Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN TUTORIAL

BLOK PEDIATRI SKENARIO 1

BAYIKU...

KELOMPOK 19
ALIFA HANIF AULIA G0013018
AMALIA NOVIA RIZQIKA G0013022
ANNISA HASANAH G0013032
CINDANA NURHAYATI H. G0013066
DITA PURNAMA ASBIANTARI G0013076
GYANITA WINDY HERFINA G0013104
HENDRI SETIAWAN G0013110
INAYAH HAPSARI G0013118
LUTFIR RAHMAN TARIS G0013142
M. SALSABIL LASARIK G0013162
RATIH AYU OKI PRASIWI G0013194
YUZANA MAUNG G0013248

Tutor : Briandani Subariyanti, dr.,


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
TAHUN 2016

I
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... I


DAFTAR ISI ........................................................................................ II
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
BAB II DISKUSI DAN PEMBAHASAN
LANGKAH 1 ........................................................................... 2
LANGKAH 2 ........................................................................... 3
LANGKAH 3 ........................................................................... 4
LANGKAH 4 ........................................................................... 12
LANGKAH 5 ........................................................................... 12
LANGKAH 6 ........................................................................... 13
LANGKAH 7 ........................................................................... 13
BAB III SIMPULAN ............................................................................. 28
BAB IV SARAN ................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 30

II
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO 1
Bayiku...
Seorang ibu G2P1A0 berusia 26 tahun dengan usia kehamilan 39 minggu
melahirkan seorang bayi perempuan dengan berat 3,2 kg, panjang 47 cm secara
spontan, warna ketuban jernih, tidak ada mekoneum.
Saat bayi lahir didapatkan bayi tidak bernafas, tonus otot kurang baik.
Setelah dilakukan resusitasi sampai dengan pemberian ventilasi tekanan positif
didapatkan bayi bernafas spontan, tidak ada retraksi, denyut jantung 100 x/menit.
Skor Apgar 5-7-10.
Dari anamnesis riwayat kehamilan didapatkan ANC tidak teratur, ketuban
pecah 24 jam, tidak ada demam sebelum melahirkan. Catatan kesehatan ibu
menunjukkan bahwa tanda vital ibu normal, pemeriksaan TORCH negatif, HbsAg
negatif, gula darah normal. Selanjutnya bayi dan ibunya dibawa ke ruang
perawatan untuk dirawat gabung dan diberikan ASI oleh ibu.

BAB II
DISKUSI DAN PEMBAHASAN

1. Langkah I. Membaca skenario dan memahami pengertian


beberapa istilah dalam skenario.
a. G2P1A0 : hamil dua kali, melahirkan satu kali, abortus
nol kali
b. Ketuban : cairan bening kekuningan dalam lingkungan janin selama
dalam kandungan di kantung ketuban.
c. Mekoneum : Bahan berlendir berwarna hijau tua di dalam usus
bayi cukup bulan, merupakan campuran dari sekresi hati, kelenjar
usus, dan cairan amnion.

1
d. Resusitasi : memulihkan kehidupan pada orang
yang sudah nampak mati dengan melakukan pemijatan
jantung atau inisiasi pernapasan
e. Ventilasi tekanan + : bagian resusitasi untuk memasukkan sejumlah
udara ke dalam paru dengan tekanan positif yang memadai untuk
membuka alveoli paru sehingga bayi bisa bernapas spontan secara
teratur.
f. Skor APGAR : metode penilaian kesehatan neonatus pada
menit ke 1, 5, 10, dan 15
g. Retraksi : tertarik ke dalam
h. ANC : merupakan singkatan dari ante natal care. Ante
natal care merupakan perawatan yang dilakukan atau diberikan kepada
ibu hamil sampai saat persalinan. (kuliah dr.asih tahun lalu)
i. TORCH : TORCH adalah istilah untuk menggambarkan
gabungan dari empat jenis penyakit infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus, dan Herpes. Keempat jenis penyakti infeksi ini,
sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil.
j. HbsAg (-) : Negatif virus Hepatitis B di permukaan sel
k. Rawat gabung : cara perawatan dimana ibu dan bayi
digabung selama 24 jam
l. Tonus otot : kontraksi otot yang ringan dan terus-menerus pada
otot rangka untuk membantu mempertahankan postur, dan
pengembalian darah ke jantung.

2. Langkah II. Menentukan atau mendefinisikan permasalahan


1. Bagaimana antopometri normal dari bayi (berat badan, dan tinggi
badan) ?
2. Bagaimana proses embriologi ?
3. Bagaimana pembentukan air ketuban ?
4. Apa saja macam-macam ait ketuban berdasar warna dan bentuknya
kemudian apa interpretasinya ?

2
5. Apa penyebab sulit bernapas dan tonus otot berkurang ?
6. Bagaimana mekanisme adaptasi pada neonatus dari dalam tubuh ibu ke
luar tubuh ibu ?
7. Bagaimana proses resusitasi pada neonatus ?
8. Bagaimana cara penilaian APGAR dan tatalaksananya jika APGAR
score jelek ?
9. Apa hubungan usia kehamilan, usia ibu, dan paritas ibu pada kelahiran
bayi ?
10. Bagaimanan ANC yang baik ?
11. Apa saja penyebab air ketuban pecah kemudian bagaiaman kalau
pecah sudah 24 jam ?
12. Bagaimana penanganan pecah ketuban menurut durasi onset pecah ?
13. Bagaimana cara kerja resusitasi pada bayi ?
14. Bagaimana penilaian bayi baru lahir dan manajemen perawatannya ?
15. Apa tujuan, indikasi, dan kontrainsikasi rawat gabung ?
16. Apa manfaat ASI dan bagaimana cara pemberian ASI jika belum
keluar ?
17. Bagimana cara kerja pemeriksaan TORCH ?
18. Bagaimana kondisi bayi jika ibu memiliki gula darah tinggi dan
HbsAg (+) ?
19. Bagaimana interpretasi jika ditemukan mekoneum pada kelahiran
bayi ?
20. Apa penyebab APGAR score jelek ?
21. Bagaimanan interpretasi denyut jantung 100x/ menit pada bayi ?

3. Langkah III. Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan


sementara mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah 2).

1. Antopometri anak usia 0 bulan


a. Laki-laki
Berat badan : 2,5 - 4,4 kg
Panjang badan : 46,1 - 53,7 cm

3
b. Perempuan
Berat badan : 2,4 - 4,2 kg
Panjang badan : 45,4 - 52,9 cm
(Kemenkes RI, 2010)

2. Embriologi fetus
Usia gestasi Organ
6 Pembentukan hidung, dagu, palatum, dan tonjolan paru.
Jari-jari telah berbentuk namun masih tergenggam. Jantung
telah terbentuk penuh
7 Mata tampak pada muka. Pembentukan alis dan lidah
8 Mirip bentuk manusia, mulai pembentukan genitalia
eksterna. Sirkulai melalui tali pusat dimulai. Tulang mulai
terbentuk
9 Kepala meliputi separuh besar janin, terbentuk muka janin,
kelopak mata terbentuk namun tak akan membuka sampai
minggu 28
13-16 Janin berukuran 15 cm. Ini merupakan awal dari trimester
kedua. Kulit janin masih transparan, telah mulai tumbuh
lanugo (rambut janin). Janin bergerak aktif yaitu menghisap
dan menelan air ketuban. Telah terbentuk mekonium dalam
usus. Jantung berdenyut 120-150 kali/menit
17-24 Komponen mata terbentuk penuh, juga sidik jari. Seluruh
tubuh diliputi oleh verniks kaseosa (lemak). Janin
mempunyai refleks
25-28 Saat ini disebut permulaan trimester ketiga, dimana
terdapat perkembangan otak yang cepat. Sistem saraf
mengendalikan gerakan dan fungsi tubuh, mata sudah
membuka. Kelangsungan hidup pada periode ini sangat
sulit bila lahir
29-32 Bila bayi dilahirkan, ada kemungkinan untuk hidup (50-
70%). Tulang telah terbentuk sempurna, gerakan napas
telah reguler, suhu relatif stabil
33-36 Berat janin 1500-2500 gram. Bulu kulit janin (lanugo)
mulai berkurang, pada saat 35 minggu paru telah matur.

4
Janin akan dapat hidup tanpa kesulitan
38-40 Sejak 38 minggu kehamilan disebut aterm, dimana bayi
akan meliputi seluruh uterus. Air ketuban mulai berkurang
tetapi masih dalam batas normal
Tabel Perkembangan fungsi organ janin (Prawirohardjo, 2010)

3. Pembentukan air ketuban


Pada usia 26 minggu kehamilan, enzim pada janin sudah mulai terbentuk
meski amylase baru nyata pada periode neonatal. Janin meminum air ketuban dan
akan tampak gerak peristaltik usus pada saat USG. Protein dan cairan amnion
yang ditelan akan menghasilkan mekoneum di dalam usus. Mekoneum akan tetap
tersimpan sampai partus, kecuali pada kondisi hipoksia, stress, cairan amnion
dapat bercampur dengan amnion. (Saifuddin AB et al, 2010a)

5. Penyebab keterlambatan pernapasan pada neonatus


1) Kompresi tali pusat
2) Keluarnya sebagian plasenta sebelum waktunya
3) Kontraksi uterus berlebihan
4) Anestasia yang berlebihan saat partus
5) Trauma kepala saat persalinan kemungkinan menyebabkan intracranial
haemorrhage

Penyebab tonus otot kurang baik


Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia.Berkurangnya cairan ketuban ini
menimbulkan supresi pada vena umbilicalis,sehingga menyebabkan janin asfiksia
dini,dan tentunya akan berpengaruh pada adaptasi saat janin tersebut dilahirkan.
Secara umum tubuh yang mengalami asfiksia merespon dengan terjadinya
hiperkapnia.Hal ini disebabkan oleh adanya asidosis respiratorik dengan
meningkatnya kadar PCO2 dan penurunan pH tanpa penurunan konsentrasi
bikarbonat.Asidosis oleh karena asfiksia ini menyebabkan kompensasi pada
tubuh,metabolismenya bergeser pada metabolisme anaerobic,sehingga otot

5
menghasilkan metabolit asam laktat.Penumpukan laktat inilah yang menyebabkan
kelemahan pada otot sehingga tonus otot menurun atau hipotoni.

6. Bagaimana mekanisme adaptasi pada neonatus dari dalam tubuh ibu ke


luar tubuh ibu ?
Pernapasan tidak dapat terjadi selama kehidupan fetus karena tidak ada
udara intik bernapas pada kantung amnion. Akan tetapi, usaha gerakan pernapasan
pertama kali terjadi pada akhir trimester pertama kehamilan. Stimulus taktil dan
asdiksia fetus terutama menyebabkan usaha gerakan pernapasan.
Selama akhir bulan ke-3 sampai ke-4 kehamilan, gerakan pernapasan fetus
benar-benar dihambat, dengan alasan yang tidak diketahui, dan paru hampir tetap
kempis seluruhnya. Penghambatan pernapasan selama kehidupan fetus bulan-
bulan berikutnya mencegah terisinya paru dengan cairan dan kotoran dari
mekonium yang diekskresi oleh saluran pencernaan fetus ke dalam cairan amnion.
Pengaruh paling nyata dari kelahiran pada bayi adalah hilangnya hubungan
plasenta dengan ibu. Oleh karena itu, kehilangain ini berari hilangnya dukungan
terhadapa metabolisme. Salah satu penyesuaian segera yang paling penting dari
baui adalah untuk mulai bernapas.
Setelah persalinan normal dari seorang ibu yang tidak mengalami depresi
karena anestesi, biasanya anak akan mulai bernapas dalam waktu beberapa menit
dan memiliki irama pernapasan yang normal kurang dari 1 menit setelah lahir.
Ketepatan waktu bagi fetus untuk mulai bernapas menandakan bahwa pernapasan
diawali oleh pemaparan tiba-tiba terahadap dunia luar, mungkin disebabkan oleh
(1) keadaan asfiksia ringan pada proses kelahiran, tatapi juga (2) impuls oleh
sensoris yang timbul karenaa pendinginan kulit yang tiba-tiba.
Saat lahir, dinding alveoli pertama kali tetap kolaps oleh karean tekanan
permukaan carian kental yang memenuhi alveoli. Takanan negatif inspiratorik di
dalam paru lebih dari 25 mmHg biasanya dibutuhkan untuk melawan pengaruh
tekanan permukaan ini dan untuk membuka alveoli perama kali. Tetapi sekali
alveoli terbuaka pernapasan selanjutnya dapat dipengaruhi oleh gerakan
pernapasan yang relatif lemah. Untungnya, inspirasi neonatus normal yang

6
pertama bisanya sangat kuat, mampu membuat tekanan negartif sebesar 60 mm
Hg dalam ruangan intra pleura. (Guyton, 2006)

8. Penilaian APGAR
APGAR Score adalah suatu metode penilian yang digunakan untuk
mengkaji keseatan neonatus dalam menit pertama sampai 5 menit setelah lahir dan
dapat diulang pada menit ke 10 dan 15.
Kriteria Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2

Appearance seluruhnya biru warna kulit tubuh normal warna kulit tubuh , tangan ,
(warna kulit) atau pucat merah muda , dan kaki
tetapi kepala dan normal merah muda ,
ekstermitas kebiruan tidak ada sianosis
(akrosianosis)
Pulse tidak teraba <100 kali/menit >100 kali/menit
(denyut
jantung)

Grimace tidak ada respons meringis/menangis meringis/bersin/batuk saat


(respons terhadap stimulasi lemah ketika di stimulasi stimulasi saluran napas
refleks)
Activity lemah/tidak ada sedikit gerakan bergerak aktif
(tonus otot)

Respiration tidak ada Lemah, tidak teratur menangis kuat, pernapasan


(pernapasan) baik dan teratur

Nilai APGAR score


1. 7-10 : Normal
2. 4-6 : Asfiksi ringan sedang. Sehingga perlu bersihan jalan napas dengan
resusitasi dan pemberian oksigen tambahan sampai bayi dapat bernafas
normal
3. <3 : Asfiksi berat. Resusitasi segera secara aktif dan pemberian oksigen
secara terpadu.
10. Bagaimana ANC yang baik?

7
Sasaran pokok dari Ante Natal Care adalah untuk menurunkan angka
kematian ibu dan bayi. Kematian ibu kebanyakan disebabkan oleh perdarahan,
infeksi dan toksemia. 50% kematian bayi terjadi pada saat periode perinatal.
Penyebab kematian dapat dicegah dengan melakukan pemeliharaan dan
pengawasan antenatal sedini mungkin dan secara teratur ke unit pelayanan.
Tujuan ANC adalah memelihara dan meningkatkan keadaan fisik dan mental ibu
hamil sehingga dapat menyelsaikan kehamilannya dengan baik dan dapat
melahirkan bayi dengan sehat.
Standar Pelayanan ANC
1. Kunjungan pertama anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab dan
pemeriksaan tambahan lainnya
Anamnesa :
- Identitas : nama, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan ibu
- Riwayat : riwayat kontrasepsi terakhir, riwayat persal yang lalu, riwayat
penyakit yangg dulu (DM, hipertensi, jantung, ginjal, operasi, dsb), riwayat
kehamilan sekarang, riwayat kesehatan keluarga
Pemeriksaan fisik :
- Umum : kesadaran, gizi, tinggi badan, berat badan, tensi, nadi, respirasi,
temperatur
- Fisik : conjungtiva anemis/tdk, gigi, jantung, paru, payudara, hati,
abdomen, tungkai
- Khusus kebidanan :
> Luar : TFU, letak janin, perabaan, gerak janin, DJJ
> Dalam : pelvi metri klinik bila ada indikasi (UPD, Dx.kehamilan, peny.
infeksi)
Pemeriksaan Laboratorium
- Darah (Hb, hematokrit, gol.drh, faktor rhesus)
- Urin (u/ melihat adanya gula, protein & kel. sedimen)bila perlu tes
antibodi toxoplasmosis, rubela, dll.
2. Kunjungan ulang
1 28 mg : 4 mg sekali
28 36 mg : 2 mg sekali
36 40 mg : tiap minggu
atau
TM I : 1 kali
TM II : 1 kali
TM III : 2 kali
Hal-hal yg hrs diperhatikan dlm kunjungan ulang :

8
Ibu : keluhan utama, pemeriks. (kesadaran, gizi, BB, tensi,
nadi, respirasi, temperatur, pucat/tdk, TFU, keadaan serviks, ukuran pelvis),
gejala/tanda2 spt sakit kepala, perubahan visus, muntah2, air ketuban merembes,
dsb.
Janin : DJJ, TBJ, letak & presentasi, engagement, aktivitas,
kembar/tunggal.
Lab : Hb, hmt, protein dlm urine
Bila pada primigravida (mg ke-36) menilai ukuran panggul dalam

Pada kunjungan berkala asuhan antenatal, kesejahteraan janin dapat


dinilai. Untuk menilai kesejahteraan janin pada kehamilan risiko tinggi dapat
dilakukan berbagai jenis pemeriksaan atau pengumpulan informasi, baik yang
diperoleh dari ibu hamil maupun pemeriksaan oleh petugas kesehatan.
Pemeriksaan yang memerlukan peralatan canggih umumnya dilakukan dengan
peralatan pencatat denyut jantung janin (kardiotokografi) dan peralatan
ultrasonografi yang disebut dengan pemeriksaan profil biofisik janin (biophysic
profile). Berbagai jenis pemeriksaan tersebut adalah:
Pengukuran tinggi fundus uteri terutama <20 minggu yang akan
disesuaikan dengan usia kehamilan saat pemeriksaan dilakukan. Tinggi
fundus yang normal sama dengan usia kehamilan.
Gerakan menendang atau tendangan janin ( 10 gerakan/ 12 jam)
Gerakan janin
Gerakan janin yang menghilang dalam waktu 48 jam dikaitkan dengan
hipoksia berat atau janin meninggal
Denyut jantung janin
Ultrasonografi
Bila usia kehamilan memasuki 34 minggu, selain pemeriksaan diatas juga
dilakukan pula pemeriksaan tentang:
Penilaian besar janin (dengan cara mengukur BPD dan FL saat
ultrasonografi dilakukan), letak dan presentasi (dapat dilakukan dengan
USG atau pemeriksaan Leopold)
Penilaian luas panggul (Prawirohardjo, 2009a)

9
16. Manfaat ASI
ASI mengandung nutrisi, sel imun, antibodi dan senyawa lain yang
membantu melindungi bayi terhadap infeksi hingga bayi tersebut dapat
membentuk respon imun sendiri yang efektif setelah beberapa bulan
kehidupannya. Bayi yang mendapatkan susu formula dari susu sapi atau bahan
lain tidak memiliki keunggulan protektif yang didapatkan dari ASI. Saluran cerna
neonatus lebih siap mengolah ASI daripada susu formula sehingga bayi yang
mendapat susu formula cenderung lebih sering mengalami gangguan pencernaan.
(Sherwood, 2011)

20. Nilai APGAR yang rendah dapat disebabkan oleh C-section, kesulitan lahir,
dan cairan di jalan napas bayi

4. Langkah IV. Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan


pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah 3.

26 tahun, usia
kehamilan 39 minggu
ANC tidak teratur Warna ketuban
HBsAg (-), TORCH (-), jernih
gula darah normal Tidak ada
Tidak demam mekoneum
Vital sign normal APGAR score: 5-7-10
Ibu Bayi sulit
bernapas

Resusitasi Ventilasi Mekanisme


Tekanan Positif

Rawat Gabung dan pemberian Indikasi


ASI manfaat

10
Manajemen Perawatan
Bayi

5. Langkah V. Merumuskan tujuan pembelajaran


Kami sudah mendapatkan learning objectives, antara lain :

1. Pembentukan air ketuban


2. Macam-macam air ketuban berdasar warna dan interpretasi
3. Proses resusitasi neonatus
4. Hubungan usia kehamilan, ibu, paritas, dan kondisi bayi
5. Penyebab ketuban pecah, interpretasi 24 jam
6. Penanganan ketuban pecah menurut durasi
7. Cara kerja resusitasi ventilasi tekanan positis pada neonatus
8. Penilaian dan manajemen pada neonatus
9. Indikasi dan kontra indikasi rawat gabung
10. Cara pemberian ASI
11. TORCH
12. Penatalaksanaan HbsAg (+) dan gula darah berlebih

6. Langkah VI. Mengumpulkan informasi baru.


Dari tujuan pembelajaran pada langkah ke-5, kemudian dicari
jawabannya dari sumber pustaka. Sumber pustaka yang digunakan berasal
dari jurnal ilmiah (internet), buku teks, bahan kuliah, dan pakar. Sumber
pustaka yang dicari merupakan sumber-sumber pustaka yang diterbitkan 10
tahun terakhir, sehingga diharapkan sumber pustaka tersebut masih valid dan
up-to-date.

7. Langkah VII. Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru


yang sudah diperoleh.

11
1. Pembentukan air ketuban
Amnion pertama kali dapat diidentifikasi sekitar hari 7-8
perkembangan mudigah. Awalnya hanya vesikel kecil yaitu amnion yang
akan berkembang menjadi kantung kecil yang akan menutupi permukaan
dorsal mudigah. Karena semakin membesar, amnion secara bertahap
menekan mudigah yang sedang tumbuh, yang akan mengalamu prolaps ke
dalam rongga amnion.
Cairan amnion pada keadaan normal berwarna agak keruh karena
adanya campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal
dari lanugo, sel epitel, dan material sebasea. Volume cairan amnion pada
keadaan aterm adalah sekitar 800 ml, atau antara 400-1500 ml dalam
keadaan normal. Pada kehamilan 10 minggu rata-rata volume adalah 30 ml
dan kehamilan 20 minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada kehamilan 30
minggu, cairan amnion lebih mendominasi dibandingkan dengan janin itu
sendiri.
Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya
memiliki peran tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan
awal, cairan amnion sebagian besar diproduki oleh sekresi epitel selaput
amnion.
Dengan bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan amnion
didominasioleh kulit janin dengan cara difusi membran. Pada kehamilan
20 minggu, saat kulit janin mulai kehilangan permeabilitas, ginjal janin
mengambil alih peran tersebut dalam memproduksi cairan amnion.
Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion
disekresikan dari urin janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada
penelitian dengan menggunakan radioisotop, terjadi pertukaran sekitar 500
ml per jam antara plasma ibu dan cairan amnion.
Pada keadaan dimana terdapat gangguan pada ginjal seperti renal
agenesis akan menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan
menelan pada janin seperti atresia oesophagus atau anensefali maka akan
menyebabkan polihidramnion.
A. Fungsi cairan amnion
a. Memproteksi janin dari trauma
b. Mempertahankan temperatur intrauterin

12
c. Mencegah kulit fetus dari gesekan selaput amnion
d. Membantu pergerakan janin intrauterin
e. Mempertahakan kebutuhan oksigen
f. Mempertahankan kesterilan lingkungan janin intrauterin
g. Mempertahankan tekanan intrauterin

B. Distribusi cairan amnion


a. Urin janin
Sumber utama cairan amnion adalah urin janin. Ginjal janin mulai
memproduksi urin sebelum akhir trimester pertama dan terus
berproduksi sampai kehamilan aterm. Wladimorf dan Campbell
mengukur volume produksi urin setiap 15 menit sekali dan
melaporkan bahwa produksi urin janin adalah sekitar 230 ml/hari
sampai usia kehamilan 36 minggu yang akan meningkat sampai 655
ml/hari pada kehamilan aterm. Rabinowitz dkk dengan
menggunakan teknik yang sama dengan Wladimorf namun dengan
cara pengukuran setiap 2 sampai 5 menit sekali dan menemukan
volume produksi urin janin sebesar 1224 ml/hari. Jadi dapat
disimpulkan produksi urin janin rata-rata adalah sekitar 1000-1200
ml/hari pada kehamilan aterm.
b. Cairan paru
Cairan paru janin memiliki peran yang penting dalam pembentukan
cairan amnion. Pada penelitian dengan menggunakan domba,
didapatkan bahwa paru-paru janin memproduksi cairan sampai
sekitar 400 ml/hari, dimana 50% dari produksi tersebut akan sitelan
kembali dan 50% lagi dikeluarkan melalui mulut.
c. Gerakan menelan
Pada manusia, janin menelan pada awal usia kehamilan. Pada janin
domba, proses menelan semakin menigkat seiring bertambahnya usia
kehamilan. Herman dan teman-teman melaporkan bahwa janin
domba menelan secara bertahap dengan volume sekitar 100-300
ml/kg/hari.
d. Absorbsi intramembran
Jika dihitung selisih antara produksi dan konsumsi cairan amnion,
didapatkan selisih sekitar 500-700 ml/hari yang tentu saja ini akan
menyebabkan polihidramnion. Namun setelah dilakukan beberapa

13
penelitian, akhirnya terjawab ahwa skitar 200-500 ml cairan amnion
diabsorpsi melalui intramembran.

2. Bagaimana interpretasi dari warna air ketuban ?


Jernih kekuningan : Normal
Hijau kecoklatan : Terdapat adanya mekoneum
Merah Jambu : Pendarahan baru saja terjadi
Keunguan : Ada riwayat pendarahan
Warna dan adanya air ketuban berdasar partograf (Prawirohardjo, 2014)
U:ketuban utuh(belum pecah)
J :ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
M :ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
D :ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
K :ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban(kering)
Menurut Dartfor dan Gravesham kekentalan air ketuban keruh dapat
dibagi ke dalam beberapa tingkatan:
1. Grade 1 (encer) apabila didapatkan adanya air ketuban yang berwarna
hijau bening dan sebagian besar merupakan cairan.
2. Grade 2 (medium) apabila didapatkan adanya air ketuban yang berwarna
hijau hingga cokelat, encer tetapi hampir memberikan pewarnaan ke cairan
ketuban.
3. Grade 3 (kental) adanya air ketuban yang berwarna hijau tua hingga
cokelat tua yang mewarnai semua cairan ketuban.

3. Prosedur Resusitasi
Resusuitasi terbagi menjadi tindakan umum dan tindakan khusus. Tindakan
umum dilakukan pada setiap bayi baru lahir, jika hasilnya tidak memuaskan maka
dilakukan tindakan khusus. Pada tindakan umum perlu dilakukan pengawasan
suhu, bayi baru lahir relatif banyak kehilangan panas yang diikuti penurunan suhu
tubuh. Penurunan suhu tubuh akan meningkatkan metabolisme sel jaringan
sehingga kebutuhan oksigen makin meningkat, hal ini akan mempersulit bayi
terutama yang mengalami asfiksia berat. Saluran nafas atas perlu dibersihkan dari

14
lendir maupun cairan amnion. Apabila terdapat lendir yang kental dan melekat di
trakhea sehingga sulit dikeluarkan, dapat digunakan laringoskop. Bayi yang tidak
memperlihatkan usaha bernafas setelah 20 detik kelahiran harus segera diberikan
rangsangan untuk menimbulkan pernafasan. Pada sebagian besar bayi, pengisapan
lendir dan cairan amnion yang dilakukan melalui nasofaring akan segera
menimbulkan rangsangan pernafasan. Pengaliran oksigen yang cepat ke dalam
mukosa hidung juga dapat merangsang refleks pernafasan. Bila tindakan ini tidak
berhasil, perlu dilakuakn stimulasi lain misalnya memberi rangsangan nyeri
dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendoo Achilles atau memberi
suntikan vitamin K. Pemukulan pada bokong dan punggung perlu dihindari untuk
mencegah pendarahan organ dalam. Bila cara tersebut tidak berhasil, cara lain pun
tidak akan menimbulkan hasil yang diharapkan. Melakukan kompresi dinding
toraks untuk memberi tekanan negatif dalam rongga dada tidak akan bermanfaat
pada paru bayi yang belum dapat berkembang. Hal yang utama adalah
memperbaiki ventilasi.
Tindakan khusus disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang dimanifestasikan
dengan tinggii rendahnya skor APGAR.
1. Asfiksia Berat
Resusitasi aktif harus segera dikerjakan. Langkah utama adalah
memperbaiki ventilasi dengan memberikan oksigen dengan tekanan dan
intermiten. Cara yang tebaik adalah melakukan intubasi endotrakeal. Setelah
kateter dimasukkan ke dalam trakea, oksigen diberikan dengan tekanan tidak lebih
dari 30 untuk mencegah kemungkinan inflasi paru berlebihan sehingga terjadi
ruptur alveoli. Untuk menghindari terjadinya infeksi, dapat diberikan antibiotik
profilaksis. Asfiksia berat sering diikuti dengan asidosis, sehingga perlu diberikan
bikarbonas natrikus 2-4 mEq/kgBB. Selain itu diberikan glukosa 15-20% dengan
dosis 2-4 ml/kgBB IV melalui vena umbilikalis. Usaha bernafas akan muncul
setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali. Bila setelah 3 kali tidak ada perbaikan ,
masasse jantung eksternal harus segera dikerjakan dengan frekuensi 80-100
kali/menit. 1 kali ventilasi tekanan diikuti 3 kali kompresi dinding toraks. Bila
tindakan ini tidak memberi hasil yang diharapkan, bayi harus dinilai kembali

15
karena mungkin disebebkan oleh gangguan keseimbangan asam-basa atau
kemungkinan gangguan organik lain.
2. Asfiksia Sedang
Bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernafasan spontan, segera
mulai ventilasi aktif. Ventilasi sederhana dillakukan dengan meletakkan kateter
oksigen intranasal dan oksigen dialirkan dengan aliran 1-2 l/menit. Agar saluran
nafas bebas, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Ventilasi dihentikan
bila setelah 1-2 menit tidak dicapai hasil yang diharapkan , segera lakukan
ventilasi tekanan positif secara tidak langsung dengan cara ventilasi mulut ke
mulut atau ventilasi kantong ke masker. Tindakan dinyatakan tidak berhasil
apabila terjadi penurunan frekuensi jantung atau peruburukan tonus otot. Intubasi
endotrakeal harus dikerjakan dan bayi diperlakukan sebagai penderita asfiksia
berat (IKA UI)

Guideline resusitasi neonatus oleh WHO :


1. Pada neonatus yang tidak dapat mulai bernapas setelah pengeringan dan
pemberian stimulasi tambahan, ventilasi tekanan positif harus segera
dilakukan kurang dalam satu menit setelah kelahiran.
2. Pada neonatus yang membutuhkan ventilasi tekanan positif, ventilasi
dilakukan menggunakan masker wajah.
3. Pada neonatus yang membutuhkan ventilasi tekanan positif, penilaian
ventilasi dilakukan dengan mengukur frekuensi denyut jantun setelah satu
menit pemberian ventilasi dengan disertai gerak dinding dada
4. Pada neonatus yang tidak dapat mulai bernapas dalam satu menit, lebih
diprioritaskan untuk memberikan ventilasi dari pada kompresi dada.
5. Resusitasi dihentikan pada neonatus yang tidak terdeteksi denyut jantungnya
setelah 10 menit pemberian ventilasi adekuat

4. Hubungan usia kehamilan, ibu, paritas, dan kondisi bayi


Faktor-faktor Resiko Dalam Kehamilan
1) Terlalu Muda (Primi Muda)

16
Terlalu Muda (Primi Muda) adalah ibu hamil pertama pada usia kurang dari 20
tahun. Dimana kondisi panggul belum berkembang secara optimal dan kondisi
mental yang belum siapmenghadapi kehamilan dan menjalankan peran sebagai
ibu (BKKBN, 2007)
Menurut Rochjati (2003), resiko yang dapat terjadi pada kehamilan terlalu muda
(primi muda) adalah :
(1) Bayi lahir belum cukup bulan
(2) Perdarahan dapat terjadi sebelum bayi lahir
(3) Perdarahan dapat terjadi setelah bayi lahir
Alasan yang perlu diketahui adalah secara fisik kondisi rahim dan panggul
belun berkembang secara optimal, mengakibatkan kesakitan dan kematian bagi
ibu dan bayinya. Pertumbuhan dan perkembangan fisik ibu terhenti/terhambat.
Secara mental tidak siap menghadapi perubahan yang akan terjadi pada saat
kehamilan.

2) Terlalu Tua (Primi Tua)


Terlalu Tua (Primi Tua) adalah ibu hamil pertama pada usia 35 tahun. Pada
usia ini organ kandungan menua ,jalan lahir tambah kaku, ada kemungkinan besar
ibu hamil mendapat anak cacat, terjadi persalinan macet dan perdarahan (Rochjati,
2003). Resiko yang dapat terjadi pada kehamilan terlalu tua(primi tua 35 tahun)
adalah :
(1) Hipertensi/tekanan darah tinggi
(2) Pre-eklamspsi
(3) Ketuban pecah dini: yaitu ketuban pecah sebelum persalinan dimulai
(4) Persalinan macet: ibu yang mengejan lebih dari 1 jam, bayi tidak dapat lahir
dengan tenaga ibu sendiri melalui jalan lahir biasa.
(5) Perdarahan setelah bayi lahir
(6) Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah/BBLR < 2500 gr

3) Terlalu Dekat Jarak Kehamilan

17
Terlalu dekat jarak kehamilan adalah jarak antara kehamilan satu dengan
berikutnya kurang dari 2 tahun (24 bulan). Kondisi rahim ibu belum pulih, waktu
ibu untuk menyusui dan merawat bayi kurang (BKKBN, 2007).
Menurut BKKBN, 2007 resiko yang mungkin terjadi pada kehamilan jarak
dekat adalah :
(1) Keguguran
(2) Anemia
(3) Bayi lahir belum waktunya
(4) Berat badan lahir rendah (BBLR)
(5) Cacat bawaan
(6) Tidak optimalnya tumbuh kembang balita
Alasan yang perlu diketahui adalah :
(1) Kondisi rahim ibu belum pulih
(2) Dapat mengakibatkan terjadinya penyulit dalam kehamilan
(3) Waktu ibu untuk menyusui dan merawat bayi kurang

4) Terlalu Banyak Anak (Grande Multi)


Terlalu Banyak Anak (Grande Multi) adalah ibu pernah hamil atau
melahirkan lebih dari 4 kali atau lebih. Kemungkinan akan di temui kesehatan
yang terganggu, kekendoran pada dinding perut, tampak pada ibu dengan perut
yang menggantung (Rochjati, 2003).
Menurut Rochjati (2003), resiko yang dapat terjadi pada kehamilan terlalu
banyak anak (4 kali melahirkan) adalah :
(1) Kelainan letak, persalinan letak lintang
(2) Robekan rahim pada kelainan letak lintang
(3) Persalinan lama
(4) Perdarahan pasca persalinan
Alasan yang perlu diketahui adalah :
(1) Dapat mengakibatkan terjadinya ganguan dalam kehamilan
(2) Dapat menghambat proses perslainan, seperti kelainan letak
(3) Tumbuh kembang anak kurang optimal

18
(4) Menambah beban ekonomi keluarga

5. Etiologi ketuban pecah dini


Fungsi air ketuban menurut Verrals V (2003), terbagi menjadi 2 yaitu
selama kehamilan dan saat persalinan.
Fungsi air ketuban selama kehamilan:
a. Memungkinkan fetus untuk bergerak bebas.
b. Memungkinkan anggota badan fetus berkembang dan bergerak tanpa
menekan anggota tubuh satu sama lain.
c. Menyeimbangkan tekanan intrauterin.
d. Meredam goncangan.
e. Menstabilkan suhu intrauterin.
Fungsi air ketuban selama persalinan:
a. Sebagai bantalan yang melindungi kepala terhadap tekanan.
b. Mempertahankan lingkungan steril.
c. Bekerja membantu dilatasi serviks.
d. Mengurangi efek kontraksi uterus terhadap peredaran darah plasenta.
e. Menyediakan siraman steril jalan lahir.
Penyebab pasti ketuban pecah dini belum diketahui tetapi ada beberapa
factor predisposisinya,yaitu;
1) Infeksi genitalia
2) Servik inkompeten
3) Gemeli
4) Hidramion
5) Kehamilan preterm
6) Disproporsi cephalopelvia (DKP)

Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer


cairan dan metabolik, dan menghasilkan zat penghambat metalloproteinase-1
(MMP-1). MMP-1 berfungsi untuk mendegradasi matriks ekstrasel seperti
kolagen, glikoprotein dan proteoglikan. Sel mesenkim berfungsi menghasilkan
kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan kuat, sitokin IL-6, IL-8, dan MCP-1,
zat ini bermanfaat untuk melawan bakteri. Selain itu selaput dalam amnion juga
menghasilkan zat vasoaktif endotelin-1 sebagai vasokonstriktor, PHRP
(Parathyroid Hormone Related Protein) sebagai vasorelaksan. Dengan demikian,

19
selaput amnion mengatur peredaran darah dan tonus pembuluh darah lokal.
(Saifuddin AB et al, 2010)
Berdasarkan uraian diatas, maka beberapa penyebab ketuban pecah dini
yaitu kurangnya zat penghambat MMP-1, meningkatnya MMP-1, dan kurangnya
kolagen.

7. Cara kerja resusitasi ventilasi tekanan positis pada neonatus


Resusitasi ventilasi tekanan positif bekerja dengan cara memasukkan udara ke
dalam paru neonatus untuk mengembangkan alveoli paru dimana normalnya
butuh lebih dari 25 mm hg untuk mulai membukannya.

8. Perawatan Bayi baru lahir


1. Jaga bayi tetap hangat
2. Isap lendir dari mulut dan hidung ( hanya jika perlu )
3. Keringkan
4. Pemantauan tanda bahaya
5. Klem, potong dan ikat tali pusat tanpa membubuhi apapun, kira-kira 2
menit setelah lahir
6. Lakukan Inisiasi Menyusu Dini
7. Beri suntikan vitamin K1 1 mg intramuskular, di paha kiri anterolateral
setelah Inisiasi Menyusu Dini
8. Beri salep mata antibiotika pada kedua mata
9. Pemeriksaan fisis
10. Beri imunisasi Hepatitis B 0,5 mLintramuskular, di paha kanan
anteroleteral, kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K1

Memandikan bayi merupakan hal yang sering dilakukan, tetapi masih


banyak kebiasaan yang salah dalam memandikan bayi, seperti memandikan bayi
segera setelah lahir yang dapat menyebabkan hipotermia. Pada beberapa kondisi
seperti bayiy kurang sehat, bayi belum lepas dari tali pusat atau dalam perjalanan,
tidak perlu dipaksakan untuk mandi berendam. Bayi cukup diseka dengan sabun
dan air hangat untuk memastikan bayi tetap segar dan bersih. (Prawirohardjo,
2009)

20
Perawatan tali pusat pada bayi
Yang terpenting dalam melakukan perawatan tali pusat ialah menjaga agar
tali pusat tetap kering dan bersih. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih
sebelum merawat tali pusat. Bersihkan dengan lembut kulit di sekitar tali pusat
dengan kapas basah, kemudian bungkus dengan longgar atau tidak terlalu rapat
dengan kassa bersih atau steril. Antiseptik dan antimikroba topikal dapat
digunakan untuk mencegah kolonisasi kuman dari kamar bersalin, tetapi
penggunaannya tidak dianjurkan rutin dilakukan. Antiseptik yang biasa digunakan
ialah alkohol dan povidone-iodine. Akan tetapi, penelitian terbaru membuktikan
bahwa penggunaan povidone-iodine dapat menimbulkan efek samping karena
diabsorpsi oleh kulit dan berkaitan dengan terjadinya transien hipotiroidisme.
Alkohol juga tidak lagi dianjurkan untuk merawat tali pusat karena dapat
mengiritasi kulit dan menghambat pelepasan tali pusat. Saat ini belum ada
petunjuk pasti mengenai antiseptik yang baik dan aman digunakan untuk
perawatan tali pusat, karena itu dikatakan yang terbaik adalah menjaga tali pusat
tetap kering dan bersih. Antimikroba yang dapat digunakan seperti basitrasin,
nitrofurazone, silver sulphadiazine, dan triple dye.

9. Apa tujuan, indikasi dan kontraindikasi dari rawat gabung?


Dalam bab-bab yang lain telah dijabarkan mengenai manfaat ASI,
bagaimana ASI diproduksi dan hal-hal apa yang dapat membantu
meningkatkan produksi ASI. Rawat gabung merupakan salah satu hal
yang telah diketahui dapat membantu meningkatkan produksi ASI.
Dalam bab ini akan dibicarakan antara lain mengenai pengertian rawat
gabung, manfaat rawat gabung, hal-hal yang harus dipersiapkan untuk
melakukan rawat gabung, masalahmasalah yang timbul dalam
pelaksanaan rawat gabung dan hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah-masalah tersebut.
Rawat gabung adalah membiarkan ibu dan bayinya bersama terus
menerus. Pada rawat gabung / rooming-in bayi diletakkan di box bayi
yang berada di dekat ranjang ibu sehingga mudah terjangkau. Ada

21
satu istilah lain, bedding-in, yaitu bayi dan ibu berada bersama-sama di
ranjang ibu.
Adapun tujuan rawat gabung adalah (Prawirohardjo, 2002) :
a. Bantuan emosional, setelah menunggu selama sembilan bulan dan setelah
lelah dalam proses persalinan si ibu akan sangat senang dan bahagia bila
dekat dengan bayi.
b. Penggunaan air susu ibu. ASI merupakan makanan bayi yang terbaik,
produksi ASI akan lebih cepat dan lebih banyak bila dirangsang sedini
mungkin dengan cara menetekkan sejak bayi baru lahir.
c. Pendidikan kesehatan. Kesempatan melaksanakan rawat gabung dapat
dimanfaatkan untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu terutama
primipara, bagaimana teknik menyusui, memandikan bayi, merawat tali
pusat, perawatan payudara, dan nasihat makan yang baik.
d. Pencegahan infeksi. Pada tempat perawatan bayi dimana banyak bayi
disatukan, infeksi silang sulit dihindari. Dengan rawat gabung, lebih mudah
mencegah infeksi silang karena bayi yang melekat pada kulit si ibu akan
memperoleh transfer antibodi dari si ibu dan kolostrum yang mengandung
antibodi dalam jumlah tinggi, akan melapisi seluruh permukaan kulit serta
saluran cerna bayi sehingga dapat mencegah infeksi terutama diare.

Syarat Bayi dan Ibu yang Dapat di Rawat Gabung


Bayi dan ibunya yang dapat dirawat gabung harus memenuhi syarat atau
kriteria sebagai berikut (Soetjiningsih, 1997) :
a. Lahir spontan, baik presentasi kepala maupun bokong.
b. Tidak ada komplikasi persalinan baik pada ibu maupun pada bayinya.
c. Tidak ada kelainan bawaan yang berat.
d. Bayi tidak asfiksia setelah lima menit pertama (nilai Apgar minimal 7)
e. Umur kehamilan > 36 minggu.
f. Berat lahir 2500 gram dan < 4000 gram
g. Tidak terdapat tanda- tanda infeksi intrapartum.
h.Bayi dan ibu sehat.

22
Kontra Indikasi Rawat Gabung
Kontraindikasi rawat gabung adalah (Prawirohardjo, 2002) :
Pihak ibu :
a. Fungsi kardiorespiratorik yang tidak baik.
b. Eklampsia dan preeklampsia berat.
c. Penyakit infeksi akut dan aktif.
d. Psikosis.

Pihak bayi :
a. Bayi kejang.
b. Bayi yang sakit berat, misalnya penyakit jantung.
c. Bayi yang memerluka n observasi atau terapi khusus.
d. Berat badan lahir sangat rendah.
e. Cacat bawaan, misalnya labioschizis atau palatoschizis.
f. Kelainan metabolik dimana bayi tidak dapat menerima ASI

10. Pemberian ASI oleh Ibu dengan HIV


Virus HIV ditemukan dalam ASI, tetapi transmisi HIV dari ibu ke bayinya adalah
35%. Dua puluh persen waktu antenatal dan intranatal dan 15% melalui ASI. Ibu
dapat memberikan ASI tetapi dengan syarat:
a. ASI harus diperah, tidak boleh menyusu langsung, karena bila menyusu
langsung ada saja luka pada puting yang menyebabkan penularan lebih besar
b. ASI diberikan secara eksklusif, tidak boleh dicampur dengan Pengganti ASI
(PASI), karena PASI menyebabkan perdarahan kecil pada usus bayi dan virus
di dalam ASI akan lebih mudah diserap
c. ASI perah kalau bisa dipasteurisasi
d. ASI eksklusif dianjurkan selama 3-6 bulan saja kemudian pemberian ASI
dihentikan. (Prawirohardjo, 2009c)
11. Cara pemeriksaan TORCH
TORCH test adalah tes darah yang meliputi tes toxoplasmosis, rubella,
cytomegalovirus, herpes simplex, HIV ataupun yang lainnya. Petugas medik akan

23
membersihkan ujung jari dan kemudian ditusuk dengan jarum kecil yang disebut
lancet. Darah akan dikumpulkan pada tabung gelas kecil atau pada wadah kecil
atau pada strip test. Hasil yang normal adalah tidak adanya tanda infeksi. Hasil
abnormal jika tedapat kadar antibodi IgM pada darah (Kaneshiro, 2014)

12. HBsAg
Bayi baru lahir paling banyak tertular Hepatitis B saat terpapar darah ibu saat
persalinan. Pencegahan sangat penting dalam menurunkan angka penularan
hepatitis B.

Status HBsAg Ibu Perawatan bayi


Negatif Berikan vaksin hepatitis B dalam 12 jam setelah lahir
Jika bayi kurang dari 2 kg, tunda vaksin hingga umur 1 bulan
Positif Berikan imunogobulin hepatitis B dalam 12 jam setelah lahir
Sempurkakan rangkaian vaksin dalam 6 bulan
Cek serologi (HBsAg) pada 9 hingga 18 bulan
Jika berat kurang dari 12, berikan dosis bayi dan berikan dosis 3
rangkaian vaksin
Tidak diketahui Berikan vaksin hepatitis B dalam 12 jam setelah lahir
Segera dapatkan hasil HBsAg ibu.berikan immunoglobulin
(Hasil tidak
hepatitis B secepatnya dalam waktu 7 hari dan lakukan langkah
diketahui dalam
untuk status HBsAg positif
waktu 12 jam
Jika berat kurang dari 2 kg, dan kemudian hasil positif lakukan
setaelah lahir)
langkah untuk status HBsAg positif
Tabel Pengobatan berdasarkan status HBsAg ibu. (AFP, 2010)

Tatalaksana bila ibu HBsAg (+)


a. Memberikan vaksin rekombinan hepatitis B secara IM, dosis 5 g vaksin
HBVax-II atau 10 g vaksin Engerix-B.
b. Pada saat yang bersamaan, di sisi tubuh yang lain diberikan imunisasi pasif
hepatitis B dalam bentuk hepatitis B imunoglobulin HBIg secara IM, dengan
dosis 0.5 ml.
c. Mengingat mahalnya harga imunoglobulin hepatitis B, maka bila orang tua
tidak mempunyai biaya, dilandaskan pada beberapa penelitian, pemberian

24
HBIg tersebut tidak dipaksakan. Dengan catatan, imunisasi aktif hepatitis B
tetap diberikan secepatnya.

BAB III
SIMPULAN

Setelah kami melakukan diskusi tutorial menggunakan


metode seven jumps, kami dapat menyimpulkan bahwa pasien
yaitu neonatus mengalami gangguan penyesuaian bernapas dari
fetus ke neonatus sehingga dibutuhkan resusitasi ventilasi tekanan
positif. Ibu pasien yang menjalani ANC yang tidak teratur
meningkatkan risiko terjadinya kelainan selama kehamilan. Rawat
gabung pasca melahirkan sangat penting untuk mendekatkan Ibu dengan bayi
kemudian bayi dapat segera mendapatkan kolostrum dari ASI ibu.

25
BAB IV
SARAN

Dari diskusi tutorial ini kelompok kami menyarankan agar pasien


dikontrol perkembangannya selama rawat gabung. Kemudian untuk
ibu, untuk kedepannya disarankan melakukan ANC secara teratur jika
hamil lagi.
Mengenai jalannya diskusi tutorial kelompok kami sudah berjalanlancar.
Kami menyarankan setiap anggota kelompok agar dapat lebih aktif
dalam berdiskusi. Fasilitas, sarana, dan prasarana dalam berdiskusi seperti
ruang tutorial sudah baik.

26
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstorm KD.
(2005). William Obstetric 22nd ed. New York :Mc-Graw Hill Companies,
Inc
Chamberlain G. (1995). Obstetric by ten Teacher. New York : Oxford University
Press
Dartfor dan Gravesham NHS Trust (2008). Management of meconium stained
liquor guidelines, pp: 4-7.
Fox H. (2002). The Placenta, Membranes and Umbilical Cord. In: Chamberlain G,
Steer P. Timbull`s Obstetrics. London : Churchill Livingstone
Gilbert WM. (2006). Amniotic Fluid Dynamics. NeoReview
Guyton A.C., Hall J.E. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11.
Jakarta: EGC.
Kaneshiro, NK (2014). TORCH Screen. MedlinePlus.
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003350.htm -diakses
Februari 2016
Kemenkes RI (2011). Standar antropometri penilaian status gizi anak. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Langan, Robert et al (2010) Caring for Pregnant Woman and Newborns with
Hepatitis Bor C. American Family Physician.
http://www.aafp.org/afp/2010/1115/p1225.html -diakses Februari 2016
Lauralee, S. (2011). Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Jakarta : EGC
Nelson,Marcdante,KJ.,et al.2014.Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi
6.Singapore:Elsevier Saunders
Prawirohardjo,Sarwono.2014.Ilmu Kebidanan Edisi 4.Jakarta:PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo, S. 2009a. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. P:285
Prawirohardjo, S. 2009b. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Pp:371-372

27
Prawirohardjo, S. 2009c. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Pp:381-382
Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Saifuddin AB, et al (2010a). Ilmu kebidanan sarwono prawirohardjo,
edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono, Prawirohardjo, hal 161
Sibernagl S.,Lang F.2006.Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi.Jakarta:EGC
Susanti F, S (2013). Rawat gabung. http://idai.or.id/artikel/klinik/asi/rawat-gabung
- Diakses Februari 2016.
Verrals V (2003). Anatomi dan fisiologi terapan dalam kebidanan, edisi
3. Jakarta: EGC, hal: 252
WHO. Guidelines on basic newborn resuscitation. 2012
Wibowo, T (2010). Buku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial: Pedoman
Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

28

Anda mungkin juga menyukai