Anda di halaman 1dari 34

DEMAM

TIFOID Oleh :
Annisa Amriani. S, M. Farm, Apt
Anak Ek (6 thn) dirawat di RS dengan keluhan panas tinggi
sejak 7 hari yang lalu. Panas timbul mendadak tinggi hingga
39oC bersifat naik turun. Panas mulai tinggi ketika sore
menjelang malam hari. Pasien sudah dibawa ke dokter dan
diberi obat puyer penurun panas namun belum ada perbaikan.
Pasien tidak mengeluh nyeri sendi, tidak ada mimisan atau gusi
berdarah. Tidak ada bintik merah pada kulit. Pasien mengeluh
mual, nyeri ulu hati dan muntah 1 kali. Nafsu makan
berkurang. Ada lapisan pada lidah (coated tongue). BAB 2 kali
sehari konsistensi lunak. Nadi 124x/menit, BB 20 kg, Leukosit
15.000, Widal test Thypii O: 1/320, Parathypii H: 1/640
Pertanyaan :
a) Apa diagnosa pasien tersebut?
b) Bagaimana penatalaksanaannya? (Non
farmakoterapi dan farmakoterapi)
c) Apa saran yang diberikan jika pasien pulang ?
PEMBAHASAN

Anamnesa Pasien :
Nama : Anak Ek
Usia : 6 tahun
BB : 20 kg
Diagnosa
Pasien mengalami demam tifoid sesuai dengan manifestasi klinis
berupa panas tinggi sejak 7 hari yang lalu. Panas timbul mendadak
tinggi hingga 39oC bersifat naik turun. Panas mulai tinggi ketika sore
menjelang malam hari. Pasien sudah dibawa ke dokter dan diberi
obat puyer penurun panas namun belum ada perbaikan. Pasien
tidak mengeluh nyeri sendi, tidak ada mimisan atau gusi berdarah.
Tidak ada bintik merah pada kulit. Pasien mengeluh mual, nyeri ulu
hati dan muntah 1 kali. Nafsu makan berkurang. Ada lapisan pada
lidah (coated tongue). BAB 2 kali sehari konsistensi lunak. Nadi
124x/menit, BB 20 kg, Leukosit 15.000, Widal test Thypii O: 1/320,
Parathypii H: 1/640
PENATALAKSANAAN
• Non Farmakoterapi
a. Tirah baring selama lebih kurang 2 minggu
b. Diet makanan lunak cukup kalori, cukup
protein dan rendah serat
• Farmakoterapi
a. Kloramfenikol 4 x 250 mg
b. Paracetamol 3 x 250 mg
c. Metoclopramid 2 mg (bila mual)
TIFOID
• penyakit infeksi akut usus halus.
• disebabkan oleh Salmonella type A. B dan C.
• dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan
minuman yang terkontaminasi oleh bakteri
tersebut. Waktu tertelan tidak terbunuh oleh
asam lambung terus ke ileum,
• banyak dijumpai di negara-negara sedang
berkembang di daerah tropis
Prevalensi
• WHO memperkirakan 17 juta kasus di seluruh dunia dengan
600.000 kematian tiap tahunnya, Penyakit ini bisa diobati
secara efektif dengan antibiotik
• 87,5% kasus terjadi di daerah pedesaan , penderita berumur 5
sampai 29 tahun 70,2%.
ANTIBIOTIK
• Pilihan utama yaitu kloramfenikol (banyak yang telah resistensi),
fluoroquinolon atau trimetoprim-sulfametoksazol
• Alternatif direkomendasikan ampisilin, amoksisilin, dan
azitromisin

RESISTENSI
Terjadi Multi Drug Resisten (MDR) Salmonella typhi.
Bakteri menunjukkan resisten terhadap kloramfenikol,
ampisilin, trimetoprim, streptomisin, sulfonamida, dan
tetrasiklin. Akibatnya tingkat kematian menjadi meningkat
karena resistensi ini, dapat menyerang sumsum tulang.
PATOGENESIS DEMAM TIFOID

makanan dan air yang tercemar oleh bakteri


Salmonella

sebagian bakteri dimusnahkan di lambung, namun


sisanya terus ke usus halus

bakteri masuk ke aliran darah dan


menyebar, akhirnya sampai di hati dan jaringan
limfe,lalu bereproduksi

bakteri kembali ke aliran darah dan menyebar ke


organ lain
Manifestasi Klinis dari demam tifoid

Minggu I
Gejala mirip gejala akut infeksi seperti demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, dan muntah,
konstipasi/diare, perasaan tidak enak di perut, batuk,
epistaxis (mimisan).
Minggu II
Demam, bradikardi relatif, lidah tifoid (putih),
hepatomegali (pembesaran hati), splenomegali,
gangguan kesadaran , koma.
 
Komplikasi pada usus
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh
demam tifoid adalah perdarahan usus atau
perforasi (kebocoran) usus jika tidak
mendapat pertolongan yang tepat.
Perdarahan usus ini dapat terjadi pada saat
demam tinggi, ditandai dengan suhu
mendadak turun, nadi meningkat cepat, dan
tekanan darah menurun.
Komplikasi selain di sistem pencernaan
1. Ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, spondilitis, GGA
(gagal ginjal akut)/GGK (gagal ginjal kronik).
2. Kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi renjatan, syok,
miokarditis.
3. Darah: anemia hemolitik, trombositopenia, sindrom
uremik hemolitik.
4. Paru: pneumonia, empisema, pleuritis.
5. Hepar: hepatitis, kolelitiasis
6. Tulang: osteomielitis, periotitis, spondilitis, arthritis.
7. Neuropsikiatrik: delirium, meningismus, psikosis.
FASE DEMAM TIPOID
a. Fase inkubasi; bisa berlangsung 15 hari dan biasanya
asimstomatik
b. Fase invasif; ditandai demam mendadak antara 37-40 derajat
Celcius. "Demam disertai sakit kepala hebat dan gangguan
pencernaan yang biasanya berlangsung selama seminggu."
Demam menetap, meski tetap tinggi (40 derajat Celcius)
c. Fase berikutnya yang biasanya disertai diare dan berlangsung
14 hari. Demam tinggi dalam waktu cukup lama ini biasanya
menyebabkan rambut penderita botak akibat rontok.
FASE PENYEMBUHAN
Relatif lama, setidaknya membutuhkan rawat
inap 10-14 hari dan terapi yang adekuat atau
memadai. Bisa saja penderita dirawat di
rumah, asalkan terus dipantau kemungkinan
terjadi komplikasi, pemberian antibiotika yang
tepat dan cairan yang cukup, serta
mengutamakan kebersihan.
Perawatan pada anak
Pada anak, dianjurkan untuk rawat inap. Karena, penanganan
pada anak relatif lebih sulit dan lama. Antara lain karena
antibiotika yang dibolehkan untuk anak lebih terbatas,
sementara untuk memastikan antibiotika mana yang bisa
digunakan, harus berdasarkan biakan darah yang membutuhkan
waktu beberapa hari.
Penatalaksanaan demam tifoid
1. Pemberian antibiotik untuk menghentikan dan
memusnahkan penyebaran kuman.
Antibiotik yang dapat digunakan :
a.Kloramfenikol. Dosis hari pertama 4 x 250 mg, hari
kedua 4 x 500 mg diberikan selama demam
dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian
dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama 5 hari
kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan dkk di RSUP
Persahabatan), penggunaan kloramfenikol masih
memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama
seperti obat-obat terbaru dari golongan kuinolon
b. Ampisilin/Amoksisilin. Dosis 50 – 150 mg/kg
BB, diberikan selama 2 minggu.
c. Kotrimoksazol, 2x 2 tablet (1 tablet
mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80
mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.
d. Sefalosporin generasi II dan III. Di subbagian
Penyakit Tropis dan Infeksi FKUI-RSCM,
pemberian sefalosporin berhasil mengatasi
demam tifoid dengan baik. Demam pada
umumnya mereda pada hari ke-3 atau
menjelang hari ke-4.
e. Floroquinolon yang dipakai adalah :
 Ceftriaxone 4 gr / hari selama 3 hari
 Norfloxacin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari.
 Ciprofloxacin 2 x 500 mg/hari selama hari
 Ofloxacin 600 mg/hari selama 7 hari
 Pefloxacin 400 mg/hari selama 7 hari
 Fleroxacin 400 mg/hari selama 7 hari
PENATALAKSANAAN LANJUTAN

Istirahat dan perawatan profesional,


bertujuan mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan. Pasien harus
tirah baring absolut sampai minimal 7 hari
bebas demam atau kurang lebih selama 14
hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien.
• Dalam perawatan perlu dijaga higiene,
kebersihan tempat tidur, pakaian dan
peralatan yang dipakai pasien.
• Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya
perlu diubah-ubah untuk mencegah
dekubitus dan pneumonia hipostatik.
• Defikasi dan buang air kecil perlu
diperhatikan, karena bisa terjadi obstipasi
dan retensi urin.
PENATALAKSANAAN LANJUTAN
 Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif).
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur
kasar, dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien.
 Beberapa penelitian pemberian nasi dengan lauk pauk
rendah selulosa (pantang sayuran dan serat kasar) dapat
diberikan dengan aman.
 Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup
untuk mendukung keadaan umum pasien.
 Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan
homeostasis, sistem imun akan tetap berfungsi dengan
optimal.
Penatalaksanaan lanjutan…

Pada kasus perforasi dan renjatan septik


diperlukan perawatan intensif dan nutrisi
parenteral total.
Spektrum antibiotik maupun kombinasi
beberapa obat yang bekerja secara sinergis
dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid
selalu perlu diberikan pada renjatan septik.
Mekanisme resistensi antibiotik

1. penurunan permeabilitas terhadap


antibiotik
2. adanya proses enzimatik
3. modifikasi letak reseptor obat
4. peningkatan sintesis metabolit
antagonis terhadap antibiotik
Perubahan permeabilitas
Antibiotik tidak dapat mencapai lokasi target yang
dikehendaki. Keadaan ini berhubungan dengan
penurunan permeabilitas dinding mikroorganisme
terhadap antibiotik. Perubahan permeabilitas
berhubungan dengan perubahan reseptor
permukaan sel sehingga antibiotik kehilangan
kemampuan untuk melakukan transportasi aktif guna
melewati membran sel, dan akhirnya terjadi
perubahan struktur dinding sel yang tidak spesifik.
Perubahan permeabilitas….
Sebagai contoh mekanisme ini terjadi pada
Gram negatif. Bakteri Gram negatif
mempunyai lapisan lipid pada membran luar
dinding sel, membran luar tersebut terdiri
dari protein porin yang berbentuk saluran,
penuh berisi air. Perubahan yang terjadi pada
porin akan menyebabkan penurunan
permeabilitas terhadap antibiotik tertentu,
misalnya golongan Beta Laktam
Proses inaktifasi oleh enzim

Organisme patogen memacu terjadinya


mekanisme biokimia, melalui proses enzimatik
yang berperan mengurangi atau mengeliminasi
antibiotik. Pada mikroorganisme yang telah
mengalami mutasi, terjadi peningkatan aktifitas
enzim atau terjadi mekanisme baru sehingga
obat menjadi tidak aktif.
Contoh proses inaktifasi …
Contoh, adanya β -laktamase menyebabkan
penisilin dan sefalosporin menjadi in-aktif,
enzim asetilase menyebabkan golongan
aminoglikosid tidak aktif melalui mekanisme
fosforilasi, adenilasi, atau asetilasi. Modifikasi
biokimia antibiotik oleh enzim bakteri
merupakan suatu masalah yang sangat serius
dalam pengobatan antibiotik dan kemoterapi.
Modifikasi lokasi reseptor sel target
Melalui mekanisme biokimiawi yang
menyebabkan ikatan antara antibiotik dengan
mikroorganisme tidak berlangsung lama,
interaksi antara obat dengan sel target tidak
terjadi. Pada mikroorganisme yang telah
mengalami mutasi, perubahan biokimiawi ini
terjadi selama fase pengobatan pasien. Contoh
resistensi yang terjadi pada pengobatan
eritromisin, klindamisin, dan streptomisin.
Peningkatan sintesis metabolit yang bersifat
antagonis
Peningkatan kemampuan mikroba untuk
membuat zat metabolit esensial yang
bersifat antagonis terhadap antibiotik,
dapat memutuskan kerja antibiotik.
Sebagai contoh terjadinya resistensi
terhadap kloramifenikol, trimetropim
disebabkan oleh plasmid mediated.
Peningkatan sintesis metabolit bersifat
antagonis….
Sampai saat ini baru diketahui empat faktor
tersebut di atas yang dapat memutuskan
kerja antibiotik, yang selanjutnya dapat
menyebabkan resistensi; masih terdapat
faktor fisiologi dari mikroorganisme, tetapi
hanya sedikit berpengaruh yaitu replikasi
genetik sel (transcription, translocation
Penyebab terjadinya MDR pada demam
tifoid
1) Pemakaian antibiotik yang berlebihan
(over-use)
2) Penggunaan antibiotik yg salah (mis-use)
3) Pemberian antibiotik yg kurang tepat
(inappropriate)
4) Adanya faktor intrinsik m.o yaitu plasmid
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai