Oleh:
Aulia Dwi Juanita
Preseptor:
dr. Arif Effendi, Sp. KK
Keluhan Utama
Muncul gelembung berisi air, lepuh-lepuh di badan dan
anggota gerak, menjalar ke selaput lendir. Ruam, kemerahan
dan gatal sejak 5 hari yang lalu.
Keluhan Tambahan
Kadang merasa nyeri.
Riwayat Penyakit Sekarang
Status Generalis
- Kepala : DBN
- Mata : DBN
- Hidung : DBN
- Telinga : DBN
- Mulut : DBN
- Thorax & Abdomen : DBN
- Ekstremitas : DBN
1.
Status
Dermatologis
Lokasi : Pada lokasi fasialis,
thoraks anterior, thoraks
posterior, ekstremitas superior
dan inferior dekstra dan sinistra
Inspeksi: Terdapat adanya plak,
skuama, erosi, deskuamasi di
atas kulit yang eritematosa.
Resume
Nn. A umur 29 tahun datang ke poli kulit dengan keluhan, sejak 5 hari yang lalu,
muncul gelembung berisi air, lepuh-lepuh di badan dan anggota gerak menjalar
ke selaput lendir bibir. Diawali timbulnya ruam kemerahan. Kadang-kadang
pasien mengeluh nyeri dan gatal. Riwayat pasien minum obat anti kejang tidak
disangkal. Sejak 4 bulan terakhir, pasien setiap 1 bulan sekali berobat ke poli
syaraf karena sakit epilepsi.
Diagnosa Banding
Setelah masa krisis telah teratasi, keadaan membaik dan tidak timbul lesi baru, sedangkan
lesi lama tampak involusi. Dosisnya segerap diturunkan secara bertahap, setiap hari
diturunkan 5 mg, setelah dosis mencapai 5 mg sehari lalu diganti dengan tablet
kortikosteroid misalnya prednisone dengan dosis 20 mg sehari, kemudian diturunkan lagi
menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan.
Antibiotik diberikan sebagai profilaksis pada penderita SSJ dalam terapi kortikosteroid,
dipilih antibiotik spetrum luas, bakterisidal, nefrotoksik minimal, jarang menyebabkan
alergi, dan tidak segolongan dengan antibiotik yang diduga menyebabkan alergi.
Antibiotik yang biasa digunakan antara lain siprofloksasin 2x400mg iv, klindamisin
2x600mg iv, atau seftriakson 1x2000mg iv.
Hal lain adalah perawatan lesi dengan kompres salin atau larutan burrow pada lesi untuk
mengeringkan lesi. Krim sulfadiazine perak dapat diberikan untuk efek antiseptik dan
astrigen. Sementara emolien untuk lesi dengan krusta tebal.
Diet tinggi protein miskin garam dan infus dekstrose 5%, NaCl 9%, ringer laktat (1:1:1)
500ml/8jam untuk keseimbangan cairan dan nutrisi dan mengimbangi efek kortikosteroid.
Setelah seminggu diperiksa pula kadar elektrolit dalam darah. Bila terdapat penurunan K
dapat diberikan KCl 3 x 500 mg per os.
Prognosis
Setelah masa krisis telah teratasi, keadaan membaik dan tidak timbul lesi baru, sedangkan
lesi lama tampak involusi. Dosisnya segerap diturunkan secara bertahap, setiap hari
diturunkan 5 mg, setelah dosis mencapai 5 mg sehari lalu diganti dengan tablet
kortikosteroid misalnya prednisone dengan dosis 20 mg sehari, kemudian diturunkan lagi
menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan.
Antibiotik diberikan sebagai profilaksis pada penderita SSJ dalam terapi kortikosteroid,
dipilih antibiotik spetrum luas, bakterisidal, nefrotoksik minimal, jarang menyebabkan
alergi, dan tidak segolongan dengan antibiotik yang diduga menyebabkan alergi.
Antibiotik yang biasa digunakan antara lain siprofloksasin 2x400mg iv, klindamisin
2x600mg iv, atau seftriakson 1x2000mg iv.
Hal lain adalah perawatan lesi dengan kompres salin atau larutan burrow pada lesi untuk
mengeringkan lesi. Krim sulfadiazine perak dapat diberikan untuk efek antiseptik dan
astrigen. Sementara emolien untuk lesi dengan krusta tebal.
Diet tinggi protein miskin garam dan infus dekstrose 5%, NaCl 9%, ringer laktat (1:1:1)
500ml/8jam untuk keseimbangan cairan dan nutrisi dan mengimbangi efek kortikosteroid.
Setelah seminggu diperiksa pula kadar elektrolit dalam darah. Bila terdapat penurunan K
dapat diberikan KCl 3 x 500 mg per os.
Prognosis
Pada umumnya, lesi pada SSJ membaik dalam 1 sampai 2 minggu, kecuali
terjadi infeksi sekunder. 6 Nilai Scorten menggunakan variabel yang terdiri dari:
usia (>40), keganasan, tekanan darah (>120), necrolisis epidermal (>10%), BUN
(>10), glukosa serum (>14), dan kadar bikarbonat (<20) untuk menentukan
prognosis.
• SCORTEN 0 sampai 1 mortalitas 3.2%
• SCORTEN 2 mortalitas 12.1%
• SCORTEN 3 mortalitas 35.3%
• SCORTEN 4 mortalitas 58.3%
• SCORTEN 5 atau lebih mortalitas 90%
Referensi
●Julia F., Fajri A.,. 2019. Stevens Johnson Syndrome. Journal Averrous Volume 5 Nomor 1
Mei 2019.
●Novita, D.P., Mutiara, H., Hasnugan. 2018. Stevens Johnson Syndrome et causa
Paracetamo. E- Journal Volume 6 Nomor 1
●Fitriana, A., Endaryanto, A., Hidayati, A.N. 2018. Gambaran Klinis Stevens Johnson
Syndrome dan Toxic Epidermal Necrolysis. E-journal Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Volume 30 Nomor 2 Agustus 2018
●Hermiaty., Syamsu, R.F., Diana, N.A. 2021. Penanganan dan Preventif Steven Johnson
Syndrom di Masyarakat. E-journal Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Volume 1
Nomor 5:524-529
●Witarini, K.A. 2019. Diagnosis dan Tatalaksana Sindrom Stevens Johnson Pada Anak. E-
journal Volume 10 Nomor 3:593-596
● Menaldi SL., Bramono K., Indriatmi W., editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta. Badan
Penerbit FKUI:2018
●Djuanda A., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta.: Badan Penerbitan FKUI: 2010
Terima
Kasih