Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM THYPOID

I. PENGERTIAN

Demam thypoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhii
(Elsevier,2013)
Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella typhi dan
bersifat endemikyang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono,2010)
Jadi demam tifoid merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri gram
negative (bakteri Salmonella typhii) yang menurunkan system pertahanan tubuh
dan masuk melalui makanan dan minuman yang terkontantaminasi. Aspek paling
penting dari infeksi ini adalah kemungkinan terjadi perfusi usus,karena organisme
memasuki rongga perut sehingga menyebabakan timbulnya peritonitis yang
mengganas.

II. ETIOLOGI
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan salmonella
parathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk batang, gram
negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan debu. Namun
bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 600 selama 15-20 menit. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, pasien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal
dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal
dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul  yang dibuat karena rangsangan
antigen Vi (berasal dari simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita tifoid. (Aru W.
Sudoyo,2009)
III. PATOFISIOLOGI

MINUMAN MAKANAN TANGAN

MULUT

SALURAN PENCERNAAN
NYERI AKUT SAKIT KEPALA DEMAM HIPERTERMIA
THYPOID MUAL
NUTRISI DAN
CAIRAN
INFEKSI LIDAH PUTIH MUNTAH

DIARE PERDARAHAN KEJANG


(PERFORASI USUS)
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam
tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2)
banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi,
pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau
antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih
hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel
mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya
di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch,
merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe
usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang
melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa.
Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di
dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe.
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu
makaSalmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus
masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai
organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah hati,
limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum
terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau
penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat
menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin
dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak
terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus.
Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati,
limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk
memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat
menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi
sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem
imunologik. (Soedarmo, dkk., 2012)
IV. MANIFESTASI KLINIS
a.       Prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan dan demam.
b.      Lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat
c.       Nafsu makan berkurang
d.      Bibir kering dan pecah-pecah
e.       Perut Kembung
f.       Sulit BAB
g.      Gangguan kesadaran, Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
a.       Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari.
Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan
mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
b.      Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah
yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus,
penurunan kesadaran.( Nurarif.2015).

V. KOMPLIKASI
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitiK
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi   kardiovaskuler : kegagalan   sirkulasi   (renjatan   sepsis),
miokarditis,trombosis, trombhophlebitis.
b. Komplikasi darah : anemia  hemolitik,  trobositopenia,  dan syndroma uremia
hemolitik
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f.  Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik :   delirium,   meningiusmus,   meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan   penunjang   pada   klien   dengan   typhoid   adalah   pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Didalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia   dan   limposistosis   relatif   tetapi   kenyataannya   leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah
leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan
kadang-kadang   terdapat   leukosit   walaupun   tidak   ada   komplikasi   atau
infeksi   sekunder
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT pada demam typhoid
seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah   negatif tidak  menutup kemungkinan akan  terjadi demam typhoid. Hal
ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor:
a. Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil   pemeriksaan   satu   laboratorium   berbeda   dengan   laboratorium
yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi   terhadap   demam   typhoid   di   masa   lampau   dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien  sebelum pembiakan  darah sudah  mendapatkan obat   anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.

4. Uji widal
Uji   widal   adalah   suatu   reaksi   aglutinasi   antara   antigen   dan   antibodi
(aglutinin).   Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c.  Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan antigen VI (berasal dari
simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

VII. PENATALAKSANAAN
1. Observasi
a. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang
lebih dari selam 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah
terjadinya komplikasi perforasi usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien.
c. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah
pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan
dekubitus.
d. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang
terjadikonstipasi dan diare.
2. Diet
a. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari
3. Pengobatan
Obat-obatan yang umumnya digunakan antara lain:
a. Anti Biotik (Membunuh Kuman) :
1) Klorampenicol
2) Amoxicilin
3) Kotrimoxasol
4) Ceftriaxon
5) Cefotaxim
b. Antipiretik (Menurunkan panas): Paracetamol(Smeltzer & Bare. 2002)

VIII. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi   nama,   umur,   jenis   kelamin,   alamat,   pekerjaan,   suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan
diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan  utama  demam thypoid adalah panas  atau demam yang  tidak turun-
turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta
penurunan kesadaran
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi   ke dalam
tubuh.
5) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
6) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien   akan   mengalami   penurunan   nafsu   makan   karena   mual   dan
muntah   saat   makan   sehingga   makan   hanya   sedikit   bahkan   tidak
makan  sama sekali
b. Pola eliminasi
Klien dapat mengalami  konstipasi   oleh   karena   tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine  
menjadi   kuning   kecoklatan.    Klien   dengan   demam   thypoid terjadi
peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan  
merasa   haus,   sehingga   dapat   meningkatkan   kebutuhan   cairan
tubuh.
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak
terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit
anaknya.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pada
klien.
8) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : pasien tampak lemah.
2) Kesadaran : composmentis.
3) Kepala : normochepalic, rambut  hitam, pendek dan lurus dengan
penyebaran yang merata.. Tidak ada lesi.
4)  Mata : letak simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
5) Hidung : pernapasan tidak menggunakan cuping hidung, tidak ada polip,
bersih.
6) Mulut
- Mulut    :  tidak ada stomatitis
- bibir tidak kering.
- gigi: kotor dan terdapat caries,
- lidah     : kotor
7) Telinga : pendengaran baik, tidak ada serumen.
8) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid.
9) Dada : simetris, pernapasan vesikuler.
10) Abdomen : nyeri tekan pada epigastrium.
11) Ekstremitas :
- atas : tangan kanan terpasang infus dan aktifitasnya dibantu oleh
keluarga.
-  bawah : tidak ada lesi
12)  Anus : tidak ada haemorroid.
13) Tanda - tanda Vital :
- Tekanan Darah: 120/80 mmHg
- Nadi                : 120 x/menit
- Suhu                : 39° C
- Respirasi          : 24 x/menit
B. Diagnosa keperawatan
1) Hipertemia b/d proses penyakitnya
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
ada nafsu makan,mual dan muntah
3) Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake
kurang akibat mual,muntah,anoreksia atau output yang berlebihan akibat
diare.

C. Nursing Care plan

1) Mempertahankan suhu dalam batas normal


 Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
 Observasi suhu,nadi,tekanan darah,pernafasan
 Beri minum yang cukup
 Berikan kompres air biasa
 pakaian yang tipis yang nyerap keringet
 kolaborasi pemberian obat antipiretik
2) Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan
 Menilai status nutrisi klien
 Menganjurkan klien untuk memakan makanan porsi sedikit tapi
sering
 Mempertahankan kebersihan mulut klien
 Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk
penyembuhan penyakit
 Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika
pemberian makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi
3) Mencegah kurangnya volume cairan
 Mengobservasi tanda tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4
jam
 Monitor tanda – tanda kurangnya cairan turgor tidak elastis,produksi
urine menurun,membrane mukosa kering, bibir pecah-pecah
 Monitor pemberian cairan melalui intravena detiap jam
 Memberikan antibiotic sesuai intruksi dokter
DAFTAR PUSTAKA
Alan R. Tumbelaka. Bab Diagnosis dan Tatalaksana Demam Typoid dalam Buku pediatrics
Update. Cetakan pertama. Jakarta : Penerbit IDAI.2003
Cahyono,JB. Suharyo B. 2010.Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi.
Yogyakarta: Kanisius
Darmowandono. Widodo, M Faried Kaspan. Bab Demam Typoid Dalam Buku Pedoman
Didiagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak edisi III hal 98-101. Surabaya : Penerbit
FK UNAIR. 2006
Depkes RI,2008. Millenium Development Goals 2015. Jakarta
Nurarif, A.H. & Kusuma, H.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis Nanda Nic-Noc.Jogjakarta.Mediaaction
Soedarmo, Sumarno S Poorwo., dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.
Jakarta: IDAI
Team Elsevier. 2013. Ferri’s Clinical Advisor 2013: 5 Books in 1. Philadelphia:
Elsevier, Inc

Anda mungkin juga menyukai