Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam dua
golongan :
1. Primer (akibat langsung dari asfiksia)
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe
dari asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan O2. Bagian-
bagian otak tertentu membutuhkan lebih banyak O2, dengan demikian bagian
tersebut lebih rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang
karakteristik terlihat pada sel-sel serebrum, serebelum dan ganglia basalis. Di
sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial, sehingga pada
organ tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya
perubahan akibat kekurangan O2 langsung atau primer tidak jelas.
2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari
tubuh)
Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah
dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi.
Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja
jantung maka terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat.
Keadaan ini didapati pada :
a. Penutupan mulut dan hidung (pembekapan)
b. Obstruksi jalan nafas seperti pada mati gantung, penjeratan,
pencekikan dan korpus alienum dalam saluran nafas atau pada
tenggelam karena cairan menghalangi udara masuk ke paru–paru.
c. Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan
(traumatic asphyxia)
Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan,
misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.
Pada fase dispneu / sianosis asfiksia berlangsung kira-kira 4 menit. Fase ini terjadi
akibat rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar karbon dioksida. Tingginya kadar
karbon dioksida akan merangsang medulla oblongata sehingga terjadi perubahan pada
pernapasan, nadi dan tekanan darah. Pernapasan terlihat cepat, berat, dan sukar. Nadi
teraba cepat. Tekanan darah terukur meningkat.
2. Fase konvulsi
Fase konvulsi asfiksia terjadi kira-kira 2 menit. Awalnya berupa kejang klonik lalu
kejang tonik kemudian opistotonik. Kesadaran mulai hilang, pupil dilatasi, denyut
jantung lambat, dan tekanan darah turun.
3. Fase apneu
Fase apneu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit. Fase ini dapat kita amati berupa
adanya depresi pusat pernapasan (napas lemah), kesadaran menurun sampai hilang dan
relaksasi spingter.
4. Fase akhir / terminal / final
Fase akhir asfiksia ditandai oleh adanya paralisis pusat pernapasan lengkap. Denyut
jantung beberapa saat masih ada lalu napas terhenti kemudian mati.
Diagnosis Asifksia
a. Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi pada mayat laki-laki
akibat kongesti / bendungan alat tubuh & sianotik.
b. Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair.
c. Tardieu’s spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea apponeurotika, laring,
kelenjar timus dan kelenjar tiroid.
d. Busa halus di saluran pernapasan.
e. Edema paru.
f. Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur laring,
fraktur tulang lidah dan resapan darah pada luka.
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernafasan terhalang
memasuki saluran pernafasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik),
misalnya :
Definisi : Pembekapan (smothering) adalah suatu suffocation dimana lubang luar jalan
napas yaitu hidung dan mulut tertutup secara mekanis oleh benda padat atau partikel-
partikel kecil.
1. Asfiksia
2. Edema paru
3. Hiperaerasi
Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada kematian yang lambat dari pembekapan.
Definisi, Tersedak (chocking) adalah suatu suffocation dimana ada benda padat yang
masuk dan menyumbat lumen jalan udara.
Gambaran Postmortem
Definisi
Jerat (strangulation by ligature) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher
korban akibat suatu jeratan dan menjadi erat karena kekuatan lain bukan karena berat
badan korban.
1. Asfiksia
2. Iskemia
3. Vagal refleks
Pembunuhan pada kasus jeratan dapat kita jumpai pada kejadian infanticide dengan
menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan hukuman mati (zaman
dahulu).
b. Kecelakaan.
Kecelakaan pada kasus jeratan dapat kita temukan pada bayi yang terjerat oleh tali
pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal reflex menjadi penyebab
kematian pada orang yang bersenda gurau.
c. Bunuh diri.
Pada kasus bunuh diri dengan jeratan, dilakukan dengan melilitkan tali secara berulang
dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik. Antara jeratan dan leher
dimasukkan tongkat lalu mereka memutar tongkat tersebut.
Hal-hal penting yang perlu kita perhatikan pada kasus jeratan, antara lain :
Gambaran Postmortem
Pemeriksaan otopsi pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mirip kasus
penggantungan (hanging) kecuali pada :
Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher
korban yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah. Pencekikan
dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku maka
ini disebut mugging.
a. Asfiksia
b. Iskemia
c. Vagal reflex
Pemeriksaan Luar:
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan luar kasus pencekikan, antara lain :
1. Tanda asfiksia.
Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar otopsi yang dapat kita temukan antara lain
adanya sianotik, petekie, atau kongesti daerah kepala, leher atau otak. Lebam mayat
akan terlihat gelap.
Tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu bekas kuku dan bantalan jari.
Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya crescent mark, yaitu luka lecet berbentuk
semilunar/bulan sabit. Terkadang kita dapat menemukan sidik jari pelaku. Perhatikan
pula tangan yang digunakan pelaku, apakah tangan kanan (right handed) ataukah
tangan kiri (left handed). Arah pencekikan dan jumlah bekas kuku juga tak luput dari
perhatian kita.
Tanda kekerasan pada tempat lain dapat kita temukan di bibir, lidah, hidung, dan lain-
lain. Tanda ini dapat menjadi petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan perlawanan.
Pemeriksaan Dalam:
Hal yang penting pada pemeriksaan dalam bagian leher kasus pencekikan, yaitu:
Perdarahan atau resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar ludah,
dan mukosa & submukosa pharing atau laring.
2. Fraktur.
Fraktur yang paling sering kita temukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago
tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea.
c. Gantung (hanging)
Definisi
Ada 4 penyebab kematian pada penggantungan, yaitu : Asfiksia, Iskemia otak akibat
gangguan sirkulasi, Vagal reflex, Kerusakan medulla oblongata atau medulla spinalis
Untuk mengetahui lebih jelas cara kematian ini, hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
Serabut tali penggantung yang arahnya menuju korban dapat memberi petunjuk bagi
kita bahwa korban melakukan bunuh diri. Sebaliknya, bila arah serabut tali menjauhi
korban menjadi bukti korban dibunuh lebih dahulu sebelum digantung.
Distribusi lebam mayat harus di perhatikan secara seksama, apakah sesuai dengan
posisi mayat ataukah tidak.
Hal ini penting diperhatikan karena dapat kita jadikan sebagai patokan apakah korban
melakukan bunuh diri ataukah korban pembunuhan. Simpul tali, baik simpul hidup
maupun simpul mati, bila melewati lingkar kepala korban dapat menunjukkan korban
melakukan bunuh diri. Apabila simpul tali tidak melewati lingkar kepala korban,
berarti korban dibunuh lebih dahulu sebelum digantung. Simpul hidup harus
dilonggarkan secara maksimal untuk membuktikannya.
Gambaran Postmortem pada Penggantungan
Pemeriksaan luar :
a. Kepala.
Muka korban penggantungan akan mengalami sianosis dan terlihat pucat karena vena
terjepit. Selain itu, pucat pada muka korban juga disebabkan terjepitnya arteri. Mata
korban dapat melotot akibat adanya bendungan pada kepala korban. Hal ini disebabkan
terhambatnya vena-vena kepala tetapi arteri kepala tidak terhambat.
Bintik-bintik perdarahan pada konjungtiva korban terjadi akibat pecahnya vena dan
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah karena asfiksia.
Lidah korban penggantungan bisa terjulur, bisa juga tidak terjulur.Lidah terjulur
apabila letak jeratan gantungan tepat berada pada kartilago tiroidea. Lidah tidak terjulur
apabila letaknya berada diatas kartilago tiroidea.
b. Leher.
Alur jeratan pada leher korban penggantungan berbentuk lingkaran (V shape). Alur
jerat berupa luka lecet atau luka memar dengan ciri-ciri :
Dubur korban penggantungan dapat mengeluarkan feses. Alat kelamin korban dapat
mengeluarkan mani, urin, dan darah (sisa haid). Pengeluaran urin disebabkan kontraksi
otot polos pada stadium konvulsi atau puncak asfiksia. Lebam mayat dapat ditemukan
pada genitalia eksterna korban.
Pemeriksaan Dalam :
1. Kepala.
2. Leher.
Leher korban penggantungan dapat kita temukan adanya perdarahan dalam otot atau
jaringan, fraktur (os hyoid, kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea), dan
robekan kecil pada intima pembuluh darah leher (vena jugularis).
Pada dada dan perut korban dapat ditemukan adanya perdarahan (pleura, perikard,
peritoneum, dan lain-lain) dan bendungan/kongesti organ.
4. Darah.
Darah dalam jantung korban penggantungan (hanging) warnanya lebih gelap dan
konsistensinya lebih cair.
Definisi
Inhalation of suffocating gasses adalah suatu keadaan dimana korban menghisap gas
tertentu dalam jumlah berlebihan sehingga kebutuhan O2 tidak terpenuhi.
Ada 3 cara kematian pada korban kasus inhalation of suffocating gasses, yaitu
menghisap gas :
1. CO
2. CO2
3. H2S
Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO2 banyak pada sumur tua dan gudang
bawah tanah. Gas H2S pada tempat penyamakan kulit.
TENGGELAM
Kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan masuknya cairan ke dalam saluran
pernafasan.
Terminologi tenggelam :
a. Wet drowning
Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernafasan setelah korban tenggelam.
Kematian terjadi setelah korban menghirup air. Jumlah air yang dapat mematikan, jika
dihirup paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30-40 ml untuk bayi.
b. Dry drowning
Pada keadaan ini, cairan tidak masuk ke dalam saluran pernafasan, akibat spasme laring
dan kematian terjadi sebelum menghirup air.
c. Secondary drowning
Terjadi gejala bebertapa hari setelah korban tenggelam dan diangkat dari dalam air dan
korban meninggal akibat komplikasi
d. Immersion syndrome
Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks vagal
yang menyebabkan cardiac arrest. Keadaan tersebut hanya dapat dijelaskan oleh karena
terjadinya fibrilasi ventrikel dan dapat dibuktikan bahwa pada orang yang masuk ke air
dingin atau tersiram air yang dingin, dapat mengalami ventricular ectopic beat. Alkohol
dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus.
Pada keadaan ini terjadi absorbsi/aspirasi cairan masif hingga terjadi hemodilusi oleh
karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam
darah. Air akan masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan
pecahnya sel darah merah (hemolisis).
Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan dengan
melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung hingga kadar ion kalium dan plasma
meningkat, terjadi perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam serabuit otot
jantung dapat mendorong terjadinya febrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah,
yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian akibat anoksia otak. Kematian dapat
terjadi dalam waktu 5 menit.
Konsentrasi elektrolit cairan asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan
ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru yang akan
menimbulkan edema pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar
magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi
lambat dan menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam
waktu 8-9 menit setelah tenggelam.
c) Refleks vagal
DIATOME
TANDA PASTI
Tanda-tanda Asfiksia
Warna lebam mayat merah kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam
lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga
darah sukar membeku dan mudah mengalir. Pada kasus keracunan sianida dan CO,
lebam jenazah berwarna merah terang meskipun tidak selalu demikian, sebab masing-
masing mempunyai kadar oskihemoglobin dan CO-Hb yang tinggi.
- Kongesti vena
Khas asfiksia bila kongesti sistemik pada kulit dan organ selain paru-
paru
Petechial haemorrages (tardieu spot)
Terutama pada jaringan longgar (kelopak mata) atau organ dengan
membran trasnparan (pleura, perikardium)
Kongesti yang terjadi di paru-paru pada kematian karena asfiksia bukan merupakan
tanda yang khas. Kongesti yang khas asfiksia bila kongesti sistemik pada kulit dan
organ selain paru-paru, termasuk dilatasi jantung kanan. Sebagai akibat dari kongesti
vena, akan terlihat adanya bintik-bintik perdarahan (petechial haemorrages) atau
disebut tardieu’s spot. Bintik perdarahan terjadi karena timbulnya peningkatan
permeabilitas kapiler dan juga karena rusak/pecahnya dinding endotel kapiler akibat
hipoksia. Bintik perdarahan ini lebih mudah terjadi pada jaringan longgar, seperti
misalnya jaringan bawah kelopak mata, atau organ dengan membran trasnparan
(pleura, perikardium). Pada asfiksia hebat, bintik perdarahan dapat terlihat pada faring
dan laring.
- Edema
Jejas jerat berupa lekukan melingkari leher, baik penuh atau sebagian dan disekitarnya
terlihat bendungan. Arah jejas jerat mengarah ke atas menuju simpul dan membentuk
sudut atau jika jejas diteruskan (pada jejas yang tidak melingkar secara penuh) akan
membentuk sudut semu. Warna jejas coklat kemerahan (karena lecet akibat tali yang
kasar), perabaan seperti kertas perkamen. Jeratan akan semakin tidak jelas jejasnya,
apabila penggantungan menggunakan alat yang lunak dan atau mempunyai ukuran
lebar makin besar. Hal serupa terjadi pula pada penjeratan. Alat tersebut misalnya kain
jarik, sprei atau sarung yang digulung.
b. Resapan darah
Resapan darah pada jaringan bawah kulit dan otot. Tanda ini merupakan salah satu
tanda intravital, yakni adanya proses reaksi inflamasi / ekstravasasi sel-sel darah pada
jaringan yang menunjukkan bahwa trauma / jeratan terjadi sebelum korban meninggal.
Hal serupa pada prinsipnya terjadi pada semua jenis trauma pada semua jaringan.
Lebam mayat dapat ditemukan pada bagian tubuh bawah, anggota bagian distal serta
alat genital distal apabila sesudah mati tetap dalam keadaan tergantung cukup lama
hingga lebam mayat menetap.
e. Lidah
Lidah akan terlihat menjulur bila posisi tali di bawah kartilago thyroid dan berwarna
lebih gelap akibat proses pengeringan. Sebaliknya, apabila lilitan tali di atas kartilago
thyroid, lidah tidak akan menjulur.
Posisi gantung :
1. komplit hanging
2. inkomplit hanging
a. duduk / berlutut
b. berbaring terlungkup
Letak simpul :
c) Penjeratan
- Jejas jerat
c. simpul mati
# jejas jerat : tali penjerat – keras, kecil, kasar – terlihat jelas, -- halus, lebar, lunak
– tidak terlihat jelas
d) Pencekikan
o Luka/memar di daerah leher bentuk serupa kuku
o Resapan darah di bagian dalam leher, terutama di belakang kerongkongan,
dasar lidah dan kelenjar thyroid
o Fraktur tulang rawan thyroid, crycoid dan hyoid
o Buih halus lubang mulut dan hidung
Pada pemeriksaan luar, tampak pembendungan pada kepala dan muka karena
tertekannya pembuluh vena dan arteries superficial, sedangkan arteri vertebrallis tidak
terganggu.
e) Tenggelam
Pemeriksaan Luar Jenazah
Sianosis kuku dan bibir
Mata merah (perdarahan subkonjungtiva)
Buih halus yg sukar pecah di mulut dan hidung
Kadang lidah menjulur
Lebam mayat lebih banyak di kepala, muka, dan leher
Jika ada kejang mayat (cadaveric spasme), tangan terlihat
menggenggam sesuatu Telapak tangan dan kaki putih mengkerut
(washer woman’s hand) jika korban lama di air
Kadang kulit kasar seperti kulit bebek (cutis anserine)
DAPUS