Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

Imunisasi Hepatitis B

PEMBIMBING: dr. Titi Pambudi K. M.Sc, Sp.A

Oleh
Lalu Hermawan Ranova
H1A 009 038

Dalam Rangka Mengikuti Kepanitraan Klinik Madya


Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi NTB
Fakultas Kedokteran
Universitas Mataram
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan masalah kesehatan masyarakat


global. Diperkirakan VHB telah menginfeksi 2 miliar penduduk dunia,
300.000.000 diantaranya menjadi pengidap kronik dan setiap tahunnya lebih dari
250.000 pengidap meninggal akibat penyakit hati.Infeksi VHB kronik dapat
menyebabkan hepatitis, sirosis dan kanker hati pada anak maupun
dewasa.Sebagian besar komplikasi infeksi kronik seperti sirosis dan kanker hati
pada orang dewasa, infeksi primernya terjadi pada bayi atau anak.

Infeksi virus hepatitis B (VHB) menyebabkan sedikitnya satu juta


kematian / tahun.Saat ini di seluruh dunia terdapat 350 juta penderita kronik
dengan 4 juta kasus baru / tahun. Infeksi pada anak umumnya asimtomatis tetapi
80%-95% akan menjadi kronis dan dalam 10-20 tahun akan menjadi sirosis atau
karsinoma hepatoselular (KHS). Di negara epidemis, 80% KHS disebabkan oleh
VHB. Risiko KHS ini sangat tinggi bila infeksi terjadi pada usia dini. Di lain
pihak, terapi antivirus belum memuaskan, terlebih pada pengidap yang terinfeksi
secara vertical atau pada usia dini.

Di kawasan yang prevalensi infeksi VHB tinggi, infeksi terjadi pada awal
masa kanak-kanak baik secara vertical maupun horizontal. Oleh karena itu,
kebijakan utama tata laksana VHB adalah memotong jalur transmisi sedini
mungkin. Vaksinasi universal bayi baru lahir merupakan upaya yang paling
efektif dalam menurunkan prevalensi VHB dan KHS.

Transmisi perinatal dari ibu pengidap HBsAg kepada anaknya merupakan


jalur transmisi sangat penting untuk terjadinya kronisitas infeksi.Bentuk transmisi
ini terjadi pada 40-50% pengidap HBsAg di daerah hiperepidemik di Asia. Sekitar
90% bayi dari ibu pengidap HBsAg akan menjadi pengidap HBsAg2 atau
mengalami infeksi VHB kronik, yang pada umumnya simtomatik. Integrasi
genom VHB pada genom pejamu membuka jalan untuk terjadinya karsinoma
hepatoseluler (KHS). Prevalnsi HBsAg pada pasien KHS dewasa di Jepang 19%,
di Taiwan mencapai 75% dan di Indonesia sekitar 50%. Adapun pada anak di
Taiwan hampir 100% pasien KHS mengidap HBsAg, 80-85% di antaranya
menderita sirosis hati.Dilaporkan juga bahwa 94% ibu dari anak pasien KHS
merupakan pengidap HBsAg.

B. Tujuan
1. Untuk memahami bagaimana konsep dasar tentang vaksin hepatitis B dan
manfaat melakukan vaksinasi hepatitis B.
2. Untuk menumbuhkan rasa peduli terhadap tubuh dengan cara melakukan
vaksinasi hepatitis B.
3. Untuk mengetahui keuntungan jangka panjang dari melakukan vaksinasi
hepatitis B .

C. Manfaat
1. Memahami bagaimana konsep dasar tentang vaksin hepatitis B dan
manfaat melakukan vaksinasi hepatitis B.
2. Menumbuhkan rasa peduli terhadap tubuh dengan cara melakukan
vaksinasi hepatitis B.
3. Mengetahui keuntungan jangka panjang dari melakukan vaksinasi
hepatitis B .
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Vaksin

Vaksin adalah suatu bahan yang berasal dari kuman atau virus yang
menjadi penyebab penyakit yang bersangkutan, yang telah dilemahkan atau
dimatikan, atau diambil sebagian, atau mungkin tiruan dari kuman penyebab
penyakit, yang secara sengaja dimasukkan ke dalam tubuh seseorang atau
kelompok orang, yang bertujuan merangsang timbulnya zat antipenyakit tertentu
pada orang-orang tersebut. Sebagai akibatnya, maka orang yang diberi vaksin
akan memiliki kekebalan terhadap penyakit yang bersangkutan (Achmadi, 2006).

Vaksin berasal dari kata vaccinia atau vacca yang berarti sapi dalam
bahasa Latin.Sebutan vaksin diberikan oleh Louis Pasteur untuk mengingatkan
jasa Edward Jenner, yang semula menggunakan istilah variolation atau
memberikan virus sapi atau cacar sapi atau cowpox untuk tujuan memperoleh
kekebalan terhadap smallpox atau cacar pada manusia.Memberikan vacca atau
vaksin disebut vaksinasi.Karena vaksin ditujukan untuk memperoleh kekbalan
atau imunitas, maka disebut juga sebagai imunisasi (Achmadi, 2006).

Vaksinasi merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan


paparan antigen yang berasal dari suatu pathogen. Antigen yang diberikan telah
dibuat sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun mampu
memproduksi limfosit yang peka sebagai antibodi dan sel memori. Cara ini cukup
memberikan kekebalan. Tujuannya adalah memberikan infeksi ringan yang tidak
berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respon imun sehingga apabila
terjangkit penyakit yang sesungguhnya di kemudian hari anak tidak menjadi sakit
karena tubuh dengan cepaat membentuk antibodi dan mematikan alergi (penyakit
yang masuk tersebut).

Jenis-jenis vaksin berdasarkan proses produksinya antara lain yaitu:


1. Vaksin yang telah dilemahkan (attenuated live vaccine) yaitu vaksin yang
terdiri dari kuman atau virus yang dilemahkan, masih antigenik akan tetapi
tidak patogenik.
2. Vaksin yang telah dimatikan (killed vaccine or inactivated vaccine)yaitu
vaksin yang tidak patogenik dan tidak berkembang baik dalam tubuh.
3. Vaksin rekombinan yaitu vaksin yang susunannya memerlukan
epitoporganisme yang patogen.
4. Vaksin subunit yaitu vaksin yang berasal dari bagian (komponen)
organismenya, misalnya kapsul bakteri.
5. Vaksin polisakarida (konjugat) yaitu vaksin yang bentuknya terdiri dari
rantai panjang molekul-molekul gula yang membentuk kapsul bakteri.
6. Vaksin toksoid yaitu vaksin yang dibuat dari toksin kuman tetapi tidak
toksis, namun dapat merangsang pembuatan antibodi.

Berdasarkan fungsinya vaksin terbagi menjadi:

1. Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine) yaitu vaksin yang digunakan


untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberculosis.
2. Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus) yaitu vaksin yang digunakan untuk
pemberian kekebalan secara stimulan terhadap difteri, pertusis dan tetanus.
3. Vaksin TT (Tetanus Toksoid) yaitu vaksin yang digunakan untuk
pemberian kekebalan aktif terhadap tetanus.
4. Vaksin DT (Difteri dan Tetanus) yaitu vaksin yang digunakan untuk
pemberian kekebalan stimulan terhadap difteri dan tetanus.
5. Vaksin polio yaitu vaksin yang digunakan untuk pemberian kekebalan
aktif terhadap poliomyelitis.
6. Vaksin campak yaitu vaksin yang digunakan untuk pemberian kekebalan
aktif terhadap penyakit campak.
7. Vaksin hepatitis B yaitu vaksin yang digunakan untuk pemberian
kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B.
8. Vaksin DPT (HB) yaitu vaksin yang digunakan untuk pemberian
kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis dan hepatitis B.
B. Hepatitis B

Hepatitis B adalah penyakit menular di mana virus hepatitis B atau HBV


menginfeksi dan meradangkan hati, menimbulkan kerusakan yang menetap pada
kurang dari 5% dari mereka yang terinfeksi. Virus hepatitis B ditularkan melalui
pertukaran cairan tubuh yang telah terinfeksi, misalnya darah atau semen.Virus ini
bisa memasuki tubuh melalui sayatan pada kulit, melalui pertukaran jarum yang
digunakan oleh para pengguna obat terlarang, atau melalui lubang tubuh, misalnya
vagina, anus, atau mulut.Seorang ibu hamil bisa menularkan penyakit kepada
bayinya pada saat dilahirkan (Cave dan Mitchell, 2003).

Hepatitis B merupakan salah satu jenis penyakit peradangan hati.Penyakit


peradangan hati jenis Hepatitis B merupakan masalah penyakit yang merupakan
problem kesehatan masyarakat, khususnya bagi negara berkembang.Saat ini dunia
menargetkan dalam dekade pertama abad 21 penyakit ini harus bisa dieliminasi
(Achmadi, 2006).

Hepatitis B disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) yang merupakan


salah satu anggota family Hepadnavirus.Virus Hepatitis B (VHB) yaitu suatu
virus DNA yang berlapis ganda, dengan ukuran diameter 42 µm ( 1 µm =
0,000000001 meter). Virus Hepatitis B berbentuk bulat dan dapat menyebabkan
peradangan hati akut atau kronis.Sebagian kecil kasus peradangan hati dapat
berlanjut menjadi sirosis hati (hati mengeras dan mengecil) atau kanker hati
(Cahyono dkk, 2010).

Virus hepatitis B biasanya ditularkan melalui kontak dengan cairan tubuh


(darah, air liur, air mani) penderita penyakit ini atau dari ibu ke anak pada saat
melahirkan. Kebanyakan anak kecil yang terkena virus hepatitis B akan menjadi
pembawa virus. Ini berarti mereka dapat memberikan penyakit tersebut pada
orang lain walaupun mereka tidak menunjukkan gejala apapun. Jika anak terkena
hepatitis B dan menjadi pembawa virus mereka akan memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk terkena penyakit hati dan kanker nantinya dalam hidup.
Ibu yang menderita penyakit hepatitis B dapat menularkan pada bayinya.
Hepatits B dapat menular melalui kontak antara darah, sebagai contoh apabila
luka dalam tubuh terkontaminasi cairan yang dikeluarkan oleh penderita hepatitis
B, seperti jarum suntik atau pisau yang terkontaminasi, transfuse darah dan
gigitan manusia, hal ini termasuk hubungan seksual. Penyakit hepatitis B bisa
menjadi kronis dan menimbulkan sirosis hepatis, kanker hati dan menimbulkan
kematian.

Secara umum orang dapat beresiko untuk tertular penyakit hepatitis B


dapat diidentifikasi dari perilakunya.Maksudnya adalah para pengguna narkoba,
pasangan seks orang yang terinfeksi hepatitis, bayi yang dilahirkan dari ibu yang
terinfeksi hepatitis, orang yang suka berganti pasangan, laki-laki homoseksual,
petugas kesehatan juga berisiko untuk tertular jika tidak menggunakan standar
perlindungan diri yang tepat.Hal ini karena petugas kesehatan yang sedang
merawat pasien dlam kondisi terinfeksi hepatitis harus menggunakan standar
perlindungan diri seperti sarung tangan dan jangan pernah menyentuh cairan
tubuh dari pasien secara langsung.

Gejala yang timbul pada penderita penyakit hepatitis B mirip dengan


gejala flu. Gejala-gejala tersebut antara lain:

1. Hilangnya nafsu makan


2. Mual, muntah dan rasa lelah
3. Mata kuning dan muntah
4. Demam
5. Urin menjadi kuning
6. Sakit perut

Gejala hepatitis B bisa berkisar dari tidak ada, ringan atau parah. Selama
dua sampai empat minggu sebelum hati terlibat, seseorang yang terkena hepatitis
B bisa mengalami hilangnya selera makan, mual, muntah, demam, keletihan dan
gejala-gejala seperti flu. Ini bisa dilanjutkan dengan tanda-tanda bahwa hati
sedang terinfeksi, termasuk air kemih berwarna gelap, jaundice (kulit tampak
kuning), demam, tinja pucat, gatal dan hati yang membesar serta nyeri tekan.

C. Vaksin Hepatitis B

Vaksin komersial yang beredar pertama kali ialah vaksin HBsAg plasma
derived pada awal decade 1980. Meskipun menunjukkan imunogenitas serta
efikasi protektif yang sangat baik, vaksin ini kurang diterima secara luas karena
kekhawatiran (yang tidak terbukti) akan adanya agen infeksi di dalamnya.

Di banyak negara, penggunaan vaksin plasma ini telah diganti dengan


vaksin rekombinan. Kedua vaksin ini terbukti aman dan mempunyai efek protektif
90-95%. Pengaruh vaksinasi terhadap prevalensi pengidap HBsAg serta insiden
KHS setelah penerapan vaksinasi universal selama 10 tahun dilaporkan oleh
Chang di Taiwan, berupa terjadi penurunan bermakna prevalensi pengidap
HBsAg pada anak dari 10% menjadi kurang dari 1%, serta penurunan bermakna
insiden KHS dari 0,7-0,36 / 100.000 anak.

Di Indonesia, vaksinasi hepatitis B merupakan vaksinasi wajib bagi bayi


dan anak karena pola penularannya bersifat vertikal. Vaksinasi diberikan dengan
jadwal 0, 2, 3, 4, (kontak pertama 0 bulan, 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan
kemudian). Vaksinasi pada bayi diberikan dengan dosis sebagai berikut:

1. Dosis pertama diberikan pada bayi sebelum umur 12 jam.


2. Dosis kedua diberikan pada bayi umur 2 bulan.
3. Dosis kedua diberikan pada bayi umur 3 bulan
4. Dosis ketiga diberikan pada bayi umur 4 bulan.

Imunisasi ini bertujuan untuk memberikan tubuh kekebalan terhadap


penyakit hepatitis B. Penyakit hepatitis B, disebabkan oleh virus yang telah
mempengaruhi organ liver (hati). Virus ini akan tinggal selamanya dalam tubuh.
Bayi-bayi yang terjangkit virus hepatitis berisiko terkena kanker hati atau
kerusakan pada hati. Virus hepatitis B ditemukan di dalam cairan tubuh orang
yang terjangkit termasuk darah, ludah dan air mani.
Ibu hamil yang mempunyai HBsAg positif mendapatkan beberapa vaksin
lainnya. Selain vaksin hepatitis B, ibu hamil yang mempunyai HBsAg positif
diberikan juga hepatitis B immunoglobulin (HBIg) sebanyak 0,5 ml di sisi tubuh
yang berbeda dalam waktu 12 jam setelah melahirkan. Hepatitis B
immunoglobulin diberikan untuk memberikan proteksi meskipun hanya dalam
jangka pendek (3-6 bulan).

Vaksin hepatitis diberikan secara intramuskular pada otot paha.Vaksin


hepatitis B sangat direkomendasikan untuk diberikan pada orang dewasa.Setelah
diberikan tiga kali pemberian vaksin hepatitis B, vaksin tersebut dapat
memberikan perlindungan sebesar 90% kepada tubuh.Saat ini, vaksin hepatitis B
telah digunakan pada lebih dari 160 negara di dunia. Vaksin hepatitis B terbaru
tidak mengandung virus hidup, maka vaksin ini tidak bisa menyebabkan penyakit
yang ingin dicegahnya. Tetapi, vaksin ini memiliki protein yang bisa merangsang
sistem imun tubuh dengan cara tertentu, dan beberapa diantaranya menyebabkan
kondisi autoimun pada beberapa orang.

Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir, mengingat


sekitar 33% ibu melahirkan di negara berkembang adalah pengidap HBsAg positif
dengan perkiraan transmisi maternal 40%.

Setiap vaksin hepatitis B sudah dievaluasi untuk menentukan dosis sesuai


umur (age-specific dose) yang dapat menimbulkan respon antibody yang
optimum. Oleh karena itu, dosis yang direkomendasikan bervvariasi tergantung
produk dan usia resipien. Sedangkan dosis pada bayi, dipengaruhi pula oleh status
HBsAg ibu. Pasien hemodialisis membutuhkan dosis yang lebih besar atau
penambahan jumlah suntikan.
D. Menilai Keberhasilan Vaksinasi Hepatitis B

Setelah anak mendapatkan 4 dosis vaksinasi hepatitis B, maka akan timbul


tingkat keberhasilannya. Pada umumnya tingkat keberhasilan vaksinasi mencapai
95% dan kegagalannya 5%.Untuk menilai keberhasilan vaksinasi hepatitis B,
perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu
pemeriksaan untuk mengukur kadar anti-HBs Antibodi terhadap virus hepatitis B.

Hasil pemeriksaan kadar HBs Antibodi dapat menunjukkan tingkat


keberhasilan vaksinasi hepatitis B. Jika seseorang memiliki kadar anti-HBs
sebanyak kurang dari 10 IU, maka dapat dipastikan bahwa vaksin hepatitis B
tidak memberikan proteksi kepada tubuh. Jika seseorang memiliki kadar anti-HBs
sebanyak 10-100 IU, maka dapat dikatakan bahwa vaksin hepatitis B memberikan
proteksi yang cukup kuat kepada tubuh. Jika seseorang memiliki kadar anti-HBs
sebanyak lebih dari 100 IU, maka dapat dikatakan bahwa vaksin hepatitis B
memberikan proteksi yang kuat kepada tubuh.

Menurut Sentra Pengendalian Penyakit, vaksin hepatitis B 95% efektif


melawan penyakit hepatitis B dan infeksi sesudah diberikan satu seri yang terdiri
atas tia dosis. Tetapi satu kenyataan yang jarang diketahui oleh konsumen adalah
bahwa para peneliti, pabrik pembuatan vaksin dan organisasi kesehatan tidak tahu
dengan pasti berapa lama vaksin melindungi terhadap hepatitis B.

Menurut Buku Acuan Dokter, “Lamanya efek perlindungan” dan vaksin


hepatitis B dari Merck dan Smith Kline Beecham “tidaklah diketahui untuk saat
ini dan perlunya vaksinasi ulangan masih belum dirumuskan.” Alasan dari
kurangnya imunitas akibat vaksin dianggap berhubungan dengan karakteristik
khusus yang ada pada sistem imun dari orang-orang yang tidak memberikan
respon.

Ada dua tipe vaksin hepatitis B yang mengandung HBsAg, yaitu:

1. Vaksin yang berasal dari plasma.


2. Vaksin rekombinan.
Kedua vaksin ini aman dan imunogenik walaupun diberikan pada saat
lahir karena antibody anti-HBsAg ibu tidak mengganggu respon terhadap vaksin.
Lebih dari 90% anak yang rentan megembangkan respon antibodi protektif
(dengan titer lebih dari 10µ/ml) pasca tiga dosis vaksin, sedangkan efektifitas
vaksin untuk mencegah pengidap kronis pada kebanyakan anak yng dipelajari
selama lebih dari 10 tahun, lebih dari 90%.

Bayi dan ibu pengidap HBsAg positif berespon kurang baik terhadap
vaksin karena vaksinasi sering baru diberikan setelah infeksi terjadi.Efektifitas
vaksin untuk mencegah pengidap Hepatitis B kronis pada bayi-bayi ini berkisar
antara 75-95%.Pemberian satu dosis imunoglobulin hepatitis B (hepatitis B
immunoglobulin, HBIG) pada saat lahir dapat sedikit memperbaiki efektivitasnya,
tetapi HBIG tidak selalu tersedia di kebanyakan negara-negara berkembang di
samping harganya yang relative mahal.

Efektivitas vaksin dalam mencegah infeksi VHB adalah 90%-95%.


Memori sistem imun menetap minimal sampai 15 tahun pasca imunisasi namun
secara teoritis menetap seumur hidup sehingga pada anak normal, tidak dianjurkan
untuk imunisasi booster. Pada pasien hemodialisis, proteksi vaksin tidak sebaik
individu normal dan mungkin hanya berlangsung selama titer anti HBs ≥ 10
mIU /ml. Pada kelompok ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan anti HBs
setiap tahun dan booster diberikan bila anti HBs turun menjadi ≤ 10 mIU /ml.

Mereka yang tidak memberikan respon terhadap imunisasi primer,


diberikan vaksinasi tambahan (kecuali bila HBsAg positif). Tambahan satu kali
vaksinasi menyebabkan 15%-25% non responder memberikan respon antibody
yang adekuat. Bila vaksinasi diulang 3 kali, sampai dengan 40% dapat
membentuk antibodi yang adekuat. Bila susudah 3 kali vaksinasi tambahan tidka
terjadi serokonversi, dapat dipertimbangkan untuk pemberian vaksin hepatitis B
dosis ganda.

Pada bayi-anak, pemeriksaan anti-HBs pra dan pasca imunisasi tidak


dianjurkan. Uji serologis pra imunisasi hanya dilakukan pada yang akan
memperoleh profilaksis pasca paparan dan individu beresiko tinggi tertular infeksi
HBV. Uji serologi pasca imunisasi perlu dilakukan pada bayi dan ibu pengidap
VHB, individu yang memperoleh profilaksis pasca paparan dan pasien
imunokompromis. Uji serologis, pasca immunisasi ini dilakukan satu bulan
sesudah imunisasi ke-3.

E. Efek Samping Vaksinasi Hepatitis B

Gejala Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang disebabkan vaksin


umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi
simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan.Walaupun demikian dapat saja
terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaktik sistemik dengan resiko
kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum
dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi
khusus, perhatian khusus, atau berbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya
termasuk kemungkinan interaksi dengan obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus
diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksanan imunisasi (Ranuh dkk,
2011).

Reaksi lokal setelah dilakukan vaksinasi hepatitis B, antara lain:

1. Rasa nyeri pada tempat suntikan.


2. Bengkak dan kemerahan ditempat suntikan sekitar 10%.

Reaksi sistemik setelah dilakukan vaksinasi hepatitis B, yaitu demam


sekitar 10%, juga reaksi lain seperti irritable, malaise dan gejala sistemik lainnya.

Reaksi berat yang dapat terjadi setelah dilakukan vaksin hepatitis B, antara
lain:

1. Kejang
2. Trombositopenia
3. Hypotonic Hyporesponsive Episode (HHE)
4. Persistent inconsolable screaming yang merupakan rekasi yang bersifat
self-imiting dan tidak merupakan masalah jangka panjang
5. Anafilaksis yaitu kejadian yang berpotensial menjadi fatal tetapi dapat
disembuhkan tanpa dampak jangka panjang.

Pemberian imunisasi hepatitis B jarang menimbulkan efek samping yang


serius.Efek samping yang paling umum dari vaksin tersebut biasanya ringan dan
cepat hilang. Efek samping yang terasa pada umumnya antara lain: rasa sakit pada
tempat yang disuntik, sakit demam dan sakit pada tulang sendi (Cahyono dkk,
2010).

Efek samping yang terjadi setelah dilakukan vaksinasi hepatitis B biasanya


berupa reaksi-reaksi lokal, yaitu:

1. Rasa sakit kemerahan disekitar tempat penyuntikan


2. Pembengkakan disekitar tempat penyuntikan

Reaksi-rekaksi yang terjadi tersebut bersifat ringan dan biasanya hilang setekah 2
hari.Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai
kejang.

Menurut Pernyataan Informasi Vaksin yang dikeluarkan oleh CDC,


kebanyakan orang yang mendapatkan vaksin hepatitis B tidak mengalami efek
samping. Efek samping yang dilaporkan adalah sebagai berikut:

1. Rasa sakit pada area suntikan, yang berlangsung satu atau dua hari: terjadi
pada satu dari sebelas anak dan remaja serta satu dari empat orang dewasa.
2. Demam ringan sampai menengah: pada satu dari empat belas anak dan
remaja serta satu dari seratus orang dewasa.
3. Reaksi alergi yang serius, yang bisa termasuk ruam, suara napas
mengdengking, pucat, lemah, denyut jantung yang cepat, pusing dan sulit
bernapas: sangat jarang terjadi.

Pabrik pembuat vaksin hepatitis B melaporkan bahwa selain efek buruk


yang dinyatakan oleh CDC, reaksi lain yang bisa terjadi pada sampai 17% orang
yang menerima suntikan termasuk keletihan, diare, sakit kepala, infeksi
tenggorokan dan saluran pernapasan, kepala terasa ringan, menggigil, muntah,
nyeri dan kejang lambung, hilangnya selera makan, mual, berkeringat, flu, ruam,
nyeri seperti arthritis, pembengkakan kelenjar getah bening, insomnia, sakit
telinga dan tekanan darah rendah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Vaksinasi hepatitis B dapat secara efektif menurunkan angka pengidap
maupun angka virus Hepatitis B (VHB).
2. Vaksinasi hepatitis B dapat menurunkan insiden karsinoma hepatoseluler
(KHS) dan penyakit kanker hati.
3. Vaksinasi hepatitis B rekombinan DNA mempunyai efek proteksi jangka
panjang sehingga tidak diperlukan dosis penguat secara periodik bagi
responden.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. F., 2006.Imunisasi, Mengapa Perlu?. Jakarta: Penerbit Buku


Kompas.

Cahyono, J. B. S. B., Lusi, R. A., Verawati, Sitorus, R., Utami, R. C. B., Dameria,
K. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.

Cave, S., Mitchell, D. 2001. Yang Orangtua Harus Tahu Tentang Vaksinasi pada
Anak.Alih bahasa: Purwoko, S. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama.

Djauzi, S., dan Sundaru, H. 2003.Imunisasi Dewasa. Jakarta: Balai Penerbit


FKUI.

Mulyani, N. S., dan Rinawati, M. 2013. Imunisasi untuk Anak. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Proverawati, A., Andhini, C. S. D. Imunisasi dan Vaksinasi. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Ranuh, I. G. N. G., Suyitno, H., Hadinegoro, S. R. S., Kartasasmita, C. B.,


Ismoedijanto, Soedjatmiko. 2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia.
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Wahab, A. Samik, dan Julia, M. 2002. Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit
Imun. Jakarta: Penerbit Widya Medika.

Anda mungkin juga menyukai