Anda di halaman 1dari 16

Demam tifoid

Demam Tifoid
 Penyakit sistemik yang disebabkan bakteri
Salmonella enterica serovar typhi (S.typhi).
Penyakit yang endemis di indonesia.
 Diperkirakan insiden demam tifoid adalan 3,1 per
1000 penduduk dengan kasus fatal mencapai 5,1%.
Angka kejadian cukup tinggi pada anak umur 5
tahun keatas.
 Angka kematian nasional rata-rata 2-3,5% dan dari
kasus-kasus demam tifoid tersebut akan menjadi
pasien karir asimtomatik.
Gejala klinis

 Setelah 7-14 hari asimptomatis muncul gejala mulai


demam ringan, malaise, dan batuk kering berangsur
ke demam tinggi.

 Gejala lain : demam sore hari diikuti anoreksia,


mialgia, nyeri abdomen, dan obstipasi, nyeri tekan
perut, pembengkakan hati dan limpa pada stadium
lanjut.
 4 fase dalam Demam Tifoid :
1. Fase prodormal : fase bakterimia primer (pertama).
Fase ini belum ada tanda gejala pada minggu-
minggu pertama (dari terinfeksi kuman sampai
awal minggu kedua).
2. Fase klinis (minggu 2) :
 Pusing
 Demam mencapai 40 C
 Denyut nadi lemah
 Malaise
 Anoreksia
 Diare dan sembelit berganti-ganti
3. Fase komplikasi (minggu 3):
 Masa fase yang berbahaya karena terjadinya
komplikasi yang lebih membahayakan dari tifoid nya
sendiri. Yaitu :
 Peradangan usus (peritonitis)
 Pendarahan dan perforasi usus halus termasuk sepsis,
 Meningitis, pneumonia, juga miokarditis.
 Septisemia dapat terjadi akibat endotoksin dari
S.typhi., sering terjadi syok septik dan kematian pada
penderita.

4. Fase penyembuhan (minggu 4)


 Fase akhir menuju kesembuhan dari demam tifoid.
Struktur dan tipe antigen

1. Antigen O : antigen somatik terletak di lapisan luar


tubuh S.typhi.
 Antigen ini tahan pada panas 100 C selama 2-5 jam,
alkohol dan asam dengan konsentrasi rendah.
 Struktur kimianya adalah lipopolisakarida.

2. Antigen H : struktur pembentuknya adalah protein.


 S.typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal yang
juga dimiliki oleh genus salmonella yang lain.
 Sehingga antigen H kurang spesifik dalam
penentuan diagnosis.
3. Antigen Vi : antigen yang digunakan untuk
mengetahui adanya carrier.
 Terletak di lapisan terluar dan melindungi kuman
dari fagositosis
 struktur utama penyusunnya ialah glikolipid.
 Rusak bila dipanaskan selama 1 jam pada suhu 60 C
dan pemberian asam dan fenol.

4. OMP (outer membrane protein)


- Antigen OMP S.typhi yang sangat spesifik yaitu
antigen protein 50 kDa
Patogenesis
 Dosis yang dapat menyebabkan tifoid berkisar antara
1000 – 1.000.000 organisme. Ditularkan melalui
makanan / minuman yang tercemar feses yang
mengandung bakteri S.typhi.
 Dari lambung bakteri akan menembus mukosa epitel
usus dan berkembang biak dalam mikrofag. Menuju
ke kelenjar getah bening mesenterium dan darah.
(BAKTERIMIA PERTAMA yang asimptomatis)
 Bakteri masuk ke organ-organ tubuh terutama hepar
dan sumsum tulang dengan melepaskan endotoksin
ke peredaran darah. ( BAKTEREMIA KEDUA)
 Waktu inkubasi S.typhi adalah 12-36 jam. Gejala yang
timbul berupa demam, sakit di bagian perut dan diare.
Pemeriksaan Penunjang Diagnosis

1. Pemeriksaan serologis ( Widal test IgM S.typhi


serum)
2. Pengambilan sampel feses. Hindari kontaminasi
3. Gambaran darah tepi
 Leukopenia 3000-8000/mm3
 Limfositosis relatif, monositosis , mungkin terjadi
eosinofilia dan trombositopenia ringan.
4. Kultur bakteri: dapat menggunakan darah, feses,
urine, sumsum tulang. Beberapa hal dapat
mengurangi sensitifitas yaitu:
 Pasien mendapat terapi antibiotik sebelumnya
 Waktu pengambilan sampel tidak tepat, dan tidak
mengandung cukup bakteri untuk dapat tumbuh
 Volume darah yang diambil tidak cukup
 Sampel darah menggumpal
 Sampel sumsum tulang memiliki sensitifitas yang
tinggi.
5. Pemeriksaan serologi

 Widal test mengukur adanya peningkatan titer


antibodi terhadap antigen O dan antigen H.
Disarankan dilakukan 2 kali dengan interval waktu
pengambilan 10-14 hari.
 Mendeteksi antigen IgM dan IgG.
 Terdeteksinya IgM = fase akut demam tifoid
 Terdeteksinya IgM dan IgG = fase akut pertengahan
 Antibodi IgG dapat menetap selama 2 tahun setelah
infeksi, karena itu tidak dapat digunakan untuk
membedakan kasus akut / masa sembuh.
6. Pemeriksaan kimia darah
 SGOT, SGPT meningkat karena peradangan hepar
akibat aktivitas endotoksin S.typhi.
 Bila tes fungsi hati terganggu disertai ikterus dan
hepatomegali disebut hepatitis tifosa / hepatitis
salmonella.
Terapi demam tifoid

 Karena munculnya S.typhi yang resisten terhadap


banyak antibiotik, mengurangi pilihan antibiotik
yang dapat diberikan.

 Resisten terhadap antibiotik kelompok:


 klorampenikol, - ampicillin,
- trimethoprimsulfamethoxazole (MDR), -
floroquinolone.
OBAT DOSIS SEDIAAN KETERANGAN

Siprofloksasin PO 2 x 500 mg Tablet, kapsul: 250mg, Diberikan 5-7 hari bila


IV 2 x 400 mg 500mg tidak ada komplikasi
Vial: 200mg/100mg
Azitromisin PO 1 g/hari Kapsul: 250mg, 500mg Diberikan 5 hari,
pilihan pada kasus
resistensi
Amoksisilin PO 3 x 1 g Kapsul: 250mg, 500mg Alternatif, beri 14 hari

Ampisilin IV 4 x 2 g Vial: 1 g

Kloramfenikol 2-3 g/hari, dibagi Kapsul: 250mg Alternatif, beri 14-21


4 dosis Vial: 1 g hari

Trimethoprim – PO 2 x 160/800 Tablet, kaplet: 160/800 Alternatif, beri 7-14


sulfamethoxazol mg mg hari
e
Ceftriaxone IV 2 g/hari Vial: 1 g Terapi untuk kasus
resistensi, beri 10-14
Cefixime PO 2 x 400 mg Kapsul: 100mg, 200mg hari
a) Klorampenikol = sifatnya toksis pada sumsum
tulang belakang dan angka kekambuhan yang
tinggi

b) Azithromycin dan Cefixime


Angka kesembuhan klinis lebih dari 90% dengan
waktu penurunan demam 5-7 hari. Kemungkinan
carrier 4%.

c) Istirahat total
d) Nutrisi lengkap dan mudah dicerna.
e) Obat tradisional ( cacing tanah Lumbricus rubellus )
Komplikasi
 Sekitar 10-15% pasien demam tifoid lebih dari
2 minggu :
 Reaktif hepatitis
 Pendarahan gastrointestinal
 Perforasi usus
 Ensefalopati tifosa
 Gangguan sistem retikuloendotelial.

Anda mungkin juga menyukai