Anda di halaman 1dari 133

Sucilestari

Infeksi Saluran Kemih


dr. I.B. Gde Udyoga Manuaba, M.Biomed, Sp.OG
Bagian/SMF/Departement: Obstetri dan Ginekologi
FKIK Universitas Warmadewa
BRSU Tabanan/RSUD Sanjiwani Gianyar
2019
• Yg penting dari kuliah ini
– mendiagnosis dan tatalaksana ISK
– Mendiagnosis korioamnionitis
– Pencegahan kejadian TORCH
Definisi ISK
• Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi dan inflamasi yang terjadi baik pada saluran kemih bagian atas
(ginjal hingga ureter) maupun bagian bawah (kandung kemih hingga uretra) (ada 2  ISK atas dan ISK
bawah  yg sering terjadi adl ISK bawah. ISK bawah ada yg bersifat simptomatis dan asimptomatis , tapi
hampir 85% tidak bergejala / asimptomatis, karena tidak bergejala harus dilakukan pemeriksaan penunjang)
• ISK merupakan infeksi yang umum terjadi dan terutama lebih sering pada wanita dibandingkan dengan pria
(lebih sering pd wanita karena uretra wanita lebih pendek, muaranya dekat dgn anus, dan sering juga pd
wanita hamil karena sering terjadi refluks dari kantong kencing naik ke uretra dan ke ginjal karena proses
kehamilannya tsb khususnya karena hormon estrogen dan progesteron yg menyebabkan dilatasi sesaat dari
ureter biasanya pada usia kehamilan 24-28minggu  px pasti mengeluh nyeri pada saat kencing, harus
segera diobati kalau tidak, bisa jadi faktor predisposisi terjadinya prematur)
• Sebanyak 50-80% dari total populasi wanita secara umum pernah mengalami ISK setidaknya satu kali semasa
hidupnya.  Sekitar 20-30% dari wanita yang sudah pernah terkena ISK akan mengalami ISK berulang.
Etiologi
• Etiologi infeksi saluran kemih (ISK) yang utama adalah  Escherichia coli (80%) terutama pada ISK komuniti akut
tanpa penyulit (acute community-acquired uncomplicated infections) (paling sering karena E.Coli karena cara
cebok yg salah dari anus keatas, yg benar pake air mengalir dari atas kebawah 1 jalur sekali aja)
• Organisme lain yang bisa menyebabkan ISK adalah Staphylococcus saprophyticus (10% - 15%),Klebsiella,
Enterobacter, Proteus sp, dan Enterococci.
Patofisiologi
• Patofisiologi infeksi saluran kemih (ISK) umumnya melibatkan infeksi bakteri yang dapat terjadi melalui
jalur ascending atau hematologi dan limfatik.  E.Coli adalah bakteri yang paling umum untuk menyebabkan infeksi
seluran kemih.
• Patofisiologi ISK melalui jalur hematogen melibatkan mikroorganisme seperti Staphylococcus aureus, Candida sp.,
Salmonella sp. dan Mycobacterium tuberculosis, yang menyebabkan infeksi primer ditempat lain pada tubuh
manusia. Ginjal merupakan lokasi yang sering ditemukan abses pada pasien dengan bakterimia atau endokarditis
yang disebabkan oleh bakteri gram positif, Staphylococcus Aureus
• Patofisiologi ISK melalui jalur limfatik sangat jarang terjadi dengan bukti kejadian yang sedikit. Sedangkan
jalur ascending adalah yang paling sering (Hampir sebagian besar karena terjadinya ascending (dari bawah keatas),
kuman dari luar ke dalam)
Tanda dan Gejala Klinis
• Gejala-gejala infeksi pada saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) akan berbeda dengan gejala
infeksi saluran kemih bagian bawah (kandung kemih dan uretra).

•Gejala klinis ISK bagian atas:


 Sakit kepala
•Gejala klinis ISK bagian bawah:
 Malaise
 Rasa sakit/panas di uretra
 Mual
 Kencing sedikit-sedikit
 Muntah
 Rasa tidak enak di Suprapubik
 Demam
 Hematuria (apabila parah)
 Menggigil
 Nyeri Pinggang (CVA)

ISK atas keluhannya sudah berat, yg paling khas adalah nyeri ketok
costovertebral angle, disertai mengigil setelah kencing dan nyeri pinggang.
Untuk memastikan cek nyeri ketok CVA. Kl ISK bawah khasnya nyeri atau panas
pd saat kencing. Yg lebih berat karena koloni kumannya banyak bisa terjadi
hematuria
Pemeriksaan Penunjang
• Paling khas adalah Urinalisis: proteinuria, leukosituria, (leukosit > 5/LPB), hematuria (eritrosit >
5/LPB) (untuk melihat ada koloni kuman atau tidak dan melihat ada nitrit/nitrat atau tidak karena
biasanya kuman – kuman khas yang menyebabkan ISK menghasilkan nitrit, kecuali enterobacter,
tapi enterobacter jarang menyebabkan ISK)
• Kultur Urine (jika dalam pengobatan ISK tidak kunjung sembuh, pikirkan melakukan kultur urine
untuk mengetahui sensitifitas dari antibiotik yg diberikan )
• Hitung koloni
• Pemeriksaan darah (jarang dilakukan kecuali pd kasus2 immunocompromised dan
immunodefisiensi untuk memastikan kadar WBC dan laju endap darahnya meningkat/tidak)
• Pencitraan: USG, CT-Scan (jarang dilakukan kecuali pd kasus2 tertentu dengan gross hematuria
(kadar sel darah merah banyak ditemukan pd lapang pandang)  lakukan ct-scan untuk
menyingkirkan keganasan (kanker prostat))
• Bakteriologis
– Biakan bakteri

– Mikroskopis
Terapi
• Terapinya ada yg bersifat empiris (berdasarkan pengalaman)  kl udh
ketemu keluhan nyeri waktu kencing dan kemungkinan ISK  berikan
obat
• Tujuan penatalaksanaan infeksi saluran kemih (ISK) adalah eradikasi
infeksi, mencegah komplikasi dan menghilangkan gejala pada pasien. 
• Terapi antibiotik yang adekuat untuk ISK sangatlah penting untuk
mencegah kegagalan terapi dan peningkatan dari resistensi antibiotik. 
Pemilihan antibiotik harus berdasarkan dari: spektrum dan pola
kerentanan uropatogen, kemanjuran pada indikasi tertentu pada studi
klinikal, harga, ketersediaan obat, tolerabilitas dan efek yang merugikan

Terapi definitif  sebelum melakukan terapi periksa urinnya dan kl


seandainya dlm pengobatan 3-5 hari tidak sembuh ISKnya lakukan kultur
urine untuk mengetahui sensitifitas antibiotik
Terapi

Obat &dosis Efikasi klinis, % Efikasi bakterial, % Efek samping


Nitrofurantoin, 84-95 86-92 Mual, sakit kepala
2x100mg, selama 5-7
hari

TMP-SMX, 2x160- 90-100 91-100 Ruam, urtikaria, mual,


800mg, selama 3 hari muntah, gangguan
hematologi

Fostomycin, 3g dosis 70-91 78-83 Diare, mual, muntah


tunggal, serbuk

Pivmecilinam, 2x400mg, 55-82 74-84 Mual, muntah, diare


selama 3-7 hari

Golongan 85-95 81-98 Mual, muntah, diare,


Fluoroquinolone, selama sakit kepala, mengantuk,
3 hari insomnia

Golongan β-Lactams, 79-98 74-98 Diare, mual, muntah,


selama 5-7 hari rash, urtikaria
Riviewan tabel obat
• Golongan2 obat ini tidak akan sama penggunaannya pd 1 daerah dengan daerah
yg lain, yg dipakai ditabel ini adalah yg beredar diindonesia. Ex : nitrofurantoin di
amerika khsusnya daerah california dan daerah minnesota tidak dipakai karena
sebagian besar resisten

• Hampir semua penatalaksanaannya sampai 7hari, biasanya 3-5 hari sudah


membaik tapi jangan di stop obatnya karena resiko resisten.

• Efek samping yg bisa terjadi juga diperhatikan

• Terapi nitrofurantoin biasanya boleh diberikan pd ibu hamil, skrg ada preparat
baru yg mengandung fostomycin namanya monuril  ga perlu minum obat 2-3x,
hanya bentuknya seperti schaset, tinggal diaduk di air dan pemberiannya selalu
pada saat menjelang tidur karena efektifitas obatnya menyerap tinggi beredar
di vesika urinaria
Terapi
Terapi ISK pada kehamilan 
• Terapi lini pertama ISK pada kehamilan adalah:
• Nitrofurantoin monohydrate/macrocrystals 100 mg 2 kali sehari
peroral selama 5-7 hari
• Amoxicillin 500 mg 2 kali sehari peroral, atau 3 kali 250mg oral)
selama 5-7 hari
• Amoxicillin-clavulanate 500/125 mg 2 kali sehari peroral selama
3-7 hari 250/125 mg 3 kali sehari peroral selama 5-7 hari
• Cephalexin 500 mg 2 kali sehari peroral selama 3-7 hari

Sulfonamid harus dihindari pemakaiannya pada trimester awal


dan pada menjelang kelahiran dikarenakan efek teratogenik dan
kemungkinan kernicterus. Fluoroquinolone (ciprofloxacin,
levofloxacin, norfloxacin) dihindari dikarenakan kemungkinan
efek pada pertumbuhan kartilago fetus
Pencegahan
• Tiga faktor risiko utama dari ISK berulang pada wanita selain
memang secara patofisiologi dan secara anatomi adalah
– frekuensi berhubungan seksual (berhubungan
multipartner)
– penggunaan spermisida dan alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR) (pd proses pemasangan yg tidak steril)
– kehilangan efek estrogen pada struktur vagina dan
periuretra (pd usia tua >50th menjelang menopause karena
kadar estrogen sudah turun, dimana estrogen itu berfungsi
membantu membentuk lendir serviks yg mencegah kuman
dari luar masuk ke dalam dan ke kandung kemih)
• Modifikasi perilaku yang berhubungan dengan faktor risiko
utama tersebut dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan
ISK.
Prognosis
Prognosis pada infeksi saluran kemih (ISK) simpleks terbilang baik,
dengan pengobatan antibiotik yang tepat maka penderita dapat sembuh
sempurna.

Komplikasi
Infeksi saluran kemih (ISK) simpleks bagian bawah jarang
menyebabkan komplikasi, ketika diobati dengan tepat dan segera.
Tapi jika tidak diobati dengan benar, ISK dapat menjadi suatu infeksi
yang serius seperti urosepsis (yg paling bahaya adl terjadi urosepsis
 terjadi karena ISK yg tidak diobati dlm jangka waktu lama akan
menyebabkan terjadi ISK atas  ISK atas tidak diobati  urosepsis)
Kesimpulan
• Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi dan inflamasi yang terjadi baik
pada saluran kemih bagian atas maupun bagian bawah, lebih sering
pada wanita dibandingkan dengan pria.
• Penyebab utama ISK adalah  Escherichia coli (80%) melalui
jalur ascending atau hematologi dan limfatik
• Modifikasi perilaku yang berhubungan dengan faktor risiko utama ISK
dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan ISK.
• Prognosis pada infeksi saluran kemih (ISK) simpleks terbilang baik,
dengan pengobatan antibiotik yang tepat 
Korioamnionitis
Definisi
• Korioamnionitis merupakan istilah medis yang digunakan untuk menyebut
infeksi pada air ketuban dan ari-ari (plasenta) selama masa kehamilan (infeksi
yg terjadi pada korion (selaput tebal yg membentuk plasenta) dan amnion
(selaput ketubannya itu sendiri)
• Infeksi ini dapat terjadi pada 2-4% kehamilan.

Kl sudah pernah korioamnionitis resikonya tinggi tidak hanya pada ibu tapi juga
pada bayi
Etiologi (bisa terjadi infeksi karena
dilakukan pemeriksaan VT
berulang yang terlalu sering)
• Infeksi pada air ketuban terjadi ketika bakteri yang ada di vagina, seperti E.
coli dan Streptococcus, masuk ke rahim. Hal ini lebih rentan terjadi jika:
– Ketuban pecah dini yang terjadi jauh sebelum persalinan tiba (paling sering)
– Durasi persalinan lama (persalinan sangat lama menyebabkan terjadi pelepasan kemokin
dan sitokin atau semua yg menyebabkan terjadinya radang didaerah korion dan amnion)
– Infeksi vagina, infeksi saluran kemih, atau infeksi menular seksual pada ibu hamil (yg
sebelum hamil tidak diobati  sehingga pd saat hamil terjadi eksaserbasi)
– Anestesia epidural selama persalinan (biasanya epidural anastesi digunakan pd kasus2
emergency untuk menyelamatkan bayi dan ibunya  bisa menyebabkan korioamnionitis
tapi jarang)
• Pemeriksaan vagina yang terlalu sering saat persalinan (terlalu sering vaginaltouche pd kasus2
px yg pecah ketuban, terus diperiksa blm 30 menit udh diperiksa  beresiko korioamnionitis
,makanya dlm obstetri pemeriksaan vaginaltouche ada batasnya dan indikasinya)
• Selain itu, ibu hamil juga lebih berisiko terkena infeksi air ketuban jika berusia di bawah 21
tahun saat hamil, hamil untuk pertama kali, atau memiliki kebiasaan yang tidak sehat saat
hamil, seperti sering mengonsumsi alkohol dan merokok.
Patogenesis
• 4 jalur masuknya organisme menuju korioamnion
– Naik dari vagina ke serviks
– Penyebaran hematogen melalui plasenta (infeksi transplasenta) (jarang, kecuali pd ibu yg mempunyai
immunodeficiency)
– Retrograde dari rongga peritoneum melalui tuba falopi (pertemuan vegetatum  ex: appendix pecah
(periapendikular infiltrat)  pecah kemudian menempel di tuba  masuk ke saluran tuba  kemudian masuk
ke korion  masuk ke amnion)
– Accidental pada waktu melakukan prosedur invasive, seperti amniosentesis,percutaneous fetal blood sampling,
chorionic villous sampling, atau shunting (ex : anak pertama bayinya kelainan hidrocephalus, agar anak kedua
tidak hidrocephalus dilakukan sampling (chorionic villous sampling) ,diambil darah tali pusarnya pd saat bayi
masih dlm kandungan kemudian ditest darahnya  pd saat melakukan itu kl tatalaksananya salah resikonya bisa
terjadi korioamnionitis)

Organisme dalam korioamnion  respon inflamasi dengan pelepasan sitokin dan kemokin  korioamnionitis,
pematangan serviks, cedera membrane, kelahiran premature
Tanda dan Gejala Klinis (bisa kluar ujian)
• Korioamnionitis yang terjadi sejak kehamilan atau pada saat persalinan dapat menunjukkan beberapa tanda dan
gejala berikut ini: kriteria bings(?)
– Demam pada ibu hamil (panas diatas 38Oc)
– Detak jantung ibu hamil atau janin meningkat (maternal takikardi, karena panas)
– Rahim terasa nyeri (tenderness)
– Air ketuban berbau busuk (keluar seperti bubur/nanah dan bau  seperti bau tikus mati)
– Air ketuban berwarna kekuningan atau kehijauan, dan kental seperti bernanah.
Pemeriksaan Penunjang
Jika sudah ada gejala spt tadi, pemeriksaan penunjang hanya untuk
memperkuat diagnosis karena diagnosis korioamnionitis berdasar kriteria
klinis
• Untuk menentukan apakah air ketuban terinfeksi, perlu dilakukan
pemeriksaan oleh dokter yang meliputi pemeriksaan fisik dan
penunjang, seperti tes darah, kultur cairan ketuban, dan analisis cairan
ketuban.
• Jika hasil pemeriksaan air ketuban menunjukkan adanya kuman atau
peningkatan jumlah sel darah putih, maka hal ini bisa mengindikasikan
terjadinya infeksi pada air ketuban.
• Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan yaitu serum CRP
maternal, leukosit esterase cairan amnion, dan deteksi asam organic
bacterial dengan kromatografi gas-cairan.
Terapi
Terapi harus dengan intravena, tidak bisa dengan peroral karena kita
harus mencapai peaklevel dari antibiotik dalam waktu yg cepat dan
staging(?)(tetep didarah) untuk membunuh kuman
• Antibiotik cefoxitin (4x2gr), cefotetan(2x2gr), piperasilin atau
mezlocillin (4x3-4gr), ampisilin sulbactam (4x3gr),
tikarsilin/klavulanat (4x3gr)
• Cairan amnion berbau busuk, terapi kombinasi penisilin atau
ampisilin (4x2gr), aminoglikosida dan agen anaerob seperti
klindamisin (3x900gr)
• Persalinan sebaiknya dilakukan pervaginam, kecuali ada indikasi
SC
Pencegahan
• Pemberian antibiotik profilaksis.
• Antibiotik telah menunjukkan menurunkan insiden
korioamnionitis dan sepsis neonates dan pada
persalinan dengan partus lama dengan KPD kecuali
pada persalinan fase aktif dengan ketuban utuh.
Pemberian profilaksis antibiotik sblm persalinan sc
penting untuk mencegah korioamnionitis, berikan 2gr
intravena
Prognosis
• Mortalitas perinatal signifikan pada neonates dengan BBLR.
• Peningkatan 3-4 kali lipat kematian perinatal pada neonates
dengan BBLR yang dilahirkan oleh ibu dengan korioamnionitis.
• Peningkatan kejadian respiratory distress syndrome (terjadi jika
infeksi sudah meluas ke organ lain khususnya ke paru),
hemoragia intraventricular dan sepsis neonatal.
• Mortalitas maternal (lebih jarang dibandingkan mortalitas fetal
karena kaitannya dengan daya tahan tubuh orng dewasa lebih
baik dripda bayi)
Mortalitas perinatal sangat signifikan, kl korioamnionitis tidak
diketahui lebih dari 16 jam  bayi bisa lahir dgn keadaan sepsis
neonatorum dan itu sangat berbahaya  resikonya 80% akan
meninggal pd saat lahir atau saat perawatan
Kesimpulan
• Korioamnionitis merupakan infeksi akut pada
cairan ketuban, janin dan selaput korioamnion
yang disebabkan oleh bakteri.
• Periode ketuban pecah yang lama merupakan
faktor riiko yang paling tinggi peranannya dalam
pathogenesis korioamnionitis.
• Makin lama jarak antara ketuban pecah dengan
persalinan, makin tinggi pula risiko morbiditas
dan mortalitas ibu dan janin.
• Tatalaksana pada wanita dengan korioamnionitis
biasanya dengan terapi antibiotic dan janin
dilahirkan tanpa memandang usia gestasi.
HEPATITIS
Definisi
• Hepatitis adalah peradangan yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh
infeksi atau oleh toksin termasuk alkohol ( Elizabeth J. Corwin. 2000 : 573 )

• Hepatitis adalah infeksi virus pada hati yang berhubungan dengan


manifestasiklinik berspektrum luas dari infeksi tanpa gejala, melalui hepatitis
ikterik sampai nekrosis hati (Sandra M. Nettina. 2001 : 248)

• Dari beberapa para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penyakit
Hepatitis adalah peradangan yang terjadi pada hati yang merupakan infeksi
sistemik oleh virus atau oleh toksik termasuk alkohol yang berhubungan
dengan manifestasi klinik berspektrum luas dari infeksi tanpa gejala, melalui
hepatitis ikterik sampai nekrosis hati yang mengkasilkan kumpulan
perubahan klinis, biokimia, dan selular yang khas (yg khas pd px hepatitis
adalah ikterik  yg diliat matanya,skleranya)
Epidemiologi
• Secara global, lebih dari 350 juta orang terinfeksi virus hepatitis B.
Diperkirakan bahwa lebih dari sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
virus hepatitis B.
• Sekitar 5% dari populasi adalah carrier kronis HBV, dan secara umum
hampir 25% carrier dapat mengalami penyakit hati yang lebih parah
seperti hepatitis kronis, sirosis, dan karsinoma hepatoseluler primer.
• Prevalensi nasional di tiap Negara di dunia berkisar antara 0,5% di AS dan
Eropa Utara sampai 10% di daerah Asia.
• Infeksi HBV menyebabkan lebih dari satu juta kematian setiap tahun
Etiologi
• Dalam tinjauan epidemiologi molekuler, HBV sendiri saat ini
diklasifikasikan menjadi 8 genotipe (A sampai H)  mencerminkan
distribusi geografis yang bersifat local specific :
– HBV genotipe A lazim di Eropa, Afrika, dan India dan genotipe HBV B
dan C yang dominan di sebagian besar bagian Asia, termasuk China,
Jepang, dan Indonesia.
– Genotipe D adalah umum di daerah Mediterania, Timur Tengah dan
India, sedangkan E genotipe terlokalisir di sub-Sahara Afrika.
– Genotipe F dan H hanya diidentifikasi di Amerika Tengah dan
Selatan.
– Genotip G telah ditemukan di Perancis, Jerman, dan Amerika Serika

Banyak tipe hepatitis, tapi 1 daerah dgn daerah yg lain tidak sama. Biasanya di
daerah berkembang seperti india, asia tenggara lebih sering hepatitis A
kaitannya dengan hygienitas. Negara2 yg lebih maju biasanya tipe D,F,G,E
,kl negara berkembang B dan A yg lebih sering.
ETIOLOGI
• Hepatitis A
– Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV).VHA termasuk virus picorna (virus RNA) dengan
ukuran 27-28 nm.
• Hepatitis B
– Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang terbungkus serta mengandung genoma DNA
(Deoxyribonucleic acid) melingkar.HBV adalah virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak
menyebabkan kerusakan langsung pada sel hati.Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang oleh
system kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang dan kerusakan pada hati.
• Hepatitis C
– Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitisC (HCV).Virus ini dapat mengakibatkaninfeksi seumur hidup,
sirosis hati, kankerhati, kegagalan hati, dan kematian.Belumada vaksin yang dapat melindungi
terhadapHCV, dan diperkirakan 3 persenmasyarakat umum di Indonesia terinfeksivirus ini.
Yg paling concern skrng adalah hepatitis B dan yg paling bahaya adalah hepatitis C karena sering asimptomatis
tapi tiba2 10 th ke depan sudah sirosis atau bisa kanker hati karena jarang bgt muncul gejala awalnya.
Agent
Dlm setiap virus ada koloninya, ada surface, ada envelove dan ada core.
• Virus B berupa partikel 2 lapis berukuran 42 nm.
• Lapisan luar virus ini terdiri atas antigent yang disingkat HBs Ag (Hepatitis B-
Surface Antigent)
• Antigent permukaan ini membungkus bagian dalam virus yang disebut partikel
inti atau core.
• Partikel mengandung bahan – bahan sbb:
– Genome virus terdiri atas rantai DNA
– Suatu antigent yang disebut hepatitis B care antigen (HBc Ag), suatu
protein yang tidak larut. Dalam serum, HBc Ag ini tidak dideteksi karena
HBc Ag hanya ada dalam partikel ini yang selalu diliputi oleh antigen
permukaan.
– Antigen e atau Hbe Ag, yang merupakan protein yang bisa larut, dan
karena itu dalam serum yang banyak mengandung virus maka deteksi
antigen Hbe ini akan positif.
Cara penularan
• Penularan infeksi HBV dapat dibagi menjadi 3 cara yaitu
– cara penularan melalui kulit
• Virus tidak dapat menembus kulit yang utuh  infeksi VHB melalui hanya dapat terjadi melalui 2 cara
yaitu:
– tembus kulit oleh tusukan jarum atau alat lain yang tercemar oleh bahan yang infektif (apparent
perkutaneous inoculations (cara penularan parental) (pd saat menutup jarum jngn menaruh tangan
diujung tutupnya itu, hati2)
– kontak antara bahan yang infektif pada kulit dengan kelainan atau lesi (inapparent percutaneous
inculations)
– cara penularan melalui mukosa
• sering pd kasus hepatitis A
• Selaput lendir yang menurut penelitian dapat menjadi port d’entre infeksi VHB adalah selaput lendir:
mulut, mata, hidung, saluran makanan bagian bawah dan alat kelamin (Frances, dkk,1981).
– cara penularan melaui perinatal (penularan vertikal)
• Dari ibu yg mempunyai Hepatitis B, bayinya juga akan terkena  transmisinya melalui plasenta
Kelompok Risiko Tinggi Tertular
• Bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi
• Balita yang dalam keseharian berada di penitipan anak atau di
perumahan dengan anak lain di daerah endemik
• Kontak seksual / kontak rumah tangga dari orang yang terinfeksi
• Pekerja kesehatan
• Pasien dan karyawan di tempat hemodialisis
• Pengguna narkoba suntik yang berbagi jarum tidak steril
• Penderita yang berbagi peralatan medis atau gigi yang tidak steril
• Orang memberikan atau menerima akupunktur dan / atau tato
dengan peralatan medis yang tidak steril
• Orang yang tinggal di daerah atau bepergian ke daerah endemik
hepatitis B
• Laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki
Kelompok populasi dengan risiko tertular yang tinggi
• Staf serta penderita pada tempat perawatan untuk px
dengan lemah mental.
• Penghuni institusi yang besifat tertutup, misalnya
penjara dll
• Pecandu narkotika (terutama yang menggunakan obat
suntik)
• Staf dan penderita unit hemodialisis
• Petugas kesehatan yang sering berhubungan dengan
darah maupun produk yang berasal dari darah
• Penderita yang sering mendapat transfusi darah misal :
penderita thelasemia, hemofilia, dll
Cara penularan
• Salah satu cara penularan melalui mukosa yang sangat penting 
hubungan kelamin. 42% suami atau istri mendapat penularan. Terbukti
pula bahwa hubungan kelamin dengan banyak pasangan mningkatkan
kemungkinan penularan infeksi HBV (Yg paling sering ditakutkan adalah
multiseksual partner, 42% beresiko menularkan hepatitis B)
• Wanita tuna susila pada umumnya menunjukkan prevalensi serologik
infeksi hbv yang relatif tinggi dibandingkan dengan populasi pada
umumnya
• Penularan melalui hubungan seksual ini, bisa juga terjadi pada
hubungan kelamin homoseksual.
• Walaupun hubungan kelamin tidak selalu disertai kontak dengan darah
tetapi pada hubungan tersebut kemungkinan untuk terjadinya
pertukaran cairan antara pasangan seksual sangat besar
Faktor yang mempengaruhi efektivitas penularan
• Viral load  Konsentrasi virus dalam darah  bisa
dihitung untuk menentukan jumlah virus. Sangat
menentukan, kaitannya dengan terapi.
• Volume inoculume  berapa volume dari virus yg masuk
• Lama “exposure”
• Cara masuk VHB kedalam tubuh  apakah direct
langsung melalui jarum suntik atau yg lainnya.
• Kesetaraan individu yang bersangkutan (px hepatitis B,
tingkat pendidikannya ga sama(?), menularkan dengan
teman yg lain. Kl udah sakit harus betul2 menjaga diri jngn
nularin ke orng lain)
Manifestasi klinik
• Hepatitis akut :
perjalanan penyakit dibagi menjadi 4 tahap yaitu:
– masa inkubasi berkisar antara 28 – 225 dengan rata – rata 75 hari. tergantung pada dosis inokulum yang infektif makin besar
dosis makin pendek masa inkubasi HB.
– fase pra ikterik : Keluhan paling dini adalah malaise disertai anorexia dan dysgensia (perubahan pada rasa) mual sampai
muntah serta rasa tidak enak pada perut kanan atas. Febris jarang didapatkan dan walaupun ada tinggi. Pada fase ini dapat
terjadi febris, gejala kulit dan anthralgin
– Fase ikterik : berkisar antara 1 sampai 3 minggu, tetapi juga dapat terjadi hanya beberapa hari atau selama 6 – 7 bulan (gejala
sudah keliatan karena terganggunya proses produksi dan pelepasan imunologi(?) )
– fase penyembuhan

• Gejala fisik pada hepatitis akut


– hepatomegali, biasanya tidak terlalu besar (sering)
– nyeri tekan daerah hati tanpa tanda – tanda
hepatomegali (lebih banyak)
– Splenomegali ringan: 10 – 25% kasus (jarang)
– Pembesaran kelenjar bening ringan (yg paling sering bisa diliat)
Manifestasi klinik
• Labotorium:
– billirubin serum meningkat
– kadar enzim aminotransferase (SGOT & SGPT) meningkat
– kadar alfa fetoprotein mencapai 400 ng/l
– HBs Ag positif  masa tunas sudah positif
– Hbe Ag positif menjadi negatif dengan timbulnya gejala
– DNA polymerase & DNA VHB positif menjadi negatif dengan timbulnya gejala
– Anti – HBc positif sebelum permulaan timbulnya gejala
– Anti – HBs positif pada fase penyembuhan

Penting  yg harus diperiksa adalah bilirubin direct dan indirect, fungsi hati SGOT/SGPT, yg paling penting juga adalah HB surfacenya,kl
sudah ada surface brrti sudah positif terinfeksi, yg lebih canggih adl DNA polymerase untuk menentukan apakah virus hepatitis A/B/C
Manifestasi klinik
• Hepatitis B kronis
– keradangan dan nekrosis pada hati yang menetap (persistent) akibat infeksi virus
hepatitis B dan gangguan faal hati tetapi terjadi selama lebih dari 6 bulan
– pada umumnya penderita menunjukkan keluhan yang ringan dan tidak khas.
Pemeriksaan fisik juga tidak khas (pd px kronis biasanya tidak ada lagi jaundice tapi
sering keluhannya lemah letih lesu spt orng anemia)
– Faktor – faktor predisposisi yang mempengaruhi seorang yang menderita infeksi virus
hepatitis B mengalami infeksi VHB akut atau kronik, yaitu:
• umur
• jenis kelamin
• faktor imunologik
– neonatus : 90 – 100% akan menjadi infeksi kronik, bila infeksi VHB terjadi saat
dilahirkan.
– Bila infeksi VHB terjadi pada anak – anak kecil kemungkinan infeksi menjadi kronik : 20 –
30%.
– Infeksi VHB pada orang dewasa akan menjadi kronik pada 5 – 10%.
TERAPI
Tujuan terapi:
Meningkatkan seroklirens, mencegah perkembangan penyakit ke
arah sirosis, dan meminimalkan kerusakan hati pada pasien.
Terapi nonfarmakologi:
• Konseling
• Vaksinasi dan imunisasi (ex: spt koas sblm masuk ditest dulu
hepatitis B, Hbv dan kemudian diberikan injeksi vaksin
hepatitis B)
• Hindari konsumsi alkohol
• Ajak pasien untuk berkonsultasi sebelum menggunakan obat
baru, termasuk obat herbal dan obat tanpa resep.
Virus hepatitis B dormannya di hepar, pd saat imun masih bagus
bisa bertahan/dorman tapi kl imun turun virusnya bisa ngendah
Terapi farmakologi:
• Interferon (IFN)
interferon ada 2 : α-2a dan α-2b, sama2 kerjanya tapi skrng ada
pegylated-IFN (PEG-IFN) yg kerjanya lebih panjang
– Merupakan sitokin yang memiliki efek antivirus, antiproliferatif,
dan imunomodulator.
– Pemberian IFN memerlukan frekuensi pemberian 3 kali
seminggu, sehingga digantikan oleh pegylated-IFN (PEG-IFN)
– PEG-IFN memiliki waktu paruh yang lebih panjang daripada IFN,
 dapat diberikan 1 kali/minggu.
Efek samping:

Kelelahan, demam, sakit kepala, mual, tidak nafsu makan,


kekakuan, mialgia, artralgia, nyeri muskuloskeletal, insomnia,
depresi, cemas/emosi labil, alopesia, reaksi di tempat injeksi.

Dosis:
• Interferon α-2a :

SC/IM; 4,5 x 106 unit 3x seminggu, jika tidak menimbulkan


respon setelah 6 bulan, naikkan sampai dosis maks 18x106 unit
3x seminggu.
• Interferon α-2b

SC; 3x106 unit 3x seminggu, naikkan sampai 5-


10x106 unit 3x seminggu bila tidak menimbulkan
respons setelah 6 bulan
• Pertahankan dosis minimum selama 4-6 bulan
kecuali dalam keadaan intoleran
Lamivudine
• Merupakan analog nukleosida
• Memiliki aktivitas antivirus pada HBV maupun HIV.
• Indikasi : Hepatitis B kronik.
• Dosis :
– Dewasa, anak > 12 tahun : 100 mg 1 x sehari.
– Anak usia 2 – 11 tahun : 3 mg/kg 1 x sehari (maksimum
100 mg/hari).
• Efek samping : diare, nyeri perut, ruam, malaise, lelah, demam,
anemia, neutropenia, trombositopenia, neuropati, jarang
pankreatitis.
Adefovir
• Merupakan analog nukleosida asiklik dari AMP (adenosine

• monophosphate).

• Mekanisme kerja: menghambat polimerase DNA HBV.

• Dosis: 10 mg/hari selama 1 tahun.

Entecavir
• Merupakan analog nukleosida dari guanosin.

• Mekanisme kerja: menghambat polimerase HBV.

• Lebih poten daripada lamivudine dan efektif pada HBV resisten lamivudine.

• Dosis: 0,5 mg/hari atau 1 mg/hari pada pasien dengan HBV resisten lamivudine
Telbivudine
– Merupakan analog nukleosida spesifik HBV.
– Mekanisme kerja: inhibitor kompetitif DNA polimerase.
– Lebih poten daripada lamivudine.
– Efek samping: ISPA

• Tenofovir
• Emtricitabine
Pencegahan infeksi HBV
 Pemeriksaan hbs ag sebelum transfusi darah dan tidak
menggunakan menggunakan darah yang hbs ag positif (donor
darah bisa skalian screening penyakit)
 Imunisasi (pasif, aktif ,dan gabungan imunisasi pasif dan aktif
 Imunisasi pasif dengan hepatitis b imune globulin (hbig).
 Untuk pencegahan infeksi pada lingkungan endemik
 Untuk pencegahan hepatitis pasca transfusi
 Untuk pencegahan infeksi VHB akibat hemodialins
 Untuk pencegahan infeksi VHB akibat hubungan kelamin
 Untuk pencegahan infeksi VHB melalui tusukan jarum
 Untuk pencegahan infeksi VHB parinatal
Prognosis
• Hepatitis A yang sembuh spontan pada sebagian
besar kasus, selama 6-12 mg (hanya hepatitis A yg
bisa sembuh spontan, sisanya tidak)
• Hepatitis B lebih jelek dibanding hepatitis A,
khususnya pada orang2 tua, mortalitas sebesar
10-15%
Malaria
(endemis di indonesia timur)
Definisi
• Infeksi Malaria adalah infeksi sistemik yang
disebabkan oleh parasite plasmodium 
agennya adalah nyamuk
Etiologi
• Spesies parasit malaria yang menginfeksi
manusia: plasmodium falciparum,
plasmodium vivax, plasmodium malariae
dan plasmodium ovale
Plasmodium Falciparum
• Menyebabkan penyakit malaria tertiana maligna (malaria tropica)
• Sering menjadi bentuk penyakit yang berat/ malaria serebralis
(bisa ga sadar, koma sampe 1 bulan hipoksia global encelopathy
gabisa ngomong, gabisa jalan  bisa meninggal)
• Angka kematian tinggi  karena malaria serebralis
• Menyebabkan parasitemia yang tinggi
• Merozoitnya menginfeksi sel darah merah tua/ muda (segala
umur)
• Sebagai penyebab 50% malaria di dunia
Plasmodium Vivax
• Menyebabkan malaria tertiana benigna
• Disebut juga malaria vivax
• Spesies ini memp kecenderungan menginfeksi sel darah merah
muda (retikulosit)
• Lebih kurang 43% kasus malaria disebabkan oleh spesies ini
Plasmodium Malariae
• Penyebab malaria kuartana ( tidak lazim disebut malaria
malariae)
• Ditandai dengan serangan panas berulang tiap 72 jam
• Diduga mempunyai kecenderungan menginfeksi sel drh
merah yang tua (sering menyebabkan px anemia)
• Tingkat parasitemia lebih rendah dibanding spesies lain
• Menginfeksi simpanse dan beberapa binatang liar lain
• Dijumpai kira-kira 7% dari semua kasus malaria di dunia
Plasmodium Ovale
• Menyebabkan malaria tertiana benigna ( malaria
ovale)
• Paling jarang dijumpai
• Menginfeksi sel darah muda
MALARIA

SEJARAH & ETIOLOGI

• Ditemukan oleh Charles Alphonse Laveran thn1880 di Aljazair : gametosit plasmodium falciparum ( bentuk pisang)
• Thn. 1897 0leh Ronald Ross di India: bentuk ookista di dalam lapisan otot lambung nyamuk anopheles
• 1957- 1969 secara global dilakukan program eradikasi malaria oleh WHO
• 1973- 1978 munculnya kembali kasus2 malaria secara tajam
• spesies parasit malaria yang menginfeksi manusia: plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium malariae
dan plasmodium ovale
• plasmodium falciparum:

- menyebabkan penyakit malaria tertiana maligna (malaria tropica)


- sering menjadi bentuk penyakit yang berat/ malaria serebralis
- angka kematian tinggi
- menyebabkan parasitemia yang tinggi
- merozoitnya menginfeksi sel darah merah tua/ muda (segala umur)
• Sebagai penyebab 50 % malaria di di dunia
• Plasmodium vivax

- menyebabkan malaria tertiana benigna

- disebut juga malaria vivax

- spesies ini memp kecenderungan menginfeksi sel darah merah muda (retikulosit)

- lebih kurang 43% kasus malaria disebabkan oleh spesies ini


• Plasmodium malariae
- penyebab malaria kuartana ( tidak lazim disebut malaria malariae)

- ditandai dengan serangan panas berulang tiap 72 jam

- diduga mempunyai kecenderungan menginfeksi sel drh merah yang tua

- tingkat parasitemia lebih rendah dibanding spesies lain

- menginfeksi simpanse dan beberapa binatang liar lain

- dijumpai kira-kira 7% dari semua kasus malaria di dunia


• Plasmodium ovale
- menyebabkan malaria tertiana benigna ( malaria ovale)

- paling jarang dijumpai


- menginfeksi sel darah muda

Ada kemungkinan seorang penderita terinfeksi oleh lebih dari satu spesies plasmodium secara bersamaan -
disebut infeksi campuran ( mixed infection)

EPIDEMIOLOGI
Hospes reservoir
- Manusia merupakan reservoir yang penting
- Parasitemia dengan fase aseksual dan gametositemia pada malaria falciparum pada penderita dgn kekebalan tinggi dapat
berlangsung ber- bulan2 tanpa gejala.
- Kekambuhan /relaps pada infeksi dgn. plasmodium vivax lebih ringan dengan meningkatnya imunitas penderita
- Penderita dgn gametosit menjajadi sumber penularan dengan perantaraan nyamuk sebagai vektor
Cara penularan
• Kebanyakan berlangsung secara alami (natural), yaitu melalui gigitan nyamuk anopheles betina (penularan dari
agent/host  kena vektor malarianya (spesies anopheles) )
• Walaupun jarang penularan mungkin terjadi melalui transfusi darah dan/ atau transplantasi sumsum tulang
• Jarang melalui semprit injeksi yang terkontaminasi (pada pecandu narkotik)
• Jarang, dapat secara kongenital selama bayi masih dalam kandungan karena terjadinya infeksi malaria dari ibu ke
janin melalui peredaran darah plasenta.

Vektor malaria
• Di Indonesia terdapat 80 spesies nyamuk anopheles, hanya 16 spesies berperan sebagai vektor
• Lama hidup vektor dipengaruhi oleh suhu dan kelembapan udara
• Tingkat penularan tergantung dari beberapa faktor biologis dan klimatis
• Pada akhir musim penghujan  intensitas penularan paling tinggi, populasi nyamuk meningkat secara signifikan
Hubungan hospes-parasit-lingkungan

Tingkat penularan malaria disuatu wilayah ditentukan hal2 sbb:

• Reservoir, dicerminkan oleh prevalensi kasus


• Vektor, kesesuaian spesies atau strain nyamuk anopheles sbg vektor,tingkat berkembang biaknya,
jarak terbang, kebiasaan istirahat, kebiasaan makan dan jumlahnya.
• Hospes manusia baru, yang dimaksud adalah adanya kelompok manusia non imun yang masuk
wilayah endemis
• Kondisi iklim setempat
• Kondisi geografis dan hidrografis, ditambah dengan aktivititas dan tingkah laku manusia,
mempengaruhi tingkat terpajan dan akses mereka kepada tempat2 perindukkan nyamuk2
anopheles.
Penilaian situasi malaria

• Angka morbiditas dan mortalitas sulit diukur. Indeks malariometrik yang dipergunakan adalah:
– angka limpa atau spleen rate: persentase anak 2-9 tahun dengan pembesaran limpa yang dpt diraba

– angka parasit atau parasit rate : persentase penduduk yang dalam darahnya mengandung parasit malaria
(parasitemia)

Berdasarkan angka limpa, ditetapkan endemisitas malaria:

1. Hipo endemik, angka limpa pada anak 2-9 tahun < 10%
2. Meso endemik, 11-15%

3. Hiper endemik , >50%, angka limpa org dewasa juga tinggi, toleransi orang dewasa thd infeksi rendah
4. Holo endemik, > 75%, angka limpa pada orang dewasa rendah, akan tetapi toleransi thd infeksi tinggi.
Pemakaian indikator untuk:
• Mengukur tingkat imunitas penduduk disuatu wilayah
• Meramal kemungkinan terjadinya KLB
• Memperkirakan besar dampak yang mungkin terjadi

Malaria endemik adalah malaria disuatu wilayah yang ditularkan secara alami dengan insiden yang bisa
diukur dan dan ditemukan terus menerus selama beberapa tahun

Malaria stabil adalah malaria yang mempunyai prevalensi yang relatif tetap

Malaria tidak stabil adalah malaria yang mempunyai prevalensi yang sangat fluktuatif

Malaria epidemik adalah malaria yang jumlah kasusnya meningkat disuatu wilayah yang sebelumnya
mempunyai tingkat endemisitas yang rendah.
Siklus hidup

Terdiri dari siklus aseksual yang terjadi di dalam tubuh manusia


Dan siklus seksual yang berlangsung dalam tubuh nyamuk

• Trofozoit: bentuk/stadium/fase/tingkat plasmodium yang terdiri dari trofozoit muda (ring form), growing
trophozoite, trofozoit dewasa/tua
• Sizon: fase plasmodium yg mengalami proses pembelahan secara aseksual disebut sizon muda, sizon matang,
kemudian sel darah merah yang diinfeksi pecah
• Sizogoni: proses terjadinya sizon, dgn pembelahan aseksual dengan hasil akhir adalah merozoit2 yang terbentuk
di dalamnya
• Sporogoni: proses reproduksi secara seksual yang terjadi di dalam tubuh nyamuk dan hasil akhirnya adalah
sporozoit
• Gametozit: fase parasit malaria yang mengandung gamet (sel kelamin), terdiri dari gametozit jantan (mikro
gametozit) dan betina (makro gametozit)
• Gamet: terdiri dari gamet jantan dan betina, kedua sel dapat melakukan pembuahan atau fertilisasi
di dalam lambung nyamuk vektornya.
• Zigot: adalah makrogamet yang telah dibuahi oleh mikrogamet
• Ookinet: zigot yang menunjukkan kemampuan bergerak
• Ookista: adalah ookinet yang bentuknya menjadi bulat, dan dikelilingi oleh dinding kista

Masa prepaten; tenggang waktu antara saat pertama kali sporozoit masuk ke dalam tubuh manusia
sampai saat parasit malaria bisa ditemukan di dalam darah tepi

Masa inkubasi: tenggang waktu sejak saat masuknya sporozoit masuk ke dalam tubuh manusia sampai
saat munculnya gejala2 penyakit malaria
Lama masa2 tersebut tergantung spesiesnya.
Gejala klinis

Gejala umum :

- Beberapa serangan dengan interval tertentu (paroksisme)


- Diseling oleh periode dimana penderita bebas dari panas
- Gejala ini terdapat pada penderita non imun
- Sebelum timbul demam terdapat gejala prodromal yaitu: penderita merasa lemah, sakit kepala,
kehilangan nafsu makan, merasa mual di ulu hati atau muntah
- Masa tunas tergantung dari spesies plasmodium yg menginfeksi
- pada malaria yg alami, plasmodium falsiparum 12 (9-14 hari)
- Malaria vivax 14 (8-17 hari)
- Malaria kuartana 28 (18-40 hari)
- Malaria ovale 17 (16-18 hari)
Gejala klinis ( Secara umum)

• panas tinggi

• pusing/ sakit kepala

• otot-otot merasa sakit, lemah

• sakit / nyeri punggung

• rasa mau muntah sampai muntah

• berkeringat, menggigil

• batuk kering

• pembesaran limpa/splenomegali
Bentuk2 klinis malaria yg. berat

• Malaria serebralis: angka kematian sgt tinggi (80%)  paling ditakutkan


• Malaria gastrointestinalis, disertai diare kadang2 menyerupai kolera atau disentri
• Malaria hepatika, disertai dengan ikterus dan kegagalan fungsi hati
• Malaria algida, disertai dengan syok dan kegagalan kelenjar suprarenalis
• Malaria pulmonalis, disertai sesak napas dan sianosis karena edema paru
• Malaria renalis, disertai tanda2 kegagalan ginjal akut
• Black water fever, ditandai dengan hemoglobinuria dan kegagalan ginjal
Diagnosis
Diagnosis harus dgn pengecatan ,kl ga gitu susah. Blm ada antigen yg bisa menentukan ini malaria/apa
• Sediaan darah : tipis dan tebal
• Pengecatan paling banyak dengan Giemsa (tipis dan tebal)
• Pengecatan Field untuk sediaan drh tebal
• Pengecatan Leishman untuk sediaan darah tipis
• Teknik serologis (ELISA) untuk pemeriksaan seroepidemiologi
• Teknik untuk penelitian: PCR (polimerase chain reaction)

Pengobatan
• Dengan obat2 anti malaria (PR  cari sendiri pengobatan malaria)

Pencegahan
• Mengurangi pembawa gametosit
• Memberantas nyamuk
• Melindungi orang2 yang rentan
• Mencegah gigitan nyamuk
• Melindungi dgn obat antimalaria
• Melindungi dgn vaksin malaria
TORCH
penting untuk wanita yg akan menikah,
harus periksa dulu sblm hamil untuk
mencegah kelainan kongenital akibat TORCH
Toxoplasma
• Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondii (hostnya adl manusia dan agennya adl
hewan, biasanya hewan anjing,kucing. Knapa bukan gorila ? karena jarang dipelihara)
• Infeksi toksoplasma tersebar luas pada hewan dan manusia
• Bila infeksi ini mengenai ibu hamil pada trimester pertama akan menyebabkan 20% janin terinfeksi toksoplasma
sedangkan jika ibu terinfeksi pada trimester ke tiga maka 65% janin terinfeksi dan bisa mengakibatkan kematian
janin (lebih rentan pd trimester 3 karena tubuh bayi tidak sempat menyiapkan antigen antibodi dibandingkan
kehamilan trimester 1. Dan paling bahaya juga kl kena pd usia kehamilan 8-10 minggu karena krna pd saat usia segitu
terjadi pembentukan organ(organogenesis) ,jika pd saat itu makan yg aneh2 atau konsumsi obat yg aneh2 pasti cacat
bayinya, kl setelah 12 minggu lebih aman) (makanya mendekati persalinan harus hati2)
TOKSOPLASMA GONDII
• Toksoplasmosis pada kehamilan dapat menyebabkan infeksi janin kongenital anomali

• Janin yang terinfeksi kongenital tersebut mengalami kerusakan organ/struktur (sering


menyerang daerah neural tube (otak & tulang blakang)  bisa terjadi hidrosefalus,
korioretinitis dan kalsifikasi serebralis.
Manifestasi
• Hepatosplenomegali

• Ikterus

• Petekie

• Meningoensefalitis

• Khorioretinitis

• Mikrosefali

• Hidrosefalus

• Kalsifikasi intracranial

• Miokarditis

• Lesi tulang

• Pneumonia, dan Rash makulopapular.


Pemeriksaan penunjang
• IgM (Immunoglobulin M) dan IgG (Immunoglobulin G)
• Bila IgG(+) & Ig M(+) uji ulang 4 minggu kemudian
• Bila titer tdk ↑ maka infeksi dianggap seblm kehamilan & tidak ada resiko untuk kehamilan
• Bila titer IgG bermakna mungkin infeksi terjadi sekitar waktu konsepsi & ada sedikit resiko utk janin
• Bila terjadi infeksi pada kehamilan yang sangat muda kemungkinan kejadian infeksi toksoplasmosis kongenital adalah
10% & biasanya kehamilan ini berakhir dgn abortus
igM (+) menandakan infeksi bersifat akut
igG (+) dan IgM (-) kronis/sudah pernah terinfeksi
igG (+) dan igM (+)  sudah pernah kena dan skrng lagi akut (eksaserbasi)
• Bila Ig G (-) dan IgM(-) wanita tersebut mungkin mendapat infeksi dan sebaiknya diuji ulang tiap 4 – 6
minggu sekali untuk mendeteksi serokonversi (kl lupa pengulangannya biasanya sebulan,
pengulangan yg paling bagus adl antara 20-22minggu karena setelah 22 mgg akan terbntuk sempurna
olfaktori dan sistem pendengaran karena yg biasanya diserang adl organ itu, ex: kalsifikasi serebri 
bayi bisa tuli. Tapi yg paling bahaya adl rubella yg bisa menyebabkan tuli kongenital)
• Bila wanita mendapat infeksi diwaktu hamil

* Janin beresiko tinggi akan terinfeksi

* Ibu harus diberikan pengobatan profilaktik

* Waktu partus neonatus harus segera diperiksa


Diagnosis
• Klinis, sulit karena
– Asymptomatik
– Tidak spesifik

• Serologis, deteksi IgM dan IgG


– IgM (+), IgG (+) / (-), infeksi akut
– IgM (-), IgG (+) infeksi kronis
– Aviditas rendah infeksi akut

• Isolasi parasit: sulit, lama

• Identifikasi dengan PCR


Antibodi anti toksoplasma
Strategi pengobatan
• Sample I : awal kehamilan (trimester I, 10-12 minggu)
– IgG (+) dan IgM (- ) : pasien immune (45%)
– IgG (+) dan IgM (+) : infeksi akut (5%) atau infeksi lama dengan residu IgM?
• Periksa aviditas (tingkat virulensi):
– Rendah: infeksi terjadi < 4 bulan : harus diobati karena dianggap sebagai akut)
– Tinggi: infeksi terjadi > 4 bulan
– IgG (- ) dan IgM (+) : retest tiap 2-3 minggu
• Hasil tetap: Unspecified IgM
• IgG (+): infeksi akut : Obati
– IgG (- ) dan IgM (- ) : non immune (tidak pernah terpapar virus dan tidak punya immun terhadap virus itu)
• Ulang pada trimester II (20-22 minggu)

• Follow up sampai akhir kehamilan/sampe persalinan


Kl ada juga perempuan riwayat abortus berulang  harus periksa TORCH karena
TORCH sering menyebabkan terjadinya abortus spontan
Penatalaksanaan
• Mencegah kontak dengan kucing dan menghindari mengkonsumsi daging yang
tak dimasak dengan baik.
• Spiramisin 4 x 500 mg oral selama 10 hari tiap bln, terapi pada ibu hamil
dengan spiramycin 3x1gr /hari sampai partus
• Pyrimetamin 2x 500 mg oral selama 28 hari setiap bln, ,tdk boleh digunakan pd
kehamilan trimester pertama
• Sulfonamida (Sulfadiazin) 2x75 mg/kb BB Oral selama 28 hari
• Klindamisin 2x50 mg oral selama 28 hari setiap bulan
Penggunaan hanya 1 obat
Other Disease
Sifilis
• Penyakit ini disebabkan infeksi Treponema pallidum, dapat akut
maupun kronis yang mempunyai gambaran khas yaitu lesi, erupsi
kulit dan mukosa
• Penularan biasanya terjadi karena adanya kontak dengan eksudat
infeksius yang berasal dari kulit, membran mukosa, cairan dan
sekret tubuh (darah, ludah, cairan vagina).
• Penyakit ini dapat ditularkan melalui plasenta sepanjang masa
kehamilan
• respon janin yang hebat akan terjadi setelah pertengahan kedua
kehamilan
• Infeksi yang didapat di akhir kehamilan biasanya tidak
menyebabkan gejala pada bayi baru lahir, baru setelah beberapa
minggu/bulan kemudian akan ditemukan gejala-gejala: snuffles
(kotoran hidung mukopurulen), ruam makuler besar berwarna
tembaga, lesi (plak) sekitar mulut dan anus,
hepatosplenomegali, radang periosteum, Hutchinson’s teeth,
saddle nose, saber shins, dan lainnya.
• Infeksi penyakit ini juga dapat menyebabkan bayi berat badan
lahir rendah, atau bahkan kematian janin.
Manifestasi
• Hepatosplenomegali
• Ikterus
• Petekie
• Meningoensefalitis
• Khorioretinitis
• dan lesi tulang
Penatalaksanaan
BENSATIN PENISILLIN
• S I, S II dewasa: 2,4 jt im dt
• S I, S II anak: 50.000 U/kg im dt maks 2,4 jt
• Dewasa, S. laten dini: 2,4 ju im d.t
Lanjut : 2,4 ju im /mgg 3 mgg
• Anak:
– S.laten dini : 50.000 u/kg im d.t maks 2,4 jt
– Lanjut : 50.000 u/kg im/ mgg 3 mgg
• S III bukan neurosifilis: 2,4 ju im/mgg 3 mgg
• Neurosifilis:
 PG in aqua 18-24 jt / IV/hari

(2-4 jt IV / 4 jam) selama 10-14 hari


 BP-2,4 jt IM/mggu selama 3 mggu
BILA ALERGI PENICILLIN
• Doxicycline 2 X 1OOmg, 14 HARI
• Tetracycline 2 G, 14 HARI
• NEUROSIFILIS
 CEFTRIAXONE 2G IM/IV 10-14 HARI
RUBELA
• Selama kehamilan, virus ini menjadi penyebab
langsung kematian janin dan bahkan yang
paling penting malformasi kongenital berat.
• Dianjurkan untuk melakukan vaksinasi,
terutama pada wanita berusia subur.
Congenital Rubella Syndrome
• Abnormalitas yang paling sering terjadi pada infeksi
trimester I: hearing loss 60%-755%; eye defect: 50-
90%%; heart disease: 40-85%; psychomotor
retardation: 25-40%
• Abnormalitas lainnya: IUGR, hepatosplenomegaly
• Yang jarang terjadi: thrombocytopeni,
meningoencephalities
Infeksi Maternal
• Symptomatic pada 50%-70%
• Ringan, rash maculopapular selama 3 hari
• demam, nyeri kepala, hilang nafsu makan, dan
sakit tenggorokan
• Secara umum terjadi lymphadenopathy (terutama
postauricular, occipital)
• Transient arthritis
Infeksi Fetal
• Lebih kurang 50% infeksi janin terjadi saat
infeksi primer maternal pada trimester I dimana
terjadi risiko anomali kongenital yang paling
besar
• Menyerang berbagai organ
• Defek kongenital yang permanent: catarak,
microphthalmia, glaucoma, PDA, pulmonary
artery stenosis, atrioventricular septal defect,
deafness, microcephaly, encephalopathy,
retardasi mental dan kelumpuhan otot
Diagnosis
• Serology, sebab isolasi virus secara teknis masih sulit
• Deteksi Antibodi dengan cara hemagglutination inhibition, RIA
latex agglutination
• Peningkatan titer atau seroconversi 4 kali lipat atau lebih
mengindikasikan infeksi akut
• Jika seropositif pada titer pertama belum ada risiko untuk janin
• Rubella primer memberikan imunitas yang panjang tetapi tidak
komplit
• Antirubella IgM dapat ditemukan baik pada infeksi primer
maupun reinfeksi
• Reinfeksi rubella biasanya subklinis, jarang berhubungan dengan
viremia
Penatalaksanaan
• Evaluasi serum rubella
• Riwayat klinis rubella unreliable
• Jika pasien nonimmune, Harus diberikan
vaksin rubella setelah melahirkan
• Kontrasepsi harus diberikan minimal 3
bulan setelah vaksinasi
• Secara teori jika vaksin digunakan selama
hamil akan ada risiko teratogenik
Penatalaksanaan
• Jika wanita hamil terekspose rubella
segera evaluasi serologik
• Jika terdiagnosa rubella primer, ibu
harus dijelaskan implikasi infeksi pada
janin
• Jika infeksi akut terjadi pada trimester
I, maka opsi aborsi medisinalis perlu
dipertimbangkan
Cytomegalovirus
• Virus ini menyebabkan pembengkakan sel yang karakteristik
sehingga terlihat sel membesar (sitomegali) dan tampak
sebagai gambaran mata burung hantu (owl like eyes).
Penularan

• Transmisi horisontal terjadi melalui “droplet


infection” dan kontak dengan air ludah (hati2
makan bareng orng lain, ex : 1 piring berdua/ 1
gelas berdua )
• Transmisi vertikal penularan proses infeksi
maternal ke janin.  transplasenta (melalui
plasenta)
• Infeksi CMV yang terjadi karena pemaparan
pertama kali atas individu  infeksi primer.
• Infeksi primer berlangsung simtomatis ataupun
asimtomatis serta virus akan menetap dalam
jaringan hospes dalam waktu yang tak terbatas
 infeksi laten.
• Transmisi CMV dari ibu ke janin dapat terjadi selama
kehamilan, dan infeksi pada umur kehamilan kurang
sampai 16 minggu menyebabkan kerusakan serius.
• Infeksi eksogenus dapat bersifat primer yaitu terjadi pada
ibu hamil dengan pola imunologis seronegatif dan non
primer bila ibu hamil dengan seropositif.
• Infeksi endogenus  suatu reaktivasi virus yang
sebelumnya dalam keadaan laten.
DIAGNOSIS
• Metode serologis  diagnosa infeksi
maternal primer dapat ditunjukkan
dengan adanya perubahan dari
seronegatif menjadi seropositif (tampak
adanya IgM dan IgG anti CMV)
• Metode virologis, viremia maternal
dapat ditegakkan dengan menggunakan
uji immuno fluoresen.
DIAGNOSIS PRENATAL
• Diagnosis prenatal harus dikerjakan
terhadap ibu dengan kehamilan yang
menunjukkan infeksi primer pada
umur kehamilan sampai 20 minggu.
• Diagnosis prenatal metode PCR dan
isolasi virus pada cairan ketuban yang
diperoleh setelah amniosentesis.
• Kemungkinan infeksi CMV intrauterin bila didapatkan :

Oligohidramnion,

Polihidramnion

Hidrops non imun

Asites janin

Gangguan pertumbuhan janin


Mikrosefali,

Ventrikulomegali serebral (hidrosefalus)


TERAPI DAN KONSELING
• Saat ini terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi intervensi karena pengobatan
dengan anti virus (ganciclovir) tidak memberi hasil yang efektif serta memuaskan.
• Dengan demikian konseling, infeksi primer yang terjadi pada umur kehamilan  20 minggu
setelah memperhatikan hasil diagnosis prenatal  dapat dipertimbangkan terminasi
kehamilan
Herpes Simpleks
• Berdasarkan perbedaan imunologi dapat dikenali
2 jenis herpes simpleks virus (HSV)
• HSV tipe 1 (Non genital)

• HSV tipe 2 (Genital) dan ditularkan melalui


hubungan seksual.
Diagnosis
• Penemuan virus dengan biakan jaringan
merupakan konfirmasi paling optimal untuk
membuktikan infeksi klinis.
Perjalanan Penyakit selama Kehamilan
• 80 persen wanita yang terjangkit infeksi herpes
genitalis mengalami kekambuhan simtomatik
sebanyak 2-4 kali selama hamil (sering kambuh pd
saat hamil karena imun pd ibu hamil lebih rendah)
• Kekambuhan klinis tampaknya sedikit lebih sering
pada kehamilan tahap lanjut.
Pada Janin dan Neonatus
• Janin hampir selalui terinfeksi oleh virus yang di
keluarkan dari serviks atau saluran genital bawah.
• Virus menginvasi uterus setelah selaput ketuban pecah
atau berkontak dengan janin saat persalinan

(jangan memegang bayi tanpa handscoon)


Infeksi pada neonatus
• Diseminata  keterlibatan organ-organ dalam mayor

• Lokalisata  Keterlibatan terbatas pada mata, kulit


atau mukosa
• Asimtomatik.
Penatalaksanaan Antepartum
• Seksio sesarea diindikasikan pada wanita dengan lesi genital aktif.
• Dengan demikian seksio sesarea dilakukan hanya apabila tampak lesi
primer atau rekuren saat mejelang persalinan atau saat selaput ketuban
pecah.
Penatalaksanaan
• Dapat dipilih salah satu
• Asiklovir 5x 200 mg/hari ,Oral selama 7- 10 hari atau
asiklovir 3x400mg/ hari oral selama 7 – 10 hari bila berat
asiklovir IV 3x5 mg/kg BB/hari selama 7-10 hari.
• Abstinensia sexual atau pemakaian kondom bila ada lesi
• Konseling dan bila memungkinkan pemeriksaan terhadap
pasangan seksual
• Isolasi bayi yang baru lahir yang diketahui atau dicurigai ibu
mengidap herpes genital
HIV
(harus baca! tapi kemungkinan ga keluar
ujian)
Tujuan Pembelajaran:
Mahasiswa mampu:
• Menjelaskan pngertian HIV dan AIDS
• Menyebutkan cara penularran HIV dan AIDS
• Menjelaskan cara pencegahan HIV dan AIDS
• Menjelaskan situasi epidemi HIV dan AIDS terkini di wilayah kerja masing-
masing
• Menjelaskan jenis-jenis pelayanan HIV yang tersedia
• Menjelaskan pentingnya tes HIV
• Menjelaskan stigma dan diskriminasi ODHA
• Menjelaskan peran ODHA dalam pecegahan HIV
• Menjelaskan tugas petugas lapangan dalam pencegahan HIV
HIV
• 1. DEFINISI
• HIV (Human  Immunodeficiency Virus) adalah virus yang bekerja menghancurkan sel-sel imun
yang memegang peranan penting dalam melawan berbagai penyakit dan penyebab infeksi, yakni
sel CD4 yang merupakan bagian dari limfosit sel T, bagian dari leukosit. Infeksi virus HIV akan
menyebabkan melemahnya sistem imun hingga terjadi acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS).
• Penegakan diagnosis ditentukan berdasakan informasi yang didapat dari pemeriksaan riwayat
keluhan, faktor risiko, pemeriksaan fisik secara umum, dan dipastikan dengan melakukan
pemeriksaan berupa pemeriksaan antibodi melalui pemeriksan darah. Umumnya langkah
diagnostik dilakukan melalui screening maupun layanan VCT (voluntary counseling and testing).
Pemeriksaan dapat dilakukan secara cepat melalui rapid test, metode lainnya seperti enzyme-
linked immunoabsorbent assay, atau western blot assay.
2. ETIOLOGI
AGEN
Agen infeksi HIV disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus. Virus ini terdiri dari 2 subtipe, HIV-1 dan
HIV-2
•HIV-1
HIV-1 merupakan jenis virus HIV yang paling umum ditemukan hampir di seluruh belahan dunia, memiliki
progresivitas yang tinggi, lebih cepat dalam meningkatkan nilai viral-load, dan menurunkan tingkat CD4.
•HIV-2
HIV-2 memiliki predominansi untuk ditemukan pada area Afrika Barat. Subtipe ini tidak seagresif HIV-1 dan
ketika ditemukan, umumnya memiliki tingkatan CD4 yang lebih tinggi dibanding penderita infeksi HIV-1.
2. ETIOLOGI

Host
• Sesuai dengan namanya Human Immunodeficiency Virus, maka manusia
merupakan pejamu utama pada infeksi HIV. Walau demikian, manusia bukan
satu-satunya pejamu infeksi HIV. Diketahui bahwa infeksi ini berawal dari salah
satu spesies simpanse di Afrika
HIV

3. PATOGENESIS

Patogenesis HIV (human immunodeficiency virus) dimulai dari transmisi virus


ke dalam tubuh yang menyebabkan infeksi yang terjadi dalam 3 fase:
serokonversi, asimtomatik, dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
HIV
3. PATOGENESIS
Transmisi HIV

• HIV ditransmisikan melalui cairan tubuh dari orang yang terinfeksi HIV, seperti darah, ASI,

semen dan sekret vagina. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui port d’entreeyang

terdapat pada tubuh, umumnya kemungkinan ini meningkat melalui perilaku berisiko yang

dilakukan.

• Virus kemudian masuk ke dalam sel dengan menempel pada reseptor CD4 melalui

pembungkus glikoprotein. Sebagai retrovirus, HIV menggunakan enzim reverse-

transcriptase, memungkinkan terbentuknya DNA-copy, untuk terbentuk dari RNA-

virus. Virus kemudian menempel dan merusak CD4, sehingga terjadi deplesi nilai CD4

dalam darah, seiring dengan terjadinya peningkatan replikasi virus yang direfleksikan dari

hasil nilai viral load yang tinggi, menandakan tingkat virulensi yang tinggi.


HIV

3. PATOGENESIS

Fase Infeksi HIV


Infeksi HIV terdiri dari 3 fase:
• Serokonversi
• Asimtomatik

• AIDS.
HIV

3. PATOGENESIS
Fase Infeksi HIV Serokonversi
• Fase serokonversi terjadi di masa awal infeksi HIV. Pada fase ini,
terjadi viremia plasma dengan penyebaran yang luas dalam tubuh,
selama 4-11 hari setelah virus masuk melalui mukosa tubuh.
Kondisi ini dapat bertahan selama beberapa minggu, dengan gejala
yang cukup ringan dan tidak spesifik, umumnya berupa
demam, flu-like syndrome, limfadenopati dan ruam-ruam.
Kemudian, keluhan akan berkurang dan bertahan tanpa gejala
mengganggu. Pada masa ini, umumnya akan mulai terjadi
HIV

3. PATOGENESIS
Fase Infeksi HIV Asimtomatik
• Pada fase asimtomatik, HIV sudah dapat terdeteksi melalui pemeriksaan darah.
Penderita infeksi HIV dapat hidup bebas gejala hingga 5-10 tahun walau tanpa
intervensi pengobatan. Pada fase ini, replikasi virus terus berjalan, virulensi
tinggi, viral load stabil tinggi, serta terjadi penurunan CD4 secara konstan.
HIV
3. PATOGENESIS
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
• Pada fase AIDS, umumnya viral-load tetap berada dalam kadar yang tinggi.
CD4 dapat menurun hingga lebih rendah dari 200/µl.
• Infeksi oportunistik mulai muncul secara signifikan. Infeksi oportunistik ini
bersifat berat, meliputi dan mengganggu berbagai fungsi organ dan sistem
dalam tubuh. Menurunnya CD4 mempermudah infeksi dan perubahan
seluler menjadi keganasan. Infeksi oportunistik berupa:
• Demam > 2 minggu
• Tuberkulosis paru
HIV

3. PATOGENESIS
• Tuberkulosis ekstra paru
• Sarkoma kaposi
• Herpes rekuren
• Limfadenopati
• Candidiasis orofaring
• Wasting syndrome
HIV
4. GEJALA KLINIS
Stadium Infeksi HIV
Stadium infeksi HIV menurut WHO dibagi ke dalam 4 stadium.
Stadium 1
• Stadium 1 infeksi HIV berupa sindrom serokonversi akut yang disertai dengan
limfadenopati persisten generalisata (muncul nodul-nodul tanpa rasa sakit
pada 2 atau lebih lokasi yang tidak berdampingan dengan jarak lebih dari cm
dan waktu lebih dari 3 bulan).
• Pasien stadium ini dapat tetap asimtomatik hingga bertahun-tahun
tergantung pada pengobatan.
HIV

4. GEJALA KLINIS
Stadium 2
• Pada stadium 2, pasien dapat kehilangan berat badan kurang
dari 10% massa tubuh. Risiko penyakit infeksi antara lain:
• Herpes zoster

• Manifestasi minor mukokutan


• Infeksi saluran pernafasan atas rekuren
HIV
4. GEJALA KLINIS

Stadium 3

HIV akan menyebabkan pasien kehilangan berat badan lebih dari 10%
massa tubuh. Pasien juga akan mengalami beberapa infeksi atau gejala
berikut:
• Diare kronik lebih dari 1 bulan

• Demam prolong lebih dari 1 bulan

• Kandidosis oral, kandidiasis vagina kronik

• Oral hairy leukoplakia

• Infeksi bakteri parah


HIV
4. GEJALA KLINIS
Stadium 4

Pasien akan mengalami infeksi oportunistik yang juga dikenal sebagai AIDS


defining infections, antara lain:
• Tuberkulosis ekstrapulmoner
• Pneumocystis jirovecii
• Meningitis kriptokokal
• Infeksi HSV lebih dari 1 bulan
• Kandidiasis pulmoner dan esofageal
• Toksoplasmosis
HIV
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji Imunologi

Uji imunologi untuk menemukan respon antibody terhadap HIV-1 dan


digunakan sebagai test skrining, meliputi enzyme immunoassays atau
enzyme – linked immunosorbent assay (ELISAs) sebaik tes serologi cepat
(rapid test). Uji Western blot atau indirect immunofluorescence assay
(IFA) digunakan untuk memperkuat hasil reaktif dari test krining. Uji yang
menentukan perkiraan abnormalitas sistem imun meliputi jumlah dan
persentase CD4+ dan CD8+ T-limfosit absolute. Uji ini sekarang tidak
digunakan untuk diagnose HIV tetapi digunakan untuk evaluasi.
HIV
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Deteksi antibodi HIV
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang diduga telah terinfeksi HIV. ELISA dengan hasil
reaktif (positif) harus diulang dengan sampel darah yang sama, dan hasilnya dikonfirmasikan
dengan Western Blot atau IFA (Indirect Immunofluorescence Assays).
Hasil negatif palsu dapat terjadi pada orang-orang yang terinfeksi HIV-1 tetapi belum
mengeluarkan antibodi melawan HIV-1 (yaitu, dalam 6 (enam) minggu pertama dari infeksi,
termasuk semua tanda-tanda klinik dan gejala dari sindrom retroviral yang akut. Positif palsu
dapat terjadi pada individu yang telah diimunisasi atau kelainan autoimune, wanita hamil,
dan transfer maternal imunoglobulin G (IgG) antibodi anak baru lahir dari ibu yang terinfeksi
HIV-1. Oleh karena itu hasil positif ELISA pada seorang anak usia kurang dari 18 bulan harus di
konfirmasi melalui uji virologi (tes virus), sebelum anak dianggap mengidap HIV-1.
HIV

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Rapid test

Merupakan tes serologik yang cepat untuk mendeteksi IgG antibodi


terhadap HIV-1. Prinsip pengujian berdasarkan aglutinasi partikel,
imunodot (dipstik), imunofiltrasi atau imunokromatografi. ELISA tidak
dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil rapid tes dan semua
hasil rapid tes reaktif harus dikonfirmasi dengan Western blot atau IFA.
HIV
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Western blot

Digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil serologi rapid tes
sebagai hasil yang benar-benar positif. Uji Western blot menemukan keberadaan
antibodi yang melawan protein HIV-1 spesifik (struktural dan enzimatik).
Western blot dilakukan hanya sebagai konfirmasi pada hasil skrining berulang
(ELISA atau rapid tes). Hasil negative Western blot menunjukkan bahwa hasil
positif ELISA atau rapid tes dinyatakan sebagai hasil positif palsu dan pasien
tidak mempunyai antibodi HIV-1. Hasil Western blot positif menunjukkan
keberadaan antibodi HIV-1 pada individu dengan usia lebih dari 18 bulan.
HIV
5. TERAPI
• Terapi untuk kasus HIV (human immunodeficiency virus) adalah dengan
memberikan terapi antiretroviral (ARV) yang berfungsi untuk mencegah sistem
imun semakin berkurang yang berisiko mempermudah timbulnya infeksi
oportunistik. Hingga kini, belum terdapat penatalaksanaan yang bersifat kuratif
untuk menangani infeksi HIV. Walau demikian, terdapat penatalaksanaan HIV
yang diberikan seumur hidup dan bertujuan untuk mengurangi aktivitas HIV
dalam tubuh  penderita sehingga memberi kesempatan bagi sistem imun,
terutama CD4 untuk dapat diproduksi dalam jumlah yang normal. Pengobatan
kuratif dan vaksinasi HIV masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
• Terapi Antiretroviral (ARV) Prinsip pemberian ARV menggunakan 3 jenis obat
dengan dosis terapeutik.
• 6. PENCEGAHAN HIV GOLONGAN OBAT
Nukleosida RTI (NsRTI)
Abakavir (ABC)
DOSIS
 
300 mg 2X/hari atau 400 mg 1 X/hari
• Upaya edukasi dan promosi kesehatan Didanosin (ddl) 250 mg 1X/hari (BB < 60 kg)
ini perlu diberikan untuk seluruh lapisan Lamivudin (3TC) 150 mg 2X/hari atau 300 mg 1X/hari
Stavudin (d4T) 40 mg 2X/hari (30 mg 2X/hari bila BB < 60 kg
masyarakat, terutama pada populasi Zidovudin (AZT) 300 mg 2X/hari)
Nukleotida RTI  
kunci, yakni: TDF 300 mg 2X/hari
• Pengguna NAPZA suntik Non nukleosid RTI  
(NNRTI)
• Pekerja seks (PS) langsung maupun tidak Efavirenz (EFV) 600 mg 1X/hari
Nevirapine (NVP) 200 mg 1X/hari untuk 14 hari kemudian 200 mg
langsung 2X/hari
Protease Inhibitor (PI)  
• Pelanggan/pasangan seks PS
Indinavir/ritonavir (IDV/r) 800 mg/100 mg 2X/hari
• Homoseksual, waria, Laki
Lopinavir/ritonavir (LPV/r) 400 mg/100 mg 2X/hari
pelanggan/pasangan Seks dengan
Nelfinavir (NFV) 1250 mg 2X/hari
sesama Laki (LSL)
Saquinavir/ritonavir 1000 mg/100 mg 2X/hari atau 1600 mg/200 mg
(SQV/r) 1X/hari
• Warga binaan pemasyarakatan
Ritonavir (RTV/r) 1X/hari
Kapsul 100 mg, larutan oral 400 mg/5 ml
HIV

7. PROGNOSIS
Prognosis infeksi HIV (human immunodeficiency virus) ditentukan oleh diagnosis dini
dan pengobatan pemeliharaan dengan terapi antiretroviral (ARV). Hingga kini belum
terdapat penatalaksanaan yang bersifat kuratif untuk menangani infeksi HIV.

Anda mungkin juga menyukai