Anda di halaman 1dari 30

Patofisiologi Afiksia

Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam dua
golongan :
1. Primer (akibat langsung dari asfiksia)
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe
dari asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan O2. Bagian-
bagian otak tertentu membutuhkan lebih banyak O2, dengan demikian bagian
tersebut lebih rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang
karakteristik terlihat pada sel-sel serebrum, serebelum dan ganglia basalis. Di
sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial, sehingga pada
organ tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya
perubahan akibat kekurangan O2 langsung atau primer tidak jelas.
2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari
tubuh)
Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah
dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi.
Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja
jantung maka terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat.
Keadaan ini didapati pada :
a. Penutupan mulut dan hidung (pembekapan)
b. Obstruksi jalan nafas seperti pada mati gantung, penjeratan,
pencekikan dan korpus alienum dalam saluran nafas atau pada
tenggelam karena cairan menghalangi udara masuk ke paru–paru.
c. Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan
(traumatic asphyxia)
Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan,
misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.

Ada 4 stadium tanda dari asfiksia, yaitu :

1. Fase dispneu / sianosis

Pada fase dispneu / sianosis asfiksia berlangsung kira-kira 4 menit. Fase ini terjadi
akibat rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar karbon dioksida. Tingginya kadar
karbon dioksida akan merangsang medulla oblongata sehingga terjadi perubahan pada
pernapasan, nadi dan tekanan darah. Pernapasan terlihat cepat, berat, dan sukar. Nadi
teraba cepat. Tekanan darah terukur meningkat.

2. Fase konvulsi

Fase konvulsi asfiksia terjadi kira-kira 2 menit. Awalnya berupa kejang klonik lalu
kejang tonik kemudian opistotonik. Kesadaran mulai hilang, pupil dilatasi, denyut
jantung lambat, dan tekanan darah turun.

3. Fase apneu

Fase apneu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit. Fase ini dapat kita amati berupa
adanya depresi pusat pernapasan (napas lemah), kesadaran menurun sampai hilang dan
relaksasi spingter.
4. Fase akhir / terminal / final

Fase akhir asfiksia ditandai oleh adanya paralisis pusat pernapasan lengkap. Denyut
jantung beberapa saat masih ada lalu napas terhenti kemudian mati.

Gambaran Postmortem pada Asfiksia Karena asfiksia merupakan mekanisme


kematian, maka secara menyeluruh untuk semua kasus akan ditemukan tanda-tanda
umum yang hampir sama, yaitu:

1. Pada pemeriksaan luar :


a. Muka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan) yang
disebabkan tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO2 daripada HbO2.
b. Tardieu’s spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieu’s spot merupakan
bintik-bintik perdarahan (petekie) akibat pelebaran kapiler darah setempat.
c. Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena terhambatnya pembekuan
darah dan meningkatnya fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat
meningkatnya kadar CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat
lebih gelap karena meningkatnya kadar HbCO2..
d. Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan adanya
fenomena kocokan pada pernapasan kuat.

Diagnosis Asifksia

Pada pemeriksaan dalam :

a. Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi pada mayat laki-laki
akibat kongesti / bendungan alat tubuh & sianotik.
b. Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih cair.
c. Tardieu’s spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea apponeurotika, laring,
kelenjar timus dan kelenjar tiroid.
d. Busa halus di saluran pernapasan.
e. Edema paru.
f. Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti fraktur laring,
fraktur tulang lidah dan resapan darah pada luka.

Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernafasan terhalang
memasuki saluran pernafasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik),
misalnya :

1. Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas:


a. Pembekapan (smothering)

Definisi : Pembekapan (smothering) adalah suatu suffocation dimana lubang luar jalan
napas yaitu hidung dan mulut tertutup secara mekanis oleh benda padat atau partikel-
partikel kecil.

Etiologi Kematian pada Pembekapan: Ada 3 penyebab kematian pada pembekapan


(smothering), yaitu :

1. Asfiksia
2. Edema paru
3. Hiperaerasi

Edema paru dan hiperaerasi terjadi pada kematian yang lambat dari pembekapan.

Cara Kematian pada kasus pembekapan, yaitu

a) Kecelakaan (paling sering), misalnya tertimbun tanah longsor atau salju,


alkoholisme, bayi tertutup selimut atau mammae ibu
b) Pembunuhan, misalnya hidung dan mulut diplester, bantal ditekan ke wajah,
serbet atau dasi dimasukkan ke dalam mulut.
c) Bunuh diri
Gambaran Postmortem Pembekapan

Hal-hal penting pada pemeriksaan otopsi kasus pembekapan, yaitu :

1) Mencari penyebab kematian.


2) Menemukan tanda-tanda asfiksia.
3) Menemukan edema paru, hiperaerasi dan sianosis pada kematian yang lambat.

b. Penyumbatan (gagging dan choking)

Definisi, Tersedak (chocking) adalah suatu suffocation dimana ada benda padat yang
masuk dan menyumbat lumen jalan udara.

Cara Kematian Pada Kasus Tersedak

Ada 2 cara kematian pada kasus tersedak, yaitu :

a) Kecelakaan (paling sering), seperti gangguan refleks batuk pada alkoholisme,


pada bayi atau anak kecil yang gemar memasukkan benda asing ke dalam
mulutnya, tonsilektomi, aspirasi, dan kain kasa yang tertinggal pada anestesi
eter.
b) Pembunuhan (kasus infanticide)

Gambaran Postmortem

Hal-hal penting pada pemeriksaan otopsi kasus tersedak (chocking), yaitu :


 Mencari bahan penyebab dalam saluran pernapasan. Juga kadang-kadang ada
tanda kekerasan di mulut korban.
 Menemukan tanda asfiksia.
 Mencari tanda-tanda edema paru, hiperaerasi dan atelektasis pada kematian
lambat.
 Tersedak dapat terjadi sebagai komplikasi dari bronkopneumonia dan abses.

2. Penekanan dinding saluran pernafasan:


a. Penjeratan (strangulation)

Definisi

Jerat (strangulation by ligature) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher
korban akibat suatu jeratan dan menjadi erat karena kekuatan lain bukan karena berat
badan korban.

Etiologi Kematian pada Penjeratan

Ada 3 penyebab kematian pada jerat (strangulation by ligature), yaitu :

1. Asfiksia
2. Iskemia
3. Vagal refleks

Cara Kematian pada Penjeratan:


Ada 3 cara kematian pada kasus jeratan (strangulation by ligature), yaitu :

a. Pembunuhan (paling sering).

Pembunuhan pada kasus jeratan dapat kita jumpai pada kejadian infanticide dengan
menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan hukuman mati (zaman
dahulu).

b. Kecelakaan.

Kecelakaan pada kasus jeratan dapat kita temukan pada bayi yang terjerat oleh tali
pakaian, orang yang bersenda gurau dan pemabuk. Vagal reflex menjadi penyebab
kematian pada orang yang bersenda gurau.

c. Bunuh diri.

Pada kasus bunuh diri dengan jeratan, dilakukan dengan melilitkan tali secara berulang
dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik. Antara jeratan dan leher
dimasukkan tongkat lalu mereka memutar tongkat tersebut.

Hal-hal penting yang perlu kita perhatikan pada kasus jeratan, antara lain :

1. Arah jerat mendatar / horisontal.


2. Lokasi jeratan lebih rendah daripada kasus penggantungan.
3. Jenis simpul penjerat.
4. Bahan penjerat misalnya tali, kaus kaki, dasi, serbet, serbet, dan lain-lain.
5. Pada kasus pembunuhan biasanya kita tidak menemukan alat yang digunakan
untuk menjerat.

Gambaran Postmortem
Pemeriksaan otopsi pada kasus jeratan (strangulation by ligature) mirip kasus
penggantungan (hanging) kecuali pada :

 Distribusi lebam mayat yang berbeda.


 Alur jeratan mendatar / horisontal.
 Lokasi jeratan lebih rendah.
b. Pencekikan (manual strangulation)
Definisi

Pencekikan (manual strangulasi) adalah suatu strangulasi berupa tekanan pada leher
korban yang dilakukan dengan menggunakan tangan atau lengan bawah. Pencekikan
dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

1. Menggunakan 1 tangan dan pelaku berdiri di depan korban.


2. Menggunakan 2 tangan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.
3. Menggunakan 1 lengan dan pelaku berdiri di depan atau di belakang korban.

Apabila pelaku berdiri di belakang korban dan menarik korban ke arah pelaku maka
ini disebut mugging.

Etiologi Kematian pada Pencekikan

Ada 3 penyebab kematian pada pencekikan, yaitu (1):

a. Asfiksia
b. Iskemia
c. Vagal reflex

Cara Kematian pada Pencekikan

Ada 2 cara kematian pada kasus pencekikan, yaitu (1):

 Pembunuhan (hampir selalu).


 Kecelakaan, biasanya mati karena vagal reflex.

Gambaran Postmortem Pencekikan

Pemeriksaan Luar:
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan luar kasus pencekikan, antara lain :

1. Tanda asfiksia.

Tanda-tanda asfiksia pada pemeriksaan luar otopsi yang dapat kita temukan antara lain
adanya sianotik, petekie, atau kongesti daerah kepala, leher atau otak. Lebam mayat
akan terlihat gelap.

2. Tanda kekerasan pada leher.

Tanda kekerasan pada leher yang penting kita cari, yaitu bekas kuku dan bantalan jari.
Bekas kuku dapat kita kenali dari adanya crescent mark, yaitu luka lecet berbentuk
semilunar/bulan sabit. Terkadang kita dapat menemukan sidik jari pelaku. Perhatikan
pula tangan yang digunakan pelaku, apakah tangan kanan (right handed) ataukah
tangan kiri (left handed). Arah pencekikan dan jumlah bekas kuku juga tak luput dari
perhatian kita.

3. Tanda kekerasan pada tempat lain.

Tanda kekerasan pada tempat lain dapat kita temukan di bibir, lidah, hidung, dan lain-
lain. Tanda ini dapat menjadi petunjuk bagi kita bahwa korban melakukan perlawanan.

Pemeriksaan Dalam:

Hal yang penting pada pemeriksaan dalam bagian leher kasus pencekikan, yaitu:

1. Perdarahan atau resapan darah.

Perdarahan atau resapan darah dapat kita cari pada otot, kelenjar tiroid, kelenjar ludah,
dan mukosa & submukosa pharing atau laring.

2. Fraktur.
Fraktur yang paling sering kita temukan pada os hyoid. Fraktur lain pada kartilago
tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea.

3. Memar atau robekan membran hipotiroidea.


4. Luksasi artikulasio krikotiroidea dan robekan ligamentum pada mugging.

c. Gantung (hanging)

Definisi

Penggantungan (hanging) merupakan suatu strangulasi berupa tekanan pada leher


akibat adanya jeratan yang menjadi erat oleh berat badan korban.

Etiologi Kematian pada Penggantungan

Ada 4 penyebab kematian pada penggantungan, yaitu : Asfiksia, Iskemia otak akibat
gangguan sirkulasi, Vagal reflex, Kerusakan medulla oblongata atau medulla spinalis

Cara Kematian pada Penggantungan

Ada 3 cara kematian pada penggantungan, yaitu :


1. Bunuh diri (paling sering) .
2. Pembunuhan, termasuk hukuman mati .
3. Kecelakaan, misalnya bermain dengan tali lasso, tali parasut pada terjun
payung, dan penggunaan tali untuk mendapat kepuasan seks.

Untuk mengetahui lebih jelas cara kematian ini, hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

a. Ada tidaknya alat penumpu korban, misalnya bangku dan sebagainya.


b. Arah serabut tali penggantung.

Serabut tali penggantung yang arahnya menuju korban dapat memberi petunjuk bagi
kita bahwa korban melakukan bunuh diri. Sebaliknya, bila arah serabut tali menjauhi
korban menjadi bukti korban dibunuh lebih dahulu sebelum digantung.

1. Distribusi lebam mayat.

Distribusi lebam mayat harus di perhatikan secara seksama, apakah sesuai dengan
posisi mayat ataukah tidak.

2. Jenis simpul tali gantungan.

Hal ini penting diperhatikan karena dapat kita jadikan sebagai patokan apakah korban
melakukan bunuh diri ataukah korban pembunuhan. Simpul tali, baik simpul hidup
maupun simpul mati, bila melewati lingkar kepala korban dapat menunjukkan korban
melakukan bunuh diri. Apabila simpul tali tidak melewati lingkar kepala korban,
berarti korban dibunuh lebih dahulu sebelum digantung. Simpul hidup harus
dilonggarkan secara maksimal untuk membuktikannya.
Gambaran Postmortem pada Penggantungan

Pemeriksaan luar :

a. Kepala.

Muka korban penggantungan akan mengalami sianosis dan terlihat pucat karena vena
terjepit. Selain itu, pucat pada muka korban juga disebabkan terjepitnya arteri. Mata
korban dapat melotot akibat adanya bendungan pada kepala korban. Hal ini disebabkan
terhambatnya vena-vena kepala tetapi arteri kepala tidak terhambat.

Bintik-bintik perdarahan pada konjungtiva korban terjadi akibat pecahnya vena dan
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah karena asfiksia.

Lidah korban penggantungan bisa terjulur, bisa juga tidak terjulur.Lidah terjulur
apabila letak jeratan gantungan tepat berada pada kartilago tiroidea. Lidah tidak terjulur
apabila letaknya berada diatas kartilago tiroidea.

b. Leher.

Alur jeratan pada leher korban penggantungan berbentuk lingkaran (V shape). Alur
jerat berupa luka lecet atau luka memar dengan ciri-ciri :

 Alur jeratan pucat.


 Tepi alur jerat coklat kemerahan.
 Kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan.
 Alur jeratan yang simetris / tipikal pada leher korban penggantungan (hanging)
menunjukkan letak simpul jeratan berada dibelakang leher korban. Alur jeratan
yang asimetris menunjukkan letak simpul disamping leher.
c. Anggota gerak (lengan dan tungkai).
Anggota gerak korban penggantungan dapat kita temukan adanya lebam mayat pada
ujung bawah lengan dan tungkai. Penting juga kita ketahui ada tidaknya luka lecet pada
anggota gerak tersebut.

d. Dubur dan Alat kelamin.

Dubur korban penggantungan dapat mengeluarkan feses. Alat kelamin korban dapat
mengeluarkan mani, urin, dan darah (sisa haid). Pengeluaran urin disebabkan kontraksi
otot polos pada stadium konvulsi atau puncak asfiksia. Lebam mayat dapat ditemukan
pada genitalia eksterna korban.

Pemeriksaan Dalam :

1. Kepala.

Kepala korban penggantungan dapat kita temukan tanda-tanda bendungan pembuluh


darah otak, kerusakan medulla spinalis dan medulla oblongata. Kedua kerusakan
tersebut biasanya terjadi pada hukuman gantung (judicial hanging).

2. Leher.

Leher korban penggantungan dapat kita temukan adanya perdarahan dalam otot atau
jaringan, fraktur (os hyoid, kartilago tiroidea, kartilago krikoidea, dan trakea), dan
robekan kecil pada intima pembuluh darah leher (vena jugularis).

3. Dada dan perut.

Pada dada dan perut korban dapat ditemukan adanya perdarahan (pleura, perikard,
peritoneum, dan lain-lain) dan bendungan/kongesti organ.

4. Darah.
Darah dalam jantung korban penggantungan (hanging) warnanya lebih gelap dan
konsistensinya lebih cair.

Tabel 1. Perbedaan antara penggantungan antemortem dan postmortem

No Penggantungan antemortem Penggantungan postmortem


1 Tanda – tanda penggantungan Tanda – tanda postmortem menunjukkan
antemortem bervariasi. Tergantung kematian yang bukan disebabkan
dari cara kematian korban penggantungan
2 Tanda jejas jeratan miring, berupa Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk
lingkaran terputus (non-continuous) lingkaran utuh (continuous), agak sirkuler
dan letaknya pada leher bagian atas dan letaknya pada bagian leher tidak
begitu tinggi
3 Simpul tali biasanya tunggal, Simpul tali biasanya lebih dari satu,
terdapat pada sisi leher diikatkan dengan kuat dan diletakkan pada
bagian depan leher
4 Ekimosis tampak jelas pada salah Ekimosis pada salah satu sisi jejas
satu sisi dari jejas penjeratan. Lebam penjeratan tidak ada atau tidak jelas.
mayat tampak di atas jejas jerat dan Lebam mayat terdapat pada bagian tubuh
pada tungkai bawah yang menggantung sesuai dengan posisi
mayat setelah meninggal
5 Pada kulit di tempat jejas penjeratan Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak
teraba seperti perabaan kertas begitu jelas
perkamen, yaitu tanda
parchmentisasi
6 Sianosis pada wajah, bibir, telinga, Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga
dan lain-lain sangat jelas terlihat dan lain-lain tergantung dari penyebab
kematian
No Penggantungan antemortem Penggantungan postmortem
terutama jika kematian karena
asfiksia
7 Wajah membengkak dan mata Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak
mengalami kongesti dan agak terdapat, kecuali jika penyebab kematian
menonjol, disertai dengan gambaran adalah pencekikan (strangulasi) atau
pembuluh dara vena yang jelas pada sufokasi
bagian kening dan dahi
8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
sekali kematian akibat pencekikan
9 Penis. Ereksi penis disertai dengan Penis. Ereksi penis dan cairan sperma
keluarnya cairan sperma sering tidak ada. Pengeluaran feses juga tidak
terjadi pada korban pria. Demikian ada
juga sering ditemukan keluarnya
feses
10 Air liur. Ditemukan menetes dari Air liur tidak ditemukan yang menetes pad
sudut mulut, dengan arah yang kasus selain kasus penggantungan.
vertikal menuju dada. Hal ini
merupakan pertanda pasti
penggantungan ante-mortem

Tabel 2. Perbedaan penggantungan pada bunuh diri dan pada pembunuhan

No Penggantungan pada bunuh diri Penggantungan pada pembunuhan


1 Usia. Gantung diri lebih sering Tidak mengenal batas usia, karena
terjadi pada remaja dan tindakan pembunuhan dilakukan oleh
orangdewasa. Anak-anak di bawah musuh atau lawan dari korban dan tidak
usia 10 tahun atau orang dewasa di bergantung pada usia
No Penggantungan pada bunuh diri Penggantungan pada pembunuhan
atas usia 50 tahun jarang melakukan
gantung diri
2 Tanda jejas jeratan, bentuknya Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak
miring, berupa lingkaran terputus terputus, mendatar, dan letaknya di bagian
(non-continuous) dan terletak pada tengah leher, karena usaha pelaku
bagian atas leher pembunuhan untuk membuat simpul tali
3 Simpul tali, biasanya hanya satu Simpul tali biasanya lebih dari satu pada
simpul yang letaknya pada bagian bagian depan leher dan simpul tali
samping leher tersebut terikat kuat
4 Riwayat korban. Biasanya korban Sebelumnya korban tidak mempunyai
mempunyai riwayat untuk mencoba riwayat untuk bunuh diri
bunuh diri dengan cara lain
5 Cedera. Luka-luka pada tubuh Cedera berupa luka-luka pada tubuh
korban yang bisa menyebabkan korban biasanya mengarah kepada
kematian mendadak tidak ditemukan pembunuhan
pada kasus bunuh diri
6 Racun. Ditemukannya racun dalam Terdapatnya racun berupa asam opium
lambung korban, misalnya arsen, hidrosianat atau kalium sianida tidak
sublimat korosif dan lain-lain tidak sesuai pada kasus pembunuhan, karena
bertentangan dengan kasus gantung untuk hal ini perlu waktu dan kemauan
diri. Rasa nyeri yang disebabkan dari korban itu sendiri. Dengan demikian
racun tersebut mungkin mendorong maka kasus penggantungan tersebut
korban untuk melakukan gantung adalah karena bunuh diri
diri
No Penggantungan pada bunuh diri Penggantungan pada pembunuhan
7 Tangan tidak dalam keadaan terikat, Tangan yang dalam keadaan terikat
karena sulit untuk gantung diri mengarahkan dugaan pada kasus
dalam keadaan tangan terikat pembunuhan
8 Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri, Pada kasus pembunuhan, mayat
mayat biasanya ditemukan ditemukan tergantung pada tempat yang
tergantung pada tempat yang mudah sulit dicapai oleh korban dan alat yang
dicapai oleh korban atau di digunakan untuk mencapai tempat
sekitarnya ditemukan alat yang tersebut tidak ditemukan
digunakan untuk mencapai tempat
tersebut
9 Tempat kejadian. Jika kejadian Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada
berlangsung di dalam kamar, ruangan ditemukan terkunci dari luar,
dimana pintu, jendela ditemukan maka penggantungan adalah kasus
dalam keadaan tertutup dan terkunci pembunuhan
dari dalam, maka kasusnya pasti
merupakan bunuh diri
10 Tanda-tanda perlawanan, tidak Tanda-tanda perlawanan hampir selalu
ditemukan pada kasus gantung diri ada kecuali jika korban sedang tidur, tidak
sadar atau masih anak-anak.
INHALATION OF SUFFOCATING GASSES

Definisi

Inhalation of suffocating gasses adalah suatu keadaan dimana korban menghisap gas
tertentu dalam jumlah berlebihan sehingga kebutuhan O2 tidak terpenuhi.

Cara kematian pada kasus Inhalation of suffocating gasses:

Ada 3 cara kematian pada korban kasus inhalation of suffocating gasses, yaitu
menghisap gas :

1. CO
2. CO2
3. H2S

Gas CO banyak pada kebakaran hebat. Gas CO2 banyak pada sumur tua dan gudang
bawah tanah. Gas H2S pada tempat penyamakan kulit.

TENGGELAM

Kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan masuknya cairan ke dalam saluran
pernafasan.

Terminologi tenggelam :

a. Wet drowning

Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernafasan setelah korban tenggelam.
Kematian terjadi setelah korban menghirup air. Jumlah air yang dapat mematikan, jika
dihirup paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30-40 ml untuk bayi.
b. Dry drowning

Pada keadaan ini, cairan tidak masuk ke dalam saluran pernafasan, akibat spasme laring
dan kematian terjadi sebelum menghirup air.

c. Secondary drowning

Terjadi gejala bebertapa hari setelah korban tenggelam dan diangkat dari dalam air dan
korban meninggal akibat komplikasi

d. Immersion syndrome

Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks vagal
yang menyebabkan cardiac arrest. Keadaan tersebut hanya dapat dijelaskan oleh karena
terjadinya fibrilasi ventrikel dan dapat dibuktikan bahwa pada orang yang masuk ke air
dingin atau tersiram air yang dingin, dapat mengalami ventricular ectopic beat. Alkohol
dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus.

Patofisiologi Akibat Tenggelam

Dalam air tawar

Absorbsi/aspirasi cairan masif à hemodilusi à hemolisis à gangguan keseimbangan


elektrolit, terutama hiperkalemia di otot jantung à fibrilasi ventrikel & penurunan
tekanan à anoksia otak à kematian dalam 5 menit

Pada keadaan ini terjadi absorbsi/aspirasi cairan masif hingga terjadi hemodilusi oleh
karena konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam
darah. Air akan masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan
pecahnya sel darah merah (hemolisis).
Akibat pengenceran darah yang terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan dengan
melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung hingga kadar ion kalium dan plasma
meningkat, terjadi perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam serabuit otot
jantung dapat mendorong terjadinya febrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah,
yang kemudian menyebabkan timbulnya kematian akibat anoksia otak. Kematian dapat
terjadi dalam waktu 5 menit.

Dalam air asin

Absorbai/aspirasi cairan masif à edema pulmo à hipovolemia, hemokonsentrasi à


pelambatan aliran sirkulasi à payah jantung à kematian 8-9 menit

Konsentrasi elektrolit cairan asin lebih tinggi daripada dalam darah, sehingga air akan
ditarik dari sirkulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru yang akan
menimbulkan edema pulmoner, hemokonsentrasi, hipovolemi dan kenaikan kadar
magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan mengakibatkan sirkulasi menjadi
lambat dan menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian terjadi kira-kira dalam
waktu 8-9 menit setelah tenggelam.

Adapun mekanisme kematian pada orang tenggelam dapat berupa :

a) Asfiksia akibat spasme laring

b) Asfiksia karena gagging dan choking

c) Refleks vagal

d) Fibrilasi ventrikel (dalam air tawar

e) Edema pulmoner (dalam air asin)

Pemeriksaan Luar Korban Tenggelam :


1) Pakaian / mayat basah, kadang bercampur pasir, lumur dan benda-benda asing
lain yang terdapat dalam air.
2) Cutis anserina pada kulit permukaan anterior tubuh, terutama pada ekstremitas
akibat kontraksi otot errector pilli yang dapat terjadi karena rangsang dinginnya
air (sebagai gambaran seperti saat seseorang berdiri bulu kuduknya /
“merinding”)
3) Kulit telapak tangan dan kaki, kadang menyerupai washer woman hand/skin,
yakni berwarna
4) Keputihan dan berkeriput yang disebabkan imbibisi cairan ke dalam kulit dan
biasanya membutuhkan waktu lama (sebagai gambaran sepert tangan / kulitnya
orang setelah mencuci)
5) Cadaveric spasm, merupakan tanda intravital yang terjadi pada waktu korban
berusaha menyelamatkan diri dengan memegang apa saja benda-benda
disekitarnya, seperti rumput atau benda lain dalam air. (sebagai gambaran :
tangan korban menggenggam erat hingga sulit dibuka dan biasanya terdapat
benda air, misalnya rumput/lumut dalam genggamannya).
6) Buih halus dari mulut dan hidung berbentuk seperti jamur (mushroom-like
mass) yang terbentuk akibat edema pulmo akut, berwarna putih dan persisten
(tetap diproduksi terus, meskipun korban sudah meninggal). Buih semakin
banyak jika dada ditekan.
7) Luka memar/lecet/robek bisa ditemukan pada beberapa bagian tubuh, akibat
benturan dengan benda-benda keras dalam air (misalnya batu sungai atau
karang laut) pada saat tenggelam.

Pemeriksaan Dalam Korban Tenggelam:

1. Pada saluran nafas (trakhea & bronkhus) terdapat buih.


2. Emphysema aquosum, yakni keadaan paru-paru membesar dan pucat seperti
paru-paru penderita asma tetapi lebih berat dan basah, di banyak bagian terlihat
gambaran seperti marmer, bila permukaannya ditekan meninggalkan lekukan
dan bila diiris terlihat buih berair.
3. Bercak hemolisis pada dinding aorta. Bercak “paltauf” yaitu bercak perdarahan
yang besar (diameter 3-5 cm), terjadi karena robeknya partisi inter alveolar dan
sering terlihatn di bawah pleura.
4. Pemeriksaan berat jenis dan kadar elektrolit pada darah yang berasal dari bilik
jantung kiri dan kanan. Bila tenggelam di air tawar, berat jenis dan kadar
elektrolit dalam darah jantung kiri lebih rendah dari jantung kanan, sedangkan
pada tenggelam di air asin terjadi sebaliknya
5. Lambung dan esofagus terisi air beserta pasir dan benda air lain.
6. Benda air (diatom) di jaringan paru, darah, ginjal, tulang.

 DIATOME

TANDA PASTI

Tanda-tanda Asfiksia

A. Tanda klasik / umum :


- Sianosis
- <<< O2, darah lebih encer dan gelap à kulit, mulosa & lebam mayat umumnya
lebih gelap
- Juga terdapat umum pada banyak kematian
Kurangnya oksigen menyebabkan darah lebih encer dan lebih gelap. Warna kulit dan
mukosa terlihat lebih gelap. Tanda ini juga terdapat umum pada banyak kematian.

Warna lebam mayat merah kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam
lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga
darah sukar membeku dan mudah mengalir. Pada kasus keracunan sianida dan CO,
lebam jenazah berwarna merah terang meskipun tidak selalu demikian, sebab masing-
masing mempunyai kadar oskihemoglobin dan CO-Hb yang tinggi.

- Kongesti vena
 Khas asfiksia bila kongesti sistemik pada kulit dan organ selain paru-
paru
 Petechial haemorrages (tardieu spot)
Terutama pada jaringan longgar (kelopak mata) atau organ dengan
membran trasnparan (pleura, perikardium)

Kongesti yang terjadi di paru-paru pada kematian karena asfiksia bukan merupakan
tanda yang khas. Kongesti yang khas asfiksia bila kongesti sistemik pada kulit dan
organ selain paru-paru, termasuk dilatasi jantung kanan. Sebagai akibat dari kongesti
vena, akan terlihat adanya bintik-bintik perdarahan (petechial haemorrages) atau
disebut tardieu’s spot. Bintik perdarahan terjadi karena timbulnya peningkatan
permeabilitas kapiler dan juga karena rusak/pecahnya dinding endotel kapiler akibat
hipoksia. Bintik perdarahan ini lebih mudah terjadi pada jaringan longgar, seperti
misalnya jaringan bawah kelopak mata, atau organ dengan membran trasnparan
(pleura, perikardium). Pada asfiksia hebat, bintik perdarahan dapat terlihat pada faring
dan laring.
- Edema

Disebkan karena kerusakan pada pembuluh kapiler sehingga permeabilitas meningkat,


terutama pada paru-paru

B. Tanda spesifik yang berhubungan dengan jenis penyebab asfiksia


a) Pembekapan
- Bila pembekapan dengan menggunakan benda lunak, maka pada pemeriksaan
luar mungkin tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.
- Kekerasan yang mungkin terdapat adalah luka lecet jenis tekan atau geser,
goresan kuku dan luka memar pada ujung hidung, bibir, pipi dan dagu yang
mungkin terjadi akibat korban melawan.
- Luka memar atau lecet pada bagian/permukaan dalam bibir, adalah akibat bibir
yang terdorong dan menekan gigi, gusi dan lidah.
b) Penggantungan
a. Jejas jerat :

Jejas jerat berupa lekukan melingkari leher, baik penuh atau sebagian dan disekitarnya
terlihat bendungan. Arah jejas jerat mengarah ke atas menuju simpul dan membentuk
sudut atau jika jejas diteruskan (pada jejas yang tidak melingkar secara penuh) akan
membentuk sudut semu. Warna jejas coklat kemerahan (karena lecet akibat tali yang
kasar), perabaan seperti kertas perkamen. Jeratan akan semakin tidak jelas jejasnya,
apabila penggantungan menggunakan alat yang lunak dan atau mempunyai ukuran
lebar makin besar. Hal serupa terjadi pula pada penjeratan. Alat tersebut misalnya kain
jarik, sprei atau sarung yang digulung.

b. Resapan darah

Resapan darah pada jaringan bawah kulit dan otot. Tanda ini merupakan salah satu
tanda intravital, yakni adanya proses reaksi inflamasi / ekstravasasi sel-sel darah pada
jaringan yang menunjukkan bahwa trauma / jeratan terjadi sebelum korban meninggal.
Hal serupa pada prinsipnya terjadi pada semua jenis trauma pada semua jaringan.

c. Fraktur os hyoid (biasanya pada cornu majus) dan cartilage crycoid


d. Lebam mayat

Lebam mayat dapat ditemukan pada bagian tubuh bawah, anggota bagian distal serta
alat genital distal apabila sesudah mati tetap dalam keadaan tergantung cukup lama
hingga lebam mayat menetap.

e. Lidah

Lidah akan terlihat menjulur bila posisi tali di bawah kartilago thyroid dan berwarna
lebih gelap akibat proses pengeringan. Sebaliknya, apabila lilitan tali di atas kartilago
thyroid, lidah tidak akan menjulur.

Posisi gantung :

1. komplit hanging

2. inkomplit hanging

a. duduk / berlutut
b. berbaring terlungkup

Letak simpul :

1. typical hanging : belakang kepala

2. atypical hanging : samping leher kiri dan kanan, depan

c) Penjeratan
- Jejas jerat

# jerat : jejas jerat / simpul

# jejas : luka lecet tekan

a. mendatar, seluruh leher

b. di bawah rawan gondok

c. simpul mati

# jejas jerat : tali penjerat – keras, kecil, kasar – terlihat jelas, -- halus, lebar, lunak
– tidak terlihat jelas

- + luka/memar bagian tubuh lain


- + sering adanya buih halus kemerahan di jalan nafas
- Resapan darah subkutis / otot
- Jejas jerat biasanya mendatar, melingkari leher dan umumnya terdapat lebih
rendah daripada jejas jerat pada gantung. Jejas jerat biasanya terletak setinggi
atau di bawah rawan gondok.
- Bila jerat kasar seperti tali dan tekanan kuat, maka dapat meninggalkan luka
lecet yang tampak jelas berupa kulit yang mencekung berwarna coklat yang
dengan perabaan teraba kaku seperti kertas perkamen.
- Pada peristiwa pembunuhan sering ditemukan adanya lecet-lecet atau memar
di sekitar jejas jerat, biasanya terjadi karena korban berusaha membuka jeratan.
- Pada pemeriksaan dalam leher di sekitar jeratan, bisa tampak resapan darah
pada otot dan jaringan ikat, fraktur dari tulang rawan reutama rawan gondok,
dan kongesti jaringan ikat, kelenjar limnfe dan pangkal lidah.
- Sering ditemukan adanya buih halus kemerahan pada jalan nafas

d) Pencekikan
o Luka/memar di daerah leher bentuk serupa kuku
o Resapan darah di bagian dalam leher, terutama di belakang kerongkongan,
dasar lidah dan kelenjar thyroid
o Fraktur tulang rawan thyroid, crycoid dan hyoid
o Buih halus lubang mulut dan hidung

Pada pemeriksaan luar, tampak pembendungan pada kepala dan muka karena
tertekannya pembuluh vena dan arteries superficial, sedangkan arteri vertebrallis tidak
terganggu.

Tanda kekerasan pada leher ditemukan dengan distribusi berbeda-beda, tergantung


cara mencekik.

e) Tenggelam
Pemeriksaan Luar Jenazah
 Sianosis kuku dan bibir
 Mata merah (perdarahan subkonjungtiva)
 Buih halus yg sukar pecah di mulut dan hidung
 Kadang lidah menjulur
 Lebam mayat lebih banyak di kepala, muka, dan leher
 Jika ada kejang mayat (cadaveric spasme), tangan terlihat
menggenggam sesuatu  Telapak tangan dan kaki putih mengkerut
(washer woman’s hand) jika korban lama di air
 Kadang kulit kasar seperti kulit bebek (cutis anserine)

Pemeriksaan Dalam Jenazah


 Ada lumpur, pasir halus, benda asing di sal. nafas, atau mungkin juga di
lambung sampai duodenum
 Buih halus di rongga mulut dan sal. nafas
 Oedem paru, cetakan iga di permukaan paru, perabaan kenyal ada pitting
oedema, bila dipotong dan diperas tampak banyak buih
 Darah gelap dan encer  Jantung kanan berisi darah, jantung kiri kosong

DAPUS

Abdul M. I, 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara; Jakarta


Barat.

Budiyanto, 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik FKUI ;


Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai