DEMAM TYPHOID
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
DEMAM THYPOID
A. PENGERTIAN
Demam typhoid adalah penyakit inpeksi akut yang mengenai saluran cerna. dengan gejala
demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari penyakit ini adalah salmonella typhosa, basi gram negatif yang bergerak
dengan bulu getar dan tidak berspora.
C. PATOFISIOLOGI
Corwin (2000) mengemukakan bahwa kuman salmonella typhi masuk ke dalam tubuh
manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai
jaringan limfoid plaque pleyeri di liteum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman salmonella typhi
kemudian menembus ke dalam lamina profia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar
limfe mesentrial yang juga mengalami hipertropi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini,
salmonella typhi masuk aliran darah melalui duktus toracicus. Kuman-kuman salmonella
typhi mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella javascript:void(0)typhi
bersarang di plaque pleyeri, limfe, hati dan bagian-bagian lain dari sistem retikulo endotelial.
Semula disangka demam dan gejala-gejala syoksemia pada demam typhoid disebabkan
oleh endotoksemia, tetapi kemudian berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan
bahwa endotoksemia bukan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada
demam typhoid. Endotoksin salmonella typhi salmonella typhi berperan dalam patogenesis
demam typhoid, karena membantu proses terjadinya inflamasi lokal pada jaringan tempat
salmonella typhi berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan karena salmonella
typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan septi pirogen oleh leukosit
pada jaringan yang meradang.
Gambaran klinis demam typoid pada anak lebih ringan dari pada orang dewasa. Masa tunas
10-20 hari. Selama masa inkubasi, mungkin ditemukan gejala pronormal yaitu perasaan
tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang.
Gambaran klinis lain yang bisa ditemukan:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remiten dan suhu tidak
tinggi sekali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput
putih kotor ( coated tongue ). Pada abdomen dapat dtemukan nyeri pada perabaan.
Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu apatis sampai
somnolen.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Darah tepi
Biarkan empedu basil salmonella dapat ditemukan dalam darah pasien dalam
minggu pertama sakitnya selanjutnya lebih sering ditemukan dalam feses dan urin dan
mungkin akan tetapi positif dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, pemeriksaan yang
positif dari contoh darah digunakan untuk menegakan diagnosis. Sedangkan
pemeriksaan negatif 2 kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa pasien
telah bensar sembuh dan tidak terjadi pembawa kuman (carrier).
3. Widal test
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan
dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi
atau aglutinin yaitu :
o Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
o Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
o Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Untuk membuat diagnosa yang diperlukan adalah titer zat anti terhadap antigen
O, titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukan peningkatan yang
progresif digunakan untuk membuat diagnosis.
4. Pemeriksaan urin dan feses
Pada minggu ketiga, urin dapat mengandung kuman salmonella, sedang pada feses
kuman didapatkan pada minggu kedua dan ketiga. Biakan tersebut memberikan hasil
positif pada 40% kasus dalam stadium awal demam tifoid setelah septicemia sekunder.
F. Penatalaksanaan
Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi demam typoid harus dianggap dan
diperlakukan langsung sebagai pasien demam typoid. Penatalaksanaan yang mutlak
pada pasien demam tifoid mencakup 3 bagian, yaitu:
1. Perawatan
Penderita tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan.
Klien tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi
biasa sesuai dengan kesembuhan pasien. Pemberian diet ini dimaksudkan untuk
menghindari komplikasi perdarahan atau perforasi usus. Hindarkan makanan yang
mengandung serat (Selulosa) tinggi.
3. Pengobatan
Obat-obatan yang diberikan pada klien tifoid biasanya obat antimikroba seperti:
o Klorampenikol
Di Indonesia, obat ini masih merupakan pilihan dosis untuk orang dewasa
sampai dengan 4 kali 500 mg sehari baik oral atau intravena, pada anak-anak
diberikan dalam dosis 4x 100 mg/kg BB /hari (maksimum 2 gram perhari) oral
atau intravena.
o Tiampenikol
o Kotrimoxazol
Dalam hal kemampuan menurunkan demam pada tifoid, efektifitas ampisilin dan
amoksilin masih lebih kecil dibandingkan dengan klorafenikol. Indikasi
penggunaanya adalah pasien demam tifoid dengan leucopenia. Dosis yang
dianjurkan sekitar 75-150 mg/kg berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari
bebas demam, dengan obat ini demam rata-rata turun setelah 7-9 hari.
G. Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam:
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi ileus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra – intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler
Kegagalan sirkulasi perifer (syok sepsis), miokarditis, trombosis dan
tromboflebitis.
b. Komplikasi darah
Anemia hemolitik, trombositopenia dan DIC.
c. Komplikasi paru
Pneumonia, empiema dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandungan empedu
Hepatitis dan kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal
Glumerulonefritis, perilonefritis dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang
Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuripsikiatrik
Delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis, perifer, sindrom gullai-borre,
psikosis dan sindrom katatonia.
H. Prognosis
Prognosis pada umumnya baik asalkan saja berobat dengan cepat dan tepat. Angka
mortalitas pada anak sekitar 2,6% pada orang dewasa 7,4%. Rata-rata sekitar 5,7%.
Prognosis bisa menjadi memburuk bila disertai keadaan-keadaan dibawah ini:
- Demam tinggi (hiperpireksia)
- Kesadaran yang sangat atau terus menurun (spoor, koma atau delirium)
- Terdapat komplikasi yang berat seperti dehidrasi, asidosis dan perforasi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN DEMAM TYPOID
1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
Meliputi data-data umum / demografi.
b. Keluhan utama
Demam tinggisekitar 3 minggu, mual, muntah, tidak nafsu makan dan nyeri kepala.
c. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan kepada keluarga sejak kapan klien mulai demma dan merasakan
keluhan-keluhan seperti diatas, tindakan apa yang sudah dilakukan keluarga untuk
menanggulanginya.
d. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan apakah ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
e. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit infeksi terdahulu, apakah klien pernah menderita
penyakit ini sebelumnya.
f. Riwayat psikososial
Tanyakan tentang kebiasaan klien dan keluarga sehari-hari baik tentang kebersihan
diri ataupun lingkungan, kebiasaan makan, tingkat pengetahuan keluarga tentang
kesehatan.
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Inspeksi
Tingkat kesadaran, keadaan umum seperti berkeringat banyak, demam, mual
muntah, lidah kotor, gangguan eliminasi (diare/obstipasi)
b. Palpasi
Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh, turgor kulit dan meraba apakah ada
pembesaran hati dan limfa.
c. Perkusi
Untuk mendengarkan peristaltic usus pada abdomen.
d. Auskultasi
Untuk mengetahui adanya bunyi timpani apabila terdapat kembung (distensi) pada
abdomen.
3. STUDI DIAGNOSTIK
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan:
- Biakan darah positif terhadap kuman salmonella
- Pada widal test didapatkan peningkatan tifer agglutinin O dan H sejak minggu kedua
dan tetap positif selama beberapa bulan atau beberapa tahun. Titer reaksi widal
diatas 1/200 menyokong diagnosis.
- Pada pemeriksaan hematology didapatkan anemi ringan, LED meningkat, SGOT
dan SGPT serta alkali pospatase meningkat.
- Pemeriksaan feses dan urine ditemukan adanya salmonella, begitupula pada
pemeriksaan s um-sum tulang dan cairan duodenum.
- Memakai
- Memudahkan
pakaian yang
proses penguapan.
pitis dan
menyerap
keringat.
- Ganti pakaian
dan alat tenun - Membuat klien
bila basah. lebih nyaman.
- Kaji ulang
kebutuhan nutrisi - Mengetahui
klien. seberapa besar
kebutuhan nutrisi
Nutrisi kurang dari Setelah dalam tingkatan
- Sediakan cepat.
- Kaji tingkat
kebutuhan
pemenuhan ADL
klien. - Mengetahui tingkat
- Berikan pendidikan kebutuhan ADL
sederhana tentang klien.
program terapi bed
rest.
- Memberi
pengetahuan
Intoleran aktivitas Setelah
kepada keluarga
berhubungan dilakukan
- Anjurkan dan dalam pemenuhan
dengan kelemahan tindakan
motivasi keluarga kebutuhan aktivitas
fisik dan bed rest kebutuhan ADL
3 dalam pemenuhan ADL.
total. klien bisa
kebutuhan - Mengikutsertakan
terpenuhi tanpa
aktivitas ADL klien. keluarga dalam
mengganggu
pemenuhan
program terapi
kebutuhan aktivitas
bed rest.
ADL klien.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN “E”
DENGAN DEMAM TYPOID
DI RSUD IBNU SUTOWO BATURAJA
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Nama : Ny “M”
Umur : 46 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
Alamat : Sukajadi
Tanggal masuk :
Tanggal dikaji : 25-12-2010
Identitas penanggung jawab
Nama : Tn “D”
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan :-
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Sukajadi
Hub dg klien : suami
b. Riwayat kesehatan
Keluhan utama: demam 3 hari, panas dan lemah saat beraktivitas.
e. Pol kebiasaan
1. Pola pemeliharaan kesehatan
Penggunaan :
- Tembakau : tidak
- Alcohol : tidak
- Obat lain : tidak
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Data klinis
Usia : 46 tahun
Tinggi : cm
Berat : kg
Suhu : 38 C
Pols : 84 x/menit
TD : 120/90 mmHg
b. Pernafasan
Frekuensi : 20 x/menit
Kualitas : DBN
Batuk : tidak
Auskultasi
Lobus kanan atas : DBN
Lobus kanan bawah : DBN
Lobus kiri atas : DBN
Lobus kiri bawah : DBN
Nadi pedialis kanan : kuat
Nadi perdialis kiri : kuat
c. Metabolisme integument
- Kulit
Warna : DBN
Suhu : hangat
Turgor : DBN
Edema : tidak ada
Lesi : tidak ada
Memar : tidak ada
Kemerahan : tidak ada
Pruritus : tidak ada
- Mulut
Gusi : DBN
Gigi : DBN
Lidah : cukup bersih
- Abdomen
Palpasi : tidak ada pembesaran hati dan limpa
Perkusi : ada bunyi bising usus
Auskultasi : tidak ada bunyi timpani
d. Neuro / sensori
Pupil : sama
Reaksi terhadap cahaya
Kanan : ya
Kiri : ya
Mata : bersih
e. Musculoskeletal
Rentang gerak : penuh
Keseimbangan dan posisi berdiri : tegak
Genggaman tangan : lemah
Otot kaki : kuat
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
- Widal test
Typhus O 1/330 H 1/160
Peratyphus A 1/640 1/160
Peratyphus B 1/310 1/180
Peratyphus B 1/310 1/180
- Golongan darah : O
- Hb : 9,9
- Ureum : 21
- Cratinin : 0,7
4. OBAT-OBATAN
- IVFD RL gtt x
- Diet TKTP
- O2
- Rifampisin tab 1x1
- INH tab 1x1
- Piratinamid tab 1x 1 ½
- Etambutol tab 1x1
- B6 tab 1x1
- Pocaetamol tablet 3x1 → oral
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS : klien mengatakan bahwa Bakteri salmonella typhii Hipertermi
badan terasa hangat.
Do : suhu tubuh klien diatas Infeksi
normal (remiten,
intermitten, continue), kulit Hipertermi
teraba hangat, peningkatan
kedalaman pernafasan.
kelemahan otot.
Ds : Klien mengatakan
perasaanya haus. Kelemahan fisik
3 Intoleran aktivitas
Do : demam, ketidakcukupan
cairan oral, penurunan
Bedrest total
output, kulit membrane
mukosa kering, urine
Intoleran activity
pekat, kulit teraba hangat.
Diagnosa perawatan
1. hipertermi berhubungan dengan proses infeksi kuman salmonella.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan keinginan untuk makan.
3. Risiko actual kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan tak
disadari sekunder demam & diare.
4. Risiko/aktula keterbatasan dalam pemenuhan aktivitas daily living (ADL) b/d kelemahan
fisik sekunder typoid.
5. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik dan bedrest total.
ASUHAN KEPERAWATAN
ELIANTI
DAFTAR PUSTAKA