Jurnalnet.com (Jakarta): Penularan virus hepatitis B, ternyata 50100 kali lebih kuat
dibandingkan infeksi HIV/AIDS. Infeksi virus hepatitis B dapat menyebabkan kerusakan hati
yang berat hingga gagal hati dan kanker hati, bahkan penyebab kematian.
Dari 400 juta orang penderita hepatitis B di seluruh dunia, sebanyak 12 juta orang bermukim di
Indonesia. Kebanyakan mereka berada di daerah Indonesia timur, karena buruknya sanitasi dan
rendahnya pemahaman mengenai kesehatan.
Menurut dr Indra SM Manullang SpPD dari Siloam Hospitals Lippo Cikarang, penyakit hepatitis
B disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). Pasien dinyatakan terjangkit virus ini
ditandai dengan pemeriksaan HBsAg positif.
Perjalanan penyakit hepatitis B ada dua fase, yaitu: Hepatitis B virus akut, di mana penderita
mengalami penyakit ini terjadi kurang dari 6 bulan dan dapat menjadi kronik/menahun jika
penyakit tersebut dialami lebih dari enam bulan (HBsAg +).
Hepatitis B merupakan penyakit menular karena virus tersebut dapat berpindah dari satu
inang/host (manusia) ke inang/host lain melalui media penularan tertentu. Penularan virus
hepatitis B, 50100 kali lebih kuat dibanding infeksi HIV. Infeksi virus hepatitis B dapat
menyebabkan kerusakan hati yang berat hingga gagal hati dan kanker hati, bahkan penyebab
kematian.
Diketahui pada penderita dengan hepatitis B kronik (HBK) adalah penyebab utama kematian
peringkat ke-10 di seluruh dunia. Setiap tahun, di seluruh dunia terdapat sekitar 1,2 juta
manusia meninggal akibat penyakit hati kronik yang berkaitan dengan HBV, ungkap Indra.
Cara penularan virus hepatitis B dapat melalui sejumlah faktor. Pertama, Perinatal, yaitu dari ibu
ke bayi melalui paparan pada saat persalinan dan dapat pula secara vertikal dari ibu melalui
sirkulasi darah melalui ariari ibu (Transplacenta). Kedua, hubungan seksual.
Ketiga, penggunaan jarum suntik bekas atau yang tercemar. Keempat, penggunaan bersama alat
alat pribadi (yang tercemar), seperti pisau cukur, sikat gigi atau gunting kuku. Kelima,
mendapatkan transfusi atau kontak darah dengan penderita hepatitis B.
Infeksi virus hepatitis B merupakan masalah kesehatan global yang serius, dengan 2 miliar orang
pernah terinfeksi dan 350 juta menderita infeksi virus hepatitis B kronik (1 dari 3 orang memiliki
2
bukti pernah terpapar infeksi HBV sebelumnya). Penyakit ini termasuk 10 penyebab kematian
terbesar di dunia dengan 500.000 sampai 1,2 juta kematian per tahun akibat hepatitis kronik,
sirosis dan kanker hati.
Indonesia termasuk populasi yang endemik dengan prevalensi hepatitis B yang tinggi (lebih dari
8% total populasi). Di setiap daerah bervariasi mulai 2,5% hingga 26%, terbesar di daerah
Indonesia Timur, seperti Mataram (21%) dan Kupang (26%).
Bagaimana cara mengobati penyakit hepatitis B? Menurut Indra, sesuai dengan penyebab infeksi
hepatitis B, yaitu virus hepatitis B, maka pengobatan menggunakan antiviral hepatitis B.
Antiviral hepatitis B terdapat dua bentuk. Pertama, Immunomodulator (injeksi), yakni antivirus
hepatitis B yang bekerja merangsang atau memacu aktifitas sistim imun tubuh dalam menekan
virus hepatitis B, seperti: interferon, interferon , interferon 2a/b. Kedua, golongan analog
nukleosid (oral antiviral), bekerja menghambat perkembangan/pertumbuhan atau proses replikasi
materi genetik (DNA) virus, seperti Lamivudine, Adefovir dipivoxil, Telbivudine, ataupun
Entecavir.
Sementara itu, pencegahan terhadap penyakit virus hepatitis B dapat dilakukan dengan cara
vaksinasi. Selain itu menghindari halhal yang berhubungan dengan media penularan penyakit,
seperti berganti-ganti pasangan dan memakai narkoba.***(pdpersi)
Print
Ditulis oleh : Maria Holly Herawati, SKM, Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
PENDAHULUAN
paling lambat pada tahun 1995, dan pada tahun 1997 diharapkan semua bayi di seluruh dunia bisa
terjangkau oleh vaksinasi Hepatitis B. Pada tahun 1987 kelompok Tehnical Advisory Group On
Viral Hepatitis dan Global Advisory Group EPI menganjurkan agar vaksinasi hepatitis B
diintegrasikan dengan program imunisasi yang lain.
Indonesia telah melaksanakan program Imunisasi Hepatitis B sejak tahun 1987 di Lombok dan
kebijaksanaan ini diterus-kan ke beherapa propinsi lain, yaitu tahun 1991 dimulai secara bertahap
di empat propinsi, tahun 1992 diperluas menjadi sepuluh propinsi, dan pada tahun 1997 untuk
dua puluh tujuh propinsi harus sudah melaksanakan vaksinasi hepatitis B.
Bila program vaksinasi berhasil, diharapkan pada tahun 2015 (satu generasi kemudian) hepatitis
B bisa diberantas dan bukan merupakan persoalan kesehatan masyarakat lagi.
UNIDO-WHO-UNICEF menganjurkan, untuk negara dengan jumlah penduduk lebih dari 50 juta
supaya memproduksi sendiri vaksin yang diperlukan. Indonesia dengan penduduk lebih dari 180
juta dan prevalensi HBsAg antara 8-20% harus mempersiapkan diri untuk memproduksi sendiri
vaksin hepatitis B.
Apabila bayi terkena infeksi misalnya sewaktu persalinan karena ibunya menderita hepatitis B
maka lebih dari 90% akan menjadi hepatitis kronik. Apabila yang terkena anak-anak yang lebih
besar maka keadaan kronisitas menurun hanya menjadi 20-30% saja. Sedang jika orang dewasa
yang terkena maka keadaan kronik hanya terjadi pada 4-50% saja(4).
Karena itu prioritas program vaksinasi hepatitis B adalah bayi serta anak-anak.
1. Bila imunisasi dilaksanakan sedini mungkin yaitu pada saat bayi baru lahir. (dosis pertama saat
lahir) :
Analisa biaya :
Biaya imunisasi untuk seorang bayi : US $ 5.25.
Biaya keseluruhan : 5,25 x 5.000.000+ US $ 26.250.000,00
2. Bila imunisasi dilaksanakan beberapa saat kemudian. (dosis pertama tidak pada saat lahir) :
Analisis biaya :
Jumlah pengidap kronik yang tercegah : 0,95 x 0,80 x 65% x 500.000 = 247.000.
Biaya perpengidap yang tercegah : 26.250.000 : 247.000 = US $ 100,2.
Jumlah kematian akibat hepatitis B/KHP yang tercegah: 0,95 x 0,80 x 65% x 125.000 =
5
61.750.
Biaya perkematian yang tercegah : 26.250.000 : 61.750 = US $ 404.48.
Dari gambaran di atas tampak bahwa seandainya penerapan imunisasi bayi tidak sesegera
mungkin setelah melahirkan, maka biaya pencegahan perkasus akan lebih tinggi, begitu pula per
angka kematian dan angka pengidap, karena adanya kesempatan terpapar baik secara vertikal
maupun horisontal. Oleh karena itu maka program imunisasi pemerintah memprioritaskan
vaksinasi hepatitis B pada bayi yang baru lahir dengan mengintegrasikannya ke dalam program
imunisasi yang telah ada.
Menurut sifat epidemiologisnya, maka dosis pertama vaksinasi hepatitis B sebaiknya diberikan
segera setelah kelahiran. Namun atas pertimbangan teknis, kepraktisan, efisiensi program,
pelayanan imunisasi hepatitis B diintegrasikan pemberiannya dengan vaksin lain atau antigen lain
sesuai dengan jadual II dan III.
biasanya baru dibawa ke puskesmas atau posyandu pada usia 2-3 bulan, bahkan lebih tua lagi.
Melihat jadual di atas, maka bayi-bayi ini tidak akan terlindung dari penularan hepatitis secara
vertikal yang diperkirakan 25% akan menyebabkan carrier pada anak-anak; di samping itu
mereka juga tidak akan terlindung dari penularan secara horizontal selama 2-3 bulan pertama usia
mereka atau lebih tua lagi, hal ini merupakan kelemahan jadual di atas (3).
Vaksin hepatitis B, baik vaksin asal plasma maupun vaksin rekayasa genetika, secara teknis dapat
dibuat di Indonesia; yang terpenting adalah memilih jenis teknologi yang optimal dan paling
menguntungkan bagi Indonesia, terutama dalam pertimbangan jangka panjang.
Satu kendala lain yang perlu diwaspadai adalah besarnya biaya investasi yang diperlukan untuk
produksi vaksin hepatitis B terutama dengan teknologi rekayasa genetika, sementara di lain pihak
harga vaksin di pasaran diperkirakan akan terus bergerak turun, sehingga akan sangat
mempengaruhi perhitungan kelayakan proyek.
Pasar vaksin hepatitis B di Indonesia diyakini akan terus meningkat dan berkembang karena
dukungan berbagai faktor :
1. Produsen, Sangat diperlukan produsen dengan personil yang cukup ahli dan berpengalaman.
2. Teknologi, Teknologi rekayasa genetika masih dalam lindungan paten, sedangkan teknologi
plasma sudah tidak dilindungi.
3. Bahan baku.
Apabila teknologi asal plasma yang dipilih, maka secara teoritis Indonesia dengan jumlah
penduduk 180 juta dan tingkat prevalensi HbsAg yang sedang sampai tinggi memiliki sumber
plasma yang cukup banyak. Tetapi dari data survei di PMI Pusat hanya 20% darah pengidap
HBsAg saat ini yang bisa dimanfaatkan karena belum tersedianya dionor darah yang tetap dan
memenuhi syarat. Hal ini tidak terlepas dari perlunya pengertian masyarakat dan pemerintah
bahwa bukan darah transfusi yang diperlukan tetapi darah yang sudah ada penyakit-nya; di
samping itu faktor teknik pengambilan yang belum menggunakan metode plasmaphercsis. Semua
di atas merupa-kan faktor hambatan apabila memilih teknologi asal plasma.
4. Dana
Proyek alih teknologi vaksin hepatitis B ini membutuhkan dana yang besar, perkiraan total
kebutuhan dana investasi dari pengadaan vaksin untuk rekayasa genetika diperkirakan USD 35
juta, sebagian besar untuk biaya alih teknologi; sedangkan untuk plasma sekitar USD 5 juta
tergantung pada kapasitas dan persyaratan produksi(4).
8
5. Konsekuensi ekonomis
Komitmen pemerintah untuk memasukkan hepatitis dalam program imunisasi nasional dan
membeli vaksin hepatitis B hanya dari industri dalam negeri pada tingkat harga yang layak,
merupakan kondisi yang secara ekonomis dapat dipertanggung-jawabkan.
STRATEGI
Garis besar strategi yang perlu diambil dalam pengadaan vaksin hepatitis B, dikaitkan dengan
sasaran jangka pendek dan jangka panjang.
1. Jangka Pendek
b). Perlu sesegera mungkin mencari peluang penyediaan dan memiliki sarana produksi vaksin,
hal ini dapat diwujudkan dengan kerjasama dengan berbagai pihak.
c). Pilihan teknologi yang jelas antara nilai ekonomis proyek, teknik dan kemampuan pendanaan.
2. Jangka Panjang.
a). Dari segi strategi harus mampu memproduksi vaksin dengan pilihan teknologi yang tepat dan
ekonomis.
b). Vaksin yang dihasilkan harus efektif, aman, dengan harga yang layak dan jumlah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan program imunisasi.
c). Produk tersebut harus mampu dipasarkan pula ke sektor swasta dalam waktu dekat, dengan
harga bersaing, sehingga mendapat porsi pasar yang kuat di sektor non program.
KESIMPULAN
9
KEPUSTAKAAN
Written by Satuan Tugas Imunisasi Dewasa PAPDI 2008 Monday, 28 September 2009 14:00
Meski manfaat imunisasi dewasa nyata namun cakupan imunisasi dewasa di negara maju
sekalipun masih rendah. Cakupan Hepatitis B berkisar antara 1% sampai 60% (rata-rata 10%).
Antibodi terhadap tetanus yang adekuat hanya ditemukan pada 40% orang dewasa. Rendahnya
cakupan ini disebabkan oleh kepedulian petugas kesehatan yang belum optimal, kurangnya
pemahaman mengenai manfaat, pedoman yang beraneka ragam dan rumit, layanan yang belum
merata dan kurangnya dukungan pembiayaan. Namun demikian dengan pemahaman yang baik
mengenai manfaat imunisasi dewasa ini, negara berkembang misalnya Kuba mampu
menyelenggarakan imunisasi dewasa yang cakupannya cukup tinggi. PAPDI perlu mendorong
agar kegiatan imunisasi dewasa yang dimulai oleh profesi dan masyarakat dapat menjadi
program pemerintah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hepatitis B
Menurut Ketua Divisi Hepatologi FKUI-RSCM Ali Sulaiman pada seminar
Waspada Hepatitis B dalam Rangka Menuju Indonesia Bebas Hepatitis B
mendefinisikan hepatitis B adalah penyakit infeksi pada hati (hepar/liver) yang
berpotensi fatal yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) dan merupakan salah
satu penyakit yang sering ditemui dan menular. Penularannya sangat cepat, 100 kali
lebih cepat dari HIV/AIDS. 11
Hanya sedikit dari mereka yang terinfeksi hepatitis B (HBV) akut yang
menunjukkan gejala.12 Tanda-tanda terinfeksi VHB jangka pendek (Hepatitis B Akut)
adalah kelelahan dan sindroma flu like, nafsu makan turun, panas, pusing, mual,
muntah, sakit perut, diare, kulit dan mata, kuku dan seluruh tubuh berwarna kuning,
kencing berwarna cokelat tua, tinja berwarna pucat.11 Pada saat badan kuning,
biasanya diikuti oleh pembesaran hati yang diikuti oleh rasa sakit bila ditekan di
bagian perut kanan atas.13 Sedangkan terinfeksi hepatitis B jangka panjang (Hepatitis
B Kronis) adalah sama dengan yang akut disertai sakit otot dan persendian, serta
lemas. Tahapannya adalah fibrosis, yaitu penumpukan serta akumulasi dari jaringan
hati yang rusak. Kemudian pada tahap sirosis, yaitu kerusakan lanjut dari jaringan
hati yang ditandai dengan permukaan hati yang berbenjol-benjol dan terbentuk
jaringan ikat. Pada akhirnya berlanjut ke tahap kanker hati. Jangka waktu perjalanan
penyakit adalah dari 30-50 tahun.11
Universitas Sumatera Utara
Sulitnya mendeteksi gejala menjadikan penyakit ini masih menjadi penyebab
kematian nomor 10 di dunia. Diperkirakan akibat infeksi hepatitis B mengakibatkan
500 ribu hingga 1,2 juta kematian per tahun akibat hepatitis kronik yang berlanjut
menjadi sirosis hati atau kanker hati.15
2.1.1 Identifikasi Hepatitis B
Virus hepatitis B dapat menimbulkan problema pasca akut bahkan 10%
persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20 % penderita hepatitis
kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami cirroshis hepatis dan
carsinoma hepatoselluler (hepatoma). Risiko berkembang menjadi infeksi kronis
HBV terjadi sekitar 90 % pada bayi yang terinfeksi pada waktu proses kelahiran, 0-50
% pada anak-anak yang terinfeksi pada usia 1-5 tahun dan sekitar 1%-10% pada
anak-anak usia yang lebih tua dan dewasa. Diperkirakan 15%-25% orang dengan
infeksi HBV kronis akan meninggal lebih awal dengan cirrhosis atau carcinoma
hepatosellular dan HBV mungkin sebagai akibat sampai 80% dari semua kasus
carcinoma hepatosellular di dunia.13,14
Diagnosa ditegakkan dengan ditemukannya antigen dan atau antibodi spesifik
11
pada serum. Ada tiga bentuk sistem antigen-antibodi yang sangat bermanfaat secara
klinis yang ditemukan pada infeksi hepatitis B yaitu12 :
1) Antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) dan antibodi terhadap HbsAg (anti-
HBs).
2) Antigen core hepatitis B (HBcAg) dan antibodi terhadap HBcAg (anti-HBc)
3) Antigen e hepatitis B (HBeAg) dan antibodi terhadap HBeAg (anti-HBe)
Universitas Sumatera Utara
HBsAg muncul dalam serum selama infeksi akut dan tetap ditemukan selama
infeksi kronis. Ditemukannya HBsAg dalam darah menunjukkan bahwa orang
tersebut potensial untuk menularkan. Ditemukannya HBeAg artinya orang tersebut
sangat menular.12
2.1.2 Masa Inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 45-180 hari, rata-rata 60-90 hari. Paling
sedikit diperlukan waktu selama 2 minggu untuk bisa menentukan HBsAg dalam
darah, dan jarang sekali sampai 6-9 bulan. Perbedaan masa inkubasi tersebut
dikaitkan dengan berbagai faktor antara lain jumlah virus dalam inoculum, cara-cara
penularan, dan faktor pejamu.12
2.1.3 Kelompok Risiko Tinggi
Dari data-data laporan penelitian HBV, maka dikenal kelompok risiko tinggi
yang mudah tertular, yaitu3 :
1. Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, apalagi disertai HBeAg positif,
maka sudah pasti akan tertulari.
2. Lingkungan penderita/pengidap dengan HBsAg positif terutama anggota
keluarga/mereka yang serumah yang selalu berhubungan langsung.
3. Tenaga medis, paramedis, petugas laboratorium, yang selalu kontak langsung
dengan para penderita HBV
4. Calon penderita bedah, gigi, penerima tranfusi, pasien dialisa.
5. Mereka yang hidup di daerah endemis HBV dengan prevalensi tinggi, misalnya di
Indonesia khususnya : Lombok, Bali, Kalimantan Barat, dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Distribusi Penyakit HBV (Hepatitis B Virus)
WHO memperkirakan lebih dari 2 milyar orang terinfeksi oleh HBV
(termasuk 350 juta dengan infeksi kronis). Setiap tahun sekitar 1 juta orang
meninggal akibat infeksi HBV dan lebih dari 4 juta kasus klinis terjadi. Di negara di
mana HBV endemis tinggi (prevalensi HBsAg berkisar di atas 8 %), infeksi biasanya
terjadi pada semua golongan umur, meskipun angka infeksi kronis tinggi terutama
disebabkan karena terjadi penularan selama kehamilan dan pada masa bayi dan anakanak.
Di negara-negara dengan endemisitas yang rendah (prevalensi HBsAg kurang
dari 2 %), sebagian besar infeksi terjadi pada dewasa muda, khususnya di antara
orang yang diketahui kelompok risiko. Namun, walaupun di negara dengan
endemisitas HBV rendah, proporsi infeksi kronis yang tinggi mungkin didapat selama
masa anak-anak oleh karena perkembangan menjadi infeksi kronis sangat tergantung
dengan umur.12
Di Indonesia kejadian hepatitis B satu diantara 12-14 orang, yang berlanjut
menjadi hepatitis kronik, cirroshis hepatis dan hepatoma. Satu atau dua kasus
meninggal akibat hepatoma. Menurut Sulaiman (1994) dalam Aguslina (2004),
berdasarkan pemeriksaan HBsAg pada kelompok donor darah di Indonesia prevalensi
12
Hepatitis B berkisar antara 2,50-36,17%. Selain itu di Indonesia infeksi virus hepatitis
B terjadi pada bayi dan anak, diperkirakan 25-45 % pengidap adalah karena infeksi
perinatal.14 Dan menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara (USU) Prof. dr. Lukman Hakim Zain, SpPD, KGEH, memperkirakan saat ini
sekitar 11,6 juta penduduk Indonesia terinfeksi VHB.13
Universitas Sumatera Utara
Menurut Prof.dr.Siti Nurdjanah, MKes, SpPD-KGEH dalam pidato
pengukuhan guru besar Fakultas Kedokteran UGM, Senin 5 November 2007
mengatakan bahwa Indonesia memiliki endemisitas sedang sampai tinggi dan
hepatitis B menempati urutan ke-3 Asia.15
2.1.5 Cara Penularan HBV
Penyakit HBV dapat mudah ditularkan kepada semua orang dan semua
kelompok umur secara menyusup. Dengan percikan sedikit darah yang mengandung
virus hepatitis B sudah dapat menularkan penyakit. Pada umumnya penularan dari
HBV adalah parenteral. Semula penularan HBV diasosiasikan dengan tranfusi darah
atau produk darah, melalui jarum suntik. Tetapi setelah ditemukan bentuk dari HBV
makin banyak laporan yang ditemukan cara penularan lainnya. Hal ini disebabkan
karena HBV dapat ditemukan dalam setiap cairan yang dikeluarkan dari tubuh
penderita, misalnya melalui : darah, air liur, air seni, keringat, air mani, air susu ibu,
cairan vagina, air mata, dan lain-lain. Oleh karena itu dikenal cara penularan perkutan
dan non perkutan di samping itu juga dikenal penularan horizontal dan vertikal.3
1. Penularan horizontal
Cara penularan horizontal yang dikenal ialah : tranfusi darah yang
terkontaminasi oleh HBV, mereka yang sering mendapat hemodialisa. Selain itu
HBV dapat masuk ke dalam tubuh kita melalui luka atau lecet pada kulit dan
selaput lendir misalnya tertusuk jarum (penularan parenteral) atau luka benda
tajam, menindik telinga, pembuatan tatoo, pengobatan tusuk jarum (akupuntur),
penggunaan alat cukur bersama, kebiasaan menyuntik diri sendiri, menggunakan
jarum suntik yang kotor/kurang steril.3 Penggunaan alat-alat kedokteran dan
Universitas Sumatera Utara
perawatan gigi yang sterilisasinya kurang sempurna/kurang memenuhi syarat
akan dapat menularkan HBV. Di daerah endemis berat diduga nyamuk, kutu
busuk, parasit, dan lain-lain dapat juga menularkan HBV, walaupun belum ada
laporan. Cara penularan tersebut disebut penularan perkutan. Sedangkan cara
penularan non-kutan diantaranya ialah melalui semen, cairan vagina, yaitu kontak
seksual (baik homoseks maupun heteroseks) dengan pengidap/penderita HVB,
atau melalui saliva yang bercium-ciuman dengan penderita/pengidap, dapat juga
dengan jalan tukar pakai sikat gigi, dan lainnya. Hal ini dimungkinkan disebabkan
karena selaput lendir tubuh yang melapisinya terjadi diskontinuitas, sehingga
virus hepatitis B mudah menembusnya.3
2. Penularan vertikal
Penularan secara vertikal dapat diartikan sebagai penularan infeksi dari
seorang ibu pengidap/penderita HBV kepada bayinya sebelum persalinan, pada
saat persalinan dan beberapa saat setelah persalinan. Apabila seorang ibu
menderita HBV akut pada perinatal yaitu pada trisemester ketiga kehamilan,
maka bayi yang baru dilahirkan akan tertulari.3
2.1.6 Vaksinasi Hepatitis B
13
upaya menyediakan sabun dan suplai air bersih terus menerus, baik dari kran atau
ember dan lap pribadi.4
2.7.1 Indikasi Mencuci Tangan
Menurut Larson (1995) yang dikutip Tietjen (2004), indikasi kesehatan dan
kebersihan tangan sudah dipahami dengan baik, tetapi pedoman praktik terbaik dalam
hal ini terus berkembang. Misalnya, pilihan sabun biasa atau antiseptik atau
penggunaan penggosok tangan berbasis alkohol bergantung pada besarnya risiko
Universitas Sumatera Utara
kontak dengan pasien (misalnya tindakan medis rutin versus pembedahan) atau
tersedianya bahan. 4
Diantara indikasi untuk mencuci tangan adalah4,17 :
1. Sebelum dan setelah kontak dengan pasien atau melakukan prosedur seperti
mengganti balutan, menggunakan tempat sputum, sekresi, ekskresi dan drainase,
atau darah.
2. Sebelum dan setelah memegang peralatan yang digunakan pasien contohnya,
kateter IV (Intra Vena), kateter urin, kantung drainase urin, dan peralatan
pernapasan.
3. Sebelum dan setelah mengambil spesimen
4. Sebelum memakai sarung tangan bedah steril atau DDT sebelum pembedahan,
atau sarung tangan pemeriksaan untuk tindakan rutin
5. Sesudah melepas sarung tangan.
Menurut CDC (1989) yang dikutip Tietjen, kedua tangan harus dicuci dengan
sabun dan air bersih (atau menggunakan penggosok antiseptik) sesudah melepas
sarung tangan karena kemungkinan sarung tangan berlubang atau robek, sehingga
bakteri dapat dengan mudah berkembang biak di lingkungan yang hangat dan basah
di dalam sarung tangan.4
2.7.2 Faktor Penghambat Petugas Tidak Mencuci Tangan
Kurangnya waktu
Terbatasnya akses atas air mengalir dan wastapel
Tindakan cuci tangan yang acapkali dilakukan mengiritasi kedua tangan
Universitas Sumatera Utara
Keyakinan bahwa memakai sarung tangan memberikan perlindungan menyeluruh
keraguan berkenaan efektivitas cuci tangan untuk mencegah infeksi
Persepsi bahwa teman sejawat dan penyelia tidak melakukan tindakan cuci tangan
seperti yang dianjurkan.
Selain itu, petugas kesehatan secara salah meyakini bahwa mereka mencuci kedua
tangan lebih sering dari yang mereka lakukan sebenarnya.4
2.7.3 Penggunaan Sarung Tangan
Sampai sekitar 15 tahun lalu, petugas kesehatan menggunakan sarung tangan
untuk tiga alasan, yaitu4 :
1. Mengurangi risiko petugas terkena infeksi bakterial dari pasien
2. Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien
3. Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan mikroorganisme yang
dapat berpindah dari satu pasien ke pasien lain.
Selanjutnya, sarung tangan terutama dipakai hanya oleh petugas yang
merawat pasien yang menderita infeksi patogen tertentu atau yang terpapar dengan
pasien yang berisiko tinggi hepatitis B. Dewasa ini sarung tangan sekali pakai dan
18
sarung tangan bedah menjadi perlengkapan pelindung yang paling banyak dipakai.4
Menurut Tenosis dkk (2001) yang dikutip Tietjen, walaupun sarung tangan
telah berulang kali terbukti sangat efektif mencegah kontaminasi pada tangan petugas
kesehatan, sarung tangan tidak dapat menggantikan perlunya cuci tangan. Sarung
tangan lateks kualitas terbaik pun mungkin mempunyai kerusakan kecil yang tidak
Universitas Sumatera Utara
tampak.4 Selain itu, sarung tangan menurut Bagg dkk (2001) juga dapat robek
sehingga tangan dapat terkontaminasi sewaktu melepaskan sarung tangan.4
Tergantung situasi, sarung tangan pemeriksaan atau sarung tangan rumah
tangga harus dipakai bilamana4 :
Akan terjadi kontak tangan pemeriksa dengan darah atau duh tubuh lainnya,
selaput lendir, atau kulit yang terluka
Akan melakukan tindakan medik invasif (misalnya pemasangan alat-alat
vaskular seperti intravena perifer)
Akan membersihkan sampah terkontaminasi atau memegang permukaan yang
terkontaminasi.
2.8 Keselamatan Mempergunakan Jarum Suntik dan Semprit
(1) Mempergunakan tiap-tiap jarum dan semprit hanya sekali pakai.4
(2) Jangan melepas jarum dari semprit setelah digunakan.
(3) Jangan menyumbat, membengkokkan, atau mematahkan jarum sebelum dibuang.
(4) Buanglah jarum dan semprit di wadah anti bocor.
Apabila jarum dan semprit sekali pakai tidak tersedia dan perlu memasang
kembali penutup jarum, maka gunakan metode penutupan satu tangan 4 :
Pertama, tempatkan penutup jarum pada permukaan rata dan kokoh, kemudian
angkat tangan anda.
Kemudian dengan satu tangan memegang semprit, gunakan jarum untuk
menyekop tutup tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Dengan penutup di ujung jarum, putar semprit tegak lurus sehingga jarum dan
semprit mengarah ke atas.
Akhirnya, dengan sumbat yang sekarang ini menutup ujung jarum
sepenuhnya, peganglah semprit ke arah atas dengan pangkal dekat pusat (di
mana jarum itu bersatu dengan semprit dengan satu tangan, dan gunakan
tangan lainnya untuk menyegel tutup itu dengan baik).4
2.9 Pemrosesan Alat
Menurut Nystrom (1981) yang dikutip Tietjen (2004), dekontaminasi adalah
langkah pertama dalam memroses instrumen bedah/tindakan, sarung tangan dan
peralatan lainnya yang kotor (terkontaminasi), terutama jika akan dibersihkan dengan
tangan. Umpamanya merendam barang-barang yang terkontaminasi dalam larutan
klorin 0,5 % atau disinfektan lainnya yang tersedia dengan cepat dapat membunuh
HBV dan HIV. Dengan demikian, menjadikan instrumen lebih aman ditangani
sewaktu pembersihan. Setelah instrumen dan barang-barang lain didekontaminasi,
kemudian perlu dibersihkan, dan akhirnya dapat disterilisasi atau didisinfeksi tingkat
tinggi. Proses yang dipilih untuk pemrosesan akhir bergantung pada apakah
instrumen ini akan bersinggungan dengan selaput lendir yang utuh atau kulit yang
terkelupas atau jaringan di bawah kulit yang biasanya steril.4
2.10 Pelatihan Kerja
19
Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu
merupakan kesiapan atau kesediaaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,
Universitas Sumatera Utara
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih
merupakan suatu rekasi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka. Sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu
pengahayatan terhadap objek.21
Menurut WHO yang dikutip Notoadmodjo (2003), sikap menggambarkan
suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari
pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang
mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai
kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabakan
beberapa alasan, antara lain21 :
1. Sikap akan terwujud dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada
pengalaman orang lain.
3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang.
4. Nilai (value), di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang
menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.
Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3
komponen pokok.21
1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional dan evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave).
Universitas Sumatera Utara
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan
emosi memegang peranan penting.21
Indikator untuk tingkat sikap kesehatan sejalan dengan tingkat pengetahuan
kesehatan seperti21 :
a) Sikap terhadap sakit dan penyakit
Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap gejala atau tandatanda
penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan
penyakit, dan sebagainya.
b) Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan
cara-cara (berperilaku) hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau
penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga, relaksasi (istirahat) atau istirahat
cukup, dan sebagainya bagi kesehatannya.
c) Sikap terhadap kesehatan lingkungan
Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya
terhadap kesehatan.
2.12 Perawat
Menurut PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) perawat adalah
seorang yang telah menempuh serta lulus pendidikan formal dalam bidang
22
rehabilitatif.27
Pengembangan rumah sakit menjadi suatu organisasi yang sehat melalui
pemberian penyuluhan kesehatan kepada pasien, karyawan rumah sakit, dan
masyarakat, telah menghasilkan reorientasi rumah sakit menjadi rumah sakit
Universitas Sumatera Utara
promotor kesehatan (Health Promoting Hospital). Salah satu alasan mengapa rumah
sakit dianggap perlu melaksanakan penyuluhan atau promosi kesehatan karena rumah
sakit sebagai suatu organisasi yang memiliki relatif banyak karyawan dan sebagai
pusat sumber daya untuk wilayahnya, maka rumah sakit mempunyai tanggung jawab
moral untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan karyawannya.27
2.13.1 Jenis Rumah Sakit
Ditinjau dari kemampuan yang dimiliki, Rumah Sakit di Indonesia dibedakan
atas lima macam yakni26 :
1. Rumah Sakit Kelas A
Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis dan subspesialis luas. Oleh pemerintah, rumah sakit kelas A
ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral
hospital) atau disebut pula sebagai Rumah Sakit Pusat.
2. Rumah Sakit Kelas B
Rumah Sakit Kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
dokter spesialis luas dan subspesialis terbatas. Direncanakan rumah sakit kelas B
didirikan di setiap ibukota Propinsi (provincial hospital) yang menampung
pelayanan rujukan dari rumah sakit Kabupaten. Rumah Sakit pendidikan yang
tidak termasuk kelas A juga diklasifikasikan sebagai Rumah Sakit kelas B.
3. Rumah Sakit Kelas C
Rumah sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis terbatas. Pada saat ini ada empat macam pelayanan spesialis
ini yang disediakan yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan anak, serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Direncanakan rumah
sakit kelas C ini akan didirikan di setiap ibu kota Kabupaten (regency hospital)
yang manampung pelayanan rujukan dari Puskesmas.
4. Rumah Sakit kelas D
Rumah Sakit kelas D adalah rumah sakit yang bersifat transisi karena pada satu
saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan
rumah sakit kelas D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan
kedokteran gigi. Sama halnya dengan Rumah Sakit kelas C, Rumah Sakit kelas D
ini juga menampung pelayanan rujukan yang berasal dari Puskesmas.
5. Rumah Sakit kelas E
Rumah sakit kelas E adalah rumah sakit khusus (special hospital) yang
menyelenggarakan hanya satu pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak
rumah sakit kelas E yang telah ditemukan. Misalnya rumah sakit jiwa, rumah
sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit kanker, rumah sakit jantung, rumah
sakit ibu dan anak, dan lain sebagainya yang seperti ini.
2.13.2 Kegiatan di Rumah Sakit
Menurut depkes RI (1992) yang dikutip oleh Nurasiah (2007) kegiatan rumah
sakit terdiri dari10 :
25
1. Rawat jalan, seperti poliklinik, kesejahteraan ibu dan anak, keluarga berencana,
pemeriksaan periodik (general check-up), gigi.
2. Rawat inap, seperti rawat inap interne, anak, mata, bedah, kebidanan, paru,
jantung, kulit, kelamin, telinga hidung dan tenggorokan, neurologi, mulut, gigi,
rawat intensif, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
3. Unit gawat darurat.
4. Pelayanan medik, seperti ruang operasi, dan ruang bersalin.
5. Pelayanan penunjang non-medik, yakni ruang cuci, dapur, administrasi.
6. Pendidikan dan latihan.
2.13.3 Potensi Bahaya di Rumah Sakit
Menurut Depkes RI (1992) yang dikutip oleh Nurasiah, sebagai sarana
pelaksana kesehatan untuk umum, salah satu faktor yang menjadi penyebab potensi
bahaya Penyakit Akibat Kerja (PAK) di rumah sakit yaitu faktor biologi. Sebagai
pelaksanaan kesehatan untuk umum, rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya
orang sakit maupun orang sehat. Berbagai jenis penyakit terdapat di rumah sakit,
salah satunya adalah penyakit infeksi yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus,
parasit, jamur, infeksi ini dapat menular dari satu orang ke orang lain termasuk
kepada petugas kesehatan dan karyawan yang bekerja di rumah sakit. Di samping itu
berbagai peralatan yang berasal dari penderita seperti darah, sputum, feces, dan
peralatan medis yang tercemar oleh mikroorganisme, sanitasi lingkungan rumah sakit
yang kurang memenuhi syarat, dan limbah rumah sakit dapat pula menjadi sumber
penularan penyakit. Untuk menghindari terjadinya penularan tersebut, perlu
dilakukan upaya pencegahan.10
Universitas Sumatera Utara
2.14 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
2.15 Hipotesis Penelitian
Ho diterima : Tidak ada pengaruh pengetahuan perawat terhadap
pencegahan risiko tertular Hepatitis B.
Ho ditolak : Ada pengaruh pengetahuan perawat terhadap pencegahan
risiko tertular Hepatitis B.
H1
Faktor Pemudah
(Predisposing Factor)
- Pengetahuan
- Sikap
Pencegahan
Risiko
Tertular
Hepatitis B
Faktor Pemungkin
(Enabling Factor)
- Ketersediaan Fasilitas dan APD
- Pelatihan
Faktor Penguat
(Reinforcing Factor)
26
http://eprints.undip.ac.id/5256/1/Subur_Hadi_M.pdf
FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG
BERPENGARUH TERHADAP
VAKSINASI HEPATITIS B-1
PADA BAYI UMUR 7 HARI
(Studi kasus di Kabupaten Demak dan
Temanggung)
Subur Hadi Marhaento
Prof.Dr.dr.Suharyo Hadisaputro.SpPD(K)
Prof.Dr.dr. Hariyono Suyitno.SpA(K)
Risk Factors Affecting Hepatitis B-1
Vaccination on Babies Aged 7 days
(Case Studie in Demak and
Temanggung Regency)
Abstract
Background. Hepatitis B is an infectious
27
3. Tinggi (referensi)
3,23
0,94
1
0,187
0,947
2 Status pekerjaan ibu
1.Bekerja
2.Tidak bekerja
2,49 0,002
3 Pengetahuan ibu
1.Kurang
2.Cukup
3.Baik (referensi)
4,35
1,73
1
0,001
0,034
4 Frekuensi ANC
1.< 4 kali
2. 4 kali
2,56 0,027
5 Keberadaan bidan di desa
1.Desa lain
2.Satu Desa
1,60 0,040
6 Pelatihan tenaga kesehatan
1.Tidak
2.Ya
11,0 0,006
7 Penolong persalinan
1. Non nakes
2. Nakes
3,13 0,001
8 Kunjunan neonatal
1. Tidak
2. Ya
9,49 0,001
9 Tempat melahirkan
1. Non sarkes
2. Sarkes
2,11 0,003
10 Pendidikan suami
1. Rendah
2.Menengah
3. Tinggi (referensi)
4,52
1,46
1
0,004
0,495
11 Kebijakan Pemda setempat
1. Tidak ada
2. Ada
1,29 0,743
33
Indonesian
Page 1 of 2 February 2006
T. Apakah penyakit hepatitis B itu?
J. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus, yang dapat ditularkan melalui darah
atau hubungan seksual atau dengan orang yang
terinfeksi dan dapat menyebabkan penyakit yang
parah (sirosis) atau kanker hati.
Beberapa orang dapat menderita penyakit
hepatitis B dan tidak menyadari bahwa mereka
terinfeksi. Orang-orang ini dapat menularkan
penyakit ini tanpa menyadarinya.
T. Bagaimana hepatitis B ditularkan?
J: Hepatitis B dapat ditularkan melalui:
Berbagi penggunaan peralatan injeksi
Pembuatan tato atau tindik badan dengan
menggunakan peralatan yang tidak steril
Luka karena jarum narkoba
Seks yang tidak aman
Dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya pada
waktu melahirkan dan melalui air susu ibu
Dari anak ke anak, biasanya melalui kontak
bagian tubuh yang sakit atau luka yang terbuka.
T. Apakah anak saya sebaiknya divaksinasi?
J.National Health and Medical Research Council
(Dewan Penelitian Kesehatan dan Medis
Nasional) menganjurkan bahwa sebaiknya semua
anak antara umur 10 sampai 13 tahun menerima
vaksinasi hepatitis B kecuali jika mereka telah
menerima serangkaian vaksin.
T. Berapa dosis diperlukan untuk rangkaian
ini?
J. Vaksin hepatitis B (ramuan untuk orang
dewasa) akan diberikan dalam rangkaian 2 dosis
40
informasi ini.
Silakan simpan catatan ini di tempat yang aman
untuk rujukan di masa mendatang.
T. Di mana saya dapat memperoleh informasi
lebih lanjut tentang imunisasi?
J. Australian Immunisation Handbook (Buku
Petunjuk Imunisasi Australia) (edisi mutakhir)
memberi informasi yang rinci tentang imunisasi. Ini
dapat ditemukan di www.immunise.health.gov.au
T. Siapa yang dapat saya hubungi jika saya
ingin mendapatkan informasi lebih lanjut?
J. Hubungilah Public Health Unit (Unit Kesehatan
Umum) setempat Anda di:
Greater Southern
(02) 6124 9942 atau (02) 6021 4799
Kantor Queanbeyan Kantor Albury
Greater Western
(02) 6339 5601 atau (02) 6841 5569
Kantor Bathurst Kantor Dubbo
(08) 8080 1499
Kantor Broken Hill
Hunter & New England
(02) 4924 6477 atau (02) 6767 8630
Kantor Newcastle Kantor Tamworth
North Coast
(02) 6588 2750 atau (02) 6620 7500
Kantor Port Macquarie Kantor Lismore
Northern Sydney & Central Coast
(02) 9477 9400 atau (02) 4349 4845
Kantor Hornsby Kantor Gosford
South Eastern Sydney & Illawarra
(02) 9382 8333 atau (02) 4221 6700
Kantor Randwick Kantor Wollongong
Sydney South West
(02) 9828 5944 atau (02) 9515 9420
Kantor Liverpool Kantor Camperdown
Sydney West
(02) 9840 3603 atau (02) 4734 2022
Kantor Parramatta Kantor Penrith
Atau kunjungilah: www.health.nsw.gov.au
Indonesian
February 2006
Informasi tentang penyakit hepatitis B
Virus hepatitis B biasanya ditularkan melalui darah orang
yang terinfeksi atau dari ibu ke anak pada waktu
kelahiran. Virus ini juga dapat ditularkan melalui
hubungan seks yang tidak aman, injeksi penggunaan
obat, pembuatan tato atau tindik badan. Kira-kira 1 dari 4
orang penderita hepatitis B kronis akan menderita sakit
sirosis atau kanker hati.
Akibat sampingan vaksin hepatitis B
43