a. Tirah Baring
Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang
lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi
perdarahan usus atau perforasi usus.
b. Diet
Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah selulosa
(rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid,
diklasifikasikan atas: diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa.
c. Nutrisi (cairan)
Penderita harus mendapat terapi cairan yang cukup baik secara oral maupun
parenteral. Pemberian parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, terdapat
komplikasi, sulit makan dan penurunan kesadaran.
2. Terapi simptomatik
Terapi simtomatis dapat diberikan dengan pertimbangan untuk memperbaiki keadaan
umum penderita:
- Roboransia/Vitamin
- Antipiretik. Paracetamol 500 mg tablet.
- Antiemetik
3. Terapi Defenitif
Terapi defenitif yang diberikan adalah pemberian antibiotik. Antibiotik lini pertama
yang diberikan adalah
- Kloramfenikol
- Ampisilin atau amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang hamil)
- Trimetroprim-sulfametoxazole (Kotrimoxazole)
Bila pemberian antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti dengan
golongan antibiotik yang lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu:
- Seftriakson
- Sefiksim
- Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak <18 tahun karena dinilai mengganggu
pertumbuhan tulang).
Bila penderita dengan riwayat pernah mendapat tifoid serta predisposisi untuk carier,
maka pengobatan pertama adalah pemberian quinolone selama 4 minggu (Ciprofloxaxin
2x750 mg atau Norfloxacin 2x400mg).
Bila penderita dengan keadaan klinis berat sampai toksik atau syok septik, maka
pemberian antibiotik harus ganda dan diberikan secara parenteral (Ampicilin dengan
kloramfenikol, dan ditambah denga pemberian kortikosteroid dexametasone dosis 4x10 mg).
Tabel 1. 1 Antibiotik untuk Penderita Tifoid
PENCEGAHAN DEMAM TIFOID
Strategi pencegahan yang dipakai adalah untuk selalu menyediakan makanan dan
minuman yang tidak terkontaminasi, higiene perorangan terutama menyangkut kebersihan
tangan dan lingkungan, sanitasi yang baik, dan tersedianya air bersih sehari-hari. Strategi
pencegahan ini menjadi penting seiring dengan munculnya kasus resistensi.
Selain strategi di atas, dikembangkan pula vaksinasi terutama untuk para pendatang
dari negara maju ke daerah yang endemik demam tifoid. Vaksin-vaksin yang sudah ada yaitu:
- Vaksin Vi Polysaccharide
Vaksin ini diberikan pada anak dengan usia di atas 2 tahun dengan dinjeksikan secara
subkutan atau intra-muskuler. Tersedia dalam alat suntik 0,5 ml yang berisi 25 mikrogram
antigen Vi. Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan direkomendasikan untuk revaksinasi setiap
3 tahun. Vaksin ini memberikan efikasi perlindungan sebesar 70-80%.
- Vaksin Ty21a Vivotif Berna
Vaksin oral ini tersedia dalam sediaan salut enterik dan cair yang diberikan pada anak
usia 6 tahun ke atas. Vaksin diberikan 3 dosis yang masing-masing diselang 2 hari, satu jam
sebelum makan. Antibiotik dihindari 7 hari sebelum dan sesudah vaksinasi. Vaksin ini efektif
selama 3 tahun dan memberikan efikasi perlindungan 67-82%.
- Vaksin Parenteral sel utuh: Typa Bio Farma
Vaksin ini mnegandung sel utuh Salmonela Typhi yang dimatikan yang mengandung
kurang lebih satu miliyar kuman/mililiter. Dikenal 2 jenis vaksin yaitu:
1. K Vaccine (Aceton in Activated). Daya proteksinya adalah 79-89%.
2. L Vaccine (Heat in activated)
Dosis kedua vaksin untuk dewasa: 0,5 ml, anak 6-12 tahun: 0,25 ml, anak 0,1 ml yang
diberikan 2 dosis dengan interval selama 4 minggu.
Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu dan bengkak, dengan nyeri pada bekas
suntikan.
Prognosis adalah bonam, namun ad sanationam dubia ad bonam, karena penyakit dapat
terjadi berulang.
Daftar pustaka:
1. Widodo D. 2014. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III
Edisi VI. Jakarta:Interna Publishing
2. Nelwan RHH. 2012. Tatalaksana Terkini Demam Tifoid. Dalam jurnal Continuing
Medical Education, di unduh dari:
http://www.kalbemed.com/portals/6/05_192cme_1%20tata%20laksana%20terkini%2
0demam%20tifoid.pdf
4. Ikatan Dokter Indonesia. 2014. Demam Tifoid. Dalam Buku Pedoman Praktis Klinis
Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
5. WHO. 2003. The Diagnosis, Treatment And Prevention Of Typhoid Fever. Jurnal
WHO di unduh dari: http://www.who.int/rpc/TFGuideWHO.pdf
6. Alberta Health. 2014. Typhoid Fever. Dalam Jurnal Public Health Notifiable Disease
Management Guidelines. Di unduh dari:
www.health.alberta.ca/documents/Guidelines-Typhoid-Fever-2014.pdf