ISK atas keluhannya sudah berat, yg paling khas adalah nyeri ketok
costovertebral angle, disertai mengigil setelah kencing dan nyeri pinggang.
Untuk memastikan cek nyeri ketok CVA. Kl ISK bawah khasnya nyeri atau panas
pd saat kencing. Yg lebih berat karena koloni kumannya banyak bisa terjadi
hematuria
Pemeriksaan Penunjang
• Paling khas adalah Urinalisis: proteinuria, leukosituria, (leukosit > 5/LPB), hematuria (eritrosit >
5/LPB) (untuk melihat ada koloni kuman atau tidak dan melihat ada nitrit/nitrat atau tidak karena
biasanya kuman – kuman khas yang menyebabkan ISK menghasilkan nitrit, kecuali enterobacter,
tapi enterobacter jarang menyebabkan ISK)
• Kultur Urine (jika dalam pengobatan ISK tidak kunjung sembuh, pikirkan melakukan kultur urine
untuk mengetahui sensitifitas dari antibiotik yg diberikan )
• Hitung koloni
• Pemeriksaan darah (jarang dilakukan kecuali pd kasus2 immunocompromised dan
immunodefisiensi untuk memastikan kadar WBC dan laju endap darahnya meningkat/tidak)
• Pencitraan: USG, CT-Scan (jarang dilakukan kecuali pd kasus2 tertentu dengan gross hematuria
(kadar sel darah merah banyak ditemukan pd lapang pandang) lakukan ct-scan untuk
menyingkirkan keganasan (kanker prostat))
• Bakteriologis
– Biakan bakteri
– Mikroskopis
Terapi
• Terapinya ada yg bersifat empiris (berdasarkan pengalaman) kl udh
ketemu keluhan nyeri waktu kencing dan kemungkinan ISK berikan
obat
• Tujuan penatalaksanaan infeksi saluran kemih (ISK) adalah eradikasi
infeksi, mencegah komplikasi dan menghilangkan gejala pada pasien.
• Terapi antibiotik yang adekuat untuk ISK sangatlah penting untuk
mencegah kegagalan terapi dan peningkatan dari resistensi antibiotik.
Pemilihan antibiotik harus berdasarkan dari: spektrum dan pola
kerentanan uropatogen, kemanjuran pada indikasi tertentu pada studi
klinikal, harga, ketersediaan obat, tolerabilitas dan efek yang merugikan
• Terapi nitrofurantoin biasanya boleh diberikan pd ibu hamil, skrg ada preparat
baru yg mengandung fostomycin namanya monuril ga perlu minum obat 2-3x,
hanya bentuknya seperti schaset, tinggal diaduk di air dan pemberiannya selalu
pada saat menjelang tidur karena efektifitas obatnya menyerap tinggi beredar
di vesika urinaria
Terapi
Terapi ISK pada kehamilan
• Terapi lini pertama ISK pada kehamilan adalah:
• Nitrofurantoin monohydrate/macrocrystals 100 mg 2 kali sehari
peroral selama 5-7 hari
• Amoxicillin 500 mg 2 kali sehari peroral, atau 3 kali 250mg oral)
selama 5-7 hari
• Amoxicillin-clavulanate 500/125 mg 2 kali sehari peroral selama
3-7 hari 250/125 mg 3 kali sehari peroral selama 5-7 hari
• Cephalexin 500 mg 2 kali sehari peroral selama 3-7 hari
Komplikasi
Infeksi saluran kemih (ISK) simpleks bagian bawah jarang
menyebabkan komplikasi, ketika diobati dengan tepat dan segera.
Tapi jika tidak diobati dengan benar, ISK dapat menjadi suatu infeksi
yang serius seperti urosepsis (yg paling bahaya adl terjadi urosepsis
terjadi karena ISK yg tidak diobati dlm jangka waktu lama akan
menyebabkan terjadi ISK atas ISK atas tidak diobati urosepsis)
Kesimpulan
• Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi dan inflamasi yang terjadi baik
pada saluran kemih bagian atas maupun bagian bawah, lebih sering
pada wanita dibandingkan dengan pria.
• Penyebab utama ISK adalah Escherichia coli (80%) melalui
jalur ascending atau hematologi dan limfatik
• Modifikasi perilaku yang berhubungan dengan faktor risiko utama ISK
dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan ISK.
• Prognosis pada infeksi saluran kemih (ISK) simpleks terbilang baik,
dengan pengobatan antibiotik yang tepat
Korioamnionitis
Definisi
• Korioamnionitis merupakan istilah medis yang digunakan untuk menyebut
infeksi pada air ketuban dan ari-ari (plasenta) selama masa kehamilan (infeksi
yg terjadi pada korion (selaput tebal yg membentuk plasenta) dan amnion
(selaput ketubannya itu sendiri)
• Infeksi ini dapat terjadi pada 2-4% kehamilan.
Kl sudah pernah korioamnionitis resikonya tinggi tidak hanya pada ibu tapi juga
pada bayi
Etiologi (bisa terjadi infeksi karena
dilakukan pemeriksaan VT
berulang yang terlalu sering)
• Infeksi pada air ketuban terjadi ketika bakteri yang ada di vagina, seperti E.
coli dan Streptococcus, masuk ke rahim. Hal ini lebih rentan terjadi jika:
– Ketuban pecah dini yang terjadi jauh sebelum persalinan tiba (paling sering)
– Durasi persalinan lama (persalinan sangat lama menyebabkan terjadi pelepasan kemokin
dan sitokin atau semua yg menyebabkan terjadinya radang didaerah korion dan amnion)
– Infeksi vagina, infeksi saluran kemih, atau infeksi menular seksual pada ibu hamil (yg
sebelum hamil tidak diobati sehingga pd saat hamil terjadi eksaserbasi)
– Anestesia epidural selama persalinan (biasanya epidural anastesi digunakan pd kasus2
emergency untuk menyelamatkan bayi dan ibunya bisa menyebabkan korioamnionitis
tapi jarang)
• Pemeriksaan vagina yang terlalu sering saat persalinan (terlalu sering vaginaltouche pd kasus2
px yg pecah ketuban, terus diperiksa blm 30 menit udh diperiksa beresiko korioamnionitis
,makanya dlm obstetri pemeriksaan vaginaltouche ada batasnya dan indikasinya)
• Selain itu, ibu hamil juga lebih berisiko terkena infeksi air ketuban jika berusia di bawah 21
tahun saat hamil, hamil untuk pertama kali, atau memiliki kebiasaan yang tidak sehat saat
hamil, seperti sering mengonsumsi alkohol dan merokok.
Patogenesis
• 4 jalur masuknya organisme menuju korioamnion
– Naik dari vagina ke serviks
– Penyebaran hematogen melalui plasenta (infeksi transplasenta) (jarang, kecuali pd ibu yg mempunyai
immunodeficiency)
– Retrograde dari rongga peritoneum melalui tuba falopi (pertemuan vegetatum ex: appendix pecah
(periapendikular infiltrat) pecah kemudian menempel di tuba masuk ke saluran tuba kemudian masuk
ke korion masuk ke amnion)
– Accidental pada waktu melakukan prosedur invasive, seperti amniosentesis,percutaneous fetal blood sampling,
chorionic villous sampling, atau shunting (ex : anak pertama bayinya kelainan hidrocephalus, agar anak kedua
tidak hidrocephalus dilakukan sampling (chorionic villous sampling) ,diambil darah tali pusarnya pd saat bayi
masih dlm kandungan kemudian ditest darahnya pd saat melakukan itu kl tatalaksananya salah resikonya bisa
terjadi korioamnionitis)
Organisme dalam korioamnion respon inflamasi dengan pelepasan sitokin dan kemokin korioamnionitis,
pematangan serviks, cedera membrane, kelahiran premature
Tanda dan Gejala Klinis (bisa kluar ujian)
• Korioamnionitis yang terjadi sejak kehamilan atau pada saat persalinan dapat menunjukkan beberapa tanda dan
gejala berikut ini: kriteria bings(?)
– Demam pada ibu hamil (panas diatas 38Oc)
– Detak jantung ibu hamil atau janin meningkat (maternal takikardi, karena panas)
– Rahim terasa nyeri (tenderness)
– Air ketuban berbau busuk (keluar seperti bubur/nanah dan bau seperti bau tikus mati)
– Air ketuban berwarna kekuningan atau kehijauan, dan kental seperti bernanah.
Pemeriksaan Penunjang
Jika sudah ada gejala spt tadi, pemeriksaan penunjang hanya untuk
memperkuat diagnosis karena diagnosis korioamnionitis berdasar kriteria
klinis
• Untuk menentukan apakah air ketuban terinfeksi, perlu dilakukan
pemeriksaan oleh dokter yang meliputi pemeriksaan fisik dan
penunjang, seperti tes darah, kultur cairan ketuban, dan analisis cairan
ketuban.
• Jika hasil pemeriksaan air ketuban menunjukkan adanya kuman atau
peningkatan jumlah sel darah putih, maka hal ini bisa mengindikasikan
terjadinya infeksi pada air ketuban.
• Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan yaitu serum CRP
maternal, leukosit esterase cairan amnion, dan deteksi asam organic
bacterial dengan kromatografi gas-cairan.
Terapi
Terapi harus dengan intravena, tidak bisa dengan peroral karena kita
harus mencapai peaklevel dari antibiotik dalam waktu yg cepat dan
staging(?)(tetep didarah) untuk membunuh kuman
• Antibiotik cefoxitin (4x2gr), cefotetan(2x2gr), piperasilin atau
mezlocillin (4x3-4gr), ampisilin sulbactam (4x3gr),
tikarsilin/klavulanat (4x3gr)
• Cairan amnion berbau busuk, terapi kombinasi penisilin atau
ampisilin (4x2gr), aminoglikosida dan agen anaerob seperti
klindamisin (3x900gr)
• Persalinan sebaiknya dilakukan pervaginam, kecuali ada indikasi
SC
Pencegahan
• Pemberian antibiotik profilaksis.
• Antibiotik telah menunjukkan menurunkan insiden
korioamnionitis dan sepsis neonates dan pada
persalinan dengan partus lama dengan KPD kecuali
pada persalinan fase aktif dengan ketuban utuh.
Pemberian profilaksis antibiotik sblm persalinan sc
penting untuk mencegah korioamnionitis, berikan 2gr
intravena
Prognosis
• Mortalitas perinatal signifikan pada neonates dengan BBLR.
• Peningkatan 3-4 kali lipat kematian perinatal pada neonates
dengan BBLR yang dilahirkan oleh ibu dengan korioamnionitis.
• Peningkatan kejadian respiratory distress syndrome (terjadi jika
infeksi sudah meluas ke organ lain khususnya ke paru),
hemoragia intraventricular dan sepsis neonatal.
• Mortalitas maternal (lebih jarang dibandingkan mortalitas fetal
karena kaitannya dengan daya tahan tubuh orng dewasa lebih
baik dripda bayi)
Mortalitas perinatal sangat signifikan, kl korioamnionitis tidak
diketahui lebih dari 16 jam bayi bisa lahir dgn keadaan sepsis
neonatorum dan itu sangat berbahaya resikonya 80% akan
meninggal pd saat lahir atau saat perawatan
Kesimpulan
• Korioamnionitis merupakan infeksi akut pada
cairan ketuban, janin dan selaput korioamnion
yang disebabkan oleh bakteri.
• Periode ketuban pecah yang lama merupakan
faktor riiko yang paling tinggi peranannya dalam
pathogenesis korioamnionitis.
• Makin lama jarak antara ketuban pecah dengan
persalinan, makin tinggi pula risiko morbiditas
dan mortalitas ibu dan janin.
• Tatalaksana pada wanita dengan korioamnionitis
biasanya dengan terapi antibiotic dan janin
dilahirkan tanpa memandang usia gestasi.
HEPATITIS
Definisi
• Hepatitis adalah peradangan yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh
infeksi atau oleh toksin termasuk alkohol ( Elizabeth J. Corwin. 2000 : 573 )
• Dari beberapa para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penyakit
Hepatitis adalah peradangan yang terjadi pada hati yang merupakan infeksi
sistemik oleh virus atau oleh toksik termasuk alkohol yang berhubungan
dengan manifestasi klinik berspektrum luas dari infeksi tanpa gejala, melalui
hepatitis ikterik sampai nekrosis hati yang mengkasilkan kumpulan
perubahan klinis, biokimia, dan selular yang khas (yg khas pd px hepatitis
adalah ikterik yg diliat matanya,skleranya)
Epidemiologi
• Secara global, lebih dari 350 juta orang terinfeksi virus hepatitis B.
Diperkirakan bahwa lebih dari sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
virus hepatitis B.
• Sekitar 5% dari populasi adalah carrier kronis HBV, dan secara umum
hampir 25% carrier dapat mengalami penyakit hati yang lebih parah
seperti hepatitis kronis, sirosis, dan karsinoma hepatoseluler primer.
• Prevalensi nasional di tiap Negara di dunia berkisar antara 0,5% di AS dan
Eropa Utara sampai 10% di daerah Asia.
• Infeksi HBV menyebabkan lebih dari satu juta kematian setiap tahun
Etiologi
• Dalam tinjauan epidemiologi molekuler, HBV sendiri saat ini
diklasifikasikan menjadi 8 genotipe (A sampai H) mencerminkan
distribusi geografis yang bersifat local specific :
– HBV genotipe A lazim di Eropa, Afrika, dan India dan genotipe HBV B
dan C yang dominan di sebagian besar bagian Asia, termasuk China,
Jepang, dan Indonesia.
– Genotipe D adalah umum di daerah Mediterania, Timur Tengah dan
India, sedangkan E genotipe terlokalisir di sub-Sahara Afrika.
– Genotipe F dan H hanya diidentifikasi di Amerika Tengah dan
Selatan.
– Genotip G telah ditemukan di Perancis, Jerman, dan Amerika Serika
Banyak tipe hepatitis, tapi 1 daerah dgn daerah yg lain tidak sama. Biasanya di
daerah berkembang seperti india, asia tenggara lebih sering hepatitis A
kaitannya dengan hygienitas. Negara2 yg lebih maju biasanya tipe D,F,G,E
,kl negara berkembang B dan A yg lebih sering.
ETIOLOGI
• Hepatitis A
– Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV).VHA termasuk virus picorna (virus RNA) dengan
ukuran 27-28 nm.
• Hepatitis B
– Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang terbungkus serta mengandung genoma DNA
(Deoxyribonucleic acid) melingkar.HBV adalah virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak
menyebabkan kerusakan langsung pada sel hati.Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang oleh
system kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang dan kerusakan pada hati.
• Hepatitis C
– Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitisC (HCV).Virus ini dapat mengakibatkaninfeksi seumur hidup,
sirosis hati, kankerhati, kegagalan hati, dan kematian.Belumada vaksin yang dapat melindungi
terhadapHCV, dan diperkirakan 3 persenmasyarakat umum di Indonesia terinfeksivirus ini.
Yg paling concern skrng adalah hepatitis B dan yg paling bahaya adalah hepatitis C karena sering asimptomatis
tapi tiba2 10 th ke depan sudah sirosis atau bisa kanker hati karena jarang bgt muncul gejala awalnya.
Agent
Dlm setiap virus ada koloninya, ada surface, ada envelove dan ada core.
• Virus B berupa partikel 2 lapis berukuran 42 nm.
• Lapisan luar virus ini terdiri atas antigent yang disingkat HBs Ag (Hepatitis B-
Surface Antigent)
• Antigent permukaan ini membungkus bagian dalam virus yang disebut partikel
inti atau core.
• Partikel mengandung bahan – bahan sbb:
– Genome virus terdiri atas rantai DNA
– Suatu antigent yang disebut hepatitis B care antigen (HBc Ag), suatu
protein yang tidak larut. Dalam serum, HBc Ag ini tidak dideteksi karena
HBc Ag hanya ada dalam partikel ini yang selalu diliputi oleh antigen
permukaan.
– Antigen e atau Hbe Ag, yang merupakan protein yang bisa larut, dan
karena itu dalam serum yang banyak mengandung virus maka deteksi
antigen Hbe ini akan positif.
Cara penularan
• Penularan infeksi HBV dapat dibagi menjadi 3 cara yaitu
– cara penularan melalui kulit
• Virus tidak dapat menembus kulit yang utuh infeksi VHB melalui hanya dapat terjadi melalui 2 cara
yaitu:
– tembus kulit oleh tusukan jarum atau alat lain yang tercemar oleh bahan yang infektif (apparent
perkutaneous inoculations (cara penularan parental) (pd saat menutup jarum jngn menaruh tangan
diujung tutupnya itu, hati2)
– kontak antara bahan yang infektif pada kulit dengan kelainan atau lesi (inapparent percutaneous
inculations)
– cara penularan melalui mukosa
• sering pd kasus hepatitis A
• Selaput lendir yang menurut penelitian dapat menjadi port d’entre infeksi VHB adalah selaput lendir:
mulut, mata, hidung, saluran makanan bagian bawah dan alat kelamin (Frances, dkk,1981).
– cara penularan melaui perinatal (penularan vertikal)
• Dari ibu yg mempunyai Hepatitis B, bayinya juga akan terkena transmisinya melalui plasenta
Kelompok Risiko Tinggi Tertular
• Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi
• Balita yang dalam keseharian berada di penitipan anak atau di
perumahan dengan anak lain di daerah endemik
• Kontak seksual / kontak rumah tangga dari orang yang terinfeksi
• Pekerja kesehatan
• Pasien dan karyawan di tempat hemodialisis
• Pengguna narkoba suntik yang berbagi jarum tidak steril
• Penderita yang berbagi peralatan medis atau gigi yang tidak steril
• Orang memberikan atau menerima akupunktur dan / atau tato
dengan peralatan medis yang tidak steril
• Orang yang tinggal di daerah atau bepergian ke daerah endemik
hepatitis B
• Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki
Kelompok populasi dengan risiko tertular yang tinggi
• Staf serta penderita pada tempat perawatan untuk px
dengan lemah mental.
• Penghuni institusi yang besifat tertutup, misalnya
penjara dll
• Pecandu narkotika (terutama yang menggunakan obat
suntik)
• Staf dan penderita unit hemodialisis
• Petugas kesehatan yang sering berhubungan dengan
darah maupun produk yang berasal dari darah
• Penderita yang sering mendapat transfusi darah misal :
penderita thelasemia, hemofilia, dll
Cara penularan
• Salah satu cara penularan melalui mukosa yang sangat penting
hubungan kelamin. 42% suami atau istri mendapat penularan. Terbukti
pula bahwa hubungan kelamin dengan banyak pasangan mningkatkan
kemungkinan penularan infeksi HBV (Yg paling sering ditakutkan adalah
multiseksual partner, 42% beresiko menularkan hepatitis B)
• Wanita tuna susila pada umumnya menunjukkan prevalensi serologik
infeksi hbv yang relatif tinggi dibandingkan dengan populasi pada
umumnya
• Penularan melalui hubungan seksual ini, bisa juga terjadi pada
hubungan kelamin homoseksual.
• Walaupun hubungan kelamin tidak selalu disertai kontak dengan darah
tetapi pada hubungan tersebut kemungkinan untuk terjadinya
pertukaran cairan antara pasangan seksual sangat besar
Faktor yang mempengaruhi efektivitas penularan
• Viral load Konsentrasi virus dalam darah bisa
dihitung untuk menentukan jumlah virus. Sangat
menentukan, kaitannya dengan terapi.
• Volume inoculume berapa volume dari virus yg masuk
• Lama “exposure”
• Cara masuk VHB kedalam tubuh apakah direct
langsung melalui jarum suntik atau yg lainnya.
• Kesetaraan individu yang bersangkutan (px hepatitis B,
tingkat pendidikannya ga sama(?), menularkan dengan
teman yg lain. Kl udah sakit harus betul2 menjaga diri jngn
nularin ke orng lain)
Manifestasi klinik
• Hepatitis akut :
perjalanan penyakit dibagi menjadi 4 tahap yaitu:
– masa inkubasi berkisar antara 28 – 225 dengan rata – rata 75 hari. tergantung pada dosis inokulum yang infektif makin besar
dosis makin pendek masa inkubasi HB.
– fase pra ikterik : Keluhan paling dini adalah malaise disertai anorexia dan dysgensia (perubahan pada rasa) mual sampai
muntah serta rasa tidak enak pada perut kanan atas. Febris jarang didapatkan dan walaupun ada tinggi. Pada fase ini dapat
terjadi febris, gejala kulit dan anthralgin
– Fase ikterik : berkisar antara 1 sampai 3 minggu, tetapi juga dapat terjadi hanya beberapa hari atau selama 6 – 7 bulan (gejala
sudah keliatan karena terganggunya proses produksi dan pelepasan imunologi(?) )
– fase penyembuhan
Penting yg harus diperiksa adalah bilirubin direct dan indirect, fungsi hati SGOT/SGPT, yg paling penting juga adalah HB surfacenya,kl
sudah ada surface brrti sudah positif terinfeksi, yg lebih canggih adl DNA polymerase untuk menentukan apakah virus hepatitis A/B/C
Manifestasi klinik
• Hepatitis B kronis
– keradangan dan nekrosis pada hati yang menetap (persistent) akibat infeksi virus
hepatitis B dan gangguan faal hati tetapi terjadi selama lebih dari 6 bulan
– pada umumnya penderita menunjukkan keluhan yang ringan dan tidak khas.
Pemeriksaan fisik juga tidak khas (pd px kronis biasanya tidak ada lagi jaundice tapi
sering keluhannya lemah letih lesu spt orng anemia)
– Faktor – faktor predisposisi yang mempengaruhi seorang yang menderita infeksi virus
hepatitis B mengalami infeksi VHB akut atau kronik, yaitu:
• umur
• jenis kelamin
• faktor imunologik
– neonatus : 90 – 100% akan menjadi infeksi kronik, bila infeksi VHB terjadi saat
dilahirkan.
– Bila infeksi VHB terjadi pada anak – anak kecil kemungkinan infeksi menjadi kronik : 20 –
30%.
– Infeksi VHB pada orang dewasa akan menjadi kronik pada 5 – 10%.
TERAPI
Tujuan terapi:
Meningkatkan seroklirens, mencegah perkembangan penyakit ke
arah sirosis, dan meminimalkan kerusakan hati pada pasien.
Terapi nonfarmakologi:
• Konseling
• Vaksinasi dan imunisasi (ex: spt koas sblm masuk ditest dulu
hepatitis B, Hbv dan kemudian diberikan injeksi vaksin
hepatitis B)
• Hindari konsumsi alkohol
• Ajak pasien untuk berkonsultasi sebelum menggunakan obat
baru, termasuk obat herbal dan obat tanpa resep.
Virus hepatitis B dormannya di hepar, pd saat imun masih bagus
bisa bertahan/dorman tapi kl imun turun virusnya bisa ngendah
Terapi farmakologi:
• Interferon (IFN)
interferon ada 2 : α-2a dan α-2b, sama2 kerjanya tapi skrng ada
pegylated-IFN (PEG-IFN) yg kerjanya lebih panjang
– Merupakan sitokin yang memiliki efek antivirus, antiproliferatif,
dan imunomodulator.
– Pemberian IFN memerlukan frekuensi pemberian 3 kali
seminggu, sehingga digantikan oleh pegylated-IFN (PEG-IFN)
– PEG-IFN memiliki waktu paruh yang lebih panjang daripada IFN,
dapat diberikan 1 kali/minggu.
Efek samping:
Dosis:
• Interferon α-2a :
• monophosphate).
Entecavir
• Merupakan analog nukleosida dari guanosin.
• Lebih poten daripada lamivudine dan efektif pada HBV resisten lamivudine.
• Dosis: 0,5 mg/hari atau 1 mg/hari pada pasien dengan HBV resisten lamivudine
Telbivudine
– Merupakan analog nukleosida spesifik HBV.
– Mekanisme kerja: inhibitor kompetitif DNA polimerase.
– Lebih poten daripada lamivudine.
– Efek samping: ISPA
• Tenofovir
• Emtricitabine
Pencegahan infeksi HBV
Pemeriksaan hbs ag sebelum transfusi darah dan tidak
menggunakan menggunakan darah yang hbs ag positif (donor
darah bisa skalian screening penyakit)
Imunisasi (pasif, aktif ,dan gabungan imunisasi pasif dan aktif
Imunisasi pasif dengan hepatitis b imune globulin (hbig).
Untuk pencegahan infeksi pada lingkungan endemik
Untuk pencegahan hepatitis pasca transfusi
Untuk pencegahan infeksi VHB akibat hemodialins
Untuk pencegahan infeksi VHB akibat hubungan kelamin
Untuk pencegahan infeksi VHB melalui tusukan jarum
Untuk pencegahan infeksi VHB parinatal
Prognosis
• Hepatitis A yang sembuh spontan pada sebagian
besar kasus, selama 6-12 mg (hanya hepatitis A yg
bisa sembuh spontan, sisanya tidak)
• Hepatitis B lebih jelek dibanding hepatitis A,
khususnya pada orang2 tua, mortalitas sebesar
10-15%
Malaria
(endemis di indonesia timur)
Definisi
• Infeksi Malaria adalah infeksi sistemik yang
disebabkan oleh parasite plasmodium
agennya adalah nyamuk
Etiologi
• Spesies parasit malaria yang menginfeksi
manusia: plasmodium falciparum,
plasmodium vivax, plasmodium malariae
dan plasmodium ovale
Plasmodium Falciparum
• Menyebabkan penyakit malaria tertiana maligna (malaria tropica)
• Sering menjadi bentuk penyakit yang berat/ malaria serebralis
(bisa ga sadar, koma sampe 1 bulan hipoksia global encelopathy
gabisa ngomong, gabisa jalan bisa meninggal)
• Angka kematian tinggi karena malaria serebralis
• Menyebabkan parasitemia yang tinggi
• Merozoitnya menginfeksi sel darah merah tua/ muda (segala
umur)
• Sebagai penyebab 50% malaria di dunia
Plasmodium Vivax
• Menyebabkan malaria tertiana benigna
• Disebut juga malaria vivax
• Spesies ini memp kecenderungan menginfeksi sel darah merah
muda (retikulosit)
• Lebih kurang 43% kasus malaria disebabkan oleh spesies ini
Plasmodium Malariae
• Penyebab malaria kuartana ( tidak lazim disebut malaria
malariae)
• Ditandai dengan serangan panas berulang tiap 72 jam
• Diduga mempunyai kecenderungan menginfeksi sel drh
merah yang tua (sering menyebabkan px anemia)
• Tingkat parasitemia lebih rendah dibanding spesies lain
• Menginfeksi simpanse dan beberapa binatang liar lain
• Dijumpai kira-kira 7% dari semua kasus malaria di dunia
Plasmodium Ovale
• Menyebabkan malaria tertiana benigna ( malaria
ovale)
• Paling jarang dijumpai
• Menginfeksi sel darah muda
MALARIA
• Ditemukan oleh Charles Alphonse Laveran thn1880 di Aljazair : gametosit plasmodium falciparum ( bentuk pisang)
• Thn. 1897 0leh Ronald Ross di India: bentuk ookista di dalam lapisan otot lambung nyamuk anopheles
• 1957- 1969 secara global dilakukan program eradikasi malaria oleh WHO
• 1973- 1978 munculnya kembali kasus2 malaria secara tajam
• spesies parasit malaria yang menginfeksi manusia: plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium malariae
dan plasmodium ovale
• plasmodium falciparum:
- spesies ini memp kecenderungan menginfeksi sel darah merah muda (retikulosit)
Ada kemungkinan seorang penderita terinfeksi oleh lebih dari satu spesies plasmodium secara bersamaan -
disebut infeksi campuran ( mixed infection)
EPIDEMIOLOGI
Hospes reservoir
- Manusia merupakan reservoir yang penting
- Parasitemia dengan fase aseksual dan gametositemia pada malaria falciparum pada penderita dgn kekebalan tinggi dapat
berlangsung ber- bulan2 tanpa gejala.
- Kekambuhan /relaps pada infeksi dgn. plasmodium vivax lebih ringan dengan meningkatnya imunitas penderita
- Penderita dgn gametosit menjajadi sumber penularan dengan perantaraan nyamuk sebagai vektor
Cara penularan
• Kebanyakan berlangsung secara alami (natural), yaitu melalui gigitan nyamuk anopheles betina (penularan dari
agent/host kena vektor malarianya (spesies anopheles) )
• Walaupun jarang penularan mungkin terjadi melalui transfusi darah dan/ atau transplantasi sumsum tulang
• Jarang melalui semprit injeksi yang terkontaminasi (pada pecandu narkotik)
• Jarang, dapat secara kongenital selama bayi masih dalam kandungan karena terjadinya infeksi malaria dari ibu ke
janin melalui peredaran darah plasenta.
Vektor malaria
• Di Indonesia terdapat 80 spesies nyamuk anopheles, hanya 16 spesies berperan sebagai vektor
• Lama hidup vektor dipengaruhi oleh suhu dan kelembapan udara
• Tingkat penularan tergantung dari beberapa faktor biologis dan klimatis
• Pada akhir musim penghujan intensitas penularan paling tinggi, populasi nyamuk meningkat secara signifikan
Hubungan hospes-parasit-lingkungan
• Angka morbiditas dan mortalitas sulit diukur. Indeks malariometrik yang dipergunakan adalah:
– angka limpa atau spleen rate: persentase anak 2-9 tahun dengan pembesaran limpa yang dpt diraba
– angka parasit atau parasit rate : persentase penduduk yang dalam darahnya mengandung parasit malaria
(parasitemia)
1. Hipo endemik, angka limpa pada anak 2-9 tahun < 10%
2. Meso endemik, 11-15%
3. Hiper endemik , >50%, angka limpa org dewasa juga tinggi, toleransi orang dewasa thd infeksi rendah
4. Holo endemik, > 75%, angka limpa pada orang dewasa rendah, akan tetapi toleransi thd infeksi tinggi.
Pemakaian indikator untuk:
• Mengukur tingkat imunitas penduduk disuatu wilayah
• Meramal kemungkinan terjadinya KLB
• Memperkirakan besar dampak yang mungkin terjadi
Malaria endemik adalah malaria disuatu wilayah yang ditularkan secara alami dengan insiden yang bisa
diukur dan dan ditemukan terus menerus selama beberapa tahun
Malaria stabil adalah malaria yang mempunyai prevalensi yang relatif tetap
Malaria tidak stabil adalah malaria yang mempunyai prevalensi yang sangat fluktuatif
Malaria epidemik adalah malaria yang jumlah kasusnya meningkat disuatu wilayah yang sebelumnya
mempunyai tingkat endemisitas yang rendah.
Siklus hidup
• Trofozoit: bentuk/stadium/fase/tingkat plasmodium yang terdiri dari trofozoit muda (ring form), growing
trophozoite, trofozoit dewasa/tua
• Sizon: fase plasmodium yg mengalami proses pembelahan secara aseksual disebut sizon muda, sizon matang,
kemudian sel darah merah yang diinfeksi pecah
• Sizogoni: proses terjadinya sizon, dgn pembelahan aseksual dengan hasil akhir adalah merozoit2 yang terbentuk
di dalamnya
• Sporogoni: proses reproduksi secara seksual yang terjadi di dalam tubuh nyamuk dan hasil akhirnya adalah
sporozoit
• Gametozit: fase parasit malaria yang mengandung gamet (sel kelamin), terdiri dari gametozit jantan (mikro
gametozit) dan betina (makro gametozit)
• Gamet: terdiri dari gamet jantan dan betina, kedua sel dapat melakukan pembuahan atau fertilisasi
di dalam lambung nyamuk vektornya.
• Zigot: adalah makrogamet yang telah dibuahi oleh mikrogamet
• Ookinet: zigot yang menunjukkan kemampuan bergerak
• Ookista: adalah ookinet yang bentuknya menjadi bulat, dan dikelilingi oleh dinding kista
Masa prepaten; tenggang waktu antara saat pertama kali sporozoit masuk ke dalam tubuh manusia
sampai saat parasit malaria bisa ditemukan di dalam darah tepi
Masa inkubasi: tenggang waktu sejak saat masuknya sporozoit masuk ke dalam tubuh manusia sampai
saat munculnya gejala2 penyakit malaria
Lama masa2 tersebut tergantung spesiesnya.
Gejala klinis
Gejala umum :
• panas tinggi
• berkeringat, menggigil
• batuk kering
• pembesaran limpa/splenomegali
Bentuk2 klinis malaria yg. berat
Pengobatan
• Dengan obat2 anti malaria (PR cari sendiri pengobatan malaria)
Pencegahan
• Mengurangi pembawa gametosit
• Memberantas nyamuk
• Melindungi orang2 yang rentan
• Mencegah gigitan nyamuk
• Melindungi dgn obat antimalaria
• Melindungi dgn vaksin malaria
TORCH
penting untuk wanita yg akan menikah,
harus periksa dulu sblm hamil untuk
mencegah kelainan kongenital akibat TORCH
Toxoplasma
• Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondii (hostnya adl manusia dan agennya adl
hewan, biasanya hewan anjing,kucing. Knapa bukan gorila ? karena jarang dipelihara)
• Infeksi toksoplasma tersebar luas pada hewan dan manusia
• Bila infeksi ini mengenai ibu hamil pada trimester pertama akan menyebabkan 20% janin terinfeksi toksoplasma
sedangkan jika ibu terinfeksi pada trimester ke tiga maka 65% janin terinfeksi dan bisa mengakibatkan kematian
janin (lebih rentan pd trimester 3 karena tubuh bayi tidak sempat menyiapkan antigen antibodi dibandingkan
kehamilan trimester 1. Dan paling bahaya juga kl kena pd usia kehamilan 8-10 minggu karena krna pd saat usia segitu
terjadi pembentukan organ(organogenesis) ,jika pd saat itu makan yg aneh2 atau konsumsi obat yg aneh2 pasti cacat
bayinya, kl setelah 12 minggu lebih aman) (makanya mendekati persalinan harus hati2)
TOKSOPLASMA GONDII
• Toksoplasmosis pada kehamilan dapat menyebabkan infeksi janin kongenital anomali
• Ikterus
• Petekie
• Meningoensefalitis
• Khorioretinitis
• Mikrosefali
• Hidrosefalus
• Kalsifikasi intracranial
• Miokarditis
• Lesi tulang
Oligohidramnion,
Polihidramnion
Asites janin
Host
• Sesuai dengan namanya Human Immunodeficiency Virus, maka manusia
merupakan pejamu utama pada infeksi HIV. Walau demikian, manusia bukan
satu-satunya pejamu infeksi HIV. Diketahui bahwa infeksi ini berawal dari salah
satu spesies simpanse di Afrika
HIV
3. PATOGENESIS
• HIV ditransmisikan melalui cairan tubuh dari orang yang terinfeksi HIV, seperti darah, ASI,
semen dan sekret vagina. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui port d’entreeyang
terdapat pada tubuh, umumnya kemungkinan ini meningkat melalui perilaku berisiko yang
dilakukan.
• Virus kemudian masuk ke dalam sel dengan menempel pada reseptor CD4 melalui
virus. Virus kemudian menempel dan merusak CD4, sehingga terjadi deplesi nilai CD4
dalam darah, seiring dengan terjadinya peningkatan replikasi virus yang direfleksikan dari
3. PATOGENESIS
• AIDS.
HIV
3. PATOGENESIS
Fase Infeksi HIV Serokonversi
• Fase serokonversi terjadi di masa awal infeksi HIV. Pada fase ini,
terjadi viremia plasma dengan penyebaran yang luas dalam tubuh,
selama 4-11 hari setelah virus masuk melalui mukosa tubuh.
Kondisi ini dapat bertahan selama beberapa minggu, dengan gejala
yang cukup ringan dan tidak spesifik, umumnya berupa
demam, flu-like syndrome, limfadenopati dan ruam-ruam.
Kemudian, keluhan akan berkurang dan bertahan tanpa gejala
mengganggu. Pada masa ini, umumnya akan mulai terjadi
HIV
3. PATOGENESIS
Fase Infeksi HIV Asimtomatik
• Pada fase asimtomatik, HIV sudah dapat terdeteksi melalui pemeriksaan darah.
Penderita infeksi HIV dapat hidup bebas gejala hingga 5-10 tahun walau tanpa
intervensi pengobatan. Pada fase ini, replikasi virus terus berjalan, virulensi
tinggi, viral load stabil tinggi, serta terjadi penurunan CD4 secara konstan.
HIV
3. PATOGENESIS
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
• Pada fase AIDS, umumnya viral-load tetap berada dalam kadar yang tinggi.
CD4 dapat menurun hingga lebih rendah dari 200/µl.
• Infeksi oportunistik mulai muncul secara signifikan. Infeksi oportunistik ini
bersifat berat, meliputi dan mengganggu berbagai fungsi organ dan sistem
dalam tubuh. Menurunnya CD4 mempermudah infeksi dan perubahan
seluler menjadi keganasan. Infeksi oportunistik berupa:
• Demam > 2 minggu
• Tuberkulosis paru
HIV
3. PATOGENESIS
• Tuberkulosis ekstra paru
• Sarkoma kaposi
• Herpes rekuren
• Limfadenopati
• Candidiasis orofaring
• Wasting syndrome
HIV
4. GEJALA KLINIS
Stadium Infeksi HIV
Stadium infeksi HIV menurut WHO dibagi ke dalam 4 stadium.
Stadium 1
• Stadium 1 infeksi HIV berupa sindrom serokonversi akut yang disertai dengan
limfadenopati persisten generalisata (muncul nodul-nodul tanpa rasa sakit
pada 2 atau lebih lokasi yang tidak berdampingan dengan jarak lebih dari cm
dan waktu lebih dari 3 bulan).
• Pasien stadium ini dapat tetap asimtomatik hingga bertahun-tahun
tergantung pada pengobatan.
HIV
4. GEJALA KLINIS
Stadium 2
• Pada stadium 2, pasien dapat kehilangan berat badan kurang
dari 10% massa tubuh. Risiko penyakit infeksi antara lain:
• Herpes zoster
Stadium 3
HIV akan menyebabkan pasien kehilangan berat badan lebih dari 10%
massa tubuh. Pasien juga akan mengalami beberapa infeksi atau gejala
berikut:
• Diare kronik lebih dari 1 bulan
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Rapid test
Digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil serologi rapid tes
sebagai hasil yang benar-benar positif. Uji Western blot menemukan keberadaan
antibodi yang melawan protein HIV-1 spesifik (struktural dan enzimatik).
Western blot dilakukan hanya sebagai konfirmasi pada hasil skrining berulang
(ELISA atau rapid tes). Hasil negative Western blot menunjukkan bahwa hasil
positif ELISA atau rapid tes dinyatakan sebagai hasil positif palsu dan pasien
tidak mempunyai antibodi HIV-1. Hasil Western blot positif menunjukkan
keberadaan antibodi HIV-1 pada individu dengan usia lebih dari 18 bulan.
HIV
5. TERAPI
• Terapi untuk kasus HIV (human immunodeficiency virus) adalah dengan
memberikan terapi antiretroviral (ARV) yang berfungsi untuk mencegah sistem
imun semakin berkurang yang berisiko mempermudah timbulnya infeksi
oportunistik. Hingga kini, belum terdapat penatalaksanaan yang bersifat kuratif
untuk menangani infeksi HIV. Walau demikian, terdapat penatalaksanaan HIV
yang diberikan seumur hidup dan bertujuan untuk mengurangi aktivitas HIV
dalam tubuh penderita sehingga memberi kesempatan bagi sistem imun,
terutama CD4 untuk dapat diproduksi dalam jumlah yang normal. Pengobatan
kuratif dan vaksinasi HIV masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
• Terapi Antiretroviral (ARV) Prinsip pemberian ARV menggunakan 3 jenis obat
dengan dosis terapeutik.
• 6. PENCEGAHAN HIV GOLONGAN OBAT
Nukleosida RTI (NsRTI)
Abakavir (ABC)
DOSIS
300 mg 2X/hari atau 400 mg 1 X/hari
• Upaya edukasi dan promosi kesehatan Didanosin (ddl) 250 mg 1X/hari (BB < 60 kg)
ini perlu diberikan untuk seluruh lapisan Lamivudin (3TC) 150 mg 2X/hari atau 300 mg 1X/hari
Stavudin (d4T) 40 mg 2X/hari (30 mg 2X/hari bila BB < 60 kg
masyarakat, terutama pada populasi Zidovudin (AZT) 300 mg 2X/hari)
Nukleotida RTI
kunci, yakni: TDF 300 mg 2X/hari
• Pengguna NAPZA suntik Non nukleosid RTI
(NNRTI)
• Pekerja seks (PS) langsung maupun tidak Efavirenz (EFV) 600 mg 1X/hari
Nevirapine (NVP) 200 mg 1X/hari untuk 14 hari kemudian 200 mg
langsung 2X/hari
Protease Inhibitor (PI)
• Pelanggan/pasangan seks PS
Indinavir/ritonavir (IDV/r) 800 mg/100 mg 2X/hari
• Homoseksual, waria, Laki
Lopinavir/ritonavir (LPV/r) 400 mg/100 mg 2X/hari
pelanggan/pasangan Seks dengan
Nelfinavir (NFV) 1250 mg 2X/hari
sesama Laki (LSL)
Saquinavir/ritonavir 1000 mg/100 mg 2X/hari atau 1600 mg/200 mg
(SQV/r) 1X/hari
• Warga binaan pemasyarakatan
Ritonavir (RTV/r) 1X/hari
Kapsul 100 mg, larutan oral 400 mg/5 ml
HIV
7. PROGNOSIS
Prognosis infeksi HIV (human immunodeficiency virus) ditentukan oleh diagnosis dini
dan pengobatan pemeliharaan dengan terapi antiretroviral (ARV). Hingga kini belum
terdapat penatalaksanaan yang bersifat kuratif untuk menangani infeksi HIV.