pasien anak tanda ini malah tanda terakhir. Penyebab paling sering dari syok sepsis adalah adanya bakteri tertentu (contoh : penyakit meningokokal). Walaupun demikian, organisme apapun bisa menciptakan kondisi sepsis berat dan syok sepsis, termasuk bakteri, virus, mikobakteri, dan jamur, terutama pada pasien immunocompromised.

Deteksi Awal Syok Sepsis pada Anak Pada tata laksana syok sepsis, diagnosis awal dan tata laksana yang sesuai memiliki andil terbesar dalam perjalanan penyakit dan outcome pasien. Temuan awal syok sepsis dan pemberian terapi antibiotik bisa mengurangi tingkat mortalitas anak-anak. Lebih lanjut lagi, tata laksana penggantian cairan agresif seawal mungkin mencegah anakanak jatuh dalam kondisi syok irreversibel dan uncompasated sehingga mengurangi morbiditas dan mortalitas. Diagnosis sepsis terkadang sulit ditegakkan walaupun terdapat tanda spesifik sepsis (misal : takikardia, takipnue, dan demam) karena adanya batasan harga normal yang berbeda-beda sesuai usia. Pada anak-anak mekanisme homeostatik kardiovaskuler bisa mengompensasi hipoperfusi yang berat dalam waktu yang relatif lebih lama. Syok pada anak biasanya dicurigai melalui pemeriksaan klinis dan laboratorium, termasuk

perubahan status mental, takipnue, takikardia, hipotermia atau hipertermia, perubahan perfusi perifer, penurunan jumlah urin, asidosis metabolik, dan peningkatan laktat

darah. Hipotensi bukanlah tanda penegakan diagnosis sepsis walaupun dapat sebagai kecurigaan terjadinya sepsis. Pada instalasi emergensi pasien dengan infeksi berat dan perubahan perfusi perifer biasanya digolongkan sebagai warm shock dan cold shock sesuai dengan pemeriksaan klinis pertama kali (tabel 2).

Tanda awal syok berupa regulasi temperatur abnormal, kulit yang kemerahan dan hangat, perbedaan sistol-diastol yang melebar (warm shock), takikardi, dan takipneu sebagai mekanisme mempertahankan tekanan arterial rata-rata. Selanjutnya akan terjadi hipotensi, takikardi dengan perbedaan sistol-diastol yang sempit, akral dingin (cold shock), pernafasan cepat dan dalam, oligouri, perubahan tingkat kesadaran, dan sianosis akibat tidak adekuat perfusi ventilasi pulmonar atau adanya penyakit paru. Saat ini konsesus internasional merekomendasikan deteksi awal sepsis pediatrik menggunakan pemeriksaan klinis sederhana bukan tes biokemis walaupun beberapa ahli juga melihat kadar laktatnya.

Tata Laksana Awal Syok Sepsis Pediatrik : Golden Hour Syok bisa terjadi secara tiba-tiba melalui jalur yang berbeda-beda. Biasanya syok terjadi dari situasi terkompensasi menuju uncompensated yang kemungkinan terbesar

menjadi irreversibel. Tata laksana agresif harus dilakukan secepatnya pada semua kasus syok atau curiga syok. Tingkat mortalitas dan outcome dari syok sepsis dipengaruhi oleh kecepatan dan dilakukannya terapi yang sesuai dalam beberapa jam pertama setelah syok mulai terjadi. Tujuan dari tata laksana cepat ini adalah membalikan kondisi ke sebelum syok dan mencegah disfungsi organ multipel. Untuk mencapai kondisi ini, tata laksana awal syok sepsis dilakukan pada 1 jam pertama dan terfokus pada resusitasi end point mayor (terdiri dari normalisasi frekuensi jantung dan tekanan darah sesuai batasan usianya, CRT < 2 detik, ekualitas nadi normal, ekstermitas hangat, status mental normal, output urin > 1 ml/ kg/ hari). Sebagai tambahan kadar glukosa dan konsentrasi ion kalsium normal harus tercapai dan dipertahankan. Pertama kali adanya kecurigaan syok dilakukan tindakan penyokong yang sesuai as soon as possible sesuai pedoman ACCM. Tindakan yang dimaksud adalah menjaga airway tetap terbuka (patent), menyiapkan suplai oksigen tambahan dan tekanan ventilasi positif, memasang infus sebanyak-banyaknya, penggunaan antibiotik, inotropik, dan vasopresor secara empirik dan terindikasi. Penggunaan terapi antibiotik sesuai empirik dilakukan bersamaan dengan menunggu hasil pemeriksaan kultur darah. Tingkat penatalaksanaan syok ini dibagi menjadi 2 : 1.) pengisian cairan awal sebagian besar dilakukan pada pasien dengan community acquired infection dan 2.) penggunaan teknologi maju pada pasien dengan penyakit refraktori cairan/dopamin yang jarang berespon dengan upaya stabilisasi awal. Cara intervensi ini harus dilakukan pada saat onsetnya sampai akhir dari golden hour sesuai dengan pedoman internasional. Pedoman internasional ini telah menetapkan interval perujukan ke bagian intensif. Hasil pemeriksaan hemodinamik syok sepsis bisa membantu menentukan intervensi terapi

selanjutnya dan pemberian agen vasoaktif. Perujukan secepatnya ke fasilitas yang lebih lengkap akan memberikan tata laksana dan monitoring yang lebih terpadu dan adekuat. ABC : airway dan breathing Airway, pernafasan, san sirkulasi masih menjadi prinsip fundamental resusitasi pada pasien syok sepsis. Prioritas utama adalah tetap menjaga airway tetap terbuka. Pemberian oksigen dengan kecepatan tinggi via facemask atau kanul nasal dapat diberikan walaupun tidak ditemukan adanya distres respirasi atau hipoksemia. Akses vaskular Pengembalian akses vaskuler sangat penting dilakukan dan biasanya dilakukan dengan pemberian infus 2 bolus besar pada vena perifer. Bila jalur infus ini tidak dapat dipakai, bisa digunakan melalui jalur intraoseus atau vena sentral. Bersamaan dilakukan infus diambil pula sampel darah untuk dilakukan pemeriksaan hematologis, urea, elektrolit, gula darah, kultur, dan cross-match. Begitu juga dengan pemberian antibiotik empirik secara intra vena. Resusitasi cairan Bolus cairan 20 ml/ kg harus dilakukan secepatnya (sebisa mungkin kurang dari 5 menit). Selain itu, mengawasi munculnya rale paru atau hepatomegali. Resusitasi cairan sebanyak 60 ml/ kg bisa diberikan pada jam pertama dan bahkan terkadang pada beberapa pasien bisa melebihi 150-200 ml/ kg. Flabot infusan bisa diperas manual atau dengan sebuah kantung bertekanan (cuff sphymomamometer) guna mendapatkan perfusi dan tekanan darah normal kembali. Cairan infus yang dipakai bisa saluran kristaloid atau koloid. Pada kasus-kasus tertentu, seperti terjadinya hipovolemik akibat hemoragi transfusi dengan packed red cell bisa dilakukan, apalagi bila konsentrasi hemoglobin < 10 mg/ dl.

Hanya ada sedikit bukti mengenai jenis larutan mana yang terbaik, waktu yang tepat, volume, dan kecepatan tetesan yang sesuai sebagai resusitasi. Selain itu, tidak terdapat keuntungan yang pasti dalam penggunaan kristaloid daripada koloid pada pasien syok sepsis. Yang lebih menarik lagi, ditemukan bukti akan adanya manfaat pemberian resusitasi bolus dapat memberikan life saving pada pasien syok anak-anak yang tidak mengalami hipotensi di fasilitas terbatas. Akan tetapi, hal ini masih menyisakan pertanyaan mengapa itu bisa terjadi sehingga dibutuhkan penelitian lebih jauh. Penggunaan Obat Inotropik Anak-anak dengan syok sepsis secara umum membutuhkan obat vasoaktif selama dan setelah resusitasi cairan dilakukan. Pada pasien yang tidak berespon terhadap resusitasi cairan pemberian obat inotropik bisa dimasukan melalui akses perifer lain sampai didapatkan jalur vena sentral yang aman. Dopamin bisa diberikan dengan titrasi obat 10 mcg/ kg/ menit lini pertama. Jika pasien tidak berespon dengan terapi ini, adrenalin atau noradrenalin diinfuskan guna mengembalikan tekanan darah dan perfusi normal. Pada umumnya dosis adrenalin 0,050,3 mcg/ kg/ menit dapat diberikan kepada pasien dengan tekanan darah rendah atau normal dan cold shock. Sementara itu noradrenalin diberikan pada pasien dengan tekanan darah rendah dan warm shock. Kortikosteroid Beberapa pasien syok sepsis mengalami insufisiensi kelenjar adrenal. Kondisi ini yang membuat pasien jarang berespon terhadap cairan dan terapi katekolamin. Faktor risiko terjadinya kondisi tersebut adalah purpura fulminan, penggunaan kortikosteroid, dan kelainan pituitari atau adrenal. Pada pasien dengan refraksi cairan, syok akibat resisten katekolamin, pasien ini disarankan untuk diberi infus hidrokortison baik

intermiten maupun seterusnya dengan dosis 1-50 mg/ kg/ hari dalam waktu 60 menit diagnosis syok ditegakkan. Terapi Tata Laksana Syok Sepsis Lainnya Selama 1 jam golden hour tersebut, beberapa terapi adjuvan seperti pemberian obat vasopresin, terlipresin, levosimendan, milrinone, imunoglobulin, dan konsentrat protein C biasa diberikan pada pasien syok sepsis walaupun bukti klinis belum memadai akan kegunaannya dalam menangani syok sepsis ini. Pada akhirnya, sedikit sekali anak-anak dengan syok sepsis berespon dengan pengobatan agresif pertama kali sehingga ada kemungkinan mengalami faktor morbiditas yang tidak disadari (efusi perikardial, pneumothoraks, kehilangan darah, hipoadrenal, hipotiroid, kelainan metabolisme bawaan, atau penyakit jantung bawaan). Ketika semua hal tersebut tidak ada, pilihan terapi ekstrim seperti extracorporeal membrane oxygenation (ECMO) bisa dipertimbangkan dilakukan. Pengawasan Hemodinamik Noninvasif Maju Pengawasan secara invasif jarang dilakukan di IGDanak. Dengan teknik ultrasound terkini pola hemodinamik anak syok sepsis bisa termonitor. Bahkan lebih cepat diketahui daripada yang dilakukan di ICU. Pada penelitian baru-baru ini pola hemodinamik anak syok sepsis dengan curiga resisten cairan diperiksa dengan alat pemeriksaan output kardiak non invasif. Pasien yang terpasang kateter vena sentral terindikasi syok sepsis secara predominan mengalami peningkatan indeks kardiak dengan resistensi vaskular sistemik rendah (warm shock). Di lain sisi pasien yang terkena sepsis didapat dari komunitas biasanya memiliki indeks kardiak rendah atau bisa juga normal dengan resisten vaskular sistemik rendah ataupun tinggi (cold shock).

Menurut teori assessment spesifik status hemodinamik pasien dengan alat di mana pun itu (baik IGDatau selama pemindahan) membantu dokter untuk memberikan tata laksana spesifik secara individual. Pemindahan Pasien Syok Sepsis ke Fasilitas Rujukan Walaupun telah stabil, perujukan dini ke PICU bisa memberikan life saving pada anak anak syok sepsis yang berevolusi. Selain itu, PICU juga menyediakan monitoring dan pengobatan yang lebih adekuat. Bila PICU tersebut tidak dapat menyediakan fasilitas itu, dilakukan sistem pemindahan ke ICU tertier (biasanya dilakukan oleh tim ahli pemindahan pasien).

Kesimpulan Syok sepsis pada anak masih menjadi tantangan klinis bahkan di IGD dan ICU. Diagnosis lebih awal akan lebih cepat dilakukannya intervensi terapeutik cepat. Hal ini sangat penting dilakukan karena dapat meningkatkan outcome pasien. Pedoman pelaksanaan medis mengenai tata laksana syok sepsis telah dikeluarkan dan diperbaharui oleh departemen internasional terkait. Tata laksana syok sepsis sekarang terdiri dari resusitasi cairan sedini mungkin, penggunaan obat inotropik dan vasopresor, serta penggunaan terapi adjuvan (seperti pemberian hidrokortison). Terapi spesifik jaringan telah ditemukan, namun sampai sekarang belum ada bukti klinis secara luas akan efikasi dan tingkat keamanannya. Walaupun telah terjadi kemajuan pesat dalam tata laksana syok sepsis pediatrik, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk peningkatan outcome jangka pendek dan panjang yang akan terjadi pada pasien dengan risiko tinggi.

10

Daftar Pustaka 1. Watson RS, Carcillo JA, Linde-Zwirble WT, et al. The epidemiology of severe sepsis in the United States. Am J Respir Crit Care Med 2003;167:695-701. 2. Angus DC, Linde Zwirble WT, Liddicker J, et al. Epidemiology of severe sepsis in the U.S.: Analysis of incidence, outcome, and associated costs of care. Crit Care Med 2001;29:1303-10. 3. Odetola FO, Gebremariam A, Freed GL. Patient and hospital correlates of clinical outcomes and resource utilization in severe pediatric sepsis. Pediatrics. 2007;119:487-94. 4. Integrated Management of Childhood Illnesses: WHO/UNICEF Initiative Integrated Management of Childhood Illness. Available from:

http://whqlibdoc.who.int/publications/2005/9241546441.pdf. Accessed: November 3, 2011 5. Kissoon N, Carcillo J, Espinosa V, et al. The Global Sepsis Initiative Vanguard Center Contributors. World Federation of Pediatric Intensive Care and Critical Care Societies. Pediatr Crit Care Med 2011;12:494-503. 6. Levy MM, Fink MP, Marshall JC, et al. 2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS International Sepsis Definitions Conference. Crit Care Med 2003;31:1250-6. 7. Goldstein B, Giroir B, Randolph A. International pediatric sepsis consensus conference: Definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics. Pediatr Crit Care Med 2005; 6:2-8. 8. Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, et al. Surviving Sepsis Campaign guidelines for management of severe sepsis and septic shock. Intensive Care Med 2004;30:536-55.

11

9. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM, et al. Surviving Sepsis Campaign: International guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2008. Crit Care Med 2008;36:296-327. 10. Aneja RK, Carcillo J. Differences between adult and pediatric septic shock. Minerva Anestesiol 2011;77:986-92. 11. Brierley J, Carcillo JA, Choong K, et al. Clinical practice parameters for hemodynamic support of pediatric and neonatal septic shock: 2007 update from the American College of Critical Care Medicine. Crit Care Med 2009;37:666-88. 12. Han YY, Carcillo JA, Dragotta MA, et al. Early reversal of pediatric-neonatal septic shock by community physicians is associated with improved outcome. Pediatrics 2003;112:793-9. 13. Inwald DP, Tasker RC, Peters MJ, Nadel S. Emergency management of children with severe sepsis in the United Kingdom: the results of the Paediatric Intensive Care Society sepsis audit. Arch Dis Child 2009; 94:348-53. 14. Saladino RA. Management of septic shock in the pediatric emergency department in 2004. Clin Ped Emerg Med 2004;5:20-27. 15. Melendez E, Bachur R. Advances in the emergency management of pediatric sepsis. Curr Opin Pediatr 2006;18: 245-53. 16. de Oliveira CF, de Oliveira DS, Gottschald AF, et al: ACCM/PALS haemodynamic support guidelines for paediatric septic shock: an outcomes comparison with and without monitoring central venous oxygen saturation. Intensive Care Med 2008;34:1065-75. 17. Myburgh JA. Fluid resuscitation in acute illness - Time to reappraise the basics. N Engl J Med 2011;364: 2543-4.

12

18. Akech S, Ledermann H, Maitland K. Choice of fluids for resuscitation in children with severe infection and shock: systematic review. BMJ 2010;341:c4416. 19. Maitland K, Kiguli S, Opoka RO, et al. Mortality after fluid bolus in African children with severe infection. N Engl J Med 2011;364: 2483-95. 20. Choong K, Bohn D, Fraser DD, et al. Vasopressin in pediatric vasodilatory shock: a multicenter randomized controlled trial. Am J Respir Crit Care Med 2009;180:6329. 21. Yildizdas D, Yapicioglu H, Celik U, et al. Terlipressin as a rescue therapy for catecholamine-resistant septic shock in children. Intensive Care Med 2008;34:511-7. 22. Biban P, Gaffuri M. Role of vasopressin and terlipressin in neonates and children with refractory septic shock. Curr Drug Metab 2012 (in press) 23. Barton P, Garcia J, Kouatli A, et al. Hemodynamic effects of i.v. milrinone lactate in pediatric patients with septic shock. A prospective, double-blinded, randomized, placebo-controlled, interventional study. Chest 1996;109:1302-12. 24. Namachivayam P, Crossland DS, Butt WW, et al: Early experience with levosimendan in children with ventricular dysfunction. Pediatr Crit Care Med 2006;7:445-8. 25. Brierley J, Peters MJ. Distinct hemodynamic patterns of septic shock at presentation to pediatric intensive care. Pediatrics 2008;122;752-9.

13

Anda mungkin juga menyukai