Steven-Jonhson Syndrome
KELAS B / KELOMPOK 4
FAKULTAS FARMASI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Sindrom Steven Johnson dalah sindroma yang mengenai kulit, selaput lendir
di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat,
kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura (Mochtar
Hamzah, 2005 : 147). Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SSJ,
adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini
mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada versi efek samping ini yang
lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxik epidermal
necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan, disebut sebagai eritema
multiforme (EM) (Adithan,2006).
Penyebab Steven Johnson ini paling banyak dipicu oleh penggunaan obat-
obatan atau dengan kata lain, penyebab Steven Johnson ini adalah karena alergi obat-
obat tertentu, biasanya adalah penggunaan obat antibiotik. Alergi obat tersering
adalah golongan obat analgetik (pereda nyeri), antipiretik (penurun demam) sekitar
45%, golongan karbamazepin sekitar 20% dan sisanya adalah jenis jamu-jamuan.
Selain alergi obat penyebab lainnya adalah karena adanya infeksi virus, bakteri, atau
jamur tertentu, karena makanan seperti coklat, ketidak cocokan lingkungan misal
udara dingin, panas matahari dan bahkan bisa juga dipicu oleh penyakit keganasan
lainnya misal kanker. Sebenarnya, penyebab pasti dari Steven Johnson ini idiopatik
atau tidak selalu diketahui secara pasti, tapi yang paling banyak terjadi adalah karena
reaksi berlebihan dari tubuh untuk menolak obat-obatan yang masuk ke dalam tubuh.
II. Patofisiologi
Tugas:
1. Buatlah latar belakang singkat, tentang patofisologi dan farmakoterapinya
2. Masukkan data base pasien ke dalam format database (termasuk data subyektif dan obyektif)
3. Buatlah assessment
4. Identifikasi dan usulkan pengatasan problem medic, Rekomendasi terapi pada pasien, rute
pemberian, regimentasi dosis, dan karakteristik fisika kimia obat
5. Lakukan Pemantauan Terapi Obat.
FORM DATA BASE
UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. AY
Umur : 24 tahun
Tempat/tanggal lahir :-
Alamat :-
Ras :-
Pekerjaan :-
Sosial :-
Riwayat masuk RS :-
Riwayat penyakit terdahulu : -
Riwayat sosial :-
Kegiatan :-
Pola makan/diet :-
Merokok :-
Meminum alkohol :-
Meminum obat herbal :-
Riwayat alergi dan asma bronchial : -
Keluhan Utama : bibir melepuh
Keluhan Tambahan : kulit wajah terasa panas, sekujur tubuh terasa menggigil, mata
perih dan sulit dibuka
Riwayat penyakit dahulu :-
Riwayat pengobatan : Paracetamol
Riwayat penyakit keluarga :-
Keluhan/ tanda umum : panas pada wajah lalu muncul gelembung-gelembung berisi air
berukuran kecil seperti cacar air pada wajah,leher, dada, dan punggung bawah. Sejak 5 hari
sebelum masuk RS, gelembung pada wajah, leher, dada, dan punggung bawah pasien pecah dan
menjadi bercak-bercak kehitaman. Pasien juga merasakan perih dan gatal pada wajah, leher
dada, dan punggung bawahnya. Pasien belum pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya.
Data Subyektif dan Obyektif
Tanda Vital
Parameter Nilai normal Data obyektif Data subyektif Implikasi klinik
Tekanan darah 120/80 120/80 - Normal
(mmHg)
Denyut nadi 60-100 84 - Normal
(x/menit)
Respiratory Rate 12-18 17 - Normal
(x/menit)
Suhu tubuh (C) 35,3-36,8 36,1 - Normal
Kesadaran Komposmentis Komposmentis - Normal
Assesment
1. Pasien minum parasetamol untuk mengatasi sakit kepala dan tidak enak badan tapi pada sore
harinya pasien merasakan panas pada wajah lalu muncul gelembung-gelembung berisi air
berukuran kecil seperti cacar air pada wajah, leher, dada, dan punggung bawah maka hentikan
penggunaan parasetamol karena menyebabkan Stevens-Johnson Syndrome.
2. Pemakaian Kortikostreroid topikal Triamsinolon 0,1% dan Dexametason 5 mg 3 x sehari 1
tablet diteruskan untuk mengatasi inflamasi. Dosis dexametason harus diturunkan secara
perlahan.
3. Penggunaan obat kartikosteroid dosis tinggi dapat menyebabkan penurunan sistem imun
(Imunosupresif) sehingga pasien rentan terkena infeksi. Antibiotika yang dipilih hendaknya
yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak
nefrotoksisk.
4. Bibir pasien terasa panas dan melepuh menyebabkan pasien sulit untuk makan dan minum
maka perlu untuk mengatur keseimbangan cairan atau elektrolit tubuh dan asupan nutrisi yang
baik.
5. Penggunaan preparat kortikosteroid dalam jangka waktu lama, penderita mengalami retensi
natrium dan kehilangan protein, dengan diet rendah garam dan tinggi protein diharapkan
konsentrasi garam dan protein penderita dapat kembali normal.
6. Mata perih dan sulit dibuka maka perlu perawatan pada mata yang tepat (kebersihan mata
yang baik).
7. Rasa nyeri seringkali timbul pada lesi kulit dikarenakan lesi seringkali melekat pada tempat
tidur sehingga memerlukan perawatan kulit yang tepat.
Plan
Terapi farmakologi
1. Kortikosteroid yang biasa digunakan berupa deksametason secara intravena dengan dosis
permulaan 5 mg/8 jam diberikan selama 7 hari, lalu dilakukan tappering off sampai dosis 5
mg/hari. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari kemudian diganti dengan tablet kortikosteroid
seperti prednison yang diberikan dengan dosis 20 mg sehari, kemudian diturunkan menjadi 10
mg pada hari berikutnya selanjutnya pemberian obat dihentikan. Lama pengobatan preparat
kortikosteroid kira-kira berlangsung selama 10 hari.
2. Pasta Triamsinolon 0,1% dioleskan pada bibir pasien. Pemakaian pasta dianjurkan saat
sebelum tidur karena lebih efektif. Sebelum dioleskan, daerah sekitar lesi harus dibersihkan
terlebih dahulu kemudian dikeringkan menggunakan spons steril untuk mencegah melarutnya
pasta oleh saliva. Apabila pasta larut oleh saliva, obat tidak dapat bekerja dengan optimum
sehingga tidak akan diperoleh efek terapi yang diharapkan.
3. Untuk mencegah terjadinya infeksi diberikan antibiotik spektrum luas, biasanya dipergunakan
gentamisin dengan dosis 80 mg/12 jam intravena selama 5 hari.
4. Untuk mengatur keseimbangan cairan atau elektrolit tubuh pasien sehingga diberi IVFD RL
20 tetes/menit.
5. Perawatan pada mata memerlukan kebersihan mata yang baik, kompres dengan larutan salin.
6. Lesi kulit tidak memerlukan pengobatan spesifik, kebanyakan penderita merasa lebih nyaman
jika lesi kulit diolesi dengan ointment berupa vaselin, polisporin, basitrasin (untuk mengatasi
infeksi sekunder).
Terapi non-farmakologi
1. Diet rendah garam dan tinggi protein merupakan pola diet yang dianjurkan kepada penderita.
Akibat penggunaan preparat kortikosteroid dalam jangka waktu lama, penderita mengalami
retensi natrium dan kehilangan protein, dengan diet rendah garam dan tinggi protein
diharapkan konsentrasi garam dan protein penderita dapat kembali normal. Penderita selain
menjalani diet rendah garam dan tinggi protein, dapat juga diberikan makanan yang lunak
atau cair, terutama pada penderita yang sukar menelan.
2. Menghindari menggunakan sabun yang mangiritasi.
3. Menjaga kebersihan tempat tidur untuk mencegah terjadinya infeksi.
Menjawab pertanyaan no 4