Anda di halaman 1dari 27

STUDI KASUS FARMASI RUMAH SAKIT

PENGKAJIAN DAN PELAYANAN RESEP


“SINDROM STEVEN JOHNSON”

Dosen Pengampu :
apt. Dwi Ningsih, M.Farm

Disusun Oleh:
Kelompok : C1

Ria Kurmala Dewi 2120424770


Rizky Alfiana 2120424771

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021
KASUS 2
SINDROM STEVEN JOHNSON

 Identitas pasien
Nama : Ny. ZN
Umur : 38 tahun
Alamat : Dsn Ringinanom Solo
Pekerjaan : Tidak Bekerja
No RM : 571279
 Keluhan utama :
Kulit melepuh
 Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang melalui UGD RS 10 hari yang lalu (25 Agustus 2019), dengan keluhan
kulit melepuh di muka, badan, tangan, kelamin dan paha. Keluhan disertai rasa perih,
nyeri tenggorokan dan sukar menelan sejak 2 minggu yang lalu. Sebulan yang lalu
pasien mengaku terkena penyakit cacar, pasien berobat ke mantri dan diberikan obat
minum. Keluarga pasien mengaku tidak mengetahui obat apa saja yang diberikan.
Beberapa hari setelah pengobatan cacar, bintik cacar pada pasien timbul semakin
banyak. keluarga psien merasa keadaan pasien tidak membaik sehingga pasien datang
kembali ke mantri dan pasien diberikan suntikan antibiotik. Keluarga pasien tidak
mengetahui antibiotik apa yang diberikan. Tiga hari setelah berobat ke mantri (12 hari
sebelum masuk rumah sakit), dikatakan pasien mengeluh perih dan merah pada mata
disertai kotoran mata dan bercak putih pada bagian mata, badan terasa panas, tulang-
tulang terasa nyeri, dan sesak napas. Segera pasien berobat ke dokter dan keluhan
masih tetap tidak berkurang. Keesokan hari pasien pun berobat kembali ke puskesmas
dan dirujuk ke RS.
 Pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum tampak
sakit berat, tekanan darah 110/90 mmHg, nadi 70x/m, pernapasan 25x/m.
Tampak eritema disertai multipel vesikel di ekstremitas superior dan inferior serta
regio genital. Tampak multipel bula di regio antebrachii sinistra dan metacarpal
sinistra. Tampak lesi hiperpigmentasi di regio abdomen dan regio thoraks anterior dan
posterior. Mukosa mulut mengalami erosi, ekskoriasi dan krusta. Tampak mukosa
mata bersekret mengalami peradangan. Belum tampak adanya epidermolysis.
 Diagnosa dokter :
Steven jonhnson syndrome
 Riwayat pengobatan sekarang :
Pasien mendapatkan resep dokter sebagai berikut
Tugas
1. Buatlah latar belakang singkat, tentang patofisiologis dan farmakoterapinya
Jawab :
A. Latar Belakang
Stevens Johnson Syndrome (SJS) pertama diketahui pada 1922 oleh dua
dokter, dr.Stevens dan dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter
tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya. Stevens Johnson Syndrome
merupakan hipersensitivitas yang dimediasi kompleks imun yang merupakan
ekspresi berat dari eritema multiforme. Stevens Johnson Syndrome (SJS) atau juga
disebut ektodermosis erosiva pluriorifisialis, sindrom mukokutaneaokular,
eritemamultiformis tipe Hebra, eritema multiforme mayor, eritema bulosa
maligna) adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel, bula, dapat
disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir orifisium, dan mata dengan
keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk (Adithan, 2006).
Sindrom Stevens-Johnson merupakan kumpulan gejala (sindrom) berupa
kelainan dengan ciri eritema, vesikel, bula, purpura pada kulit pada muara rongga
tubuh yang mempunyai selaput lendir serta mukosa kelopak mata. Penyebab pasti
dari Sindrom Stevens Johnson saat ini belum diketahui namun ditemukan
beberapa hal yang memicu timbulnya Sindrom Stevens Johnson seperti obat-
obatan atau infeksi virus. Mekanisme terjadinya sindroma pada Sindrom Stevens
Johnson adalah reaksi hipersensitif terhadap zat yang memicunya (Djuanda,
2007).
Stevens Johnson Syndrome muncul biasanya tidak lama setelah obat disuntik
atau diminum, dan besarnya kerusakan yang ditimbulkan kadang tidak
berhubungan langsung dengan dosis, namun sangat ditentukan oleh reaksi tubuh
pasien. Reaksi hipersensitif sangat sukar diramal, diketahui jika ada riwayat
penyakit sebelumnya dan kadang tidak disadari pasien. Jika alergi tipe cepat
seperti syok anafilaktik, apabila cepat ditangani maka pasien akan selamat dan tak
bergejala sisa. Namun akan membutuhkan waktu pemulihan yang lama dan
apabila tidak segera ditangani akan menyebabkan kematian (Djuanda, 2007).
Oleh karena itu, beberapa kalangan menyebut sebagai eritema multiforme
mayor tetapi terjadi ketika setujuan dalam literatur. Sebagian besar penulis dan
ahli berpendapat bahwa Stevens Johnson Syndrome dan nekrolisis epidermal
toksik (NET) merupakan penyakit yang sama dengan manifestasi yang berbeda.
Dengan alasan tersebut, banyak yang menyebutkan Stevens Johnson Syndrome
/Nekrolisis Epidermal Toksik. Stevens Johnson Syndrome secara khas mengenai
kulit dan membran mukosa (Djuanda, 2007).
Di Indonesia sendiri tidak terdapat data pasti mengenai morbiditas terjadinya
Stevens Johnson Syndrome. Namun, berdasarkan data oleh Djuanda beberapa obat
yang sering menyebabkan SJS di Indonesia adalah obat golongan
analgetik/antipiretik (45%), karbamazepin (20%), jamu (13.3%) dan sisanya
merupakan golongan obat lain seperti amoksisilin, kotrimoksasol, dilantin,
klorokuin, dan seftriakson (Djuanda, 2007).
B. Patofisiologis
Stevens Johnson Syndrome merupakan kelainan hipersensitivitas yang
dimediasi kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan
keganasan. Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi
hipersensitif tipe III dan IV (Adithan, 2006). Reaksi hipersensitif tipe III terjadi
akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang mikropresitipasi sehingga
terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang
kemudian melepaskan enzim dan menyebab kerusakan jaringan pada organ
sasaran (target organ). Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang
bersirkulasi dalam darah mengendap di dalam pembuluh darah atau jaringan
(Djuanda, 2007).
Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam
jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus, antigen asing dapat melekat ke jaringan
menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi
tipe ini mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi
kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil
tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga
terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan sisa sel. Hal ini
menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Adithan, 2006).
Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi
berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan
sebagai reaksi radang. Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan
sel T. Penghasil limfokin atau sitotoksik atau suatu antigen sehingga terjadi
penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini
bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk
terbentuknya (Mansjoer dkk, 2000).
Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan endapan
IgM, IgA, C3, dan fibrin, serta kompleks imun beredar dalam sirkulasi. Antigen
penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier yang dapat merangsang
respons imun spesifik sehingga terbentuk kompleks imun. Hapten atau karier
tersebut dapat berupa faktor penyebab (misalnya virus, partikel obat atau
metabolitnya) atau produk yang timbul akibat aktivitas faktor penyebab tersebut
(struktur sel atau jaringan sel yang rusak dan terbebas akibat infeksi, inflamasi,
atau proses metabolik).
Kompleks imun yang beredar dapat mengendap di daerah kulit dan mukosa,
serta menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi komplemen dan reaksi
inflamasi yang terjadi. Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T
serta mediator yang dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai
kelainan klinis lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat
aktivitas mediator serta produk inflamasi lainnya. Adanya reaksi imun sitotoksik
juga mengakibatkan apoptosis keratinosit yang akhirnya menyebabkan kerusakan
epidermis.
Oleh karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga
terjadi seperti kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan, stress
hormonal diikuti peningkatan resistensi terhadap insulin, hiperglikemia dan
glukosuria, kegagalan termoregulasi, kegagalan fungsi imun, dan infeksi.
C. Farmakoterapi
Penatalaksanaan sindrom Stevens-Johnson didasarkan atas tingkat keparahan
penyakit yang secara umum meliputi:
1) Rawat inap
Rawat inap bertujuan agar dokter dapat memantau dan mengontrol setiap hari
keadaan penderita.
2) Preparat Kortikosteroid
Penggunaan preparat kortikosteroid merupakan tindakan life saving.
Kortikosteroid yang biasa digunakan berupa deksametason secara intravena
dengan dosis permulaan 4-6 x 5mg sehari. Masa kritis biasanya dapat segera
diatasi dalam 2-3 hari, dan apabila keadaan umum membaik dan tidak timbul
lesi baru, sedangkan lesi lama mengalami involusi, maka dosis segera
diturunkan 5mg secara cepat setiap hari. Setelah dosis mencapai 5mg sehari
kemudian diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone, yang
diberikan dengan dosis 20 mg sehari, kemudian diturunkan menjadi 10mg
pada hari berikutnya selanjutnya pemberian obat dihentikan. Lama pengobatan
preparat kortikosteroid kira-kira berlangsung selama 10 hari.
3) Antibiotik
Penggunaan preparat kortikosteroid dengan dosis tinggi menyebabkan
imunitas penderita menurun, maka antibiotic harus diberikan untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder, misalnya broncopneneumonia yang dapat
menyebabkan kematian. Antibiotik yang diberikan hendaknya yang jarang
menyebabkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal, dan tidak
nefrotoksik. Antibiotik yang memenuhi syarat tersebut antara lain
siprofloksasin dengan dosis 2 x 400 mg intravena, klindamisin dengan dosis 2
x 600 mg intravena dan gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.
4) Infuse dan Transfusi Darah
Hal yang perlu diperhatikan kepada penderita adalah mengatur keseimbangan
cairan atau elektrolit tubuh, karena penderita sukar atau tidak dapat menelan
makanan atau minuman akibat adanya lesi oral dan tenggorokan serta
kesadaran penderita yang menurun. Infuse yang diberikan berupa glukosa 5%
dan larutan Darrow. Apabila terapi yang telah diberikan dan penderita belum
menampakkan perbaikan dalam waktu 2-3 hari, maka penderita dapat
diberikan transfuse darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut,
khususnya pada kasus yang disertai purpura yang luas dan leucopenia.
5) KCl
Penderita yang menggunakan kortikosteroid umumnya mengalami penurunan
kalium atau hipokalemia, maka diberikan KCl dengan dosis 3 x 500 mg sehari
peroral.
6) Adenocorticotropichormon (ACTH)
Penderita perlu diberikan ACTH untuk menghindari terjadinya supresi korteks
adrenal akibat pemberian kortikosteroid. ACTH yang diberikan berupa ACTH
sintetik dengan dosis 1 mg.
7) Agen Hemostatik
Agen hemostatik terutama diberikan pada penderita disertai purpura yang luas.
Agen hemostatik yang sering digunakan adalah vitamin K.
8) Diet
Diet rendah garam dan tinggi protein merupakan pola diet yang dianjurkan
kepada penderita. Akibat penggunaan preparat kortikosteroid dalam jangka
waktu lama, penderita mengalami retensi natrium dan kehilangan protein,
dengan diet rendah garam dan tinggi protein diharapkan konsentrasi garam
dan protein penderita dapat kembali normal. Penderita selain menjalani diet
rendah garam dan tinggi protein, dapat juga diberikan makanan yang lunak
atau cair, terutama pada penderita yang sukar menelan.
9) Vitamin
Vitamin yang diberikan berupa vitamin B kompleks dan vitamin C. Vitamin B
kompleks diduga dapat memperpendek durasi penyakit. Vitamin C diberikan
dengan dosis 500 mg atau 1000 mg sehari dan ditujukan terutama pada
penderita dengan kasus purpura yang luas sehingga pemberian vitamin dapat
membantu mengurangi permeabilitas kapiler.

2. Masukan data base pasien ke dalam format database (termasuk data subyektif
dan objektif)
Jawab :
Subyektif Obyektif

 Keluhan utama :  Kesadaran compos mentis dan sakit berat.

kulit melepuh di muka, badan, tangan, kelamin,  Terdapat multiple bula di region antebrachii sinistra
dan paha disertai rasa perih, nyeri tenggorokan dan metacarpal sinistra.
dan sukar menelan.
 Terdapat lesi hiperpigmentasi di region abdomen
 Sebulan yang lalu terkena cacar dan bintik dan region thoraks anterior dan posterior.
cacar timbul semakin banyak setelah
 Mukosa mulut mengalami erosi, ekskoriasi dan
pengobatan.
krusta.
 Keluhan 12 hari sebelum masuk RS: Mengeluh
 Mukosa mata bersekret mengalami peradangan.
perih dan merah pada mata disertai kotoran
Belum tampak adanya epidermolysis.
mata dan bercak putih pada bagian mata,
badan terasa panas, tulang-tulang terasa nyeri,  Tekanan darah 110/90 mmHg

dan sesak napas.  Nadi 70x/m

 Pernapasan 25x/m
3. Buatlah asessment termasuk melakukan skrining resep dokter
Jawab :
 Assessment
No. Assessment Keterangan
1 SSJ dihubungkan dengan hilangnya cairan yang Penggantian ulang cairan harus dimulai secepat mungkin dan disesuaikan setiap
signifikan dikarenakan erosi, yang menyebabkan harinya. Hal yang perlu diperhatikan kepada penderita adalah mengatur
hipovolemia dan ketidakseimbangan elektrolit. keseimbangan cairan atau elektrolit tubuh, karena penderita sukar atau tidak dapat
Diberikan infus RL dan dekstrosa. menelan makanan atau minuman akibat adanya lesi oral dan tenggorokan serta
kesadaran penderita yang menurun. Infuse yang diberikan berupa dekstrosa dan ringer
laktat, hal ini sudah sesuai karena karena untuk mengatur keseimbangan cairan atau
elektrolit tubuh, karena penderita sukar atau tidak dapat menelan makanan atau
minuman akibat adanya lesi oral dan tenggorokan serta kesadaran penderita yang
menurun.
2 Penggunaan preparat kortikosteroid merupakan Kortikosteroid dapat diberikan dalam 72 jam pertama setelah onset untuk mencegah
tindakan life saving. Kortikosteroid yang biasa penyebaran yang lebih luas, dapat diberikan selama 3-5 hari diikuti penurunan secara
digunakan berupa deksametason secara intravena bertahap (tapering off). Dosis yang dapat diberikan adalah 30-40 mg sehari. Dapat
dengan dosis permulaan 4-6 x 5mg sehari. digunakan deksametason secara intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.
Tapering off hendaknya cepat dilakukan karena pada umumnya penyebab SSJ/NET
adalah eksogen (alergi). Pada SSJ/NET, kortikosteroid berperan sebagai anti
inflamasi, imunosupresif dan anti apoptosis. Kortikosteroid juga mempunyai efek
anti-apoptosis pada banyak jaringan termasuk kulit dengan menghambat aktivitas
Fas-FasL.
3 Penggunaan preparat kortikosteroid dengan dosis Antibiotik yang diberikan hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum
tinggi menyebabkan imunitas penderita luas, bersifat bakterisidal, dan tidak nefrotoksik. Antibiotik yang memenuhi syarat
menurun, maka antibiotic harus diberikan untuk tersebut antara lain siprofloksasin dengan dosis 2 x 400mg intravena, klindamisin
mencegah terjadinya infeksi sekunder. Diberikan dengan dosis 2 x 600mg intravena dan gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg. Antibiotik
Gentamicin IV 100 mg/12 jam. yang diberikan berupa injeksi gentamisin.
4 Lesi kulit tidak memerlukan pengobatan Rasa nyeri seringkali timbul pada lesi kulit dikarenakan lesi seringkali melekat pada
spesifik, kebanyakan penderita merasa lebih tempat tidur. Lesi kulit yang erosive dapat diatasi dengan memberikan sofratulle atau
nyaman jika lesi kulit diolesi dengan ointment krim sulfadiazine perak, larutan salin 0,9% atau burow. Pemberian krim sulfadiazine
berupa vaselin, polisporin, basitrasin. perak sudah tepat karena adanya lesi hiperpigmentasi di regio abdomen dan regio
thoraks anterior dan posterior.
5 Tidak diperlukan adanya antacid syr. Tidak ada data hasil lab yang berhubungan dengan asam lambung, gastritis, tukak
lambung, tukak usus dua belas jari.
6 Tidak diperlukan gentamisin krim. Sudah adanya penggunaan Gentamisin injeksi.
 Skrining Resep Dokter
a. Administratif
Berat badan pasien tidak ada, SIP dokter tidak ada, nomor telepon dokter tidak ada, paraf dokter tidak ada
b. Farmasetik
Bentuk sediaan injeksi, ampul, dan krim sudah sesuai; tidak ditemukannya inkompatibilitas; tidak ditemukannya masalah
pada stabilitas
c. Klinis
1) Infus Dektrosa
Ketepatan indikasi dan dosis Aturan, Cara, dan Duplikasi Efek samping Kontraindikasi Interaksi
obat Lama dan/atau
Penggunaan Obat Polifarmasi
Sudah tepat karena untuk Injeksi intravena Tidak ada Sakit kepala, demam, cemas, Hipersensitif furosemide,
mengatur keseimbangan berkeringat, lemah, kulit hydrochlorothiazide,
cairan atau elektrolit tubuh, pucat, sulit konsentrasi, batuk hydrocortisone, atau
karena penderita sukar atau kronis, kejang, halusinasi. prednisone
tidak dapat menelan denyut jantung kian cepat
makanan atau minuman atau tidak beraturan, sesak
akibat adanya lesi oral dan napas atau napas berbunyi
tenggorokan serta kesadaran (mengi), hiperglikemia,
penderita yang menurun hipokalemia, lokasi bekas
suntikan terasa sakit, merah,
bengkak, reaksi alergi obat.
2) Infus Ringer Laktat
Ketepatan indikasi Aturan, Cara, dan Lama Duplikasi Efek samping Kontraindikasi Interaksi
dan dosis obat Penggunaan Obat dan/atau
Polifarmasi
Sudah tepat karena Injeksi intravena Tidak ada Sakit kepala, pusing, gatal- Hipersensitif Ceftriaxone, mannitol,
untuk mengatur gatal, sakit perut, bersin- methylprednisone,
keseimbangan cairan bersin, ruam, batuk, sulit nitroglycerin, nitroprusside,
atau elektrolit tubuh bernapas, demam, mulut norepinephrine,
kering, penurunan tekanan procainamide, propanolol
darah, detak jantung
abnormal, nyeri dada
3) Deksametason Ampul
Ketepatan indikasi Aturan, Cara, dan Lama Duplikasi Efek samping Kontraindikasi Interaksi
dan dosis obat Penggunaan Obat dan/atau
Polifarmasi
Penggunaan Injeksi intramuskular atau Tidak ada Nafsu makan meningkat, infeksi jamur sistemik; phenytoin, rifampicin,
preparat injeksi intravena, Dosis berat badan bertambah, infeksi sistemik kecuali barbiturat, carbamazepine,
kortikosteroid awal: dosis 0,4-20 mg/hari perubahan siklus menstruasi, dirawat dengan anti- atau ephedrine,
merupakan tindakan diberikan melalui injeksi gangguan tidur, pusing, sakit infeksi spesifik dan praziquantel,
life saving (sudah intravena (pembuluh darah)/ kepala, sakit perut, demam, tidak boleh di berikan erythromycin, ketoconazole,
tepat) intranuskular (melalui otot) perubahan emosi, tubuh bersamaan dengan atau ritonavir, diuretik,
tergantung pada kondisi mudah lelah, nyeri di tulang, pemberian vaksin warfarin, aspirin, vaksin
yang diobati, dosis dapat sendi, atau otot, BCG
dipertahankan atau pembengkakan di tungkai,
disesuaikan sampai tercapai gangguan penglihatan, tinja
respon yang memuaskan berwarna hitam, jantung
berdebar, kejang, moon face
4) Gentamisin Injeksi
Ketepatan indikasi dan Aturan, Cara, dan Duplikasi Efek samping Kontraindikasi Interaksi
dosis obat Lama Penggunaan dan/atau
Obat Polifarmasi
Penggunaan preparat Injeksi intramuskular Ada Efek Samping yang mungkin Hipersensitif Efek aditif dengan obat
kortikosteroid dengan atau injeksi intravena, terjadi adalah gangguan neurotoksik dan / atau
dosis tinggi menyebabkan 2-5 mg/kg bb/hari vestibuler dan nefrotoksik lainnya termasuk
imunitas penderita (dalam dosis terbagi pendengaran, nefrotoksisitas; sefalosporin, metisilin,
menurun, maka antibiotik tiap 8 jam). dapat menyebabkan terjadi iritasi amfoterisin B, siklosporin,
harus diberikan untuk dan melepuh pada kulit (sediaan cisplatin, diuretik poten
mencegah terjadinya salep) (misalnya Asam etakrilat,
infeksi sekunder, misalnya furosemid) dan agen
broncopneneumonia yang penghambat neuromuskuler
dapat menyebabkan (misalnya Suksinilkolin,
kematian, sehingga tubokur), dapat mempotensiasi
penggunaan gentamisin efek antikoagulan (misalnya
injeksi sudah tepat Warfarin, fenindione), dapat
melawan efek neostigmin dan
piridostigmin, peningkatan
risiko hipokalsemia dengan
bisfosfonat, peningkatan risiko
blokade neuromuskuler dengan
toksin botulinum, Indometasin
dapat meningkatkan konsentrasi
plasma gentamisin pada
neonatus
5) Gentamisin Krim 0,3%
Ketepatan indikasi Aturan, Cara, dan Duplikasi Efek samping Kontraindikasi Interaksi
dan dosis obat Lama Penggunaan dan/atau
Obat Polifarmasi
Penggunaan preparat Dioles tipis-tipis Ada Efek Samping yang mungkin Hipersensitif Efek aditif dengan obat neurotoksik dan
kortikosteroid dengan pada kulit yang terjadi adalah gangguan / atau nefrotoksik lainnya termasuk
dosis tinggi terkena infeksi vestibuler dan sefalosporin, metisilin, amfoterisin B,
menyebabkan pendengaran, nefrotoksisitas; siklosporin, cisplatin, diuretik poten
imunitas penderita dapat menyebabkan terjadi (misalnya Asam etakrilat, furosemid)
menurun, maka iritasi dan melepuh pada kulit dan agen penghambat neuromuskuler
antibiotik harus (sediaan salep) (misalnya Suksinilkolin, tubokur), dapat
diberikan untuk mempotensiasi efek antikoagulan
mencegah terjadinya (misalnya Warfarin, fenindione), dapat
infeksi sekunder melawan efek neostigmin dan
piridostigmin, peningkatan risiko
hipokalsemia dengan bisfosfonat,
peningkatan risiko blokade
neuromuskuler dengan toksin botulinum,
Indometasin dapat meningkatkan
konsentrasi plasma gentamisin pada
neonatus
6) Antacid Syrup
Ketepatan indikasi Aturan, Cara, dan Lama Duplikasi Efek samping Kontraindikasi Interaksi
dan dosis obat Penggunaan Obat dan/atau
Polifarmasi
Mengurangi gejala Dewasa: diminum 3-4 kali Tidak ada Diare, perut hipersensitif terhadap kandungan Mengganggu penyerapan
kelebihan asam per hari, berikan 2-4 sendok kembung, mual, dari Antasida Doen, nyeri perut tetrasiklin,
lambung, gastritis, takar (10-20 mL) muntah, kram yang parah atau obstruksi usus penisilin, sulfanomida, digoxin,
tukak lambung, perut, sembelit besar, serta gagal ginjal indometacin, naproxen,
tukak usus dua phenylbutazone, quinidine, dan
belas jari. Belum vitamin dan meningkatkan
tepat indikasi. penyerapan vitamin C

7) Krim Sulfadiazine Perak


Ketepatan indikasi Aturan, Cara, Duplikasi Efek samping Kontraindikasi Interaksi
dan dosis obat dan Lama dan/atau
Penggunaan Polifarmasi
Obat
Pemberian krim Topikal (untuk Tidak ada gangguan hematologi ibu hamil yang mendekati atau sudah -
sulfadiazine perak pemakaian luar) (agranulositosis, anemia aterm, neonatus prematur atau neonatus
sudah tepat karena aplastik, trombositopenia, berusia kurang dari 2 bulan,
adanya lesi dan anemia hemolitik), hipersensitivitas
hiperpigmentasi di reaksi hipersensitivitas,
regio abdomen dan gangguan gastrointestinal,
regio thoraks hepatitis dan nekrosis
anterior dan hepatoseluler, nefrosis
posterior toksik, dan gangguan sistem
saraf pusat
4. Buatlah rekomendasi terapi pada pasien, rute pemberian, regimentasi dosis, dan
karakteristik fisika-kimia obat.
Jawab :
a. Rekomendasi terapi
Diagnosis Rekomendasi Rute Regimen
Indikasi
penyakit terapi pemberian terapi
Dehidrasi dan Infus ringerKekurangan cairan IV 18 tpm
kekurangan laktat dan elektrolit
elektrolit Infus dextrose Tambahan nutrisi IV 18 tpm
Dexametason Kortikosteroid IV 1 ampul/8
(imunosupresan) jam
Gentamicin Antibiotik IV 2 x 80 mg
Sindrom (pencegahan
steven infeksi sekunder)
johnson Gentamicin Lesi pada kulit Topikal 2-3 kali
krim sehari
Obat kumur Lesi pada rongga Topikal 3-5 kali
mulut sehari
Salbutamol Sesak nafas Inhalasi 3 x 2,5 mg
Sesak nafas nebulizer 2,5 tiap 20
mg menit sekali
Vit B komplex Terapi tambahan Oral 1 x 1 hari
Vitamin
Vitamin K Terapi tambahan Oral 1 x 1 hari
- Terapi tambahan Vitamin yang diberikan berupa vitamin B kompleks yang
diduga dapat memperpendek durasi penyakit dan vitamin K sebagai agen
hemostatik terutama diberikan pada penderita disertai purpura yang luas.
b. Karakteristik fisika-kimia obat
1) Infus Ringer Laktat
Tiap 500 mL mengandung Natrium Laktat 0,31 gram, KCl 0,03 gram,
CaCl20,02 gram, dan NaCl 0,6 gram.
Preformulasi Zat Aktif
 Natrium Laktat
Rumus molekul C3CHOHCOONa
Bobot molekul 112,06 g/mol
Pemerian Tidak berwarna, bening; tidak berbau; atau sedikit
berbau dengan bau garam yang khas; higroskopis.
Kelarutan Larut dalam methanol 95% dan dalam air, kloroform,
dan gliserol; praktis tidak larut dalam kloroform,eter,
dan minyak.
Stabilitas Stabil dalam air
pH 5-7
Titik lebur 163 - 165
Inkompatibilitas Novabison sodium,oksitetrasiklin HCl, sodium
karbonat, sodium kalsium edetal, sulfanidin sodium
Wadah penyimpanan Simpan dalam wadah tertutup baik dan kering
Khasiat dan penggunaan Buffering agent, Isotonis agent

 Natrium Klorida
Rumus molekul NaCl
Bobot molekul 458,44
Pemerian Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk
hablur putih; rasa asin
Kelarutan Mudah larut dalam air; sedikit lebih mudah larut
dalam air mendidih; larut dalam gliserin; sukar larut
dalam etanol.
Stabilitas Stabil dalam bentuk larutan.
pH 5,0-7,5
Titik lebur 801oC (1047 K)
Inkompatibilitas Logam Hg,Fe dan Ag.
Wadah penyimpanan Dalam wadah kaca atau plastik dosis tunggal,
sebaiknya dari kaca Tipe 1 atau Tipe II.
Dosis Lebih dari 0,9% (Excipient hal 440). Injeksi IV 3-5%
dalam 100ml selama 1 jam (DI 2003 hal 1415).
Injeksi NaCl mengandung 2,5-4 mEq/ml. Na+ dalam
plasma = 135-145 mEq/L.pengganti Na+ dan Cl-
dalam tubuh.

 Kalium Klorida
Rumus molekul KCl
Bobot molekul 74,55 g/mol
Pemerian Hablur bentuk memanjang, prisma atau kubus, tidak
berwarna, atau serbuk granul putiih; tidak berbau;
rasa garam; stabil diudara;l arutan bereaksi netral
terhadap lakmus.
Kelarutan Mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air
mendidih, dan tidak larut dalam etanol.
Stabilitas Stabil di udara, dan harus disimpan dalam wadah
tertutup rapat, di tempat sejuk dan kering.
pH Antara 4-8
Titik lebur -
Inkompatibilitas Larutan KCl IV inkompatibel dengan protein
hidrosilat,perak dan garam merkuri.
Wadah penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat.
Dosis konsentrasi kalium pada rute IV tidak lebih dari 40
mEq/L dengan kecepatan 20 mEq/jam (untuk
hipokalemia). Untuk mempertahankan konsentrasi
kalium pada plasma 4 mEq/L (DI,2003:1410). K+
dalam plasma = 3,5-5 mEq/L.
Khasiat zat antimikroba .

 Kalsium Klorida dihidrat


Rumus molekul CaCl2.2H2O
Bobot molekul 147,02 g/mol
Pemerian Granul atau serpihan, putih, keras, tidak berbau.
Kelarutan Mudah larut dalam air, dalam etanol, dan dalam
etanol mendidih, sangat mudah larut dalam air panas.
Stabilitas Injeksi kalsium dilaporkan inkompatibel dengan
larutan IV yang mengandung banyak zat aktif.
pH Antara 4,5 dan 9,2
Titik lebur -

Inkompatibilitas Karbonat, Sulfat, Tartrat, Sefalotin sodium, CTM


dengan tetrasiklin membentuk kompleks.
Wadah penyimpanan Dalam wadah tertutup rapat
Dosis -
Khasiat Zat penyerap air dan antimikroba

2) Dektrosa Monohidrat
 Organoleptis : Dekstrosa Monohidrat berupa kristal tidak
berwarna atau putih, berbentuk bubuk kristal atau butiran, tidak
berbau dan memiliki rasa manis. Memiliki luas permukaan 0,22-0,29
m2/g.
 Bobot Molekul : Dekstrosa memiliki rumus molekul C6H12O6.H2O
dengan bobot molekul yaitu 198,17 g/mol.
 Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air mendidih; mudah larut
dalam air; larut dalam tanol mendidih; sukar larut dalam etanol.
 Stabilitas : Dekstrosa atau glukosa memiliki daya tahan yang baik
terhadap cahaya, namun dalam penyimpanan diusahakan terlindung
dari sinar matahari (McEvoy, 2002). Dekstrosa tidak stabil terhadap
suhu tinggi karena dapat terdegradasi menjadi 5 hidroksi-metil-
furfural, yang akhirnya berubah menjadi asam lauvulinik. Dekstrosa
dapat disimpan pada suhu 2oC-25oC atau disimpan pada suhu kamar
(tahan sampai 14 bulan) (McEvoy, 2002). Dekstrosa stabil pada pH 3,5
sampai 6,5 (Depkes RI, 1995). Jika pH terlalu asam akan
menyebabkan terbentuknya karamel dan akan terdekomposisi dan
berwarna coklat pada pH yang lebih basa (Kibbe, 2000).
 Titik Lebur dan Penyimpanan : Dekstrosa memiliki titik lebur 83oC
dan harus disimpan pada suhu 2oC-25oC dan terlindungi dari sinar
matahari
3) Deksametason
 Pemerian : Serbuk atau kristal padat berwarna putih hingga kuning
pucat, tidak berbau.
 Berat molekul : 392,46;
 Titik leleh : 255-261oC;
 Kelarutan : larutan dalam air 10 mg/100mL (25oC).
4) Gentamisin Sulfat
 Pemerian Serbuk : putih sampai kuning gading.
 Kelarutan : Mudah larut dalam air; praktis tidak larut dalam etanol
(95%) P, dalam kloroform P dan dalam eter P.
 Stabilitas : Ada 16% hilangnya potensi rata-rata gentamisin sulfat dari
larutan yang mengandung 10 dan 40 mg / mL bila disimpan pada suhu
4 ° atau 25 ° dalam jarum suntik plastik sekali pakai selama 30 hari,
dan endapan coklat yang terbentuk di beberapa kasus. Penyimpanan
dalam gelas sekali pakai jarum suntik selama 30 hari menghasilkan 7%
kehilangan potensi rata-rata, yang dianggap dapat diterima, namun
penyimpanan lebih lama mengakibatkan dalam pembentukan endapan
dalam beberapa kasus dan tidak dianjurkan.
 Inkompabilitas : Aminoglikosida yang aktif dalam vitro oleh berbagai
penisilin dan sefalosporin melalui interaksi dengan cincin beta-laktam,
tingkat inaktivasi tergantung pada suhu, konsentrasi, dan durasi
kontak. Perbedaan aminoglikosida bervariasi dalam stabilitas mereka,
dengan amikasin rupanya yang paling tahan dan tobramycin paling
rentan terhadap inaktivasi; gentamisin dan netilmisin adalah stabilitas
menengah. Beta laktam juga bervariasi dalam kemampuan mereka
untuk menghasilkan inaktivasi, dengan ampisilin, benzilpenisilin,
penisilin dan antipseudomonal seperti karbenisilin dan tikarsilin
memproduksi inaktivasi ditandai. Inaktivasi juga telah dilaporkan
dengan asam klavulanat. Gentamisin juga tidak sesuai dengan
furosemid, heparin, sodium bikarbonat (pH asam larutan gentamisin
mungkin membebaskan karbon dioksida) , dan beberapa solusi untuk
nutrisi parenteral . Interaksi dengan persiapan memiliki pH basa, atau
obat yang tidak stabil pada pH asam (misalnya eritromisin garam),
yang cukup dapat diharapkan. Mengingat potensi mereka untuk
ketidakcocokan, gentamisin dan lainnya aminoglikosida harus
umumnya tidak dicampur dengan obat lain dalam jarum suntik atau
larutan infus atau diberikan melalui intravena yang sama line. Ketika
aminoglikosida diberikan dengan beta laktam, mereka umumnya harus
diberikan pada lokasi terpisah.
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
5) Salbutamol
 Rumus kimia : C13H21NO3
 Berat molekul : 239,31
 Pemerian : serbuk hablur putih
 Kelarutan : agak sukar larut dalam air, larut dalam etanol
 Titik lebur : suhu lebih kurang 156°C
6) Povidone iodine
 Rumus kimia : C6H912NO
 Berat molekul : 364,95
 Pemerian : serbuk putih atau kekuningan, berbau lemah atau tidak berbau,
higroskopis
 Kelarutan : mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) dan dalam
kloroform, kelarutan tergantung dari bobot molekul rata-rata, praktis tidak
larut dalam eter.

5. Sampaikan kepada dokter penulis resep jika resep ada masalah (tulis bagaimana
cara penyampaian kepada dokter)
Permasalahan dalam resep :
 Pemberian antacyd syr merupakan obat tanpa indikasi, sebaiknya dihentikan.
 Pasien mengeluhkan sesak nafas, perlu penambahan salbutamol nebulizer.
 Terdapat 2 jenis sediaan Gentamisin dalam resep (injeksi dan krim), pemakaian
gentamisin krim dihentikan.
 Dosis gentamisin injeksi terlalu tinggi, perlu dilakukan penurunan dosis.
Form CPPT:
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Nama Pasien : Ny. ZN Diagnosa dokter : Sindrom Steven Johnson
Umur : 38 tahun Jenis kelamin : P
Alamat : Dsn. Ringinanom, Surakarta Pekerjaan : Tidak bekerja
Ruang perawatan : Anggrek 807
Hasil pemeriksaan, Analisa, Verifikasi DPJP
Rencana, Penatalaksana pasien Instruksi tenaga (Bubuhkan nama,
(Ditulis dg format SOAP, disertai kesehatan termasuk paraf, tgl, jam)
Tgl/ Jam Profesi target yg terukur, evaluasi hasil, pasca bedah/prosedur DPJP harus
tata laksana dituliskan dalam (instruksi ditulis dgn membaca seluruh
assesmen, harap dibubuhkan rinci dan jelas) rencana
nama dan paraf akhir catatan) perawatan
25/10/2021 Apoteker Subjektif : Plan:
1. Kesadaran compos mentis dan -Penghentian Rizky
09.00 tampak sakit berat. Gentamicin krim 0,3% Rizky Alfiana
2. Tampak eritema disertai -Penghentian Antasid 19/11/2021
multiple vesikel di ekstremitas syrup 10.00
superior dan inferior serta -Penambahan

RIA
regio genital. salbutamol inhalasi
3. Tampak multipel bula di untuk sesak nafas
region antebrachii sinistra dan -Penurunan dosis Ria Kurmala
metacarpal sinistra. gentamicin injeksi 19/11/2021
4. Tampak lesi hiperpigmentasi menjadi 80 mg/12 jam. 10.00
di region abdomen dan regio -Pemberian betadin obat
thoraks anterior dan posterior. kumur (betadine gargle)
5. Tampak mukosa mulut -pemberian sofratul
mengalami erosi, ekskoriasi untuk ditempel pada lesi
dan krusta. kulit
6. Tampak mukosa mata
bersekret mengalami
peradangan.
7. Belum tampak adanya
epidermolysis

Objektif:
TD : 110/90 mmHg
Respiratory rate: : 25x/menit
Nadi: 70 x/menit

Assessment:
1. Terdapat duplikasi obat
2. Terdapat pengobatan tanpa
indikasi
3. Terdapat indikasi tanpa obat
4. Terdapat obat yang melebihi
dosis
6. Sarankan terapi non farmakologi untuk mendukung penyembuhan pasien
Jawab :
- Penggunaan pelembab udara saat tidur meningkatan rasa nyaman pasien. Hal
lain yang perlu dijaga adalah temperatur lingkungan, sebaiknya dinaikkan
hingga 28˚C hingga 30˚C - 32°C untuk mencegah pengeluaran kalori yang
berlebihan karena kehilangan epidermis.
- Perawatan mata meliputi pembersihan kelopak mata dan memberi pelumas
setiap hari dengan obat tetes atau salep mata.
- Hindari makanan yang terlalu panas atau dingin, makanan yang asam dan
kasar. Sebaiknya makanan yang halus dan basah sehingga tidak mengiritasi
lesi pada mulut.
- Mulut harus dibersihkan beberapa kali dalam sehari untuk menjaga kebersihan
rongga mulut, berulang-ulang kumur-kumur dengan antiseptik.
- Diet rendah garam dan tinggi protein merupakan pola diet yang dianjurkan
kepada penderita. Akibat penggunaan preparat kortikosteroid dalam jangka
waktu lama, penderita mengalami retensi natrium dan kehilangan protein,
dengan diet rendah garam dan tinggi protein diharapkan konsentrasi garam
dan protein penderita dapat kembali normal. Penderita selain menjalani diet
rendah garam dan tinggi protein, dapat juga diberikan makanan yang lunak
atau cair, terutama pada penderita yang sukar menelan.
7. Lakukan pemantauan terapi obat
Form PTO:
FORM PEMANTAUAN TERAPI OBAT
Nama pasien : Ny. Zn No RM : 571279 Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 38 tahun TB/BB :- Tgl masuk RS : 25/08/2019
Diagnose : Sindrome Steven Jason Ruangan : Anggrek 807
Tanggal 25/08/2019
Problem medik Sindrom Steven Johnson
Subyektif - Kulit melepuh di muka, badan, tangan, kelamin, dan paha
Rasa perih, nyeri tenggorokan dan sukar menelan.
- Sebulan yang lalu terkena cacar dan bintik cacar timbul
semakin banyak setelah pengobatan.
- Mengeluh perih dan merah pada mata disertai kotoran mata
dan bercak putih pada bagian mata, badan terasa panas,
tulang-tulang terasa nyeri, dan sesak napas.
Obyektif - Kesadaran compos mentis dan sakit berat
- Tampak multiple bula di region antebrachii sinistra dan
metacarpal sinistra.
- Tampak lesi hiperpigmentasi di region abdomen dan region
thoraks anterior dan posterior.
- Mukosa mulut mengalami erosi, ekskoriasi dan krusta.
- Tampak mukosa mata bersekret mengalami peradangan.
Belum tampak adanya epidermolysis
- Tekanan darah 110/90 mmhg
- Nadi 70x/m
- Pernapasan 25x/m
Terapi obat - Infuse dextrose 2 fl
- Infus RL 2 fl
- Dexamethasone 3 ampul
- Gentamisin inj
- Antacid syr 1 fl
- Gentamisin krim 0,3% 2 tube
- Sulfadiazine perak krim
- Betadine gargle
- Salbutamol nebulizer 2,5 mg
- Vitamin B kompleks dan vitamin K
Analisis – Assessment - Infuse yang diberikan berupa dekstrosa dan ringer laktat, hal
ini sudah sesuai karena karena untuk mengatur keseimbangan
cairan atau elektrolit tubuh, karena penderita sukar atau tidak
dapat menelan makanan atau minuman akibat adanya lesi oral
dan tenggorokan serta kesadaran penderita yang menurun.
- Penggunaan preparat kortikosteroid merupakan tindakan life
saving. Kortikosteroid yang biasa digunakan berupa
deksametason secara intravena dengan dosis permulaan 4-6 x
5mg sehari.
- Penggunaan preparat kortikosteroid dengan dosis tinggi
menyebabkan imunitas penderita menurun, maka antibiotic
harus diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder,
misalnya broncopneneumonia yang dapat menyebabkan
kematian. Antibiotik yang diberikan hendaknya yang jarang
menyebabkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal,
dan tidak nefrotoksik. Antibiotik yang memenuhi syarat
tersebut antara lain siprofloksasin dengan dosis 2 x 400 mg
intravena, klindamisin dengan dosis 2 x 600 mg intravena dan
gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg. Antibiotik yang diberikan
berupa injeksi gentamisin.
- Lesi kulit tidak memerlukan pengobatan spesifik, kebanyakan
penderita merasa lebih nyaman jika lesi kulit diolesi dengan
ointment berupa vaselin, polisporin, basitrasin. Rasa nyeri
seringkali timbul pada lesi kulit dikarenakan lesi seringkali
melekat pada tempat tidur. Lesi kulit yang erosive dapat
diatasi dengan memberikan sofratulle atau krim sulfadiazine
perak, larutan salin 0,9% atau burow. Pemberian krim
sulfadiazine perak sudah tepat karena adanya lesi
hiperpigmentasi di regio abdomen dan regio thoraks anterior
dan posterior.
- Tidak diperlukan adanya antacid syr karena tidak ada data
hasil lab yang berhubungan dengan asam lambung, gastritis,
tukak lambung, tukak usus dua belas jari.
- Pembatalan penggunaan gentamisin krim karena sudah
adanya penggunaan Sulfadiazine perak krim
DRP actual/potensial - Terapi tanpa indikasi = penggunaan antasida syr
- Penggunaan obat tidak tepat = penggunaan gentamisin krim
Plan - Menghilangkan antacid karena tidak ada keluhan pasien yang
membutuhkan obat tersebut
- Menghilangkan obat gentamisin krim karena sudah ada
gentamisin injeksi yang memberikan efek lebih cepat
dibandingkan krim
- Penambahan betadine gargle untuk mengatasi lesi pada
rongga mulut
- Penambahan salbutamol nebulizer untuk mengatasi sesak
napas yang dikeluhkan pasien
- Penambahan vitamin B kompleks dan vitamin K untuk
mempercepat penyembuhan
Implementasi Sudah ditulis dalam CPPT disampaikan kepada dokter
Monitoring - Respiratory rate
- Lesi pada kulit dan membran mukosa
- Kadar kalium
Daftar Pustaka
Adithan C. Stevens-Johnson Syndrome. In: Drug Alert. JIPMER. 2006;2(1). India.

A Mansjoer S, Wardhani WI, Setiowulan W. Erupsi Alergi Obat.. Kapita Selekta


Kedokteran Edisi ketiga Jilid 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Media Aesculapius; 2000.

Djuanda A. Sindrom Stevens-Johnson. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007:163-5.

Djuanda A. “Sindroma Stevens-Johnson”, MDK, vol.9 no.4, Mei 190, halaman 50.

V.K Sharma GGS. Adverse cutaneous reaction to drugs; an overview. J Postgard Med. 1996:
42(1)

Anda mungkin juga menyukai