SKENARIO I
“Nyeri Perut”
KELOMPOK : B4
ANGGOTA :
UNIVERSITAS YARSI
FAKULTAS KEDOKTERAN
i
DAFTAR ISI
Halaman Judul.....................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................ii
I. Skenario I ......................................................................................................1
II. Brainstorming................................................................................................1
II.1 Kata Sulit...............................................................................................1
II.2 Pertanyaan..............................................................................................1
II.3 Jawaban .................................................................................................2
III. Hipotesis .......................................................................................................2
IV. Sasaran Belajar..............................................................................................2
ii
4.8 Tatalaksana Dyspepsia.............................................................................16
4.9 Pencegahan Dyspepsia.............................................................................20
4.10 Komplikasi Dyspepsia...........................................................................20
4.11 Prognosis Dyspepsia..............................................................................20
Daftar Pustaka......................................................................................................21
iii
I. SKENARIO I
NYERI PERUT
Nn.A 20 tahun,mengeluh nyeri perut sejak 3 bulan lalu.Pada pemeriksaan fisik didapatkan
nyeri tekan di epigastrium.Dokter menduga terdapat gangguan saluran cerna bagian atas,sehingga
menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan gastroskoi.Hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan
gastritis dan duodenitis,sehingga dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetshui penyebab
keadaan tersebut.Pasien diberikan obat dan makanan yang sesuai untuk mencegah komplikasi dari
penyakit tersebut.
I. BRAINSTORMING
I.1. Kata Sulit
1. Gastritis : Penyakit pada lambung yang terjadi
akibat peradangan pada dinding lambung.
2. Epigastrium : Bagian abdomen tengah atas terletak
diantara angulus sterni.
3. Duodenitis : Peradangan mukosa duodenum.
4. Pemeriksaan Gastroskopi: Pemeriksaan pada bagian perut
menggunakan endoskop yang
dimasukkan melalui
mulut,esofagus,dan duodenum.
I.2. Pertanyaan
1. Pencegahan agar tidak terjadi komplikasi?
2. Kenapa nyeri tekan pada pasien?
3. Apa penyebab gastritis dan duodenitis?
4. Faktor penyebab penyakit tersebut ?
5. Apa saja organ yang termasuk ke dalam regio epigastrium?
6. Beda gastritis dan dyspepsia ?
7. Kemungkinan diagnosis pasien ?
8. Test untuk mendiagnosis gastritis ?
9. Hasil (gambaran) dari pemeriksaan gastroskopi?
1
10. Bagaimana tatalaksana pada pasien?
I.3. Jawaban
1. -Menurunkan konsumsi makanan pedas,asam,alkohol,kopi,alkohol
-Perbaiki pola makan
2. Inflamasi pada dinding mukosa lambung
3. Infeksi oleh Helicobacter Pylori yang dapat menyebabkan kerusakan pada kelenjar
di gaster dan duodenum
4. Pola makan,gangguan pergerakan,menelan tanpa dikunyah,alkohol,soda,soft
drink,Nsaid’s
5. Lambung,bagian hati,pankreas,duodenum,limpa,dan kelenjar adrenal
6. Gastritis : Terdapat inflamasi
o Akut : tidak terdapat gejala
o Kronik : terdapat tukak lambung
7. Dyspepsia,karena dari skenario terdapat gabungan gejala
8. Test Helicobacter Pylori,Gastroskopi,foto rontgen,serologi,urea breathe
test,urease.
9. Eritema mukosa
10. Duodenum : antibiotik : amosilin
Gastritis : antibiotik antihistamin
: Petrolac,ranitidin,dan antasida.
II. HIPOTESIS
Dyspepsia disebabkan oleh bakteri H.pylori yang menimbulkan nyeri tekan pada
perut.Pemeriksaan yang dapat dilakukan berupa test serologi,gastroskopi dan test
H.pylori.Pemberian tatalaksana seperti antibiotik dan antihistamin. pencegahan dapat
dilakukan dengan menjaga pola makan.
III. SASARAN BELAJAR
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Gaster
1.1. Makroskopik
1.2. Mikroskopik
LO 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Gaster
2.1 Mekanisme
2
2.2 Regulasi Hormon
2.3 Fungsi
2.4 Mekanisme pembentukan asam lambung
LO 3. Memahami dan Menjelaskan Biokimia Gaster
3.1 Proses pencernaan karbohidrat,protein,lemak,di gaster beserta
enzimnya.
LO 4. Memahami dan Menjelaskan Dyspepsia
4.1 Definisi Dyspepsia
4.2 Epidemiologi Dyspepsia
4.3 Etiologi Dyspepsia
4.4 Klasifikasi Dyspepsia
4.5 Patofisiologi Dyspepsia
4.6 Manifestasi klinis Dyspepsia
4.7 Diagnosis dan diagnosis banding Dyspepsia
4.8 Tatalaksana Dyspepsia
4.9 Pencegahan Dyspepsia
4.10 Komplikasi Dyspepsia
4.11 Prognosis Dyspepsia
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Gaster
1.1. Anatomi Makroskopis
Dibedakan
1. Curvatura minor (lengkungan kecil, medial)
2. Curvature major (lengkungan besar)
3. Paries ventralis (anterior)
4. Paries dorsalis (posterior)
Ventriculus
1. Cardia, tempat muara oesophagus kedalam ventriculus
2. Fundus, bagian yang menonjol ke kranial disebelah kiri esophagus
3. Corpus, bagian dari tempat muara esophagus sampai tempar tercaudal
4. Pars pylorica, bagian dari tempat tercaudal sampat akhir ventriculus
3
5. Pylorus, tempat terakhir ventrikulus
Dinding ventriculus, dari luar ke dalam
1. Tunica serosa, sebetulnya peritoneum viscerale
2. Tunica muscularis, terdiri dari:
2.1. Stratum longitudinale, lanjutan stratum longitudinale
esophagus
2.2. Stratum circulare, juga lanjutan stratum circulare esophagus
2.3. Stratum obliqum
3. Tunica mucosa
Vaskularisasi Gaster
- Curvatura Minor
A. Gastrica Sinistra dari A.Coeliaca
A. Gastrica Dextra dari A.Hepatica Communis
- Curvatura Mayor
A.Gastroepiploica Dextra dari A.Gastroduodenalis dari A.Hepatica
A.Gastroepiploica Sinistra dari A.Lienalis dari A.Coeliaca.
- Fundus
A.Gastrica breves cabang dari A.Splenica
- Vena Gastrica Dextra dan Sinistra membawa darah kembali ke vena porta hepatis
- Vena gastrica Breves dan Vena Gastriepiploica membawa isinya ke Vena Splenica
yang bersatu dengan Vena Mesentrica Superior untuk membentuk Vena Porta Hepatis.
- Persarafan gaster parasimpatis berasal dari truncus vagales anterior dan cabang kiri
nervus vagus dan truncus vagales posterior dari cabang kanan nervus vagus,yang
keduanya turun sepanjang esophagus dan berjalan sepanjang curvatura minor.
- Persarafan gaster simpatis preganglionik melintasi diafragma dikedua sisi sebagai
N.Splanchnici Major dan Minor,bersinaps ke neuron simpatis postganglionik pada
pangkal truncus coeliacus.
- Persarafan simpatis membawa serabut-serabut nyeri
- Persarafan parasimpatis merangsang produk asam gaster dan meningkatkan gerak
peristaltik gaster.
4
1.2. Anatomi Mikroskopis
kardia
Esofagus
5
2. Terdapat rugae
3. Dalam lipatan terdapat foveolae gastrica
4. Di dalam mukosa terdapat kelenjar-kelenjar yang bermuara pada foveolae
gastrica
- Cardia
1. Foveola Gastrica dangkal
2. Terdapat kelenjar cardia
- Fundus dan Korpus
a. Sel zimogen (Chief cell)
- Sel utama, terdapat dalam jumlah besar, terutama di korpus kelenjar
- Sel serosa, berwarna basofil, terdapat granula zymogen pada daerah apikal
sel
-Mensintesa protein, granula berisi enzim pepsinogen dalam bentuk in aktiv
- Pada manusia menghasilkan
opepsin (proteolitik aktiv)
olipase (enzim lipolitik)
b. Sel parietal (oksintik)
- Terdapat pada setengah bagian atas kelenjar, jarang pada basis
-Tersisip antara sel-sel mukus leher, berbentuk piramid, inti sferis ditengah,
berwarna eosinofil
- Menghasilkan
o HCl
o Gastric intrinsic factor, penting untuk absorbsi vit B 12
c. Sel mukus isthmus
- Pada bagian atas kelenjar
- Merupakan peralihan sel gastric pit dan bagian leher kelenjar
- Sel rendah, granula mukus lebih sedikit, mensekresi mukus netral
d. Sel mukus leher
- Pada leher kelenjar, berupa kelompokan sel maupun tunggal diantara sel
parietal
- Mensekresi mukus asam, kaya glikosaminoglikans, berbeda dengan
6
mukus permukaan yang netral
- Bentuk tidak teratur, inti pada basis sel, granula ovoid/sferis pada apikal
sel
e. Sel Argentaffin (enterochromaffin)
- Terdapat pada dasar kelenjar, terselip diantara chief cell
- Granula padat terdapat di basal sel
- Merupakan kelenjar endokrin uniselular
- Mensekresi serotonin (5 hiroksi triptamin /5-Ht)
f. Sel APUD
- Dengan mikroskop elektron: granula sekresi sangat halus (100-200 nm),
retikulun endoplasmik jarang dan apparatus Golgi sedikit
- Sel APUD gastro intestinal terdapat pada fundus, antrum pilorikum,
duodenum, yeyunum, ileum dan colon
- Mensekresi: gastrin, sekretin, kolesistokinin, glukagon and somatostatin
like substance
- APUD sel pada manusia:
o Sel C dan M pada hipofisis (adrenokorticotropin dan melanotropin)
o Sel A pulau Langerhans (glukagon)
o Sel non-B pulau Langerhans (insulin)
o Sel D pulau Langerhans (somatostatin)
o Sel AL lambung (glukagon)
o Sel G lambung (gastrin)
o Sel EG usus (glukagon)
o Sel S usus (sekretin)
o Sel D usus (somatostatin)
o Sel parafolikular tiroid (kalsitonin)
- Pylorus
1. Foveola gastrica lebih dalam
LO 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Gaster
2.1. Mekanisme Pencernaan secara mekanis
7
Ketika kosong lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi volume dapat bertambah
hingga 1 L saat makan. Peningkatan volume ini tidak mengalami perubahan tegangan di
dindingnya dan sedikit peningkatan tekanan intralambung dikarenakan adanya relaksasi
reseptif. Mekanisme relaksasi reseptif yaitu ketika kita makan lipatan-lipatan di dalam
lambung menjadi lebih kecil dan nyaris mendatar sewaktu lambung sedikit melemas
setiap kali makanan masuk.
2. Penyimpanan makanan di corpus fagus
Kontraksi pada daerah fundus dan corpus lemah ini dikarenakan lapisan otot yang tipis.
Karena kontraksi yang lemah ini maka makanan disimpan di bagian korpus yang relatif
lebih tenang tanpa mengalami pencampuran. Sedangkan, pada daerah fundus biasanya
tidak menyimpan makanan tetapi hanya mengandung kantung gas.
3. Pencampuran makanan berlangsung di antrum
Kontraksi peristaltik antrum yang kuat mencampur makanan dengan sekresi lambung
untuk menghasilkan kimus. Gelombang peristaltik menyebabkan kimus terdorong ke
sfingter pilorus. Masa kimus antrum yang terdorong maju tetapi tidak dapat masuk ke
duodenum tertahan mendadak di sfingter yang tertutup dan memantul kembali ke
antrum. Gerak maju mundur ini mencampur kimus secara merata di antrum.
4. Pengosongan lambung umumnya dikontrol oleh faktor di duodenum.
Selain mencampur isi lambung, kontraksi peristaltik antrum adalah gaya pendorong
untuk mengosongkan isi lambung.Jumlah kimus yang lolos ke duodenum pada setiap
gelombang kontraksi sebelum sfingter pilorus menutup erat terutama bergantung pada
kekuatan peristalsis antrum.Intensitas peristalsis antrum dan, karenanya, kecepatan
pengosongan lambung dapat sangat bervariasi di bawah pengaruh berbagai sinyal dari
lambung dan duodenum Faktor-faktor ini memengaruhi eksitabilitas lambung dengan
sedikit depolarisasi atau hiperpolarisasi otot polos lambung. Semakin besar
eksitabilitas, semakin sering BER menghasilkan potensial aksi, semakin besar kekuatan
peristaltik antrum, dan semakin cepat laju pengosongan lambung.
8
Adanya lemak, asam, Memulai refleks Faktor-faktor ini
hipertonisitas atau enterogastrik atau memicu menghambat motilitas dan
peregangan. pelepasan enterogastron pengosongan lambung lebih
(kolesistokinin,sekretin) lanjut sampai duodenum
mengatasi faktor yang ada.
9
Motilin berpartisipasi dalam mengendalikan pola kontraksi otot polos pada
saluran pencernaan atas. Motilin disekresi ke sirkulasi selama keadaan berpuasa
pada interval kira-kira 100 menit.
1. Karbohidrat
Karbohidrat dicerna oleh tubuh dalam bentuk gula sederhana atau disebut monosakarida.
Untuk pembelajaran yang lebih runtut dan sistematis, berikut adalah enzim enzim yang
berperan dalam pencernaan karbohidrat berdasarkan urutan kerja.
a) Enzim ptialin (amilase mulut/amilase oral)
Enzim ptialin termasuk sebagai enzim α-amilase,yaitu enzim yang memecah amilum
(polisakarida) menjadi maltosa (disakarida) dan polimer kecil sakarida lainya .
b) HCl
10
HCl dalah asam lambung yang disekresikan oleh dinding lambung yang merubah pH
makanan menjadi asam agar kuman-kuman yang masuk bersama makanan dapat dibunuh
di dalam lambung sebelum masuk ke duodenum.
11
Dispepsia merupakan keluhan klinis yang sering dijumpai dalam praktik klinis
seharihari. Menurut studi berbasiskan populasi pada tahun 2007, ditemukan peningkatan
prevalensi dispepsia fungsional dari 1,9% pada tahun 1988 menjadi 3,3% pada tahun 2003.
Dispepsia fungsional, pada tahun 2010, dilaporkan memiliki tingkat prevalensi tinggi,
yakni 5% dari seluruh kunjungan ke sarana layanan kesehatan primer. Bahkan, sebuah studi
tahun 2011 di Denmark mengungkapkan bahwa 1 dari 5 pasien yang datang dengan dispepsia
ternyata telah terinfeksi H. Pylori yang terdeteksi setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Prevalensi pasien dispepsia di pelayanan kesehatan mencakup 30% dari pelayanan dokter
umum dan 50% dari pelayanan dokter spesialis gastroenterologi. Mayoritas pasien Asia dengan
dispepsia yang belum diinvestigasi dan tanpa tanda bahaya merupakan dispepsia fungsional.
Berdasarkan hasil penelitian di negara-negara Asia (Cina, Hong Kong, Indonesia, Korea,
Malaysia, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam) didapatkan 43-79,5% pasien dengan
dispepsia adalah dispepsia fungsional.
12
Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal, yaitu rasa panas di
dada dan regurgitasi asam terutama setelah makan.
c. Ulkus Peptik
Ulkus peptik dapat terjadi di esophagus, lambung, duodenum atau
pada divertikulum meckel ileum. Ulkus peptikum timbul akibat kerja getah
lambung yang asam terhadap epitel yang rentan. Penyebab yang tepat masih
belum dapat dipastikan..
d. Dispepsia akibat infeksi bakteri Helicobacter pylori
Helicobacter ini diyakini merusak mekanisme pertahanan pejamu
dan merusak jaringan. Helicobacter pylori dapat merangsang kelenjar
mukosa lambung untuk lebih aktif menghasilkan gastrin sehingga terjadi
hipergastrinemia.
2. Dispepsia Fungsional
Dispepsia fungsional dapat dijelaskan sebagai keluhan dispepsia yang telah
berlangsung dalam beberapa minggu tanpa didapatkan kelainan atau gangguan
struktural/organik/metabolik berdasarkan pemeriksaan klinik, laboratorium, radiology
dan endoskopi.
a. Dispepsia dismotilitas (dismotility-like dyspepsia)
Pada dispepsia dismotilitas, umumnya terjadi gangguan motilitas,
di antaranya: waktu pengosongan lambung lambat, abnormalitas kontraktil,
abnormalitas mioelektrik lambung, refluks gastroduodenal. Penderita
dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap produksi asam
lambung yang meningkat.
4.5 Patofisiologi Syndroma dyspepsia
Djojodiningrat (2007) menjelaskan proses patofisiologi yang berhungan dengan
dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi Helicobakter pylori,
dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensittivitas visceral.
1) Sekresi asam lambung
Kasus dispepsia fungsional, umumnya mempunya tingkat sekresi asam lambung,
baik sekresi basal atau dengan stimulasi pentagastrin yang rata-rata normal. Terjadinya
peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak
enak di perut.
2) Helicobacter pylori (Hp)
Infeksi Hp dapa dispepsia fungsional belum sepenuhnya diterima. Hp pada
sispepsia fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna dengan angka kekerapan
Hp pada kelompok sehat.
3) Dismotilitas gastrointestinal
13
Dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya
hipomotilitas antrum sampai 50% kasus, harus dimengerti bahwa proses motilitas
gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga gangguan
pengosongan lambung tidak dapat mutlak menjadi penyebab .
4) Ambang rangsang persepsi
Dispepsia memiliki hipersensitivitas visceral terhadap distensi balon di gaster atau
duodenum. Mekanisme lebih lanjut belum diketahui. Penelitian menggunakan balon
intragastrik mendapatkan hasil 50% populasi dengan dispepsia fungsional timbul rasa
nyeri atau tidak nyaman di perut pada inflansi balon dengan volume yang lebih rendah
dibandingkan dengan volume yang menimbulkan nyeri pada populasi kontrol.
4.6 Manifestasi Klinis Syndroma
dyspepsia
Mansjoer (2001) dalam bukunya membagi klasifikasi klinis secara praktis, didasarkan
atas gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe:
1) Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dispepsia), dengan
gejala:
- Nyeri epigastrium terlokalisasi
- Nyeri hilang setelah makan
- Nyeri saat lapar
- Nyeri episodik
2) Dispepsia dengan gejala dismotilitas (dysmotility-like dispepsia),dengan
gejala:
- Mudah kenyang
- Perut cepat terasa penuh saat makan
- Mual
- Muntah
- Upper abdominal bloating
- Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3) Dispepsia nonspesifik
14
4.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding Syndroma dyspepsia
Anamnesis
b. Radiologis.
Pada refluks gastroesofageal, akan tampak peristaltik di oesophagus yang
menurun terutama di bagian distal, tampak antiperistaltik di antrum yang meninggi, serta
sering menutupnya pylorus sehingga sedikit barium yang masuk ke intestinal. Pada
tukak, baik di lambung maupun di duodenum, akan terlihat gambaran yang disebut niche,
yaitu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak
umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin.
c. Endoskopi
- Jika endoskopi diindikasikan kemudian tes urease cepat adalah cara paling
murah untuk menilai infeksi H. pylori.
d. Ultrasonografi (USG)
e. Barium enema
f. Biopsi Lambung
- Invasive Test :
* Rapid Urea Test :
* Histologi
Diagnosis Banding
Penyakit jantung iskemik sering memberi keluhan nyeri ulu hati, panas di dada, perut
kembung, perasaan lekas kenyang. Penderita infark miokard dinding inferior juga sering
memberikan keluhan rasa sakit perut di atas, mual, kembung, kadang-kadang penderita angina
mempunyai keluhan menyerupai refluks gastroesofageal.
Penyakit vaskular kolagen, terutama pada sklerodema di lambung atau usus halus, akan
sering memberi keluhan sindroma dispepsia. Rasa nyeri perut sering ditemukan pada penderita
SLE, terutama yang banyak mengkonsumsi kortikosteroid
4.8 Tatalaksana Syndroma dyspepsia
a. Antasid Sistemik
Natrium bikarbonat
b. Antasid Non-sistemik
• Aluminium hidroksida-- Al(OH)3
16
Efek samping: Al(OH)3 yang utama ialah konstipasi. Ini dapat diatasi
dengan memberikan antasid garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan
absorbsi fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan sindrom deplesi fosfat disertai
osteomalasia. Al(OH)3 dapat mengurangi absorbsi bermacam-macam vitamin dan
tetrasiklin. Al(OH)3 lebih sering menyebabkan konstipasi pada usia lanjut.
• Kalsium karbonat
Efek samping : hiperkalsemia, kalsifikasi metastatik, alkalosis, azotemia,
Kalsium karbonat tersedia dalam bentuk tablet 600 mg dan 1000 mg. Satu gram
kalsium karbonat dapat menetralkan 21 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 1-2
gram.
d. Antagonis Reseptor H2
Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung.
Burinamid dan metiamid merupakan antagonis reseptor H2 yang pertama kali
ditemukan, namun karena toksik tidak digunakan di klinik. Antagonis reseptor H2
yang ada saat ini adalah simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin.
Farmakodinamik : Simetidine dan ranitidine menghambat reseptor H2
secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi
cairan lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin sekresi cairan
lambung dihambat.
Farmakokinetik : Bioavaibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan
setelah pemberian IV atau IM. Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan.
Absorpsi terjadi pada menit ke 60-90.
18
dopamin sentral dari metoklorpamid. Pemberian dosis tinggi pada anak dapat
menyebabkan hipertonis dan kejang.
• Domperidon
Indikasi :Domperidon bermanfaat untuk pengobatan dispepsia yang disertai masa
pengosongan yang lambat, refluks gastroesophagus, anoreksia nervosa, gastroparesis.
Demikian pula bermanfaat sebagai obat antiemetik pada penderita pasca-bedah, bahkan
efektif sebagai pencegah muntah pada penderita yang mendapat kemoterapi.
Efek samping :lebih rendah daripada metoklopramid, yaitu mulut kering, kulit
gatal, diare, pusing. Pada pemberian jangka panjang atau dosis tinggi, efeknya akan
meningkatkan sekresi prolaktin, dan dapat menimbulkan ginekomasti pada pria, serta
galaktore dan amenore pada wanita.
• Cisapride
Cisapride merupakan derivat benzidamide dan tergolong obat prokinetik baru
yang mempunyai khasiat memperbaiki motilitas seluruh saluran cerna. Obat ini
mempunyai spektrum yang luas.
Efek samping: yang ditimbulkannya yaitu borborigmi, diare, dan rasa kejang di
perut yang sifatnya sementar.
f. Sitoprotektive agent
Agen Cytoprotective merangsang produksi lendir dan meningkatkan aliran darah
ke seluruh lapisan saluran pencernaan. Agen ini juga bekerja dengan membentuk lapisan
yang melindungi jaringan ulserasi. Contoh agen Cytoprotective termasuk misoprostol dan
sukralfat.
g. Misoprostol (Cytotec)
Misoprostol merupakan analog prostaglandin yang dapat digunakan untuk
menurunkan kejadian tukak lambung dan komplikasi jangka panjang pengguna NSAID
yang berisiko tinggi.
h. Sukralfat (Carafate)
Sukralfat mengikat dengan protein bermuatan positif dalam eksudat dan
membentuk zat perekat kental yang melindungi lapisan GI terhadap pepsin, asam
lambung, dan garam empedu. Hal ini digunakan untuk jangka pendek pengelolaan bisul.
i. Antibiotik H pylori
PPI rejimen berbasis terapi tiga untuk H pylori terdiri dari PPI, amoksisilin, dan
clarithromycin selama 7-14 hari.Amoksisilin harus diganti dengan metronidazol dalam
penisilin-alergi pasien saja, karena tingginya tingkat resistensi metronidazol. Pada pasien
dengan ulkus rumit disebabkan oleh H pylori, pengobatan dengan PPI di luar kursus 14-
19
hari antibiotik dan sampai konfirmasi pemberantasan H pylori dianjurkan.
20
yang refrakter terhadap pengobatan, memiliki kecenderungan tinggi untuk mengalami depresi
dan gangguan psikiatris
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah M, Gunawan J. 2012. Dispepsia. Cermin Dunia Kedokteran 197 vol 39 no 9 : hal 650.
Aesculapius Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis (Dyspepsia atau
maag), Infeksi Mycobacteria pada Ulser Gastrointestinal. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Djojodiningrat D. Dispepsia fungsional. In: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 354-6.
Doengoes, Marilyn E. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Grace, Pierce & Borley Neil. 2007. At A Glance : Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta : Erlangga.
Mansjoer, Arif, et all. 2001.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011.Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Sherwood, Laurale. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem, Edisi 2. Jakarta: EGC
Sofwan, A. 2013. Tractus Digestivus. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih,
Jakarta : EGC, 2002.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit DalamJilid I. Jakarta: Interna Publishing
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20335/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23015/4/Chapter%20II.pdf
http://www.scribd.com/doc/36994810/Laporan-Pendahuluan-Ulkus-Peptikum
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39