Anda di halaman 1dari 36

Assalamu’alaikum

LAPORAN/WRAP UP
BLOK MEKANISME PERTAHANAN TUBUH
SKENARIO II
 “Gatal dan Bentol Merah di Seluruh Tubuh”

KELOMPOK : B10
ANGGOTA :
ABIE KANZY (1102018281)
JIHAN FAADHILAH (1102018273)
M. BAGUS PRASETYO (1102018274)
FARZA IZZATY (1102018275)
MUHAMMAD RAZIF AKBAR (1102018276)
SINTIA PRAMUDIA WARDANI (1102018277)
BIANCA NAILA NAJAH (1102018278)
TAUFAN PUTRA WIDODO (1102018279)
MUHAMMAD PANDU GIRI PRABOWO (1102018280)
WINITA (1102018341)
 
SKENARIO 2

GATAL DAN BENTOL MERAH DI SELURUH TUBUH


Seorang perempuan berusia 25 tahun datang ke dokter dengan keluhan demam dan sakit
menelan sejak 2 minggu yang lalu.Dokter memberikan antibiotika golongan
penisilin.Setelah minum antibiotika tersebut timbul gatal dan bentol-bentol merah yang
hampir merata di seluruh tubuh, timbul bengkak pada kelopak mata dan bibir.Ia
memutuskan untuk kembali berobat ke dokter.Pada pemeriksaan fisik didapatkan
angioedema di mata dan bibir, dan urtikaria di seluruh tubuh. Dokter menjelaskan keadaan
ini diakibatkan oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe cepat), sehingga ia mendapatkan
obat anti histamin dan kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati
dalam meminum obat.
KATA-KATA SULIT
 Angioedema : bengkak tanpa nyeri dibawah kulit yang dipicu alergi terhadap bulu
binatang, serbuk sari, obat-obatan, racun, makanan.
 Hipersensitivitas : reaksi yang merusak jaringan imunologis yang mengacu pada respon
sistem imun yang berlebihan pada antigen.
 Anti histamin : agen yang melawan kerja histamin
 Kortikosteroid : obat yang mengandung hormonsteroid yang berguna untuk menambah
hormonsteroid serta meredakan peradangan atau inflamasi.
 Urtikaria : reaksi vascular lapisan dermis bagian atas yang ditandai dengan lembaran
sementara yang menonjol dan lebih merah atau pucat dari kulit sekitarnya.
 Penisilin : antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri.
 Antibiotika : segolongan molekul naik secara alami atau sintetik yang mempunyai efek
menekan atau menghentikan suatu proses biokimia pada organisme khususnya dalam
proses infeksi oleh bakteri.
PERTANYAAN

1. Mengapa pasien diberikan antihistamin dan kortikosteroid?


2. Bagaimana cara kerja kortikosteroid?
3. Bagaimana pasien timbul angioedema dan urtikaria?
4. Bagaimana cara kerja antibiotic penisilin sehingga menyebabkan alergi?
5. Apa saja gejala-gejala reaksi alergi?
6. Berapa dosis yang dibutuhkan untuk mengonsumsi antihistamin?
7. Apa saja tipe hipersensitivitas?
8. Apa saja yang menyebabkan seseorang mengalami hipersensitivitas?
9. Mengapa dokter mengatakan bahwa pasien mengalami hipersensitivitas tipe cepat?
10. Apa efek samping dari antibiotika penisilin?
11. Bagaimana mekanisme hipersensitivitas tipe cepat?
12. Apa etika dalam memilih dan meminum obat menurut agama?
13. Mengapa bentol-bentol merah di seluruh tubuh?
14. Apakah ada efek samping dari penggunaan kortikosteroid?
15. Apa efek samping dari antihistamin?
16. Mengapa angioedema terjadi di mata dan bibir?
JAWABAN SEMENTARA

1. Antihistamin : untuk mengobati angioedema yang disebabkan oleh histamin yang


dikeluarkan oleh sel mast.
Kortikosteroid : anti inflamasi
2. Masuk ke dinding sistem sel imun untuk mematikan zat yang bisa melepaskan
senyawa-senyawa yang jadi pemicu peradangan.
3. Dari efek histamin: pembuluh darah dilatasi dan permeabilitas kapiler meningkat.
4. Penisilin bekerja dengan menghambat pembentukan dinding sel bakteri,dengan
menghambat digabungkannya asam N-asetil muramat non esensial ke dalam struktur
mukoglutida yang biasanya membuat sel kaku dan kuat. Dan ini berarti penisilin hanya
aktif bekerja pada pathogen yang sedang tumbuh aktif.
5. Gatal, kemerah-merahan, batuk, bentol-bentol, dan demam.
6. 8-100mg perhari dalam dosis terbagi 3-4 kali.
7. a. Tipe 1 : hipersensitivitas immediet/reaksi cepat
b. Tipe 2 : hipersensitivitas sitotoksik
c. Tipe 3 : penyakit kompleks imun
d. Tipe 4 : hipersensitivitas seluler/tertunda/reaksi lambat
8.
   Obat, keturunan, makanan, dan lingkungan.
9. Karena reaksi alerginya timbul tanpa ada jeda waktu setelah mengonsumsi obat
10. Pusing, diare,mual-muntah, nyeri perut, insomnia, perdarahan, gangguan fungsi
ginjal, reaksi alergi obat yang parah, gatal dan ruam.
11. a. paparan terhadap allergen
b. adanya aktivasi sel Th 2 dan merangsang perubahan kelas IgE pada sel B
c. produksi IgE
d. pengikatan IgE pada FcRI di sel mast
e. terjadi paparan berulang
f. aktivasi sel mast pelepasan mediator
g. aminevasoaktif, mediator lipid
h. reaksi hipersensitivitas
12. a. mendahulukan cara rosul, seperti: kompres air, ruqyah, minum madu, jintan
hitam/habbatussauda, bekam.
b. etika minum obat, seperti: membaca basmallah sebelum minum obat, minum obat
sambil duduk, dan menggunakan tangan kanan.
13. Reaksi yang timbul bersifat sistemik dan meningkatnya kadar histamin
14. Penumpukan lemak di pipi rentan terkena infeksi hipertensi, meningkatnya kadar gula
darah, dan mempercepat timbulnya katarak dan pelemahan fungsi otot.
15. Mual, muntah, mulut kering, dan susah buang air kecil
16. Angioedema menyerang jaringan mukosa seperti pada bibir, mata, dan vagina.
HIPOTESIS
Hipersensitivitas adalah reaksi yang merusak jaringan imunologis yang mengacu pada
respon sistem imun yang berlebihan pada antigen. Yang terjadi akibat Obat, keturunan,
makanan, dan lingkungan. Yang memiliki tipe, tipe 1 yaitu hipersensitivitas
immediet/reaksi cepat, tipe 2 yaitu hipersensitivitas sitotoksik, tipe 3 yaitu penyakit
kompleks imun, tipe 4 yaitu hipersensitivitas seluler/tertunda/reaksi lambat. Dengan
gejala gatal, kemerah-merahan, batuk, bentol-bentol, dan demam. Cara mengatasinya
dengan memberikan antihistamin dan kortikosteroid karena antihistamin bertujuan untuk
mengobati angioedema yang disebabkan oleh histamin yang dikeluarkan oleh sel mast,
sedangkan kortikosteroid bertujuan untuk anti inflamasi. Cara kerja obatnya yaitu masuk
ke dinding sistem sel imun untuk mematikan zat yang bisa melepaskan senyawa-senyawa
yang jadi pemicu peradangan. Dalam Islam, cara memilih dan meminum obat adalah
mendahulukan cara rosul, seperti: kompres air, ruqyah, minum madu, jintan
hitam/habbatussauda, bekam. Serta etika minum obat, seperti: membaca basmallah
sebelum minum obat, minum obat sambil duduk, dan menggunakan tangan kanan.
SASARAN BELAJAR
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas
1.1 Definisi Hipersensitivitas
1.2 Etiologi Hipersensitivitas
1.3 Jenis-Jenis Hipersensitivitas 
LO 2. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe 1
2.1 Mekanisme Hipersensitivitas tipe 1
2.2 Mediator dan Fungsinya
LO 3. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe 2
3.1 Mekanisme Hipersensitivitas tipe 2
3.2 Mediator dan Fungsinya
3.3 Jenis-jenis dan bentuk reaksinya  
LO 4. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe 3
4.1 Mekanisme Hipersensitivitas tipe 3
4.2 Mediator dan Fungsinya
4.3 Jenis-jenis dan bentuk reaksinya
 
LO 5. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe 4
3.1 Mekanisme Hipersensitivitas tipe 4
3.2 Mediator dan Fungsinya
3.3 Jenis-jenis dan bentuk reaksinya
LO 6. Memahami dan Menjelaskan Antihhistamin dan Kortikosteroid
6.1 Definisi
6.2 Farmakokinetik
6.3 Farmakodinamik
6.4 Indikasi dan Kontraindikasi
6.5 Efek Samping
 LO 7. Batasan Hukum Islam Tentang Alergi Obat Sebagai Dokter Muslim
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas

1.1 Definisi
Keadaan perubahan reaktivitas dimana tubuh bereaksi secara berlebihan terhadap benda
asing. (Dorland, W.A Newman (1996) Kamus Kedokteran Dorland Edisi 26. Jakarta, EGC.)
Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang
pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. ( Imunologi UI )
Hipersensitivitas adalah keadaan berubahnya reaktivitas, ditandai dengan reaksi tubuh
berupa respons imun yang berlebihan terhadap sesuatu yang dianggap sebagai benda asing.
(Kamus Dorland, Edisi 29)
Hipersensitvitas adalah refleksi dari sistem imun yang berlebihan (Imunologi Abbas,2016)
Hipersensitivitas adalah reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah
dipajankan atau dikenal sebelumnya. (Baratawidjaja & Rengganis, 2014)
1.2 Etiologi
a. Infeksi persisten
Pada infeksi, terdapat antigen mikroba. Pada proses infeksi ini akan muncul kompleks
imun pada organ yang terinfeksi
b. Autoimun
Terjadi kompleks imun yang berasal dari tubuh sendiri. Kompleks imun mengendap
pada ginjal, sendi, dan pembuluh darah.
c. Ekstrinsik
Pada reaksi ini, antigen yang berperan adalah antigen lingkungan. Tempat kompleks
imun mengendap yaitu paru.
1.3 Klasifikasi
Pembagian menurut waktu timbulnya reaksi:
A. Reaksi cepat
Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam . ikatan silang antara
allergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan mediator vasoaktif.
Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis local.
B. Reaksi intermediet
Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi ini
melibatkan pembentukan kompleks imun IgG dan kerusakan jaringan melalui aktivasi
komplemen dan atau sel NK / ADCC. Manifestasi reaksi intermediet dapat berupa:
i. Reaksi transfuse darah, eritroblastosis fetalis dan anemia hemolitik autoimun
ii. Reaksi arthus local dan reaksi sistemik seperti serum sickness, vaskulitis nekrotis,
glomerulonephritis, artritis rheumatoid dan LES
Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang disebabkan oleh sel
neutrophil atau sel NK.
C. Reaksi lambat
reaksi lambat terlihat sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan antigen yang
terjadi oleh aktivasi sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor
makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis
kontak, reaksi M. tuberculosis dan reaksi penolakan tandur.
LO 2. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe 1
2.1 Mekanisme Hipersensitivitas tipe 1
Hipersensitivitas tipe I terjadi dalam reaksi jaringan terjadi dalam beberapa menit setelah
antigen bergabung dengan antibodi yang sesuai. Ini dapat terjadi sebagai anafilaksis
sistemik (misalnya setelah pemberian protein heterolog) atau sebagai reaksi lokal (misalnya
alergi atopik seperti demam hay).
Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut:
1) Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya
oleh reseptor spesifik (Fcε -R) pada permukaan sel mast dan basofil.
2) Fase Aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang
spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
3) Fase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik (Baratawidjaja,
2006). Mekanisme alergi, misalnya terhadap makanan, dapat dijelaskan sebagai berikut.
Secara imunologis, antigen protein utuh masuk ke sirkulasi dan disebarkan ke seluruh
tubuh.
Untuk mencegah respon imun terhadap semua makanan yang dicerna, diperlukan respon
yang ditekan secara selektif yang disebut toleransi atau hiposensitisasi. Kegagalan untuk
melakukan toleransi oral ini memicu produksi antibodi IgE berlebihan yang spesifik
terhadap epitop yang terdapat pada alergen. Antibodi tersebut berikatan kuat dengan
reseptor IgE pada basofil dan sel mast, juga berikatan dengan kekuatan lebih rendah pada
makrofag, monosit, limfosit, eosinofil, dan trombosit.
Ketika protein melewati sawar mukosa, terikat dan bereaksi silang dengan antibodi
tersebut, akan memicu IgE yang telah berikatan dengan sel mast. Selanjutnya sel mast
melepaskan berbagai mediator (histamine, prostaglandin, dan leukotrien) yang
menyebabkan vasodilatasi, sekresi mukus, kontraksi otot polos, dan influks sel inflamasi
lain sebagai bagian dari hipersensitivitas cepat. Sel mast yang teraktivasi juga
mengeluarkan berbagai sitokin lain yang dapat menginduksi reaksi tipe lambat.
2.2 Mediator dan Fungsinya
Pajanan yang ulang terhadap antigen yang sama mengakibatkan pertautan - silang antara
antigen dengan IgE yang terikat sel dan memicu suatu kaskade sinyal intraselsehingga
terjadi pelepasan beberapa mediator kuat. Mediator primer untuk respons awal sedangkan
mediator sekunder untuk fase lambat.
1. Mediator Primer
Setelah pemicuan IgE, mediator primer di dalam granula sel mast dilepaskan untuk
memulai tahapan awal reaksi hipersensitivitas tipe 1. Histamine merupakan komponen
utama granul sel mast. histamin yang merupakan mediator primer yang dilepas akan diikat
oleh reseptor nya. Ada 4 reseptor histamin ( H1,H2,H3,H4 ) dengan distribusi yang berbeda
dalam jaringan dan bila berikatan dengan histamin akan menunjukkan berbagai efek, yaitu
meningkatnya permeabilitas vaskular, vasodilatasi, bronkokontriksi, dan meningkatnya
sekresi mukus. Mediator lain yang segera dilepaskan meliputi adenosin (menyebabkan
bronkokonstriksi dan menghambat agregasi trombosit) serta faktor kemotaksis untuk
neutrofil dan eosinofil. Mediator lain ditemukan dalam matriks granula dan meliputi
heparin serta protease netral (misalnya,triptase). Protease menghasilkan kinin dan
memecah komponen komplemen untuk menghasilkan faktor kemotaksis dan inflamasi
tambahan.
2. Mediator Sekunder
Mediator ini mencakup dua kelompok senyawa mediator lipid dan sitokin. Mediator lipid
dihasilkan melalui aktivitas fosfolipase A2, yang memecah fosfolipid membran sel mast
untuk menghasilkan asam arakhidonat. Selanjutnya asam arakhidona tmerupakan senyawa
induk untuk menyintesis leukotrien dan prostaglandin.
•Leukotrien berasal dari hasil kerja 5-lipoksigenase pada prekusor asam arakhidonat dan
sangat penting pada patognesishipersensitivitas tipe 1. Leukotrien C4 dan D4 merupakan
agen vasoaktif dan spasmogenik yang dikenal paling poten, agenini beberapa ribu kali lebih
aktif daripada histamin dalam meningkatkan permeabilitas vaskular dan dalam
menyebabkankontraksi otot polos bronkus. Leukotrien B4 sangat kemotaktik untuk
neutrofil, eosinofil, dan monosit.
•Prostaglandin D2 adalah mediator yang paling banyak dihasilkan oleh jalur siklooksigenasi
dalam sel mast. Mediator ini menyebabkan bronkospasme hebat serta meningkatkan sekresi
mukus.
•Faktor pengaktivasi trombosit merupakan mediator sekunder lain, mengakibatkan agregasi
trombosit, pelepasan histamine dan bronkospasme. Mediator ini juga bersifat kemotaktik
untuk neutrofil dan eosinofil.meskipun produksinya diawali oleh aktivasi fosfolipase A2,
mediator ini bukan produk metabolisme asam arakhidonat.
•Sitokin yang diproduksi oleh sel mast (TNF, IL-1, IL-4, IL-5 dan IL-6) dan kemokin berperan
penting pada reaksi hipersensitivitas tipe I melalui kemampuannya merekrut dan
mengaktivasi berbagai macam sel radang. TNF merupakan mediator yang sangat poten
dalam adhesi, emigrasi, dan aktivasi leukosit. IL-4 juga merupakan faktor pertumbuhan sel
mastdan diperlukan untuk mengendalikan sintesis IgE oleh sel B. IL-5 mengaktifkan eosinofil
LO 4. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe 3

4.1 Mekanisme Hipersensitivitas tipe 3


Hipersensitivitas tipe 3 adalah komplek imun kecil yang tidak bias atau sulit dimusnahkan
yang kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan
1. Kompleks imun mengendap di dinding pembuluh darah
Makrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun
sehingga makrofag dirangsang terus menurus untuk melepas berbagai bahan yang dapat
merusak jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan :
 Agregasi trombosit
 Aktivasi makrofag
 Perubahan permeabelitas vaskuler
 Aktivasi sel mast
 Produksi dan pelepasan mediator inflamasi
 Pelepasan bahan kemotaksis
 Influks neutrophil
2. Kompleks imun mengendap di jaringan
Hal yang memungkinkan kompleks imun mengendap di jaringan adalah kompleks imun yang
kecil dan permeabilitas vascular yang meningkat. Hal tersebut terjadi karena histamine
yang dilepas oleh sel mast
 Immune complex formation
Antibodi bereaksi dengan antigen bersangkutan membentuk kompleks antigen antibodi
yang akan menimbulkan reaksi inflamasi
 Immune complex deposition
Aktivasi system komplemen menyebabkan pelepasan berbagai mediator oleh mastosit
 Immune complex-mediated inflammation
C3a dan C5a yang terbentuk pada aktivasi komplemen meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah yang menimbulkan edema. C3a dan C5a berfungsi sebagai factor
kemotaktik
4.2 Jenis-jenis dan bentuk reaksinya
1. Reaksi arthus
Pada reaksi ini ditemukan eritema ringan dan edema dalam 2-4 jam sesudah
suntikandan menghilang keesokan harinya. Suntikan selanjutnya menimbulkan edema
yang lebih besar dan suntikan yang ke 5-6 menimblkan perdarahan dan nekrosis.
Fenomena ini merupakan bentuk reaksi dari kompleks imun.reaksi arthus
membutuhkan antigen dan antibody dalam jumlah yang besar 
2. Reaksi serum sickness
Ini ditemukan sebagai konsekuensi imunisasi pasif pada pengobatan infeksi seperti
difteri dan tetanus. Antibody yang berperan dalam reaksi ini adalah IgG dan IgM
LO 5. Memahami dan Menjelaskan Hipersensitivitas tipe 4

5.1 Mekanisme Hipersensitivitas tipe 4


Ada beberapa fase pada tipe ini yg pertama fase sensitasi,Th diaktifkan oleh apc
melalui mhc-ii.berbagai apc seperti sel Langerhans dan makrofag ang menangkap antigen
dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk di presentasikan ke sel t.sel t yang
diaktifkan adalah cd4+ terutama th1.pajanan ulang menginduksi sel efektor ,sel th1
melepas berbagai sitokin yang mengerahkan dan mengaktifkan makrofag dan sel inflamasi
non spesifik lain.enzim litik yg dilepaskan makrofag menimbulkan destruksi nonspesifik
pathogen intraselular yang hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan.Granuloma
terbentuk jika makrofag terus menerus diaktifkan dan menempel satu dengan lainnya yang
kadang berfusi menjadi sel datia yang melepas sejumlah enzim litik yang merusak jaringan
sekitar.pembuluh darah rusak dan nekrosis jaringan.
Respon terhadap M.Tuberkulosis merupakan respon DTH yang bermata dua.Imunitas
terhadap M.Tuberkulosis menimbulkan respons DTH yang mengaktifkan makrofag untuk
memasang batasan kuman dari paru,kuman diisolasi dalam lesi granuloma yang disebut
tuberkel.Enim litik yang sering dilepas makrofag yang diaktifkan dalam tuberkel merusak
jaringan paru sehingga terjadi kerusakan jaringan yang besar
5.2 Jenis-jenis dan bentuk reaksinya
a. Dermatitis Kontak
Penyakit Cd4+ ang dapat terjadi akibat kontang dengan bahan tidak
berbahaya;formaldehid,nikel,dan kandungan pada cat rambut.
b. Hipersensitivitas Tuberkulin
Bentuk alergi bacterial spesifik terhadap produk filtrate biakan M.tuberkulosis yang
bila disuntikkan ke kulit,akan menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe 4
c. Reaksi Jones Mote
Reaksi terhadap antigen protein ang berhubungan dengan infiltrasi basophil mencolok
di kulit di bawah dermis
d. Penolakan Tandur
Penolakan tandur terhadap jaringan atau organ karena tandur dianggap sebagai benda
asing oleh pejamu.
LO 6. Memahami dan Menjelaskan Antihhistamin dan
Kortikosteroid

6.1 Definisi
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamine
dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi reseptor H1, H2, dan H3.
Kortikosteroid adalah obat yang mengandung hormon steroid yang berguna untuk
menambah hormon steroid dalam tubuh bila diperlukan, dan meredakan peradangan atau
inflamasi, serta menekan kerja sistem kekebalan tubuh yang berlebihan.
6.2 Farmakokinetik
6.2.1 Farmakokinetik Antihistamin
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-30
menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 generasi I
setelah pemberian dosis tunggal umunya 4-6 jam, sedangkan beberapa derivate piperazin
seperti meklizin dan hidroksizin memiliki masa kerja yang lebih panjang, seperti juga
umumnya antihistamin generasi II. Difenhidramin yang diberikan secara oral akan mencapai
kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2 jam, dan menetap pada kadar tersebut
untuk 2 jam berikutnya, kemudian dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4 jam. Kadar
tertinggi terdapat pada paru-paru, sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kilit
kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 adalah hati, tetapi dapat juga
pada paru-paru dan ginjal. Tripenelamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi, sedangkan
klorsiklizin dan siklizin terutama mengalami demetilasi. Hidroksizin merupakan prodrug,
dan metabolit aktif hasil karboksilasi adalah setirizin, sedangkan feksofenadin merupakan
metabolit aktif hasil karboksilasi terfenadin. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam,
terutama dalam bentuk metabolitnya.
6.3 Farmakodinamik
6.3.1 Farmakodinamik Antihistamin
a. Antagonisme terhadap Histamine
AH1 menghambar efek histamine pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam
otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau
keadaan lain yang disertai penglepasan histamine endogen berlebihan.
b. Otot Polos
Secara umum AH1 efektif menghambat kerja histamine pada otot polos usus dan bronkus.
Brokokontriksi akibat histamine dapat dihambat oleh AH1 pada percobaan dengan marmot.
c. Permeabilitas Kapiler
Peninggian permeabilitas kapiler dan edema akibat histamine, dapat dihambat dengan
efektif oleh AH1.
d. Reaksi Anafilaksis dan Alergi
Reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi alergi refakter terhadap pemberian AH1, karena di
sini bukan histamine sajayang berperan tetapi autacoid lain yang dilepaskan. Efektivitas
AH1 melawan beratnya reaksi hipersensitivitas berbeda-beda, tergantung beratnya gejala
akibat histamine.
e. Kelenjar Eksokrin
Efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat dihambat oleh
AH1. AH1 dapat mencegah asfiksi pada marmot akibat histamine, tetapi hewan ini mungkin
mati karena AH1 tidak mencegah perforasi lambung akibat hipersekresi cairan lambung.
AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat histamine.
f. Susunan Saraf Pusat
AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek perangsangan yang kadang-kadang
terlihat dengan dosis AH1 biasanya insomnia, gelisah, dan eksitasi. Efek perangsangan ini
juga dapat terjadi pada keracunan AH1. Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan
penghambatan SSP degan gejala misalnya kantuk, berkurangnya kewaspadaan, dan waktu
reaksi yang lambat. Golongan etanolamin misalnya difenhidramin paling jelas menimbulkan
kantuk, akan tetapi kepekaan pasien berbeda-beda untuk masing-masing obat. Beberapa
obat AH1 juga efektif untuk mengobati mual dan muntah akibat peradangan labirin atau
sebab lain. Difenhidramin dapat mengatasi paralisis agitans, megurangi rigditas dan
memperbaiki kelainan pergerakan.
g. Anestetik Lokal
Beberapa AH1 bersifat anestetik lokal dengan intensitas berbeda. AH1 yang baik sebagai
anestetik lokal ialah prometazin dan prilamin. Akan tetapi untuk menimbulkan efek
tersebut dibutuhkan kadar yang beberapa kali lebih tinggi daripada sebagai antihistamin.
h. Antikolinergik
Banyak AH1 bersifat atropine.efek ini tidak memadai untuk terapi, tetapi efek
antikolinergik ini dapat timbul pada beberapa pasien berupa mulut kering, kesukaran miksi,
dan impotensi. Terfenadin dan astemizol tidak berpengaruh terhadap reseptor muskarinik.
i. Sistem Kardivaskular
Dalam dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek yang berarti pada sistem kardivaskular.
Beberapa AH1 memperlihatkan sifat seperti kunidin pada konduksi miokard berdasarkan
sifat anestetik lokalnya.
6.4 Indikasi dan Kontraindikasi
6.4.1 Antihistamin
1. Indikasi
AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan mencegah atau
mengobati mabuk perjalanan.
2. Kontraindikasi
Antihistamin yang menyebabkan kantuk mempunyai aktivitas antimuskarinik yang nyata dan
harus digunakan dengan hati-hati pada hipertrofi prostat, retensi urin, pasien dengan risiko
galukoma sudut sempit, obstruksi pyloroduodenal, penyakit hati dan epilepsi. Dosis
mungkin perlu diturunkan pada gangguan ginjal. Anak dan lansia lebih mudah mendapat
efek samping. Penggunaan pada anak di bawah 2 tahun tidak dianjurkan kecuali atas
petunjuk dokter dan tidak boleh digunakan pada neonatus. Banyak antihistamin harus
dihindari pada porfiria, meskipun beberapa (misalnya klorfenamin dan setirizin)
diperkirakan aman
6.4.2 Kortikosteroid
1. Indikasi
2. Kontraindikasi
Sebenarnya hingga saat ini tidak ada kontraindikasi absolute untuk penggunaan
kortikosteroid. Kortikosteroid digunakan lebih hati-hati pada pasien dengan gangguan
jantung, pasien dengan riwayat ulkus peptikum, pasien diabetes dan dengan riwayat
hipertensi. Pertimbangan khusus pada pemberian kortikosteroid juga dilakukan pada pasien
dengan infeksi kronis seperti tuberkulosis yang dapat menyebabkan penyebaran
tuberkulosis secara sistemik.
6.5 Efek Samping
6.5.1 Efek Samping Antihistamin
Mengantuk adalah efek samping utama pada sebagian besar antihistamin golongan
lama, walaupun stimulasi yang paradoksikal dapat terjadi meski jarang (terutama pada
pemberian dosis tinggi atau pada anak dan pada lanjut usia). Mengantuk dapat menghilang
setelah beberapa hari pengobatan dan jauh kurang dengan antihistamin yang lebih baru.
Efek samping yang lebih sering terjadi dengan antihistamin golongan lama meliputi
sakit kepala, gangguan psikomotor, dan efek antimuskarinik seperti retensi urin, mulut
kering, pandangan kabur, dan gangguan saluran cerna.
Efek samping lain yang jarang dari antihistamin termasuk hipotensi, efek
ekstrapiramidal, pusing, bingung, depresi, gangguan tidur, tremor, konvulsi, palpitasi,
aritmia, reaksi hipersensitivitas (bronkospasme, angio-edema, dan anafilaksis, ruam kulit,
dan reaksi fotosensitivitas), kelainan darah, disfungsi hepar dan glaukoma sudut sempit.
6.5.2 Efek Samping Kortikosteroid
 Efek sentral (atas SSP) berupa gelisah, rasa takut, sukar tidur, depresi.
 Efek adrogen, seperti acne, dan gangguan haid
 Cataract dan kenaikan tekanan okuler, juga bila digunakan sebagai tetes mata, resiko
glaukoma meningkat.
 Bertambahnya sel-sel darah
 Bertambahnya nafsu makan dan berat badan
 Reaksi hipersensitivitas.
LO 7. Batasan Hukum Islam Tentang Alergi Obat Sebagai
Dokter Muslim
1. Maslahah
 Kitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan penjelasan tentang al-maslahah
yaitu: “Pada dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran untuk mengabil manfaat
atau menghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang kami maksudkan, sebab meraih
manfaat dan menghindarkan kemudaratan terseut bukanlah tujuan kemasalahatan
manusia dalam mencapai maksudnya. Yang kami maksud dengan maslahah adalah
memelihara tujuan syara.Ungkapan al-Ghazali ini memberikan isyarat bahwa ada dua
bentuk kemaslahatan, yaitu:
a. Kemasalahatan menurut manusia, dan
b. Kemaslahatan menurut syari‟at.
 Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah dikisahkan bahwa seorang Anshar terluka di
perang Uhud. Rasulullah pun memanggil dua orang dokter yang ada di kota Madinah,
lalu bersabda, “Obatilah dia.” Dalam riwayat lain ada seorang sahabat bertanya,”Wahai
Rasulullah, apakah ada kebaikan dalam ilmu kedokteran?” Rasullah menjawab, “Ya,”
 Begitu pula yang diriwayatkan dari Hilal bin Yasaf bahwa seorang lelaki menderita sakit
di zaman Rasulullah. Mengetahui hal itu, beliau bersabda, “Panggilkan dokter.” Lalu
Hilal bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah dokter bisa melakukan sesuatu untuknya?”
“Ya,” jawab beliau. (HR Ahmad dalam Musnad: V/371 dan Ibnu Abi Syaibah dalam
Mushannaf: V/21)
 Hilal meriwayatkan bahwa Rasulullah mnjenguk orang sakit lalu bersabda, “Panggilkan
dokter!” kemudian ada yang bertanya, “Bahkan engkau mengatakan hal itu, wahai
Rasulullah?” “Ya,” jawab beliau.
 Berdasarkan pemaparan di atas, tampak jelas bagaimana Rasulullah menganjurkan kita
untuk berobat dan berusaha menggunakan ilmu kedokteran yang diciptakan Allah untuk
kita. Kita juga ditekankan agar tidak menyerah pada penyakit karena Rasulullah
bersabda, “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada
mukmin yang lemah.” (HR Muslim (34) dan Ahmad: II/380)
 Di antaranya yang ada di Musnad Ahmad. Hadits Ziyadah bin Alaqah dari Usamah bin
Syuraik menuturkan,”Aku berada bersama Nabi lalu datanglah sekelompok orang Badui
dan bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah kita boleh berobat?’ Rasulullah menjawab, ‘Ya,
wahai hamba Allah, berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan penyakit
kecuali Allah menciptakan obatnya, kecuali satu macam penyakit.’ Mereka
bertanya,’Apa itu?’ Rasulullah menjawab,’Penyakit tua’.”(HR Ahmad dalam Musnad :
IV/278, Tirmidzi dalam Sunan (2038))
 Nabi bersabda,”Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada penyakitnya
maka ia akan sembuh dengan izin Allah.” (HR Muslim: I/191)
 Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu’, “Tidaklah Allah menurunkan panyakit
kecuali menurunkan obatnya.”(HR Bukhari: VII/158)
 Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, “Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu, pisau
bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api.” (HR Bukhari dan
Muslim)
 Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untuk
kemaslahatan artinya : semua syari’at dalam perintah dan larangannya serta hukum-
hukumnya adalah untuk mashoolihi (manfaat-manfaat) dan makna masholihi adalah:
jamak dari maslahat artinya : manfaat  dan kebaikan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai