Anda di halaman 1dari 46

PRESENTASI KASUS

Acute Decompensated Heart Failure

Disusun Oleh:
Muthi’ah Nabillah 1102014175
Naufal Kamal Yurnadi 1102014189
Perty Hasanah P 1102014209
Puput Aurelia H 1102014210

Kepaniteraan Klinik Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi


Ilmu Penyakit Dalam RS. Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto
Periode 10 September 2018 – 17 November 2018
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Umur : 66 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Syarifudin No.297 Indrapura

Agama : Islam

Status : Menikah

Suku : Medan

Masuk RS : 01-01-2019

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama: Sesak sejak 3 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh sesak napas. Sesak napas yang dirasakan ini sejak ±24 Jam
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Keluhan ini sudah dirasakan pasien sejak
±2 minggu yang lalu. Sesak disertai dengan keluhan nyeri hulu hati, dan mual.
Sesak dirasakan jika sedang beraktivitas ringan, sesak juga dirasakanya jika tidur
terlentang, dan untuk mengatasinya tidur dengan posisi kepala lebih tinggi dengan
menggunakan 2- 3 bantal, atau duduk di tempat tidur dengan posisi tegak baru
merasa lebih baik. Pasien juga beberapa kali terbangun sewaktu tidur malam
sekitar jam 1-2 dini hari, membuatnya harus duduk beberapa saat untuk membuat
nyeri dada mereda. Rasa berdebar juga sering di rasakan pasien ±1 bulan terakhir.
Pasien pernah dirawat di Rumah sakit Polri pada tahun 2018 dengan diagnosa
terdapat sumbatan dan pembengkakan pada jantung. Pasien juga mengeluh
terdapat bengkak di kedua kaki hilang timbul sejak 14 hari SMRS, namun tidak

1
terasa nyeri. Riwayat pingsan disangkal oleh pasien. BAK dan BAB pasien
dalam batas normal. Pasien mengatakan pernah didiagnosis memiliki
penyakit jantung dan mendapat perawatan dirumah sakit. Riwayat Hipertensi
(+) DM (+) diketahuhi 3 minggu yang lalu setelah masuk perawatan Rumah
sakit sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu

• Riwayat Asma (-)

• Riwayat DM (+)

• Riwayat Kolesterol (+)

• Riwayat Hipertensi (+)

• Riwayat Jantung (+)

• Riwayat Trauma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Terdapat anggota keluarga pasien yaitu kakak pasien yang menderita hipertensi.

Riwayat Pengobatan
Pasien rutin berobat serta konsumsi obat bisoprolol 1 x 2,5mg, Nitrokaf 1x
2,5 mg, aspilet 1 x 80mg, simvastatin 1 x 20mg, lantus 1 x 13 unit, novurapit 1
3x13mg. (Amlodipin dan Isosorbid Dinitrat) karena penyakit jantung, namun
selama 2-3 minggu ini tidak minum obat karena obat pasien habis.

Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien adalah pensiun perusahaan mampu melakukan aktivitas sehari –
hari seperti makan, minum dan mandi. Pasien memiliki riwayat merokok
sejak SMA dan sudah berhenti 1 bulan yang lalu. Merokok 1 bungkus perhari.
Pasien tidak mempunyai kebiasaan minum alkohol.

2
III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran/GCS : Compos mentis / E4V5M6

Tekanan Darah : 140/90 mmHg.

Nadi : 93 kali per menit, irreguler

Pernapasan : 26 kali per menit,

Suhu : 36.7 o C.

Berat badan : 67 kg

Tinggi badan : 167 cm

BMI : 24,1 m2/kg

Status Generalis
KEPALA
- Bentuk : Bulat, simetris, normocephal
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Telinga : Bentuk normal, simetris
- Hidung : Bentuk normal, tidak deviasi, tidak ada napas cuping hidung

THORAX
Bentuk normal, tidak ada retraksi, simetris saat statis dan dinamis

3
JANTUNG
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS VI dipertengahan linea
midclavicularis sinistra dengan linea axilaris anterior sinistra
- Perkusi : Batas jantung kanan: ICS V linea parasternalis dextra
Batas pinggang jantung: ICS III linea midclavicularis sinistra
Batas jantung kiri: ICS VI linea midclavicularis sinistra
- Auskultasi : S1 S2 tunggal irreguler, murmur (+), gallop (-)

PARU
- Inspeksi : pergerakan dinding dan bentuk dada simetris kanan dan kiri
- Palpasi : fremitus taktil dan vokal kanan dan kiri simetris, nyeri tekan (-),
edema (-), krepitasi (-)
- Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

- Auskultasi : vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

ABDOMEN
- Inspeksi : Bentuk normal, simetris, sikatrik (-).
- Auskultasi : Bising usus normal, tidak terdapat suara aliran dalam
pembuluh darah.
- Palpasi : Nyeri tekan (-), defans muscular (-), ascites (-), massa (-)
- Perkusi : Shifting dullness (-)

EKSTREMITAS
- Superior : Oedem (-/-), sianosis (-), akral dingin (-), deformitas (-),
capillary refill time < 2 detik
- Inferior : Oedem (-/-), sianosis (-), akral dingin (-), deformitas (-),
capillary refill time < 2 detik

4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium RSUK Kramat Jati
Tanggal 1 Januari 2019
Hematologi

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 15,6 14.0-16.0 g/dL

Hematokrit 45,9 40 – 52 %

Leukosit 19,6 3.8-10.6 /L

Trombosit 349 150 – 440 /L

Kimia Darah
Ginjal
Ureum 30 10 – 50 mg/dL
Kreatinin 1,0 0,5 – 1,5 Mg/dL
Gula Darah
GDS 224 <200 mg/dl

Tanggal 2 Januari
Kimia Darah
Jenis Hasil Nilai Rujukan Satuan
Pemeriksaan
GDS 139 <200 mg/dl

Glukosa Darah Sewaktu


03-01-2019 194 <200mg/dl
04-01-2019 225 <200mg/dl
05-01-2019 187 <200mg/dl
06-01-2019 128 <200mg/dl
07-01-2019 122 <200mg/dl
08-01-2019 128 <200mg/dl

EKG
(1 Januari 2019)

5
(2 Januari 2019)

6
( 4 Januari 2019)
Jam 00:31:28

Jam 06 : 23 : 35

7
Jam 20 : 08 : 15

( 5 Januari 2019 )

8
( 6 Januari 2019 )

9
( 7 Januari 2019 )

10
( 8 Januari 2019 )

11
Kesan:
Kardiomegali

12
V. Resume

1 Januari 2019

S: Pasien mengeluh sesak napas, nyeri ulu hati dan mual


RPD : jantung (+)

O: KU: Tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
TD : 140/110 mmHg
HR : 87x/menit
RR : 21x/menit
Suhu : 36,2oC
Thoraks : simetris, tidak ada retraksi
Cor : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (+), tidak ada gallop
Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) tidak ada wheezing
Ekstremitas : akral hangat , tidak sianosis, edema (-/-), CRT < 2 detik
EKG: Antero Lateral Infark, Old Miokard Infark Inferior
Rontgen Thorax: Kardiomegali
A: Hypertensive Heart Disease
Acute Decompensated Heart Failure
Coronary Artery Disease

13
P: - IVFD RL 7 tetes/ menit
- Drip Lasix 2,5 g/jam
- Lisinopril 1 x 5 mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- Nitrocaf 1 x 2,5 mg
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg
- Simvastatin 1x 20 mg
- Inj Lantus 1 x 13 U
- Inj Novorapid 3 x 13 U
- Lansoprazole 3x1
- Rebamipide 2 x1
- Sucralfat Syrup 3x1 cth

VI. Follow Up

2 Januari 2019

S: Pasien merasa sesak nafas bekurang

O: KU: Tampak sakit ringan


Kesadaran : compos mentis
TD : 120/90 mmHg
HR : 72x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36oC
Thoraks : simetris, tidak ada retraksi
Cor : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur, gallop
Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) tidak ada wheezing
Ekstremitas : akral hangat , tidak sianosis, edema (-/-), CRT < 2 detik
EKG : Anterolateral Infark
A: Hypertensive Heart Disease
Acute Decompensated Heart Failure

14
Coronary Artery Disease

P: - IVFD RL 7 tetes per menit


- Spironolaktone 1x25 mg
- Nitrocaf 1 x 2,5mg
- Captopril 3 x 25 mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- Simvastatin 1 x 20mg
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg
- Inj Novorapid 3 x 13 U
- Rebamipide 2 x 1

3 Januari 2019

S: Pasien mengeluh sesak


O: KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TD : 100/80 mmHg
HR : 96x/menit
RR : 25x/menit
Suhu : 36oC
Thoraks : simetris, tidak ada retraksi
Cor : Bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (+/+) tidak ada wheezing
Ekstremitas : akral hangat , tidak sianosis, edema (-/-), CRT < 2 detik
EKG: Anterolateral Infark
A: Hypertensive Heart Disease
Acute Decompensated Heart Failure
Coronary Artery Disease
P: - IVFD RL 7 tetes per menit
- Spironolaktone 1x25 mg

15
- Nitrocaf 1 x 2,5mg
- Captopril 3 x 25 mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- Simvastatin 1 x 20mg
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg
- Lantus 3 x 13 U
- Inj Novorapid 3 x 13 U
- Rebamipide 2 x 1

4 Januari 2019

S: Pasien mengeluh sesak


O: KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TD : 90/60 mmHg
HR : 85x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36oC
SpO2 : 98
Thoraks : simetris, tidak ada retraksi
Cor : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur, tidak ada gallop
Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (+/+) tidak ada wheezing
Ekstremitas : akral hangat , tidak sianosis, edema (-/-), CRT < 2 detik
EKG: Asinus, VF
Iskemik Hight Lateral
VES begemini

A: Acute Decompensated Heart Failure


Coronary Artery Disease
Syok Kardiogenik
P: - IVFD NaCl 0,9% 7 tetes per menit

16
- Inj Dopamin 2 mc/ kgbb
- Spironolaktone 1x25 mg
- Inj Lasix 5mg/jam
- Nitrocaf 1 x 2,5mg
- Ramipril 1 x 5mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- Amlodipin 1 x 10 mg
- Inj Lantus 1 x 13 U
- Inj Novorapid 3 x 13 U
- Rantin 2 x 1

5 Januari 2019

S: Pasien mengeluh sesak , tidak ada nyeri dada


O: KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TD : 90/60 mmHg
HR : 80x/menit
RR : 23x/menit
Suhu : 36oC
SpO2 : 97
Thoraks : simetris, tidak ada retraksi
Cor : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur, tidak ada gallop
Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (+/+) tidak ada wheezing
Ekstremitas : akral hangat , tidak sianosis, edema (-/-), CRT < 2 detik
EKG: Asinus, VF
Iskemik Hight Lateral
VES begemini
A: Acute Decompensated Heart Failure
Coronary Artery Disease
Syok Kardiogenik

17
P: - IVFD NaCl 0,9% 7 tetes per menit
- Inj Dopamin 2 mc/ kgbb
- Drip Lasix 2,5 mg/jam
- Spironolaktone 1x25 mg
- Nitrocaf 1 x 2,5mg
- Simvastatin 1x 20mg
- Ramipril 1 x 5mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- Inj Lantus 1 x 13 U
- Inj Novorapid 3 x 13 U
- Rantin 2 x 1

6 Januari 2019

S: Pasien mengeluh sesak dan batuk


O: KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TD : 90/60 mmHg
HR : 80x/menit
RR : 23x/menit
Suhu : 36oC
SpO2 : 97
Thoraks : simetris, tidak ada retraksi
Cor : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur, tidak ada gallop
Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (+/+) tidak ada wheezing
Ekstremitas : akral hangat , tidak sianosis, edema (-/-), CRT < 2 detik
EKG: Old Miokard Infark Anterolateral
A: Acute Decompensated Heart Failure
Coronary Artery Disease
Syok Kardiogenik
P: - IVFD NaCl 0,9% 7 tetes per menit

18
- Inj Dopamin 2 mc/ kgbb
- Drip Lasix 2,5 mg/jam
- Spironolaktone 1x25 mg
- Nitrocaf 1 x 2,5mg
- Simvastatin 1x 20mg
- Ramipril 1 x 5mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- Inj Lantus 1 x 13 U
- Inj Novorapid 3 x 13 U
- Rantin 2 x 1
- Ambroxol 3 x 1tab

7 Januari 2019

S: Pasien mengeluh sesak sudah sangat berkurang


O: KU: Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
TD : 100/80 mmHg
HR : 82x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36oC
SpO2 : 98%
Thoraks : simetris, tidak ada retraksi
Cor : Bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) tidak ada wheezing
Ekstremitas : akral hangat , tidak sianosis, edema (-/-), CRT < 2 detik
EKG: Old Miokard Infark Anterolateral
A: Acute Decompensated Heart Failure
Coronary Artery Disease
P: - Inj NaCl + 3 amp Lasix 7 tetes/menit
- Spironolaktone 1x25 mg
- Nitrocaf 1 x 2,5mg

19
- Simvastatin 1x 20mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- Inj Lantus 1 x 13 U
- Inj Novorapid 3 x 13 U
- Rantin 2 x 1
- Ambroxol syrup 3 x 1cth

7 Januari 2019

S: Sesak (-) , Nyeri dada (-)


O: KU: Tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
TD : 110/70 mmHg
HR : 81x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36oC
SpO2 : 96%
Thoraks : simetris, tidak ada retraksi
Cor : Bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) tidak ada wheezing
Ekstremitas : akral hangat , tidak sianosis, edema (-/-), CRT < 2 detik
EKG: Old Miokard Infark Anterolateral
A: Acute Decompensated Heart Failure
Coronary Artery Disease
P: - Inj NaCl + 3 amp Lasix 7 tetes/menit
- Spironolaktone 1x25 mg
- Nitrocaf 1 x 2,5mg
- Simvastatin 1x 20mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- Ramipril 1 x 5mg
- Inj Lantus 1 x 13 U
- Inj Novorapid 3 x 13 U

20
- Rantin 2 x 1

VII. RENCANA DIAGNOSTIK


- EKG setiap hari
- Rontgen Thorax

21
VIII. RENCANA MONITORING
- Vital sign
- EKG
- Keluhan
- Balance cairan

IX. PROGNOSIS
• Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
• Quo ad Sanationam : Dubia ad malam
• Quo ad Fungsionam : Dubia ad malam

22
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Gagal jantung adalah keadaan sindrom klinis kompleks yang terjadi


karena kerusakan atau abnormalitas struktural dan fungsional jantung dalam
pengisian ventrikel atau pengeluaran darah. Gejala yang sering muncul adalah
dyspnea atau sesak, rasa lelah yang dapat berakibat pada sedikitnya toleransi
aktivitas, serta retensi cairan yang dapat berakibat pada edema perifer. Pada
beberapa pasien didapatkan intoleransi aktivitas tetapi sedikit temuan retensi
cairan, dimana pada pasien lain lebih banyak bermasalah pada edema.
dyspnea, dan kelelahan.1

Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung


akut yang didefinisikan sebagai serangan cepat (rapid onset) dari gejala-
gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal.Disfungsi ini
dapat berupa disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung,
atau ketidakseimbangan preload dan afterload.ADHF dapat merupakan
serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan
dekompensasi dari gagal jantung kronik yang telah dialami sebelumnya.

23
Gambar 1. Gambaran CHF

Beberapa istilah dalam gagal jantung :


1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik:
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari
pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan
dengan echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan,
kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian
ventrikel.Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung
dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi
diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif.
2. Low Output dan High Output Heart Failure
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati
dilatasi, kelainan katup dan perikard.High output heart failure ditemukan
pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme,
anemia, kehamilan, fistula A–V, beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara
praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.
3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan (CHF)
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea.
Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel
kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli
paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan
edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena
perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel,
maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan
atau tahun tidak lagi berbeda.

4. Gagal Jantung Akut dan Kronik


Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba
akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard luas.Curah jantung yang

24
menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa
disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan.Kongesti perifer sangat
menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure ,
hampir selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena
(backward failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa
darah dalam jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume
darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir
di dalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal jantung
kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh
rongga jantung.2

2.2 ETIOLOGI

Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi


aorta dan defek septum ventrikel, beban akhir meningkat pada keadaan dimana
terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat
menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat
memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak
dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik, infeksi paru-paru dan emboli paru.

Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit


katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik (CAD), dan penyakit
miokardium primer.Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel
kiri, yang menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria
pulmonalis.Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal jantung
kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor
polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau
trikuspid.2

25
Dalam Buku Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung yang diterbitkan oleh
PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia) disebutkan
beberapa faktor pencetus dan penyebab gagal jantung akut yang dapat terjadi
secara sangat cepat maupun tidak terlalu cepat 12 :
Keadaan yang menyebabkan gagal jantung secara cepat :
o Gangguan takiaritmia atau bradikakardia yang berat
o Sindroma koroner akut
o Komplikasi mekanis pada sindroma koroner akut (rupture septum
intravetrikuler, akut regurgitasi mitral, gagal jantung kanan)
o Emboli paru akut
o Krisis hipertensi
o Diseksi aorta
o Tamponade jantung
o Masalah perioperative dan bedah
o Kardiomiopati peripartum
Keadaan yang menyebabkan gagal jantung yang tidak terlalu cepat
o Infeksi ( termasuk infektif endokarditis )
o Eksaserbasi akut PPOK / asma
o Anemia
o Disfungsi ginjal
o Ketidakpatuhan berobat
o Penyebab iatrogenik ( obat kortikosteroid, NSAID )
o Aritmia, bradikardia, dan gangguan konduksi yang tidak
o menyebabkan perubahan mendadak laju nadi
o Hipertensi tidak terkontrol
o Hiper dan hipotiroidisme
o Penggunaan obat terlarang dan alkohol

2.3 EPIDEMIOLOGI

Dari beberapa studi menyebutkan prevalensi gagal jantung dengan


normal ejeksi fraksi 50-53%. Berdasarkan studi di Minnesota, 21 % dari
population memiliki mild diastilic dysfunction, 6,6 % moderate diastolic
dysfunction, 0,7 % severe diastolic dysfunction, dan 5,6 % memiliki moderate
dan severe diastolic dysfunction dengan normal ejeksi fraksi.4
Coronary Artery Disease atau myocardial ischemia merupakan salah
satu faktor risiko pada pasien gagal jantung dengan normal ejeksi fraksi.

26
Walaupun iskemia akut menyebabkan disfungsi diastolik, namun peran
coronary artery disease dan iskemia dalam kontribusinya terhadap disfungsi
diastolik kronis masih spekulatif. Diabetes Mellitus adalah faktor risiko yang
poten untuk gagal jantung. Prevalensi diabetes sama pada pasien dengan
gagal jantung dengan penurunan atau normal ejeksi fraksi.5
Angka Insidens Gagal Jantung di Amerika tetap stabil selama beberapa
dekade ini , dengan >650.000 kasus gagal jantung baru didiagnosa setiap
tahunnya. Insidens Gagal jantung mengingkat dengan usia , peningkatan dari
20 kasus per 1,000 individu usia 65-69 tahun hingga > 80 per 1.000
individual diantara usia >85 tahun kehidupan.1

2.4 PATOFISIOLOGI

ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal


jantung kronik simptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga
terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya.
Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler.
Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan
atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau
hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat
menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun
afterload sehingga menurunkan curah jantung.

Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme


neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini
melibatkan sistem adrenergic, renin angiotensin dan aldosterone sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol serta retensi natrium dan
air. Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi
akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana
jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa
dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi
bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan

27
terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang
terkena sehingga muncul ADHF.

Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi


miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan
menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah
jantung. Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri akan menyebabkan
peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurunan
kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan aliran balik vena. Hal ini akan
meningkatkan bendungan darah di paru-paru. Bendungan ini akan menimbulkan
transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedem paru.
Oedem ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru-paru.

Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh


akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergic dan RAA
untuk mempertahankan curah jantung tetap normal. Apabila tubuh tidak mampu
lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu
berlanjutnya penurunan aliran darah ke jaringan. Apabila terjadi penurunan aliran
darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin
aldosterone. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi
dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga
terjadi kelebihan volume cairan yang berakibat pada oedem perifer.6

28
Gambar 2. Patofisiologi dan Simptomatologi HF.

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap


derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara
khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah

29
beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-
gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. Gejala-gejala dari
gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai dengan sistem organ
yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.

Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun


kelelahan adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala
kelelahan merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh
banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga juga
berkurang.Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan mereka tanpa
sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.


Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung
yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja
pernapasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan
paru.meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea.
Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru
sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka
dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas
menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat
berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-
bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan
interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti
vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND)
dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan manifestasi
yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dispnea
atau ortopnea.


Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada
posisi berbaring.

30

Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri
khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah
paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi.


Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi
akibat distensi vena.


Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti
vena sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-
vena leher mengalami bendungan .tekanan vena sentral (CVP) dapat
meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal
tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke
jantung selama inspirasi.


Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat
peregangan kapsula hati.


Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual
dapat disebabkan kongesti hati dan usus.


Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial.
Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan
terutama pada malam hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari)
yang mengurangi retensi cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi
cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya
vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.


Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema
anasarka. Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena
sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun
manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan
oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata.

31

Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat
mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan.
Aritmia ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan
sietem saraf simpatis sering terjadi dan merupakan penyebab penting
kematian mendadak dalam situasi ini.3,7,8

32
Tabel 1. Manifestasi Klinis Gagal Jantung

Gejala Tanda

Tipikal Spesifik

- Sesak nafas - Peningkatan JVP


- Ortopneu - Refluks hepatojugular
- Paroxysmal nocturnal dyspnoe - Suara jantung S3 (gallop)
- Toleransi aktivitas yang berkurang - Apex jantung bergeser ke lateral
- Cepat lelah - Bising jantung
- Bengkak di pergelangan kaki

Kurang Tipikal
Kurang Tipikal - Edema perifer
- Krepitasi pulmonal
- Suara pekak di basal paru pada
- Batuk di malam/dini hari
- Mengi perkusi
- Berat badan bertambah > 2 - Takikardia
- Nadi ireguler
kg/minggu
- Nafas cepat
- Berat badan turun (gagal jantung
- Hepatomegaly
stadium lanjut) - Asites
- Perasaan kembung/begah - Kaheksia
- Nafsu makan menurun
- Perasaan bingung (terutama pasien
usia lanjut)
- Depresi
- Berdebar
- Pingsan
Sumber :ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure 2008. In: Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung Edisi Pertama Tahun
2015.

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada


dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto

33
thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan
biomarker.

Kriteria Diagnosis :
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Major :
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronkhi paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekana vena jugularis
8. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :
1. Edema eksremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi (>120/menit)

Diagnosis gagal jantung ditegakkan jika ada 2 kriteria mayor atau 1 kriteria major
dan 2 kriteria minor.

Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan


pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan
tingkat aktivitas fisik, antara lain:


NYHA class I , penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam
kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila melakukan
kegiatan biasa.


NYHA class II , penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.
Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik

34
yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti
kelelahan, jantung berdebar, sesak napas atau nyeri dada.


NYHA class III , penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih
banyak dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu
istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di
atas.


NYHA class IV , penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun
tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan
kegiatan fisik meskipun sangat ringan.2,7,8

Klasifikasi menurut Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat

tanda kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea,

distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara

jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada

manuver valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang

sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan

kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak

disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan

yang tidak disebut panas (warm). 9



Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi menjadi empat kelas, yaitu:

- Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)

- Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)

- Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)

- Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)

35
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan
penunjang sebaiknya dilakukan.

1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :

Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),


kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula
darah, profil lipid.

2. Elektrokardiogram (EKG) :

Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG


adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH)

36
atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya
menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV.

3. Radiologi :

Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung


dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang- kadang efusi
pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi
penyebab nonkardiak pada gejala pasien.

4. Penilaian fungsi LV :

Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,


mengevaluasi, dan menangani gagal jantung.Pemeriksaan paling berguna adalah
echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif
terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan menentukan keberadaan
abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya
MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai
dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan
oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung dengan EF yang normal.
Echocardiogram 2- D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan
dan tekanan pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan
cor pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi
jantung dan sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume
LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke volume
dibagi dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur dengan
pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan.Pemeriksaan ini diterima
secara luas oleh para ahli.Sayangnya, EF memiliki beberapa keterbatasan sebagai
tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh perubahan pada afterload
dan/atau preload.Sebagai contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral
sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah.
Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik
biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%).10,11

37
2.8 PENATALAKSANAAN

Tujuan dari terapi pada kondisi gagal jantung akut di setiap tahapnya sebagai
berikut12 :
a. Segera ( UGD/ unit perawatan intensif )
- Mengobati gejala
- Memulihkan oksigenasi
- Memperbaiki hemodinamik dan perfusi organ
- Membatasi kerusakan jantung dan ginjal
- Mencegah tromboemboli
- Meminimalkan lama perawatan intensif
b. Jangka menengah (Perawatan di ruangan)
- Stabilisasi kondisi pasien
- Inisiasi dan optimalisasi terapi farmakologi
- Identifikasi etiologi dan komorbiditas yang berhubungan
c. Sebelum pulang dan jangka panjang

38
- Merencanakan strategi tindak lanjut
- Memasukan pasien ke dalam program manajemen penyakit secara
- keseluruhan (edukasi, rehab, manajemen gizi, dll )
- Rencana untuk mengoptimalkan dosis obat gagal jantung
- Mencegah rehospitalisasi dini
- Memperbaiki gejalan kualitas hidup dan kelangsungan hidup
- Memastikan dengan tepat alat bantu (bila memang diperlukan)

Tata laksana gagal jantung akut di layanan primer dapat dilakukan tindakan
sebagai berikut12:

a. Modifikasi gaya hidup:


 Pembatasan asupan cairan maksimal 1,5 liter (ringan), maksimal 1 liter
(berat)
 Pembatasan asupan garam maksimal 2 gram/hari (ringan), maksimal 1
gram/hari (berat)
 Berhenti merokok dan konsumsi alkohol
b. Aktivitas fisik:
 Kondisi akut berat: tirah baring
 Kondisi sedang atau ringan: batasi beban kerja sampai 70% – 80% dari
denyut nadi maksimal (220/umur)
c. Tata laksana farmakologi:
 Terapi oksigen 2 – 4 liter/menit
 Pemasangan iv line untuk akses dilaknjutan dengan pemberian
Furosemid injeksi 20 – 40 mg bolus
 Cari pemicu gagal jantung akut
 Segera rujuk
Pada pasien dengan gagal jantung akut, dimana kondisi klinis mengalami
perburukan dalam waktu cepat, harus segera dirujuk ke layanan sekunder (Sp.JP
atau Sp.PD) untuk penanganan lebih lanjut. Pada layanan kesehatan yang lebih
tinggi PERKI merekomendasikan terapi pasien gagal jantung akut berdasarkan beberapa
kondisi sebagai berikut :
1. Pasien dengan edema/kongesti paru tanpa syok
2. Pasien dengan hipotensi, hipoperfusi atau syok
3. Pasien dengan Sindroma Koroner Akut
4. Pasien dengan Fibrilasi Atrial dan laju ventrikuler yang cepat
5. Pasien dengan brakikardia berat atau blok jantung

39
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan
secara non farmakologis dan secara farmakologis.Penatalaksanaan gagal jantung
baik akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki
prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi
serta beratnya kondisi.
 Non –farmakologi :
- Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan
- Aktivasi social dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti
biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa
dilakukan.
- Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan
dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal
jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan).
- Hentikan rokok
- Hentikan alcohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang
lainnya.
- Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30
menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban
70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan
sedang).
- Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

 Farmakologi
a. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Misal : digoxin.
b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta
mengurangi edema paru. Misal : furosemide ( lasix ).
c. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida,
nitrogliserin.
d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen
yang menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan
tekanan darah. Obat ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban

40
akhir ( afterload ). Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril,
fosinopril,dll.
e. Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin )
1) Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung
dan produksi urine pada syok kardiogenik.
2) Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga
meningkatkan kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi

sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah. Dopamin dan


dobutamin sering digunakan bersamaan.

Tatalaksana jika dicurigai adanya gagal jantung akut, Gambar 2

Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah sebagai berikut:
1. Menurunkan kerja jantung
2. Meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miocard
3. Menurunkan retensi garam dan air
4. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
5. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan
bahan-bahan farmakologis
6. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi
diuretic diet dan istirahat

41
2.9 PENCEGAHAN

1. Mengonsumsi makanan sehat yang mengandung banyak serat, seperti


sayur-sayuran, buah-buahan, gandum, ikan, dan daging, serta menghindari
asupan garam yang berlebihan. Selain dari bayam, zat besi juga bisa
didapatkan dari suplemen. Hindari makanan yang mengandung lemak
jenuh, seperti jeroan, daging kambing, kerang, kuning telur, dan udang.
Selain itu batasi asupan gula dan garam.
2. Menjaga berat badan pada batasan sehat dan melakukan langkah-langkah
penurunan berat badan jika diperlukan.
3. Berhenti merokok bagi seorang perokok. Jika bukan perokok maka
upayakan untuk menghindari asap rokok agar tidak menjadi perokok pasif.
4. Tidak mengonsumsi minuman keras.
5. Berolahraga secara teratur, melakukukan aktivitas atau olahraga yang
dapat membuat jantung sehat, seperti bersepeda atau berjalan kaki,
minimal dua setengah jam per minggu.
6. Menjaga kadar kolesterol dan tekanan darah pada batas sehat, karena
kedua hal tersebut dapat meningkatkan resiko gagal jantung.

2.10 PROGNOSIS

42
Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan

prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu:13

 Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%


 Kelas NYHA II : mortalitas 5 tahun 10-20%
 Kelas NYHA III : mortalitas 5 tahun 50-70%
 Kelas NYHA IV : mortalitas 5 tahun 70-90%

Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat


berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas
setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-
50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika
disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala
menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10
ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma
yang meningkat.Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah
mendadak.Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa
diantaranya merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak
terdiagnosis.Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit
lainnya.Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung stadium lanjut dapat
menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif yang sangat cermat.14

DAFTAR PUSTAKA

43
1. Yancy C, et al.ACCF/AHA Guideline for the Management of Heart
Failure: Executive Summary, Journal of the American College of
Cardiology (2013).

2. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed.IV,
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h.
1514-7.

3. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.IV,
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h.
1638-45.

4. Marin J, Garcia. Heart Failure : Introduction to Heart Failure. Humana


Press, London. 2010. pg 3-15

5. Redfield MM, Recognizing and managing the patient with heart failure
and preserved ejection fraction. In Management of Heart Failure. Wiley-
Blackwell, UK. 2011.

6. Price A.S Wilson L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 6. 2005. EGC. Jakarta.

7. Nicholas J. Talley, Nimish Vakil. 2005. Guidelines for the Management of


Dyspepsia, Practice Parameters Committee of the American College of
Gastroenterology. American Journal of Gastroenterology.

8. Djojodibroto R Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine).


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. h. 132-5.

9. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S.


Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007

10. Nicholas J. Talley, Nimish Vakil. 2005. Guidelines for the Management of
Dyspepsia, Practice Parameters Committee of the American College of
Gastroenterology. American Journal of Gastroenterology.

44
11. Brashers V L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan &
Manajemen. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. h. 261-5.

12. Siswanto BB, Hersunarti N, Erwinanto, Barack R, Pratikto RS, Nauli SE,
dkk. 2015. Pedoman Tata Laksana Gagal Jantung. PERKI.
13. John JV MC Murry dkk. Diakses pada tanggal 10 Januari 2019
http://www.escardio.org/guidelines-s u r v e y s / e s c g u i d e l i n e s / G
u i d e l i n esDocuments/Guidelines-Acute%20and%20Chronic-HF-
FT.pdf
14. Rani A A, dkk. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta. h. 83-6.

45

Anda mungkin juga menyukai