SKENARIO 1
BLOK NEONATES-CHILDHOOD AND GERIATRIC
DISUSUN OLEH:
1. Riza Putri Octarianti G1A116053
2. Reni dwi Astuti G1A116054
3. Obrilian Islami Juany G1A116055
4. Nanda Anandita G1A116056
5. Febi Sofiana G1A116057
6. Ririn Hayu Pangestu G1A116058
7. Puti Assyifa Alwis G1A116059
8. Shofia Wahdini G1A116060
9. Larassati G1A116061
10. Amelia Rachel Zaebrina G1A116062
11. Ilham Yuri Lubis G1A116063
12. Meta Hawika Putri G1A116064
1
DAFTAR ISI
COVER
Daftar isi 2
skenario 3
Klarifikasi Istilah 4
Identifikasi Masalah 5
Brainstorming 6
Analisis Masalah 9
Daftar Pustaka
2
SKENARIO
Saat bayi lahir didapatkan bayi tidak bernapas, tonus otot kurang baik. Setelah
dilakukan resusitasi sampai dengan pemberian ventilasi tekanan positif didapatkan
bayi bernapas spontan, tidak ada retraksi, denyut jantung 100x/menit, skor APGAR
5-7-10.
Keesokan harinya bayi tampak kuning dan Ibu mengeluh ASI masih sedikit.
Namun dokter mengatakan bahwa hal tersebut bukan suatu kegawatdaruratan dan
meminta Ibu untuk tenang dan terus memberikan ASI eksklusif. Ibu khawatir, kuning
pada bayinya disebabkan perkembangan yang tidak optimal selama dalam
kandungan.
3
KLARIFIKASI ISTILAH
4
IDENTIFIKASI MASALAH
5
BRAIN STORMING
6
5. Apa kriteria bayi harus diresusitasi dan bagaimana cara melakukannya?
Jawab :
Kriteria :
a) Bayi cukup bulan?
b) Bayi bernapas/ menangis?
c) Tonus otot bayi baik?
Kalau semua di atas “YA” tidak resusitasi!!!!!
7
Jaga bayi tetap hangat, hisap lendir dari hidung dan mulut, keringkan bayi,
lihat adanya muntah dll, potong tali pusat, suntikan Vitamin K, IMD, vaksin
Hepatitis B 0,5 ml IM, salep antibiotic pada mata.
8. Apa hubungan riwayat kehamilan dan catatan Ibu sekarang dengan keadaan
bayi saat ini?
Jawab :
Membantu mendiagnosa, dan menyingkirkan diagnosis banding
ANC tidak teratur marupakan faktor resiko terjadinya asfiksia saat ini
8
ANALISIS MASALAH
9
membantu bayi ketika ia sedang ingin menyusu. Refleks ini muncul sejak
lahir dan bertahan hingga usia 3-4 bulan.
2. Refleks menghisap (sucking reflex)
Ketika bagian atas atau langit-langit mulut bayi disentuh, bayi akan mulai
menghisap. Refleks menghisap mulai muncul saat usia 32 minggu
kehamilan dan menjadi sempurna saat usia 36 minggu kehamilan. Oleh
karena itu, bayi prematur biasanya belum bisa menghisap dengan baik.
3. Refleks moro
Refleks moro biasanya muncul ketika bayi terkejut. Ketika bayi Anda
terkejut misalnya karena suara yang berisik atau gerakan yang terjadi
secara tiba-tiba, bayi akan mengeluarkan refleks ini. Bayi akan melakukan
gerakan dengan memanjangkan lengan dan menekuk kakinya. Refleks ini
muncul sejak lahir dan bertahan hingga usia 4 bulan.
4. Asymmetric tonic neck reflex
Ketika kepala bayi menengok ke satu sisi, ia akan memanjangkan lengan
di sisi yang sama. Sebaliknya, lengan pada sisi yang berlawanan akan
ditekuk. Refleks ini muncul sejak lahir dan bertahan hingga usia 2 bulan.
5. Refleks menggenggam (palmar grasp reflex)
Refleks menggenggam pada bayi muncul ketika Anda menyentuh telapak
tangannya. Bayi akan menutup jari-jarinya seperti gerakan menggenggam.
Refleks ini muncul sejak lahir dan bertahan hingga usia 3-4 bulan.
6. Refleks Babinski
Refleks Babinski muncul ketika Anda menggaruk telapak kaki bayi Anda.
Jempol bayi akan mengarah ke atas dan jari-jari kaki lainnya akan terbuka.
Refleks ini menetap hingga usia 2 tahun.
7. Stepping reflex
Refleks ini juga dikenal dengan istilah walking/dance reflex karena bayi
terlihat seperti melangkah atau menari ketika ia diposisikan dalam posisi
10
tegak dengan kaki yang menyentuh tanah. Refleks ini muncul sejak lahir
dan terlihat paling jelas setelah usia 4 hari.
11
3. Bagaimana fisiologi kehamilan dan persalinan normal?
Jawab :
a. Fisiologi Kehamilan:2
1. Fertilisasi
a. Saat terjadinya koitus, sejumlah sperma dari vagina dihantarkan ke
ampula tubafallopi dibantu dengan kontraksi uterus.
b. Tuba fallopi juga membantu pengantaran sperma dan ovum oleh
aktivitasprostaglandin yang terdapat didalam semen dan
disekresikannya oksitosin olehhipofisis posterior untuk mempermudah
kontraksi. Sperma melakukan 2 reaksi terlebih dahulu sebelum
fertilisasi, yaitu reaksi kapasitasi dan reaksi acrosom. Reaksi kapasitasi
berlangsung selama 7 jam, pada reaksi ini sperma yang masuk ke
dalamorgan reproduksi wanita mengalami adaptasi dengan cara
melepaskan selubungglikoprotein yang dibawa oleh plasma semen.
Reaksi acrosom, pada reaksi ini telahterjadi penetrasi sel sperma pada
lapisan pelindung oosit. Proses terjadinya fertilisasi terbagi menjadi 3
fase: fase sperma, fase acrosom, dan reaksi cortical. Pada fase sperma,
sel sperma menembus corona radiate dengan enzim CPE (Corona
PenetrateEnzym). Enzim ini berada pada acrosom itu sendiri. Fase
acrosom, pada fase ini enzimyang berperan adalah enzim acrosom.
Enzim ini berguna untuk merusak zona pelusida. Ketika sitoplasma
sperma (kepala sperma) telah berfusi dengan membran plasma
seloosit, maka sel oosit akan melakukanreaksi cortical. Reaksi ini
menyebabkan seloosit tidak dapat ditembus oleh sel sperma lain.-
Kepala sperma akan masuk kesitoplasma sel oosit dan meninggalkan
ekornya diluar. Kepala berkembang pronucleus pria. Inti sel oosit
menyelesaikan proses meiosis oosit matang pro nucleus wanita.
Kemudian terjadi proses peleburan antara pro nucleus pria dan pro
nucleus wanita zigot.
12
c. Hasil dari pembuahan tersebut akan dihantarkan dari tuba uterin ke
kavum uteri (3–4hari) dalam masa transport ovum mengalami
beberapa tahap pembelahan aselblastomerase blastosis masuk kedalam
kavum uteri blastokista yang sedang berkembang tetap tinggal dalam
uterus selama 1–3 hari sebelum berimplantasi ke desidua
endometrium.
d. Sel blastosis terdiri dari 2 sel utama. Sel embriobalst dan sel trofoblast.
13
pada akhir kehamilan volume totalnya mencapai 5liter bahkan dapat
mencapai 20 liter atau lebih dengan berat rata-rata 1100 gram.
b. Vagina (liang senggama)
Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hyperemia terlihat
jelas pada kulit dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga pada
vagina akan terlihat bewarna keunguanyang dikenal dengan tanda
Chadwicks. Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan hilangnya
sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel-sel otot polos.
c. Ovarium
Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan folikel
baru jugaditunda. Hanya satu korpus luteum yang dapat ditemukan di
ovarium. Folikel ini akanberfungsi maksimal selama 6-7 minggu awal
kehamilan dan setelah itu akan berperansebagai penghasil progesterone
dalam jumlah yang relative minimal
d. Payudara
Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan
memberikan ASI pada saat laktasi. Perkembangan payudara tidak dapat
dilepaskan dari pengaruh hormone saat kehamilan, yaitu estrogen,
progesterone, dan somatromatropin
e. Sirkulasi darah ibu
Peredaran darah ibu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a) Meningkatnya kebutuhan sirkulasi darah sehingga dapat
memenuhi kebutuhanperkembangan dan pertumbuhan janin dalam
rahim.
b) Terjadi hubungan langsung antara arteri dan vena pada sirkulasi
retro-plasenter
c) Pengaruh hormon estrogen dan progesteron semakin meningkat.
14
c. Fisiologi Persalinan3
Sebab mulainya persalinan belum diketahui dengan jelas. Agaknya banyak
faktor yang memegang peranan dan bekerjasama sehingga terjadi persalinan.
Beberapa teori yang dikemukakan adalah: penurunan kadar progesteron, teori
oxitosin, keregangan otot-otot, pengaruh janin, dan teori prostaglandin.
Beberapa teori yang menyebabkan mulainya persalinan adalah sebagai
berikut:
1. Penurunan Kadar Progesteron
Progesterone menimbulkan relaxasi otot-otot rahim, sebaliknya
estrogen meninggikan kerentanan otot rahim. Selama kehamilan
terdapat keseimbangan antara kadar progesterone dan estrogen dalam
darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar progesteron menurun sehingga
timbul his. Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28
minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, dan pembuluh darah
mengalami penyempitan dan buntu. Produksi progesterone mengalami
penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitive terhadap oxitosin.
Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat
penurunan progesterone tertentu.
2. Teori Oxitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior. Perubahan
keseimbangan estrogen dan progesterone dapat mengubah sensitivitas
otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks. Di akhir
kehamilan kadar progesteron menurun sehingga oxytocin bertambah dan
meningkatkan aktivitas otot-otot rahim yang memicu terjadinya
kontraksi sehingga terdapat tanda-tanda persalinan.
3. Keregangan Otot-otot.
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu.
Setelah melewati batas tertentu terjadi kontraksi sehingga persalinan
dapat dimulai. Seperti halnya dengan Bladder dan Lambung, bila
15
dindingnya teregang oleh isi yang bertambah maka timbul kontraksi
untuk mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan rahim, maka dengan
majunya kehamilan makin teregang otot-otot dan otot-otot rahim makin
rentan. Contoh,pada kehamilan ganda sering terjadi kontraksi setelah
keregangan tertentu sehingga menimbulkan proses persalinan.
4. Pengaruh Janin
Hipofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang
peranan karena ada anencephalus kehamilan sering lebih lama dari
biasa, karena tidak terbentuk hipotalamus. Pemberian kortikosteroid
dapat menyebabkan maturasi janin, dan induksi (mulainya ) persalinan.
5. Teori Prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu
yang dikeluarkan oleh desidua. Prostaglandin yang dihasilkan oleh
desidua diduga menjadi salah satu sebab permulaan persalinan. Hasil
dari percobaan menunjukkan bahwa prostaglandin F2 atau E2 yang
diberikan secara intravena, intra dan extra amnial menimbulkan
kontraksi miometrium pada setiap umur kehamilan. Pemberian
prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim
sehingga hasil konsepsi dapat keluar. Prostaglandin dapat dianggap
sebagai pemicu terjadinya persalinan. Hal ini juga didukung dengan
adanya kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun
daerah perifer pada ibu hamil, sebelum melahirkan atau selama
persalinan.
16
Beberapa minggu sebelum persalinan, calon ibu merasa bahwa
keadaannya menjadi lebih enteng. Ia merasa kurang sesak, tetapi
sebaliknya ia merasa bahwa berjalan sedikit lebih sukar, dan sering
diganggu oleh perasaan nyeri pada anggota bawahb. Pollikasuria.
Pada akhir bulan ke-IX hasil pemeriksaan didapatkan epigastrium
kendor, fundus uteri lebih rendah dari pada kedudukannya dan
kepala janin sudah mulai masuk ke dalam pintu atas panggul.
Keadaan ini menyebabkan kandung kencing tertekan sehingga
merangsang ibu untuk sering kencing yang disebut Pollakisuria.
b. False labor
Tiga (3) atau empat (4) minggu sebelum persalinan, calon ibu
diganggu oleh his pendahuluan yang sebetulnya hanya merupakan
peningkatan dari kontraksi Braxton Hicks. His pendahuluan ini
bersifat:
1) Nyeri yang hanya terasa di perut bagian bawah
2) Tidak teratur
3) Lamanya his pendek, tidak bertambah kuat dengan majunya
waktu dan bila dibawa jalan malah sering berkurang
4) Tidak ada pengaruh pada pendataran atau pembukaan cervix
c. Perubahan cervix
Pada akhir bulan ke-IX hasil pemeriksaan cervix menunjukkan
bahwa cervix yang tadinya tertutup, panjang dan kurang lunak,
kemudian menjadi lebih lembut, dan beberapa menunjukkan telah
terjadi pembukaan dan penipisan. Perubahan ini berbeda untuk
masingmasing ibu, misalnya pada multipara sudah terjadi
pembukaan 2 cm namun pada primipara sebagian besar masih
dalam keadaan tertutup.
d. Energy Sport
17
Beberapa ibu akan mengalami peningkatan energi kira-kira 24-28
jam sebelum persalinan mulai. Setelah beberapa hari sebelumnya
merasa kelelahan fisik karena tuanya kehamilan maka ibu
mendapati satu hari sebelum persalinan dengan energi yang penuh.
Peningkatan energi ibu ini tampak dari aktifitas yang dilakukannya
seperti membersihkan rumah, mengepel, mencuci perabot rumah,
dan pekerjaan rumah lainnya sehingga ibu akan kehabisan tenaga
menjelang kelahiran bayi, sehingga persalinan menjadi panjang dan
sulit.
e. Gastrointestinal Upsets
Beberapa ibu mungkin akan mengalami tanda-tanda seperti diare,
obstipasi, mual dan muntah karena efek penurunan hormon
terhadap sistem pencernaan.
f. Tanda-tanda persalinan
Yang merupakan tanda pasti dari persalinan adalah :
a. Timbulnya kontraksi uterus
Biasa juga disebut dengan his persalinan yaitu his pembukaan yang
mempunyai sifat sebagai berikut :
1. Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut bagian depan.
2. Pinggang terasa sakit dan menjalar kedepan
3. Sifatnya teratur, inerval makin lama makin pendek dan kekuatannya makin
besar
4. Mempunyai pengaruh pada pendataran dan atau pembukaan cervix.
5. Makin beraktifitas ibu akan menambah kekuatan kontraksi. Kontraksi uterus
yang mengakibatkan perubahan pada servix (frekuensi minimal 2 kali dalam
10 menit). Kontraksi yang terjadi dapat menyebabkan pendataran, penipisan
dan pembukaan serviks.
18
6. Penipisan dan pembukaan servix. Penipisan dan pembukaan servix ditandai
dengan adanya pengeluaran lendir dan darah sebagai tanda pemula.
7. Bloody Show (lendir disertai darah dari jalan lahir). Dengan pendataran dan
pembukaan, lendir dari canalis cervicalis keluar disertai dengan sedikit darah.
Perdarahan yang sedikit ini disebabkan karena lepasnya selaput janin pada
bagian bawah segmen bawah rahim hingga beberapa capillair darah terputus.
8. Premature Rupture of Membrane. Adalah keluarnya cairan banyak dengan
sekonyong-konyong dari jalan lahir. Hal ini terjadi akibat ketuban pecah atau
selaput janin robek. Ketuban biasanya pecah kalau pembukaan lengkap atau
hampir lengkap dan dalam hal ini keluarnya cairan merupakan tanda yang
lambat sekali. Tetapi kadang-kadang ketuban pecah pada pembukaan kecil,
malahan kadang-kadang selaput janin robek sebelum persalinan. Walaupun
demikian persalinan diharapkan akan mulai dalam 24 jam setelah air ketuban
keluar.
g. Tahapan Persalinan6,7
Kala I
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan
servix hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan kala I
berlangsung 18 – 24 jam dan terbagi menjadi dua fase yaitu fase laten dan
fase aktif.
a. Fase laten persalinan
1) Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan
dan pembukaan servix secara bertahap
2) Pembukaan servix kurang dari 4 cm
3) Biasanya berlangsung di bawah hingga 8 jam
b. Fase aktif persalinan
Fase ini terbagi menjadi 3 fase yaitu akselerasi, dilatasi maximal,
dan deselerasi
19
1) Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat
(kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi 3 kali atau
lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik
atau lebih
2) Servix membuka dari 4 ke 10 cm biasanya dengan kecepatan
1 cm atau lebih perjam hingga permbukaan lengkap (10 cm)
Terjadi penurunan bagian terendah janin
Kala II
a. Pengertian
Persalinan kala II dimulai dengan pembukaan lengkap dari serviks dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Proses ini berlangsung 2 jam pada primi dan 1
jam pada multi
1. Tanda dan gejala kala II
2. Tanda-tanda bahwa kala II persalinan sudah dekat adalah:
3. Ibu ingin meneran
4. Perineum menonjol
5. Vulva vagina dan sphincter anus membuka
6. Jumlah pengeluaran air ketuban meningkat
7. His lebih kuat dan lebih cepat 2-3 menit sekali.
8. Pembukaan lengkap (10 cm )
9. Pada Primigravida berlangsung rata-rata 1.5 jam dan multipara rata-rata 0.5
jam
10. Pemantauan Tenaga atau usaha mengedan dan kontraksi uterus Janin yaitu
penurunan presentasi janin dan kembali normalnya detak jantung bayi setelah
kontraksi
Kala III
a. Pengertian
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban
20
1. Berlangsung tidak lebih dari 30 menit
2. Disebut dengan kala uri atau kala pengeluaran plasenta
3. Peregangan Tali pusat Terkendali (PTT) dilanjutkan pemberian oksitosin
untuk kontraksi uterus dan mengurangi perdarahan
Tanda-tanda pelepasan plasenta :
1. Perubahan ukuran dan bentuk uterus
2. Uterus menjadi bundar dan uterus terdorong ke atas karena plasenta sudah
terlepas dari Segmen Bawah Rahim
3. Tali pusat memanjang
4. Semburan darah tiba tiba
21
1. Pemberian suntikan oksitosin.
2. Penegangan tali pusat terkendali.
22
menopang plasenta dengan tangan lainnya. Putar plasenta secara lembut
hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu
3. Masase Fundus Uteri.
Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri dengan tangan
kiri sedangkan tangan kanan memastikan bahwa kotiledon dan
selaput plasenta dalam keadaan lengkap. Periksa sisi maternal dan fetal.
Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk
memastikan uterus berkontraksi. Evaluasi kontraksi uterus setiap 15 menit
selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama satu jam
kedua pasca persalinan.
Kala IV
a. Pengertian
1. Dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu
2. Paling kritis karena proses perdarahan yang berlangsung
3. Masa 1 jam setelah plasenta lahir
4. Pemantauan 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta, 30
menit pada jam kedua setelah persalinan, jika kondisi ibu tidak stabil,
perlu dipantau lebih sering
5. Observasi intensif karena perdarahan yang terjadi pada masa ini
6. Observasi yang dilakukan :
a. Tingkat kesadaran penderita.
b. Pemeriksaan tanda vital.
c. Kontraksi uterus.
d. Perdarahan, dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi
400-500cc.
7 Langkah pemantaun pada kala IV
1. Kontraksi Rahim
Kontraksi dapat diketahui dengan palpasi. Setelah plasenta lahir
dilakukan pemijatan uterus untuk merangsang uterus berkontraksi.
23
Dalam evaluasi uterus yang perlu dilakukan adalah mengobservasi
kontraksi dan konsistensi uterus. Kontraksi uterus yang normal
adalah pada perabaan fundus uteri akan teraba keras. Jika tidak
terjadi kontraksi dalam waktu 15 menit setelah dilakukan
pemijatan uterus akan terjadi atonia uteri.
2. Perdarahan
Perdarahan: ada/tidak, banyak/biasa
3. Kandung kencing
Kandung kencing: harus kosong, kalau penuh ibu diminta untuk
kencing dan kalau tidak bisa lakukan kateterisasi. Kandung kemih
yang penuh mendorong uterus keatas dan menghalangi uterus
berkontraksi sepenuhnya.
4. Luka-luka: jahitannya baik/tidak, ada perdarahan/tidak Evaluasi
laserasi dan perdarahan aktif pada perineum dan vagina. Nilai
perluasan laserasi perineum. Derajat laserasi perineum terbagi atas
:
a) Derajat I
Meliputi mokosa vagina, fourchette posterior dan kulit
perineum. Pada derajat I ini tidak perlu dilakukan
penjahitan, kecuali jika terjadi perdarahan
b) Derajat II
Meliputi mokosa vagina, fourchette posterior, kulit
perineum dan otot perineum. Pada derajat II dilakukan
penjahitan dengan teknik jelujur
c) Derajat III
Meliputi mokosa vagina, fourchette posterior, kulit
perineum, otot perineum dan otot spingter ani external
d) Derajat IV
Derajat III ditambah dinding rectum anterior
24
Pada derajat III dan IV segera lakukan rujukan karena
laserasi ini memerlukan teknik dan prosedur khusus5. Uri
dan selaput ketuban harus lengkap
5. Keadaan umum ibu: tensi, nadi, pernapasan, dan rasa sakit
Keadaan Umun Ibu
a) Periksa Setiap 15 menit pada jam pertama setelah
persalinan dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah
persalinan jika kondisi itu tidak stabil pantau lebih sering
b) Apakah ibu membutuhkan minum
c) Apakah ibu akan memegang bayinya
d) Pemeriksaan tanda vital.
e) Kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri: Rasakan apakah
fundus uteri berkontraksi kuat dan berada dibawah
umbilicus.
f) Periksa fundus :
2-3 kali dalam 10 menit pertama
Setiap 15 menit pada jam pertama setelah persalinan.
Setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan
Masage fundus (jika perlu) untuk menimbulkan kontraksi
Bayi dalam keadaan baik.
25
4. Apa saja penyebab bayi tidak bernapas saat lahir?
Jawab :
1. Faktor ibu
a) Preeklampsia dan eklampsia
b) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c) Partus lama atau partus macet
d) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
a) Lilitan tali pusat
b) Tali pusat pendek
c) Simpul tali pusat
d) Prolapsus tali pusat
26
3. Faktor Bayi
a) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b) Gemeli
c) BBLR
d) Persalinan dengan tindakan (distosia bahu, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep)
e) Kelainan bawaan (kongenital)
f) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Bayi baru lahir harus dievaluasi dengan nilai APGAR. Tabel tersebut
dapat untuk menentukan tingkat atau derajat asfiksia, apakah ringan, sedang,
atau asfiksia berat. Menurut Prawirohardjo, klasifikasi klinik nilai APGAR
adalah sebagai berikut:6
27
lebih dari 100 x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
refleks iritabilitas tidak ada.
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai APGAR 7-10).
5. Apa kriteria bayi harus diresusitasi dan bagaimana cara melakukannya?
Jawab :
Aspek yang perlu diperhatikan pada bayi yang baru lahir, antara lain apakah
bayi lahir cukup bulan, bagaimana kekuatan otot bayi, dan apakah bayi
menangis dan mampu bernapas saat dilahirkan. Jika bayi tidak memenuhi
aspek tersebut, maka bayi mungkin perlu mendapatkan resusitasi. Di samping
itu, ada beberapa faktor risiko lain yang menyebabkan bayi baru lahir
mungkin memerlukan resusitasi, yaitu:
28
a) Langkah awal stabilisasi (memberikan kehangatan, membersihkan
jalan napas jika diperlukan, mengeringkan, merangsang
b) Ventilasi
c) Kompresi dada
d) Pemberian epinefrin dan/atau cairan penambah volume
29
5. Rasio kompresi dada dan ventilasi tetap 3:1 untuk neonatus kecuali jika
diketahui adanya penyebab jantung. Pada kasus ini rasio lebih besar dapat
dipertimbangkan.
6. Terapi hipotermia dipertimbangkan untuk bayi yang lahir cukup bulan
atau mendekati cukup bulan dengan perkembangan kearah terjadinya
ensefalopati hipoksik iskemik sedang atau berat, dengan protokol dan
tindak lanjut sesuai panduan.
7. Penghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak jantung
selama 10 menit. Banyak faktor ikut berperan dalam keputusan
melanjutkan resusitasi setelah 10 menit.
8. Penjepitan talipusat harus ditunda sedikitnya sampai satu menit untuk bayi
yang tidak membutuhkan resusitasi. Bukti tidak cukup untuk
merekomendasikan lama waktu untuk penjepitan talipusat pada bayi yang
memerlukan resusitasi.
- Langkah Awal
Langkah awal resusitasi ialah memberikan kehangatan dengan
meletakkan bayi di bawah pemancar panas, memposisikan bayi pada posisi
menghidu/sedikit tengadah untuk membuka jalan napas, membersihkan jalan
napas jika perlu, mengeringkan bayi, dan stimulasi napas.
Membersihkan jalan napas:
a. Jika cairan amnion jernih.
Pengisapan langsung segera setelah lahir tidak dilakukan secara rutin,
tetapi hanya dilakukan bagi bayi yang mengalami obstruksi napas dan yang
memerlukan VTP.
b. Jika terdapat mekonium.
Bukti yang ada tidak mendukung atau tidak menolak dilakukannya
pengisapan rutin pada bayi dengan ketuban bercampur mekonium dan bayi
tidak bugar atau depresi. Tanpa penelitian (RCT), saat ini tidak cukup data
untuk merekomendasikan perubahan praktek yang saat ini dilakukan. Praktek
30
yang dilakukan ialah melakukan pengisapan endotrakeal pada bayi dengan
pewarnaan mekonium yang tidak bugar. Namun, jika usaha intubasi perlu
waktu lama dan/atau tidak berhasil, ventilasi dengan balon dan sungkup
dilakukan terutama jika terdapat bradikardia persisten.
- Menilai kebutuhan oksigen dan pemberian oksigen
Tatalaksana oksigen yang optimal pada resusitasi neonatus menjadi
penting karena adanya bukti bahwa baik kekurangan ataupun kelebihan
oksigen dapat merusak bayi. Persentil oksigen berdasarkan waktu dapat
dilihat pada gambar algoritma.
Penggunaan oksimetri nadi (pulse oximetry) direkomendasikan jika:
1. Resusitasi diantisipasi
2. VTP diperlukan lebih dari beberapa kali napas
3. Sianosis menetap
4. Oksigen tambahan diberikan.
- Pemberian oksigen tambahan
Target saturasi oksigen dapat dicapai dengan memulai resusitasi
dengan udara atau oksigen campuran (blended oxygen) dan dilakukan titrasi
konsentrasi oksigen untuk mencapai SpO2 sesuai target. Jika oksigen
campuran tidak tersedia, resusitasi dimulai dengan udara kamar. Jika bayi
bradikardia (kurang dari 60 per menit) setelah 90 detik resusitasi dengan
oksigen konsentrasi rendah, konsentrasi oksigen ditingkatkan sampai 100%
hingga didapatkan frekuensi denyut jantung normal.
- Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
Jika bayi tetap apnu atau megap-megap, atau jika frekuensi denyut
jantung kurang dari 100 per menit setelah langkah awal resusitasi, VTP
dimulai.
- Pernapasan awal dan bantuan ventilasi
Bantuan ventilasi harus diberikan dengan frekuensi napas 40 – 60 kali
per menit untuk mencapai dan mempertahankan frekuensi denyut jantung
31
lebih dari 100 per menit. Penilaian ventilasi awal yang adekuat ialah
perbaikan cepat dari frekuensi denyut jantung.
- Tekanan akhir ekspirasi
Banyak ahli merekomendasikan pemberian continuous positive airway
pressure (CPAP) pada bayi yang bernapas spontan tetapi mengalami kesulitan
setelah lahir. Penggunaan CPAP ini baru diteliti pada bayi prematur. Untuk
bayi cukup bulan dengan gawat napas, tidak ada cukup bukti untuk
mendukung atau tidak mendukung penggunaan CPAP di ruang bersalin.
- Alat untuk ventilasi
Alat untuk melakukan VTP untuk resusitasi neonatus adalah Balon
Tidak Mengembang Sendiri (balon anestesi), Balon Mengembang Sendiri,
atau T-piece resuscitator. Laryngeal Mask Airway (LMA; sungkup larings)
disebutkan dapat digunakan dan efektif untuk bayi >2000 gram atau ≥34
minggu. LMA dipertimbangkan jika ventilasi dengan balon sungkup tidak
berhasil dan intubasi endotrakeal tidak berhasil atau tidak mungkin. LMA
belum diteliti untuk digunakan pada kasus air ketuban bercampur mekonium,
pada kompresi dada, atau untuk pemberian obat melalui trakea.
- Pemasangan intubasi endotrakeal
Indikasi intubasi endotrakeal pada resusitasi neonatus ialah:
1. Pengisapan endotrakeal awal dari bayi dengan mekonium dan tidak bugar.
2. Jika ventilsi dengan balon-sungkup tidak efektif atau memerlukan waktu
lama.
3. Jika dilakukan kompresi dada.
4. Untuk situasi khusus seperti hernia diafragmatika kongenital atau bayi
berat lahir amat sangat rendah.
- Kompresi dada
Indikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut jantung kurang dari
60 per menit setelah ventilasi adekuat dengan oksigen selama 30 detik. Untuk
neonatus, rasio kompresi:ventilasi tetap 3:1. Pernapasan, frekuensi denyut
32
jantung, dan oksigenasi harus dinilai secara periodik dan kompresi – ventilasi
tetap dilakukan sampai frekuensi denyut jantung sama atau lebih dari 60 per
menit.
- Medikasi
Obat-obatan jarang digunakan pada resusitasi bayi baru lahir. Namun,
jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60 per menit walaupun telah
diberikan ventilasi adekuat dengan oksigen 100% dan kompresi dada,
pemberian epinefrin atau pengembang volume atau ke duanya dapat
dilakukan.
- Epinefrin
Epinefrin direkomendasikan untuk diberikan secara intravena dengan
dosis intrvena 0,01 – 0,03 mg/kg. Dosis endotrakeal 0,05 – 1,0 mg/kg dapat
dipertimbangkan sambil menunggu akses vena didapat, tetapi efektifitas cara
ini belum dievaluasi. Konsentrasi epinefrin yang digunakan untuk neonatus
ialah 1:10.000 (0,1 mg/mL).
- Pengembang volume
Pengembang volume dipertimbangkan jika diketahui atau diduga
kehilangan darah dan frekuensi denyut jantung bayi tidak menunjukkan
respon adekuat terhadap upaya resusitasi lain. Kristaloid isotonik atau darah
dapat diberikan di ruang bersalin. Dosis 10 mL/kg, dapat diulangi.
- Perawatan pasca resusitasi
Bayi setelah resusitasi dan sudah menunjukkan tanda-tanda vital
normal, mempunyai risiko untuk perburukan kembali. Oleh karena itu setelah
ventilasi dan sirkulasi adekuat tercapai, bayi harus diawasi ketat dan antisipasi
jika terjadi gangguan.
- Nalokson
Nalokson tidak diindikasikan sebagai bagian dari usaha resusitasi awal
di ruang bersalin untuk bayi dengan depresi napas.
33
- Glukosa
Bayi baru lahir dengan kadar glukosa rendah mempunyai risiko yang
meningkat untuk terjadinya perlukaan (injury) otak dan akibat buruk setelah
kejadian hipoksik iskemik. Pemberian glukosa intravena harus
dipertimbangkan segera setelah resusitasi dengan tujuan menghindari
hipoglikemia.
- Hipotermia untuk terapi
Beberapa penelitian melakukan terapi hipotermia pada bayi dengan
umur kehamilan 36 minggu atau lebih, dengan ensefalopatia hipoksik iskemik
sedang dan berat. Hasil penelitian ini menunjukkan mortalitas dan gangguan
perkembangan neurologik yang lebih rendah pada bayi yang diberi terapi
hipotermia dibanding bayi yang tidak diberi terapi hipotermia. Penggunaan
cara ini harus menuruti panduan yang ketat dan dilakukan di fasilitas yang
memadai.
- Penghentian resusitasi
Penghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak
jantung selama 10 menit. Banyak faktor ikut berperan dalam keputusan
melanjutkan resusitasi setelah 10 menit.
34
35
6. Jelaskan mengenai skor APGAR!
Jawab :
APGAR SKOR10,11
Skor Apgar menyediakan metode yang telah diakui dan tepat untuk
melaporkan status bayi yang baru lahir segera setelah lahir dan respon
terhadap resusitasi jika diperlukan. Skor Apgar saja tidak dapat dianggap
bukti atau akibat dari asfiksia, tidak pula untuk memprediksi mortalitas
neonatal atau keadaan neurologis.
Nilai APGAR pertama kali diperkenalkan oleh dokter anastesi yaitu
dr. Virginia APGAR pada tahun 1952 yang mendesain sebuah metode
penilaian cepat untuk menilai keadaan klinis bayi baru lahir pada usia 1 menit,
yang dinilai terdiri atas 5 komponen, yaitu frekwensi jantung (pulse), usaha
nafas (respiration), tonus otot (activity), refleks pada ransangan (grimace) dan
warna kulit (appearance), yang masing-masing diberi skor 0, 1, atau 2. Skor
tersebut dilaporkan pada 1 menit dan 5 menit setelah lahir untuk semua bayi,
dan pada interval 5 menit setelah itu sampai 20 menit untuk bayi dengan skor
kurang dari 7. Nilai APGAR diukur pada menit pertama dan kelima setelah
kelahiran. Pengukuran pada menit pertama digunakan untuk menilai
bagaimana ketahanan bayi melewati proses persalinan. Pengukuran pada
menit kelima menggambarkan sebaik apa bayi dapat bertahan setelah keluar
dari rahim ibu.
Skor Apgar yang tetap 0 setelah melampaui 10 menit dari waktu yang
memungkinkan, bagaimanapun, berguna dalam menentukan apakah upaya
resusitasi terus dilanjutkan karena sangat sedikit bayi dengan skor Apgar 0
pada 10 menit yang dilaporkan dapat bertahan hidup dengan hasil neurologis
normal. Sejalan dengan ini, pedoman Program Resusitasi Neonatus tahun
36
2011 menyatakan bahwa “jika Anda dapat mengkonfirmasi bahwa tidak ada
detak jantung yang terdeteksi selama setidaknya 10 menit, penghentian upaya
resusitasi mungkin tepat”.
Skor Apgar mengekspresikan kondisi fisiologis bayi pada satu titik
waktu, yang meliputi komponen subjektif. Ada banyak faktor yang dapat
mempengaruhi skor Apgar, termasuk sedasi ibu atau anestesi, cacat bawaan,
usia kehamilan, trauma, dan variabilitas interobserver. Selain itu, gangguan
biokimia harus signifikan sebelum skor dipengaruhi. Elemen skor seperti
tonus otot, warna kulit, dan refleks lekas marah bisa subjektif, dan sebagian
tergantung pada kematangan fisiologis bayi. Skor tersebut juga dapat
dipengaruhi oleh variasi dalam transisi normal. Sebagai contoh, pada saturasi
oksigen yang lebih rendah dalam beberapa menit pertama tidak perlu meminta
pemberian oksigen tambahan langsung; target Program Resusitasi Neonatus
untuk saturasi oksigen 60-65% pada 1 menit dan 80-85% pada 5 menit. Bayi
prematur yang sehat dengan tidak ada bukti asfiksia dapat menerima skor
rendah hanya karena ketidakdewasaan.
Kriteria APGAR
Warna Seluruh badan warna kulit tubuh warna kulit tubuh, Appearance
Kulit biru atau normal merah tangan, dan kaki
Pucat muda, tetapi normal merah
tangan dan kaki muda, tidak ada
Kebiruan Sianosis
Denyut tidak ada <100 kali atau >100 kali atau Pulse
Jantung Menit Menit
Respon tidak ada meringis atau meringis atau Grimace
Reflek Respons menangis lemah bersin atau batuk
Terhadap ketika distimulasi saat stimulasi
Stimulasi saluran napas
Tonus lemah atau sedikit gerakan bergerak aktif Activity
37
Otot tidak ada
Pernafas tidak ada lemah atau tidak menangis kuat, Respiration
An Teratur pernapasan baik
dan teratur
1. Appearance (warna kulit) : Menilai kulit bayi. Nilai 2 jika warna kulit
seluruh tubuh bayi kemerahan, nilai 1 jika kulit bayi pucat pada bagian
ekstremitas , dan nilai 0 jika kulit bayi pucat pada seluruh badan (Biru
atau putih semua).
2. Pulse (denyut jantung) : Untuk mengetahui denyut jantung bayi, dapat
dilakukan dengan meraba bagian atas dada bayi di bagian apeks
dengan dua jari atau dengan meletakkan stetoskop pada dada bayi.
Denyut jantung dihitung dalam satu menit, caranya dihitung 15 detik,
lalu hasilnya dikalikan 4 sehingga didapat hasil total dalam 60 detik.
Jantung yang sehat akan berdenyut di atas 100 kali per menit dan
diberi nilai 2. Nilai 1 diberikan pada bayi yang frekuensi denyut
jantungnya di bawah 100 kali per menit . Sementara bila denyut
jantung tak terdeteksi sama sekali maka nilainya 0.
3. Grimace (respon reflek) : Ketika selang suction dimasukkan ke dalam
lubang hidung bayi untuk membersihkan jalan nafasnya akan terlihat
bagaimana reaksi bayi. Jika ia menarik, batuk, ataupun bersin saat di
stimulasi, itu pertanda responnya terhadap rangsangan bagus dan
mendapat nilai 2. Tapi jika bayi hanya meringis ketika di stimulasi, itu
berarti hanya mendapat nilai 1 dan jika bayi tidak ada respon terhadap
stimulasi maka diberi nilai 0.
4. Activity (tonus otot) : Hal ini dinilai dari gerakan bayi. Bila bayi
menggerakkan kedua tangan dan kakinya secara aktif dan spontan
begitu lahir, artinya tonus ototnya bagus dan diberi nilai 2. Tapi jika
bayi dirangsang ekstermitasnya ditekuk, nilainya hanya 1. Bayi yang
lahir dalam keadaan lunglai atau terkulai dinilai 0.
38
5. Respiration (pernapasan) : Kemampuan bayi bernafas dinilai dengan
mendengarkan tangis bayi. Jika ia langsung menangis dengan kuat
begitu lahir, itu tandanya paru-paru bayi telah matang dan mampu
beradaptasi dengan baik. Berarti nilainya 2. Sedangkan bayi yang
hanya merintih rintih, nilainya 1. Nilai 0 diberikan pada bayi yang
terlahir tanpa tangis (diam). Neonatal Encephalopathy and Neurologic
Outcome, edisi kedua, yang diterbitkan pada tahun 2014 oleh College
bekerjasama dengan AAP, mendefinisikan 5 menit Apgar skor 7-10
sebagai Reassuring, skor 4-6 sebagai Moderately Abnormal, dan skor
0-3 sebagai Low.
Dalam rahim ibu, bayi berada pada suhu lingkungan yang optimal
yaitu 36,5-37,5 derajat Celsius, sesuai dengan suhu tubuh ibunya. Sesaat
setelah dilahirkan, bayi akan berada pada suhu yang lebih rendah dari suhu
tubuh ibunya, sehingga berisiko untuk terjadi hipotermia (suhu tubuh rendah).
Hipotermia dapat menyebabkan terjadinya berbagai gejala seperti
hipoglikemia (gula darah rendah), gangguan pernafasan, lemas atau gelisah,
kejang, dan sesak napas. Untuk menghindari terjadinya hipotermia, letakkan
bayi pada dada ibu sehingga terjadi kontak antara kulit ibu dan kulit bayi
(perawatan metode kanguru). Metode ini sangat baik untuk menghangatkan
39
bayi secara alamiah. Suhu kulit ibu akan menghangatkan bayi lebih cepat dan
menjaga suhu bayi tetap stabil.
Pada situasi tertentu bila bayi tidak bugar atau kondisi bayi setelah
dilahirkan belum stabil, terkadang IMD tidak dapat dilakukan karena bayi
harus segera mendapat perawatan lebih lanjut. Jika hal ini terjadi, ibu tidak
perlu putus asa. Ibu tetap dapat sukses menyusui dengan memerah ASI selama
bayi belum dapat menyusu secara langsung.
2. Rawat gabung
40
Rawat gabung adalah perawatan bayi dalam kamar yang sama dengan
ibu pada hari-hari pertama setelah persalinan, dan dilanjutkan setelah ibu dan
bayi pulang ke rumah. Rawat gabung bermanfaat untuk mendukung
keberhasilan ASI eksklusif karena bayi dapat menyusu langsung tanpa
dijadwal dan ibu akan mudah mengenali tanda-tanda lapar pada bayi. Hal ini
dapat mencegah terjadinya payudara bengkak, mengurangi risiko kuning,
mencegah penurunan berat badan yang berlebihan, bayi lebih tenang,
mengurangi risiko infeksi dan depresi pada ibu pasca persalinan serta
meningkatkan rasa percaya diri ibu untuk merawat bayi.
8. Apa hubungan riwayat kehamilan dan catatan Ibu sekarang dengan keadaan
bayi saat ini?
Jawab :
41
6. Masalah kesehatan bayi saat dalam kandungan tidak diketahui
dikarenakan riwayat ANC yang tidak teratur
7. Ketuban pecah 24 jam, dan tidak ada demam menandakan bahwa ibu
tidak mempunyai infeksi selama kehamilan.
8. TORCH (-) , HbSAG (-), gula darah normal.
9. Diberi ASI Ekslusif, namun memang ASI ibu belum keluar adekuat
yang membuat bayi kuning keesokan paginya dikarenakan mendapatkan
jumlah ASI yang sedikit.
Hal ini akan sangat membantu mendiagnosa, serta menyingkirkan
diagnosis banding. ANC yang tidak teratur marupakan faktor resiko terjadinya
asfiksia saat ini, karena hal ini dapat di prediksi saat bayi masih dalam
kandungan ibunya. Ketika ANC dapat dinilai apakah kondisi kehamilan
hipoksia atau tidak yang kemungkinan dapat berlanjut menjadi asfiksia ketika
bayii tersebut lahir.
Sel darah merah pada neonatus berumur sekitar 70-90 hari, lebih
pendek dari pada sel darah merah orang dewasa, yaitu 120 hari. Secara normal
pemecahan sel darah merah akan menghasilkan heme dan globin. Heme akan
dioksidasi oleh enzim heme oksigenase menjadi bentuk biliverdin (pigmen
hijau). Biliverdin bersifat larut dalam air. Biliverdin akan mengalami proses
degradasi menjadi bentuk bilirubin. Satu gram hemoglobin dapat
memproduksi 34 mg bilirubin. Produk akhir dari metabolisme ini adalah
42
bilirubin indirek yang tidak larut dalam air dan akan diikat oleh albumin
dalam sirkulasi darah yang akan mengangkutnya ke hati . Bilirubin indirek
diambil dan dimetabolisme di hati menjadi bilirubin direk.
Bilirubin direk akan diekskresikan ke dalam sistem bilier oleh
transporter spesifik. Setelah diekskresikan oleh hati akan disimpan di kantong
empedu berupa empedu. Proses minum akan merangsang pengeluaran
empedu ke dalam duodenum. Bilirubin direk tidak diserap oleh epitel usus
tetapi akan dipecah menjadi sterkobilin dan urobilinogen yang akan
dikeluarkan melalui tinja dan urin. Sebagian kecil bilirubin direk akan
didekonjugasi oleh β-glukoronidase yang ada pada epitel usus menjadi
bilirubin indirek. Bilirubin indirek akan diabsorpsi kembali oleh darah dan
diangkut kembali ke hati terikat oleh albumin ke hati, yang dikenal dengan
sirkulasi enterohepatik.10
43
gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan
hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.
Klasifikasi:10
a) Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari
ketiga serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai
potensi menjadi karena ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
1. Timbul pada hari kedua dan ketiga
2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup
bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
b) Ikterus patologis
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau
kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
Adapun tanda-tandanya sebagai berikut :
1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan.
3. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
5. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
Etiologi:
44
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum
dapat dibagi:
45
menyusu. Pada beberapa bayi dapat terjadi gangguan menghisap. Hal ini
mengakibatkan proses pengosongan ASI menjadi tidak efektif. ASI yang
tertinggal di dalam payudara ibu akan menimbulkan umpan balik negatif
sehingga produksi ASI menurun. Gangguan menyusui pada ibu dapat terjadi
preglandular (defisiensi serum prolaktin, retensi plasenta), glandular (jaringan
kelenjar mammae yang kurang baik, riwayat keluarga, post mamoplasti
reduksi), dan yang paling sering gangguan postglandular (pengosongan ASI
yang tidak efektif).
46
prematur akan lebih berat ikterusnya). Penyebab BMJ belum jelas, beberapa
faktor diduga telah berperan sebagai penyebab terjadinya BMJ. Breastmilk
jaundise diperkirakan timbul akibat terhambatnya uridine
diphosphoglucoronic acid glucoronyl transferase (UDPGA) oleh hasil
metabolisme progesteron yaitu pregnane-3-alpha 20 beta-diol yang ada dalam
ASI ibu-ibu tertentu. Pendapat lain menyatakan hambatan terhadap fungsi
glukoronid transferase di hati oleh peningkatan konsentrasi asam lemak bebas
yang tidak di esterifikasi dapat juga menimbulkan BMJ. Faktor terakhir yang
diduga sebagai penyebab BMJ adalah peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Kondisi ini terjadi akibat (1) peningkatan aktifitas beta-glukoronidase dalam
ASI dan juga pada usus bayi yang mendapat ASI, (2) terlambatnya
pembentukan flora usus pada bayi yang mendapat ASI serta (3) defek
aktivitas uridine diphosphateglucoronyl transferase (UGT1A1) pada bayi yang
homozigot atau heterozigot untuk varian sindrom Gilbert.
1. Makanan Ibu
Pada dasarnya, makanan yang dikonsumsi oleh ibu menyusui tidak
secara langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah air susu yang
dihasilkan. Tetapi, jika makanan ibu terus-menerus tidak mengandung
cukup zat gizi yang diperlukan maka tentu kelenjar-kelenjar pembuat
47
ASI tidak akan dapat bekerja dengan sempurna sehingga berpengaruh
pada produksi ASI.
2. Frekuensi Pemberian Susu
Semakin sering bayi menyusui, maka produksi dan pengeluaran ASI
akan semakin banyak. Akan tetapi, frekuensi menyusui pada bayi
prematur dan cukup bulan berbeda. Menyusui bayi paling sedikit 8 kali
per hari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusunan
berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar
payudara (Rukiyah, 2011).
3. Berat Lahir Bayi
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) mempunyai kemampuan menghisap
ASI yang lebih rendah dibanding dengan bayi yang berat lahir normal.
Kemampuan menghisap lebih rendah akan mempengaruhi stimulasi
hormone prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI.
4. Umur Kehamilan Saat Melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi produksi ASI. Hal ini
dikarenakan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34
minggu) sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif
sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak
prematur. Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi prematur dapat
disebabkan oleh berat badan yang rendah dan belum sempurnanya
fungsi organnya (Khamzah, 2012).
5. Ketenangan Jiwa dan Fikiran
Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan ibu yang selalu
dalam keadaan tertekan, sedih, kurang percaya diri dan ketegangan
emosional akan menurunkan volume ASI bahkan tidak akan terjadi
produksi ASI. Untuk memproduksi ASI yang baik harus dalam keadaan
tenang (Ambarwati, 2009).
6. Konsumsi Rokok dan Konsumsi Alkohol
48
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu
hormone prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan
menstimulasi pelepasan adrenalin dimana andrenalin akan menghambat
pelepasan oksitosin. Meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi
dapat membuat ibu merasa lebih rileks sehingga membantu proses
pengeluaran ASI disisi lain etanol dapat menghambat produksi oksitosin
( Rukiyah, 2011).
7. Penggunaan Alat Kontrasepsi
Ibu yang menyusui tidak dianjurkan menggunakan alat kontrapsepsi
berupa pil yang mengandung hormon estrogen karena dapat mengurangi
dan menghentikan jumlah produksi ASI. Sebaiknya, ibu menggunakan
KB alamiah, kondom, dan IUD daripada menggunakan KB hormonal
seperti pil, suntik, implan. Adapun alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR) dapat merangsang uterus ibu dan meningkatkan kadar hormon
oksitosin, yaitu hormon yang dapat merangsang produksi ASI
(Prasetyono, 2012).
8. Perawatan Payudara
Perawatan payudara bermanfaat merangsang payudara sehingga
memengaruhi hifofise untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan
oksitosin.
49
65% dari bayi baru lahir menderita ikterus pada minggu pertama setelah lahir
dan sekitar 1% dari bayi baru lahir mengalami ikterus hingga dapat
mengancam nyawa atau yang disebut juga sebagai kernikterus.
Pada orang-orang dengan ras Asia ditemukan lebih sering mengalami
ikterus neonatorus dengan kadar bilirubin > 12 mg/dL dibandingkan ras kulit
putih dan negro. Pada bayi-bayi premature terjadi peningkatan angka kejadian
ikterus neonatorum dibandingkan dengan bayi-bayi yang cukup bulan.
Tanda-tanda terjadinya ikterus neonatorum yang bersifat fisiologis:16
1. Gejala kuning muncul pertama kali lebih dari 24 jam setelah lahir;
2. Kenaikan kabar bilirubin < 5 mg/dL;
3. Puncak dari kenaikan kadar bilirubin muncul di hari ke 3-5 dengan
kadar bilirubin < 15 mg/dL;
4. Gejala kuning yang muncul menghilang dalam waktu 1 minggu untuk
bayi cukup bulan dan 2 minggu pada bayi yang premature atau kurang
bulan.
Apabila kuning yang muncul selain dari kriteria yang ada di atas,
maka dimasukkan ke dalam tipe ikterus neonatorum yang
bersifat patologis sehingga perlu eveluasi dan pemeriksaan yang lebih lanjut.
Pemeriksaan yang dilakukan berguna untuk mengatahui penyebab dari ikterus
patologis tersebut, contoh pemeriksaan yang dapat dilakukan :
1. Kadar bilirubin serial atau diperiksa berulang-ulang sehingga dapat
dipantau kenaikan kada bilirubinnya. Apabila kadar tinggi dapat segera
diambil tindakan;
2. Golongan darah dan rhesus dari ibu dan bayi. Sering terjadi ikterus karena
golongan darah atau rhesus ibu dan bayi tidak sesuai;
3. Tes Coomb;
4. Hapusan darah tepi untuk mengetahui bentuk dari sel darah merah;
5. Pemeriksaan darah lengkap untuk mengevaluasi kemungkinan infeksi.
50
DAFTAR PUSTAKA
51
6. Asuhan kebidanan persalinan dan BBL komprehensif. Badan PPSDM
kesehatan. Diunduh dari : bppsdmk.kemkes.go.id
7. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
8. Wyllie J, et al. Part 11: Neonatal Resuscitation. 2010 International Consensus
on Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care
Science with Treatment Recommendations. Resuscitation 2010;81S:e260-
e287.
9. Kattwinkel J et al. Special Report Neonatal Resuscitation: 2010 American
Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Pediatrics 2010;126:e1400-e1413
10. Arvin BK,Nelson. Ilmu kesehatan anak. Volume ke-1. Edisi ke-15. EGC:
Jakarta. 2000
11. The Apgar score. Committee Opinion No. 644. American College of
Obstetricians and Gynecologists. Obstet Gynecol 2015;126:e52–5.
12. Ikatan dokter Anak Indonesia (IDAI) 2015.
13. Nif’ah Ayun. Pengaruh pemberian asi terhadap perkembangan anak usia 6 –
12 bulan di RW 04 Desa Sambibulu Kecamatan Taman Sidoarjo. Jurnal
Unusa. 2008.
14. Rohsiswatmo, Rinawati. 2013. Indikasi Terapi Sinar pada Bayi Menyusui
yang Kuning. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Available from
ww.idai.or.id/artikel/klinik/asi/indikasi-terapi-sinar-pada-bayi-menyusui-
yang-kuning
15. Ullah, S., Rahman, K. & Hedayati, M. Hyperbilirubinemia in Neonates:
Types, Causes, Clinical Examinations, Preventive Measures and Treatments:
A Narrative Review Article. Iran. J. Public Health 45, 558–68 (2016).
16. Irawanti, TP. Ikterik Neonatorum. [Diakses pada tanggal 01 April 2019]
melalui URL: http://www.kerjanya.net/faq/4653-ikterus-neonatorum.html
52
53