Anda di halaman 1dari 39

Farmakoterapi penyakit infeksi

(Kasus II)

Dosen : Dr. Suhatri, MS, Apt

Program Pendidikan Profesi Apoteker


Fakultas Farmasi Universitas Perintis
1.1 DATA UMUM / IDENTITAS PASIEN

No. MR 232510
Nama Pasien Indriani
Alamat Silaiang
Jenis Kelamin Perempuan
Umur 3 tahun
Ruangan Anak
Agama Islam
Mulai Perawatan 21 Juli 2014
Alergi : -
1.2 PEMERIKSAAN FISIK

Berat Badan 11 Kg
Nadi 80x/menit
Pernafasan 20x/menit

Suhu 380C
pertama masuk 21-7-2014: 2330 WIB)
Thorax (cor) irama murni teratur
Pulmo Rhonki (-), weezing (-)
Inspeksi: distensi (-)
Abdomen Palpasi: supel, nyeri tekan (-)
Auskultas: bising usus (+)
Extramitas akral hangat
1.3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan tanggal 21 juli

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan


Hb 12,8 13-16 g/dl  Rendah
Leukosit 1640 5000 – 10000/pL Rendah

Hematokrit 40,1 37 – 43 % Normal


Trombosit 106.000 150-400 . 103 /μL Rendah
Widal O - (Negatif)  
Widal H - (Negatif)  
1.4 DIAGNOSA

• Dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang pasien didiagnosa menderita :
• Demam Tifoid
• Kejang Demam Simplek
Demam tifoid :
• penyakit infeksi akut yang disebabkan
olah bakteri Salmonella typii yang
terjadi pada saluran pencernaan
• gejala : demam lebih dari satu minggu
dan gangguan pencernaan.
Epidemiologi
• Penyakit menular ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat dengan jumlah kasus sebanyak 22 juta per tahun
di dunia dan menyebabkan 216.000–600.000 kematian.
• Studi yang dilakukan di daerah urban di beberapa negara
Asia pada anak usia 5–15 tahun menunjukkan bahwa
insidensi dengan biakan darah positif mencapai 180–194 per
100.000 anak, di Asia Selatan pada usia 5–15 tahun sebesar
400–500 per 100.000 penduduk, di Asia Tenggara 100–200
per 100.000 penduduk, dan di Asia Timur Laut kurang dari
100 kasus per 100.000 penduduk.
PATOGENESIS

• Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui


beberapa tahapan.
• Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat bertahan
terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus
pada ileum terminalis.
• Di usus, bakteri melekat pada mikrovili, kemudian melalui barier usus
yang melibatkan mekanisme membrane ruffl ing, actin rearrangement,
dan internalisasi dalam vakuola intraseluler.
• Kemudian Salmonella typhi menyebar ke sistem limfoid mesenterika dan
masuk ke dalam pembuluh darah melalui sistem limfatik.
• Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan
gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang negatif.
• Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari.
• Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh
tubuh dan berkolonisasi dalam organ-organ sistem
retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang.
• Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag.
• Setelah periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke
dalam sistem peredaran darah dan menyebabkan bakteremia
sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi.
• Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti
demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen.
• Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak
diobati dengan antibiotik.
• Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang,
kandung empedu, dan Peyer’s patches di mukosa ileum terminal.
• Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui proses inflamasi
yang mengakibatkan nekrosis dan iskemia.
• Komplikasi perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi.
• Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-
organ sistem retikuloendotelial dan berkesempatan untuk
berproliferasi kembali.
• Menetapnya Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai
pembawa kuman atau carrier.
GEJALA KLINIS
• Setelah 7-14 hari tanpa keluhan atau gejala, dapat muncul
keluhan atau gejala yang bervariasi mulai dari yang ringan
dengan demam yang tidak tinggi, malaise, dan batuk kering
sampai dengan gejala yang berat dengan demam yang berangsur
makin tinggi setiap harinya, rasa tidak nyaman di perut, serta
beraneka ragam keluhan lainnya.
• Gejala yang biasanya dijumpai adalah demamsore hari dengan
serangkaian keluhan klinis, seperti anoreksia, mialgia, nyeri
abdomen, dan obstipasi.
• Dapat disertai dengan lidah kotor, nyeri tekan perut, dan
pembengkakan pada stadium lebih lanjut dari hati atau limpa
atau kedua-duanya.
• Pada anak, diare sering dijumpai pada awal gejala yang
baru, kemudian dilanjutkan dengan konstipasi.
• Konstipasi pada permulaan sering dijumpai pada orang
dewasa.
• Walaupun tidak selalu konsisten, bradikardi relatif saat
demam tinggi dapat dijadikan indikator demam tifoid.
• Pada sekitar 25% dari kasus, ruam makular atau
makulopapular (rose spots) mulai terlihat pada hari ke 7-
10, terutama pada orang berkulit putih, dan terlihat pada
dada bagian bawah dan abdomen pada hari ke 10-15 serta
menetap selama 2-3 hari.
ALGORITMA TERAPI DEMAM TIFOID
Tifoid fever

Optimal terapi Alternatif terapi, jika bakteri masih


rentan terhadap obat tersebut dan
drug choice (gol. Flourokuinolon tidak
cocok untuk digunakan)
Drug Choice
Golongan flourokuinolon
(ciprofloxacin, ofloxacin, levofloxacin
Antibiotik kloramfenikol,
tiamfenikol
Golongan sefalosforin
generasi ke 3 (ceftriaxon,
cefixim, cefotaxim) Antibiotik
sefalosporingen3
Durasi
Antibiotik Dosis frekuensi Efek samping
Cara Kasus ringan Kasus berat
pemberian

Ciprofloxacin 500 mg 2x/hari Oral atau IV 7 hari 10-14 hari Tidak


direkomenda
sikan untuk
Levofloxacin 500 mg/hari 1x Oral/IV 7 hari 7 hari anak <18
tahun

Ofloxacin 400 mg 2x/hr Oral/IV 5-7 hari 10-14 hari


ceftriaxon 1-4 g/hr 1-2 x/hr IM/IV 5-10 hari 10-14 hari
cefotaxim 3-4 g/hr IM/IV 7-10 hari 10-14 hari

Cefixim 8-10 1x oral 5 hari No


mg/kg/hr recomendati
on

kloramfenikol 50-100 4x O/IV/IM 7 hri 7 hr Defresi sum2


mg/kg/hr. tulang

Tiamfenikol 50-100 4x oral 7 hr 7 hr


mg/kg/hr

Ampi dan amox 75-100 3x o/iv 14 hr 14 hr


mg/kg/hr
Penatalaksanaan Umum
• Tujuan Terapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai
keadaan bebas demam dan gejala, mencegah komplikasi,
dan menghindari kematian.
• Yang juga tidak kalah penting adalah eradikasi total bakeri
untuk mencegah kekambuhan dan keadaan carrier.
• Pemilihan antibiotik tergantung pada pola sensitivitas isolat
Salmonella typhi setempat.
• Munculnya galur Salmonella typhi yang resisten terhadap
banyak antibiotik (kelompok MDR) dapat mengurangi
pilihan antibiotik yang akan diberikan.
• Terdapat 2 kategori resistensi antibiotik yaitu resisten
terhadap antibiotik kelompok chloramphenicol, ampicillin,
dan trimethoprimsulfamethoxazole (kelompok MDR) dan
resisten terhadap antibiotik fluoroquinolone.
• Nalidixic acid resistant Salmonella typhi (NARST)
merupakan petanda berkurangnya sensitivitas terhadap
fluoroquinolone.
• Terapi antibiotik yang diberikan untuk demam tifoid tanpa
komplikasi berdasarkan WHO tahun 2003 dapat dilihat
pada tabel 1.
• Sebuah meta-analisis yang dipublikasikan pada tahun 2009
menyimpulkan bahwa pada demam enterik dewasa,
fluoroquinolone lebih baik dibandingkan chloramphenicol
untuk mencegah kekambuhan.
• Namun, fluoroquinolone tidak diberikan pada anak-anak
karena dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan
kerusakan sendi.
• Chloramphenicol sudah sejak lama digunakan dan menjadi
terapi standar pada demam tifoid namun kekurangan dari
chloramphenicol adalah angka kekambuhan yang tinggi (5-
7%), angka terjadinya carrier juga tinggi, dan toksis pada
sumsum tulang.
• Azithromycin dan cefixime memiliki angka kesembuhan
klinis lebih dari 90% dengan waktu penurunan demam 5-7
hari, durasi pemberiannya lama (14 hari) dan angka
kekambuhan serta fecal carrier terjadi pada kurang dari 4%.
• Pasien dengan muntah yang menetap, diare berat, distensi
abdomen, atau kesadaran menurun memerlukan rawat
inap dan pasien dengan gejala klinis tersebut diterapi
sebagai pasien demam tifoid yang berat.
• Terapi antibiotik yang diberikan pada demam tifoid berat
menurut WHO tahun 2003 dapat dilihat di tabel 2.
• Selain pemberian antibiotik, penderita perlu istirahat total
serta terapi suportif.
• Yang diberikan antara lain cairan untuk mengkoreksi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan antipiretik.
• Nutrisi yang adekuat melalui TPN dilanjutkan dengan diet
makanan yang lembut dan mudah dicerna secepat keadaan
mengizinkan.
Kejang demam simpleks

Merupakan kejang demam yang berlangsung


singkat, kuranga dari 15 menit dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang tidak berulang
dalam waktu 24 jjam dan merupakan 80 %
diantara seluruh kejang demam

Dapat diberikan :
1. Obat antipiretik untuk mengatasi demam
2. Antikonvulsan (diazepam oral pda saat demam
dapat menurunkan resiko berulangnya kejang )
• Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada
waktu pasien datang kejang sudah berhenti.
• Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam
yang diberikan secara intravena.
• Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg
perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau
dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
• Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua
atau di rumah adalah diazepam rektal.
• Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan
kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih
dari 10 kg.
• Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak
dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di
atas usia 3 tahun.
• Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum
berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis
yang sama dengan interval waktu 5 menit.
• Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih
tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.
• Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena
dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
• Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin
secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali
dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50
mg/menit.
• Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
• Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka
pasien harus dirawat di ruang rawat intensif
• Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya
tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang
demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
Antipiretik
• Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi risiko terjadinya kejang demam, namun para
ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat
diberikan.
• Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 –15
mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
• Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali ,3-4 kali sehari
Antikonvulsan
• Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam
pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang
pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal
dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,50C.
• Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
1.5 MONITORING KEADAAN PASIEN

Kondisi Pasien 21/7 22/7 23/7 24/7

Nadi 80x/menit

pernapasan 20x/menit

Suhu tubuh 38 C
1.6 TERAPI FARMAKOLOGI

SELAMA DIRAWAT

Obat 21 22 23 24
IV FD cairan 2A 10 tts/mnt √ √ √ -
Paracetamol sirup √ √ √ √
Diazepam 1 mg √ √ √ √
Bromhexin 2 mg √ √ √ √
Vitamin B-comp √ - - -
Tiamphenicol sirup - √ √ √
Visebad - √ √ √
Efedrin 2,5 mg - - - √
Lanjutan..

DIBAWA PULANG

Nama obat Aturan pakai


Paracetamol 3 x cth I (Bila demam

Diazepam 3 x 1 mg (Bila demam)

Tiamphenicol 3 x cth 1 ½

Bromhexin 2 mg (3 x 1 pulv)

Visebad 3 x 1 cth

Efedrin 2,5 mg (3 x 1 pulv)


DOKUMEN FARMASI PENDERITA
Name : indriani Alasan MRS : Patient ID :
Address : silaiang Diagnosis : demam tipoid,kejang demam simplek Room : anak
Age : 3 tahun Riwayat Penyakit: Pharmacy :
Weight : 11 kg Gender :P

JENIS OBAT Tanggal Pemberian Obat (Mulai MRS)


NO. Regimen Dosis
Nama Dagang/Generik 21/7 22/7 23/7 24/7

10 tts/mnt 10 tts/mnt 10 tts/mnt


1. IV FD cairan 2A iv -

Oral
3xcth1 3xcth1 3xcth1 3xcth1
2. Paracetamol sirup 3xcth1

Oral
3x1mg 3x1mg 3x1mg
3. Diazepam 1 mg 3x1mg

2 mg 3x1 pulv 3x1 pulv 3x1 pulv


4. Bromhexin 3x1 pulv

5. Vitamin B-comp - - - -
Oral
3 x cth 1 ½ 3 x cth 1 ½ 3 x cth 1 ½ 3 x cth 1 ½
6. Tiamphenicol sirup -

3 x 1 cth 3 x 1 cth 3 x 1 cth 3 x 1 cth


7. Visebad -

2,5 mg (3 x 1
8. Efedrin 2,5 mg - - - pulv)
LEMBARAN PENGKAJIAN OBAT
MULAI JENIS OBAT RUTE DOSIS BERHENTI INDIKASI OBAT

21/7 IV FD cairan 2A IV 10 TTS/MIN 25/7 Mencegah


dehidrasI dan
nutrisi
21/7 Paracetamol ORAL 3 x cth I (Bila /7 Antipiretik/analg
sirup demam) etik

21/7 Diazepam 1 ORAL 3 x 1 mg (Bila /7 Antikonvulsan


mg demam)
21/7 Bromhexin 2 ORAL 2 mg (3 x 1 pulv) /7 Mucolitik
mg
21/7 Vitamin B- ORAL 25/7 multivitamin
comp
21/7 Tiamphenicol ORAL 3 x cth 1 ½ /7 antibiotik
sirup
21/7 Visebad ORAL 3 x 1 cth /7 multivitamin
21/7 Efedrin 2,5 mg ORAL 2,5 mg (3 x 1 pulv) /7
LANJUTAN…
JENIS OBAT INDIKASI OBAT TEPAT ATAU KOMENTAR ATAU ALASAN
TIDAK TEPAT
IV FD cairan 2A Mencegah dehidrasI dan TEPAT Demi terpenuhinya kebutuhan elekrolit
nutrisi dan nutrisi
Paracetamol Antipiretik/analgetik TEPAT Untuk menurunkan kondisi demam pada
sirup bayi

Diazepam 1 Antikonvulsan TEPAT Untuk mencegah terjadinya kejang simplek


mg pada saat suhu tubuh anak meingkat
Bromhexin 2 Mucolitik TIDAK TEPAT Tidak ada gejala yang menunjukkan
mg indikasi penggunaan obat mucolitik

Vitamin B- multivitamin TEPAT Untuk memenuhi kebutuhan vitamin pada


comp anak
Tiamphenicol antibiotik TEPAT Untuk pengobatan demam tifoid pasien
sirup
Visebad multivitamin TEPAT Untuk memenuhi kebutuhan vitamin pada
anak

Efedrin 2,5 mg Dekongestan TIDAK TEPAT Tidak ada gejala yang menunjukkan
indikasi penggunaan obat bronkodilator
DFP 2-LEMBAR PENGKAJIAN OBAT
Nama : indriani No. DMK : Dokter : Dr.
Umur : 3 tahun Ruangan : anak Farmasis :
BB : 11 kg
No. Hari/Tgl Kode Uraian Masalah Rekomendasi/Saran Tindak Lanjut
Masalah
1. PCT 7 Pemberian PCT diberikan setiap hari Saran penggunaan PCT digunakan bila demam dan Pemberian bila demam
selama 4 hari suhu tubuh anak meningkat

2. Diazepam 7 Pemberian diberikan setiap hari Saran pemberian diazepam diberikan terutama saat Pemberian bila demam
selama 4 hari anak demam dan suhu tubuh meningkat sebagai
upaya menecegah terjadinya kejang simplek saat
demam

3. Visebad 3a Untuk visebad, ISO vol 50 hal 509, Disarankan untuk menurunkan dosis. Penurunan dosis.
dosis untuk anak 1-4 tahun : 1x0,5
ml /hari, sedangkan dosis yang
diberikan pada pasien 3 x 5 ml.

3. Bromheksin 1a Tidak ada tanda-tanda yang Disarankan tidak digunakan bila tidak diperlukan
menunjukka pasien membutuhkan kecuali ada indikasi untuk digunakan
mucolitik

4. Efedrin 1a Tidak ada tanda-tanda yang Disarankan tidak digunakan bila tidak diperlukan
menunjukka pasien membutuhkan kecuali ada indikasi untuk digunakan
efedrin
DFP 3-LEMBAR MONITORING EFEK SAMPING
OBAT (AKTUAL)

Nama : Indriani No. DMK : 676809 Dokter : Dr. S


Umur : 3 tahun Ruangan :anak Farmasis : Deswita Anggraini.,
BB : 11 kg S.Farm,Apt

Cara Evaluasi
Hari/ Manifestasi
No. Nama Obat Mengatasi
Tanggal ESO Tanggal Uraian
ESO
1. 21 juli Reaksi Tiamfenikol Sebaiknya
hipersensitivit dilakukan
as uji skin test
untuk
memastika
n pasien
tidak alergi
terhadap
obat ini
LEMBAR PEMANTAUAN ESO
Evaluasi
No Hari dan Manifestasi Nama Regimen
Cara Mengatasi ESO
. Tanggal ESO Obat Dosis Tgl Uraian

2. hepatotoksi paraseta 3x cth I Penggunaan paracetamol


mol sebaiknya hanya saat demam
k untuk mencegah
hepatotoktosisitas yang
ditimbulkannya

3. euphoria, diazepa 3x1 mg Keleahan, kelemahan otot


samnolence, m bisa diatasi dengan
ruam, diare, beristirahat. Kontrol dosis
hipotensi, pemakaina diazepam karena
kelelahan,
diazepam merupakan
lemah otot,
depresi golongan psikotropika
pernapasan, sehingga jika dosisnya
depresi, mata berlebih akan menyebabkan
kabur, sakit ketergantungan
kepala,
neutropenia,
jaundice
LEMBAR PEMANTAUAN ESO
Evaluasi
Regime
No Hari dan Manifestasi Nama
n Cara Mengatasi ESO Tgl Uraian
. Tanggal ESO Obat
Dosis
4. Rasa mual, Bromheks 3 x 2 mg Rasa mual dapat diatasi
diare, gangguan in dengan meminum obat
pencernaan setelah makan.
dan perasaan
penuh di perut
tetapi biasanya
ringan.
5. diskrasia darah, tiampheni 3x Cth 1 Depresi sum-sum tulang
anafilaktik, col 1/2 dapat diatasi dengan
urtiikaria, ggn mengkonsumsi makanan
GI, sindroma dan suplemen penambah
gray, depresi
darah namun jika efek
sumsum tulang
samping berlanjut lebih
parah sebaiknya hentikan
pemakaian tiamphenicol
dan ganti dengan obat
demam typoid lain
golongan sefalosporin
seperti ciprofloxacin dan
cefixim
DFP 4-FORM RENCANA KERJA FARMASIS DAN
LEMBAR PEMANTAUAN

Date/Time
Pharmacotherapeutic Recommendation Monitoring Monitoring
Goal s for therapy Parameter Desired Endpoint(s) Frequency 24/
21/7 22/7 23/7
7

 menurunkan demam  parasetamol  suhu tubuh (○C) 37○C  2 kali sehari         

Tidak terjadi kejang


Menghilangkan kejang Diazepam Ada/tidaknya Kejang simplek 3 kali sehari        

 uji widal negatif


 membunuh bakteri  uji widal dan bising
penyebab tifoid tiamfenikol usus dan bising usus          
negatif

Tidak adanya keuhan


Meningkatan stamina visebad - 1xsehari
letih atau lesu

Sputum encer dan Tidak adanya Setiap pemberian


Mengencerkan sputum Bromheksin
mudah dikeluarkan sputum obat

Melegakan saluran Ada/tidaknya gejala Setiap pemberian


Efedrin -
pernafasan flu obat
DFP 5-LEMBAR KONSELING

Nama : Indriani No. DMK : 676809


Umur : 3 tahun Ruangan : Anak
BB : 11 kg
Uraian Rekomendasi/Saran
Parasetamol Pemakaian diberikan jika pasien demam, kontrol suhu
tubuh anak (bisa dengnan mengkompres dengan air
hangat pada tubuh anak)
Visebad Konsumsi sesudah makan , istirahat yang cukup dan
minum air putih
Diazepam Gunakan pada saat demam yang tinggi untuk mencegah
terjadinya kejang berulang
Bromheksin dan Gunakan bersama makanan/ setelah makan bila
Efedrin diindikasikan
Tiamfenikol Konsumsi obat harus dihabiskan untuk mencegah
terjadinya resistensi dan mengkonsumsi sesuai yang telah
dianjurkan
Terimakasih 

Anda mungkin juga menyukai