Anda di halaman 1dari 32

PRESENTASI KASUS

Acute Decompensated Heart Failure

Disusun Oleh:
Dhara Wirasudaningrum 1102013080
Khansadhia Hasmaradana Mooiindie 1102014143
Nabilla Sophianingtyas 1102013194
Nour Indah Ogita 1102013213
Raihan Alhazmi 1102013242

Kepaniteraan Klinik Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi


Ilmu Penyakit Dalam RS. Bhayangkara Tk. I R. Said Sukanto
Periode 10 September 2018 – 17 November 2018
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 56 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Taiman Ujung

Agama : Islam

Status : Menikah

Suku : Jawa

Masuk RS : 27-10-2018

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama: Nyeri dada sejak 3 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RS Polri dirujuk dari RSUK Kramat Jati dengan
keluhan nyeri dada kiri sejak 3 hari SMRS. Nyeri dada dirasakan terus-menerus
dan tidak hilang saat pasien beristirahat. Nyeri terasa tajam seperti ditusuk dan
tidak menjalar. Nyeri dada tidak bisa dilokalisir letaknya. Keluhan disertai
dengan sesak napas. Sesak napas dirasakan sejak 3 hari SMRS dan lebih berat
saat malam hari. Keluhan sesak napas berkurang jika pasien menggunakan
bantal yang tinggi saat tidur. Pasien juga mengeluh terdapat bengkak di kedua
kaki sejak 7 hari SMRS, namun tidak terasa nyeri. Riwayat pingsan disangkal
oleh pasien. BAK dan BAB pasien dalam batas normal.

  1
Sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan serupa pada tahun 2016.
Pasien mengatakan pernah didiagnosis memiliki penyakit jantung dan
mendapat pengobatan.

Riwayat Penyakit Dahulu

• Riwayat Asma (-)

• Riwayat DM (-)

• Riwayat Kolesterol (-)

• Riwayat Hipertensi (+) sejak tahun 2011

• Riwayat Jantung (+) sejak tahun 2016

• Riwayat Trauma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Terdapat anggota keluarga pasien yaitu kakak pasien yang menderita hipertensi.

Riwayat Pengobatan
Pasien rutin berobat serta konsumsi obat (Amlodipin dan Isosorbid Dinitrat)
karena penyakit jantung, namun selama 2-3 minggu ini tidak minum obat karena
obat pasien habis.

Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien bekerja sebagai pedagang sayur dan mampu melakukan aktivitas
sehari – hari seperti makan, minum dan mandi. Pasien memiliki riwayat
merokok sejak SMA dan sudah berhenti 2 tahun yang lalu. Merokok 1
bungkus perhari. Pasien tidak mempunyai kebiasaan minum alkohol.

  2
III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran/GCS : Compos mentis / E4V5M6

Tekanan Darah : 160/110 mmHg.

Nadi : 93 kali per menit, reguler

Pernapasan : 26 kali per menit,

Suhu : 36.7 oC.

Berat badan : 67 kg

Tinggi badan : 167 cm

BMI : 24,1 m2/kg

Status Generalis
KEPALA
- Bentuk : Bulat, simetris, normocephal
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Telinga : Bentuk normal, simetris
- Hidung : Bentuk normal, tidak deviasi, tidak ada napas cuping hidung

THORAX
Bentuk normal, tidak ada retraksi, simetris saat statis dan dinamis

  3
JANTUNG
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS VI dipertengahan linea
midclavicularis sinistra dengan linea axilaris anterior sinistra
- Perkusi : Batas jantung kanan: ICS V linea parasternalis dextra
Batas pinggang jantung: ICS III linea midclavicularis sinistra
Batas jantung kiri: ICS VI linea midclavicularis sinistra
- Auskultasi : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

PARU
- Inspeksi : pergerakan dinding dan bentuk dada simetris kanan dan kiri
- Palpasi : fremitus taktil dan vokal kanan dan kiri simetris, nyeri tekan (-),
edema (-), krepitasi (-)
- Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

- Auskultasi : vesikular (+/+), rhonki (+/-), wheezing (-/-)

ABDOMEN
- Inspeksi : Bentuk normal, simetris, sikatrik (-).
- Auskultasi : Bising usus normal, tidak terdapat suara aliran dalam
pembuluh darah.
- Palpasi : Nyeri tekan (-), defans muscular (-), ascites (-), massa (-)
- Perkusi : Shifting dullness (-)

EKSTREMITAS
- Superior : Oedem (-/-), sianosis (-), akral dingin (-), deformitas (-),
capillary refill time < 2 detik
- Inferior : Oedem (+/+), sianosis (-), akral dingin (-), deformitas (-),
capillary refill time < 2 detik

  4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium RSUK Kramat Jati
Hematologi

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 15,4 14.0-16.0 g/dL

Hematokrit 45,6 40 – 52 %

Leukosit 9,0 3.8-10.6 10! /µL

Trombosit 241 150 – 440 10! /µL

Kimia Darah
Gula darah
GDS 159 < 200 mg/dL
Fungsi Hati
SGOT 13 <37 mg/dl
SGPT 20 <42 mg/dl
Ginjal
Ureum 63 10 – 43 mg/dL
Kreatinin 1,2 0,5 – 1,3 Mg/dL

Elektrolit
Natrium 145 135 – 147 mg/dL
Kalium 3,8 3.5 – 5.0 mg/dL
Klorida 104 94 – 111 mg/dL

  5
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 27/10/2018
Hematologi

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 14,3 14.0-16.0 g/dL

Hematokrit 40 40 – 52 %

Leukosit 9,6 3.8-10.6 10! /µL

Trombosit 205 150 – 440 10! /µL

Elektrolit
Natrium 139 135 – 147 mg/dL
Kalium 3,9 3.5 – 5.0 mg/dL
Klorida 102 94 – 111 mg/dL

Kimia Darah
Gula darah
GDS 116 <200 mg/dL
Ginjal
Ureum 24 10 – 43 mg/dL
Kreatinin 1,3 0,5 – 1,3 mg/dL
GFR 61 mmol/min/1.73m

Elektrolit
Natrium 143 135 – 147 mg/dL
Kalium 3,43 3.5 – 5.0 mg/dL
Klorida 107 94 – 111 mg/dL

  6
EKG

(27 Oktober 2018)

(28 Oktober 2018)

(29 Oktober 2018)

  7
Radiologi

Kesan:
Kardiomegali

  8
V. Resume
Pasien datang ke IGD RS Polri dengan keluhan nyeri dada sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh sesak napas sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien merasa sesak napas berkurang ketika tidur
dengan diganjal 2 bantal. Pasien juga mengeluh kaki bengkak sejak 3 minggu
SMRS. Pasien mengatakan BAK dan BAB dalam batas normal.

29 Oktober 2018

S: Pasien mengeluh sesak napas, lemas, dan kedua kaki bengkak

O: KU: Tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
TD : 140/110 mmHg
HR : 84x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 36,2oC
Thoraks : simetris, tidak ada retraksi
Cor : Bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (+/-) tidak ada wheezing
Ekstremitas : akral hangat , tidak sianosis, edema (+/+), CRT < 2 detik
EKG: Left Ventricular Hypertrophy
Rontgen Thorax: Kardiomegali

A: Hypertensive Heart Disease


Acute Decompensated Heart Failure

  9
P: - IVFD RL 7 tetes/ menit
- Captopril 3 x 25 mg
- Aspilet 1 x 80 mg
- Amlodipin 1 x 10 mg
- Bisoprolol 1 x 2,5 mg
- Spironolakton 1 x 25 mg

VI. Follow Up

30 Oktober 2018

S: Pasien mengeluh sesak napas dan kaki bengkak namun berkurang

O: KU: Tampak sakit ringan


Kesadaran : compos mentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 80x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 36oC
Thoraks : simetris, tidak ada retraksi
Cor : Bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (+/-) tidak ada wheezing
Ekstremitas : akral hangat , tidak sianosis, edema (+/+), CRT < 2 detik

A: Hypertensive Heart Disease


Acute Decompensated Heart Failure
P: - IVFD RL 7 tetes per menit
- Ramipril 1 x 5 mg
- Tab Spironolakton 1 x 25 mg

  10
31 Oktober 2018

S: Tidak ada keluhan

O: KU: Tampak sakit ringan


Kesadaran : compos mentis
TD : 120/90 mmHg
HR : 80x/menit
RR : 18x/menit
Suhu : 36oC
Thoraks : simetris, tidak ada retraksi
Cor : Bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Pulmo : suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (+/-) tidak ada wheezing
Ekstremitas : akral hangat , tidak sianosis, edema (+/+), CRT < 2 detik
EKG: Left Ventricular Hypertrophy
Rontgen Thorax : Kardiomegali
A: Hypertensive Heart Disease
Acute Decompensated Heart Failure
P: - Ramipril 1 x 5 mg
- Tab Furosemid 2 x 20 mg
- Tab Spironolakton 1 x 25 mg

VII. RENCANA DIAGNOSTIK


- EKG setiap hari
- Rontgen Thorax

  11
VIII. RENCANA MONITORING
- Vital sign
- EKG
- Keluhan
- Balance cairan

IX. PROGNOSIS
• Quo ad Vitam : Dubia ad malam
• Quo ad Sanationam : Dubia ad malam
• Quo ad Fungsionam : Dubia ad malam

  12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai


pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.
Menurut European Society of Cardiology (ESC) adalah sindrom klinis
dengan gejala tipikal, yaitu perasaan tidak cukup bernafas atau
breathlessness, rasa lelah, dengan tanda-tanda (kenaikan tekanan vena
jugular, crackles paru, dan edema paru) yang disebabkan oleh abnormalitas
struktur ataupun fungsi jantung, yang menyebabkan penurunan curah jantung
dan atau kenaikan tekanan intrakardiak pada saat istirahat maupun aktivitas9.

Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung


akut yang didefinisikan sebagai serangan cepat (rapid onset) dari gejala-
gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini
dapat berupa disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung,
atau ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan
serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan
dekompensasi dari gagal jantung kronik yang telah dialami sebelumnya.

Gambar 1. Gambaran CHF

  13
Beberapa istilah dalam gagal jantung :
1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik:
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari
pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan
dengan echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan,
kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian
ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung
dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi
diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif.
2. Low Output dan High Output Heart Failure
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati
dilatasi, kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan
pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme,
anemia, kehamilan, fistula A –V, beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara
praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.
3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan (CHF)
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea.
Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel
kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli
paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan
edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena
perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel,
maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan
atau tahun tidak lagi berbeda.

  14
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba
akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang
menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa
disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat
menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure ,
hampir selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena
(backward failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa
darah dalam jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume
darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir
di dalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal jantung
kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh
rongga jantung.2

2.2 ETIOLOGI

Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi


aorta dan defek septum ventrikel, beban akhir meningkat pada keadaan dimana
terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat
menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat
memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak
dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik, infeksi paru-paru dan emboli paru.

Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit


katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik (CAD), dan penyakit
miokardium primer. Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal
ventrikel kiri, yang menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria
pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal jantung

  15
kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh paru (kor
polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau
trikuspid.2

2.3 EPIDEMIOLOGI

Menurut American Heart Association’s 2017 Heart Disease and Stroke


Statistics Update, jumlah orang yang terdiagnosa gagal jantung sedang
mengalami kenaikan sekitar 46% hingga tahun 203010. Berdasarkan data yang
diperoleh National Health and Nutrition Examination Survey, jumlah dewasa
yang hidup dengan gagal jantung meningkat dari sekitar 5,7 juta (2009-2012)
menjadi 6,5 juta (2011-2014). Prevalensi terbanyak gagal jantung paling tinggi
adalah pada usia 55-64 tahun11. Kenaikan jumlah penderita gagal jantung
disebabkan oleh berbagai factor, sehingga kesadaran pasien dan upaya
pencegahan sangat membantu untuk menurunkan prevalensi penyakit gagal
jantung.

2.4 PATOFISIOLOGI

ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal


jantung kronik asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga
terjadi pada mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya.
Etiologi ADHF dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler.
Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan
atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau
hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat
menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun
afterload sehingga menurunkan curah jantung.

Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme


neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini
melibatkan sistem adrenergic, renin angiotensin dan aldosterone sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol serta retensi natrium dan
air. Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi

  16
akan menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana
jantungnya telah mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa
dikompensasi agar tetap dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi
bila telah mencapai ambang batas kompensasi, maka mekanisme ini akan
terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis tergantung dari ventrikel yang
terkena sehingga muncul ADHF.

Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi


miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan
menimbulkan penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah
jantung. Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri akan menyebabkan
peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena penurunan
kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan aliran balik vena. Hal ini akan
meningkatkan bendungan darah di paru-paru. Bendungan ini akan menimbulkan
transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah oedem paru.
Oedem ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru-paru.

Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh


akan melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergic dan RAA
untuk mempertahankan curah jantung tetap normal. Apabila tubuh tidak mampu
lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu
berlanjutnya penurunan aliran darah ke jaringan. Apabila terjadi penurunan aliran
darah ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin
aldosterone. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi
dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga
terjadi kelebihan volume cairan yang berakibat pada oedem perifer12.

  17
Gambar 2. Patofisiologi dan Simptomatologi CHF.

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap


derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara
khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah
beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-
gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan. Gejala-gejala dari
gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai dengan sistem organ
yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.

  18
Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun
kelelahan adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala
kelelahan merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh
banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang untuk berolahraga juga
berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan ini dan mereka
tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

• Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung


yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja
pernapasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan
paru.meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea.
Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru
sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar, maka
dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas
menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat
berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-
bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan
interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan kongesti
vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal Dispnea (PND)
dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan manifestasi
yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dispnea
atau ortopnea.

• Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada
posisi berbaring.

• Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri
khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah
paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi.

• Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi


akibat distensi vena.

  19
• Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti
vena sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-
vena leher mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat
meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal
tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke
jantung selama inspirasi.

• Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat


peregangan kapsula hati.

• Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual
dapat disebabkan kongesti hati dan usus.

• Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial.


Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan
terutama pada malam hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari)
yang mengurangi retensi cairan.nokturia disebabkan oleh redistribusi
cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya
vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.

• Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema


anasarka. Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena
sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun
manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan
oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata.


Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat
mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan.
Aritmia ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan
sietem saraf simpatis sering terjadi dan merupakan penyebab penting
kematian mendadak dalam situasi ini.3-5

  20
Tabel 1. Manifestasi Klinis Gagal Jantung

Gejala Tanda

Tipikal Spesifik

- Sesak nafas - Peningkatan JVP


- Ortopneu - Refluks hepatojugular
- Paroxysmal nocturnal dyspnoe - Suara jantung S3 (gallop)
- Toleransi aktivitas yang berkurang - Apex jantung bergeser ke lateral
- Cepat lelah - Bising jantung
- Bengkak di pergelangan kaki

Kurang Tipikal
Kurang Tipikal
- Edema perifer
- Batuk di malam/dini hari - Krepitasi pulmonal
- Mengi - Suara pekak di basal paru pada
- Berat badan bertambah > 2 perkusi
kg/minggu - Takikardia
- Berat badan turun (gagal jantung - Nadi ireguler
stadium lanjut) - Nafas cepat
- Perasaan kembung/begah - Hepatomegaly
- Nafsu makan menurun - Asites
- Perasaan bingung (terutama pasien - Kaheksia
usia lanjut)
- Depresi
- Berdebar
- Pingsan
Sumber : ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure 2008. In: Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung Edisi Pertama Tahun
2015.

  21
2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada


dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto
thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan
biomarker.

Kriteria Diagnosis :
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Major :
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronkhi paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekana vena jugularis
8. Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :
1. Edema eksremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea d’effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi (>120/menit)

Diagnosis gagal jantung ditegakkan jika ada 2 kriteria mayor atau 1 kriteria major
dan 2 kriteria minor.

  22
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan
pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan
tingkat aktivitas fisik, antara lain:

• NYHA class I , penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam


kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila melakukan
kegiatan biasa.

• NYHA class II , penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan


fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan
fisik yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak napas atau nyeri dada.

• NYHA class III , penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih


banyak dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu
istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di
atas.

• NYHA class IV , penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun


tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan
kegiatan fisik meskipun sangat ringan.2,6,7

  23
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan
penunjang sebaiknya dilakukan.

1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :

Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),


kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula
darah, profil lipid.

2. Elektrokardiogram (EKG) :

Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG


adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH)
atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya
menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV.

3. Radiologi :

Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung


dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang- kadang efusi
pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi
penyebab nonkardiak pada gejala pasien.

4. Penilaian fungsi LV :

Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,


mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling berguna adalah
echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif
terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan menentukan keberadaan
abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya
MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai
dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan

  24
oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung dengan EF yang normal.
Echocardiogram 2- D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan
dan tekanan pulmoner, dimana sangat penting dalam evaluasi dan
penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif
terhadap anatomi jantung dan sekarang menjadi gold standard dalam penilaian
massa dan volume LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah
EF (stroke volume dibagi dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur
dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini
diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki beberapa
keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh
perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat
pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang
bertekanan rendah. Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (>
50%), fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna
(<30-40%).4,7

  25
2.8 PENATALAKSANAAN

Terdapat 3 tatalaksana yang harus dikerjaan pada evaluasi awal pasien sesak nafas
mendadak yang dicurigai gagal jantung akut, dijelaskan pada gambar 2.

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan


secara non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung
baik akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki
prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi
serta beratnya kondisi.

  26
• Non –farmakologi :
- Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan
- Aktivasi social dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti
biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa
dilakukan.
- Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan
dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal
jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan).
- Hentikan rokok
- Hentikan alcohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang
lainnya.
- Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30
menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban
70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan
sedang).
- Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.
• Farmakologi
a. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan
memperlambat frekuensi jantung. Misal : digoxin.
b. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta
mengurangi edema paru. Misal : furosemide ( lasix ).
c. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap
penyemburan darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida,
nitrogliserin.
d. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen
yang menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan
tekanan darah. Obat ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban
akhir ( afterload ). Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril,
fosinopril,dll.

  27
e. Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin )
1) Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung
dan produksi urine pada syok kardiogenik.
2) Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga
meningkatkan kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi
sehingga mengakibatkan penurunan tekanan darah. Dopamin dan
dobutamin sering digunakan bersamaan.

Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah sebagai


berikut:
1. Menurunkan kerja jantung
2. Meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miocard
3. Menurunkan retensi garam dan air
4. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
5. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan
bahan-bahan farmakologis
6. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi
diuretic diet dan istirahat

2.9 PENCEGAHAN

1. Mengonsumsi makanan sehat yang mengandung banyak serat, seperti


sayur-sayuran, buah-buahan, gandum, ikan, dan daging, serta menghindari
asupan garam yang berlebihan. Selain dari bayam, zat besi juga bisa
didapatkan dari suplemen. Hindari makanan yang mengandung lemak
jenuh, seperti jeroan, daging kambing, kerang, kuning telur, dan udang.
Selain itu batasi asupan gula dan garam.
2. Menjaga berat badan pada batasan sehat dan melakukan langkah-langkah
penurunan berat badan jika diperlukan.
3. Berhenti merokok bagi seorang perokok. Jika bukan perokok maka
upayakan untuk menghindari asap rokok agar tidak menjadi perokok pasif.

  28
4. Tidak mengonsumsi minuman keras.
5. Berolahraga secara teratur, melakukukan aktivitas atau olahraga yang
dapat membuat jantung sehat, seperti bersepeda atau berjalan kaki,
minimal dua setengah jam per minggu.
6. Menjaga kadar kolesterol dan tekanan darah pada batas sehat, karena
kedua hal tersebut dapat meningkatkan resiko gagal jantung.

2.10 PROGNOSIS

Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat


berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas
setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-
50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika
disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala
menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10
ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma
yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak.
Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya
merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis.
Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya.
Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung stadium lanjut dapat menderita
dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif yang sangat cermat. 8

  29
DAFTAR PUSTAKA

1. P R Marantz et al. 2012. The relationship between left ventricular systolic


function and congestive heart failure diagnosed by clinical criteria.
Circulation Journal Of The American Heart Association. Available from :
http://circ.ahajournals.org.

2. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed.IV,
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h.
1514-7.

3. Sudoyo A W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.IV,
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h.
1638-45.

4. Nicholas J. Talley, Nimish Vakil. 2005. Guidelines for the Management of


Dyspepsia, Practice Parameters Committee of the American College of
Gastroenterology. American Journal of Gastroenterology.

5. Djojodibroto R Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine).


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. h. 132-5.

6. McPhee S and Papadakis M A. 2008. Current Medical Diagnosis &


Treatment 47th Edition. Mc Graw Hill. h. 464-8.

7. Brashers V L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan &


Manajemen. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. h. 261-5.

8. Rani A A, dkk. 2009. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter


Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta. h. 83-6.

  30
9. Dickstain A, Filipatos G, Cohen SA, et al. Guidelines for the diagnosis
and treatment of acute and chronic heart failure 2008. European Society
Cardiology. European Heart Journal (2008) 29. 2388-2442.

10. Emelia J, Salim S, Clifton W, et al. Heart Disease and Stroke Statistics
2018 Update. American Heart Association (2017).

11. Mozaffarian et al. Prevalence of heart failure by sex and age. National
Health and Nutrition Examination Survey (2012).

12. Price A.S Wilson L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 6. 2005. EGC. Jakarta.

  31

Anda mungkin juga menyukai