a. Definisi:
1
1. Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi (simple/ uncomplicated urinary
tract infection), yaitu bila infeksi saluran kemih tanpa faktor penyulit dan
tidak didapatkan gangguan struktur maupun fungsi saluran kemih1.
3. Etiologi
Kuman penyebab utama pada infeksi saluran kemih adalah golongan basil
gram negatif yang aerobik dimana dalam keadaan normal bertempat tinggal di
dalam traktus digestitifus (saluran pencernaan). Sebagai urutan etiologi kuman
penyebab infeksi saluran kemih adalah sebagai berikut :
2) Proteus mirabilis
3) Klebsiella pneumonia
5) Pseudomonas aeroginosa
2
4. Patogenesis
5. Gejala klinis
3
berbau dan berubah warna, diare, muntah, gangguan pertumbuhan
serta anoreksia.
6 - 18 tahun : Nyeri perut/pinggang, panas tanpa diketahui
sebabnya, tak dapat menahan kencing, polakisuria, dysuria,
enuresis, air kemih berbau dan berubah warna
6. Tatalaksana
4
Infeksi Saluran Kemih Atas
Berikut ini adalah deskripsi beberapa farmakologi yang umum digunakan dalam
terapi ISK:
1) Trimetropim-Sulfametoksazol (Kotrimoksazol)
a. Farmakokinteik
Trimetropim diserap baik oleh usus dan tersebar luas dalm tubuh
dan jaringan termasuk cairan serebrospinal. Karena trimetropim lebih
larut lemak daripada sulfametoksazol , obat ini memiliki volume
distribusi yang lebih besar daripada yang terakhir.trimetropim
mengalami pemekatan pada cairan prostat dan vagina , yang lebih
asam daripada plasma. Karena itu obat ini memiliki aktivitas
antibakteri yang lebih besar dalam cairan prostat dan cairan vagina
daripada obat antimikroba yang lain2.
b. Pemakaian Klinis
BSO DOSIS
Kotrimoksazol 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg
tablet oral trimetroprim atau 800 mg
sulfametoksazol dan 160 mg
trimethoprim
Untuk anak tersedia 200 mg sulfametoksazol dan 40 mg
5
suspensi oral trimetoprim/5 ml
6
c. Efek Samping
2) Amoksisilin
3) Aminoglikosida
7
4) Sefotaksim
5) Siprofloksasin
6) Nitrofurantoin
8
Tidak terdapat resistensi silang antara nitrofurantoin dan obat antimikroba lain,
dan resistensi muncul secara perlahan. Karena resistensi terhadap trimethoprim-
sulfometksazol dan flurokuinolon semakin sering dijumpai pada E.colli
,nitrofurantoin kini menjadi obat oral alternative penting untuk mengobati infeksi
saluran kemih non-komplikata. Nitrofurantoin tersedia dalam bentuk kapsul atau
tablet 50 dan 100 mg. Dosis untuk orang dewasa ialah 3– 4 kali 50 – 100 mg/hari.
Untuk anak diberikan dosis 5 – 7 mg/kg/hari yang dibagi dalam beberapa dosis.
Nitrofurantoin efektif untuk mengobati bakteriuria yang disebabkan oleh infeksi
saluran kemih bagian bawah. Hidroksimetil nitrofurantoin digunakan yang sama
dengan nitrofurantoin. Dosisnya 4 kali 40 mg sehari peroral2,3.
9
OBAT DIURETIK
Pada saluran kemih sering adanya kelainan volume cairan dan komposisi
elektrolit. Obat-obat yang meningkatkan volume urin sudah dikenal sejak dulu
sebagai penghambat fungsi transpor spesifik tubulus ginjal. Tetapi di tahun 1937
baru ditemukan pertama kali inhibitor kabonat anhidrase dan ditahun 1957
ditemukan obat diuretik yang memiliki bioavalibilitas yang baik (klorotiazid)2.
10
TABEL 1 Segmen-segmen utama nefron dan fungsinya2
11
diuretika
Pars Reabsorbsi Tinggi Akuaporin Tidak ada
descendens pasif air
tipis ansa
henle
Pars Reabsorbsi Sangat Tinggi Na/K/2Cl Loop
ascendens aktif 15-25% (NKCC2) diuretics
tebal ansa Na+/K+/Cl+
henle yang
terfiltrasi;
reabsorbsi
sekunder Ca2+
dan Mg2+
Tubulus Reabsorbsi Sangat Tinggi Na/Cl (NCC) Tiazida
kontortus aktif 4-8%
distal (DCT) Na+ dan C‾
yang
terfiltrasi;
reabsorbsi
Ca2+ dibawah
kontrol
hormon
paratiroid
Tubulus Reabsorbsi Bervariasi2 Saluran Na Diuretik
koligentes Na+ (2-5%) (EnaCl), hemat K+,
kortes (CCT) yang daluran K1, antagonis
dipasangkan pengangkut adenosin
dengan H+1, akuaporin (sedang
sekresi K+ dalam
dan H+ penelitian)
Duktus Reabsorbsi Bervariasi2 Akuaporin Antagonis
koligentes air di bawah vasopresin
12
medula kontrol
vasopresin
1
Bukan sasaran obat yang sekarang tersedia
2
Dikontrol oleh aktiviras vasopresin
13
filtrat glomerulus dan kenyataann bahwa penyusutan HCO3‾ menyebabkan
peningkatan reabsorbsi NaCl oleh bagian nefron sisanya, maka efek
diuretik asetazolamid akan menurun signifikan setelah digunakan
beberapa hari.
Korpus siliaris mata mensekresikan HCO3‾ dari darah ke dalam
aqueos humor. Pembentukan cairan serebrospinal oleh korpus koroideus
melibatkan sekresi HCO3‾, meskipun proses ini melibatkan sekresi HCO3‾
dari darah yang berbanding terbalik dengan yang terjadi pada tubulus
proksimal, mereka juga di hambat oleh inhibitor karbonar anhidrase2.
c. Indikasi klinis dan dosis
Glaukoma
Penurunan intraokulus pada pengurangan aqueous humor oleh inhibitor
karbonat anhidrase dapat digunakan untuk menangani glaukoma. Obat
topikal yang tersedia untuk menurunkan tekanan intraokulus tanpa
menimbulkan efek pada ginjal atau sistemik, antara lain2,3:
Obat Dosis Oral
Diklorfenamid 50mg 1-3 kali sehari
Metazolamid 50-100mg 2-3 kali sehari
Alkalinisasi Urin
Asam urat dan sistin dapat membentuk batu dalam urin yang asam.
Penggunaan inhibitor karbonat anhidrase dapat meningkatkan pH urin
dari 7,0 menjadi 7,5. Pada asam urat hanya perlu ditingkatkan 6.0 atau
6,5. Tanpa pemberian HCO3‾, efek asetazolamid hanya mampu
bertahan 2-3 hari. Penambahan HCO3‾ oral adalah untuk penggunaan
jangka panjang. Alkalinisasi urin berlebihan dapat menyebabkan
pembentukan batu garam kalsium, sehingga pH harus dipantau saat
pemberian asetazolamid2.
Alkalosis metabolik
Alkalosis metabolik dapat dikoreksi kelainan K+ tubuh total, volume
intravaskular, atau kadar mineralokortikoid. Asetazolamid dapat
digunakan untuk mengoreksis alkalosis dan menimbulkan diuresis
14
ringan untuk mengeluarkan kelebihan cairan. Juga dapat mengorkesi
alkalosis metabolik yang timbul setelah perbaikan asidosis respiratotik2.
Mountain Sickness Akut
Pendaki gunung yang mendaki diketinggian lebih dari 3000 m, sering
mengalami otot lemah, pusing, insomnia, nyeri kepala, dan mual. Pada
kasus serius dapat terjadi edema paru atau otak progresif mengancam
nyawa. Pengurangan cairan serebrospinal dan menurunkan pH cairan
serebrospinal asetazolamid dapat meningkatkan ventilasi dan gejala
tersebut. Pada asidosis metabolik ringan di otak dan cairan
serebrospinal dapat mengobati apnu tidur2.
d. Sediaan Obat
Obat Sediaan
Asetazolamid Tablet 125 mg dan 250 mg
Diklorfenamid Tablet 50 mg
Metazolamid Tablet 25 mg dan 50 mg
e. Toksisitas
Asidosis Metabolik Hiperkloremik
Pengurangan berlebihan HCO3‾ tubuh dapat menyebabkan asidosis
metabolik hiperkloremik karna penggunaan inhibitor karbonat
anhidrase dan menurunkan efektifitas seat 2 atau 3 hari2.
Batu Ginjal
Eksresi faktor-faktor pelarut oleh ginjal berkurang pada penggunaan
berlebih. Garam-garam kalsium tidak larut pada pH basa dan otomatis
meningkatkan pembentukan batu ginjal dari garam-garam ini2.
f. Kontraindikasi
Asetazolamid sebaiknya tidak digunakan pada ibu hamil karena
pada hewan percobaan dapat menyebabkan teratogenik. Alkalinasi urin
akibat anhidrase mengurangi sekresi NH4+ urin dan juga menyebabkan
hiperamobenia dan ensefalipati hati pada pasien sirosis2.
2. Loop Diuretics
Loop diuretik bekerja dengan mencegah reabsorpsi natrium, klorida, dan
kalium pada segmen tebal ujung asenden ansa Henle (nefron) melalui inhibisi
15
pembawa klorida. Obat ini termasuk asam etakrinat, furosemid da bumetanid,
dan digunakan untuk pengobatan hipertensi, edema, serta oliguria yang
disebabkan oleh gagal ginjal. Pengobatan bersamaan dengan kalium diperlukan
selama menggunakan obat ini.
Termasuk dalam kelompok ini adalah asam etakrinat, furosemid dan
bumetanid, dan torsemid. Asam etakrinat termasuk diuretik yang dapat
diberikan secara oral maupun parenteral dengan hasil yang memuaskan.
Furosemid atau asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfomail antranilat masih tergolong
derivat sulfonamid2.
a. Farmakokinetik
Keempat obat mudah diserap melalui saluran cerna. Obat ini
dieliminasi oleh ginjal melalui filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus.
Torsemid oral lebih cepat 1 jam diserap dibandingkan furosemid 2-3 jam.
Efek tosemid biasanya 4-6 jam dan waktu paruh dipengaruhi oleh fungsi
ginjal. Efek loop diuretics dapat berkurang karna pemberian bersamaan
OAINS atau probenesid, yang bersaing untuk sekresi asam lemak di
tubulus proksimal2.
b. Farmakodinamik
Secara umum dapat dikatakan bahwa diuretik kuat mempunyai
mula kerja dan lama kerja yang lebih pendek dari tiazid. Diuretik kuat
terutama bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan
epitel tebal dengan cara menghambat kotranspor Na+/K+/Cl‾ dari membran
lumen pada pars ascenden ansa henle, karena itu reabsorpsi Na+/K+/Cl‾
menurun2.
c. Indikasi klinis dan dosis
Dosis lazim loop diuretics
Obat Dosis Oral Harian Total1
Bumetanid 0,5-2 mg
Asam etakrinat 50-200 mg
Furosemid 20-80 mg
Anak-anak 2mg/kgBB (jika perlu
16
ditingkatkan 6mg/kgBB)
Torsemid 5-20 mg
1
sebagai dosis tunggal atau terbagi dua
Hiperkalemia
Diberikan tindakan lopp diuretics untuk meningkatkan eksresi K+ di
urin pada hiperkalemia ringan atau akut. Rospon dapat ditingkatkan
dengan diberikan NaCl dan air2,3.
Gagal ginjal akut
Loop diuretics dapat meningkatkan aliran urin dan eksresi K+ pada
gagal ginjal aku tetapi buakn untuk mencegah atau mempersingkat
durasinya. Loop diuretics dapat membantu membilas silinder
intratubulus dan mengatasi obstruksi disana2,3.
d. Sediaan Obat3
Obat Sediaan
Bumetanid Tablet 0,5 mg dan 1 mg
IV atau IM dosis awal antara 0,5-1
mg, dosis diulang 2-3 jam
maksimum 10mg/kg.
Asam etakrinat Tablet 25 mg dan 50 mg
Furosemid Tablet 20mg, 40 mg dan 80 mg
Tablet salut selaput
Cairan injeksi
Larutan infus
Kaplet
e. Toksisitas
Alkalosis Metabolik Hiperkalemi
Dengan menghambart garam di TAL, Loop diuretics meningkatkan Na+
ke duktus koligentes. Hal ini menyebabkan peningkatan K+ dan H+
yang dapat menyebabkan alkalosis metabolik hiperkalemi.
17
Hiperurisemia
Loop diuretics dapat meningkatkan reabsorbsi asam urat di tubulus
prosimal yang berkaitan dengan hipovolemia sehingga menyebabkan
hiperurisemia dan memicu serangan gout. Al ini dapat di atasi dengan
menggubakan dosis rendah dan menghindari hipovolemia.
f. Kontraindikasi
Furosemid, bumetanid, dan torsemid mungkin bisa menyebabkan
alergi bagi beberapa orang, dan uni sangat jarang, tetapi penggunaan obat
siuretik berlebihan berbahaya bagi pasien dengan sirosis hati, gagal ginjal
borderline, atau gagal jantung2.
3. Tiazida
Diuretik tiazid ditemukan pada tahun 1957. Tiazid menghambat transpor
NaCl, bukan NaHCO3‾ efek obat ini aktif pada tubulus kontortus distal, bukan
pada tubulus kontortus proksimal. Ptototipe dari tiazid ini adalah
hidroklorotiazid (HCTZ) 2.
a. Farmakokinetik
Tiazid memiliki gugus sulfonamid. Semua tiazid dapat diberikan
per-oral. Pemberian klorotiazid harus dalam dosis besar karena tidak dapat
larut dalam lemak. HCTZ yang lebih poten dapat diberikan dalam dosis
rendah. Klortaridon diserap perlahan dan memiliki kerja panjang.
Indapidamik yang banyak disekresikan dalam empedu bentuk aktifnya
dapat membantu dalam efek diuretik tubulus kontortus distal.
Semua tiazid disekresikan oleh sistem sekresi asam organik di
tubulus proksimal dan bersaing dengan sekresi asam urat oleh sistem itu.
Akibatnya, pemberian tiazid dapat mengurangi asam urat dan
meningkatkan kadar asam urat darah2.
b. Farmakodinamik
Tiazid menghambat reabsorbsi NaCl pada sel epitel tubulus
kontortus distal dan menghambat pengangkutan Na+/Cl‾. Berbeda pada
ansa henle ascenden dimana loop diuretcs yang menghambat reabsorbsi
Ca2+ pada tiazid justru meningkatkan Ca2+. Peningkatan ini terjadi karena
pada tubulus kontortus proksimal pengurangan volume yang ditimbulkan
18
oleh tiazid menyebabkan peningkatan reabsorbsi Na+ dan reabsorbsi pasif
Ca2+. Pada tubulus kontortus distal penuurnan Na+ intraseloleh blokade
masuknya Na+ yang dipicu oleh tiazid meningkatkan Na+/Ca2+ di
membran basolateral, dan meningkatkan keseluruhan reabsorbsi Ca2+.
c. Indikasi klinis dan dosis2
Obat Dosis Oral Harian Frekuensi Pemberian
Total Harian
Bendroflumetiazid 2.5-10 mg Dosis tunggal
Klorotiazid 0.5-2 g Dosis terbagi dua
Klortalidon 25-50 mg Dosis tunggal
Hidroklorotiazid 25-100 mg Dosis tunggal
Hidroflumetiazid 12,5-50 mg Dosis terbagi dua
Indapamid 2,5-10 mg Dosis tunggal
Metiklotiazid 2,5-10 mg Dosis tunggal
Metolazon 2,5-10 mg Dosis tunggal
Politiazid 1-4 mg Dosis tunggal
Kuinetiazon 25-100 mg Dosis tunggal
Triklometiazid 1-4 mg Dosis tunggal
19
Hidroflumetiazid Tablet 50 mg
Indapamid Tablet 2,5 mg
Metiklotiazid Tablet 2,5 dan 5 mg
Metolazon Tablet 2,5 mg, 5 mg dan 10 mg
Politiazid Tablet 1mg, 2 mg dan 4 mg
Kuinetiazon Tablet 50 mg
e. Toksisitas
Alkalosis Metabolik Hipokalemi dan Hiperurisemia
Dengan menghambart garam di TAL, Loop diuretics meningkatkan Na+
ke duktus koligentes. Hal ini menyebabkan peningkatan K+ dan H+
yang dapat menyebabkan alkalosis metabolik hiperkalemi.
Reaksi Alergik
Meskipun jarang terjadi fotosensitivitas atau dermatitis generalisata.
Reaksi alergik serius sangat jarang. Pernah dilaporkan adanya anemia
hemolitik, trombositopenia, dan pankreatitis nekrotikans akut
f. Kontraindikasi
penggunaan obat siuretik berlebihan berbahaya bagi pasien dengan
sirosis hati, gagal ginjal borderline, atau gagal jantung.
4. Diuretik Hemat-Kalium
Diuretik hemat-kalium cegah sekresi K+ dengan melawan efek-efek
aldosteron pada duktus koligentes. Yang termasuk dalam klompok ini antara
lain aldosteron, traimteren dan amilorid. Aldosteron adalah
mineralokortikoid endogen yang paling kuat. Peranan utama aldosteron ialah
memperbesar reabsorbsi natrium dan klorida di tubuli serta memperbesar
ekskresi kalium. Yang merupakan antagonis aldosteron adalah spironolakton
dan bersaing dengan reseptor tubularnya yang terletak di nefron sehingga
mengakibatkan retensi kalium dan peningkatan ekskresi air serta natrium. Obat
ini juga meningkatkan kerja tiazid dan diuretik loop. Diuretik yang
mempertahankan kalium lainnya termasuk amilorida, yang bekerja pada
duktus pengumpul untuk menurunkan reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium
dengan memblok saluran natrium, tempat aldosteron bekerja. Diuretik ini
digunakan bersamaan dengan diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium
20
serta untuk pengobatan edema pada sirosis hepatis. Efek diuretiknya tidak
sekuat golongan diuretik kuat2.
a. Farmakokinetik
Spironolakton adalah steroid sintetik bekerja sebagai antagonis
kompetitif pada aldosteron. Masa kerja ditentukan oleh respon aldosteron
di jaringan sasaran.inaktivasi substansial terjadi di hati.spironolakton
memiliki kerja yang lambat, sehingga memerlukan beberapa hari untuk
mendapatkan efeknya. Dan efek sampingnya sedikit
Amilorid dan triamteren adalah inhibitor langsung influk Na+ di
duktus pengumpul. Triamteren di metabolis di hati tetapi aktif pada eksresi
ginjal. Kerja obat lebih singkat sehingga lebih banyak digunakan dari pada
amilorid2.
b. Farmakodinamik
Diuretik hemat kalium mengalami absorbsi di tubulus dan duktus
kolektif, absorbsi Na+ dan sekresi K+ pada duktus dan tubulus kolektif
ginjal diatur oleh hormon aldosteron. Golongan obat antagonis aldosteron
mengganggu aktifitas aldosteron secara fisiologis. Sementara amilorit dan
triamteren tidak memblokade aldosteron namun mengganggu masuknya
Na+ melalui epitelial Na+ channels (EnaC) di membran apikal tubulus
kolektivus dimana sekresi K+ bekerja berpasangan dengan aktifitas
ini.Aksi dari antagonis aldosteron bergantung kepada produksi
prostaglandin di renal, dan aksi dari diuretik hemat kalium dihambat oleh
NSAID bila diberikan secara bersamaan2.
c. Indikasi klinis dan dosis
Nama Dagang Diuretik Hemat-Kalium
Aldactazide Spironolakton 25 mg
Aldactone Spironolakton 25 mg, 50 mg, atau
100 mg
Dyazide Triamteren 37,5 mg
Dyrenium Triamteren 50 mg atau 100 mg
Inspira1 Eplerenon 23 mg, 50 mg, atau 100
mg
21
Maxzide Triamteren 75 mg
Maxzide- 25 mg Triamteren 37,5 mg
Midamor Amilorid 5 mg
Moduretic Amilorid 5 mg
Spironolakton
Trimteren
Amilorid
22
e. Toksisitas
Hiperkalemia
Obat diuretik ini dapat menyebabkan hiperkalemia ringan hingga
mengancam nyawa karena mengurangi eksresi k+ urin dan diperparah
oleh pasien dengan insufisiensi ginjal. Pada kombinasi obat tetap
diuretik hemat kalium dengan tiazid,hipokalemia dan alkalosis
metabolik yang disebabkan oleh tiazid teratasi. Namun karne komposisi
dari kandungan tiapobat ini nyatanya efek obat tiazid yang sering
mendominasi. Sehingga dianjurkan dua obat ini diberikan dalam dosis
terpisah2.
Gagal Ginjal Akut
Kombinasi triamteren dan indomestasin pernah dilaporkan
menyebabkan gagal injal akut. Hal ini belum pernah dilaporkan padan
diuretika hemat-kalium lainnya.
Batu Ginjal
Triamteren hanya sedikit larut dan dapat mengendap di urin sehingga
menyebabkan batu ginjal.
f. Kontraindikasi
Diuretik hemat-kalium dapat menyebabkan hiperkalemia berat, bahkan
mematikan. Pasien dengan insufisiensi ginjal kronik merupakan yang
paling rentan sebaiknya tidak diberi diuretik ini. Pemberian obat lain
memperlemah sistem renin-angiotensin sehingga memungkinkan
peningkatan hiperkalemia2.
5. Diuretik Osmotik
Diuresis osmotik merupakan zat yang secara farmakologis lembam, seperti
manitol (satu gula). Diuresis osmotik diberikan secara intravena untuk
menurunkan edema serebri atau peningkatan tekanan intraoukular pada
glaukoma serta menimbulkan diuresis setelah overdosis obat. Diuresis terjadi
melalui tarikan osmotik akibat gula yang lembam (yang difiltrasi oleh ginjal,
tetapi tidak direabsorpsi) saat ekskresi gula tersebut terjadi, prototipe dari
diuretik osmotik adalah manitol2
23
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium
dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out,
kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain.
a. Farmakokinetik
Menitol diberikan secara intravena karena kurang diserap oleh saluran
cerna. Jika diberikan per oral bahan ini dapat menyebabkan diare osmotik
daripada diuresis. Manitol tidak dimetabolisme dan diekresikan oleh filtrasi
glomerulus dalam 30-60 menit, tampa reabsorbsi atu sekresi signifikan di
tubulus. Pada pasien dengan insufisiensi ginjal pemberian obat dilakukan
secara hati-hati2.
b. Farmakodinamik
Diuretik osmotik bekerja pada tubulus proksimal dan pars ascendens ansa
henle. Efek osmotik melawan efek ADH yang ada di tubulus koligentes.
Adanya monitol yang merupakan zat terlarut yang tidak dapat direabsorbsi
dapat menghambat absorbsi normal air dengan melawan gaya osmotik.
Sehingga volume air meningkat. Kontak cairan dengan epitel berkurang
karna laju urin yang cepat sehingga reabsorbsi Na+ maupun air berkurang.
Natriuresis lebih ringan dibanding diuresis air akhirnya terjadi pengeluaran
air yang berlebihan dan hipernatremia2.
c. Indikasi klinis dan dosis
Menigkatkan Volume Urin
Diuretik osmotik berguna untuk meningkatkan eksresi air dari pada
eksresi natrium. obat ini berfungsi mempertahankan volume dan
24
mencegah anuria. Pada pasien oligouria obat ini tidak dapat digunakan.
Oleh karena itu suatu dosis manitol (12,5 g intravena) diberikan
sebelum infus kontinyu. Berhentikan manitol kecuali laju aliran urin
lebih daripada 50 ml/jam selama 3 jam setelah diberikan. Manitol dapat
diberikan 1-2 jam (12,5-25 g intravena) untuk pertahankan urin
100ml/jam. Tidak dianjurkan pemberian manitol secara terus
menerus2,3,4.
Mengurangi Tekanan Intrakranial atau Intraokulus
Diuretik mengurangi volume air intrasel. Digunakan untuk mengurangi
teanan intrakranium pada penyakit neurologik dak menurunkan tekanan
intraokulus sebelum oftalmologik. Dosis manitol yang diberikan (1-2
g/kg intravena) 2,3,4.
d. Toksisitas
Hiponatermia
Manitol tidak dapat dieksresikan dan tertahan di dalam vena,
menyebabkan ekstraksi osmotik air di sel sehingga bisa hiponatermia
pada pasien dengan gangguan ginjal berat.
Ekspansi Volume Ekstrasel
Manitol cepat tersebar di kompartemen ekstrasel dan mengekstrasi air
dari sel. Hal ini dapat memperberat gagal jantung dan memicu edema
paru berat. Pengobatan diuretik osmotik sering menyebabkan nyeri
kepala, mual, dan muntah.
25
angonis spesifik reseptor ADH (golongan vaptan), dengan hasil klinis yang
baik.
Ada tiga reseptor vasopresin yaitu V1a, V1b, dan V2. Reseptor V1
diekspresikan di pembuluh darah dan SSP. Reseptor V2 di ekspresikan secara
spesifik di ginjal. Konivaptan obat ini tersedia dalam pemberian intrvena
memperlihatkan aktivitas pada reseptor V1a dan V2 sedangkan obat oral
tolvaptan, liksivaptan, dan satavaptan selektif pada V2. Tolvaptan diakui
sebagai standar pengobatan pasien hiponatermia dan pasien dengan terapi
diuretik pada congestive heart failure (CHF) 2.
a. Farmakokinetik
Waktu paruh konivaptan dan demelosiklin 5-10 jam, untuk tolvaptan
waktunya 12-24 jam2.
b. Farmakodinamik
Obat ini hambat ADH di tubulus koligentes. Konivaptan dan tolvaptan
adalah obat antagonis langsung reseptor ADH, sedangkan litim dan
demeklosiklin mengurangi cAMP yang ditimbulkan oleh ADH melalui
mekanisme yang belum diketahui2.
c. Indikasi dan Dosis
Obat Indikasi Dosis Sediaan
Tolvaptan Hiponatremia 15 mg satu kali Tablet
sekunder karena sehari (dapat
gangguan sekresi dinaikkan
hormon menjadi 30 mg
antidiuretik sekali sehari
(syndrome of minimal
inappropriate setelah 24 jam)
antidiuretic Dosis
hormone maksimum 60
secretion), mg satu kali
hiponatremia sehari.
hipervolume yang
tidak bisa
26
ditangani dengan
pembatasan
cairan (natrium
dalam serum
<125 mEq/L atau
hiponatremia
yang memberikan
gejala pada
pasien gagal
jantung).
demeklosiklin lihat tetrasiklin. 150 mg tiap 6
Lihat juga jam atau 300 mg
gangguan sekresi tiap 12 jam2,4.
hormon
antidiuretik.
d. Toksisitas
Gagal ginjal
Litium dan demelosiklin pernah dilaporkan menyebabkan gagal ginjal
akut. terapi litium jangka panjang juga dapat sebabkan nefritis
interstitium kronik2.
Lain-lain
Mulut kering dan haus sering terjadi akibat pemberian obat-obat ini.
Tolvaptan menyebabkan hipotensi. Demoksiklin perlu dihindari oleh
pasien dengan penyakit hati dan anak berusia kurang 12 tahun2.
27
NEFROTOKSIK
A. FISIOLOGI GINJAL
Masing-masing ginjal manusia terdiri dari sekitar satu juta nefron yang
masing-masing dari nefron tersebut memiliki tugas untuk membentuk urin. Ginjal
tidak dapat membentuk nefron baru, oleh sebab itu, pada trauma, penyakit ginjal,
atau penuaan ginjal normal akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap.
Setelah usia 40 tahun, jumlah nefron biasanya menurun setiap 10 tahun.
Berkurangnya fungsi ini seharusnya tidak mengancam jiwa karena adanya proses
adaptif tubuh terhadap penurunan fungsi faal ginjal Setiap nefron memiliki 2
komponen utama yaitu glomerulus dan tubulus. Glomerulus (kapiler glomerulus)
dilalui sejumlah cairan yang difiltrasi dari darah sedangkan tubulus merupakan
saluran panjang yang mengubah cairan yang telah difiltrasi menjadi urin dan
dialirkan menuju keluar ginjal. Glomerulus tersusun dari jaringan kapiler
glomerulus bercabang dan beranastomosis yang mempunyai tekanan hidrostatik
tinggi (kira-kira 60mmHg), dibandingkan dengan jaringan kapiler lain.9
28
masuk ke dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal,
yang terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus proksimal kemudian dilanjutkan
dengan ansa Henle (Loop of Henle). Pada ansa Henle terdapat bagian yang
desenden dan asenden. Pada ujung cabang asenden tebal terdapat makula densa.
Makula densa juga memiliki kemampuan kosong untuk mengatur fungsi nefron.
Setelah itu dari tubulus distal, urin menuju tubulus rektus dan tubulus koligentes
modular hingga urin mengalir melalui ujung papilla renalis dan kemudian
bergabung membentuk struktur pelvis renalis. Terdapat 3 proses dasar yang
berperan dalam pembentukan urin yaitu filtrasi glomerulus reabsorbsi tubulus, dan
sekresi tubulus. Filtrasi dimulai pada saat darah mengalir melalui glomerulus
sehingga terjadi filtrasi plasma bebas-protein menembus kapiler glomerulus ke
kapsula Bowman. Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang merupakan
langkah pertama dalam pembentukan urin. Setiap hari terbentuk ratarata 180 liter
filtrat glomerulus. Dengan menganggap bahwa volume plasma rata-rata pada
orang dewasa adalah 2,75 liter, hal ini berarti seluruh volume plasma tersebut
difiltrasi sekitar enam puluh lima kali oleh ginjal setiap harinya. Apabila semua
yang difiltrasi menjadi urin, volume plasma total akan habis melalui urin dalam
waktu setengah jam. Namun, hal itu tidak terjadi karena adanya tubulus-tubulus
ginjal yang dapat mereabsorpsi kembali zat-zat yang masih dapat dipergunakan
oleh tubuh. Perpindahan zat-zat dari bagian dalam tubulus ke dalam plasma
kapiler peritubulus ini disebut sebagai reabsorpsi tubulus. Zat-zat yang
direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler
peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan.
Dari 180 liter plasma yang difiltrasi setiap hari, 178,5 liter diserap kembali,
dengan 1,5 liter sisanya terus mengalir melalui pelvis renalis dan keluar sebagai
urin. Secara umum, zat-zat yang masih diperlukan tubuh akan direabsorpsi
kembali sedangkan yang sudah tidak diperlukan akan tetap bersama urin untuk
dikeluarkan dari tubuh. Proses ketiga adalah sekresi tubulus yang mengacu pada
perpindahan selektif zat-zat dari darah kapiler peritubulus ke lumen tubulus.
Sekresi tubulus merupakan rute kedua bagi zat-zat dalam darah untuk masuk ke
dalam tubulus ginjal. Cara pertama adalah dengan filtrasi glomerulus dimana
hanya 20% dari plasma yang mengalir melewati kapsula Bowman, sisanya terus
29
mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus. Beberapa zat,
mungkin secara diskriminatif dipindahkan dari plasma ke lumen tubulus melalui
mekanisme sekresi tubulus. Melalui 3 proses dasar ginjal tersebut, terkumpullah
urin yang siap untuk diekskresi.9
B. DEFINISI NEFROTOKSIK9
30
,golongan rifampisin.berdasarkan aktivitas antibiotik terhadap kuman gram
positif dan garam negative,maka aktivitas antibiotic terhadap gram negative
relative lebih bersifat nefrotksis.9
31
reseptor ini berada di nefron distalis serta lumen tubulus proksimalis ,dan
dikatakan bahwa CaR ini terlibat dalam proses kerusakan sel Faktor resiko
aminoglikosida lain adanya antara depletion ion natrium dan kalium,iskemia
ginjal ,karena usia lanjut ,penggunaan diuretika , penyakit hati dan obat lain yang
nefrotoksis.10
B.Streptomisin:9,11
Streptomisin adalah aminoglikosida yang pertama diterapkan secara klinis
dan berhasil digunakan untuk melawan bakteri gram negatif. dan Lebih
mempengaruhi sistem vestibular daripada sistem pendengaran. Kerusakan
Vestibular akibat streptomisin adalah umum dengan penggunaan jangka panjang
dan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Karena sifatnya yang ototoksik
agen ini jarang digunakan saat ini. Namun, penggunaan streptomisin meningkat
untuk pengobatan TBC.
• Gentamicin: Seperti streptomisin, gentamisin memiliki kecenderungan untuk
mempengaruhi sistem vestibular. Indeks terapi sebesar 10-12 mcg / mL pada
umumnya dianggap aman tapi masih dapat bersifat ototoksik pada beberapa
pasien. Hati-hati dalam pemberian dosis pada pasien dengan penyakit ginjal.
• Neomycin: Agen ini adalah salah satu yang paling cochleotoxic bila diberikan
secara peroral dan dalam dosis tinggi, karena itu, penggunaan sistemik umumnya
32
tidak dianjurkan. Neomisin merupakan salah satu aminoglikosida yang paling
lambat untuk mempengaruhi Perilimfe; akibatnya dapat muncul 1-2 minggu
setelah konsumsi ataupun dapat terjadi kemudian setelah penghentian terapi.
Neomisin Meskipun umumnya dianggap aman bila digunakan topikal dalam
saluran telinga atau pada lesi kulit kecil, sama efektifnya alternatif yang tersedia.
33
psikoterapi, auditory training, termasuk dengan mengguanakn sisa pendengaran
dewngan alat bantu dengar, belajar komunikasi total dengan blajar bahasa isyarat.
Dan mereka yang mengalami gangguan pendengaran bilateral yang sudah
mendalam dapat diatasi dengan melakukan implan koklea. Dalam kasus
kehilangan fungsi keseimbangan, terapi fisik merupakan hal yang sangat bernilai
bagi banyak individu. Tujuannya adalah untuk membantu otak menjadi terbiasa
dengan informasi yang berubah dari telinga bagian dalam dan untuk membantu
individu dalam mengembangkan cara lain untuk menjaga keseimbangan.
C. Golongan Sulfonamida10,11
34
paruh obat tergantung dari fungsi ginjal .
a. Mekanisme kerja
b. Farmakokinetik
c. Efek Samping
35
D. Amphotericin B
36
OBAT OTONOM ADRENERGIK
Sistem saraf otonom dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu divisi simpatis
(thoracolumbal) dan divisi parasimpatis (kraniosakral). Kedua divisi ini diawali
dari inti/pusat dalam sistem saraf pusat dan memunculkan serabut saraf eferen
preganglionik yang keluar dari batang otak atau medula spinalis dan berakhir pada
ganglion motorik. Pada umumnya serabut preganglionik simpatis berakhir pada
ganglia yang terletak sepanjang rantai paravertebral dikiri dan kanan koumna
spinalis. Sisa ganglia simpatis ini terletak pada ganglia vertebral dibagian depan
vertebra. Dari ganglia tersebut, keluar serabut pasca ganglionik simpatis yang
mempersarafi jaringan. Beberapa serabut preganglionik parasimpatis berakhir
pada ganglia parasimpatis yang terletak diluar organ yang dipersarafi: seperti
ganglia siliaris, pterigopalatinum, submandibular, otik, dan beberapa ganglia
pelvis. Sebagian besar serabut preganglionik parasimpatis berakhir pada sel-sel
ganglion yang tersebar atau berbentuk anyaman dalam dinding organ yang
dipersarafi.5
37
cahaya berlebihan, mengosongkan rektum dan kandung kemih. Dengan demikian
saraf parasimpatis tidak perlu bekerja secara serentak.5
38
D. Transmisi Adrenergik
39
Gambar: gambaran skematik transmisi adrenergik
3. Terminasi Kerja Neurotransmiter5
NE dan E dimetabolisir oleh beberapa enzim. Akibat aktivitas tinggi MAO
dalam mitokondria pada ujung saraf, maka perubahan NE mudah terjadi walaupun
dalam keadaan istirahat. Selama hsil metabolik diekskresikan kedalam urin, maka
perkiraan perubahan katekolamin dapat diperoleh dari analisa laboratorium
terhadap metabolit total. Namun metabolisme bukan merupakan mekanisme
utama dari akhir kerja NE yang secara fisiologis dilepas dari saraf noeadrenergik.
Pengakhiran transmisi noradrenergik terjadi dengan beberapa cara, termaksud
penyebaran secara mudah dari tempat reseptor (dengan metabolisme yang terjadi
dalam plasma atau hepar) dan ambilan kembali kedalam ujung saraf(ambilan I)
atau kedalam glia perisinaptik atau sel otot polos (ambilan II).
E. Reseptor Adrenergik5
40
Tabel: tipe reseptor otonom adrenergik dengan efek yang telah diketahui atau
kemungkinan efeknya pada jaringan efektor otonom perifer
41
reseptor α1,α2, dan β1 dan kurang pada reseptor β2. Contoh obat lain yang
tergolong kedalam obat adrenergik kerja langsung adalah isoproterenol, dopamin,
dobutamin, phenylefrine, methoxamine, clonidine, metaproterenol, albuterol,
terbutaline, salmeterol dan lain-lain. Ciri obat adrenergik kerja langsung adalah
bahwa responnya tidak berkurang setelah terlebih dahulu diberikan reserpin atau
guanetidin yang menyebabkan deplesi NE dari saraf simpatis, tetapi bahkan
meningkat karena adanya peningkatan sintesis reseptor sebagai mekanisme
kompensasi terhadap hilangnya neurotransmiter.
c. Pengaruh Refleks
Respon suatu organ otonom terhadap obat adrenergik ditentukan tidak hanya oleh
efek langsung obat tersebut, tetapi juga oleh reflek homeostasis tubuh.
Rangsangan adrenergik α1 menimbulkan vasokonstriksi yang meningkatkan
tekanan darah. Ini menimbulkan reflek kompensasi melalui baroreseptor pada
lengkung aorta dan sinus karotis, sehingga tonus simpatis berkurang dan tonus
parasimpatis (vagal) bertambah. Akibatnya terjadi bradikardia, dan vasokonstriksi
oleh obat adrenergik α1 berkurang. Metoksamin adalah contoh obat yang
mempunyai efek adrenergik α1 yang hampir murni. Sebaliknya epinefrin selain
efek α dan β1 yang berupa perangsangan, juga mempunyai efek β2 yang
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otot rangka sehingga peningkatan
tekanan darah tidak begitu besar. Refleks vagal yang timbul tidak begitu kuat,
sehingga biasanya hasil akhirnya tetap takikardi. Penyakit seperti aterosklerosis
42
mengganggu mekanisme baroreseptor akibatnya efek obat simpatomimetik akan
diperkuat.7
A. Adrenergik Katekolamin
1. Dopamin
Dopamin disintesa pada ganglion simpatik, substansia nigra otak tengah dan
bagian hipotalamus dan retina. Dopamin tidak dapat melewati sawar darah otak.
Efeknya di SSP terjadi karena adanya produk lokal. Prekursor dopamindapat
melewati sawah darah otak sehingga berguna untuk pengobatan parkinson.
Terdapat 2 macam dopamin, yaitu:
43
dosisi tinggi dapat menyebabkan vasodilatasi ringan, dosis kisaran α (>12
ug/kg/menit)/infus meningkatkan tekanan darah sistemik, kontraksi otot jantung,
kronotropik yang pada dosis tinggi dapat menurunkan aliran darah ginjal karena
efek vasokonstriksi.
2. Epinefrin
44
Farmakokinetik: 1) absorbsi. Pemberian oral kurang efektif karena sebagian
besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding
usus dan hati. Penyuntikan SK lambatkarena vasokonstriksi lokal. Absorbsi paling
cepat pada penyuntikan IM .
Efek Samping Obat: pemberian epi dapat menimbulkan gelisah, nyeri kepala
berdenyut, tremor, dan palpitasi. Gejala-gejala ini mereda dengan cepat setelah
istirahat. Dosis epinefrin yang besar atau penyuntikan IV cepat yang tidak
disengaja dapat menimbulkan perdarahan otak karena kenaikan tekanan darah
yang hebat. Epinefrin dapat menimbulkan aritmia ventrikel.
Posologi dan Sediaan: epinefrin dalam sediaan adalah isomer levo. 1) Suntikan
epinefrin: 1 mg/mL (1:1000), dosis dewasa 0.2-0.5 mg. 2) Inhalasi
epinefrin:adalah larutan tidak steril 1% epinefrin HCL atau 2% epi bitartat dalam
air untuk inhalasi oralyang digunakan untuk bronkokonstriksi. 3) Epinefrin tetes
mata: adalah larutan 0.1-2% epinefrin HCL 0.5-2% epinefrin borat dann2%epi
bitartat.
45
3. Norepinefrin (Levaterenol)
4. Isoproterenol
Mempunyai efek kuat terhadap reseptor β1 dan β2., umumnya tidak mempunyai
efek terhadap reseptor alfa. Aktivitas reseptor b2 oleh isoprotenol merelaksasi
hampir semua jenis. Efek ini terutama jelas untuk pasien yang sebelumnya
tonusnya tinggi dan paling jelas terlihat pada bronkus dan saluran cerna.
Pemberian isoproterenol pada otot pembuluh darah dapat menurunkan tekanan
darah diastolik. Efek inokotropik dan kronotropik positif menyebabkan curah
jantung meningkat. Pada Efek inokotropik dan kronotropik. Pada otot polos
saluran cerna dan uterus, Isoproterenol dapat menurunkan tonus motilisas usus
dan uterus. Pada SSP , obat ini menstimulasi SSP.
5.Dobutamin
46
dan iskemik kardiak daripada dopamin, tidak menghasilkan vassodilatasi pada
dosis rendah (dopamin menimbulkan vassodilatasi pada dosis rendah), dan efek
vasokonstriksinya minimal.
Efek samping: mual, muntah, sakit kepala, palpitasi, angina, dan aritmia.
B. Adrenergik Nonkatekolamin5,7
1.Tiramin
Tiramin banyak ditemukan dalam anggur merah, bir, keju, coklat, dan
banyka makanan lain. Tiramin diambil oeh neuron simpatik dan belerja sebagai
transmiter palsu untuk membebaskan katekol. Dalam keadaan normal, senyawa
ini didegradasi oleh MAO. Senyawa ini tidak digunakan dalam terapi.
Toksisitas: bila tramin dimakan oleh orang yang sedang menggunakan MAO
inhibitor, inhibisi MAO inhibitor akan menurun, dan kadar tiramin yang tinggi
dalam serumnya akan membebaskan katekolamin secara mendadak sehingga
menginduksi terjadinya hipertensi krisis dan aritmia berat.
47
2.Amfetamin
Indikasi klinis: penyakit kurang perhatian pada anak (disfungsi otak yang
minimal, hiperaktivitas), sebagai narkolepsi, penekan nafsu makan, hanya
digunakan untuk jangka pendek karena efek adiksinya. Adanya rebound weight
gain menghilangkan manfaat obat ini.
Efek Samping: lemah, disfori, tremor, pusing, insomnia, sakit kepala, rekasi
psikotik, palpitasi, takikardi, hipertensi, diare dan konstipasi, dosis yang
berlebihan menimbulkan konfusi, delirium, paranoia, psikosis, aritmia jantung,
hipertensi, dan hipotensi, nyeri abdomen, penyalahgunaan obat ini menyebabkan
ketergantungan.
3.Metaraminol
4. Efedrin
48
digunakan untuk terapi asma bronkial. Penetesan lokal pada mata menimbulkan
midriasis, pada uterus dapat mengurangi aktivitas uterus, dan efek ini
dimanfaatkan untuk dismenore.
Efek Samping: sama seperti amfetamin tetapi efek samping pada SSP lebih
ringan.
5.Metoksamin
Adalah suatu agonis α1 relatif murni, bekerja langsung pada efektor sel.efek
sentral hampir tidak ada. Efek vasokonstriksinya cukup kuat, menimbulkan
kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik, disertai dengan efek bradikardi
yang kuat dan perlambatan konduksi AV.
6. Agonis β2 selektif
49
Indikasi klinik: Agonis β2 selektif terutama digunakan untuk terapi simtomatis
bronkospasme (asma bronkial). Untuk serangan asma bronkial akut, dapat
digunakan epinefrin subkutan 0.2-0.5 mg atau secara inhalasi.
H. Obat-obat Antiadrenergik6
50
reseptor β Metoprolol
efek α-bloker Nadolol
><agonis Pindolol
adrenergik Timolol
bekerja
Bloker saraf mengganggu Guanetin
adrenergik sintetis, simpanan Guanadrel
dan pelepasan Reserpin
neurotransmitter Metirosin
diterminal
adrenergik
menghambat
Bloker adrenergik perangsangan Klonidin
sentral neuron adrenergik metildopa
di SSP
1. Derivat Haloalkilamin
51
Oleh karena itu, golongan obat ini disebut α-bloker nonkompetitf dengan masa
kerja lama. Fenoksibenzamin merupakan α1-bloker dengan selektivitas sedang.
Farmakokinetik: diabsorbsi dengan baik dari semua tempat, tetapi karena efek
iritasi lokal hanya diberikan secara oral atau IV.
2. Derivat Imidazolin
Yang digunakan adalah fentolamin (α1 α2-bloker non-selektif) dan tolazolin (α-
bloker selektif).
Dosis terapi: 5 mg sebagai infus yang lambat. Fentolamin oral atau bukal
mungkin juga efektif untuk disfungsi ereksi.
52
Efek samping: gejala stimulasi pada jantung berupa takikardi, aritmia, dan
angina. Gejala stimulasi saluran cerna berupa nausea, vomiting, nyeri abdomen,
diare,kambuh ulkus peptikum.
3. Alkaloid Ergot
Alkaloid ergot secara klinis sudah tidak dapat digunakan sebagai a-bloker karena
efek ini baru timbul pada dosis besar yang tidak dapat ditolerir oleh manusia.
1. Derivat Kuinazolin
53
1.3 α2-Bloker Selektif
Yang paling dikenal adalah yohimbin. Senyawa ini merupakan α2 bloker yang
kompetitif yang cukup selektif untuk α2 reseptor. Obat ini dapat meningkatkan
pembebasan NE endogen pada dosis yang lebih rendah daripada yang diperlukan
untuk memblok α1 reseptor di perifer.obat ini mudah meleawati sawar darah
otak.efek sentral berupa kenaikan tekanan darah dan denyut jantung, hipermotorik
dan tremor, antidiuresis, mual dan muntah.
54
Sediaan: bentuk sediaan β-bloker adalah sebagai berikut:
Efek samping: gagal jantung kongesif, bradikardi, gejala putus obat, misalnya
penghentian obat secara mendadak dapat timbulkan angina, hipertensi, atau
insufisiensi mitral. Bronospasme, pada penderita asma dan PPOM, depresi dan
lain-lain.
55
sekali. Obat ini tidak digunakan lagi sebagai antihipertensi karena efeksamping
kumulatif dan dapat terjadi hipotensi ortostatik yang berat, dan sudah digantikan
oleh obat lain. Guanetidin tersedia dalam bentuk tablet 10 mg dan 25 mg.
Betanidin, debrisokuin merupakan obat anti hipertensi dengan cara kerja yang
sama tapi masa kerja pendek. Obat ini hanya dapat digunakan secara parenteral
untuk pengobatan takiaritmia ventrikuler atau untuk mengatasi fibrilasi
ventrikuler berat yang tidak responsif terhadap obat lain.
2. Reserpin
Efek samping: terutama terhadap SSP dan saluran cerna. Dapat berupa sedasi,
depresi mental, gangguan ekstrapiramidal, peningkatan tonus dan motilitas
saluran cerna, peningkatan berat badan, kemerahan, dan kongesti nasal dan lain-
lain.
56
OBAT OTONOM KOLINERGIK
B. TRANSMISI KOLINERGIK
1. Sintesa Dan Penyimpanan Neurotransmiter5
Terdapat sejumlah besar vesikel kecil yang ada diujung neuron
kolinergik melekat pada membran dan menumpuk dibagian
sinaptik,sedangkan vesikel yang ukurannya lebih besar dan sedikit terletak
sedikit lebih jauh dari membrane sinaptik.Vesikel diawali dari sintesa
dalam neuron soma dan diangkut keujung,dimana saat konsentrasi tinggi
vesikel ini mengandung Ach dan molekul lainnya (seperti peptide) yang
bekerja sebagai kontransmiter.
Ach yang disintesa dalam sitoplasma berasal dari asetil–koA dan kolin
melaui kerja katalitik enzim kolin -transferase (ChAT).
Asetil-KoA disintesa dalam mitokondria yang banyak terdapat pada
ujung saraf.
Kolin ditransportasi dari cairan ekstraseluler kedalam ujung saraf yang
tergantung dan Pembawa Na membrane(sodium dependent membrane
carrier).Kerja dari pembawa ini dapat dirintangi oleh kelompok obat
yaitu
57
Hemikolinium.
Kemudian ACh yang disintesa diangkut dari sitoplasma kedalam vesikel oleh
suatu antiporter yang menggeser proton.Pengangkutan ini dapat dirintangi oleh
Vesamikol.Sintesa Ach dapat membantu pelepasan transmiter yang sangat cepat.
2.Pelepasan transmitter5
Setelah molekul Ach lepas dari ujung presinaptik kemudian terikat dan
mengaktifkan reseptor ACh (kolinoseptor).Ternyata semua ACh yang lepas akan
larut dengan molekul asetil kolinesterase(AChE).Lalu AChE ini memecah Ach
menjadi kolin dan asetat yang efek transmiternya tidak ada lagi sehingga kerja
transmiternya berhenti.Karena sinaps kolinergik banyak mengandung AChE
sehingga waktu paruh Ach diluar vesikel kecil
RESEPTOR KOLINERGIK5
58
Tabel: tipe reseptor otonom kolinergik dengan efek yang telah diketahui atau
kemungkinan efeknya pada jaringan efektor otonom perifer5
C. NEURON NONKOLINERGIK 5
59
penting ,seperti gerakan propulsi usus kedepan bukan kebelakang dan melemas
sfinkter bila dinding usus berkontraksi.
60
Kerja Tidak Agonis Asetilkolin Nikotin Neostigmin
Langsung nikotinik Suksinilkolin
61
kolinergik diberikan secara intra,oral atau subkutan (SK) karena memberikan
respon yang lebih cepat dan efektif.
A. Asetilkolin (Ach)
62
Efek samping Ach:
C. Karbakol (karbamolkolin)
Karbakol adalah ester asam karbamat dan substrat yang tidak cocok untuk
asetilkolinesterase.Karbakol bekerja sebagai muskarinik dan nikortinik.
63
Efek : Obat ini memacu ganglion kemudian mendepresinya.Obat ini
mempunyai kemampuan mengeluarkan epinefrin dari medulla adrenal
karena kerja nikoyiniknya.Pada mata akan menimbulkan miosis.
Efek samping : pada terapi pada oftamologi memberikan efek atau tidak
sama sekali.
D. Betanikol
E. Pilokarpin
64
2. Antikolinesterase (Kolinergik kerja tidak langsung)8
Antikolinesterase menghambat enzim asetilkolinesterase sehingga
Ach menumpuk ditempat reseptor.
Ambenomium bekerja dalam 20-3- menit dan berlanjut hingga 3-8 jam
Edrofonium memiliki efek 2-10 menit pemberian secara IM dan
berlanjut hingga -3- menit..Dengan IV sekitar 30-60 menit mulai
bekerja dan berlangsung selama 10 menit.
65
Neostigmin oral memiliki waktu pruh 40-60 menit,mulai bekerja 45-75
menit,konsentrasi puncaknya dalam 1-2 jam,dan lama kerja adalah 2-4
jam.Suntikan neostigmin memiliki Wktu paruh 50-90 menit.Bila
secara IM fek akan timbul setelah 30 menit,konsentrasi puncak 30
menit dan akan berlanjut selama 2-4 jam.Pemberian IV ,bekerja
setelah 4-8 menit dan kadar puncak dicapai 20-30 menit dan akan
berlangsung selama 2-4 jam.
Fisostigmin memiliki kadar puncak dalam 5 menit pada pemberian IV
dengan durasi 30 menit hingga 5 jam.Bila diberikan secara IM akan
bereaksi dalam kurang dari 15 menit dengan durasi 2-4 jam.Bila secara
IV onsetnya (mulai kerja) 2-5 menit dan durasi 2-4 jam
66
1. Fisostigmin
2. Edrofonium
Edrofonium adalah amin kuartener yang memiliki kerja mirim
neostigmin namun lebih cepat diserap dibanding neostigmin
dengan masa kerja singkat (sekitar 10-20 menit).Suntikan intravena
dapat meningkatkan kekuatan kontraksi otot.Kelebihan dosis
memberikan efek krisis kolinergik.Bila terjadi keracunan dapat
diberikan atropine sebagai antidotum.
OBAT-OBAT ANTIKOLINERGIK8
OBAT ANTIMUSKARINIK2
67
muskarinik diambat.Obat ini jugta menyekat neuro simpatik yang menuju kelenjar
keringat.Obat ini tidak menyekat reseptor nikotinik sehingga tidak banyak
memengaruhi ganglion otonom atau sambungan saraf-otot rangka.
1. Atropin
Farmakokinetik :
Mudah diabsorbsi,sebagian dimetabolisme dalam hepar dan diekskresi ke
dalam urine.Waktu paruhnya 4 jam
Farmakodinamik :
Efek antikolinergik dapat menstimulasi ataupun mendepresitergantung organ
target.Pada otak dalam dosis rendah merangsang sedangkan dalam dosis
tinggi mendepresi.Obat ini Pada SSP terlihat sebagai stimulator pada
beberapa kasus. Pada Saluran kemih ,Atropin digunakan untuk menurunkan
hipermotilitas kandung kemih,dan kadang digunakan pada anak yang
mengompol untuk enuresis.
Indikasi klinis :
Obat ini dapat digunakan sebagai antisekretori saat operasi,antispasmodic
saluran cerna dan kandung kemih,antidotum obat-obat kolinergik.
Efek samping :
Atropin dapat menyebabkan mulut kering,penglihatan kabur,mata rasa
berpasir(sandy eyes),takikardi,dan konstipasi.Efek samping pada SSP erupa
capek,bigung,halusinasi,delirium yang berlanjut menjadi depresi,kolaps
sirkulasi,depresi napas,dan kematian.
2. Skopolamin
Obat ini termasuk alkaloid belladonna dengan masa kerjanya yang lebih
lama.Obat ini merupakan obat anti mabuk,dapat menimbulkan efek
68
penumpulan daya ingat jangka pendek,dan dapat menimbulkan sedasi dan
rasa kantuk.
3. Ipratropium
Ipratropium bromide adalah turunan kuartener atropine yang banyak
digunakan pada pengobatan asma bronchial dan penyakit paru obstruksi
menahun (PPOM),khususnya pasien yang tidak cocok dengan pemakaian
agonis adrenergic.
BLOKER GANGLION8
Bloker ganglionik adalah obat antinikotinik yang secara spesifik bekerja pada
reseptor nikotik di ganglion simpatik ataupun parasimptik.Obat ini tidak selektif
pada ganglion simpatik ataupun parasimpatik saja.Obat ini efektif sebagai
antagonis neuromuscular.Penyekat ganglionik ini sangat jarang digunakan
,hanya untuk eksperimen farmakologi.
Nikotin
Nikotin memiliki efek tergantung dosisnya.Awalnya nikotin memacu
ganglion,lalu diikuti oleh kelemahan dan paralisis semua ganglia.Nikotin
dapat berefek meningkatkan denyut jantung akibat pengaruh pelepasan
transmitter di medulla adrenal.Pada dosis yang tinggi menyebabkan otot
kandung kemih berhenti.
Trimetafan
Trimetafan merupakan penyekat ganglionik yang bekerja singkat dan
kompetitif.Pemberian harus secara IV.Trimetfan digunakan untuk
menurunkan hipersensitivitas akibat udema pau atau pecahnya aneurisme
aorta .
Mekamilamin
Mekamilamin bekerja kompetitif antagnis pada ganglion nikotik.Pada dosis
tunggal bekerja sekitar 10 jam.Absorbsi mekamilin baik pada pemberian per
oral.
69
BLOKER NEURO MUSKULAR8
Sifat-sifat farmakologis
Mekanisme kerja:
Indikasi penggunaan : Obat ini digunakan dalam merelaksasi otot skelet sebagai
otot tambahan pada anestesi pembedahan pada pasien.
Toksisitas:
70
Nondepolarizing Muscle Relaxant 8
a. Tubokurarin (Curare)
Sifat farmakologi : menyebabkan bronkospasme karena tejadi pelepasan
histamine,aktivitas ganglioniknya dalam batas sedang pada reseptor
nikotinik,ikatan protein plasma 50%,metabolism hepar minor yaitu 50%
diekskresi oleh ginjal dengan bentuk yang tidak berubah ,sekitar 10-30%
diekskresi oleh empedu dalam bentuk yang tdak berubah.
b. Atrakurium
Sifat farmakologis : Hidrolisis ester dan eliminasi Hofmann(kerusakan
bergantung bardasarkan temperature yang memerlukan fungsi ginjal atau
hepar sehingga obat ini relaksan yang terpilih untuk gagal ginjal atau
hepar,dan maa kerjanya kurang.
71
DAFTAR PUSTAKA
72